BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Hasil analisis dan perhitungan risiko kredit atas data-data yang terkumpul
dengan menggunakan metode risiko (Risk-based Bank Rating) dan dilakukan secara sendiri (self assesment) menunjukan bahwa ke-4 bank pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 memiliki tingkat risiko kredit yang beragam yaitu sangat rendah (low) dan rendah (low to moderate). Dari ke-4 bank pemerintah tersebut, Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri selama periode penelitian dari tahun 2009 sampai dengan 2011 memiliki tingkat risiko kredit yang sangat rendah (low), sedangkan Bank BTN memiliki tingkat risiko kredit yang rendah (low to moderate). Bank BTN memiliki tingkat risiko kredit yang rendah (low to moderate), diakibatkan oleh penilaian komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi (parameter 1) menghasilkan nilai yang besar atau tinggi bila dibandingkan dengan 3 Bank Pemerintah lainnya. Hal tersebut dikarenakan eksposur kredit per sektor ekonomi Bank BTN mayoritas terfokus kepada sektor properti. Selain itu, eskposur kredit per jenis portofolio kredit Bank BTN pun terfokus kepada jenis portofolio kredit konsumsi untuk pembiayaan kepemilikan properti. Adapun bagi Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri memiliki tingkat risiko kredit sangat rendah (low) atau lebih baik bila dibandingkan dengan Bank
69
BTN, juga disebabkan oleh penilaian dari parameter 1 yaitu komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi-nya menghasilkan nilai yang sangat rendah atau lebih baik bila dibandingkan Bank BTN. Bank BNI, Bank BRI, dan Bank Mandiri memiliki eksposur kredit
per sektor ekonomi dan eksposur kredit per jenis
portofolio kredit yang tidak terfokus hanya kepada sektor ekonomi tertentu dan tidak terfokus pada jenis portofolio kredit tertentu. Artinya ke-3 bank pemerintah tersebut memiliki sifat sebagai bank umum atau bukan bank yang fokus terhadap penyaluran kredit tertentu. Penyebaran risiko portofolio kredit per sektor ekonomi dan per jenis-nya sangat baik atau risikonya sangat rendah, sehingga apabila muncul risiko kredit dikemudian hari dari salah satu sektor ekonomi atau protofolio kreditnya, maka hal tersebut secara keseluruhan tidak terlalu berdampak negatif bagi portofolio kredit total bank tersebut. Penilaian parameter 2 hingga parameter 4 bank-bank pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menghasilkan nilai yang sangat rendah (low), artinya risiko yang timbul dari aktivitas perkreditan yang sesuai dengan parameter 2 hingga parameter 4 dapat dikategorikan sangat rendah (low). Bank-bank pemerintah tersebut selama periode penelitian telah berupaya untuk menjaga dan mengelola risiko kreditnya dengan baik dari aspek kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan (parameter 2), setiap kredit yang diberikan memiliki unsur risiko yang melekat dan bank-bank pemerintah tersebut mampu menjaga agar kredit yang diberikan tetap dalam kualitas yang sangat baik. Selain itu aspek strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana (parameter 3) juga mampu dijaga dengan memperhatikan aspek risikonya, bank-bank
70
pemerintah tersebut mampu memikirkan bagaimana asetnya tumbuh dengan pesat tidak hanya bergantung dari aktivitas perkreditan, namun mereka tetap mampu menumbuhkan asetnya melalui aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan yang bersifat off-balance sheet. Aspek yang terakhir adalah faktor eksternal (parameter 4) dimana faktor eksternal dapat berubah setiap waktu dan berisiko secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas dan kualitas kredit bank, namun bank-bank pemerintah tersebut mampu memitigasi timbulnya risiko yang diakibatkan oleh faktor eksternal yaitu dengan cara selective specialitation atau memilih sejumlah segmen yang menarik dan sesuai dengan tujuan bank serta risk apetite yang dimiliki oleh bank. Dari uraian tersebut diatas, rekomendasi penulis adalah bank-bank pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan memiliki tingkat risiko kredit sangat rendah (low) dapat menjadi rekomendasi bagi investor dalam berinvestasi di pasar saham. Dengan risiko kredit yang sangat rendah artinya aktivitas perkreditan dan penerapan manajemen risiko yang dilakukan bank-bank tersebut dikelola dengan sangat baik, sehingga kemungkinan kerugian dari aktivitas perkreditan di masa datang yang akan dihadapi bank dapat diminimalisir.
5.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, yang menjadi sorotan utama bagi
penulis adalah hasil penilaian dari komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi
(parameter 1) milik Bank BTN. Seperti kesimpulan yang sudah
disampaikan sebelumnya bahwa penilaian parameter 1 milik Bank BTN
71
menghasilkan nilai yang besar atau tinggi bila dibandingkan dengan bank-bank pemerintah lainnya. Menurut penulis terdapat 2 (dua) saran yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi manajemen Bank BTN yaitu pertama, untuk merubah kebijakan segmentasi bank. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini segmentasi Bank BTN adalah Properti (Rumah, Rumah Toko, Rumah Kantor ataupun Apartment). Pemilihan segmentasi yang dianut oleh Bank BTN dapat dikategorikan berkonsentrasi
sebagai terhadap
single
segment
segmen
yang
concentration dianggap
atau
paling
bank
yang
potensial
dan
menguntungkan bagi bank. Kemungkinan pertimbanganan utama manajemen Bank BTN menganut single segment concentration adalah dapat dikarenakan adanya keterbatasan sumber penyediaan dana; segmen properti belum tergarap dengan maksimal; atau segmen properti cenderung diabaikan oleh pesaing. Penulis berpendapat bahwa kemungkinan pertimbangan utama Bank BTN tersebut tidak lagi relevan dan utama untuk tetap dipertahankan. Saran penulis adalah Bank BTN harus mampu merubah kebijakan segmentasi bank menjadi selective specialitation yang artinya memilih sejumlah segmen yang menarik dan sesuai dengan tujuan bank serta risk apetite yang dimiliki oleh bank. Pertimbangan utama Bank BTN juga harus dirubah dan disesuaikan dengan peta persaingan usaha di lingkup bank-bank pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sektor properti tidak lagi hanya milik Bank BTN saja, namun bankbank pemerintah lainnya seperti Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri tidak lagi mengabaikan sektor properti, mereka juga menggarap sektor pembiayaan
72
properti dan melihat sektor properti sebagai selective specialitation. Bank BTN juga harus mampu melihat peluang segmen-segmen lainnya sebagai peluang bagi bank untuk menumbuhkan aset kreditnya dan peluang bagi bank untuk menebalkan labanya, namun dengan tetap menjaga faktor risiko kredit. Saran penulis yang kedua adalah mempertimbangkan untuk melakukan diversifikasi arah penyaluran kredit bank. Selama periode penelitian terlihat bahwa lebih dari 75% portofolio jenis kredit terbesar yang dicatatkan oleh Bank BTN adalah dalam bentuk kredit konsumsi, yaitu berupa pembiayaan kepemilikan properti. Kredit konsumsi dikategorikan sebagai kredit konsumtif, dimana memiliki sifat jangka waktu kredit yang panjang (lebih dari 5 tahun) dan sebagai informasi bahwa semakin lama periode suatu kredit, maka semakin berisiko atas portofolio kredit yang dimiliki oleh bank tersebut. Apabila kita melakukan perbandingan jenis portofolio kredit terbesar yang dimiliki oleh Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri, ketiga bank tersebut portofolio kredit terbesarnya didominasi oleh kredit yang bersifat produktif yaitu kredit modal kerja. Kredit produktif memiliki durasi yang pendek (kurang dari 1 tahun) sehingga relatif risiko kredit-nya rendah. Bank BTN sudah sepatutnya mempertimbangkan untuk memperluas jenis portofolio kreditnya ke jenis kredit produktif, sehingga faktor risiko kredit yang dimiliki oleh Bank BTN dapat menjadi lebih baik (risiko sangat rendah).
73