BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan di lapangan dan hasil analisis data yang
penulis
kemukakan terdahulu, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Istilah sapaan yang digunakan oleh penutur Bahasa Lampung sangat bervariatif dan menyulitkan penutur dari etnis lain untuk memahaminya. Sementara itu, berdasarkan bentuknya, sapaan yang digunakan oleh penutur Bahasa Lampung terdiri dari sapaan bentuk kata dasar dan kata jadian atau kata turunan. Di dalam kata jadian atau kata turunan terdapat kata ulang dan kata majemuk. Sementara itu, berdasarkan jenis atau kategorinya, sapaan yang digunakan penutur Bahasa Lampung terdiri dari sapaan kekerabatan, sapaan nonkekerabatan, sapaan urutan kelahiran (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10), sapaan gelar adat (status perkawinan, tingkatan/jenjang adat), sapaan nama diri, sapaan kata ganti orang, sapaan pemesra, sapaan untuk menyebut (sebutan), sapaan kesukuan, sapaan akademik, sapaan jabatan pemerintahan, sapaan kemiliteran,
sapaan
persahabatan, sapaan pekerjaan, dan sapaan keagamaan. Sapaan kekerabatan adalah sapaan yang digunakan kepada lawan tutur yang masih ada hubungan darah/keturunan, kepada lawan tutur yang masih ada hubungan tali perkawinan, dan kerabat karena saudara akuan (angkat); sapaan nonkekerabatan digunakan untuk menyapa lawan tutur yang tidak ada hubungan kerabat. 274
275
Sapaan kekerabatan yang digunakan kepada lawan tutur karena hubungan darah/keturunan meliputi sapaan terhadap orang tua (bapak dan ibu), orang tua dari orang tua (kakek dan nenek), orang tua kakek dan nenek (buyut), orang tua dari orang tua buyut (canggah), orang tua canggah, saudara dari ayah, saudara dari ibu, saudara kandung (kakak dan adik), saudara sepupu, anak, cucu, cicit, dan anak dari cicit. Sapaan
kekerabatan yang digunakan kepada lawan tutur karena tali
perkawinan meliputi sapaan terhadap suami, isteri, mertua, saudara ipar, dan besan. Sapaan kekerabatan yang digunakan kepada lawan tutur karena akuan (angkat) bentuknya sama dengan sapaan yang digunakan kepada saudara karena hubungan darah/keturunan dan karena tali perkawinan. Sapaan nonkekerabatan dibedakan menjadi sapaan nonkekerabatan kepada lawan tutur seetnis dan lawan tutur lain etnis. Masing-masing sapaan tersebut dibedakan menjadi sapaan nonkekerabatan kepada seetnis/lain etnis yang belum/baru dikenal dan yang sudah dikenal. Berdasarkan cara pemakaiannya, sapaan Bahasa
Lampung dibedakan
menjadi istilah untuk menyapa/memanggil (Term of Address) dan istilah untuk menyebut (Term of Reference). Pada ketiga kelompok penutur Bahasa Lampung (Abung, Pesisir, dan Pubian) Term of Address dan Term of Reference mempunyai istilah yang sama yang disebut Tutur atau Tutor, sedangkan pada kelompok penutur Bahasa Lampung Dialek Komering istilah Term of Addres disebut Tutur/Patuturan dan istilah Term of Reference disebut Bistaan/Pabistaan.
276
Untuk dapat menggunakan sapaan Bahasa Lampung dengan tepat terdapat faktor-faktor yang menentukan pemilihan sapaan Bahasa Lampung. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor hubungan kerabat atau bukan kerabat, tingkat generasi, jenis kelamin, tingkat usia, urutan kelahiran, asal keturunan, asal lingkungan keluarga, status perkawinan,
jenjang/tingkatan adat,
asal etnis, keagamaan,
tujuan/fungsi pembicaraan, dan situasi pembicaraan. Selanjutnya, berdasarkan tujuan/fungsi penggunaan sapaan,
sapaan
Bahasa Lampung berfungsi untuk menyapa/memanggil/menyebut, melestarikan adat
budaya
Lampung,
menunjukkan
identitas
suku
Lampung,
menghormati/sopan santun, menunjukkan status (jenis kelamin, usia, urutan lahir, keagamaan, perkawinan, tingkatan/jenjang adat, asal keturunan, asal lingkungan keluarga), menyatakan rasa sayang, sebagai alat integrasi sosial, dan sebagai pelambang harapan hidup atau tujuan hidup. Dilihat dari segi makna sapaan, makna-makna yang terdapat dalam sapaan Bahasa Lampung merujuk pada latar belakang hubungan kerabat/bukan kerabat, tingkat generasi, asal keturunan (dari kakek, dari nenek, dari ayah, dari ibu, orang biasa, bangsawan), asal lingkungan keluarga (keluarga biasa, agamis), jenis kelamin (laki-laki, perempuan), tingkat hubungan (biasa/berjarak, akrab), usia (lebih tua/di atas penutur, lebih muda/di bawah penutur, sebaya), urutan lahir (1, 2, 3, 4, 5, 6, dst.), status perkawinan (belum menikah, sudah menikah), keagamaan, jenjang/tingkatan adat (I, II, III, IV, dst.), tujuan/fungsi pembicaraan (sopan, biasa, menyatakan rasa sayang), dan situasi pembicaraan (formal, nonformal).
277
Dari keempat kelompok penutur Bahasa Lampung yang diteliti, kelompok penutur Bahasa Lampung Dialek Komering mempunyai banyak perbedaan dari ketiga kelompok penutur Bahasa Lampung lainnya (Abung, Pesisir, dan Pubian). Perbedaan itu terdapat pada penggunaan istilah Term of Address dan Term of Reference, jenis sapaan tingkatan generasi, sapaan status perkawinan, sapaan asal keluarga, dan sapaan jenjang/tingkatan adat. Perbedaan istilah yang digunakan untuk
istilah kekerabatan pada
kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Abung, Pesisir, dan Pubian disebut Tutur atau Tutor, sedangkan istilah kekerabatan pada kelompok penutur Bahasa Lampung Dialek Komering disebut dengan istilah Patuturan. Dalam kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Abung, Pesisir, dan Pubian istilah Term of Address (istilah untuk menyapa/memanggil) dan Term of Reference (istilah untuk menyebut) sama-sama disebut Tutur/Tutor, sedangkan dalam kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering disebut Patuturan. Dalam Patuturan terdiri dari Term of Address (Tutur) dan Term of Reference (Bistaan atau Pabistaan). Perbedaan jenis sapaan yang menunjukkan tingkatan generasi, kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering memiliki istilah sapaan yang paling banyak. Dalam kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering, dari tingkatan Ego (0) ke atas (+) mempunyai enam tingkatan
(orang tua/+1,
kakek/nenek/+2, buyut/+3, canggah/+4, orang tua canggah/+5, orang tua dari orang tua canggah/+6), sedangkan penutur Bahasa Lampung dialek Abung dan Pesisir hanya memiliki istilah sapaan sampai tingkat keempat (orang tua/+1,
278
kakek/nenek/+2, buyut/+3, dan canggah/+4), penutur Bahasa Lampung dialek Pubian memiliki istilah sapaan sampai tingkat kelima (orang tua/+1, kakek/nenek/+2, buyut/+3, canggah/+4, dan orang tua canggah/+5)). Istilah yang digunakan dari Ego (0) ke bawah, kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering memiliki empat tingkatan (anak/-1, cucu/-2, cicit/-3, anak cicit/-4). Dalam jenis sapaan yang menunjukkan status perkawinan, penutur Bahasa Lampung dialek Komering tidak memiliki sapaan Jejuluk/Juluk (sapaan untuk individu yang belum menikah). Istilah Juluq pada kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering artinya sama dengan istilah Adoq (gelar adat) yang diberikan kepada individu yang sudah menikah. Individu yang belum menikah biasanya disapa dengan nama diri atau nama kecil kakeknya (untuk cucu pertama laki-laki), sedangkan bila individu itu sudah menikah ia disapa dengan Adoqnya (gelar adatnya). Istilah Jejuluk/Juluk pada kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Abung, Pesisir, dan Pubian berarti sapaan untuk menyapa individu yang belum menikah, sedangkan istilah Adek/Adok berarti sapaan untuk
menyapa
individu yang sudah menikah. Jenis sapaan yang menunjukkan asal keluarga pada penutur Bahasa Lampung dialek Komering juga berbeda dengan penutur Bahasa Lampung dialek lainnya. sapaan yang digunakan adik kepada kakak perempuan yang berasal dari dalam keluarga atau saudara kandung adalah Niay, sedangkan sapaan yang digunakan adik kepada kakak perempuan yang berasal dari luar (saudara ipar) adalah Kaka. Hal ini tidak ditemukan di dalam kelompok penutur dialek Abung, Pesisir, dan Pubian.
279
Sapaan tingkatan/jenjang adat tidak ditemukan dalam kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering. Hal ini disebabkan karena kelompok penutur Bahasa Lampung Komering tidak membeda-bedakan tingkatan/jenjang/kelas sosial masyarakat. Semua manusia dianggap sederajat, yang membedakannya hanya tingkat ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan paham agama yang mereka anut, yaitu Agama Islam. Dengan demikian, dari segi adat istiadat, kelompok penutur Bahasa Lampung dialek Komering tidak ada hubungan dengan adat Saibatin dan adat Pepadun yang menjadi ciri khas adat istiadat masyarakat etnis Lampung, yang diabadikan dalam lambang Provinsi Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai (bumi yang dihuni oleh dua asal penduduk dan dua macam adat istiadat).
7.2 Saran Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar kosa kata, khususnya dan mata pelajaran Bahasa Daerah Lampung (Mulok) serta Bahasa Indonesia, pada umumnya di sekolah-sekolah di Provinsi Lampung. Di samping itu, dapat digunakan untuk menambah/memperkaya teori tentang sapaan dalam kajian Sosiolinguistik dan Kebudayaan. Berkaitan dengan fungsi sapaan Bahasa Lampung, agar dipupuk rasa kecintaan dan kebanggaan pada generasi muda etnis Lampung terhadap bahasa dan budaya nenek moyang mereka. Dengan demikian, warisan kearifan lokal nenek moyang tidak akan punah oleh pengaruh perkembangan jaman dan kebudayaan dari luar (asing).