DAFTAR ISI Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i Daftar Isi........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3
Tujuan Kajian ......................................................................................... 2
1.4
Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI 2.1
Pembangunan Daerah ............................................................................. 3
2.2
Teori Pembangunan Daerah ................................................................... 3
2.3
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah .................................................. 4
2.4
Otonomi dan Pemberdayaan Masyarakat ............................................... 4
2.5
Pemanfaatan Aset Daerah ....................................................................... 5
BAB III METODE KAJIAN 3.1
Objek Dan Ruang Lingkup Kegiatan .......................................................... 8
3.2
Bentuk Dan Sifat Kegiatan ......................................................................... 8
3.3
Metode Pengumpulan Dan Analisis Data .................................................... 8
BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1
Kondisi Geografis, Sosiologis Ekonomi Kabupaten Blitar ............................ 9
4.2
Letak Geografis, Dan Lingkungan Sosial Ekonomi Onbjek Kajian .............. 12
4.3
Objek Kajian: Eks-Kantor Pembantu Bupati Di Wlingi ................................... 17
4.4
Hasil Kajian ...................................................................................................... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan ............................................................................................. 25
5.2
Saran ....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Payung hukum pemanfaatan aset daerah adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Terkait dengan hal tersebut, sebagaimana yang diamantkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang luas kepada daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. UU tersebut menggariskan prinsip kewenangan daerah yang seluas-luasnya, dalam arti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Otonomi yang seluas–luasnya dalam kerangka ini juga berkaitan dengan kewenangan pengambilan kebijakan serta keleluasan untuk menggali sumber – sumber pendapatan sendiri, sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang cukup potensial adalah hasil pengelolaan kekayaan serta pemanfaatan aset daerah.
Untuk merealisasikan fungsi ini kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Republik (PP) Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam PP ini ditegaskan bahwa pemerintah Daerah diberi kebebasan untuk memanfaatkan aset daerah dalam berbagai bentuk, misalnya melalui sewa, pinjam pakai, sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, dan bangun serah guna. Tujuannya adalah untuk: a) mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah, b) meningkatkan penerimaan/pendapatan daerah, c) mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya biaya pemeliharaan, d) mencegah kemungkinan adanya
1
penyerobotan dari pihak lain yang tidak bertanggung jawab, e) membuka lapangan kerja, dan f) meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sebagaimana diketahui gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi menganggur sudah sejak lama. Karena itu Pemerintah Kabupaten Bitar telah mencanangkan memanfaatkan aset tersebut sebagai pusat kuliner dan kerajinan sehingga bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas. Dengan rencana ini diharapkan Kantor tersebut berfungsi sebagai: (1) pusat pendidikan dan pelatihan masyarakat produktif, (2) klinik konsultasi untuk pengembangan keahlian masyarakat produktif, (3) pusat kuliner dan kerajinan masyarakat produktif, (4) ruang pamer produk masyarakat produktif, (5) pusat pengembangan seni dan budaya, dan (6) sarana lainnya yang dimungkinkan.
1.2
RUMUSAN MASALAH Bagaimana kelayakan aspek sosial, aspek yuridis, aspek teknis, aspek eknomis pemanfaatan eks-Kantor Bupati di Wlingi sebagai pusat kuliner dan kerajinan?
1.3
TUJUAN STUDI KELAYAKAN Tujuan studi ini adalah kelayakan aspek sosial, aspek yuridis, aspek teknis, aspek eknomis pemanfaatan eks-Kantor Bupati di Wlingi sebagai pusat kuliner dan kerajinan.
1.4
MANFAAT Hasil studi kelayakan ini adalah pedoman (berupa dokumen) sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan, program, kegiatan terkait dengan pemanfaatan eks-kantor bupati di Wlingi sebagai pusat kuliner dan kerajinan.
2
BAB 2 KAJIAN TEORI
Seiring dengan perubahan zaman, pembangunan ekonomi di Indonesia mengalami perubahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004. Daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seba yainya. Jadi daerah di sini didasarkan pada pembagian administratif suatu negara.
2.1. PEMBANGUNAN DAERAH Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan rnembentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatifinisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
2.2. TEORI PEMBANGUNAN DAERAH Saat ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial yang dapat membantu kita untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah, yaitu teori Teori Ekonomi Neo Klasik, Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory), Teori 3
Lokasi, Teori Tempat Sentral, Teori Kausasi Kumulatif, dan Model Daya Tarik (Attraction). Teori-teori ini tidak mampu lagi untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori pernbangunan
dirumuskan
di
sini
untuk kepentingan
perencanaan
pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini rnerupakan sintesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada. Paradigma ini berpandangan
pentingnya
peranan
pemerintah
daerah
untuk
mengembangkan potensi wilayahnya dengan lebih bebas dan otonom sehingga potensi aset yang dimiliki suatu daerah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah dimana aset tersebut berada. Konsekuensinya peran pemerintah pusat secara proporsional harus didelegasikan kepada pemerintah yang rendah sebagai bentuk desentralisasi atau otonomi pembangunan daerah.
2.3. POKOK-POKOK PIKIRAN OTONOMI DAERAH Bagaimana pun juga, otonomi merupakan kebutuhan, karena tidak mungkin seluruh persoalan di satu negara di tangani oleh pemerintah pusat. Masingmasing wilayah memiliki ciri khas berdasarkan letak geografis, kondisi alam dan sosiokulturalnya. Otonomi daerah merupakan sistem yang memungkinkan daerah untuk memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang dimilikinya dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai
dengan
karakteristik
ekonomi,
geografis,
dan
sosial
budayanya. Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya akan mengurangi kesenjangan antar daerah yang selama ini terakumulasi, dan pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa.
2.4. OTONOMI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pemberdayaan
masyarakat
mengimplemen-tasikan
merupakan
desentralisasi
dan
prasyarat
utama
dalam
otonomi
daerah
dimana
pembangunan mulai tahap perencanaan hingga pengawasan melibatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat mendorong proses
4
demokratisasi berjalan dengan lancar dengan prinsip dasar partisipasi, kontrol, transparansi dan akuntabilitas. Pemberdayaan masyarakat terkait secara erat dengan tiga hal pokok, yaitu kearifan lokal (local wisdom), institusi dan individu. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat yaitu membangun individu yang mandiri dan kelompok yang solid, serasi dengan pendekatan dan penguatan kelompok, dan tidak terlepas dari social setting masyarakat yang akan diberdayakan. Dalam konteks ini, tindakan yang penting harus dilakukan oleh pemerintah daerah setempat harus pandaipandai memfasilitasi setiap masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan di wilayahnya masing-masing.
2.5. PEMANFAATAN ASET DAERAH Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Daerah. a.
Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
dibidang
pengelolaan
barang
milik
daerah
yang
dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggungjawab masing-masing; b.
Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan
berdasarkan hukum
dan peraturan
perundang-
undangan; c.
Azas transparansi, yaitu penyeleggaraan pengelolaan barang milik daerah
harus
transparan
terhadap
hak
masyarakat
dalam
memperoleh informasi yang benar. d.
Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan
yang
diperlukan
dalam
rangka
menunjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. e.
Azas akuntabilitas, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
f.
Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah
5
harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan baran milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah.
Tujuan Pemanfaatan Aset Daerah. a.
Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah
b.
Meningkatkan penerimaan/pendapatan daerah
c.
Mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya biaya pemeliharaan
d.
Mencegah kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
e.
Membuka lapangan kerja
f.
Meningkatkan pendapatan masyarakat
Bentuk Pemanfaatan Aset Daerah. a.
Sewa, yaitu pemanfaatan barang miliki daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.
b.
Pinjam Pakai, yaitu penyerahan penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola
c.
Kerjasama Pemanfaatan, yaitu pendayagunaan barang miliki daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.
d.
Bangunan Guna Serah (build, operate, transfer), yaitu pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta
bangunan
dan/atau
berakhirnya jangka waktu
6
sarana
berikut
fasilitasnya
setelah
e.
Bangun Serah Guna (build, transfer, operate),
yaitu pemanfaatan
barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunan diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
7
BAB III METODE STUDI KELAYAKAN
3.1.
OBJEK DAN RUANG LINGKUP KEGIATAN Objek studi kelayakan ini adalah gedung Eks-Kantor Pembantu Bupti di Wlingi. Sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar, aset ini akan dimanfaatkan sebagai pusat kuliner dan kerajinan. Karena itu diperlukan studi kelayakan dari bbagai aspek yaitu aspek sosial, aspek yuridis, aspek teknis, dan aspek eknomis.
3.2.
BENTUK DAN SIFAT KEGIATAN Bentuk kegiatan ini adalah studi kelayakan bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode kajian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan secara kualitatif dan kuatitatif karakteristik objek studi secara mendetail sehingga diperoleh gambaran mengenai kelayakan pemanfaatan eks-kantor Pembantu Bupati di Wlingi sebagai pusat kuliner dan kerajinan.
3.3.
METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA Data yang diperlukan dalam studi ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua macam metode, yaitu metode survei, dan metode dokumentasi. Metode survei dilakukan untuk pengumpulan data primer dengan teknik wawancara, kuesioner, dan observasi. Metode Dokumentasi digunakan untuk pengumpulan data sekunder melaui teknik studi literatur, dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif dengan model analisis SWOT melalui tahapan validasi data, seleksi ata, dan analisis data. Secara keseluruhan metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang disesuaikan dengan ruang lingkup studi yang dilakukan.
8
BAB IV HASIL KEGIATAN
4.1
KONDISI GEOGRAFIS, SOSIOLOGIS EKONOMI KABUPATEN BLITAR Kabupaten Blitar merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah kecamatan sebanyak 22 kecamatan. Kabupaten Blitar berada di sebelah Selatan Khatulistiwa, terletak pada 111040’-112010’ Bujur Timur dan 7058’-809’51’ lintang selatan. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri; Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten Malang; Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia; dan Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten TulungAgung.
Hamparan wilayah Kabupaten Blitar merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata 100 meter di atas permukaana air laut , dengan distribusi wilayah menurut ketinggian yaitu: 36,4 persen kecamatan berada pada ketinggian antara 100-<200 meter di atas permukaan air laut; 36,4 persen kecamatan berada pada ketinggian antara 200-<300 meter di atas permukaan air laut; 27,2 persen kecamatan berada pada ketinggian antara > 300 meter atas permukaan air laut.
Data Demografi Berdasarkan kondisi demografi, pertumbuhan penduduk Kabupaten Blitar rata-rata tumbuh sebesar 5,96% dengan angka pertumbuhan tertinggi 13,14% terdapat pada dekade tahun 1970an. Jumlah penduduk Kabuptaen Biltar mengalami kenaikan sebesar 32,96% selama hampir 70 tahun terakhir. Dilihat dari jenis kelamin, nampak jumlah laki-laki lebih rendah (44,73%) dibandingkan dengan jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan (45,69%). Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, struktur penduduk Kabupaten Blitar terkosentrasi pada Kelompok III atau umur produktif yaitu umur 20-54 tahun dengan prosentasi 49,7%, kemudian diikuti Kelompok umur II atau umur sekolah
9
yaitu 5-19 tahun dengan prosentasi 23%, dan selebihnya 18,7 % tergolong pada Kelompok IV dan 7,9% berada pada Kelompok I. Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Blitar dilihat dari tingkat jenjang
pendidikan
dapat
dijelaskan,
pertama,
jumlah
sekolah
berdasarkan tingkat sekolah di Kabupaten Blitar untuk tingkat sekolah TK berjumah 795 unit, SD berjumlah 716 unit, SLTP berjumlah 97 unit, SLTA berjumlah 75 unit, TK Non P& K berjumlah 126 unit, Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 199 unit, Madarasah Tsanawiyah berjumlah 52 unit dan Madrasah Aliyah berjumlah 21 unit. Jumlah kelas paling banyak terdapat pada tingkat sekolah TK, yang diikuti SD dan Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan, jumlah sekolah paling sedikit yaitu pada tingkat sekolah Madrasah Aliyah.
Kedua, berdasarkan jumlah ruang sekolah di Kabupaten Blitar untuk tingkat sekolah TK berjumah 1.422 unit, SD berjumlah 4.597 unit, SLTP berjumlah 1.165 unit, SLTA berjumlah 978 unit, TK Non P& K berjumlah 246 unit, Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 657 unit, Madarasah Tsanawiyah berjumlah 379 unit dan Madrasah Aliyah berjumlah 128 unit. Ruang kelas paling banyak terdapat pada tingkat sekolah SD, yang diikuti TK dan SLTP. Sedangkan, ruang kelas paling sedikit yaitu pada tingkat sekolah Madrasah Aliyah. Ketiga, berdasarkan jumlah murid di Kabupaten Blitar untuk tingkat sekolah TK berjumah 28.664 orang, SD berjumlah 86.740 orang, SLTP berjumlah 32.253 orang, SLTA berjumlah 16.272 orang, TK Non P& K berjumlah 5.178, Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 20.557, Madarasah Tsanawiyah berjumlah 11.808 dan Madrasah Aliyah berjumlah 4.054. Jumlah murid paling banyak terdapat pada tingkat sekolah SD, yang diikuti SLTP dan TK. Sedangkan, jumlah murid paling sedikit yaitu pada tingkat sekolah Madrasah Aliyah.
10
Keempat, berdasarkan jumlah guru di Kabupaten Blitar untuk tingkat sekolah TK berjumah 1748 orang, SD berjumlah 7684 orang, SLTP berjumlah 2573 orang, SLTA berjumlah 1437 orang, TK Non P& K berjumlah 454, Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 2455, Madarasah Tsanawiyah berjumlah 1283 dan Madrasah Aliyah berjumlah 619. Jumlah guru paling banyak terdapat pada tingkat sekolah SD, yang diikuti SLTP dan TK. Sedangkan, jumlah guru paling sedikit yaitu pada tingkat sekolah Madrasah Aliyah.
Kesehatan Pelayanan kesehatan di Kabupaten Blitar dalam lima tahun terakhir memiliki perkembangan yang semakin meningkat, kecuali puskesmas dan Puskesmas pembantu yang memiliki jumlah yang tetap dalam perkembangannya. Jumlah rumah sakit umum pada tahun 2007 berjumlah 1 unit, 2008 berjumlah 3 unit, 2009 berjumlah 3 unit, 2010 berjumlah 3 unit, dan 2011 berjumlah 9 unit. Jumlah klinik KB/BKIA/Polindes tahun 2007 berjumlah 165 unit, 2008 berjumlah 168 unit, 2009 berjumlah 168 unit, 2010 berjumlah 168 unit, dan 2011 berjumlah 248 unit.
Perkembangan jumlah tenaga kesehatan dalam lima tahun terakhir di Kabupaten Blitar memiliki perkembangan jumlah yang bervariatif. Jumlah dokter umum pada tahun 2007 berjumlah 37 orang, 2008 berjumlah 35 orang, 2009 berjumlah 32 orang, 2010 berjumlah 24 orang, dan 2011 berjumlah 32 orang. Jumlah Perawat umum pada tahun 2007 berjumlah 133 orang, 2008 berjumlah 130 orang, 2009 berjumlah 121 orang, 2010 berjumlah 117 orang, dan 2011 berjumlah 136 orang. Apabila dilihat dari tahun 2007 ke tahun 2011 untuk tenaga perawat dan tenaga bidan perkembangan jumlahnya semakin meningkat. Akan tetapi, untuk jumlah tenaga dokter dari tahun 2007 ke tahun 2011 semakin menurun.
11
Infrastruktur Kondisi infrastruktur Kabupaten Blitar dapat dilihat berdasarkan panjang jalan (jalan propinsi) menurut jenis permukaan. Panjang jalan di Kabupaten Blitar, sepanjang 62,00 km, yaitu dengan jenis permukaan jalan berupa aspal. Kondisi jalan baik sepanjang 19,00 km, dan kondisi jalan sedang 43,00 km. Untuk kelas jalan berupa kelas III A sepanjang 18,00 km dan kelas IIIB sepanjang 44,00 km. Infrastruktur pembangunan jalan yang baik dapat menunjang semua sektor di Kabupaten Blitar, baik sektor pertanian, Pertambangan dan Penggalian, industri maupun sektorsektor lainnya.
4.2
LETAK GEOGRAFIS, DAN LINGKUNGAN ONBJEK KAJIAN
SOSIAL EKONOMI
Objek kajian yaitu Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati terletak di Kelurahan Wlingi, Kecamatan Wlingi. Kecamatan Wlingi berada di wilayah timur Kabupaten Blitar berbatasan dengan Kecamatan Doko dan Keacamatan Kesamben, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Selopuro, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Talun dan Gandusari, dan di sebelah utara berbatasan langsung dengan Gunung Kawi.
1. Kondisi Geografis Kelurahan Wlingi Kelurahan Wlingi didominasi dengan kawasan persawahan, peternakan, industri kecil/rumah tangga, perkantoran, perdagangan dan bantaran sungai. Jarak Kelurahan Wlingi dengan ibu kota Kecamatan Wlingi adalah 3 Km, jarak dengan ibu kota Kabupaten Blitar 22 Km, sedangkan jarak dengan ibu kota Propinsi Jawa Timur 150 Km. Jarak terjauh dari Kelurahan Wlingi dengan fasilitas umum adalah Pelabuhan dan Bandara yang terletak di ibu kota Surabaya. 2. Kondisi Demografis Kelurahan Wlingi Kondisi demografis suatu wilayah ditunjukkan dengan kepatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data dari BPS hasil
12
proyeksi Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kecamatan Wlingi tercatat sebanyak 50.549 jiwa. Yang mana jumlah penduduk didominasi oleh gender laki-laki sebanyak 3.391 jiwa. Sedangkan penduduk gender perempuan berjumlah 3.353 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Wlingi, jumlah penduduk Kelurahan Wlingi tahun 2011 sebanyak 7846 jiwa dan jumlah ini turun pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 7820 jiwa. Selanjutnya Berdasarkan pada tahun 2013 turun menjadi 6.744 jiwa.
3. Kondisi Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek
sosial penting dalam
pembangunan. Peningkatan partisipasi sekolah dalam rangka peningkatan pendidikan masyarakat harus diimbangi dengan adanya saran fisik pendidikan dan tenaga pengajar yang memadahi.Rata-rata pendidikan terakhir
masyarakat
Kelurahan
Wlingi
adalah
SLTA/sederajat,
SLTP/sederajat dan SD/sederajat. Dengan dominasi tingkat pendidikan terakhir SLTA/sederajat.
Taman Kanak-kanak Data dari BPS Kabupaten Wlingi 2013/2014 jumlah sekolah taman kanak-kanak di Kelurahan Wlingi sebanyak 6 sekolah dengan 16 kelas. Tenaga pendidik atau guru ada sebanyak 25 orang dengan jumlah murid 257 orang.
Sekolah Dasar Kelurahan Wlingi tidak memiliki Sekolah Dasar Swasta. Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Wlingi ada 3 sekolah dengan jumlah kelas sebanyak 29 kelas. Jumlah guru 26 orang dengan jumlah murid 611. Dengan demikian rasio guru terhadap murid Sekolah Dasar Negeri di Keluarahn Wling adalah 1:24.
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas
13
Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Wlingi ada sebanyak 6 sekolah. Dengan hanya ada 1 sekolah yang terletak di Kelurahan Wlingi. Sedangkan jumlah Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Wlingi ada 7 sekolah. Yang mana hanya da 1 sekolah yaitu Sekolah Menengah Kejuruan yang letaknya di Kelurahan Wlingi. SMP/Sederajat terkonsentrasi di Kelurahan Beru dan Kelurahan Babadan. Sedanghkan di Kelurahan Wlingi hanya ada satu sekolah swasta yaitu Mts. Darul Huda yang terletak di Jl.Gajah Mada 102.
Tingkat Pendidikan Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Wlingi, jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat tahun 2011 sebanyak 2884 orang namun turun pada tahun 2012 menjadi 2780 orang. Meskipun demikian, rata-rata perkembangan tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Wlingi dapat dikatakan mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012. Hal ini dapat dilihat dari turunnya jumlah penduduk buta huruf dan tidak tamat SD/sederajat, dan meningkatnya jumlah penduduk tamat SD/sederajat, SLTP/sederajat dan Diploma.
4. Kondisi Kesehatan Masyarakat Kelurahan Wlingi Tingkat kesehatan penduduk di Kelurahan Wlingi dapat dikategorikan dalam taraf baik dengan angka harapan hidup 81 tahun. Tingkat kematian bayi di tahun 2011 dan 2012 sangat rendah. Tahun 2011 tercatat jumlah bayi lahir 85 jiwa, dengan jumlah kematian bayi hanya 1 jiwa, atau 85:1. Rasio ini kemudian menurun pada tahun 2012 yaitu dengan angka kelahiran 89 jiwa dngan jumlah kematian bayi 0 jiwa, atau 89:1.
Tingkat kematian ibu pada tahun 2011 dan 2012 pun juga sangat rendah. Tercatat bahwa tidak ada ibu hamil, nifas, dan saat persalinan yang meninggal pada tahun 2011 dan 2012. Data kesehatan juga menunjukkan peningkatan, rata-rata ibu hamil yang mendapat kan pil besi (Fe) pun
14
naik dari tahun 2011 ke tahun 2012. Tahun 2011 jumlahnya sebanyak 95 jiwa dan naik menjadi 101 jiwa.
Kondisi rata-rata kesehatan balita reltif baik. Cakupan imunisasi Polio, DPT-1 dan BCG dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2011 dari jumlah balita 465 jiwa terdapat 365 balita bergizi baik. Angka ini mengalami perbaikan di tahun 2012, yaitu dari 467 jumlah balita semuanya bergizi bik. Meskipun demikian, berdasarkan data BPS Kabupaten Blitar tahun 2014, jumlah kelahiran bayi di Kelurahan Wlingi sebanyak 75 jiwa dengan angka kematian 2 jiwa.
Dalam upaya perbaikan gizi tahun 2011 sebanyak 465 bayi balita telah memiliki KMS (Krtu Menuju Sehat) dengan total bayi balita seluruhnya 465 jiwa. Namun kesadaran akan pentingnya datang ke posyandu masih relatif rendah. Tercatat tahun 2011 jumlah bayi balita yang datang ke posyandu adalah 364 jiwa, bayi balita yang timbangannya naik hanya 287 jiwa dan terdapat 1 bayi balita dengan BMG (Bayi dibawah Garis Merah). Sedangkan di tahun 2012 jumlah bayi balita keseluruhan sebanyak 479 jiwa. Dari sejumlah bayi balita tersebut bayi balita yang memiliki KMS sebanyak 479. Total bayi balita yang datang ke posyandu 365 jiwa. Jumlah bayi balita yang naik timbangannya naik menjadi 295 jiwa dan tidak ada balita dengan BMG.
Cakupan pemenuhan air bersih di kelurahan ini pun naik dari tahun 2011 ke 2012. Pada tahun 2011 total RT yang dapat akses air bersih sebanyak 2.148 RT dan naik menjadi 2.198 RT pada tahun 2012.
Jumlah RT berperilaku hidup bersih dapat dikategorikan cukup baik. Pad tahun 2011 dari total RT 2148, dengan sampel survey 1657 RT ditemui jumlah RT yang berperilaku bersih sebanyak 1200 RT. Angka ini naik
15
pada tahun 2012. Dari jumlah survey yang dinaikkan menjadi 1756 RT, ditemui sebanyak 1287 RT berperilaki hidup bersih.
5. Infrastruktur Kondisi infrastruktur di wilayah Kecamatan Wlingi, secara umum dapat dilihat dari kondisi jalan yang ada di Kabupaten Blitar. Secara umum berdasarkan kondisi infrastruktur panjang jalan (Jalan Kabupaten) yang ada di Kabupaten Blitar memiliki kondisi jalan yang baik. Berdasarkan jenis permukaan, sebagian besar jalan sudah beaspal. Dilihat dari perkembangannya, jalan aspal pada tahun 2011 dengan panjang jalan 2.330,22 kilometer, sedangkan pada tahun 2008 panjang jalan beraspal hanya sekitar 1837 kilometer. Jika dilihat dari kondisi jalan, kondisi infrastruktur jalan di
wilayah Kabupaten
Blitar secara umum
menunjukkan kondisi jalan yang semakin baik. Kondisi “jalan baik” pada tahun 2011 dengan panjang 3.634 kilometer, sedangkan kondisi ‘’jalan baik’’ tersebut lebih baik dari pada tahun 2008, dimana hanya sekitar 3.484 kilometer
6. Kondisi Ekonomi Masyarakat Kondisi ekonomi masyarakat di Kelurahan Wlingi, di lihat dari sisi pengangguran,
pendapatan,
kelembagaan
ekonomi,
dan
tingkat
kesejahteraan dapat digambarkan: Pertama, dilihat dari tingkat angka usia kerja 15-56 tahun jumlah pengangguran atau tidak bekerja sebanyak 628 orang atau kurang lebih sekitar 8,03 persen. Kedua, dilihat dari sisi sumber pendapatan, pendapatan masyarakat Kelurahan Wlingi masih didominasi dari sektor pertanian. Kemudian disusul urutan yang kedua yaitu dari sektor industri rumah tangga dan urutan ketuga dari sektor peternakan. Ketiga, Kelembagaan Ekonomi yang ada di Kelurahan Wlingi hanya koperasi. Koperasi dan sejenisnya di wilayah kelurahan wlingi adalah sebanyak 4. Sedangkan kelembagaan ekonomi seperti Bumdes, di kelurahan wlingi masih belum ada. Dan Keempat, tingkat kesejahteraan dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga prasejahtera dan
16
keluarga sejahtera. Perbandingan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera
menunjukkan
bahwa
keluarga
sejahtera
lebih
banyak
dibandingkan keluarga prasejahtera, dimana jumlah keluarga prasejahtera 18,76 persen dari keluarga sejahtera.
4.3
OBJEK KAJIAN: EKS-KANTOR PEMBANTU BUPATI DI WLINGI Kabupaten Blitar merupakan wilayah yang luas dan memiliki beragam aset yang bernilai ekonomis dan historis tinggi, salah satunya adalah gedung Eks-Kantor Bupati di Wlingi. Gedung Kawedanan ini memiliki beberapa ciri fisik yang khas dan mudah dikenali yang kemudian menjadi kebanggaan masyarakat di sekitarnya.
a. Lokasi Bangunan Secara gegrafis, Eks-Kantor Pembantu Bupati Wlingi berlokasi di Desa Wlingi, Kecamatan Wlingi, tepatnya terletak di Jl. Gajah Mada.
b. Struktur Bangunan Eks-Kantor Bupati di Wlingi menempati areal 8000 m2. Sebagaimana yang tampak pada Gambar 4.5 di halaman berikut ini, jika dilihat dari struktur penggunaan lahan, areal tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: (1) Bagian Depan, (2) Gedung Utama, (3) Lapangan Olah Raga, (4) Dapur, dan Sumur, dan (5) Taman Kanak-kanak, Kantin, dan Garasi. (1) Gedung Utama Gedung Utama Eks-Kantor Bupati di Wlingi terletak di bagian tengah areal perkantoran. Bagunan ini bergaya klasik khas bangunan yang didirikan pada jaman penjajahan Belanda. Secara struktur bangunan ini terbagi ke dalam beberapa bagian yaitu bagian depan atau pendopo, bagian tengah, dan bagian belakang. (2) Halaman Depan Halama ini terletak di bagian depan areal perkantoran. Di bagian ini berdiri kokoh bangunan pintu gerbang masuk di sebelah barat, dan 17
pintu keluar di sebelah timur. Di antara dua banguan pintu gerbang ini berdiri sebuah prasasti penghargaan presiden Republik Indonesia yaitu Adipura Kota Kecil Terbersih yang diperoleh Kota Wlingi pada tahun 1994-1995. Kemudian, tepat di belakang prasasti tersebut berdiri kokoh pohon Beringing yang menjulang tinggi seolah mengingatkan kejayaan Kota Wlingi pada tahun-tahun tersebut. (3) Bagian Depan atau Pendopo Bagian depan adalah Pendopo. Bagian ini dibiarkan terbuka dengan ciri khas yaitu tiang utama (soko guru) sebagai penyangga atap. Bagian tengah bangunan utama dibagi menjadi tiga bagian yaitu: kamar tidur 2 buah masing masing di bagian barat dan timur sedangkan di bagian tengah ruang keluarga. Sedangkan bagian belakang bangunan utama terdiri dari: ruang makan berada di bagian tengah, 1 kamar tidur di bagian barat, dan 1 kamar mandi di bagian timur. (4) Lapangan Olah Raga Fasilitas olah raga berada di sebelah barat bangunan utama membentang dari depan sampai ke belakang. Ada dua lapangan olah raga yang terdapat di bagian ini yaitu lapangan Volly Ball di bagian depan, dan lapangan Bola Basket di bagian belakang. (5) Dapur dan Sumur Fasilitas ini berada di bagian belakang gedung utama. Karena letak antara dapur dengan bangunan utama terpisah cukup jauh maka dihubungkan dengan sebuah koridor dengan panjang 20 m. (6) Taman Kanak-kanak, Kantin, dan Garasi. Bangunan Taman Kanak-Kanak, Kantin, dan Garasi berada di sebelah timur bangunan utama membentang dari depan sampai ke bagian tengah. Jika dilihat dari strukturnya, bangunan Taman KanakKanak dan Kantin dahulunya berfungsi sebagai kantor administrasi Pembantu Bupati atau Wedono.
18
c. Pemanfaatan Gedung Kondisi Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi pada saat ini menganggur, tidak terawat, dan Tidak terawat, kotor, dan kumuh. Di malam hari situasinya gelap dan sering dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak sebagaimana mestinya
4.4
HASIL KAJIAN
Studi kelayakan Eks-Kantor Bupati di Wlingi meliputi beberapa aspek yaitu aspek sosial, aspek yuridis, aspek teknis dan aspek ekonomis.
1. Aspek Sosial Berdasarkan hasil survey lapang yang telah dilakukan aspek sosial dalam penelitian ini meliputi; (i) kesempatan berusaha; (ii) kesempatan kerja; (iii) transfer knowledge (transfer pengetahuan); dan (iv) Peningkatan Pendapatan.
Kesempatan Berusaha. Berdasarkan hasil survey lapang, pemanfaatan eks gedung bupati di Kelurahan Wlingi menurut masyarakat dapat memberikan dampak yang positif terutama dalam kesempatan berusaha. Kesempatan berusaha seperti pusat kuliner dan usaha-usaha baru dilingkungan sekitar gedung Eks-Kantor bupati akan tumbuh, terlebih di lingkungan tersebut masih banyak pengangguran. Pemerintah, pemegang hak pengelolaan, yang diwakili beberapa instansi yang diwawancarai juga mendukung penggunaan sebagai Eks-Kantor Bupati sebagai pusat kuiner dan kerajinan.
Namun tidak semua masyarakat setuju jika semua pedagang kaki lima diwajibkan masuk ke dalam lokasi perkantoran; meskipun jumlah yang berpendapat demikian tidak banyak. Menurut mereka, pernah semua pedagang diharuskan berjualan di dalam area Eks-Kantor
19
Bupati, tapi pendapatan menjadi semakin turun. Selain itu, jarang pembeli yang mau masuk ke area Eks-Kantor Bupati. Menurutnya tempat Eks-Kantor Bupati tidak strategis bagi pedagang makanan.
Kesempatan kerja Pemanfaatan Eks-Kantor Bupati ini mendapat sambutan dan dukungan
yang
baik
dari
masyarakat.
Sebagian
masyarakat
mengatakan bahwa dengan adanya pemanfaatan Eks-Kantor Bupati dapat peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Blitar, khususnya pendidikan rata-rata masyarakat Wlingi adalah SMA. Namun demikian tingkat pengangguran di sekitar Eks-Kantor Bupati masih relatif banyak. Hal ini sangat dimunkingkan akibat dari tidak banyaknya ketrampilan yang dimiliki. Karena itu masyarakat sekitar Eks-Kantor bupati menyambut positif pemanfaatan Eks-Kantor Bupati sebagai pendidikan ketrampilan. Beberapa instansi pemerintah yang dimintai pendapat juga menyamput positif pemanfaatan Gedung EksKantor Bupati di Wlingi sebagai pusat kegiatan pelatihan. Intinya bahwa pemanfaatan Eks-Kantor Bupati di Wlingi memberikan dampak yang positif untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sekitar.
Sarana Olah Raga, Kesenian, dan Manfaat Positif Lainnya Berdasarkan hasil survey lapangan, pemanfaatan Eks-Kantor Bupati di Wlingi memberikan dampak perubahan positif fisik dan psikis. Bentuk perubahan positif fisik yaitu terwujudnya sarana dan prasarana fisik yang lebih baik. Sarana dan prasarana tersebut antara lain; sarana olahraga, dan prasarana seperti jalan dilingkungan sekitar pendopo kawedanan, ketersediaan MCK, dan tempat parkir.
Selain itu,
perubahan positif lainnya meliputi 4-K (empat-K), yaitu, semakin
20
meningkatnya keamanan, kenyamanan, kebersihan, dan ketertiban. Pendapat dari pemerintah yang diwakili Kelurahan Wlingi, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pariwisata juga setuju dengan pemanfaatan
Eks-Kantor
Pembantu
Bupati
di
Wlingi
untuk
mendukung pengembangan seni dan olahraga, dalam mendukung jasmani dan rohani masyarakat.
Paparan panjang menunjukkan bahwa masyarakat berharap pemanfaat Gedung Eks-Kantor Bupati sebagai sarana kesenian dan olah raga tanpa harus meninggalkan ciri khas bangunan. Selain itu masyarakat berharap dapat
mengurangi
tingkat
kriminalitas,
keperilakuan
negatif
dan
penyimpangan norma masyarakat. Karena, selama ini ditengarai masih banyak tindakan kriminalitas dan perilaku asusila yang dilakukan oleh sebagian mayarakat, terutama anak muda, di Eks-Kantor Bupati.
Berdasarkan hasil survey yang telah dipaparkan tersebut, setelah dilakukan analisis content, prioritas pemanfaatan Eks-Kantor Bupati di Wlingi diprioritaskan: pertama untuk pengembangan seni, kedua digunakan untuk pengembangan olahraga, ketiga digunak an untuk pusat kuliner, dan yang terakhir keempat dimanfaatkan untuk pengembangan pendidikan/pelatihan.
2. Aspek Yuridis Pemanfaatan Aset Daerah a. Payung hukum Payung hukum pengelolaan barang milik daerah adalah UndangUndang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya aturan turunannya untuk mengatur lebih detil mengenai pengelolaan barang milik daerah yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun
2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
21
2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Selanjutnya untuk mengatur lebih rinci pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Karena pertimbangan semakin berkembang dan kompleksnya pengelolaan barang milik negara, kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan mencabut PP no. 6 tahun 2006 jo PP no. 38 tahun 2008. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 Daerah pada BAB VI tentang PEMANFAATAN Pasal 26 s.d 41 diatur secara detail entang kriteria pemanfaatan, dan bentuk pemanfaatan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Selanjutnya tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan
Barang
Milik
Negara
diatur
dalam
PMK
no. 78/PMK.06/2014 tanggal 30 April 2014.
b. Bentuk Pemanfaatan Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 menjelaskan bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa: a. Sewa; b. Pinjam Pakai; c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
3. Kajian Aspek Ekonomis A. Manfaat langsung yang dirasakan masyarakat 1. Mengurangi pengangguran Pemanfaatan Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati sebagai pusat kuliner diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru yang sangat besar manfaatnya untuk mengurangi pengangguran terutama dari wilayah Kelurahan Wlingi. Diperkirkan ada sekitar 30–40 outlet yang dapat dibangun di dalam komplek perkantoran yang baru. Jika masing-masing outlet menampung antara 3-5
22
tenaga kerja, tidak kurang ada 150 tenaga kerja yang mampu diserap.
2. Meningkatkan penghasilan pedagang dan pelaku usaha. Masyarakat
berkeyakinan
bahwa
‘menggeliatnya’
kembali
wilayah di sekitar Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi ini akan meningkatkan pendapatan PKL, Pedangan, tukang Ojek, dan hidupnya kembali toko-toko di sekitar gedung perkantoran tersebut sehingga akan mengurangi pengangguran.
B. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Pemanfaatan edung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi akan memberikan manfaat 2 hal bagi pemerintah, yaitu mengurangi beban APBD dan meningkatkan PAD. Dalam kasus Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi, pemerintah harus menanggung biaya rutin yang sifatnya tetap; misalnya: biaya keamanan, biaya listrik, dan biaya perawatan. Pemanfaatan ini akan meningkatkan PAD melaui dua sumber yaitu: (1) kontribusi Tetap, dan (2) pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan. 4. Kajian Aspek Teknis Kelayakan pemanfaatan Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi sebagai pusat kuliner dan kerajinan secara teknis dapat dilihat dari: (1) lokasi perkantoran, (2) luas perkantoran, dan (3) struktur bagunan perkantoran yang berada di dalamnya. Lokasi perkantoran strategis, pertama, berada di lokasi yang sangat terbuka dan mudah diakses dari segala arah yaitu berada persis di pusat keramaian. Kedua, lokasi EksKantor Pembantu juga merupakan jalur Bus antar kota dalam propinsi yaitu Bus dari arah Blitar menuju Malang dan Surabaya sehingga mudah diakses.
Luas perkantoran, Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati tidak kurang dari 8.000 m2. Dari jumlah itu diperkirakan 500 m2 diantaranya ditempati 23
gedung utama Kantor Pembantu Bupati dan selebihnya dapat dimanfaakan sebagai pusat kuliner dan kerajinan serta fasilitas lainnya yang diperukan. Diperkirakan dengan areal seluas itu cukup untuk menampung sekitar 50 los pedagang makanan dan minuman dan sebuah lapangan futsal.
Struktur bangunan perkantoran, Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi memiliki ciri khas bangunan Jawa dengan pendopo di bagian depan sehingga nampak gagah. Jika lokasi perkantoran ini nantinya dijadikan pusat kuliner dan kerajinan, masyarakat Wlingi menghendaki gedung utama pendopo tetap dipertahankan karena secara fisik struktur Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi masih nampak kokoh dan areal selebihnya dapat dibangun fasilitas baru sesai dengan rencan pemerintah.
24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Secara
sosial
pemanfaatan
ini
berdampak
positif
antara
lain:
menciptakan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, dan perubahan sosial lainnya. 2. Secara yuridis pemanfaatan tersebut pada poin 1 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 3. Secara ekonomis pemanfaatan tersebut pada poin 1, bagi masyarakat bermanfaat
untuk
mengurangi
pengangguran
dan
meningkatkan
penghasilan pedagang dan pelaku usaha. Bagi pemerintah dapat mengurangi beban APBD dan meningkatkan PAD. 4. Secara teknis bangunan utama yang masih layah dan harus dipertahankan sedangan fasiltas lainnya perlu dibangun sesuai dengan kebutuhan.
5.2 Saran 1. Saran umum a. Pemeritah harus melakukan sosialisasi pemanfaatan Eks-Kantor Bupati kepada masyarakat terutama masyarakat di sekitar Eks-Kantor Bupati Di Wlingi. b. Pemanfaatan Eks-Kantor Bupati Di Wlingi diprioritaskan untuk pengembangan seni, pengembangan olah raga, pusat kuliner dan pengembangan pendidikan/pelatihan masyarakat produktif. c. Pemanfaatan Eks-Kantor Bupati tidak meninggalkan ciri khas atau identitas kawedanan yaitu bangunan pendopo dan pohon beringin yang berdiri tegak. d. Perbaikan sarana dan prasarana yang sudah rusak, dan pembangunan fasilitas baru pada poin 1 di atas harus dilengkai dengan fasilitas umum yaitu toilet dan Mushola.
25
2. Saran Bentuk Pemanfaatan Pemanfaatan Gedung Eks-Kantor Pembantu Bupati di Wlingi dapat mengambil salah satu bentuk: Sewa; b. Pinjam Pakai; c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. Kelamahan dan kelebihan masingmasing adalah sebagai berikut:
1
Bentuk Pemnafaatan Sewa
2
Pinjam Pakai
3
Kerjasama Pemanfaatan
4
Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna
5
Kerjasama Penyediaan Infrastruktur
No
Kelebihan
Kelemahan
Kontribusi terhadap PAD jelas karena jumlahnya tetap setiap periode
Kontrol pemerintah lemah karena penyewa bebas mamanfaatkan barang yang disewa Kontribusi kecil karena pinjam pakai hanya diperbolehkan antar instansi pemerintah saja
Kepemilikan aset terjaga dengan aman karena pinjam pakai hanya diperbolehkan antar instansi pemerintah Kontribusi kepada pemda ada dua macam yaotu kontribusi tetap dan bagi hasil keuantungan - Bangun Serah Guna: Bangunan yang didirikan sesuai dengan rencana yang diinginkan pemerintah - Bagun Guna Serah: Semua biaya investasi ditanggung pihak ke tiga (mitra kerjasama) Pemerintah memperoleh infrastruktur baru yang sesuai dengan kebutuhan.
26
Pihak yang diajak kerajasama hanya bersedia jika prospek bisnisnya bagus - Bangun Serah Guna: Semua biaya investasi ditanggung pemerintah. - Bagun Guna Serah: Pada saat bangunan diserahkan kembali biasanya kondisinya sudah rusak - Semua biaya investasi ditanggung pemerintah. - Jangka waktu kerjasama sangat panjang (50 tahun)
3. Penataan Ruang Penataan ruang harus efisien dan produktif dengan memperhatikan keseimbangan fasilitas pendidikan, olah raga, dan kerajinan/ kesenian. Gambar penataan ruang selengkapnya dapat dilihat di halaman berikut:
27
GAMBAR 1 SUTUASI ASLI KOMPLEK PERKANTORAN
28
GAMBAR 2 ALTERNATIP RENCANA PEMANFAATAN 1
29
GAMBAR 3 ALTERNATIP RENCANA PEMANFAATAN 2 ALTERNATIP
30
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andy Prasetiawan dan Arvan Carlo Djohansjah, 2010, Pemanfaatan Barang Milik Daerah, Pusdiklat Kekayaan Negara Dan Perimbangan Keuangan, Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Modul, Jakarta Pangaribuan, Oktavia Ester dan Sumini, 2010, Pokok-Pokok Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pusdiklat Kekayaan Negara Dan Perimbangan Keuangan, Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Modul, Jakarta Pheni Chalid, 2005, Otonomi Daerah Masalah, Emberdayaan, Dan Konflik, Kemitraan, Jakarta UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (mencabut PP no. 6 tahun 2006 jo PP no.38 tahun 2008) PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah PP No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/ Daerah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah PP No. 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/ Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah PMK no. 150/PMK.06/2014 tanggal 16 Juli 2014,tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara. PMK no. 78/PMK.06/2014 tanggal 30 April 2014, tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara. PMK No. 123/PMK.06/2013 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-Lain PMK No. 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Barang Milik Negara PMK No. 250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga
31
PMK No.120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara PMK No.96/PMK.06/2007, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara dan Lampiran PMK No.96/PMK.06/2007, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara KMK No.153 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah yang Dipisahkan KMK No. 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah (dicabut oleh Permen No. 17 Tahun 2007) Permen No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
32