BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab, pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien, berfungsinya tim, serta manajemen konflik) pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan. 2. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memiliki dampak yang kuat pada pencapaian “berfungsinya tim” dan berdampak sedang pada “kompetensi pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien”. 3. Proses pembelajaran IPE berbasis komunitas pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan telah berjalan sesuai dengan panduan IPE terdokumentasikan dengan baik oleh mahasiswa. 4. Aspek evaluasi dan refleksi mahasiswa berdasarkan laporan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran IPE berbasis komunitas masih belum berjalan sesuai dengan panduan IPE sehingga mahasiswa perlu dibekali keterampilan refleksi dan self assessment.
72
73
V.2 Saran 1. Saran untuk institusi pendidikan: a. Penelitian
ini
merupakan
pilot
project
bagi
FK
UNS
untuk
mengimplementasikan pembelajaran IPE secara intra kurikulum. Dengan hasil yang telah didapatkan pada penelitian ini, diharapkan menjadi dasar dan acuan penting untuk dapat segera FK UNS mengimplementasikan pembelajaran kolaboratif dengan program studi yang telah dimiliki. Kompetensi IPE akan lebih mendalam dan menjadi kebutuhan profesi bila dipaparkan kepada mahasiswa semenjak awal mas studi, tidak bersifat blok atau satuan waktu tersendiri. Sehingga masing-masing kompetensi IPE dapat dilihat perkembangannya dari waktu ke waktu secara horisontal maupun longitudinal. Oleh karena itu, FK UNS diharapkan dapat melakukan integrasi pembelajaran kolaboratif pada beberapa aktivitas pembelajaran blok sesuai dengan program studi yang ada. b. Panduan IPE FK UNS yang telah dikembang oleh peneliti dapat dijadikan acuan untuk pembuatan modul IPE di FK UNS. Tujuan pembelajaran dan learning activites yang telah disusun pada penelitian ini mengadopsi pada prinsip pembelajaran pedagogic dan experential learning dengan mengacu pada community-based education sehingga dirasa cukup efektif bagi mahasiswa mencapai kompetensi IPE. Bila FK UNS mengimplementasi IPE secara integratif dari awal masa studi hingga tahap klinik, pemaparan komunitas perlu menjadi pertimbangan penting dari transformasi in class
74
ke lapangan, mengingat bahwa kedokteran komunitas merupakan salah satu keunggulan dalam visi dan misi FK UNS. c. Refleksi masih menjadi aspek yang kurang pada pembelajaran di FK UNS. Di sisi lain, kemampuan untuk refleksi hingga critical reflection akan membantu mahasiswa untuk dapat mengembangkan professionalisme diri. Namun, pendidikan di FK UNS belum melatih mahasiswa merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih menjadi kelemahan atau kekurangan, rencana tindak lanjut dan bukti nyata rencana tersebut. Sehingga hal ini perlu untuk diintegrasikan dalam setiap aktivitas pembelajaran, agar mahasiswa terbiasa melakukan refleksi.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya: a. Untuk dapat membandingkan efektifitas intervensi pembelajaran, perlu dipertimbangkan menambahkan kelompok kontrol. Kelompok kontrol adalah kelompok yang menggunakan kurikulum yang sebelumnya ada, tanpa konteks kolaboratif dengan profesi kesehatan lainnya. Sehingga hasil capaian kompetensi dapat dilihat apakah akan berbeda bila pembelajaran tersebut ditambahkan aspek IPE. b. Pencapaian kompetensi IPE lebih tepat diamati secara observasi langsung, karena dapat melihat hingga level kompetensi does. Observasi juga dapat memastikan mahasiswa telah mampu dan mencapai tujuan pembelajaran IPE. Dengan demikian, pada penelitian selanjutnya direkomendasikan
75
untuk melakukan observasi penilaian kompetensi IPE secara berkala pada sesi-sesi pembelajaran, agar dapat tergambarkan perkembangan capaian kompetensi masing-masing mahasiswa. c. Penelitian ini hanya melibatkan dua profesi, yaitu dokter dan bidan dengan topik permasalah sebagai trigger adalah kesehatan ibu dan anak. Permasalahan kesehatan tersebut dapat dipandang lebih komprehensif lagi bila IPE dapat dilakukan pada profesi yang lain, seperti perawat, ahli gizi, kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Fakta di layanan kesehatan primer, dokter dan bidan sangat erat melakukan kolaborasi dengan profesi-profesi tersebut. Sehingga penelitian selanjutnya diharapka dapat melibatkan profesi-profesi selain dokter dan bidan.
V.3 Ringkasan Penelitian Institusi pendidikan kesehatan sebaiknya membekali mahasiswa programprogram studi kesehatan dan kedokteran untuk dapat bekerjasama dalam tim kesehatan secara profesional (WHO, 2010). Kompetensi kolaboratif di pendidikan tenaga kesehatan dapat diterapkan metode pembelajaran Interprofessional Education (IPE) atau pendidikan antar profesi. IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan (WHO, 2013).
76
Pengembangan pembelajaran IPE merupakan salah satu langkah strategis bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS) untuk yang ingin mencetak lulusan yang profesional di bidangnya dan mampu menjawab tantangan kesehatan di Indonesia. Program studi Diploma III (D-III) Kebidanan dan Kedokteran merupakan ranah yang sesuai untuk melakukan implementasi IPE. Profesi bidan dan dokter memiliki peran yang vital, khususnya di daerah perifer Indonesia. Dalam perkembangannya, kedua profesi tersebut lebih banyak melakukan kolaborasi pada tingkat layanan primer, yaitu sebagai bidan desa dan dokter puskesmas dengan indikator-indikator kerja yang mayoritas berbasis kesehatan komunitas (Kemenkes, 2011). Data Riskesdas 2013 menunjukan angka kematian bayi baru lahir dan kematian ibu masih cukup tinggi, faktor-faktor yang menjadi penyebab diantaranya fasilitan pelayanan kesehatan yang belum memadai, tenaga kesehatan yang kurang, dan sistem rujukan yang tidak berjalan dengan baik. Kolaborasi bidan dan dokter menjadi tantangan untuk permasalahan komunitas tersebut, khususnya kesehatan ibu dan anak. Bridges et al (2011) mengemukakan tentang praktik interprofessional collaboration (IPC) berbasis pelayanan klinis dan komunitas menunjukan bahwa pembelajaran antar profesi memberikan aspek penting pada mahasiswa tentang kolaborasi, komunikasi antar profesi, dan pendekatan pasien termasuk tentang etik. Thistlewaite dan Moran (2010) mengemukan kompetensi IPE yaitu dapat menilai kepemimpinan, komunikasi profesi, manajemen tim, dan etik. Cullen et al (2003) menuliskan tentang strategi Interprofessional Team Objective Structured
77
Clinical Examination (ITOSCE) menunjukan kolaborasi dokter dan bidan dapat didukung dengan adanya suatu sistem penilaian atau pembelajaran yang menuntut kemampuan komunikasi dan kinerja tim yang baik. Saxell et al (2009) memberikan metode lain dan cara menilai kompetensi dengan observasu langsung pada kasus hingga melakukan tindakan dengan supervisi. Metode IPE tersebut menunjukan perkembangan yang progresif terkait manajemen tim, komunikasi, dan kepimpinan pada masing-masing profesi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin menggali lebih dalam aspek kolaboratif kompetensi IPE mahasiswa yang mengikuti pembelajaran IPE di komunitas. Kompeteni yang ingin dilihat sesuai dengan Curran et al (2011) yaitu komunikasi, kolaborasi, manajemen tim, kepemimpinan dan manajemen konflik. Selain itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran proses intervensi pelaksanaan IPE berdasarkan dokumentasi kegiatan mahasiswa untuk mengevaluasi program implementasi IPE. Penelitian ini menggunakan desain pre eksperimental dengan one group pre and post test design. Pengumpulan data sebelum perlakuan (pre test) dengan metode observasi langsung tentang kompetensi IPE pada area komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab, pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien, berfungsinya tim, serta manajemen konflik. Di akhir perlakuan, seluruh sampel akan dinilai kompetensi dengan metode observasi sebagai data post test. Kompetensi IPE diukur dengan menggunakan instrumen Interprofessional collaborator assessment rubric atau ICAR yang diadaptasi dari Curran et al
78
(2012). Untuk tujuan evaluasi proses pembelajaran, dilakukan analisis dokumen dengan rubrik penilaian yang diadaptasi dan dikembangkan berdasarkan Van der Wees et al (2014) dan Asch et al (2005). Penelitian dilakukan di puskesmas wilayah Kota Surakarta dengan subjek penelitian adalah 15 mahasiswa kedokteran tahap klinik yang sedang dalam stase ilmu kesehatan masyarakat dan 19 mahasiswa kebidanan yang sedang tahap rotasi kebidanan komunitas di puskesmas. Pembelajaran IPE berbasis komunitas terdiri dari tiga fase. Pertama, fase sosialisasi IPE pada mahasiswa dan pembimbing lapangan. Kedua, fase implementasi IPE dengan tujuh langkah (mengidentifikasi stakeholder dalam komunitas, pendekatan di komunitas, melakukan penilaian kebutuhan komunitas lokal, perencanaan project pada masing-masing perspektif, fokus project, pelaksanaan project, dan refleksi). Fase ketiga adalah evaluasi dan pelaporan proyek. Analisis data kuantitatif penelitian dari hasil rubrik penilaian IPE menggunakan analisis uji t berpasangan non parametrik menggunakan Uji Wilcoxon dengan nilai kepercayaan 95% (p<0,05). Analisis dilanjutkan dengan uji kemaknaan hubungan dengan uji effect size. Penilaian proses pembelajaran IPE berbasis komunitas dilakukan dengan menilai laporan mahasiswa secara tim IPE. Penilaian dilakukan oleh dua orang yang memiliki latar belakang di bidang ilmu kesehatan masyarakat. Instrumen yang digunakan adalah alat bantu untuk melakukan justifikasi antara dokumentasi laporan mahasiswa dan proses
79
intervensi kesehatan di masyarakat berdasarkan adaptasi dari Van der Wees et al (2014) dan Asch et al (2005). Hasil penelitian menunjukan bahwa: a) Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab, pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien, berfungsinya tim, serta manajemen konflik) pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan; b) Pembelajaran IPE berbasis komunitas memiliki dampak yang kuat pada pencapaian “berfungsinya tim” dan berdampak sedang pada kompetensi “pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien”; c) Proses pembelajaran IPE berbasis komunitas pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan telah berjalan sesuai dengan panduan IPE terdokumentasikan dengan baik oleh mahasiswa; d) Aspek evaluasi dan refleksi mahasiswa berdasarkan laporan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran IPE berbasis komunitas masih belum berjalan sesuai dengan panduan IPE. Penelitian ini memberikan rekomendasi bagi institusi untuk dapat mengembangkan pembelajaran IPE berbasis komunitas secara intra kurikulum yang terintegrasi baik horisontal maupun longitudinal.