13
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah pH, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia tanah yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai rata-rata sifat kimia tanah pada hutan pinus dan lahan terbuka Sifat Kimia Tanah pH (H2O) C-Organik (%) N Total (%) P Bray (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) KTK (me/100g)
Hutan Pinus 6,13 7,55 0,22 25,40 6,97 3,95 0,59 16,55
Lahan Terbuka 4,53 2,45 0,17 15,80 1,11 2,39 0,83 14,56
Data hasil analisis sifat kimia tanah dari kedua lokasi penelitian kemudian dianalisis secara statistik untuk mengetahui perbedaan sifat kimia tanah akibat kegiatan perambahan hutan seperti yang disajikan pada Lampiran 1. Hasil analisis statisitik untuk sifat kimia tanah di kedua lokasi penelitian tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis Uji T sifat kimia tanah Hutan Pinus
Lahan Terbuka
pH (H2O)
Sifat Kimia Tanah
6,13 ± 0,55
4,53 ± 0,45*
C-Organik (%)
7,55 ± 9,56
2,45 ± 1,27tn
N Total (%)
0,22 ± 0,09
0,17 ± 0,06tn
P Bray (ppm)
25,40 ± 3,81
15,80 ± 13,81tn
Ca (me/100g)
6,97 ± 2,23
1,11 ± 0,27*
Mg (me/100g)
3,95 ± 1,00
2,39 ± 1,74tn
K (me/100g)
0,59 ± 0,55
0,83 ± 1,13tn
KTK (me/100g)
16,55 ± 1,95
14,56 ± 5,50tn
Keterangan : tn = tidak nyata pada selang kepercayaan 95% * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji T pada selang kepercayaan 95% diperoleh bahwa hampir seluruh parameter sifat kimia tanah antara hutan pinus dan lahan terbuka pasca perambahan tidak berbeda nyata kecuali pada variabel pH tanah dan Kalsium. Secara statistik hal tersebut
14
menyatakan bahwa dari data yang diperoleh kegiatan perambahan hutan berpengaruh terhadap pH tanah dan unsur kalsium dalam tanah.
Reaksi Tanah (pH) Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai pH pada hutan pinus sebesar 6,13 dan nilai pH pada lahan terbuka sebesar 4,53. Menurut Hardjowigeno (2003) nilai pH yang diperoleh di hutan pinus termasuk ke dalam kelas agak masam. Sedangkan nilai pH di lahan terbuka termasuk dalam kelas masam.
C-Organik C-Organik di hutan pinus diketahui memiliki nilai yang lebih tinggi yakni sebesar 7,55% dibandingkan C-Organik di lahan terbuka yang hanya 2,45%. Karena C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik maka dapat dikatakan bahwa bahan organik di hutan pinus lebih banyak jumlahnya daripada bahan organik di lahan terbuka.
N Total Jumlah N Total tertinggi terdapat pada hutan pinus dengan persentase sebesar 0,22%. Di lahan terbuka hanya memiliki jumlah N Total sebesar 0,17%. Berdasarkan data Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003) tentang kriteria penilaian sifat kimia tanah, kandungan N Total pada lahan terbuka termasuk dalam kategori rendah dan pada hutan pinus tergolong sedang.
P Bray Fosfor adalah unsur hara esensial yang berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang selanjutnya akan dimanfaatkan tanaman. Dari hasil analisis contoh tanah yang telah dilakukan, menginformasikan bahwa kandungan fosfor di hutan pinus termasuk dalam kategori sedang yakni sebesar 25,40 ppm. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan kandungan fosfor di lahan terbuka yang hanya sebesar 15,80 ppm dan termasuk dalam kategori rendah.
15
Kalium (K) Ketersediaan unsur kalium di hutan pinus tergolong sedang yakni sekitar 0,59 me/100 gram. Di lahan terbuka pasca perambahan unsur kalium mengalami peningkatan menjadi sekitar 0,83 me/100 gram dan termasuk dalam kategori tinggi.
Magnesium (Mg) Kandungan unsur magnesium di kedua lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi. Akan tetapi kandungan unsur magnesium di lahan terbuka pasca perambahan lebih sedikit daripada di hutan pinus. Kandungan unsur magnesium pada hutan pinus sebesar 3,95 me/100 gram, sedangkan pada lahan terbuka pasca perambahan adalah sebesar 2,39 me/100 gram.
Kalsium (Ca) Unsur Ca di hutan pinus memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan unsur Ca di lahan terbuka pasca perambahan. Penurunan kadar unsur Ca pada lahan terbuka pasca perambahan sebesar 5,86 me/100 gram. Kadar unsur Ca pada hutan pinus tergolong sedang dan pada lahan terbuka tergolong sangat rendah.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Nilai KTK pada lahan terbuka pasca perambahan yakni sebesar 14,56 me/100 gram, sedangkan nilai KTK di hutan pinus sebesar 16,55 me/100 gram. Selisih nilai KTK dari kedua lokasi tersebut sebesar 1,99 me/100 gram. Nilai KTK di kedua lokasi penelitian termasuk dalam kategori rendah.
5.1.2. Sifat Biologi Tanah Sifat biologi tanah yang dianalisis adalah mikroorganisme tanah, fungi tanah, bakteri pelarut P, dan respirasi tanah. Hasil analisis sifat biologi tanah yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.
16
Tabel 5 Nilai rata-rata sifat biologi tanah pada hutan pinus dan lahan terbuka Sifat Biologi Tanah Mikroorganisme Tanah (x 106 spk/g) Fungi Tanah (x 104 spk/g) Bakteri Pelarut P (x 103 spk/g) Respirasi Tanah (mgC-CO2/kg tanah/hari)
Hutan Pinus 31,67 5,17 6,83 14,43
Lahan Terbuka 3,50 1,00 0,67 11,00
Keterangan : spk = satuan pembentuk koloni
Data hasil analisis sifat biologi tanah dari kedua lokasi penelitian kemudian dianalisis secara statistik untuk mengetahui perbedaan sifat biologi tanah akibat kegiatan perambahan hutan seperti yang disajikan pada lampiran 2. Hasil analisis statistik untuk sifat biologi tanah di kedua lokasi penelitian tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis Uji T sifat biologi tanah Sifat Biologi Tanah
Hutan Pinus
Lahan Terbuka
31,67 ± 17,26
3,50 ± 1,50tn
Fungi Tanah (x 104 spk/g)
5,17 ± 0,76
1,00 ± 0,86 *
Bakteri Pelarut P (x 103 spk/g)
6,83 ± 5,39
0,67 ± 1,15 tn
Respirasi Tanah (mgC-CO2/kg tanah/hari)
14,43 ± 3,05
11,00 ± 1,35 tn
Mikroorganisme Tanah (x 106 spk/g)
Keterangan : tn = tidak nyata pada selang kepercayaan 95% * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan uji T pada selang kepercayaan 95% diperoleh bahwa hampir seluruh parameter sifat biologi tanah antara hutan pinus dan lahan terbuka pasca perambahan tidak berbeda nyata kecuali pada variabel fungi tanah. Secara statistik berdasarkan data yang diperoleh menyatakan bahwa kegiatan perambahan hutan memberikan pengaruh terhadap jumlah fungi tanah. Mikroorganisme Tanah Mikroorganisme tanah pada hutan pinus lebih tinggi nilainya yakni 31,67 x106spk/g. Sedangkan mikroorganisme pada lahan terbuka pasca perambahan hanya sebesar 3,50x106spk/g.
Fungi Tanah Jumlah fungi tanah pada lahan terbuka pasca perambahan jauh lebih sedikit dibandingkan pada hutan pinus. Penurunan jumlah fungi tanah di kedua lokasi sebesar 4,17x104spk/g.
17
Bakteri Pelarut P Jumlah bakteri pelarut P pada hutan pinus sebesar 6,83x103spk/g, sedangkan pada lahan terbuka sebesar 0,67x103spk/g. Penurunan jumlah bakteri pelarut P pasca perambahan hutan pinus sebesar 6,16x103spk/g.
Respirasi Tanah Berdasarkan hasil analisis sifat biologi tanah diperoleh nilai respirasi tanah pada hutan pinus sebesar 14,43 mgC-CO2/kg tanah/hari. Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai respirasi tanah pada lahan terbuka pasca perambahan yakni sebesar 11 mgC-CO2/kg tanah/hari. 5.2. Pembahasan 5.2.1. Sifat Kimia Tanah Berdasarkan sifat-sifat kimia tanah yang diamati diperoleh bahwa keseluruhan variabel di lahan terbuka pasca perambahan memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan di hutan pinus kecuali pada variabel unsur kalium (K) tanah. Kegiatan perambahan hutan mengakibatkan penurunan nilai pH menjadi bersifat masam. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya tutupan lahan akibat pemanenan pohon, sehingga kation-kation basah pada tanah akan sangat mudah mengalami pencucian di saat hujan. Munawar (2011) menyatakan bahwa curah hujan yang berlebihan merupakan penyebab efektif hilangnya kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ dari larutan tanah yang digantikan dengan H+ dan Al3+ yang bersifat masam. C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik. Dari hasil analisis laboratorium tanah, jumlah C-Organik mengalami penurunan yang signifikan pada lahan terbuka pasca perambahan dibandingkan pada hutan pinus. Maka dapat dikatakan bahwa bahan organik di hutan pinus lebih banyak jumlahnya daripada bahan organik di lahan terbuka. Perbedaan nilai C-Organik yang signifikan di kedua lokasi tersebut dipengaruhi oleh perbedaan jumlah dan jenis vegetasi antara hutan pinus dan lahan terbuka pasca perambahan. Menurut Hanafiah (2007) sumber primer bahan organik tanah adalah jaringan organik tanaman, baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah, maupun akar. Sedangkan yang menjadi
18
sumber sekunder berupa jaringan organik fauna termasuk kotorannya serta mikroflora. Sehingga kecenderungan pemasok terbesar bahan organik tanah pada hutan pinus berasal dari seluruh bagian tanaman pinus dan tambahan dari jaringan tumbuhan lain yang tumbuh di bawah tegakan pinus serta biota tanah. Akan tetapi di lahan terbuka pasca perambahan kebanyakan bahan organik yang ditambahkan ke tanah hanya berasal dari tumbuhan bawah yang tumbuh pasca perambahan hutan. Penurunan kandungan nilai unsur hara terjadi untuk beberapa parameter seperti jumlah nitrogen (N) total, fosfor (P), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) di lahan terbuka pasca perambahan. Penurunan jumlah N Total di lahan terbuka pasca perambahan hutan pinus dipengaruhi oleh hilangnya tutupan lahan. Karena di saat hujan potensi terjadinya aliran permukaan semakin besar yang mengakibatkan nitrogen dalam bentuk NO3 akan sangat mudah tercuci bersama dengan mengalirnya air. Selain itu penurunan jumlah nitrogen juga dipengaruhi oleh penurunan jumlah bahan organik dan mikroorganime tanah di lokasi tersebut. Karena di dalam susunan jaringan bahan organik terkandung unsur nitrogen organik yang di dekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi nitrogen tersedia bagi tanaman. (Supardi 1983) menyatakan bahwa Penambahan jumlah N Total dipengaruhi oleh proses azofikasi, yakni jasad mikro tertentu yang dengan menggunakan bahan organik sebagai sumber energi dan nitrogen yang dimanfaatkan dalam tubuhnya akan tertinggal dalam bentuk protein dan senyawa serupa apabila mereka mati. Sama halnya dengan unsur nitrogen, penurunan jumlah fosfor di lahan terbuka pasca perambahan hutan pinus banyak dipengaruhi oleh penurunan jumlah bahan organik. Menurut Hardjowigeno (2003) salah satu pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, dan lain-lain. Penurunan jumlah kalsium (Ca) di lahan terbuka pasca perambahan dipengaruhi oleh pencucian dan kemasaman tanah. seperti yang telah dijelaskan di bagian atas bahwa pada tanah-tanah masam aktivitas Al dan H tinggi yang mengakibatkan mudah hilangnya kation basa seperti Ca2+. Hilangnya vegetasi
19
pohon yang berperan untuk melindungi tanah dari benturan air hujan secara langsung menyebabkan aliran permukaan menjadi meningkat. Penebangan pohon pada kegiatan perambahan hutan menyebabkan kation basa seperti Ca 2+ mudah mengalami pencucian di saat hujan. Leiwakabessy et al. (2003) menyatakan bahwa ion Ca dalam larutan dapat habis jika diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapanendapan sekunder dan tercuci. Berdasarkan data penelitian tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003) tentang kriteria penilaian sifat kimia tanah, kandungan unsur magnesium (Mg) di kedua lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi (2,1–8,0 me/100g). Akan tetapi terdapat penurunan unsur magnesium di lahan terbuka pasca perambahan. Leiwakabessy et al. (2003) menyatakan bahwa ketersediaan Mg dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, tipe liat, dan perbandingan dengan kation yang terutama Ca dan K. Kandungan unsur Kalium di lahan terbuka pasca perambahan lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalium di hutan pinus. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan kation-kation lainnya seperti kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Karena kandungan Ca dan Mg yang tinggi di dalam larutan tanah dapat mengurangi kandungan kalium. Penurunan sebagian besar kadar unsur hara essensial (N, P, Ca, Mg) di lahan terbuka pasca perambahan diikuti juga oleh penurunan kapasitas tukar kation (KTK). Menurut Supardi (1983) setengah dari KTK tanah biasanya berasal bahan organik dan merupakan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Liat memiliki daya jerapan berkisar 8–100 me tiap gram, sedangkan humus memiliki kapasitas tukar kation sebesar 150–300 me tiap 100 gram. Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah (Hardjowigeno 2003). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa KTK juga turut berperan dalam penurunan kandungan unsur hara pada lahan terbuka pasca perambahan.
20
5.2.2. Sifat Biologi Tanah Berdasarkan analisis laboratorium untuk sifat-sifat biologi tanah, diperoleh bahwa untuk keseluruhan parameter memiliki jumlah yang lebih rendah pada lahan terbuka pasca kegiatan perambahan hutan. Secara statistik untuk seluruh paramater sifat biologi tanah menunjukkan hasil uji tidak berbeda nyata kecuali pada variabel fungi tanah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan perambahan hutan berpengaruh terhadap jumlah fungi tanah. Selisih perbedaan jumlah mikroorganisme tanah di kedua lokasi diketahui sebesar 28,17x106spk/g. Sedangkan selisih perbedaan jumlah bakteri pelarut P sebesar 6,16x103spk/g. Jumlah mikroorganisme tanah dan bakteri pelarut P di lahan terbuka sangat dipengaruhi oleh bahan organik yang juga mengalami penurunan di lahan terbuka. Karena semakin banyak bahan organik menunjukkan semakin banyak pula sumber energi bagi organisme tanah. Mikroorganisme tanah akan berperan dalam dekomposisi bahan organik tanah.
Sedangkan bakteri
pelarut P berperan dalam mineralisasi fosfor organik yang terkandung pada bahan organik menjadi fosfor inorganik yang tersedia bagi tanaman. Hanafiah (2007) menyatakan bahwa bakteri merupakan jasad bersel satu dan berkembang biak melalui pembelahan sel. Diversitas dan kelimpahan bakteri tergantung pada ketersediaan hara dan kondisi lingkungannya. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa respirasi tanah di lahan terbuka juga memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan di hutan pinus. Penurunan jumlah respirasi tanah yakni sebesar 3,43 mgC-CO2/kg tanah/hari. Menurut Anas (1989) kecepatan respirasi tanah lebih mencerminkan aktivitas metabolik mikrobia tanah daripada jumlah, tipe, atau perkembangan tanah. Sama halnya dengan respirasi tanah, dibandingkan pada hutan pinus untuk jumlah fungi tanah di lahan terbuka memiliki nilai yang lebih kecil. Selisih nilai diantara kedua lokasi tersebut sebesar 4,17x104spk/g. Penurunan jumlah fungi tanah tersebut dapat dipengaruhi oleh hilangnya vegetasi pohon akibat penebangan sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi pohon sebagai pelindung tanah dari sinar matahari secara langsung. Kondisi tersebut akan mempengaruhi suhu dan kelembapan tanah. karena populasi dan biodiversitas biota tanah sangat
21
dipengaruhi oleh faktor cuaca, kondisi tanah, dan juga tipe vegetasi penutupan lahan. Kondisi yang terjadi pada sifat-sifat kimia dan biologi tanah di lahan terbuka tersebut banyak dipengaruhi oleh jumlah bahan organik dan pencucian. Rendahnya bahan organik mengakibatkan berkurangnya sumber energi untuk biota tanah yang kemudian akan menghasilkan tambahan unsur hara tanah. Kondisi tersebut akan terus menerus mengalami penurunan kuantitas dan kualitas tanah apabila tidak segera dilakukan usaha penanaman pohon untuk membentuk kembali iklim mikro hutan yang akan mendukung keberlangsungan siklus hara dan populasi serta biodiversitas biota tanah. Penurunan kualitas dan kuantitas tanah di lahan terbuka sangat mungkin terjadi karena besarnya potensi erosi akibat pencucian yang akan mengikis tanah beserta unsur hara yang terkandung di dalamnya.