22
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Rimbo Panti merupakan satu dari empat TWA yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat. Kawasan TWA Rimbo Panti awalnya merupakan satu kesatuan dari Cagar Alam Rimbo Panti (register 75) yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan (Gubernur Besluit Hindia Belanda) No.34 Staatblat 420 tanggal 8 Juni 1932, dengan luas 3.120 ha. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.284/Kpts/Um/6/1979 tanggal 1 Juni 1979, sebagian areal cagar alam ini seluas 570 ha dijadikan kawasan TWA. Penetapan kawasan TWA tersebut dilatarbelakangi oleh keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi, dengan keunikan vegetasi hutan dataran rendah serta memiliki potensi wisata alam yang cukup tinggi, terutama sumber air panasnya. Dilihat dari luas total kawasan TWA Rimbo Panti, saat ini Rimbo Panti merupakan TWA terluas yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Luasan kawasan ini memberikan peluang pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berbagai aktifitas wisata basa dikembangkan lebih luas dan beraneka ragam.
5.2. Perencanaan Kawasan Perencanaan berfungsi sebagai pedoman dan arahan rinci implementasi pengelolaan yang akan dilaksanakan untuk
mengantisipasi kemungkinan
timbulnya kendala dan permasalahan serta sebagai suatu tolak ukur keberhasilan kegiatan dan sebagai alat evaluasi dalam sebuah pengelolaan kawasan konservasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan diperlukan adanya suatu bentuk pengelolaan
(managemen
input)
yang
komprehensif
yang
menyangkut
perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan mekanisme monitoring (controling) serta evaluasinya yang disesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah, khususnya Kabupaten Pasaman agar
23
terdapat kesatuan gerak dan langkah dalam implementasi pengelolaan kawasan TWA Rimbo Panti. 5.2.1 Dokumen Perencanaan Pada tahun 2000, BKSDA Sumatera Barat telah menyusun rencana pengelolaan Rimbo Panti yaitu Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (2001-2026) dan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (2001-2006). Rencana Pengelolaan Jangka Panjang bertujuan untuk memberikan arahan bagi kegiatan pengelolaan, baik pengelola kawasan maupun institusi atau organisasi yang berkepentingan, dalam upaya mengamankan, melestarikan, dan memanfaatkan kawasan TWA Rimbo Panti. Adapun sasarannya adalah terselenggaranya pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam sesuai dengan tujuan awal penetapannya, sehingga kawasan ini dapat berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan, wahana pengawetan keanekaragaman hayati, dan praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang bernuansa kelestarian lingkungan. Penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah ini mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. Rencana ini berisi upaya pokok dan rencana kegiatan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah selain mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang juga mempertimbangkan data dan informasi di lapangan yang terkini dan akurat, sehingga rencana satu atau lima tahun kedepan merupakan solusi terhadap permasalahan yang terdapat di lapangan. Selain dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Lima Tahun dan Rencana Pengelolaan Tahunan Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam ini juga akan dijabarkan dalam bentuk Rencana Teknis. Yang memuat uraian kegiatan secara lebih sfesifik seperti, rencana pembagunan sarana dan prasarana, rencana penangkaran satwa, rencana pembinaan habitat dan atau populasi, dan sebagainya. Selain perencanaan yang termuat dalam RPTWA Rimbo Panti, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab. Pasaman sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti juga mempunyai dokumen perencanaan yaitu berupa Master Plan Pengelolaan TWA Rimbo Panti. Master plan ini dibuat untuk menjadi pedoman pengelolaan TWA Rimbo Panti oleh Pemda Kab. Pasaman.
24
Adapun tujuan jangka panjang master plan ini antara lain adalah : terciptanya kesemarakan budaya masyarakat yang mewarnai pranata sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelestarian budaya daerah yang tidak terpengaruh oleh perkembangan globalisasi. Saling memahami dan menghargai budaya antara masyarakat setempat dengan masyarakat lainnya. Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata utama yang aman, nyaman, menarik, mudah dikunjungi, dan memiliki daya saing global bagi wisatawan ba ik wisatawan local maupun mancanegara. Pariwisata sebagai wahana pelestarian alam dan pengembangan seni dan budaya tradisional. Pariwisata dapat menjadi lokomotif pengembangan ekonomi rakyat yang dapat mendorong perekonomian daerah. Dalam rangka pengelolaan taman wisata alam pihak pengelola dapat mengikutsertakan pihak ketiga dalam hal ini pihak pengusaha, dalam bentuk pengusahaan pariwisata alam. Bagian taman wisata alam yang dapat diusahakan oleh pihak ketiga melalui mekanisme pemberian Izin Pengelolaan Taman Wisata Alam adalah blok pemanfaatan taman wisata alam. Pihak ketiga dalam hal ini dapat berupa perorangan, koperasi, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta. Kegiatan pengusahaan pariwisata alam dapat dilakukan dalam beberapa bentuk pengusahaan yang bersifat memberikan dan meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung seperti, rumah makan, penginapan/wisma, toko souvenir dan kegiatan lain terbatas pada blok pemanfaatan. Di TWA Rimbo Panti, BKSDA Sumatera Barat menjalin suatu hubungan kerjasama dengan Pemda Kab. Pasaman untuk mengelola kawasan ini. Bentuk kerjasamanya tertuang dalam suatu “Perjanjian Kerjasama” tentang pembangunan dan peningkatan sarana prasarana wisata alam di TWA Rimbo Panti Kab. Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Perjanjian kerjasama bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan potensi wisata alam dan jasa lingkungan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan serta terkendalinya cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga terjamin kelestariannya. Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2004 dengan masa berlaku selama 5 tahun
25
tetapi sampai saat ini (tahun 2010) belum ada pembaharuan perjanjian kerjasama sehingga kegiatan pengelolan berupa kerjasama BKSDA dengan Pemda di TWA Rimbo Panti masih mengacu kepada perjanjian kerjasama yang tela h habis ini.
5.2.2. Perencanaan Sumber Daya Manusia Kebutuhan organisasi KSDA yang lebih handal tentunya harus diikuti dengan penataan SDM yang juga memadai. Penataan tersebut dapat berupa realokasi personil, baik dari pusat dan atau antar wilayah, penambahan personil baru, dan peningkatan pendidikan serta keterampilannya yang kaitannya dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
perlindungan
dan
pengawetan,
disamping
berupaya
mempertahankan kawasan konservasi juga mencari alternatif pemanfaatannya seperti pemanfaatan wisata alam. Oleh karena itu, manajemen Taman Wisata Alam Rimbo Panti dan Cagar Alam Rimbo Panti akan dikembangkan ke arah yang lebih profesional melalui beberapa langkah, antara lain: 1. Memberdayakan tenaga fungsional Polisi Kehutanan agar
memiliki
kemampuan bukan hanya sebagai tenaga pengamanan fisik melainkan juga sebagai fasilitator yang mampu menyampaikan pesan-pesan dan berbagai upaya konservasi kepada masyarakat melalui pendekatan sosial dan adat istiadat; 2. Memantapkan konsepsi tenaga fungsional Teknisi Kehutanan, Penyuluh Kehutanan, dan Polisi Kehutanan dalam konteks pola karir dan sistem kepegawaiannya; 3. Mengupayakan pola rekruiting pegawai yang dapat mengakomodasi berbagai disiplin ilmu, seperti anthropology, ekonomi, dan ekologi tidak terbatas pada disiplin ilmu kehutanan.
5.2.3. Perencanaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, secara simultan dan fleksibel seiring dengan pengelolaan Cagar Alam Rimbo Panti kawasan ini direncanakan akan dilaksanakan perbaikan dan pembangunan sarana prasarana yang memadai
26
yang penyebarannya seperti tergambar dalam Peta Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti. Adapun rincian jenis sarana dan prasarana berikut keterangan lokasinya adalah sebagai berikut: 1. Perbaikan kantor resort dan penambahan fasiltas pendukung seperti air bersih, listrik, dan peralatan kantor sehingga dari keadaan semi permanen menjadi permanen; 2. Pembangunan pondok kerja dibangun pada 2 lokasi yaitu pada bagian utara pada daerah yang berbatasan dengan Desa Murni dan bagian selatan yang berbatasan dengan Desa Petok; 3. Pembangunan stasiun pengamatan satwa dan pengintai kebakaran dibangun pada dua lokasi yaitu di wilayah barat pada ketinggian ketinggian 300 m dpl dan pada wilayah timur-selatan (lokasi rawa); 4. Pembuatan pagar pengaman dengan trotoar dibagian dalam sepanjang kiri kanan jalan raya Bukittinggi – Medan yang melawati kawasan, dengan tujuan untuk mencegah satwa yang melintasi jalan, mencegah akses yang terlalu besar ke dalam kawasan, sedangkan trotoar dapat dimanfaatkan sebagai jalan induk jalan trail wisata; 5. Pembuatan hydrant untuk mengantisipasi kebakaran diusulkan untuk dibangun di 2 lokasi yaitu sumber air panas dan perbatasan dengan cagar alam dari arah Lubuk Sikaping; 6. Pembuatan drainase pengendali banjir untuk mengantisipasi tergenangnya air
di daerah rawa pada saat musim hujan. Saluran drainase ini dibuat dari polongan dan diusahakan tidak sampai mengeringkan daerah rawa yang ada, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem yang ada. Di samping itu pengelolaan saluran irigasi perlu dilakukan karena pada tempat tertentu seperti Desa Petok, sering mengalami banjir pada musim hujan. Selain itu perlu juga dilakukan pengendalian saluran irigasi yang melewati kawasan Taman Wisa ta Alam Rimbo Panti; 7. Pengadaan Radio Komunikasi/ HT sangat diperlukan dalam rangka
melakukan komunikasi antara pengelola lapangan taman wisata dengan Unit
27
KSDA Sumatera Barat dan instansi lainnya.
Komunikasi ini sangat
diperlukan dalam rangka saling tukar menukar informasi; 8. Pengadaan alat survey sederhana, berupa kompas, teropong, altimeter, dan
GPS. Alat tersebut sangat diperlukan oleh petugas lapangan supaya bisa memberikan laporan tentang situasi dan kondisi pengelolaan taman wisata agar alam; 9. Untuk pengamanan satwa perlu dipasang papan pengumuman dan rambu-
rambu jalan di daerah lintasan satwa yang menginformasikan tentang satwa yang dominan di lokasi tersebut, misalnya “Disini Banyak Beruk” dan lainlain.
5.2.4. Perencanaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Upaya meminimalisir bentuk gangguan dan ancaman terhadap kawasan juga diperlukan sebagai antisipasi munculnya bentuk-bentuk gangguan baru. Dalam periode pengelolaan kawasan 20 tahun mendatang, akan dilakukan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan sebagai berikut : 1. Sosialisasi peraturan perundang-undangan,
Peraturan Pemerintah dan
ketetapan perlindungan hutan. 2. Hal ini dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam dan Cagar Alam dan pengunjung. Disamping mengadakan penyuluhan, sosialisasi juga perlu dilakukan secara persuasif dengan cara pendekatan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya cagar alam kepada masyarakat, sedangkan pendekatan persuasif dengan pengunjung dilakukan dengan memberikan arahan sebelum pengunjung memasuki kawasan. Selain itu dapat juga dilakukan melalui bentuk-bentuk buku, brosur, leaflet, plang pengumuman, himbauan dan sebagainya; 3. Sosialisasi keberadaan serta manfaat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti. 4. Titik berat kegiatan sosialisasi ini adalah pada pemasyarakatan jalur dan tanda (pal) batas kawasan, baik kepada masyarakat maupun instansi pemerintah dan swasta yang berada di wilayah, terutama instansi- instansi yang tugas pokok
28
dan fungsinya berkaitan dengan lahan. Contohnya Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bappeda Tingkat II, Dinas Pertanian, dan instansi- instansi lainnya; 5. Pencegahan perburuan, penangkapan satwa, dan pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, melalui kegiatan patroli pengamanan kawasan; 6. Mensosialisasikan
keberadaan
kawasan
melalui
program-program
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk: a) Bersama-sama masyarakat memasang papan-papan informasi dan atau pengumuman yang berisi gambar-gambar dan pesan-pesan untuk tidak mengkreasi gangguan terhadap Cagar Alam maupun Taman Wisata Alam Rimbo Panti seperti menebang pohon, berburu satwa, membuat perapian, dan membangun pondok-pondok atau pemukiman dalam kawasan; b) Bersama-sama masyarakat melaksanakan kegiatan penanaman jalur hijau batas kawasan dengan jenis tanaman multi- fungsi (MPTS), pembuatan embung-embung air sebagai sumber air bagi kehidupan satwa-satwa dalam kawasan dan sebagai cadangan air apabila terjadi kebakaran hutan, dan pembuatan sekat-sekat bakar di lokasi yang rawan kebakaran; c) Pembinaan daerah (desa-desa) penyangga kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dengan berbagai bentuk kegiatan seperti penanaman tanaman MPTS, penangkaran jenis-jenis burung bernilai komersil, penangkaran kupu-kupu dan jenis satwa lainnya yang dapat menjadi sumber protein masyarakat, serta pengembangan kerajinan tangan. 7. Pengendalian jenis-jenis eksotik, baik flora maupun fauna, dan tanaman yang diduga telah menjadi tanaman pengganggu bagi jenis-jenis tertentu, terutama di sekitar ladang- ladang penduduk; 8. Pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan instansi pemerintah atau swasta dalam upaya pengamanan kawasan dari berbagai bentuk ancaman; 9. Saat ini, ketersediaan perangkat lunak berupa ketentuan peraturan perundangundangan relatif cukup
memadai. Namun pengalaman di lapangan
29
menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran yang menyangkut bidang hutan dan kehutanan semakin bertambah dan tidak banyak kasus-kasus tersebut yang terselesaikan sampai tuntas. Disamping sumberdaya manusia yang menjadi kendala, kemauan pelaksana dalam menegakkan pelaksanaan hukum yang ada masih belum memadai. Oleh karena itu, khususnya dalam penanganan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti sebagai salah satu titik rawan munculnya berbagai konflik, maka penegakan hukum (law enforcement) akan lebih ditingkatkan; 10. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dengan membuat sekat bakar, dengan menanami daerah tersebut dengan tanaman yang tahan terhadap kebakaran, terutama pada lokasi yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat yaitu di utara dan selatan kawasan; 11. Perlindungan jenis tumbuhan terhadap hama dan pengendalian hama pertanian di sekitar cagar alam untuk mencegah musnahnya habitat yang ada di dalam kawasan. Disamping itu, juga perlu diupayakan penanggulangan serangan hama babi terhadap tanaman pertanian yang ada di sekitar kawasan, yang berasal dari lokasi cagar alam dan taman wisata alam; 12. Pencegahan laju erosi tanah yang dilakukan di lokasi Taman Wisata Alam pada sepanjang kiri kanan jalur dari saluran irigasi Panti – Rao. 5.2.5. Perencanaan Penataan Kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki batas keliling sepanjang 11 km, sepanjang 7,6 km berbatasan dengan kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan sisanya sepanjang 3,4 km berbatasan dengan areal penggunaan lain.
Penataan
batas cagar alam ini telah terealisir 100% dan telah direkonstruksi pada tahun 1999. Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, kegiatan pemantapan kawasan ini, akan terus dilaksanakan baik fisik maupun administratif, k hususnya penyelesaian status hukum dari “penunjukan” menjadi “penetapan”. Pelaksanaan pemeliharaan dan rekontruksi batas kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti khususnya yang berbatasan dengan lahan penduduk di Kecamatan Panti, akan diupayakan secermat mungkin dengan memanfaatkan pendekatan yang partisipatif sehingga, apabila tanda batas fisik (pal batas) telah
30
terpancang, pal batas tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan diakui, baik oleh masyarakat maupun lembaga- lembaga pemerintah setempat. Pemeliharaan batas termasuk rekonstruksi batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas yang didasarkan pada intensitas kerawanan gangguan kawasan. Menurut RPTWA Rimbo Panti dalam periode 25 tahun ke depan, kawasan ini akan ditata ke dalam 2 blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan akan diarahkan pada bagian-bagian kawasan yang kondisinya masih relatif utuh dan asli sedang blok pemanfaatan diarahkan pada bagian kawasan yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pendidikan, pengambilan plasma nutfah, dan kegiatan wisata alam. Untuk akurasi delinasi batas blok-blok ini, terlebih dahulu atau secara simultan dengan kegiatan pengelolaan lainnya, akan dilakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan keutuhan dan potensi kawasan, baik potensi fisik (lansekap), flora, maupun faunanya sedemikian rupa agar pembagian blokblok ini dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan pengelola kawasan dan masyarakat. Sesuai pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, bagian kawasan yang dapat dijadikan blok pemanfaatan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan
potensi
kawasan, seperti penelitian, pengambilan plasma nutfah, kegiatan wisata alam, pendidikan, dan pembangunan sarana prasarana pengelolaan adalah: 1. Bagian taman wisata alam yang selama ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan wisata; 2. Bagian taman wisata alam sekitar 1 km dari kiri dan kanan sepanjang jalan raya Bukittinggi – Medan. Bagian kawasan yang diarahkan menjadi blok perlindungan adalah bagianbagian kawasan yang saat ini kondisinya relatif utuh dan masih asli. Di dalam blok perlindungan direncanakan akan dilakukan kegiatan-kegiatan monitoring
31
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan wisata terbatas, diantaranya : 1. Bagian taman wisata alam yang berbatasan dengan cagar alam pada bagian timur dan barat kawasan; 2. Daerah-daerah yang merupakan sempadan sumber mata air panas. Berdasarkan Master Plan yang dibuat oleh Pemda Kab. Pasaman Taman Wisata Alam Rimbo Panti dibagi menjadi 6 zonasi (Masterplan TWA Rimbo Panti, tahun 2008). Ada 6 zonasi di dalam TWA Rimbo Panti, meliputi zona A, B, C, D, E dan F. 1. Zona A Zona A berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya 1 unit gazebo pengunjung. Lahan berupa tanah luas dengan sedikit rawa sebagiannya termasuk ke dalam kawasan cagar alam. Lahan ini
sebagian juga
dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas penunjang, sepeti mushola. Sedangkan kawasan hutannya dimanfaatkan untuk wisata menikmati pemandangan alam. 2. Zona B Zona B sudah cukup tertata dengan baik. Zona ini ditandai dengan terdapatnya kolam pemandian air panas yang tela h aktif dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat areal camping. 3. Zona C Zona C berupa hutan rawa yang tidak dilakukan pengembangan. Kawasan yang termasuk ke dalam zona ini juga merupakan bagian dari cagar alam, sehingga harus dibiarkan alami sesuai dengan keadaannya saat ini. 4. Zona D Zona D berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya sumber air panas yang digunakan oleh pengunjung sebagai lokasi wisata, yaitu merebus makanan. Di zona ini juga terdapat lumpur hisap, sehingga cukup membahayakan. Perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pengembangan di zona D seperti pemberian batas atau papan larangan di lokasi beradanya
32
lumpur hisap sehingga pengunjung tahu lokasi yang berbahaya untuk dikunjungi. 5. Zona E Zona E berupa kawasan yang sebagiannya sudah aktif diakses. Ditandai dengan terdapatnya kafe, warung, kantor Seksi KSDA, gedung herbarium, dan taman bermain anak. Sebagian kawasan yang tersisa dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan infrastruktur penunjang wisata di TWA Rimbo Panti, seperti penginapan dan souvenir shop dengan melibatkan masyarakat setempat. 6. Zona F Zona F secara total berupa kawasan hutan rawa dan termasuk ke dalam cagar alam. Pengembangan infrastruktur tidak dapat dilakukan di zona ini, sehingga keberadaan zona F akan tetap dipertahankan sebagai kawasan rawa.
5.2.6. Perencanaan Kegiatan Pengawasan Pelaporan adalah salah satu bentuk prosedur administrasi yang didalamnya akan dimuat mengenai hasil pelaksanaan kegiatan pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti yang harus disampaikan oleh petugas pengelola kawasan secara berkala. Laporan- laporan tersebut berisikan semua bentuk kegiatan mulai dari kegiatan pengelolaan, pengunjung, pengusahaan dan permasalahan, jenisjenis laporan yang akan dibuat, yaitu : 1. Laporan Bulanan adalah laporan yang menjabarkan kegiatan pengelolaan dalam satu bulan dan disampaikan pada awal bulan berikutnya; 2. Laporan Triwulan adalah laporan yang berisikan kegiatan pengelolaan selama periode 3 bulan disampaikan pada awal periode triwulan be rikutnya; 3. Laporan Tahunan adalah rekapitulasi kegiatan selama 1 tahun, disampaikan pada akhir tahun besangkutan; 4. Laporan- laporan teknis adalah laporan pelaksanaan kegiatan yang sifafnya kegiatan teknis seperti laporan kegiatan penyuluhan, laporan pembangunan sarana dan prasarana dan sebagainya.
33
Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan juga akan dilakukan kegiatan pemantaun terhadap aspek pengelolaan terutama terhadap keadaan potensi-potensi yang ada di dalam kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, baik tumbuha n, satwa ataupun obyek-obyek wisata. Sebagai tahap akhir akan dilakukan kegiatan evaluasi terhadap semua kegiatan pengelolaan dan potensi kawasan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan lebih lanjut, evaluasi ini akan dilakukan secara berkala dengan jangka waktu setiap 5 tahun. 5.2.7. Perencanaan Pengelolaan Pengunjung Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam pengelolaan pengunjung di Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dalam waktu 25 tahun kedepan, antara lain : 1. Penerapan sistem pelayanan satu pintu gerbang memasuki kawasan sehingga kepentingan pengunjung dapat dideteksi dengan demikian mempermudah petugas pengelola dalam mengarahkan pengunjung ke obyek tujuannya; 2. Membatasi jumlah kunjungan disesuaikan dengan kemampuan daya dukung kawasan, untuk mencegah kerusakan lebih besar terhadap kawasan yang disebabkan oleh kelebihan pengunjung; 3. Pengaturan jadwal kunjungan dan tempat yang boleh dan tidak boleh untuk dikunjungi pada waktu-waktu tertentu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada pengunjung dengan tidak mengabaikan kepentingan lingkungan kawasan, misalnya pengunjung tidak diperbolehkan memasuki suatu wilayah habitat satwa tertentu pada saat musim kawin satwa tersebut sehingga kegiatan satwa
tidak
terganggu oleh kedatangan
pengunjung; 4. Penyesuain
harga tiket masuk kawasan sesuai dengan kepentingan
pengunjung, sehingga secara tidak langsung pengunjung dapat dibatasi terutama untuk obyek-obyek tertentu yang sifatnya rentan terhadap gangguan manusia; 5. Membuat paket-paket wisata yang disesuaikan dengan beberapa kriteria antara lain tingkatan usia, jumlah rombongan, kepentingan kunjungan seperti kepentingan pendidikan, rekreasi, pengenalan jenis tumbuhan dan satwa, dan kriteria khusus.
34
5.3. Organisasi Pengelolaan Tugas pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti diemban oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Barat yang merupakan salah satu UPT pusat Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA). BKSDA Sumatera Barat mengelola 21 kawasan konservasi di Provinsi Sumatera Barat. Tugas pokok dan fungsinya berorientasi pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.02/Menhut-II/2007 tentang organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam. Tugas pokok BKSDA Sumatera Barat adalah “Sebagai pengelola Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata Alam dan Taman Buru serta konservasi jenis di alam (insitu) dan di luar kawasan (eksitu)”. Sedangkan fungsi- fungsi BKSDA Sumatera Barat adalah : 1. Penyusunan rencana, program, dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi yang dikelola dan konservasi tumbuhan dan satwaliar di dalam dan di luar kawasan hutan. 2. Pengelolaan kawasan konservasi serta konservasi insitu dan eksitu. 3. Perlindungan, pengamanan, dan karantina sumberdaya alam di dalam dan di luar kawasan. 4. Pengamanan, perlindungan dan penanggulangan kebakaran hutan. 5. Promosi dan informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem kawasan yang dikelola. 6. Kerjasama pengembangan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Kelas I, yang disebut dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam; 2. Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Kelas II, yang disebut dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam dipimpin oleh seorang Kepala Balai. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Balai dibantu oleh :
35
1. Sub Bagian Tata Usaha yang bertugas melakukan urusan tata persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan, dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan. 2. Seksi Konservasi Wilayah (SKW) yang mempunyai tugas melakukan penyusunan sebagai berikut : a. rencana dan anggaran, b. evaluasi dan pelaporan, c. bimbingan teknis, d. pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, e. pengelolaan kawasan,
perlindungan,
pengawetan,
pemanfaatan
lestari, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, f.
pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal
g. pengelolaan sarana prasarana, promosi, bina wisata alam dan bina cinta alam, dan penyuluhan konservasi sumberdaya ala m hayati dan ekosistemnya h. kerjasama di bidang pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, kerjasama di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, serta kerjasama di bidang rehabilitasi satwa liar di wilayah kerjanya. 3. Balai KSDA Sumatera Barat dalam tugas operasionalnya terbagi dalam 3 seksi wilayah, yaitu : a. Seksi Konservasi Wilayah I (Pasaman) di Pasaman. Wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Lima Puluh Kota, Kota Payakumbuh dan Kota Bukit Tinggi. b. Seksi Konservasi Wilayah II (Tanah Datar) di Batu Sangkar. Wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman dan Kota Pariaman. c. Seksi Konservasi Wilayah III (Sawah Lunto Sinjunjung) di Muaro Sijunjung. Wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Sijunjung, Sawah
36
Lunto, Solok, Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya dan Pesisir Selatan. 4. Kelompok Jabatan Fungsional Konservasi terdiri dari : a. Polisi Kehutanan (Polhut) b. Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Bertepatan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004tentang Otonomi Daerah, maka perbaikan dan peningkatan upaya konservasi tidak diserahkan kepada Pemerintah Daerah, sehingga dapat didekati melalui pemantapan kelembagaan pengelolaan Balai KSDA. Balai KSDA yang dibentuk dengan Kepmenhut No.144/1991 yang kemudian diperbaiki dengan Kepmenhut No.204/1998 perlu ditingkatkan lagi keberdayaannya, terutama organisasi di tingkat Seksi Wilayah yang akan langsung berdampingan dengan institusi Pemerintah Daerah versi Undang-Undang No.22 Tahun 1999 (RP TWA Rimbo Panti). Tanggung jawab utama dari Balai KSDA adalah perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan konservasi, dengan tambahan tanggung jawab berupa kegiatan konservasi di luar kawasan termasuk daerah penyangga. Kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti termasuk ke dalam Seksi Konservasi Wilayah I (Pasaman) yang mempunyai kantor seksi di Kota Lubuk Sikaping dan kantor resort Panti di Kecamatan Panti. 5.4. Aktivitas Pengelolaan Pengelolaan kawasan meliputi 7 hal, yaitu pengelolaan obyek, pengelolaan sarana prasarana wisata, pengelolaan SDM pengelola, perlindungan dan pengamanan kawasan, penataan kawasan (zonasi dan blok), pengelolaan finansial, dan kegiatan pengawasan (monitoring/evaluasi). 5.4.1. Pengelolaan Obyek Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki 3 obyek wisata yang utama , yaitu sumber air panas, tempat pemandian air panas dan gedung Herbarium. Kondisi obyek saat ini masih terabaikan dan belum dikelola sebagaimana mestinya.
37
1. Sumber air panas Sumber air panas terdapat di sebelah kanan jalan dari Kecamatan Lubuk Sikaping. Obyek ini dikelilingi oleh kawasan hutan lindung dan cagar alam. Sumber air panas sering dijadikan sebagai tempat merebus makanan oleh pengunjung, dengan luasan sekitar 2.8 ha. Kondisi umum dari obyek sumber air panas ini dapat dilihat pada Gambar 2. Belum terdapat bentuk pengelolaan intensif terhadap obyek sumber air panas ini. Lokasi ini merupakan salah satu pusat aktivitas pengunjung. Tingginya aktivitas pengunjung menyebabkan banyaknya sampah sisa cangkang telur yang direbus pengunjung dan bungkusan mie instan. Sisa sampah pengunjung banyak bertebaran di sekitar objek mata air panas padahal di dekat sumber mata air panas sudah disediakan tempat sampah. Sumber air panas yang ada di rimbo panti ini akibat dari raising magma dengan deforestasi primer, sekunder, dan tertier dengan patahan semangko yang ada di Panti (Sahana, 2007). Patahan semangko terbentuk dari pertemuan plate tektonik India Australia dan plate Eurasia sehingga berlaku hukum dextral convergen. Akibat adanya subduksi deformasi dextral comvergen itu membentuk sesar semangko yang membelah pulau Sumatera.
Gambar 2 Sumber air panas Rimbo Panti
38
2. Kolam pemandian air panas Kolam pemandian air panas TWA Rimbo Panti berjarak ± 50 m dari jalan raya utama. Tempat pemandian air panas TWA Rimbo Panti berupa kolam pemandian yang terpisah untuk laki- laki dan perempuan. Masing- masing bak kirakira beukuran 3.5 x 3 meter. Pembangunan kolam pemandian air panas ini bekerja sama dengan Pemerintahan Daerah Kabupaten Pasaman. Gambar 3 menunjukkan kondisi umum tempat pemandian air panas di TWA Rimbo Panti.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Kolam Pemandian Air Panas, (a) Papan Nama; (b) Gerbang Masuk Kawasan; (c) Lorong Menuju Kolam Pemandian; (d) Bak Pemandian Bentuk-bentuk pengelolaan obyek tempat pemandian air panas saat ini adalah : 1. Pembangunan bak penampungan permanen.Air kolam pemandian ini berasal dari 2 sumber, yaitu sumber air panas perut bumi TWA Rimbo Panti (± 50 m dari kolam pemandian) dan air dingin yang berasal dari pegunungan (± 1 km dari kolam pemandian). 2. Pergantian secara rutin air kolam pemandian (satu kali setiap harinya)
39
3. Penyediaan ruang ganti pengunjung (4 kamar untuk pengunjung laki- laki, 4 kamar untuk pengunjung perempuan) 4. Pembatasan waktu kunjungan Sahana (2007) menyebutkan bahwa air di kolam pemandian air panas ini mempunyai sifat fisika dan kimia antara lain suhu 72 °C, pH 8, O2 terlarut 1.0 ppm, CO2 bebas 0.88 ppm, airnya keruh dan tidak terdapat batu-batuan. Waktu kunjungan maksimal adalah jam 19.00 WIB dengan tujuan petugas kebersihan mempunyai waktu untuk membersihkan obyek. Kolam pemandian saat ini sudah dilengkapi dengan WC, tempat bilasan terakhir, dan ruangan ganti pakaian. Kegiatan penggantian air kolam dilakukan sekali sehari pada tiap malam. Ruang ganti pakaian berjumlah masing- masing 4 kamar pada pria dan wanita namun saat ruang ganti yang berfungsi baik dan bisa digunakan masing- masing untuk pria dan wanita hanya berjumlah 1 kamar saja, 3 kamar lainnya rusak. Ruangan untuk tempat bilasa terakhir kondisi bangunannya baik tetapi kurang terawat.
3. Gedung herbarium Gedung herbarium terletak di sebelah kanan jalan dari Kecamatan Lubuk Sikaping. Kondisi fisik bangunan ini masih bagus tetapi tidak terawat dan belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini ditandai dengan kondisi dari gedung herbarium yang pintunya selalu ditutup dan herbarium yang ada di dalamnya banyak yang sudah rusak sehingga tidak bias lagi memberikan informasi yang diharapkan oleh pengunjung seperti yang terlihat pada Gambar 4. Di dalam gedung herbarium terdapat berbagai contoh koleksi herbarium (awetan) tumbuh-tumbuhan yang berasal dari dalam kawasan lindung Rimbo Panti (Cagar Alam dan TWA). Bentuk pengelolaan obyek ini belum intensif, karena saat ini hanya diterapkan aturan pengunjung, seperti pengunjung diwajibkan mengisi buku tamu dan belum ada ketentuan biaya masuk. Para pengunjung dipersilahkan membayar sesuai keinginan. Gedung herbarium dapat dijadikan obyek wisata pendidikan (education tourism) bagi pelajar dan mahasiswa.Tepat di samping gedung herbarium terdapat taman bermain anak. Taman ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas bermain bagi anak-anak, seperti seluncuran, ayunan, dan jalan lorong.
40
Gambar 4 Gedung Herbarium. 3.4.2. Pengelolaan Sarana Prasarana Wisata Untuk pengembangan pariwisata fokus pengembangan tidak hanya pada titik objek wisata itu sendiri tetapi juga diperlukan sarana dan prasarana atau fasilitas yang ikut menunjang keberadaan objek wisata tersebut. Fasilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang nantinya mendukung kegiatan wisata yang berlangsung di tempat wisata yang bersangkutan. Fasilitas- fasilitas pendukung wisata tersebut adalah hotel(penginapan), restoran(rumah makan), fasilitas ibadah, dan MCK. Sarana dan prasarana merupakan penunjang yang sangat penting di tempat wisata untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan. Tersedianya fasilitas yang memadai dapat dipromosikan kepada wisatawan dan dapat dijual sehingga bisa memberikan penambahan kontribusi pada pendapatan daerah. Sarana prasarana wisata yang terdapat di TWA Rimbo Panti relatif lengkap (Tabel 5; Gambar 5), akan tetapi sebagian besarnya belum tertata dengan baik.
Tabel 5 Sarana prasarana wisata di TWA Rimbo Panti No
2 unit
2.
Jenis Sarana Prasarana Wisata Kolam pemandian air panas Gedung herbarium
3. 4. 5.
Tempat bermain anak Pintu gerbang masuk Jalan trail wisata
1 unit 2 unit 1 unit,
1.
Keterangan
1 unit
Kondisi Sarana Prasarana Ukuran 5x 3 m dengan kondisi kurang terawat Tidak terawat, koleksi kurang dan tidak ada petugas pelayanan Kurang terawat Kondisinya bagus sepanjang 5 km jalan dengan pasir
41
No
Jenis Sarana Prasarana Wisata
Keterangan 8 km
6.
Tempat penjualan tiket
3 unit
7.
Pusat informasi
1 unit
8. 9.
Areal parkir Sarana MCK
2 unit 1 unit
10. Sarana ibadah (mushola)
1 unit
11. Kios dagang
4 unit
12. Shelter 5 unit 13. Jalan masuk ke kolam 1 unit pemandian air panas
14. Rumah pengelola 1 unit 15. Gazebo (tempat istirahat 2 unit pengunjung) 16. Areal perkemahan 1 unit 17. Tempat sampah 3 unit
Kondisi Sarana Prasarana dan batu, dan 3 km jalan yang menyerupai tunggul kayu Hanya 1 unit yang berfungsi Berupa gedung permanen kosong, tanpa fasilitas penunjang informasi (baru selesai dibangun tahun 2000) Luasanya cukup luas. Hanya 1 unit yang berfungsi, 1 unit lagi kondisinya rusak Kondisi fisik bangunan sederhana. Hanya dibuka pada waktu dan jam tertentu, jarang digunakan pengunjung. Kondisi fisik bangunan baik dan telah berfungsi dengan baik Kondisi bagus. Berupa jalan kerikil yang dihiasi taman dikiri dan kanan jalan. Kondisi jalan relative baik. Tidak ditempati. Kondisinya baik. Ada. Jumlahnya cukup banyak.
belum
42
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 5 Beberapa sarana prasarana wisata di TWA Rimbo Panti : (a) Ja lan trail wisata; (b) Sarana MCK; (c) Gedung Herbarium ; (d) Lahan parkir ; (e) Fasilitas taman bermain; dan (f) Gerbang masuk TWA. Kawasan TWA Rimbo Panti sudah memiliki tempat parkir yang berada di pinggir Jalan Lintas Sumatera Bukittinggi-Medan. Pada hari- hari biasa kendaraan wisatawan bisa menggunakan areal parker yang sudah tersedia ini, khusus untuk
43
ke tempat pemandian air panas kendaraan pengunjung bisa dibawa masuk ke dalam komplek kolam pemandian. Pada hari- hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru jumlah kendaraan yang akan parkir sudah tidak seimbang dengan luas kawasan parkir yang tersedia sehingga pengunjung terpaksa memarkir kendaraannya di pinggir jalan yang menyebabkan kemacetan yang luar biasa. Menurut perencanaan yang ada di dalam RPTWA, ke depannya akan dibuat dan disediakan lahan parkir pada setiap lokasi kegiatan seperti di lokasi penginapan, pemandian air panas, dan di depan kios berdagang. Di TWA Rimbo Panti saat ini sudah tampak terlihat tersedianya beberapa tempat sampah tetapi masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh pengunjung sehingga masih banyak sampah yang berada bukan pada tempatnya. Hal seperti ini perlu penekanan khusus kepada pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya karena berkaitan erat dengan stabilitas lingkungan.
5.4.3. Pengelolaan SDM Pengelola Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki 6 orang personel pengelola yang terdiri dari 2 orang petugas BKSDA Sumatera Barat dan 4 orang petugas Dinas Perhubungan dan Pariwisata (Dishubpar) Kabupaten Pasaman. Pengelolaan TWA Rimbo Panti dilaksanakan oleh semua tenaga kerja karena meskipun memiliki jabatan serta tanggung jawab dan wewenang masing- masing, jumlah anggota yang sedikit sedangkan kegiatan pengelolaan yang harus dilakukan sebenarnya cukup banyak mengakibatkan loyalitas karyawan terhadap pekerjaan menjadi agak berkurang. Namun bisa dikatakan hal tersebut menggambarkan belum terstrukturnya pembagian kerja di tubuh pengelola TWA baik itu dari pihak BKSDA maupun PEMDA Kabupaten Pasaman. Salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan wisata yang baik yang berada di lingkungan pemerintahan atau yang bergerak langsung sebagai stakeholders salah satunya adalah SDM (Sumber Daya Manusia). SDM di TWA Rimbo Panti ini masih tergolong rendah khususnya SDM yang mendukung kegiatan pariwisata. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia staffnya, BKSDA Sumatera Barat mengirim staff yang ada di TWA Rimbo Panti untuk mengikuti
44
seminar dan atau pelatihan yang erat kaitannya dengan kegiatan pariwisata dengan tujuan lebih meningkatkan ilmu dan pengetahuan pengelola dalam semua kegiatan pengelolaan yang ada di TWA Rimbo Panti. Untuk memenuhi kebutuhan sebuah organisasi BKSDA yang lebih handal tentunya harus diikuti dengan penataan SDM yang juga memadai. Penataan SDM tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara dan usaha berupa realokasi personil, baik dari pusat dan atau antar wilayah, penambahan personil baru, dan peningkatan pendidikan serta keterampilannya yang kaitannya dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan. Kegiatan-kegiatan seperti ini sudah dilakukan baik pihak BKSDA Sumatera Barat maupun Pemda Pasaman. TWA Rimbo Panti selain dikunjungi oleh wisatawan dalam negri juga sering disinggahi oleh wisatawan mancanegara. Untuk melayani tamu dari negara asing tersebut tentunya membutuhkan sumberdaya manusia yang bisa dan lancar berbahasa Inggris supaya wisatawan asing tidak kebingungan mencari dan mengetahui informasi tentang TWA Rimbo Panti. Untuk itu diperlukan pembinaan dan peningkatan SDM pengelola dengan cara mengikutsertakan les atau kursus bahasa Inggris. 5.4.4. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Perlindungan dan pengamanan kawasan dalam konteks konservasi sumberdaya alam merupakan dua jenis kegiatan yang satu sama lain saling berkaitan, namun terdapat nuansa perbedaan dalam implementasinya. Kegiatan perlindungan dipersepsikan sebagai upaya menjaga keutuhan kawasan dan potensinya, misalnya dari bahaya kebakaran, hama, dan penyakit, penggembalaan liar, berkembangnya spesies eksotik, dan polusi genetik (genetic pollution). Pengamanan kawasan diartikan sebagai upaya menjaga keutuhan kawasan dari gangguan manusia, misalnya pada pencurian kayu, perburuan liar, perladangan berpindah, pemukiman, dan kerusakan sebagai dampak adanya kegiatan wisata alam. Upaya pengamanan kawasan yang dilakukan TWA Rimbo Panti
berbentuk tindakan preventif yaitu melalui penjagaan (sistem piket),
pemantauan, dan patroli (patroli rutin, patroli mendadak, patroli gabungan), penyuluhan dan pembuatan papan peringatan. Namun upaya perlindungan dan
45
pengamanan
yang dilakukan sekarang dianggap
kurang efektif karena
keterbatasan sumberdaya manusia yang ada di TWA Rimbo Panti. 5.4.4.1. Bentuk gangguan keamanan kawasan Kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti termasuk ke dalam salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Pasaman. Lokasi ini biasanya menjadi tempat wisata keluarga ataupun wisata pendidikan. Pada saat hari libur nasional dan Hari Raya Idul Fitri di tiap tahunnya biasanya TWA Rimbo Panti dikunjungi rib uan pangunjung.
Banyaknya
jumlah pengunjung
yang
masuk
ke kawasan
dikhawatirkan sudah tidak sesuai dengan daya dukung kawasan sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan tumbuhan yang ada di dalam TWA. Beberapa bentuk gangguan keamanan yang terjadi terhadap kawasan rimbo panti antara lain adalah : 1. Pengambilan kayu bakar Pengambilan kayu bakar merupakan gangguan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan, pengambilan kayu dulunya terjadi hampi tiap hari tetapi saat ini intensitasnya sudah berkurang. Kayu yang diambil nantinya digunakan sebagai kayu bakar rumah tangga. Modus operasi dalam kegiatan pengambilan kayu bakar ini adalah dengan menggergaji sebagian batang pohon yang masih hidup, tetapi tidak sampai tumbang. Setelah ditunggu beberapa hari pohon tersebut akan layu, mati, dan tumbang. Sahana (2007) menyebutkan bahwa kayu yang diambil dari dalam kawasan tidak hanya kayu mati tetapi juga pohon yang masih hidup. Terdapat tiga kategori dalam pengambilan kayu ini, yaitu pertama kayu tersebut digunakan untuk keperluan rumah tangga, kedua untuk dijual dengan menjajakan dari rumah ke rumah, dan yang ketiga dijual kepada pelanggan tetap seperti rumah makan. 2. Penebangan liar Penebangan liar terjadi di sebagian kawasan TWA Rimbo Panti. Penebangan hutan merupakan gangguan yang harus diwaspadai karena akan mengancam kelestarian hutan TWA Rimbo Panti. Umumnya penebangan liar terjadi karena adanya penadah atau pasar yang menampung kayu haram tersebut.
46
Pelaku penebangan liar pernah ditangkap POLHUT dan pernah dipenjarakan tetapi proses hukumnya tidak selesai sehingga diproses cuma sampai tingkat kepolisian sektor. Bisa dikatakan law enforcement di rimbo panti masih lemah.
Gambar 6 Sisa Kayu Penebangan Liar. Kegiatan-kegiatan pelanggaran yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan menurut PP No. 68 Tahun 1998 adalah berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan keluar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan, melakukan ke giatan usaha yang dapat menimbulkan pencemaran kawasan, dan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang. Pelanggaran yang dijumpai terjadi di kawasan berupa penebangan liar dan perburuan namun kedua kegiatan ini intensitasnya kecil. Pengubahan bentang alam yang paling mencolok tidak ditemukan. Pelanggaran yang ditemukan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan dengan motivasi pemenuhan kebutuhan hidup. Pelaku pelanggaran lain adalah pengunjung, bentuk pelanggaran biasanya adalah vandalisme atau membuang sampah tidak pada tempatnya. Alasan terjadinya pelanggaran oleh pengunjung biasanya adalah rendahnya kesadaran untuk turut menjaga kawasan dan ketidaktahuan akan peraturan dalam kawasan. 3. Pembuangan sampah sembarangan Kegiatan membuang sampah sembarangan ke dalam kawasan TWA terjadi di Rimbo Panti. Kegiatan ini biasanya berlangsung pada hari Kamis yaitu hari
47
pasar bagi masyarakat Kecamatan Panti. Adanya beberapa orang yang tidak bertanggung jawab yang menjadikan kawasan TWA sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah hasil dari sampah pasar tersebut. Pencegahan dari permasalahan ini telah dilakukan oleh p ihak BKSDA, Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman, dan dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pasaman yaitu dengan memasang papan larangan di sekitar lokasi pembuangan sampah. Namun papan larangan ini seperti tidak dihiraukan sehingga kegiatan pembuangan sampah ke dalam kawasan masih berlangsung sampai saat ini. Timbunan sampah pasar bisa dilihat pada Gambar 7. Selain pembuangan sampah pasar pencemaran yang terjadi di TWA Rimbo Panti juga berasal dari kegiatan wisata. Pengunjung yang kurang mengerti akan pentingnya turut menjaga kebersihan
menjadi penyumbang pencemaran
lingkungan yaitu membuang sampah sembarangan.
Gambar 7 Sampah yang dibuang warga dan papan larangan. Bentuk pelanggaran yang ditemukan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan dengan motivasi pemenuhan kebutuhan hidup.
Pelaku
pelanggaran lain adalah pengunjung, bentuk pelanggaran biasanya adalah vandalisme atau masuk ke dalam kawasan CA Rimbo Panti yang seharusnya tidak boleh ada kegiatan wisata di dalam kawasan CA. Alasan terjadinya pelanggaran oleh pengunjung biasanya adalah rendahnya kesadaran untuk turut menjaga kawasan dan ketidaktahuan akan peraturan dalam kawasan konservasi terutama tentang perbedaan CA dan TWA. Yang mereka tahu adalah kawasan rimbo panti adalah salah satu daerah wisata favorit yang ada di Kab. Pasaman.
48
5.4.4.2. Upaya pencegahan terjadinya gangguan keamanan kawasan Untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap keamanan kawasan maka pengelola TWA Rimbo Panti melakukan kegiatan patrol pengamanan kawasan. Patroli adalah salah satu fungsi mendasar dan terpenting dari satuan pengelolaan suatu kawasan yang dilindungi (MacKinnon et.al, 1990). Patroli dapat dilakukan dengan berjalan kaki, mengendarai motor, mobil, ataupun dengan alat transportasi lainnya. Patroli dapat dilakukan seorang diri dan juga bisa dalam bentuk sebuah team patroli (Mac.Kinnon et.al, 1990). Jumlah orang dalam setiap patroli, frekuensi patroli, dan intensitas patroli bagi suatu kawasan, semuanya bervariasi menurut situasi dan kondisi setempat. Selain upaya diatas TWA Rimbo Panti juga melakukan pendekatan sosial dengan masyarakat sekitar kawasan melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan ke organisasi pemuda ataupun melalui wali nagari yang ada di sekitar kawasan TWA Rimbo Panti. Patroli yang dilaksanakan di TWA Rimbo Panti terdiri dari patrol rutin yang dilaksanakan sekali dalam sebulan dan patroli gabungan dilaksanakan 2-3 kali dalam setahun. Patroli rutin diikuti oleh petugas dari Kantor seksi BKSDA dan petugas dari DISHUBPAR. Kegiatan yang dilakukan pada saat patroli antara lain adalah monitoring keamanan kawasan TWA disertai pencatatan satwa yang dijumpai pada jalur patrol. Patroli gabungan diikuti oleh petugas dari kantor BKSDA Sumatera Barat, petugas seksi BKSDA wilayah I, dan petugas dari DISHUBPAR Kab. Pasaman. Selain patroli rutin dan patroli gabungan juga ada kegiatan patroli mendadak jika ada kegiatan-kegiatan yang mengganggu keamanan kawasan TWA. Selain patroli, untuk kegiatan pengamanan kawasan, BKSDA Sumatera Barat dalam hal ini Seksi Konservasi Wilayah Pasaman menjalin kerjasama dengan 4 orang tokoh masyarakat (PAM SWAKARSA) yang cukup berpengaruh untuk dijadikan mitra dalam pengamanan kawasan. Tokoh-tokoh ini yang nantinya berfungsi sebagai jembatan penghubung informasi antara pihak pengelola dengan masyarakat. Seandainya ada kegiatan warga yang sudah bertentangan dengan apa yang seharusnya maka PAM SWAKARSA yang menjadi pihak pertama yang melakukan teguran.
49
5.4.5. Penataan Kawasan 5.4.5.a. Tata Batas Kawasan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan belum terlihat adanya batas yang jelas antara kawasan CA dengan TWA. Batas yang ada baru antara CA dengan kawasan di luar CA. Contoh pal batas yang ada di CA Rimbo Panti bisa dilihat di Gambar 8. Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan rekontruksi batas kawasan CA Rimbo Panti khususnya yang berbatasan dengan lahan penduduk di Kecamatan Panti secermat dan seteliti mungkin dilakukan dengan cara pendekatan yang partisipatif. Oleh karena itu, apabila tanda batas fisik (pal batas) telah terpancang, pal batas tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan diakui, baik oleh masyarakat maupun lembaga- lembaga pemerintah setempat. Pemeliharaan batas termasuk rekonstruksi batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas yang didasarkan pada intensitas kerawanan gangguan kawasan. Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, terdapat beberapa pal batas yang sudah tertutup oleh tumbuhan atau daun-daunan. Hal ini dikhawatirkan bisa menjadi alasan penyerobotan lahan oleh masyarakat sekitar de ngan alasan tidak terlihatnya pal batas kawasan, sehingga perlu adanya sosialisasi ulang kepada masyarakat melalui wali nagari atau pemuka adat tentang batas kawasan yang sebenarnya. .
Gambar 8 Pal batas kawasan.
50
5.4.5.b. Penataan Zonasi dan Blok Kawasan Kawasan TWA Rimbo Panti merupakan TWA terluas yang terdapat di Sumatera Barat. Kawasannya yang luas tersebut berpeluang untuk dikembangkan menjadi lebih baik dibandingkan dengan kawasan konservasi lainnya yang ada di Sumatera Barat, karena mampu dikembangkannya berbagai variasi aktivitas wisata. Untuk memaksimalkan fungsinya sebagai TWA, maka dilakukan penentuan zonasi dan blok kawasan. Pemerintah Daerah Kab. Pasaman melakukan zonasi kawasan TWA sesuai masterplansedangkan BKSDA Sumatera Barat melakukan penataan kawasan dengan melakukan penataan blok. Dokumen Penataan Blok TWA Rimbo Panti memberikan informasi bahwa kawasan TWA Rimbo Panti ditata ke dalam 2 blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan akan diarahkan pada bagian-bagian kawasan yang kondisinya masih relatif utuh dan asli. Sedangkan blok pemanfaatan diarahkan pada bagian kawasan yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan
potensi
kawasan, seperti penelitian, pendidikan, pengambilan plasma nutfah, dan kegiatan wisata alam. Akurasi delinasi batas blok-blok dilakukan melalui kegiatan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan keutuhan dan potensi kawasan, baik potensi fisik (lansekap), flora, maupun faunanya. Hal ini bertujuan agar pembagian blokblok ini dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan pengelola kawasan dan masyarakat (RP TWA Rimbo Panti). Didalam pedoman zonasi kawasan TWA yang ada di masterplan PEMDA ternyata ada bagian kawasan TWA yang sebenarnya merupakan kawasan CA. Kejadian tumpang tindih kawasan ini berpengaruh terhadap pengelolaan kawasan karena antara CA dan TWA mempunyai perbedaaan fungsi dalam hal pengelolaan kawasan konservasi. Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk menduk ung disetujuinya master plan rencana pengelolaan Rimbo Panti PEMDA Kab. Pasaman dan BKSDA Sumatera Barat pada tahun 2008 melakukan kegiatan Penataan Blok TWA Rimbo Panti. Penataan blok kawasan menjadi beberapa blok pengelolaan merupakan kegiatan pengalokasian daerah kawasan hutan sesuai dengan kondisi dan nilai
51
pentingnya sehingga aktifitas pengusahaan wisata yang nantinya akan dilakukan tidak terlalu berdampak negatif terhadap kelestarian dan keutuhan kawasan TWA Rimbo Panti. Dengan adanya kegiatan blok diharapkan kemungkinan kerusakan terhadap kawasan dapat diisolir di daerah-daerah tertentu dan dengan harapan bisa dilakukan penanganan secepat mungkin. Penataan blok yang dilakukan diharapkan dapat berperan dalam mendukung dan menjamin kelestarian kawasan dan keanekaragaman hayati yang ada di TWA Rimbo Panti sehingga potensi TWA Rimbo Panti sebagai tempat rekreasi dan daerah pariwisata alami tidak rusak dan hilang di masa mendatang. 5.4.7.
Pengelolaan Pengunjung Bentuk pelayanan pengunjung yang umum dilaksanaka n di TWA Rimbo
Panti adalah wisata tanpa pemandu. Pelayanan wisata tanpa pemandu ini didukung oleh sudah tersedianya trail wisata. Model tanpa pemandu ini digunakan karena lebih efektif dan untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja. Pengunjung yang memerlukan pemandu dapat mendatangi pusat informasi dan akan mendapatkan pelayanan khusus. Kebersihan kawasan merupakan salah satu hal penting yang dilupakan pengunjung. Walaupun pengelola sudah menyediakan adanya tempat sampah tetapi masih banyak terlihat sampah hasil kegiatan wisata. Pada akhir pekan dan libur lebaran dimana biasanya terjadi lonjakan pengunjung, di TWA Rimbo Panti biasanya ada petugas dari POLRES Panti dan atau dari SATPOL PP Pasaman yang ditugaskan berjaga-jaga untuk memberi keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung. Saat ini PEMDA Kabupaten Pasaman sudah
menyusun Masterplan
pengelolaan dengan tenaga ahli dari lembaga pendidikan tinggi dan akan dilaksanakan oleh pengelola kawasan (BKSDA dan PEMDA). Penyusunan masterplan
pengelolaan
ini
dimaksudkan
untuk
memberikan
pedoman
pembangunan dan pengembangan wisata di TWA Rimbo Panti sesuai dengan kaidah konservasi. Masterplan ini bertujuan untuk memberikan acuan pengaturan tata ruang pemanfaatan komplek ekowisata rimbo panti, acuan desain pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana ekowisata rimbo panti,
52
dan acuan pengembangan program ekowisata rimbo panti. Masterplan ini akan memberikan peluang perbaikan sistem pengelolaan wisata rimbo panti baik menyangkut sarana prasarana, pelayanan wisata, pro gram dan paket wisata serta pengaturan lain yang akan lebih mengedepankan kelestarian dan keseimbangan ekosistem kawasan.
5.4.7.a Karakteristik Pengunjung Pengunjung merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pengelolaan wisata. Suatu pengelolaan wisata yang baik tentunya akan mampu memberikan pelayanan yang memuaskan pengunjung. Karena alasan inilah penting untuk mengetahui karakteristik pengunjung guna menentukan sistem pemasaran, mengetahui strategi pengelolaan yang harus dilaksanakan dan mengantisipasi dampak kegiatan wisata yang paling mungkin mengancam. Karakeristik pengunjung di TWA Rimbo Panti berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Tabulasi karakteristik pengunjung TWA Rimbo Panti Karakteristik Pengunjung
Jumlah
Prosentase
(responden)
(%)
a. 1-20
11
37
b. 21-40
15
50
c. >41
4
13
a. Laki-laki
13
43
b. Perempuan
17
57
a. SD
2
7
b. SMP
5
17
c. SMA
15
50
d. PT
8
26
a. Pelajar
2
7
b. Mahasiswa
9
30
1. Umur (tahun)
2. Jenis Kelamin
4. Pendidikan Terakhir
5. Profesi / Pekerjaan
53
Karakteristik Pengunjung
Jumlah
Prosentase
(responden)
(%)
c. PNS / Swasta
16
53
d. Lainnya
3
10
Sumber : Hasil kuisioner
Karakteristik pengunjung TWA Rimbo Panti dibagi dalam lima kategori. Karakteristik berdasarkan umur, menunjukkan bahwa kate gori umur 19-50 tahun sebagai persentase pengunjung yang paling banyak di TWA Rimbo Panti. Perbandingan persentase pengunjung pada tiap kelas umur dapat dilihat pada Gambar 9. Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka pengunjung dengan jenis kelamin perempuan mempunyai persentase lebih tinggi disbanding pengunjung laki- laki, seperti yang terlihat pada Gambar 10.
60%
50 %
Jumlah
50% 35%
40% 30%
20% 10%
13% 2%
0%
1-12 tahun
13-18 tahun
19-50 tahun 50
>50 tahun
Kategori Umur
Gambar 9 Diagram Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Umur
54
60
Jumlah
50
57 % 43 %
40 30 20 10 0 Laki-laki
Perempuan
Jenis Kelamin
Gambar 10 Diagram Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan tingkat pendidikan yang terbagi pada empat tingkatan, yaitu SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi, terlihat bahwa tingkat pendidikan SMA merupakan persentase pengunjung terbesar di TWA Rimbo Panti. Perbandingan keempat tingkatan pendidikan tersebut disajikan pada Gambar 11. Hal yang berbeda ditunjukkan pada karakteristik pengunjung berdasarkan profesi. Gambar 12 menunjukkan perbandingan persentase pengunjung dengan 5 jenis profesi, dengan persentase paling tinggi pada profesi PNS. Jika dilihat lebih lanjut, persentase ini tidak jauh berbeda dengan persentase pada profesi mahasiswa.
Gambar 11 Diagram Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Tingkat Pendidikan
55
Gambar 12 Diagram Karakteristik Penunjung Berdasarkan Profesi 5.4.7.b. Tujuan dan Pola Kunjungan Tujuan dan pola kunjungan di TWA Rimbo Panti berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Tabulasi tujuan dan pola kunjungan No
Tujuan dan Pola Kunjungan
Jumlah (responden)
Prosentase (%)
5 20 2 3 0
17 67 6 10 0
3 25 0 0 2
10 84 0 0 6
18 3 2 7 0
61 10 6 23 0
1. Tujuan utama kunjungan a. Sekedar singgah untuk beristirahat b. Berjalan-jalan menikmati pemandangan c. Kegiatan penelitian d. Kunjungan sekolah / perguruan tinggi e. Lainnya 2. Kegiatan yang dilakukan di TWA Rimbo Panti a. b. c. d. e.
Wisata keluarga Menikmati pemandangan alam Melihat dan mengamati satwa Melihat dan mengamati tumbuhan Lainnya
3. Daya tarik utama TWA Rimbo Panti a. Sumber air panas b. Satwa c. Hutan dan tumbuhan d. Pemandangan alam SA. Merapi e. Lainnya
56
No
Tujuan dan Pola Kunjungan
Jumlah (responden)
Prosentase (%)
5 14 8 3
17 47 26 10
16 4 10
54 13 33
4. Rekan kunjungan a. Sendiri b. Teman c. Keluarga d. Lainnya 5. Lama kunjungan a. 1 hari b. 2 hari c. Kurang dari 1 hari Sumber : Hasil kuisioner
Perbandingan persentase tujuan utama kunjungan di TWA Rimbo Panti dapat dilijat pada Gambar 13. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa persentase paling tinggi ditunjukkan pada tujuan kunjungan untuk berjalan-jalan menikmati keindahan alam. Jika dilihat berdasarkan kegiatan yang disukai di TWA Rimbo Panti, persentase paling tinggi ditunjukkan pada kegiatan menikmati pemandangan, seperti yang terlihat pada Gambar 14.
Gambar 13 Diagram tujuan kunjungan
57
Gambar 14 Diagram Kegiatan yang disukai di TWA Rimbo Panti
Berdasarkan hasil pengolahan data kusioner dapat diketahui bahwa objek yang menjadi daya tarik utama bagi pengunjung adalah sumber mata air panas, seperti yang terlihat pada Gambar 15. Kebanyakan pengunjung ke TWA Rimbo Panti yaitu pergi bersama teman dan biasanya kunjungan dilakukan kurang dari 1 hari (tidak bermalam), seperti yang tergambar pada Gambar 16 dan Gambar 17. Selain menikmati pemandangan alam, pengunjung TWA Rimbo Panti juga menilai bahwa di Rimbo Panti banyak jenis tumbuhan yang dianggap menarik karena ciri fisik tumbuhan yang batangnya besar, berdaun lebat, serta mempunyai kayu yang kuat, yang ditunjukkan pada Gambar 18.
Gambar 15 Diagram Daya Tarik Utama TWA Rimbo Panti
58
Gambar 16 Diagram Rekan Kunjungan di TWA Rimbo Panti
0%
Bermalam Tidak bermalam 100%
Gambar 17 Diagram Lama Kunjungan di TWA Rimbo Panti
Gambar 18 Diagram alasan utama kenapa jenis tumbuhan dianggap objek menarik di TWA Rimbo Panti
59
5.4.7.c. Penilaian Pengunjung Pengunjung TWA Rimbo Panti sebanyak 43 % meminta adanya perbaikan jalan di TWA Rimbo Panti, baik jalan menuju kawasan maupun ja lan yang melewati kawasan Rimbo Panti. Pengunjung menilai fasilitas di TWA Rimbo Panti secara umur cukup memuaskan dan mengharapkan adanya fasilitas yang lengkap di TWA Rimbo Panti diiringi dengan adanya bentuk pelayanan yang intensif. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Tabulasi penilaian pengunjung No
Penilaian Pengunjung
1. Sarana dan Prasarana yang perlu ditambah di TWA Rimbo Panti a. Perbaikan Jalan b. Pengadaan sarana ibadah c. Pengadaan sarana transportasi d. Pengadaan souvenir shop e. Pengadaan penginapan f. Lainnya ( tempat sampah ) 2. Penilaian fasilitas a. Sangat memuaskan b. Cukup memuaskan c. Kurang memuaskan 3. Bentuk fasilitas yang diinginkan a. Fasilitas lengkap pelayanan intensif b. Fasilitas sederhana pelayanan intensif c.Tanpa fasilitas, dibiarkan begitu saja.
Jumlah
Prosentase
(responden)
(%)
13 5 0 6 3 3
43 17 0 20 10 10
0 16 14
0 53 47
19 8 3
64 26 10
Sumber : Hasil kuisioner
5.4.7.d Harapan dan Saran Pengunjung Harapan pengunjung yang paling utama adalah dilaksanakannya kegiatan pembersiahan sampah pengunjung secara rutin terutama di objek-objek menarik, seperti sumber air panas dan di sepanjang jalan di dalam kawasan. Beberapa harapan pengunjung lainnya terkait pengelolaan TW A Rimbo Panti adalah sebagai berikut :
60
1) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana yang sudah ada, terutama yang menunjang kegiatan pendidikan seperti rumah herbarium. 2) Peningkatan jumlah sarana kebersihan seperti penambahan jumlah tempat
pembuangan sampah di titik-titik yang ramai dikunjungi pengunjung.
5.5 Analisis Pengelolaan Kawasan Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti diharapkan akan lebih terarah dan terdokumentasi dengan baik sehingga kawasan ini dapat berfungsi sesuai tujuan penetapannya. Untuk mencapai tujuan tersebut disusunlah perencanaan yang tertuang dalam sebuah Buku Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti yang disusun oleh BKSDA Sumatera Barat. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan di lapangan sesuai atau tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dapat dilihat di Tabel 9 sebagai berikut : Tabel 9 Perbandingan rencana pengelolaan dengan fakta di lapangan. No
Ko mponen Pengelolaan
A A.1
Penataan Kawasan Tata Batas Kawasan
A.1
Penataan Blok
B
Pembangunan Sarana dan Prasarana
B.1
Fasilitas Pengelolaan
Rencana Pengelolaan
Fakta di lapangan
Pemeliharaan batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas berdasarkan intensitas gangguankerawanan kawasan.
Masih ada pal batas yang kurang terawat, tumbang, dan ada yang sudah tertutupi semak belu kar.
Dalam periode 25 tahun ke depan, kawasan ini akan ditata ke dalam 2 blo k pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan
Sudah dilakukan tahun 2008
Perbaikan kantor resort dan penambahan fasiltas pendukung seperti air bersih, listrik, dan peralatan kantor sehingga dari keadaan semi permanen men jadi permanen.
Fasilitas pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti yang telah ada saat ini hanya kantor resort dengan kondisinya sudah mulai rusak, dan belum dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung seperti air bersih, listrik, peralatan kantor dan sebagainya Fasilitas yang ada sekarang masih sangat terbatas dan fasilitas
pada
61
No
Ko mponen Pengelolaan
Rencana Pengelolaan
Fakta di lapangan
B.2
Fasilitas Rekreasi
Dalam kurun waktu 5 tahun kedepan akan dibangun fasilitasfasilitas lain dan perbaikan fasilitas yang ada, sehingga pengelolaan wisata dalam rangka pemanfaatan fungsi kawasan taman wisata alam akan lebih optimal seperti: Pemeliharaan jalan Pembangunan shelter Merenovasi kamar mandi air panas Pembangunan pesangrahan Pembukaan camping ground
yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal dan t idak tertata dengan baik sehingga mempunyai kesan berantakan dan semerawut
B.3
Fasilitas Pelayanan
Dalam 25 tahun kedepan direncanakan untuk perbaikanperbaikan, dan melengkapi fasilitas pelayanan dan pembangunan fasilitas-fasilitas lain, seperti pembangunan wisma pengunjung lengkap dengan fasilitas pendukung seperti tempat tidur, listrik dan air bersih.
Fasilitas yang ada masih terbatas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Fasilitas yang sudah ada antara lain : Pusat Informasi Herbariu m Mushalla WC u mu m Kios dagang Lokasi parker Pos jaga.
C C.1
Pembinaan Kawasan Inventarisasi Monitoring
Kalau dilakukan secara periodik akan d iperoleh data series yang dapat dikaji dan dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana dampak keberadaan sarana dan prasarana tersebut terhadap kelestarian unsur ekosistem kawasan tetapi kegiatan ini belu m semuanya dilaku kan.
C.2
Pembinaan Hab itat
Dituju kan kepada setiap potensi kawasan taman wisata alam secara keseluruhan, baik potensi biotik maupun abiotik untuk memperoleh data lengkap dan akurat guna menentukan kebijaksanaan lebih lanjut, selain itu kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak kunjungan wisata terhadap keutuhan ekosistem kawasan, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pemanfaatan kawasan taman wisata alam. - Pembinaan habitat primata - Pembinaan habitat kupukupu - Pembinaan dan perlindungan habitat kijang - Pengelolaan invasi langkap Pengamanan kawasan diartikan sebagai upaya menjaga keutuhan kawasan dari gangguan manusia, misalnya pada pencurian kayu,
C.3
Penegakan Huku m Pengamanan
dan
dan
Belu m dilaksanakan Belu m dilaksanakan Belu m dilaksanakan Belu m dilaksanakan Penegakan hukum masih rendah sehingga pelanggar belum takut dengan ancaman
62
No
D
Ko mponen Pengelolaan
Pengelolaan Pengunjung
E Perencanaan Kawasan E.1 Penyusunan Rencana Karya dan Rencana Teknis
E.2
Penyusunan Site Plan dan Desain Fisik
F
Pembinaan Pengusahaan
G
Peran Serta Masyarakat
H
Organisasi dan Tata Kerja
Rencana Pengelolaan perburuan liar, perladangan berpindah, pemukiman, dan kerusakan sebagai dampak adanya kegiatan wisata alam. Kepentingan kunjungan harus dapat dideteksi lebih awal oleh petugas pengelola, dengan demikian pengunjung dapat diarahkan sesuai dengan kepentingan,misalnya pengunjung dengan kepentingan rekreasi biasa diarahkan untuk memasuki daerah-daerah tertentu yang dapat dimasuki oleh umu m.
Fakta di lapangan hukuman pelanggaran.
Belu m dikelola dengan optimal. Belu m adanya pembatasan jumlah pengunjung, pengaturan jadwal kunjungan, dan belum adanya paketpaket wisata yang bisa dipilih dan din ikmati pengunjung.
Rencana Pengelolaan Taman Sudah dibuat dan Wisata Alam adalah rencana pelaksanaannya sedang yang bersifat global jangka dijalankan. panjang dengan jangka waktu 25 tahun. Pada 5 tahun pertama akan Akan segera disusun site plan dan desain fisik dilaksanakan. sarana dan prasarana yang akan dibangun di TWA Rimbo Panti, yang merupakan sebuah bentuk rencana yang dititik beratkan kepada pembangunan sarana dan prasarana. Mengikutsertakan pihak ketiga Bekerjasama dengan dalam hal in i pihak pengusaha, Dinas Perhubungan dan dalam bentuk pengusahaan Pariwisata Kab.Pasaman. pariwisata alam. Diarahkan untuk dapat Persepsi masyarakat menciptakan kesempatan kerja sekitar kawasan TWA dan peluang berusaha, turut Rimbo Panti mengenai memacu pembangunan daerah, kawasan tersebut masih dan mendukung pemberdayaan sangat minim terutama masyarakat setempat yang pengetahuan dari segi diselaraskan dengan kepentingan konservasi. Masyarakat masyarakat. hanya tahu kawasan tersebut adalah kawasan yang dilindungi oleh pemerintah dan mereka tidak boleh Unit KSDA sebagai pengemban memanfaatkannya. tugas pengelolaan Taman Wisata Unit KSDA di tingkat Alam Rimbo Panti beserta seksi bekerja kawasan suaka alam, dan berdampingan dengan kawasan konservasi lain di Pemerintah Daerah Propinsi Su matera Barat karena seiring dengan mempunyai kemampuan yang berlakunya UU No.32 terbatas. Tahun 2004 tentang OTODA.
63
No
Ko mponen Pengelolaan
I
Sumberdaya Manusia
J
Perlengkapan dan Perbeka lan.
K
Pelaporan dan Evaluasi
Rencana Pengelolaan
Fakta di lapangan
Kebutuhan organisasi KSDA yang lebih handal tentunya harus diikuti dengan penataan SDM yang juga me madai. Penataan tersebut dapat berupa realokasi personil, baik dari pusat dan atau antar wilayah, penambahan personil baru, dan peningkatan pendidikan serta keterampilannya yang kaitannya dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat Perlengkapan dan perbekalan adalah unsur penting untuk kelancaran pelaksanaan tugas pengelolaan taman wisata alam, sebagai unsur pendukung perlengkapan dan perbekalan mutlak harus ada. Laporan Bulanan Laporan Tri Wulan Laporan Tahunan Laporan Teknis
SDM yang berju mlah 2 orang di TWA Rimbo Panti kurang ideal dengan luasnya kawasan yang dikelola. Pengelola TWA Rimbo Panti perlu diupgrade untuk pengelolaan yang lebih profesional.
Masih kurangnya jumlah alat perlengkapan dan perbekalan untuk pengelolaan.
Semua pelaporan telah dijalankan tetapi belu m ada feedback dari laporan yang telah dibuat.
TWA Rimbo Panti dikelola oleh BKSDA Sumatera Barat bekerjasama dengan Pemda Kab. Pasaman. Bentuk kerjasama tersebut tertuang dalam sebuah bentuk surat perjanjian kerjasama. Masa berlaku kerjasama tersebut sebenarnya sudah habis di tahun 2009 tetapi sampai saat ini belum ada perpanjangan kontrak kerjasama untuk pengelolaan TWA Rimbo Panti ke depannya. Di TWA Rimbo Panti ditemui ada 2 bentuk rencana pengelolaan TWA Rimbo Panti. BKSDA dengan RPTWA Rimbo Panti dan Pemda Kab. Pasaman dengan master plan pengelolaan TWA Rimbo Panti. Dari penelusuran data yang dilakukan terdapat beberapa perbedaan dari isi RPTWA dengan master plan. Contohnya BKSDA melakukan kegiatan penataan blok menjadi blok perlindungan dan pemanfaatan dan Pemda merancang adanya 6 zona di dalam TWA Rimbo Panti. Dari 6 zona TWA Rimbo Panti, terdapat 3 zona yang berbatasan langsung dengan cagar alam, yaitu zona A, C, dan F. Harusnya hal- hal seperti ini tidak terjadi karena antara RPTWA dan master plan yang dibuat hendaknya saling berhubungan,saling mendukung, dan satu tujuan satu sama lainnya.
64
Selain itu. TWA Rimbo Panti memiliki permasalahan internal yaitu berupa kurangnya publikasi rencana kerja yang telah dibuat kepada pengelola tingkat bawah. Contohnya, terdapat personel lapangan yang tidak mengetahui dokumen perencanaan yang telah dibuat. Idealnya, informasi mengenai rencana kerja yang telah dibuat harus diinformasikan dan diketahui oleh seluruh pengelola, agar rencana yang telah dibuat dapat berjalan dengan baik. Fungsi TWA Rimbo Panti sebagai taman wisata alam merupakan suatu tempat kegiatan rekreasi dan pariwisata alam perlu untuk dikendalikan dan dikelola dengan baik. Dengan demikian, sejak awal efek samping yang berpotensi merusak kelestarian kawasan dan sistem kehidupan yang ada di dalamnya dapat ditekan sekecil mungkin melalui kegiatan penataan blok. Apalagi secara fisik kawasan TWA ini berbatasan langsung dengan CA yang di kawasan CA tidak diperbolehkan adanya kegiatan wisata. Hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat serta pengelola memberikan informasi, bahwa bagian kawasan TWA Rimbo Panti yang dapat dijadikan blok pemanfaatan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pengambilan plasma nutfah, kegiatan wisata alam,
pendidikan,
dan pembangunan sarana prasarana
pengelolaan adalah: 1. Bagian taman wisata alam yang selama ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan wisata; 2. Bagian taman wisata alam sekitar 1 km dari kiri dan kanan sepanjang jalan raya Bukittinggi – Medan. Bagian kawasan yang diarahkan menjadi blok perlindungan adalah bagianbagian kawasan yang saat ini kondisinya relatif utuh dan masih asli. Di dalam blok perlindungan direncanakan akan dilakukan kegiatan-kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan dan wisata terbatas. Bagian tersebut adalah : 1. Bagian TWA yang berbatasan dengan cagar alam pada bagian timur dan barat kawasan; 2. Daerah-daerah yang merupakan sempadan sumber mata air panas.
65
Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat dalam kawasan blok perlindungan dan blok pemanfaatan, baik tumbuhan dan/atau satwa, dan penurunan populasi tumbuhan dan/atau satwa yang dilindungi undang-undang. Dalam kawasan TWA dapat dilangsungkan kegiatan pembinaan habitat, pembinaan populasi, rehabilitasi habitat dengan jenis asli yang diambil dari dalam cagar alam yang bersangkutan dan/atau diambil dari kawasan konservasi lain yang masih berada pada zona biogeografi dan ekosistem yang sama, reintroduksi jenis tumbuhan dan/atau satwa sejenis dari kawasan konservasi lain yang berada pada zona biogeografi dan ekosistem yang sama, pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau satwa yang tidak asli yang diidentifikasikasi telah atau akan mengganggu ekosistem kawasan.
Secara rinci dijelaskan mengenai pengelolaan di TWA Rimbo Panti pada Tabel
10
dilihat
dari 4
komponen
pengelolaan,
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Tabel 10 Analisis pengelolaan TWA Rimbo Panti No
Komponen Pengelolaan PERENCANAAN 1. Peru musan tujuan pengelolaan
2.
Status kawasan
hukum
PENGORGANISAS IAN 1. Admin istrasi pengelolaan
2.
Kordinasi dan integrasi dengan
PP 68 Tahun 1998
Relevansi di TWA Ri mbo Panti
Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya (Pasal 53) Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari kawasan Taman Nasional, Kawasan Taman Hutan Raya dan Kawasan Taman Wisata Alam (Pasal 30 Ayat 1)
Kawasan TWA Rimbo Panti ditujukan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi alam.
Pengelolaan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, dilakukan oleh Pemerintah (Pasal 35). Pemerintah dalam hal ini adalah BKSDA.
BKSDA Sumatera Barat (Seksi Konservasi Wilayah 1 Pasaman)
Keputusan Menteri Pertanian No.284/Kpts/Um/ 6/1979 tanggal 1 Juni 1979, areal Cagar Alam Rimbo Panti seluas 570 ha dijadikan kawasan Taman Wisata Alam
Sudah berjalan dengan baik
66
No
Komponen PP 68 Tahun 1998 Relevansi di TWA Ri mbo Panti Pengelolaan sektor terkait 3. Kemitran dan kolaborasi PELAKSANAAN Upaya pengawetan Kawasan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : perlindungan dan pengamanan, inventarisasi potensi kawasan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi, serta pembinaan habitat dan populasi satwa (Pasal 45) 1. Perlindungan dan sda Kegiatan patroli dan pemasangan pengamanan papan peringatan Dalam keadaan tertentu dan Belu m pernah dilakukan kegiatan sangat diperlukan dalam penutupan sementara kawasan rangka mempertahankan dan TWA Rimbo Panti. atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pemerintah dapat menghentikan kegiatan tertentu dan atau menutup Kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam sebagian atau seluruhnya untuk jangka waktu tertentu (Pasal 55) Daerah penyangga Sebagian besar kawasan hutan mempunyai fungsi untuk Rimbo Panti dikelilingi oleh daerah menjaga Kawasan Suaka penyangga berupa hutan lindung. Alam dan atau Kawasan Akan tetapi tidak ada daerah Pelestarian Alam dari segala penyangga yang memisahkan antara bentuk tekanan dan gangguan kawasan TWA dengan kawasan yang berasal dari luar dan CA. Hal ini menjadi faktor atau dari tingginya kerusakan kawasan hutan dalam kawasan yang dapat Rimbo Panti. mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (Pasal 56) 2. Inventarisasi sda Sudah dilaku kan, akan tetapi tidak potensi kawasan dilakukan monitoring rutin potensi kawasan TWA Rimbo Panti. 3. Penelit ian dan sda Penelit ian dari berbagai perguruan pengembangan tinggi dan lembaga/instansi di yang menunjang Indonesia. Akan tetapi kendalanya pengawetan adalah tidak adanya pelaporan kembali (berupa laporan tertulis) dari pihak yang telah melakukan penelitian di kawasan TWA Rimbo Panti kepada pengelola. 4. Pembinaan habitat sda Pembinaan habitat dan populasi dan populasi satwa dalam rangka men ingkatkan satwa hidupan liar d i TWA Rimbo Panti.
67
No
Komponen Pengelolaan PENGAWASAN 1. Pemantauan kegiatan 2. Evaluasi dan pelaporan kegiatan feedback perencanaan 3. Pelaksanaan selanjutnya
PP 68 Tahun 1998
Relevansi di TWA Ri mbo Panti
Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan
Belu m dilaksanakan dengan baik.
5.6 Rumusan Pola Pengelolaan TWA Rimbo Panti 5.6.1 Pihak Terkait Pihak terkait merupakan bagian yang penting dalam perkembangan suatu organisasi, termasuk juga TWA Rimbo Panti itu sendiri. Secara umum pihak terkait yang terlibat dapat dibagi menjadi BKSDA, masyarakat sekitar, pengunjung, pemerintahan nagari, dan pemerintah daerah. 1. Masyarakat sekitar kawasan. Di sekitar TWA Rimbo Panti terdapat 2 jorong yaitu Jorong Murni dan Jorong Petok. Budaya yang dominan adalah budaya Minangkabau. Kendati masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Panti ini berada dalam pengaruh kebudayaan Minangkabau dan dikategorikan wilayah “rantau”, yaitu tempat merantau bagi warga yang semula bermukim di “darek” atau di Luhak Nan Tiga, namun tingkat pembauran dengan etnis Batak cukup tinggi. Penerapan nilai dan hukum adat relatif tidak sekaku di daerah “darek”. Tingkat konflik dengan pendatang bisa dikatakan sangat kecil, kecuali di Desa Petok sedang terjadi konflik tentang praktek pelaksanaan adat istiadat dan kegiatan ibadah bersama. Generasi muda para pendatang ke desa tersebut yang cukup banyak jumlahnya di salah satu dusun ingin mempraktekkan adat yang mereka wariskan (adat Batak Mandailiang) dan juga ingin menyelenggarakan sholat berjemaah di mesjid mereka, tidak lagi di Mesjid Jorong Petok. Sebagian besar masyarakat di Desa Petok dan Desa Murni mengetahui keberadaan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, hal ini cukup dipengaruhi oleh keberadaan kawasan itu sendiri, khususnya Cagar Alam Rimbo Panti yang keberadaannya sejak zaman penjajahan Belanda. Namun demikian
68
keberadaan kedua kawasan ini oleh masyarakat di kedua desa ini masih belum dapat memberikan kontribusi secara langsung terutama dalam peningkatan ekonomi penduduk, sehingga masih banyak gangguan oleh masyarakat terhadap kedua kawasan ini. Banyak dijumpai masyarakat yang memasuki kawasan ini dengan berbagai macam tujuan, antara lain mengambil kayu bakar, pakis sa yur, berburu dan mengembalakan ternak. Hal ini terjadi dikarenakan persepsi dan pemahaman masyarakat yang masih sangat kurang tentang konservasi sehingga lambat laun akan memberikan dampak yang sangat negatif terhadap kedua kawasan ini. Mata pencaharian yang sebagian besar penduduk merupakan petani kecil dan buruh tani menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan hidup keluarganya. Adanya pola pengelolaan kegiatan wisata alam di TWA Rimbo Panti nantinya akan membuka lapangan pekerjaan dan terjadi penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar tenaga kerja harian dalam pelaksanaan pelatihan, outbond, training, dan lain sebagainya. Peluang berwira usaha akan terbuka lebar terbuka dengan berdatangannya pengunjung. Jenis usaha yang tergerak dengan adanya kedatangan wisatawan ini adalah usaha makanan (warung wisata), usaha perkebunan, peternakan yang dapat menjadi objek wisata pedesa aan, usaha kerajinan tangan masyarakat sebagai oleh-oleh, jasa pemandu dan lain sebagainya. Pengelola TWA Rimbo Panti bisa membuka kesempatan kepada masyarakat mencari penghasilan dari adanya wisata namun tetap mengawasi jalannya ketertiban dan kelestarian kawasan rimbo panti.
2. Pengunjung Pengunjung tahunan TWA Rimbo Panti berada di kisaran lima puluh ribu orang terutama pada saat libur lebaran. Jumlah tersebut diperoleh dari hasil wawancara lapang dengan petugas lapangan di TWA Rimbo Panti dan berdasarkan pengamatan langsung saat Hari Raya Idul Fitri tahun 2009.. Berdasarkan keterangan lanjutan diketahui bahwa pengelola lapangan tidak memiliki rekap data pengunjung tahunan sehingga fluktuasi kunjungan belum bisa diketahui secara pasti.
69
Kegiatan yang dilakukan pengunjung sangat beragam mulai dari yang tidak terstruktur hingga yang terencana dengan detail. Kegiatan-kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung TWA Rimbo Panti
antara lain bersantai menikmati
pemandangan, wisata rebus telur di sumber mata air panas, mandi di pemandian air panas, bersepeda, kegiatan fotografi, dan wisata pendidikan. 3. Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman bekerja sama dengan BKSDA dalam mengelola TWA Rimbo Panti. Bentuk kerjasama yang dilakukan mengacu kepada
PP No.18 tahun 1994 yang mulai tahun 2010 ini diperbaharui menjadi PP No.36 tahun 2010 dimana pengusahaan wisata oleh pemda di kawasan konservasi leb ih mudah prosedurnya dan lebih fleksibel. 4. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kenyataan riil saat ini di TWA Rimbo Panti telah dibangun berbagai sarana dan prasarana pengelolaan dan wisata alam. Selain itu telah berkembang berbagai aktifitas wisata alam seperti perkemahan, tracking,pemandian air panas, atraksi wisata air panas, penelitian, pendidikan, dan pemanfaatn jasa lingkungan air dari kawasan yang belum diatur dan dikendalikan dengan baik. Sebagai pihak yang paling berwenang dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti, BKSDA Sumatera Barat harus bisa mewadahi semua pihak terkait dan merumuskan suatu pola pengelolaan yang baru untuk TWA Rimbo Panti sehingga tujuan dari pengelolaan bisa tercapai dan semua pihak merasa ikut terlibat dan merasa saling memiliki.
5.6.2. Pola Pengelolaan Baru Ditinjau dari sisi ekologi TWA Rimbo Panti merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Cagar Alam Rimbo Panti. Penunjukkan kawasan hutan seluas 570 ha dengan desain fungsi taman wisata alam tidak bisa terlepas dari peranan cagar alam yang secara totalitas ekosistemnya diharapkan mampu berperan sebagai sistem penyangga kehidupan bagi manusia dan berperan dalam konservasi in-situ bagi beragam hidupan liar serta wahana praktek-praktek pendayagunaan sumber daya yang berkelanjutan. TWA Rimbo Panti memiliki unsur-unsur ekosistem yang “menjual” untuk dijadikan komoditas wisata, namun potensi tersebut seakan terabaikan dan belum
70
didayagunakan secara optimal. Konsepsi dan pola pengelolaan taman wisata yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip ecotourism hanya menawarkan obyek wisata yang juga banyak ditawarkan oleh usaha wisata lainnya. Di samping potensi ekosistem yang memberikan peluang bagi optimalisasi pendayagunaan taman wisata tersebut, dalam pengelolaan taman wisata alam ini masih dijumpai kendala terutama menyangkut masalah komunikasi dan pemahaman masyarakat tentang konsep ecotourism dalam pengembangan potensi sumber daya yang terkandung dalam kawasan tersebut. Apabila hal- hal tersebut telah diketahui dan dipahami oleh masyarakat dan jajaran birokrat, pengelolaan taman wisata alam ini akan terlaksana sesuai tujuan penetapannya. Kondisi yang terjadi di TWA Rimbo Panti sekarang adalah adanya dualisme pengelolaan. Keadaan yang terlihat adalah seakan rimbo panti itu semuanya adalah kawasan wisata dan dikelola oleh PEMDA Kab. Pasaman yang sebenarnya adalah adanya kerjasama antara dua pihak tersebut. Untuk ke depannya perlu diterapkan pola pengelolaan baru yang lebih bersifat manajemen kolaboratif. Berdasarkan Peraturan Mentri Kehutanan No.P.19 tahun 2004 maksud dari pedoman kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah sebagai acuan umum dan landasan para pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan kolaborasi untuk membantu meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam bagi kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi dalam rangka pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan. Manajemen kolaboratif disini melibatkan BKSDA Sumatera Barat, PEMDA Kab. Pasaman, dan masyarakat sekitar TWA Rimbo Panti. Ketiga stakeholder tersebut duduk bersama merumuskan
suatu
pola
pengelolaan
baru
yang
tentunya
sama-sama
menguntungkan dan menampung aspirasi semua pihak sehingga tidak ada lagi perbedaan persepsi tentang TWA Rimbo Panti.
71
Untuk lebih jelasnya, gambaran bentuk pengelolaan baru yang sesuai dilaksanakan di TWA Rimbo Panti sebagai berikut : PERAN AKTOR Advisory Body
BKSDA
-------------------- -------------------------------------------------------------------------- --
Implentative Body PEMDA
Masyarakat
1. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Barat. BKSDA Sumatera Barat disini berperan sebagai Advisory body yang memberikan rambu-rambu dalam kegiatan pengelolaan objek dan pengelolaan wisata dan
menciptakan suasana positif agar semua pihak terkait bisa
memberikan konstribusi dalam pengembangan dan pelaksanaan program. BKSDA bertindak sebagai 'pemungkin' (enabler) yang mendorong masyarakat untuk mencari dan menemukan solusi terhadap masalah- masalah yang muncul, bukan menyediakan jawaban atas semua masalah yang ada. BKSDA selayaknya mempertimbangkan perspesktif sosial dan hal- hal teknis serta menghindari dominasi atas berjalannya proses partisipasi dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti ke depannya. Dengan peran ini BKSDA bisa memastikan apakah kawasan TWA Rimbo Panti tidak rusak dan tujuan dari pengelolaan kawasan konservasi bisa tercapai dengan tidak merusak atau mengganggu kawasan. 2. Pemerintah Daerah Kab. Pasaman (DISHUBPAR) PEMDA Kabupaten Pasaman disini berperan sebagai agen pelaksana pengelolaan TWA Rimbo Panti. Dalam pengelolaan TWA menjalin koordinasi yang baik dengan masyarakat dan bertanggung jawab kepada BKSDA. Lembaga pemerintah di tingkat kabupaten perlu membuat mekanisme penyusunan
72
manajemen,
monitoring serta evaluasi untuk
mempromosikan penerapan
pendekatan partisipatif di tingkat lapangan dan lembaga- lembaga terkait. Staf pemerintah memerlukan keahlian baru guna penerapan pendekatan ini, sehingga mesti ada mekanisme penyebaran informasi dan menjalin hubungan koordinasi dengan BKSDA, masyarakat, serta instansi lain terkait. Lebih jauh, pemerintah daerah hendaknya juga menyediakan anggaran dana khusus untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan dalam hal ini di TWA Rimbo Panti. 3. Masyarakat. Masyarakat di sekitar kawasan TWA Rimbo Panti perlu diberdayakan dengan memegang tanggung jawab besar dalam pengelolaan dbandingkan dengan hanya menunggu apa yang disediakan pemerintah dan pemegang ijin hak. Masyarakat bukan lagi berperan sebagai obyek pembangunan kehutanan melainkan menjadi subyek. Oleh karena itu hendaknya masyarakat proaktif terlibat dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi programprogram di TWA Rimbo Panti. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pengeloaan TWA Rimbo Panti bisa terlibat dalam beberapa kegiatan pengelolaan antara lain berupa: a. Pemeliharaan pal batas b. Inventarisasi/ monitoring flora fauna dan ekosistem c. Perencanaan aktivitas wisata alam d. Pengembangan media, sarana-prasarana interpretasi e. Identifikasi/ inventarisasi social dan budaya masyarakat f. Penguatan pelaksanaan perlindungan dan pengamanan g. Penguatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan h. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan Sumber air panas, dan rawa daratan merupakan gejala alam yang tercipta dari serangkaian proses geologis dan ekologis, yang selama ini merupakan daya tarik bagi sebagian besar pengunjung yang datang ke taman wisata alam perlu dipelihara keberadaannya. Masyarakat di Desa Murni dan Desa Petok sebagai unsur komunitas dari ekosistem Taman Wisata Alam Rimbo Panti da lam kehidupan sehari- harinya, langsung atau tidak langsung, bergantung pada
73
eksistensi kawasan baik cagar alam maupun taman wisata alam. Berkaitan dengan pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo tersebut masyarakat merupakan potensi yang harus diberdayakan secara komprehensif dan terintegrasi yang diarahkan untuk berperan serta dalam upaya pengusahaan taman wisata. Dari sisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, terdapat aspek-aspek positif yang mendukung terselenggaranya pengelolaan taman wisata antara lain, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, media informasi, persepsi dan pengetahuan
masyarakat,
agama
dan
kelembagaan
masyarakat,
dapat
dikembangkan menjadi suatu kekuatan strategi dalam pengembangan taman wisata alam. Semua masyarakat di sekitar kawasan TWA Rimbo Panti mempunyai hak yang sama dalam keterlibatan kegiatan pengelolaan tanpa terkecuali.