28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Karakterisasi Sistem Model simulasi penentuan lokasi dan jumlah posko bantuan pada penelitian
ini dikembangkan dengan menambahkan unsur data spasial dalam pemodelan seperti alur jalanan yang digunakan untuk evakuasi dan pemberian bantuan dan lokasi barak pengungsian. Model ini diharapkan dapat menunjukkan fenomena yang terjadi secara nyata di lingkungan terkena dampak bencana. Pemodelan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui interaksi yang terbentuk antara requirement dari pengungsi, fenomena pergerakan pengungsi menuju barak pengungsian, total demand dari barak pengungsian yang belum terpenuhi dan total stok suplai bantuan yang disalurkan para relawan kepada korban bencana di barak pengungsian. Model yang dibangun menunjukkan bahwa pengungsi ditempatkan sesuai dengan tingkat kepadatan penduduk pada daerah yang menjadi objek penelitian. Sedangkan relawan berpusat pada area tertentu yang menjadi posko relawan yang menajadi posko utama yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Stadion Maguwoharjo. Wilayah yang menjadi objek penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Sleman terkait Erupsi Merapi tahun 2010. Laporan PVMBG (2014) dan BNPB (2011) menyatakan pada 26 Oktober 2010 pukul 17:02 WIB terjadi letusan pertama. Letusan ini bersifat eksplosif disertai dengan awan panas dan dentuman. Hal ini berbeda dengan kejadian sebelumnya, yaitu letusan bersifat efusif dengan pembentukan kubah lava dan awan panas guguran. Oleh karena itu, BNPB menetapkan kawasan aman berada dalam radius 10 km dan masyarakat yang berada dalam kawasan tidak aman dievakuasi dan diharapkan semua untuk mengungsi menuju barak pengungsian yang telah disediakan pemerintah. Letusan selanjutnya pada 29 - 30 Oktober 2010 yang lebih bersifat eksplosif. Pada 3 November 2010 terjadi rentetan awan panas yang di mulai pada pukul 11:11 WIB. Melalui pengukuran dengan mini DOAS (Dedicated Outdoor Air Systems) diketahui bahwa terjadi peningkatan fluks SO2 yang mencapai 500 ton/hari. Pada pukul 16:05 WIB ditetapkan radius aman di luar 15 km dari puncak Merapi. Pada pukul 17:30 WIB dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9
29
km di luar Kali Gendol. Pada fase ini pusat posko bantuan masih berpusat di Posko Utama Pakem. Tren meningkat pada data RSAM (Real Time Seismic Amplitude) antara 3 dan 4 November 2010 menunjukkan proses pertumbuhan kubah lava yang mencapai volume 3.5 juta m3 dan tren menurun pada 5 November 2010 menandakan penghancuran kubah lava tersebut yang menghasilkan aliran awan panas hingga sejauh 15 km dari puncak Gunung Merapi ke arah Kali Gendol. Pada 4 November 2010 terekam tremor terus menerus dan over scale serta peningkatan massa SO2 di udara mencapai lebih dari 100 kiloton. Radius aman ditetapkan di luar 20 km dari Puncak Gunung Merapi. Pada tanggal 5 November 2010 terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan awan panas sejauh 15 km ke Kali Gendol. Erupsi ini merupakan erupsi terbesar yang terjadi pada fase ini. Pada 6 November 2010, tremor masih menerus dan over scale massa SO2 di udara mencapai puncaknya sebesar 250 hingga 300 kiloton. Pada fase ini pusat posko bantuan yang sebelumnya di Posko Utama Pakem kemudian dipindahkan menuju area Stadiun Maguwoharjo. Pada tanggal 13 November 2010, intensitas erupsi mulai menurun dan radius aman juga dirubah yaitu Sleman 20 km, Magelang 15 km, Boyolali 10 km, Klaten 10 km. Selanjutnya pada 19 November 2010 intensitas erupsi kembali menunjukkan penurunan. Radius aman juga dirubah yaitu Sleman sebelah barat Kali Boyong 10 km, Sleman sebelah Timur Kali Boyong 15 km, Magelang 10 km, Boyolali 5 km, dan Klaten 10 km. BPBD Sleman (2010) menyatakan mulai 22 November 2010 Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi di Pakem kembali dioperasikan. Pengoperasian kembali posko utama ini dilakukan untuk memudahkan koordinasi kawasan yang terkena dampak bencana yaitu wilayah Kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan. Disamping itu, pengoperasian posko utama ini juga untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa posko utama di Pakem, Pasar Pakem dan kantor Kecamatan Pakem pada posisi aman yaitu radius 15 km dari puncak merapi. Masyarakat di wilayah ini dapat kembali beraktivitas dan mendapatkan pelayanan di kantor Kecamatan Pakem yang sebelumnya dipindahkan di Stadion Maguwoharjo.
30
Sejumlah peralatan posko yang sebelumnya berada di Maguwoharjo mulai hari Minggu kembali dipindahkan ke Posko Utama di Pakem. Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi di Pakem sendiri sebelumnya sempat dipindahkan ke Stadion Maguwoharjo pada tanggal 5 November 2010 terkait penambahan radius jarak aman menjadi 20 km. Pada model evaluasi jumlah dan lokasi posko bantuan dengan menggunakan pendekatan berbasis agen dan GIS ini diasumsikan pengungsi berada fase warning untuk segera mengungsi pada saat terjadinya letusan pertama dan segera menuju barak pengungsian. Para pengungsi yang dibagi atas kriteria umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan penduduk penyandang disabilitas memiliki cadangan energi dan kecepatan evakuasi yang berbeda-beda. Pada model ini, besarnya cadangan energi masing-masing pengungsi ditentukan dalam tahapan parameterisasi. Sedangkan kecepatan berlari para pengungsi ditetapkan berdasarkan penelitian Affan et al (2012) dan Forum PRB (2010) dengan karakteristik yaitu anak-anak dengan kecepatan 2 m/s, remaja 3,33 m/s, dewasa 2,86 m/s, lanjut usia 1,67 m/s dan disabilitas 1 m/s. Tingkat kepadatan jalan yang dapat dilalui dalam melakukan evakuasi adalah 6 sampai 7 orang per meter2. Pada penelitian ini diasumsikan ukuran jalanan kawasan Kabupaten Sleman adalah rata-rata 6 meter. Oleh karena itu, dalam pemodelan akan terjadi hambatan pergerakan jika kepadatan jalan melebihi kepadatan jalan yang dapat dilalui. Beberapa lembaga dan instansi yang terlibat dalam pemberian bantuan pada pemodelan ini adalah pihak Disaster Emergency Response Unit (DERU) UGM yang membuka posko bantuan dengan pusat di Universitas Gadjah Mada sebanyak 300 orang, pihak TNI 250 personil dan 300 personil kepolisian (POLRI) yang berpusat di Stadion Maguwoharjo serta 50 orang di Pihak TAGANA (Taruna Siaga Bencana) kabupaten Sleman. Pada Tahun 2011 dibangun posko utama logistik Tagana Kabupaten Sleman di kawasan Jalan Magelang km. 10,2 dibawah koordinasi Kementerian Sosial, BNPB, dan BPBD Sleman. Oleh karena itu, pada pemodelan ini dibuat skenario dasar di mana posko utama berada di kawasan UGM dan Stadion Maguwoharjo. Sedangkan skenario alternatif yang digunakan pada pemodelan ini adalah dengan kombinasi penambahan lokasi Posko Utama Pakem
31
dan Lokasi Posko Utama TAGANA. Oleh karena itu, posko-posko mandiri yang didirikan masyarakat dan instansi mandiri baik instansi pemerintah lainnya dan lembaga bantuan asing tidak dimodelkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, pengungsi dalam kawasan kabupaten Sleman dimodelkan untuk segera bergerak menuju barak pengungsian dan menetap di dalam barak. Pengungsi dimodelkan tidak berpindah-pindah barak pengungsian. Sedangkan relawan dengan kapasitas tertentu akan segera menyalurkan bantuan yang menuju barak pengungsian. Apabila relawan telah selesai menyalurkan bantuan dan tidak memiliki sejumlah barang yang tersisa untuk disalurkan, relawan akan bergerak menuju posko bantuan kembali untuk mengisi sejumlah kapasitas dan bergerak menuju barak pengungsian kembali. Adapun parameter yang digunakan dalam pemodelan ini adalah: a. Total kebutuhan (requirement) pada masing-masing karakteristik umur pengungsi. Penentuan besarnya nilai kebutuhan tiap-tiap pengungsi berdasarkan jumlah item barang yang dibutuhkan oleh masing-masing pengungsi. Jumlah item barang yang dibutuhkan dilampirkan pada Lampiran V. b. Total kapasitas (capacity) untuk agen kategori relawan. Besarnya nilai kapasitas awal relawan ditentukan pada tahapan penentuan nilai masingmasing paremeter (parameterisasi) c. Demand rate atau tingkat kenaikan permintaan untuk setiap barak pengungsian. Penentuan demand rate pada penelitian ini berdasarkan nilai rata-rata kenaikan fluktuasi jumlah pengungsi di kawasan Kabupaten Sleman selama 44 hari. d. Energi awal yang dimiliki pengungsi dan relawan e. Jumlah relawan f. Jumlah pengungsi Berdasarkan model yang dibuat, seluruh parameter akan dilakukan pengujian untuk evaluasi model penentuan jumlah dan lokasi posko bantuan. Output yang dihasilkan berupa grafik total demand yang tidak terpenuhi di barak pengungsian dan total stok akhir suplai bantuan yang masih tersedia. Grafik ini menunjukkan
32
jumlah permintaan yang tidak dapat dipenuhi dan penyaluran kapasitas suplai bantuan oleh relawan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dalam masa tanggap darurat bencana (fase respon). 5.2. ODD (Overview, Design Concept and Detail) Protocol Perumusan dan pendeskripsian dalam pemodelan untuk menentukan lokasi dan jumlah posko bantuan menggunakan pendekatan agent based modeling pada penelitian ini merujuk pada kaidah ODD (Overview, Design Concept and Detail) Protocol. Dengan menggunakan ODD Protocol memungkinkan para peneliti selanjutnya dalam menduplikasi dan mereplikasi model sebelumnya. Deskripsi ODD protocol dapat terlihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. ODD Protocol Unsur-Unsur ODD Protocol 1. Purpose Overview 2. Entities, state variables, and scales 3. Process overview and scheduling a) Basic principles b) Emergence c) Adaptation d) Objectives e) Learning Design Concepts f) Prediction g) Sensing h) Interaction i) Stochasticity j) Collectives k) Observation Initialization Details Input data Submodels
Pengembangan model merujuk tahapan ODD protocol dalam konsep Agent Based Modeling. Konseptual model yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 5.1.
33
Jumlah Relawan
Jumlah pengungsi
Skenario A. Skenario Dasar (Maguwoharjo dan UGM) B. Skenario 1 (UGM, Maguwoharjo dan Posko Pakem) C. Skenario 2 (UGM, Maguwoharjo dan Posko TAGANA) D. Skenario 3 (UGM, Posko Pakem dan Posko TAGANA) E. Skenario 4 (UGM, Maguwoharjo, Posko Pakem dan Posko TAGANA)
Total demand yang tidak terpenuhi Dinamika total stok akhir suplai bantuan dan demand yang tidak terpenuhi Total Waktu pemenuhan Demand
Jumlah dan Lokasi Posko Bantuan Kasus Erupsi Merapi 2010
Data Spasial GIS Data Spasial jalanan Kawasan Kabupaten Sleman Yogyakarta INPUT
Demand Rate
Energi awal masingmasing kriteria pengungsi
PROCESS
OUTPUT
Gambar 5.1 Model Konseptual Sistem Lokasi dan Jumlah Posko Bantuan Model konseptual yang dikembangkan pada penelitian ini mengikuti kaidah ODD (Overview, Design Concept and Detail) Protocol dalam pemodelan berbasis agen dengan keterangan sebagai berikut: A. Overview 1. Purpose Tujuan model ini adalah bagaimana mengetahui jumlah dan lokasi yang yang terbaik dan tepat agar dengan kapasitas (capacity) bantuan yang dimiliki agar mampu memenuhi permintaan (demand) pada barak pengungsian berdasarkan kebutuhan (requirement) dari pengungsi yang ada selama masa tanggap darurat. 2. Entities, state variables, dan scales a. Entities, entitas yang terlibat pada pemodelan ini adalah organisasiorganisasi kemanusiaan/agen kategori relawan, pengungsi (agen kategori victims) dan titik-titik barak pengungsian (patches). 1. Victims (pengungsi) Karakteristik pengungsi sebagai berikut: a. Pengungsi dibagi atas kategori umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa, manula dan penduduk disabilitas. b. Masing-masing pengungsi berdasarkan kategori umur memiliki energi, kebutuhan dan kecepatan berpindah yang berbeda-beda.
34
c. Pengungsi berada pada kawasan sesuai dengan kepadatan penduduk masing-masing kecamatan di kawasan Kabupaten Sleman. 2. Volunteers (relawan) Karakteristik relawan sebagai berikut:
b.
1.
Kapasitas suplai awal relawan adalah 600
2.
Energi relawan pada tahap awal adalah sebesar 3000
State variable yang terdiri dari capacity (kapasitas) relawan dan energi yang dimiliki pengungsi dan relawan.
c.
Scale yaitu periode waktu simulasi masa tanggap darurat = 60 hari, dimana tiap satu kali pergerakan agen pada model 1 hari = 60 ticks. 1 hari terdiri dari 60 tick, sehingga 60 hari terdiri atas 60x60 ticks= 3600 ticks.
3.
Process overview dan scheduling Berdasarkan jumlah dan lokasi posko bantuan yang telah diatur sebelumnya,
model simulasi dibuat untuk menentukan arah pergerakan agen. Agent pengungsi akan bergerak menuju barak pengungsi dan berdiam di barak tersebut. Selanjutnya berdasarkan mekanisme tersebut agen kategori relawan akan bergerak menuju daerah-daerah tersebut untuk memberikan bantuan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.2 B. Design Concepts a.
Basic principles Prinsip dasar yang ditujukan pada pemodelan ini adalah pergerakan setiap agen
(pengungsi dan relawan) menuju barak pengungsian. Agent victims berupa pengungsi erupsi merapi akan melakukan pergerakan menuju titik barak pengungsian, menetap dan melaporkan kebutuhannya. Total kebutuhan dari pengungsi yang bergerak dan menetap menuju barak akan menjadi demand pada barak pengungsian tersebut. Selanjutnya, agent volunteers akan bergegas menuju titik barak pengungsian untuk memberikan bantuan sesuai dengan kapasitas masing-masing.
35
Start Setting Daerah Berdasarkan Data Spasial atau GIS meliputi Kawasan Wilayah Kabupaten Sleman dan Posisi Barak Pengungsian Inisialisasi terkait Jumlah Pengungsi, Jumlah Relawan, dan Rate of Demand PENGUNGSI
RELAWAN
Relawan berada di Posko Relawan Para relawan akan bergegas menuju titik barak pengungsian
Gerakan para pengungsi dengan requirement tertentu menuju titik barak pengungsian
Relawan segera kembali menuju Posko Relawan untuk mengisi kapasitas
Transfer Requirement (Pada barak pengungsian didata sejumlah kebutuhan para pengungsi). Kebutuhan pengungsi yang menetap di barak akan menjadi Demand
Set Capacity set energy ya
Barak dengan Demand Tertentu
Transfer kapasitas 1. Jika kapasitas > permintaan, maka ; - jumlah kapasitas = (kapasitas – permintaan) . - jumlah permintaan = 0 2. Jika permintaan > kapasitas, maka ; - jumlah permintaan = (permintaan – kapasitas) . - jumlah kapasitas = 0
Capacity = 0
tidak
Update Demand perhari Demand = Demand + (150 * Rate-of-Demand) Grafik Hasil Simulasi berupa total demand yang belum terpenuhi dan total Kapasitas relawan
If Ticks > 3600 (hari ke-60 dengan 1 hari = 60 ticks)
tidak
ya end
Gambar 5.2. Alur skema model penentuan jumlah dan lokasi posko bantuan
36
Secara garis besar, pengungsi yang telah memiliki requirement sesuai dengan kriteria pengungsi baik anak-anak, remaja, dewasa, penduduk lanjut usia, dan penduduk disabilitas bersegera mengungsi menuju barak pengungsian. Pengungsi tersebut akan menetap dan mentransfer atau melaporkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini akan menjadi demand bagi tiap-tiap barak pengungsian. Oleh karena itu, barak pengungsian akan memiliki demand sesuai dengan jumlah dan kebutuhan pengungsi. Apabila relawan telah menemukan barak pengungsian, kapasitas yang dimiliki akan disalurkan untuk mengurangi demand yang dimiliki oleh tiap-tiap barak pengungsian dengan persamaan sebagai berikut: 1.
Jika kapasitas awal (Ct) > permintaan (Dt), maka: C (t+1) = (Ct )- (Dt)
(5.1)
D(t+1) = 0 2.
Jika kapasitas awal (Ct) < permintaan (Dt), maka: D (t+1) = (Dt) - (Ct)
(5.2)
C(t+1) = 0 Jika kapasitas bantuan yang dimiliki relawan telah habis atau kapasitas sama dengan 0, relawan akan bergerak menuju area posko relawan. Area posko yang ditentukan pada penelitian ini adalan patches dengan pycor = 60 pada interface simulasi. Setelah itu, relawan akan memiliki kapasitas kembali dan selanjutnya akan memberikan bantuan menuju barak pengungsi selanjutnya. Untuk menjamin demand bergerak secara wajar dan tidak menurun secara drastis, dilakukan update demand sesuai dengan tingkat kenaikan permintaan pada kasus Erupsi Merapi 2010: D (t+1)update = D (t+1) + ( 150 * (Rate of Demand))
b.
(5.3)
Emergence Para pengungsi dan relawan bergerak sesuai kecepatan dan energi masing-
masing. Ukuran lebar jalan yang ditetapkan adalah 6 meter. Kepadatan maksimum jalan yang tidak bisa dilewati adalah 6 orang/m2. Sehingga jalan tidak bisa dilewati jika ada sekitar > 40 orang per patch pada tampilan simulasi. Sehingga adanya
37
penumpukan atau terhambatnya pengungsi atau relawan yang akan menyalurkan bantuan adalah salah satu fenomena yang menjadi emergence pada penelitian ini.
Emergence utama yang dihasilkan adalah grafik rata-rata jumlah permintaan korban yang belum terpenuhi. Sejak awal kejadian t = 0 hari (tick = 0) sampai t = 60 hari (tick = 3600) ke depan sesuai dengan periode masa tanggap darurat. Ratarata jumlah permintaan yang belum terpenuhi akan meningkat pada fase awal bencana. Selanjutnya jumlah permintaan yang belum terpenuhi akan menurun sampai akhir periode masa tangggap darurat.
c.
Interaction Model mencakup interaksi antara agen dengan lingkungannya yaitu alur jalan
menuju titik barak pengungsian. Bentuk interaksi antara pengungsi dengan barak yaitu dengan melaporkan jumlah kebutuhan yang mereka butuhkan (transfer requirement). Sedangkan bentuk interaksi relawan dengan barak pengungsian adalah transfer capacity berupa penyaluran bantuan dengan cara mengalokasikan sejumlah kapasitas yang dimiliki agen untuk memenuhi permintaan bantuan dari korban pada titik barak pengungsian tersebut (sesuai dengan persamaan 5.1 dan persamaan 5.2).
d.
Observation Ada dua plot yang digunakan untuk pengamatan yaitu rata-rata jumlah
permintaan yang belum terpenuhi dan jumlah stok akhir kapasitas suplai bantuan sampai akhir masa periode tanggap darurat. Data dari jumlah permintaan yang belum terpenuhi digunakan untuk mengukur seberapa besar efektifitas penyaluran bantuan yang digunakan untuk setiap skenario pada model jumlah dan lokasi posko bantuan yang dibuat. C. Detail Pada penelitian ini, bagian detail hanya mencakup inisialisasi saja dan model ini tidak memiliki input dan submodel dalam pengembangannya. Bagian inisialisasi pada simulasi ini bertujuan untuk mengatur nilai parameter yang digunakan. Pada
38
awal tahap inisialisasi, ditentukan jenis skenario yang digunakan yang terdiri dari skenario based model, skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan skenario 4. Selanjutnya, ditentukan jumlah pengungsi yang berada dalam wilayah Sleman dengan nilai berkisar antara 0 s/d 3000 orang. Sedangkan jumlah relawan berkisar antara 0 s/d 100 orang. Rate of demand ditentukan pada skala 0 s/d 0,1. Kemudian ditentukan nilai parameter lain yaitu besarnya energi awal pengungsi kategori anakanak, energi awal pengungsi kategori remaja, energi awal pengungsi kategori dewasa, energi awal pengungsi kategori penduduk lanjut usia, energi awal pengungsi kategori penduduk disabilitas.
5.3 Implementasi pada NetLogo 5.2.0 Berdasarkan karakteristik sistem yang diteliti, selanjutnya dilakukan penerjemahan karakteristik tersebut pada bahasa pemrograman (coding) sesuai dengan yang tersedia pada software yang digunakan. Software ABM yang digunakan pada penelitian ini adalah Netlogo 5.2.0 sesuai dengan kaidah ODD Protocol yang telah ditentukan sebelumnya. Peta kawasan sleman yang telah diubah menjadi peta dengan format raster dan txt, akan menjadi input dalam program ini. Sementara parameter yang telah ditentukan sebelumnya dikelola dengan sebaik mungkin dalam tahapan inisialisasi agar output yang dihasilkan mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran IV terkait listing program. Pada tampilan interface, akan muncul peta kawasan Kabupaten Sleman lengkap dengan jalan raya yang dapat dilalui oleh para pengungsi (agent victims) dan relawan (agent volunteers). Jalanan ini merupakan jalur yang digunakan oleh para pengungsi menuju barak pengungsian dan para relawan dalam menyalurkan bantuan menuju barak pengungsian.
39
Gambar 5.3. User Interface 5.4
Verfikasi dan Validasi
5.4.1
Verifikasi Verifikasi ini dilakukan untuk menjamin bahwa proses simulasi telah
berjalan dengan benar, secara tepat dan sesuai dengan yang diinginkan. Verifikasi dilakukan dengan metode structure code walk through yaitu dengan meminta pendapat ahli mengenai koding program yang dibuat apakah telah bekerja sesuai dengan seharusnya dan memberi masukan terhadap koding program agar menampilkan dan bekerja sesuai skema kerja yang ditentukan. Pada model yang dibuat tidak ditemukan error atau kesalahan dalam running program dan berjalan sesuai skema. Pada tahap ini, diberikan masukan agar tampilan interface lebih interaktif dan informatif. Berdasarkan output atau hasil simulasi, interaksi yang terjadi antara pengungsi dengan barak pengungsian dan penyaluran bantuan oleh relawan terhadap demand dari barak pengungsian telah sesuai aturan matematis. Para
40
pengungsi memiliki kebutuhan yang akan menjadi demand barak pengungsian. Sehingga kebutuhan pengungsi kurang atau sama dengan demand barak. Relawan yang memiliki kapasitas tertentu akan menyalurkan bantuan yang akan mengurangi demand dalam pemenuhan kebutuhan pengungsi dan barak pengungsi.
Jika demand lebih besar dari kapasitas relawan, maka kapasitas relawan akan habis atau capacity = 0 dan demand masih memiliki sisa yang harus dipenuhi. Sedangkan apabila kapasitas lebih besar dari demand, maka demand secara otomatis akan terpenuhi atau demand = 0 serta kapasitas masih terdapat sisa. Secara teoritis, kebutuhan dan demand akan selalu ada sehingga update demand diperlukan dalam pemodelan ini. Oleh karena itu, dalam model ini dilakukan update-demand sesuai dengan demand minimum masing-masing barak pengungsian dan tingkat kenaikan permintaan (demand rate).
5.4.2
Kalibrasi Kalibrasi pada model agent based modeling bertujuan untuk perbaikan dan
dokumentasi akurasi nilai parameter pada model yang dibuat. Kalibrasi pada dasarnya adalah mengeksekusi model berkali-kali dengan nilai parameter yang berbeda dan dilakukan analisis terhadap hasil simulasi untuk mengetahui nilai parameter yang sesuai dengan pola pada kondisi nyata (Railsback dan Grimm, 2012). Kalibrasi yang dilakukan pada model ini adalah dengan menguji validitas model dan output yang dihasilkan berdasarkan nilai parameter yang berbeda pada tools behavior space pada netlogo. Kalibrasi digunakan untuk menguji seberapa sensitif model yang dibuat terhadap perubahan parameter. Parameter yang diubah adalah jumlah relawan dan demand rate. Jumlah relawan ditentukan mulai dari nilai 80, 85, 90 dan 95. Sedangkan demand rate ditentukan dari nilai 0.01 dan 0.05 Tabel 5.2 menunjukkan selisih antara total stok akhir suplai bantuan aktual dengan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi model. Data stok akhir bantuan yang digunakan adalah data stok akhir suplai bantuan aktual pada periode 26 November hingga 2 Desember 2010 untuk kawasan
41
Kabupaten Sleman. Contoh perhitungan sisa stok akhir suplai bantuan dapat dilihat pada Lampiran II.
Tabel 5.2. Jumlah stok akhir suplai bantuan aktual dan total stok akhir suplai bantuan hasil kalibrasi model Kategori
Hari ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Total Stok Akhir Suplai Total Stok Akhir Suplai Total Stok Akhir Suplai Bantuan Kalibrasi 1 (unit Bantuan Kalibrasi 2 (unit Bantuan Kalibrasi 3 (unit Total Stok Akhir Suplai barang) barang) barang) Bantuan Aktual (unit barang) jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, Jumlah relawan :80, Jumlah relawan :90, Jumlah relawan : 95, demand rate = 0.01 demand rate = 0.01 demand rate = 0.01 125000 58078 69072 13604 21435 155045 108384 39918 51688 27317 11295 32857 17637 58000 70000 90000 110000 115000 120000 134943 64655 80187 117910 137405 137405 128340 127487 127539 177658 195407 220636 237332 237339 314116 410673 350957 368008 384642
103982 67735 48608 39175 41403 38583 35506 36438 38777 38170 37006 36491 29907 52395 80580 82191 95841 97210 100909 114996 149746 139026 151411 154154 170153 165453 177246 186412 187961 182865 183767 191012 193572 202456 201809 198342 192299 208389
107576 78254 58597 54740 43093 49875 42351 45194 44527 47211 48709 49205 41888 72852 80591 75083 95686 123870 138330 129124 138477 138532 152919 170297 193420 203681 202299 197716 204806 217859 227503 237816 251276 261762 255542 255620 259225 256814
102590 70733 61298 50372 46698 45874 44000 41820 41261 38243 41371 40666 44790 83224 96070 111035 104977 133170 145507 144105 155699 158636 164129 176696 191868 205229 213148 200619 217636 234054 254365 262509 266558 263050 264792 265002 286339 276837
Total Stok Akhir Suplai Total Stok Akhir Suplai Total Stok Akhir Suplai Bantuan Kalibrasi 4 (unit Bantuan Kalibrasi 5 (unit Bantuan Kalibrasi 6 barang) barang) (unit barang) jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, Jumlah relawan :85, Jumlah relawan :90, Jumlah relawan :95, demand rate = 0.05 demand rate = 0.05 demand rate = 0.05 95893 72514 54383 48920 47664 40433 40469 36140 33436 32792 34302 31880 31358 45976 55523 92027 81615 83033 112681 113508 122791 165465 131859 130648 143873 150870 138810 186754 188762 192710 196846 205816 214858 215133 223730 228176 245946 243141
103610 67031 54602 42242 43538 39828 38163 39860 38003 39645 39343 37841 40975 61491 76858 84277 110732 105051 123844 127271 148291 147272 146033 150296 146741 147676 169617 176881 184367 200626 221549 231463 254059 261578 284553 281169 291828 302983
104529 74356 54886 56062 42875 44414 45817 39920 42777 39277 41406 44927 49200 81267 85700 113579 115796 129351 140597 140284 148356 181237 166623 182218 184581 187299 190444 206987 217558 222082 231577 254901 257433 259895 262026 250764 258296 258562
42
Tabel 5.3. Perhitungan absolute error hasil kalibrasi Nilai Absolute Error Total Stok Akhir Suplai Bantuan aktual dengan Stok Akhir Suplai Bantuan hasil kalibrasi Kategori Kalibrasi 1
Hari ke
Kalibrasi 2
Kalibrasi 3
Kalibrasi 4
Kalibrasi 5
Kalibrasi 6
jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, jumlah pengungsi :2717, Jumlah relawan :80, Jumlah relawan :90, demand Jumlah relawan : 95, Jumlah relawan :85, demand Jumlah relawan :90, Jumlah relawan :95, demand demand rate = 0.01 rate = 0.01 demand rate = 0.01 rate = 0.05 demand rate = 0.05 rate = 0.05
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Maximum Error
21018 9657 20464 25571 19968 116462 72878 3480 12911 10853 25711 3634 12270 5605 10580 7809 14159 17790 19091 19947 85091 58839 33501 16749 32748 37113 49759 58873 10303 12542 36869 46320 43767 111660 208864 152615 175709 176253 208864
17424 20176 10475 41136 21658 105170 66033 5276 7161 19894 37414 16348 24251 14852 10591 14917 14314 8870 18330 5819 73822 58345 35009 32892 56015 75341 74812 70177 27148 22452 6867 484 13937 52354 155131 95337 108783 127828 155131
22410 12655 7774 36768 25263 109171 64384 1902 10427 10926 30076 7809 27153 25224 26070 21035 5023 18170 25507 9162 91044 78449 46219 39291 54463 76889 85661 73080 39978 38647 33729 25177 29219 51066 145881 85955 81669 107805 145881
29107 14436 14689 35316 26229 114612 67915 3778 18252 5475 23007 977 13721 12024 14477 2027 28385 31967 7319 21435 58136 85278 13949 6757 6468 22530 11323 59215 11104 2697 23790 31516 22481 98983 186943 122781 122062 141501 186943
21390 8953 14470 28638 22103 115217 70221 58 13685 12328 28048 4984 23338 3491 6858 5723 732 9949 3844 7672 83636 67085 28123 12891 9336 19336 42130 49342 6709 5219 913 5869 16720 52538 126120 69788 76180 81659 126120
20471 16278 14186 42458 21440 110631 62567 2 8911 11960 30111 12070 31563 23267 15700 23579 5796 14351 20597 5341 83701 101050 48713 44813 47176 58959 62957 79448 39900 26675 10941 17569 20094 54221 148647 100193 109712 126080 148647
Mean Absolute Error
47300.86842
41232.71053
44240.28947
39806.89474
30402.52632
44003.36842
43
Gambar 5.4. Perbandingan total stok akhir suplai bantuan aktual dengan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi tahapan kalibrasi Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa nilai parameter yang mendekati kondisi nyata ditentukan berdasarkan nilai error maksimum yang paling kecil dan nilai Mean Absolute Error (MAE) paling kecil dari semua simulasi yang dilakukan. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa simulasi kalibrasi ke 5 memiliki nilai rata-rata error paling rendah dibandingkan simulasi lainnya. Nilai parameter untuk simulasi ke 6 pada proses kalibrasi ini ditunjukkan oleh Tabel 5.4. Sedangkan contoh perhitungan sisa stok akhir suplai bantuan dapat dilihat pada Lampiran II.
Tabel 5.4. Parameter pada model hasil kalibrasi Parameter
Nilai
Jumlah Pengungsi
2717
Jumlah relawan
90
Rate of Demand
0.05
Energy of Children Energy of Teenager Energy of Adults
450 500 700
Energi Manula
400
Energy of Disabiities
400
Keterangan Menunjukan jumlah pengungsi sebesar 27170 orang (skala 1 : 10) Menunjukan jumlah relawan sebesar 900 orang (skala 1 : 10) Menunjukan tingkat peningkatan demand di barak setiap harinya sebesar 5 % Energi awal yang dimiliki oleh pengungsi anak-anak dalam pergerakan menuju barak Energi awal yang dimiliki oleh pengungsi remaja dalam pergerakan menuju barak Energi awal yang dimiliki oleh pengungsi dewasa dalam pergerakan menuju barak Energi awal yang dimiliki oleh pengungsi manula dalam pergerakan menuju barak Energi awal yang dimiliki oleh pengungsi kategori disabilitas dalam pergerakan menuju barak
44
5.4.3
Validasi
a.
Model Calibration Secara konseptual, kalibrasi merupakan salah satu cara menguji validitas
sebuah model yang dibangun. Jika data cukup tersedia di lapangan, maka nilai parameter sebuah model akan mudah dapat ditentukan (Macal dan North, 2007). Pada penelitian ini, total stok akhir bantuan yang masih tersedia pada kondisi yang digunakan adalah pada periode 26 November hingga 2 Desember 2010. Pada tahapan ini, validasi dilakukan dengan membandingkan hasil output total stok akhir kapasitas bantuan hasil simulasi dengan total stok akhir bantuan pada kondisi aktual. Oleh karena itu, dilakukan beberapa pengujian statistik dalam mengetahui hubungan yang signifikan antara hasil simulasi dan kondisi aktual. Dalam hal ini, pengujian t-paired sample test digunakan untuk mengetahui hubungan data stok akhir suplai bantuan aktual dan stok akhir suplai bantuan hasil simulasi. Sebelum dilakukan uji t-paired sample test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yaitu data harus terdisribusi secara normal dan memiliki varian yang homogen. Uji normalitas data bertujuan untuk menunjukkan bahwa data yang digunakan terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk test dengan bantuan software SPSS 16 menunjukkan data stok akhir suplai bantuan aktual dan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi memiliki nilai Shapiro-Wilk lebih besar dari α = 0,05. Berdasarkan hasil ini, dapat diketahui bahwa tidak ada cukup bukti untuk menolak H0, sehingga data yang digunakan terdistribusi secara normal pada taraf signifikansi 0,05. Sedangkan hasil uji homogenitas, didapatkan hasil pengujian statistik dengan nilai signifikansi 0,483. Nilai signifikansi 0,483 lebih besar dari α = 0,05. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa variansi data stok akhir suplai bantuan aktual dan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi adalah homogen (sama). Hasil output SPSS terkait uji normalitas, uji homogenitas dan uji t-paired sample test dapat dilihat pada Lampiran I.
45
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas, dilakukan pengujian t-paired sample test yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua data yang digunakan saling berhubungan, memiliki rata-rata yang sama ataukah berbeda secara signifikan. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : μ1-μ2=0 (μ1=μ2), Tidak ada perbedaan yang signifikan antara data stok akhir kapasitas bantuan aktual dengan total stok akhir bantuan hasil simulasi. H1:μ1-μ2≠0 (μ1≠μ2), Ada perbedaan yang signifikan antara data stok akhir suplai bantuan aktual dengan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi. Nilai signifikansi uji yang digunakan adalah α sebesar 0,05.
Tabel 5.5 Hasil uji t-paired sample test Paired Differences
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
Aktual Simulasi
4.89E+03
44972.25
7295.463
-9892.76
t
Sig. (2tailed)
df
Upper 19671.26
0.67
37
0.507
Kriteria pengambilan keputusan adalah gagal menolak H0 jika t hitung < t tabel, dan sebaliknya menolak H0 jika t hitung > t tabel. Adapun nilai t tabel = tα/2 (df)= t0.05/2 (38-1) =t0.025(37) =2,0269.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa nilai thitung = 0,67 lebih kecil dari t tabel = 2,2069 dan nilai signifikansi 2-tailed sebesar 0,507 lebih besar dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada cukup bukti untuk menolak H0. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara total stok akhir suplai bantuan aktual dengan total stok akhir suplai bantuan hasil simulasi Netlogo. Secara lengkap dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun sudah lolos uji validasi dan menggambarkan kondisi nyata di lapangan dengan baik.
46
Contoh hasil simulasi dinamika total demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan para relawan dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Contoh hasil simulasi dalam tick hari tertentu Ticks 1801 1802 1803 1804 1805 1806 1807 1808 1809 1810 1811 1812 1813 1814 1815 1816 1817 1818 1819 1820
Total demand (unit barang) 368756 366696 366685 366678 366674 366674 366670 366670 366204 366204 366204 366196 366193 363818 363810 363810 363810 361439 361439 361431
Total demand yang belum terpenuhi (unit barang) 366696 366685 366678 366674 366674 366670 366670 366204 366204 366204 366196 366193 363818 363810 363810 363810 361439 361439 361431 361431
Kapasitas stok akhir bantuan relawan (unit barang) 200641 203005 202998 202994 205369 207740 207740 207274 207274 207274 209641 209638 207263 207255 207255 207255 204884 207259 207251 207251
Berdasarkan tabel 5.6 digambarkan beberapa hasil simulasi terkait total demand, total demand yang belum terpenuhi dan total kapasitas stok akhir bantuan relawan yang akan disalurkan. Total demand seluruh barak pengungsian pada tick ke 1812 adalah 366193 unit barang, total demand yang belum terpenuhi adalah 366193 unit barang dan total kapasitas stok akhir relawan adalah 209638 unit barang. Pada tick 1813 terjadi interaksi antara relawan dan barak dimana relawan menyalurkan sekitar 2375 unit barang. Sehingga didapatkan sebagai berikut: Demand yang belum terpenuhi
= (366193 – 2375) unit barang = 363818 unit barang
Total Stok Akhir bantuan
= (209638 – 2375) unit barang = 207263 unit barang
47
Gambar 5.5 Hasil Simulasi dan stok akhir suplai bantuan aktual Kurva jumlah demand simulasi (kurva warna kurning) pada Gambar 5.5 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah demand pada fase awal tanggap darurat (pada 8 hari pertama). Jumlah demand barak pengungsian bergerak signifikan disebabkan pada fase awal ini para pengungsi sudah menetap dan melaporkan jumlah kebutuhan sesuai dengan karateristik umur para pengungsi. Selanjutnya setelah adanya interaksi relawan yang memberikan sejumlah bantuan sejumlah unit barang menuju barak pengungsian, jumlah demand yang dimiliki barak pengungsian menunjukkan penurunan dan begerak turun hingga akhir simulasi. Sedangkan jumlah demand barak per hari setelah adanya interaksi barak pengungsian dengan relawan merupakan nilai sisa demand pada hari tersebut (t) dijumlahkan dengan nilai absolut dari selisih demand yang tidak terpenuhi pada hari tersebut (t) dengan demand yang tidak terpenuhi pada hari sebelumnya (t-1) dan absolut ditambah absolut selisih kapasitas suplai bantuan akhir simulasi pada hari tersebut (t) dengan stok akhir kapasitas suplai bantuan pada hari sebelumnya. Dalam formulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: Demand (Dt) = (DSt)+ |DSt – DSt-1| + |Cpt- Cpt-1| Keterangan: Dt
= Demand pada hari t
DSt
= Demand yang belum terpenuhi pada hari t
DSt-1 = Demand yang belum terpenuhi pada hari sebelumnya Cpt
= Stok akhir suplai bantuan pada hari t
(5.4)
48
Cpt-1
= Stok akhir suplai bantuan pada hari sebelumnya Tabel 5.7 Perhitungan Jumlah Demand Hasil Simulasi per hari Hari ke
Jumlah demand yang belum terpenuhi (unit barang)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
386455 611436 765007 867887 937123 983643 1009383 1019750 1005583 992525 978523 961321 949755 923071 888863 834832 795087 765956 730424 684276 643846 600377 559063 520876 481996 440481 417597 408536 383072 368756 351979 333693 309089 288408 280808 263474 257808 240763 232954 223590 208352 192720 185953 183661 170607 154218 148009 146947 144068 138660 134383 131444 129172 124310 110076 105666 101058 101160 94162 84891
Contoh perhitungan: Ds30
= 368756 unit barang
Total stok akhir kapasitas bantuan (unit barang) 103610 67031 54602 42242 43538 39828 38163 39860 38003 39645 39343 37841 40975 61491 76858 84277 110732 105051 123844 127271 148291 147272 146033 150296 146741 147676 169617 176881 184367 200626 221549 231463 254059 261578 284553 281169 291828 302983 313874 313710 310047 301240 301298 312956 309102 309038 307279 315417 321738 322472 327395 324156 333459 340172 330388 335178 342145 344321 346080 346009
Total demand per hari (unit barang) 490065 872996 931007 983127 1007655 1033873 1036788 1031814 1021607 1007225 992827 980025 964455 970271 938438 896282 861287 800768 784749 733851 705296 644865 601616 563326 524431 482931 462422 424861 416022 399331 389679 361893 356289 316608 311383 284192 274133 268963 251654 233118 227253 217159 192778 197611 187515 170671 155977 156147 153268 144802 143583 137622 140747 135885 134094 114866 112633 103438 102919 94233
49
Ds29
= 383072 unit barang
Cp30
= 200626 unit barang
Cp29
= 184267 unit barang
D30
= 368756 + |368756 – 383072| + | 200626 – 184267| = 399331 unit barang Gambar 5.5 dan Tabel 5.7 menunjukkan terjadinya peningkatan demand
yang belum terpenuhi pada fase awal tanggap darurat. Ketika relawan telah menyalurkan bantuan menuju barak pengungsian, terjadi pengurangan demand yang tidak terpenuhi dan menuju nilai yang sama pada fase II (fase kapasitas dan demand memiliki nilai yang sama). Sementara pada fase akhir tanggap darurat, demand yang tidak terpenuhi menurun secara wajar dan stok akhir suplai bantuan mengalami peningkatan. b.
Face Validation Pada tahapan ini, model simulasi yang dibuat dianalisis oleh expert untuk
mengetahui apakah model telah disusun dengan sistematis, model dibuat sesuai kerangka kerja, dan output simulasi sudah benar dan menggambarkan kondisi nyata. Expert yang terlibat pada tahapan ini adalah peneliti di Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM. Berdasarkan output simulasi, disimpulkan bahwa model sudah mengikuti alur kerja, sistematis dan menggambarkan kondisi nyata. Akan tetapi model ini belum mencakup sistem koordinasi dan komando para relawan dan hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan atau demand di barak pengungsian.
5.5.
Hasil Simulasi
5.5.1. Pengembangan Skenario Secara konseptual, model pergerakan skenario awal, skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan skenario 4 adalah sama. Hal yang membedakan antara masingmasing skenario adalah jumlah posko utama dan jumlah relawan masing-masing posko. Jumlah relawan tiap-tiap posko utama relawan dibagi seimbang sesuai dengan jumlah posko utama. Skenario awal untuk model simulasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa posko utama relawan berpusat di Universitas Gadjah Mada
50
dan Stadion Maguwoharjo. Relawan berkumpul pada dua posko utama ini dan kemudian menyalurkan bantuan yang didapatkan sebelumnya menuju titik barak pengungsian. Pada simulasi yang dilakukan, relawan atau pihak DERU UGM, TNI dan POLRI bersiapsiaga dalam memberikan bantuan pasca terjadi bencana. Untuk setiap skenario dilakukan inisialisasi awal sesuai dengan nilai parameter yang didapatkan dari hasil kalibrasi. Skenario awal selanjutnya dijalankan dengan replikasi sebanyak 10 kali. Tabulasi hasil replikasi per hari, hasil simulasi tiap replikasi dan perhitungan statisti masing-masing skenario sebanyak 10 kali replikasi dapat dilihat pada Lampiran III. Selanjutnya, skenario awal yang terdiri dari 2 posko utama sebelumnya kemudian dikembangkan dengan penambahan 1 atau 2 posko lainnya sehingga total posko adalah kombinasi 3 posko atau kombinasi 4 posko dengan lokasi yang berbeda. 2 pilihan posko tersebut adalah Posko Utama Pakem dan Posko Utama Tagana. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyaluran bantuan menuju barak pengungsian dengan tiga dan empat posko yang berbeda. Selain itu, skenario 1 sampai skenario 4 mengasumsikan jumlah relawan terbagi secara merata untuk setiap posko. Untuk nilai masing-masing parameter disesuaikan dengan nilai parameter hasil kalibrasi sebelumnya. Masing-masing skenario pada penelitian ini dijalankan dengan replikasi sebanyak 10 kali. Tabulasi hasil replikasi sebanyak 10 kali dapat dilihat pada Lampiran III.
Gambar 5.6. Posisi 2 posko utama untuk skenario dasar
51
Gambar 5.7. Posisi posko untuk skenario 1
Gambar 5.8. Posisi posko untuk skenario 2
Gambar 5.9. Posisi posko untuk skenario 3
52
Gambar 5.10. Posisi posko untuk skenario 4 Tabel 5.8 Hasil akhir simulasi masing-masing skenario Hasil Akhir Simulasi Skenario
Jumlah demand Total Stok Akhir Jumlah pengungsi yang Jumlah Relawan Jumlah yang belum terpenuhi suplai bantuan menetap di barak Akhir Simulasi Posko (unit barang) (unit barang) (satuan 10 orang) (satuan 10 orang)
Area
Awal
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
UGM Stadium Maguwoharjo UGM Stadium Maguwoharjo Posko Pakem
2
44500
400570
2384
87
19797
3
UGM Stadium Maguwoharjo Tagana
3
UGM Posko Pakem Tagana
3
411950 2381 Persentase Perbandingan dengan skenario awal -55.51% 2.84% -0.13% 44690 0.43%
404797 2383 Persentase Perbandingan dengan skenario awal 1.06% -0.04%
15536
UGM Stadium Maguwoharjo Posko Pakem Tagana
424370 2386 Persentase Perbandingan dengan skenario awal -65.09% 5.94% 0.08% 14054
4
429779 2386 Persentase Perbandingan dengan skenario awal -68.42% 7.29% 0.08%
88 1.15% 88 1.15% 88 1.15% 89 2.30%
(Persentase dengan nilai minus (-) menunjukkan nilai dengan jumlah yang lebih kecil)
Tabel 5.9 Penentuan skenario terbaik berdasarkan bobot masing indikator Hasil Akhir Simulasi Skenario
1 2 3 4
Area Persentase Bobot Persentase Bobot Persentase Bobot Persentase Bobot
Jumlah demand yang belum Total Stok Akhir suplai terpenuhi (unit barang) bantuan (unit barang) 55.51% 0.539 -0.43% 0.539 65.09% 0.539 68.42% 0.539
-2.84% 0.114 -1.06% 0.114 -5.94% 0.114 -7.29% 0.114
Jumlah pengungsi yang Jumlah Relawan Akhir menetap di barak Persentase x Bobot Simulasi (satuan 10 orang) (satuan 10 orang) 0.13% 0.244 0.04% 0.244 -0.08% 0.244 -0.08% 0.244
-1.15% 0.103 -1.15% 0.103 -1.15% 0.103 -2.30% 0.103
0.295096072 -0.004585888 0.342660428 0.357887665
53
Manajemen logistik bencana secara konseptual menjelaskan bahwa sejumlah unit barang suplai bantuan yang akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi atau daerah yang terkena dampak bencana harus disalurkan dengan jumlah yang tepat, tepat guna dan tepat sasaran (efektif dan efisien). Manajemen rantai pasok bertujuan agar sejumlah barang atau jasa dapat disalurkan dan didistribusikan dalam jumlah yang benar dan tepat, lokasi yang tepat dan waktu yang tepat dalam rangka meminimalkan sistem biaya dan meningkatkan tingkat kepuasan pelayanan (Chopra dan Meindl, 2007). Oleh karena itu, pada pemodelan ini dapat ditentukan bahwa model simulasi dinyatakan efektif jika semakin mampu memenuhi sejumlah kebutuhan pengungsi dan demand barak pengungsian dengan baik sehingga jumlah demand yang belum terpenuhi minimum. Sedangkan model simulasi dinyatakan efisien jika pada hasil simulasi menunjukkan sejumlah kapasitas suplai bantuan yang disalurkan sesuai dengan demand di barak pengungsian sehingga total stok akhir suplai bantuan pada akhir simulasi dengan jumlah yang lebih minimum. Dengan kata lain, skenario simulasi yang terbaik adalah simulasi dengan hasil akhir simulasi berupa jumlah demand yang belum terpenuhi paling minimum dan jumlah sisa stok akhir suplai bantuan yang paling sedikit. Selain itu, penentuan skenario terbaik ditentukan berdasarkan nilai total bobot terbesar untuk semua indikator. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) dengan bantuan software Expert Choice. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan perbandingan berpasangan yang ditentukan berdasarkan kuisioner yang diberikan oleh peneliti di PSBA UGM. Hasil kuisioner dan output pembobotan dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil akhir simulasi menunjukkan skenario 4 memiliki demand yang belum terpenuhi paling kecil dibandingkan dengan skenario lainnya yaitu sebesar 14054 unit dengan persentase 68,42% lebih sedikit dibandingkan dengan total demand yang tidak terpenuhi skenario dasar. Sedangkan total nilai stok akhir suplai bantuan akhir simulasi sebesar 429779 unit (7,29% lebih banyak suplai yang tersisa dibandingkan skenario dasar) dan skenario ini menunjukkan jumlah relawan yang masih dapat beroperasi dan menyalurkan bantuan pada akhir simulasi sebanyak 89
54
orang atau 2,30% lebih besar dibandingkan jumlah relawan akhir simulasi skenario dasar. Berdasarkan hasil ini, skenario 4 merupakan skenario yang cukup baik dalam memenuhi demand barak pengungsian. Selain itu, berdasarkan hasil pembobotan, skenario alternatif terbaik adalah skenario 4 yang memiliki bobot terbesar dibandingkan skenario lainnya. Skenario 4 meliputi kawasan UGM, stadion Maguwoharjo, Posko TAGANA dan Posko Utama Pakem dengan bobot 0.357. Skenario 3 menunjukkan nilai total demand yang belum terpenuhi sebanyak 15536 unit barang (65,09% lebih sedikit dibandingkan skenario dasar), total nilai stok akhir suplai bantuan sebesar 424730 (5,94% lebih besar dibandingkan skenario dasar), dan jumlah relawan pada akhir simulasi sebanyak 88 orang (1,15% lebih besar dibandingkan skenario dasar). Berdasarkan hasil ini, dapat diketahui bahwa skenario 3 merupakan skenario yang efektif dalam memenuhi jumlah demand di barak pengungsian. Skenario 1 juga menunjukkan nilai yang nilai yang cukup baik dalam pemenuhan kebutuhan di pengungsian dengan nilai demand yang belum terpenuhi dengan persentase 55,51% lebih kecil dibandingkan jumlah demand yang belum terpenuhi skenario dasar. Sedangkan skenario 2 menunjukkan perbedaan nilai demand yang belum terpenuhi sebesar 0,43% lebih besar dibandingkan dengan jumlah demand yang belum terpenuhi pada skenario dasar, sehingga skenario 2 menjadi skenario alternatif yang kurang efektif dalam pemenuhan kebutuhan korban bencana. Sedangkan untuk jumlah penduduk yang menetap di barak pengungsian pada akhir simulasi menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda masing-masing skenario. Secara umum skenario 1, skenario 3 dan skenario 4 menunjukkan nilai demand yang belum terpenuhi lebih kecil dibandingkan dengan skenario awal dengan 2 posko utama awal. Hal ini menunjukkan penambahan posko lebih efektif dalam kegiatan pemberian bantuan dan penanggulangan bencana Erupsi Merapi. Akan tetapi, semua skenario alternatif menunjukkan jumlah stok akhir suplai bantuan yang masih dapat disalurkan relawan selalu lebih besar
55
dibandingkan dengan skenario dasar. Sehingga terdapat kelebihan kapasitas bantuan yang belum tersalurkan. Pada kondisi nyata hal ini tentu menimbulkan penumpukan barang dan memungkinkan bantuan akan menjadi rusak. Akan tetapi, jika prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan para pengungsi, maka alternatif skenario cukup efektif dalam pemenuhan demand. Sedangkan kelebihan kapasitas akhir relawan dan jumlah relawan pada akhir simulasi menjadi kelemahan dalam pemodelan skenario alternatif pada model ini. Adapun hasil simulasi yang menunjukkan dinamika jumlah demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan erkait jumlah bantuan yang dapat disalurkan pada akhir simulasi dalam periode per hari ditunjukkan pada Gambar 5.11 sampai Gambar 5.15 untuk masing-masing skenario.
Gambar 5.11. Nilai demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan untuk Skenario Dasar
Gambar 5.12. Nilai demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan untuk Skenario 1
56
Gambar 5.13. Nilai demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan untuk Skenario 2
Gambar 5.14. Nilai demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan untuk Skenario 3
Gambar 5.15. Nilai demand yang belum terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan untuk Skenario 4 Selengkapnya hasil simulasi masing-masing skenario dapat dilihat pada Lampiran III.
57
5.5.2. Interpretasi Hasil Simulasi A.
Analisis perubahan nilai parameter Berdasarkan proses kalibrasi yang dilakukan sebelumnya dimana dilakukan
perubahan beberapa nilai parameter dalam penelitian ini dapat dilakukan beberapa analisis diantaranya: 1. Peningkatan demand rate akan memperlambat masa tanggap darurat seiring dengan peningkatan jumlah demand barak pengungsian yang harus dipenuhi dan berlaku sebaliknya. 2. Peningkatan jumlah relawan memiliki nilai yang sebanding dengan nilai stok akhir suplai bantuan dan lamanya fase tanggap darurat. Hal yang sama dapat diasumsikan berlaku pada pengurangan dan peningkatan jumlah pengungsi. Semakin besar jumlah pengungsi akan meningkatkan demand yang harus dipenuhi dan akan berpengaruh pada lamanya fase tanggap darurat. 3. Tren output simulasi menunjukkan pola yang sama untuk masing-masing skenario dan menghasilkan pola yang sama untuk setiap dinamika nilai total demand yang belum terpenuhi dan total kapasitas stok akhir suplai bantuan. 4. Kalibrasi yang dilakukan menunjukkan bahwa model yang dibuat mampu mensimulasikan keadaan nyata dengan baik 5. Total stok akhir suplai bantuan selalu berada dengan nilai total lebih besar dibandingkan dengan demand yang belum terpenuhi di barak pengungsian. Nilai stok akhir suplai bantuan meningkat untuk peningkatan jumlah relawan dan terjadi penurunan jika terjadi peningkatan demand rate.
B.
Analisis Skenario Awal dan Skenario Alternatif (1, 2, 3, dan 4)
1.
Analisis Hasil Simulasi Model simulasi yang dibuat menunjukkan para pengungsi dan relawan
berada sesuai dengan kepadatan penduduk tiap-tiap kecamatan dan proporsi karakteristik usia dalam kawasan Kabupaten Sleman. Sementara regulasi menyatakan bahwa relawan dan penduduk harus menjauhi kawasan Gunung Merapi. Oleh karena itu, penduduk diasumsikan telah menjauhi radius 15 kilometer
58
sampai 20 kilometer dari puncak kawah Merapi. Sehingga pada penelitian ini relawan dan pengungsi berada dalam kawasan cukup aman. Para pengungsi secara random bergerak menggunakan arah dan jalur yang diatur sebelumnya pada peta dan data spasial menuju barak pengungsian berupa patches bewarna merah. Sesampainya di patches warna merah, pengungsi melaporkan kebutuhan yang akan menjadi demand barak. Selanjutnya pengungsi diasumsikan menetap di barak pengungsian. Sedangkan relawan akan segera menuju barak pengungsian dalam penyaluran bantuan. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan pergerakan total demand pada awalnya meningkat untuk 1 sampai 6 hari pertama. Selanjutnya akan menurun akibat interaksi antara relawan dan barak pengungsian. Selanjutnya pada 1 bulan pertama masa tanggap darurat, demand yang tidak terpenuhi dan stok akhir suplai bantuan menuju keseimbangan dengan nilai yang sama. Selanjutnya, pada masa tanggap darurat selanjutnya stok akhir suplai bantuan memiliki nilai yang meningkat dibandingkan sebelumnya. Sedangkan nilai demand yang tidak terpenuhi terus bergerak turun hingga akhir simulasi. Simulasi berakhir pada ticks ke 3600 atau hari ke 60 menandakan masa tanggap darurat dinyatakan berakhir. Berdasarkan simulasi ini, pengubahan nilai parameter pada saat inisialisasi akan menyebabkan fenomena perubahan demand yang tidak terpenuhi dan kapasitas suplai bantuan pada akhir simulasi. Nilai demand yang tidak terpenuhi dan nilai stok akhir suplai bantuan dapat digunakan dalam verifikasi dan validasi model yang dibangun apakah telah sesuai dengan teori dan kondisi nyata di lapangan. Pada simulasi skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan skenario 4 menunjukkan titik keseimbangan jumlah demand yang tidak terpenuhi dan total stok akhir suplai bantuan lebih cepat dibandingkan dengan skenario awal. Titik keseimbangan antara demand yang tidak terpenuhi dan stok akhir suplai bantuan pada skenario 1 terjadi pada hari ke 32 dan titik keseimbangan antara demand yang tidak terpenuhi dan kapasitas stok akhir suplai bantuan pada skenario 2 pada hari ke 34. Sementara skenario 3 dan skenario 4 mencapai titik keseimbangan pada hari 29 dan pada hari ke 31. Sedangkan pada skenario awal titik keseimbangan terjadi pada hari ke 36.
59
Skenario 1, skenario 3 dan skenario 4 menunjukkan jumlah demand yang belum terpenuhi lebih kecil dibandingkan dengan skenario awal dengan 2 posko bantuan skenario dasar. Hal ini menunjukkan penambahan posko berdampak signifikan dalam efektifitas penyaluran bantuan menuju barak pengungsian. Akan tetapi, jumlah relawan akhir simulasi dan total stok akhir suplai bantuan untuk skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan skenario 4 lebih besar dibandingkan skenario awal. Sehingga penambahan posko akan berdampak pada jumlah biaya yang dikeluarkan atau total barang yang menumpuk sehingga penyaluran belum efisien. Berdasarkan hasil akhir simulasi, skenario 3 dan skenario 4 menunjukkan jumlah akhir demand yang tidak terpenuhi lebih kecil dibandingkan dengan skenario dasar, skenario 1 dan skenario 2. Hal ini menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan pengungsi yang masih menetap di barak dapat dipenuhi secara lebih baik dibandingkan skenario lainnya. 2.
Analisis Skenario secara keseluruhan Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui bahwa skenario 1, skenario 3
dan skenario 4 menunjukkan hasil demand yang belum terpenuhi lebih sedikit dibandingkan dengan hasil simulasi skenario dasar atau skenario awal. Penyaluran bantuan oleh relawan lebih cepat dilakukan walaupun hasil simulasi menunjukkan memiliki kapasitas stok akhir suplai bantuan yang lebih besar dibandingkan dengan skenario awal. Akan tetapi, dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa kelemahan yang mungkin dapat terjadi dalam penerapan skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan skenario 4 dalam kegiatan distribusi bantuan diantaranya: 1. Penerapan skenario 1, skenario 3 dan skenario 4 hanya dapat dilakukan jika erupsi merapi yang terjadi tidak tergolong eksplosif. Kondisi erupsi yang bersifat eksplosif memungkinkan area posko utama pakem tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan regulasi untuk menghindari kawasan Gunung Merapi atau berada dalam kawasan aman dengan radius 15 km hingga 20 km. 2. Penambahan lokasi dan jumlah posko utama membutuhkan biaya dan perencanaan yang matang. Sehingga faktor biaya menjadi isu penting yang
60
perlu dipertimbangkan. Berdasarkan laporan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sleman tahun 2012 menunjukkan biaya revitalisasi Posko Utama Pakem mengeluarkan biaya atau dengan pagu anggaran Rp 4.500.000.000,- (empat setengah miliar rupiah). Hal ini belum termasuk biaya operasional dan biaya lainnya yang menyebabkan faktor lokasi dan biaya menjadi hal yang sangat perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan kondisi di lapangan, skenario dasar juga memiliki kelemahan dalam hal managemen distribusi penyaluran bantuan yaitu banyaknya barang bantuan pada posko utama yang belum tersalurkan. Sehingga bantuan kadang kala menjadi rusak dan tentu ini sangat merugikan kegiatan penanggulangan bencana. Sehingga manajemen logistik bencana dan distribusi bantuan kemanusiaan perlu ditingkatkan dalam kegiatan penanggulangan bencana terutama pada fase kritis masa tanggap darurat bencana.
Oleh karena itu, diperlukan sinkronasi yang baik antara semua pihak yang terlibat dalam operasi kemanusiaan dan operasi penanggulangan bencana. Pihak pemerintah harus menetapkan regulasi dan kebijakan terkait kemudahan dalam penerimaan dan penyaluran bantuan. Semua pihak yang terlibat dengan seksama memperhatikan apa dan jenis bantuan yang dibutuhkan oleh para pengungsi di barak pengungsian selain mempertimbangkan kecepatan dan efektifitas penyaluran bantuan. Penentuan lokasi dan jumlah posko bantuan utama hendaknya perlu lebih lanjut diperhatikan seperti faktor biaya, perilaku para penduduk, perspektif kebencanaan masyarakat, kecepatan penyaluran dan distribusi barang, efisiensi kegiatan distribusi logistik bencana dan efektivitas distribusi bantuan.