Bab V Hasil dan Pembahasan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk setiap titik sampling. Dari grafik yang diperoleh kemudian diambil suatu kesimpulan. Analisa parameter yang dilakukan meliputi: x
Kondisi temperatur
x
Kondisi pH
x
Kandungan oksigen terlarut
x
Nilai COD dan BOD
x
Kandungan nitrogen anorganik (nitrat, nitrit, dan ammonium)
x
Kandungan ortofosfat
x
Kandungan logam berat (Cu, Cd, Pb, Zn, dan Hg)
Pada analisis kualitas air Waduk Cirata ini, digunakan baku mutu air Kelas II yang tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang diperuntukkan bagi kegiatan rekreasi, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan irigasi sawah.
V.1
TEMPERATUR
Temperatur air merupakan parameter penting karena dapat mempengaruhi kehidupan akuatik, aktivitas biologi, dan mempengaruhi kelarutan gas-gas dan viskositas air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Jati, 2006).
Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. V-1
Bab V Hasil dan Pembahasan Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 – 30 °C (Effendi, 2003). Hasil pengukuran suhu untuk setiap titik sampling data dilihat pada Tabel V.1. Pengukuran temperatur dilakukan secara langsung pada saat sampling dengan menggunakan termometer. Tabel V.1 Nilai Temperatur Terukur pada Setiap Titik Sampling Temperatur (°C) Titik Sampling
Sampling 1 (4 April 2007)
Sampling 2 (3 Mei 2007)
A
B
C
Udara
A
B
C
Udara
1
29,0
27,5
26,5
29,0
30,1
27,4
27,2
35,9
2
29,4
27,1
26,4
33,3
29,7
27,8
27,3
33,3
3
29,5
27,4
26,6
35,2
30,1
27,2
26,9
33,4
4
30,0
27,1
26,5
34,2
29,6
27,5
26,7
34,2
5
30,4
27,2
26,9
34,1
29,0
27,0
26,8
34,6
6
29,9
27,0
26,9
36,8
29,2
27,2
26,9
35,2
7
31,2
27,3
26,7
36,4
29,0
27,0
26,7
31,0
8
30,5
27,2
27,0
33,0
30,5
27,0
26,6
36,8
9
30,3
27,4
27,2
31,5
28,2
27,0
26,6
29,0
10
30,1
27,1
26,6
29,2
28,3
27,5
25,0
28,2
Keterangan:
A = permukaan B = Kedalaman 9 meter C = Dasar (0,8 kali kedalaman total)
Hasil pengukuran temperatur pada sampel air berada pada kisaran 25 – 31,2 °C. Suhu udara pada saat pengambilan sampel berkisar antara 28,2 – 36,8 °C dengan rata-rata 29,1 °C. Kisaran temperatur tersebut masih berada pada kisaran yang aman dan mendukung kehidupan organisme akuatik dan dapat dengan baik ditoleransi oleh mikroalga perairan di daerah tropis (Boney, 1995 dalam Prihantini, 2006). Suhu 25 °C atau lebih diketahui sebagai suhu optimum untuk berfotosintesis bagi Chlorophyta (Lee, 1989 dalam Prihantini, 2006 dan Cyanophyta (Vincent & Howard-Williams, 1989 dalam Effendi, 2003). Perbandingan temperatur untuk setiap titik sampling dan setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar V.1. Gambar V.1 menunjukkan bahwa terdapat stratifikasi termal pada semua titik sampling dimana kecenderungan menurunnya temperatur seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada Gambar V.1, tampak adanya perbedaan yang V-2
Bab V Hasil dan Pembahasan cukup signifikan antara temperatur di bagian permukaan dengan temperatur pada kedalaman 9 meter. Sedangkan temperatur pada kedalaman 9 meter dan kedalaman dasar memiliki perbedaan yang relatif kecil.
Keterangan:
permukaan
9 m dari permukaan
dasar
Gambar V.1 Perbandingan Temperatur Pada Setiap Titik dan Kedalaman Temperatur yang tinggi terukur pada bagian permukaan. Hal ini dikarenakan bagian permukaan mengalami kontak langsung dengan sinar matahari. Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih intensif pada lapisan atas sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi (lebih panas) dan densitas yang lebih kecil daripada lapisan bawah (Effendi, 2003). Perbedaan yang cukup signifikan antara kedalaman 9 meter dengan bagian permukaan dipengaruhi oleh tingkat kecerahan yang akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Tingkat kecerahan yang berkisar antara 60 – 110 cm menunjukkan bahwa cahaya matahari akan sulit untuk melakukan penetrasi lebih dari kedalaman 1,5 meter. Pada perairan alami, sekitar 53% cahaya matahari yang masuk akan mengalami transformasi menjadi panas dan sudah mulai menghilang (extinction) pada kedalaman satu meter dari dari permukaan air (Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).
V.2
pH
pH merupakan parameter kimiawi yang mempengaruhi kehidupan akuatik. Organisme yang merombak bahan organik akan menyesuaikan diri pada kisaran pH yang sempit antara 6,5 - 8,3 (Jati, 2006). Pengukuran pH dilakukan langsung dilapangan menggunakan alat pH Meter. Prinsip pengukuran pH yaitu elektrode gelas mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H+ dalam air secara V-3
Bab V Hasil dan Pembahasan potensiometri. Hasil pengukuran pH untuk setiap titik sampling dapat dilihat pada Tabel V.2. Tabel V.2 Nilai pH pada Setiap Titik Sampling dan Setiap Kedalaman Nilai pH Titik Sampling
Sampling 1 (4 April 2007)
Sampling 2 (3 Mei 2007)
A
B
C
A
B
C
1
8,17
6,98
6,98
7,54
6,98
6,98
2
7,40
6,83
6,96
7,53
7,02
7,10
3
7,81
6,87
6,99
7,45
7,00
7,14
4
7,32
6,94
6,87
7,57
6,80
6,92
5
8,22
7,06
6,82
6,66
6,70
6,79
6
7,94
6,89
6,61
7,51
6,70
6,89
7
8,14
7,04
6,89
6,98
6,72
6,84
8
7,92
6,87
7,05
7,70
7,12
6,96
9
8,27
7,10
6,84
6,78
6,80
6,82
10
8,22
7,10
6,76
6,78
6,64
6,34
Keterangan: A
= permukaan
B
= Kedalaman 9 meter
C
= Dasar (0,8 kali kedalaman total)
Dari Tabel V.2 terlihat bahwa nilai pH pada sampling pertama dan kedua tidak mengalami perbedaan yang besar. Dari hasil pengamatan, nilai pH pada sampling yang kedua cenderung lebih bersifat asam dibandingkan dengan hasil pengukuran pada sampling yang kedua. Hal ini kemungkinan disebabkan aktivitas respirasi dari mikroorganisme cenderung meningkat. Aktivitas respirasi tersebut akan menghasilkan karbondioksida yang dapat mempengaruhi asiditas dari air waduk. Mackereth et al (1989) dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan dengan karbon dioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbon dioksida bebas, begitu pula sebaliknya.
pH yang terukur pada sampel berkisar antara 6,34 – 8,27. Lind (1979) dalam Pratiwi (2006) menyebutkan bahwa nilai pH yang optimum bagi kehidupan fitoplankton adalah 6,0 – 8,0. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH air Waduk Cirata pada titik pengambilan sampel berada pada kisaran yang mendukung
V-4
Bab V Hasil dan Pembahasan kehidupan
organisme
akuatik
didalamnya.
Gambar
V.2
menunjukkan
perbandingan nilai pH untuk setiap titik sampling.
Keterangan:
permukaan
9 m dari permukaan
dasar
Gambar V.2 Perbandingan Nilai pH Pada Setiap Titik dan Kedalaman Gambar V.2 menunjukkan bahwa nilai pH di bagian permukaan cenderung lebih besar daripada kedalaman 9 meter dan kedalaman dasar. Hal ini kemungkinan disebabkan aktivitas fotosintesis yang dilakukan mikroorganisme. Pada bagian permukaan,
penetrasi
sinar
matahari
sangat
mudah
terjadi
sehingga
karbondioksida yang terkandung dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Nilai pH yang terukur masih memenuhi standar baku mutu air untuk semua kelas yang tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu berkisar pada nilai 6 – 9.
V.3
KESADAHAN
Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun (soap) membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam (Effendi, 2003). Hasil pengukuran kesadahan pada sampel air dapat dilihat pada Tabel V.3.
Dari hasil pengukuran, diperoleh hasil bahwa kesadahan yang terukur pada sampel air berada pada kisaran 12,376 – 22,1 mg/L CaCO3. Berdasarkan klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahan (Peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003), hasil pengukuran yang berada di bawah 50 mg/L CaCO3
V-5
Bab V Hasil dan Pembahasan menunjukkan bahwa karakteristik dari sampel air yang diteliti termasuk ke dalam perairan lunak (soft). Kesadahan Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman
Tabel V.3
Kesadahan (mg/L CaCO3) Titik Sampling
Sampling 1 (4 April 2007)
Sampling 2 (3 Mei 2007)
A
B
C
A
B
C
1
16,796
18,122
19,890
16,796
18,564
20,332
2
15,912
15,912
17,680
16,796
17,680
19,448
3
14,144
16,796
19,448
15,912
15,912
19,448
4
17,680
16,796
19,006
16,796
18,564
21,216
5
14,586
16,796
17,238
15,912
19,448
18,564
6
16,796
15,028
19,448
18,564
17,680
20,332
7
15,028
14,586
15,470
17,680
21,216
19,448
8
17,680
16,796
17,680
21,216
21,216
22,100
9
12,376
15,912
15,470
22,100
17,680
18,564
10
17,680
18,564
19,890
16,796
18,122
18,122
Keterangan: A
= permukaan
B
= Kedalaman 9 meter
C
= Dasar (0,8 kali kedalaman total)
Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Air hujan sebenarnya memiliki kemampuan untuk melarutkan ion-ion penyusun kesadahan yang banyak terikat didalam tanah dan batuan kapur (limestone), meskipun memiliki kadar karbondioksida yang relatif tinggi. Larutnya ion-ion yang dapat meningkatkan nilai kesadahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri di dalam tanah yang banyak yang mengeluarkan karbon dioksida (Effendi, 2003).
Tebbut (1992) (dalam Effendi, 2003) mengemukakan bahwa nilai kesadahan tidak memiliki implikasi langsung terhadap kesehatan manusia. Kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium) membentuk senyawa kompleks dengan logam berat tersebut. Karakteristik sampel air yang cenderung bersifat lunak (soft) dapat meningkatkan toksisitas dari logam berat yang terkandung pada perairan dan pada ikan yang apabila dikonsumsi manusia akan menimbulkan berbagai dapak yang merugikan kesehatan. V-6
Bab V Hasil dan Pembahasan V.4
DISSOLVED OXYGEN (DO)
Kadar oksigen terlarut merupakan unsur utama dalam perairan dimana kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik. Perairan yang diperuntukkan bagi perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/L. kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/L menimbulkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik. Kadar oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/L dapat mengakibatkan kematian ikan (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003). Kadar oksigen terlarut yang terukur pada saat pengambilan sampel untuk setiap titik sampling dapat dilihat pada Gambar V.3.
Keterangan:
Sampling 1 (4 April 2007)
Sampling 2 (3 Mei 2007)
Gambar V.3 Kadar Oksigen Terlarut Pada Setiap Titik Sampling Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut pada titik sampling yang telah ditentukan berada pada kisaran 1,2 – 7,5 mg/L. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut pada air waduk telah mencapai level yang sangat membahayakan bagi organisme akuatik. Kisaran yang tinggi dari kandungan oksigen terletak pada bagian permukaan, sedangkan kisaran yang rendah berada pada bagian tengah (kedalaman 9 meter) dan dasar dari perairan. Kadar oksigen tertinggi terukur pada titik 1 di bagian permukaan, sedangkan kadar oksigen terendah terukur pada titik 10 di bagian dasar.
V-7
Bab V Hasil dan Pembahasan Pada Gambar V.4, tampak bahwa stratifikasi kandungan oksigen secara vertikal memiliki kecenderungan semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman, hal ini dikarenakan semakin dalam perairan semakin sulit cahaya matahari untuk masuk ke dalam wilayah tersebut, akibatnya semakin rendah aktivitas fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen akan tetapi kegiatan respirasi dan dekomposisi material organik dari organisme akuatik terus berlangsung.
Keterangan:
permukaan
9 m dari permukaan
dasar
Gambar V.4 Kadar Oksigen Terlarut Pada Setiap Kedalaman Akan tetapi ada beberapa pengecualian dimana level 9 m dari permukaan memiliki kandungan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan oksigen di dasar waduk. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya aktivitas kolam jaring apung. Hampir seluruh kolam jaring apung yang terdapat di Waduk Cirata memiliki dua tingkat dengan total kedalaman ±8 m dari permukaan. Akibat keberadaan kolam jaring apung tersebut, material organik yang cenderung sukar larut dalam air kemungkinan akan tertahan pada dasar jaring apung, akibatnya aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisi zat organik pada level tersebut cenderung meningkat. Maka dari itu, pada wilayah-wilayah dengan jumlah jaring apung yang tinggi, seperti pada titik 3, 4, 6, 7, dan 8, kadar oksigen terlarut pada kedalaman 9 m dari permukaan cenderung tidak jauh berbeda atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut di dasar waduk
V.5
CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable)
maupun
yang
sukar
V-8
dioksidasi
secara
kimiawi
(non