20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar) Peta dasar dijadikan sebagai acuan utama dalam korekasi geometrik yang dilakukan, sehingga harus dipilih citra atau peta terbaik yang akan digunakan. Data citra dan peta yang diperoleh dari PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data Citra Landsat tahun 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 untuk seluruh areal pengelolaan, Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000 hanya pada kawasan
yang
saat
ini
dikelola,
Peta
Rencana
Kerja
Usaha
(RKU) periode 2008-2017 dan data tematik lainnya. Berdasarkan data peta dan citra yang dimiliki dilakukan analisis dan tumpang susun (overlay) antara satu dengan yang lainnya. Analisis terutama dilakukan pada jaringan jalan dan jaringan sungai, karena kedua komponen tersebut merupakan komponen dasar yang posisinya dapat diidentifikasi dengan mudah pada data citra maupun peta. Menurut hasil analisis yang dilakukan, masih terdapat beberapa pergeseran posisi, antara lain adalah : 1. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1:250.000, masih terdapat pergeseran antara jaringan jalan dan jaringan sungai yang terdapat pada kedua peta tersebut. 2. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1:25.000, masih terdapat pergeseran posisi jaringan jalan dan jaringan sungai pada kedua peta tersebut tetapi tidak sebesar pada overlay peta RKU dengan Peta RBI skala 1:250.000, hanya saja areal yang dapat di-overlay-kan hanya mencakup areal pengelolaan saat ini, sehingga
tidak
keseluruhan
areal
pengelolaan
dapat
dianalisis
dan
dikoreksikan. 3. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1:250.000, pada skala 1:250.000 hanya terjadi sedikit pergeseran, tetapi setelah diperbesar hingga skala 1:50.000, batas kawasan, jaringan jalan, dan sungai ternyata mengalami pergeseran posisi. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan, terdapat pergeseran posisi jaringan sungai dan jaringan jalan pada citra landsat dengan
21
peta RBI, jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan yang teridentifikasi pada citra landsat, namun banyak terdapat anak sungai kecil yang tidak dapat teridentifikasi pada citra landsat. 4. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1:25.000, pada skala 1:25.000 masih terdapat pergeseran posisi jaringan sungai pada kedua data tersebut. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai yang dimiliki perusahaan, diperoleh hasil bahwa jaringan sungai yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan peta RBI dibandingkan dengan citra landsat, tetapi masih terdapat beberapa anak sungai yang tidak teridentifikasi dalam peta RBI tersebut dan peta RBI yang tersedia tidak mencakup keseluruhan areal pengelolaan. 5. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan batas wilayah yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri, masih terdapat pergeseran batas wilayah dengan batas alam yang teridentifikasi pada citra landsat. 6. Overlay Peta RKU dengan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan,
jaringan sungai, dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan
masih terdapat pergeseran jika dibandingkan dengan peta RKU. Pembuatan suatu baseline sistem informasi geografis yang nantinya akan dijadikan acuan posisi yang paling mendekati dengan keadaan sesungguhnya di lapangan, memerlukan data referensi atau peta dasar dengan ketelitian yang lebih tinggi dan sumber yang jelas. Hasil analisis yang telah dilakukan pada data dan citra yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri menunjukkan belum adanya data dan citra yang dapat digunakan sebagai peta dasar, sehingga dibutuhkan data lain yang lebih memadai. Wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri yang memiliki kelas lereng dengan dominasi kelas lereng yang agak curam seluas 215.920 Ha atau 31,9 % dari luas keseluruhan areal, dan wilayah yang belum dijangkau hingga saat ini didominasi oleh pegunungan, diduga adanya relief displacement yang akan menyebabkan pergeseran posisi terutama pada daerah yang cenderung bergunung karena pengaruh ketinggian. Hal tersebut menyebabkan koreksi geometri biasa yang hanya melibatkan absis (sumbu x) dan ordinat (sumbu y) saja dirasa kurang memadahi, maka untuk mengurangi adanya resiko relief displacement diperlukan
22
data acuan yang akan digunakan sebagai base map yang telah terkoreksi ketinggiannya (memiliki sumbu z yang terkoreksi). Data acuan yang dirasa sesuai digunakan sebagai base map adalah citra landsat yang telah terkoreksi ortho. Data citra landsat yang telah terkoreksi ini bersumber dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Citra landsat terkoreksi ortho yang diperoleh dari LAPAN merupakan citra multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012, dengan jumlah data di setiap scene untuk setiap tahunnya berbeda-beda, hal ini dikarenakan ketersediaan data yang dimiliki oleh pihak LAPAN. Berdasarkan kestersediaan data citra ortho yang dimiliki, dilakukan pemilihan kembali untuk mendapatkan citra dengan kombinasi scene yang terbaik, yang tidak memiliki banyak tutupan awan dan tidak mengalami stripping. Identifikasi base map dilakukan untuk menghasilkan baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dengan posisi yang dianggap paling mendekati keadaan sebenarnya di lapangan. Base map dipilih dari citra terbaik dari tahun yang terbaru, namun ternyata untuk pembuatan baseline, base map yang digunakan tidak dapat hanya berasal dari citra hasil perekaman satu atau dua tahun saja. Hal tersebut
dikarenakan kondisi citra banyak yang mengalami
stripping terutama untuk citra tiga tahun terakhir (tahun 2010-2012), selain itu pada data citra yang lainnya masih banyak terdapat tutupan awan yang mengganggu proses identifikasi. Digunakan citra multiwaktu sebagai base map untuk mengurangi distorsi yang ada dan mempermudah dalam identifikasi, serta digunakan pula citra yang dimiliki oleh perusahaan sebagai pembanding alur jaringan jalan dan jaringan sungai yang tidak dapat teridentifikasi pada citra yang telah terkoreksi ortho. Baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dipilih menjadi dasar untuk mengkoreksikan peta lain yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. Jaringan jalan dan sungai dipilih karena merupakan komponen dasar yang terdapat pada peta dan dapat teridentifikasi dalam citra landsat yang digunakan sebagai base map. Kedua komponen yang didelineasi dari citra yang telah terkoreksi ini juga telah dianggap mempunyai koreksi geometrik terbaik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk koreksi geometrik bagi data tematik lainnya.
23
Delineasi juga dilakukan pada batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, selain jaringan jalan dan jaringan sungai. Batas wilayah pengelolaan yang dimiliki terdiri dari dua batas, yaitu batas wilayah yang telah dilakukan tata batas dan batas wilayah yang belum dilakukan tata batas. Batas wilayah yang telah dilakukan tata batas merupakan batas alam yang dapat teridentifikasi pada citra yang menjadi base map sehingga dapat didelineasi, sedangkan batas wilayah yang belum ditata batas merupakan batas buatan, sehingga belum dapat dilakuakn delineasi berdasarkan peta dasar yang dimiliki.
5.1.1 Jaringan Jalan Jaringan jalan yang diperoleh dari hasil delineasi merupakan jaringan jalan yang terlihat pada citra terkoreksi ortho beberapa tahun terakhir (tahun 20092012) dengan bantuan citra landsat dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan sebagai pembanding alur jalan. Hal ini dikarenakan jaringan jalan merupakan obyek yang dapat berkembang setiap tahunnya dan alur perkembangannya tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga dibutuhkan data base map yang terbaru untuk dapat menggambarkan kondisi sebenarnya jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. Jaringan jalan diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kemerahan atau hijau muda yang mengindikasikan tutupan lahan yang terbuka. Jaringan jalan yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 4 dan jaringan jalan hasil delineasi disajikan pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 4 Jaringan jalan pada citra landsat dengan warna kemerahan (a) dan warna hijau muda (b)
24
Gambar 5 Jaringan jalan hasil delineasi Jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan jaringan jalan hutan yang terdiri dari jalan utama dengan lebar 12 m, yang terdiri dari 10 m badan jalan dan 2 m bahu jalan, jalan cabang dengan lebar 8 m, dan jalan sarad dengan lebar 4 m. Badan jalan tidak ada yang diaspal, keseluruhannya hanya berupa tanah terbuka yang dipadatkan dan ditambah dengan material pembuat jalan. Jaringan jalan yang didelineasi sebagai baseline adalah jaringan jalan utama dan jaringan jalan cabang saja. Jaringan jalan yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6 Jaringan jalan utama (a) dan jalan cabang (b)
PT. Mamberamo
Alasmandiri 5.1.2 Jaringan Sungai Jaringan sungai merupakan hasil delineasi dari citra terkoreksi ortho tahun 2000 hingga 2012. Penggunaan citra ini selain dikarenakan untuk memaksimalkan informasi yang terdapat pada masing-masing citra juga karena jaringan sungai
25
memiliki pola yang cenderung tetap dan tidak akan berubah dalam waktu yang lama. Perubahan yang mungkin terjadi pada kenampakan jaringan sungai hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh erosi maupun sedimentasi, tetapi tidak akan terjadi perubahan posisi yang signifikan, pola jaringan sungai dari tahun ke tahunnya akan cenderung sama. Jaringan sungai diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kebiruan atau biru gelap. Jaringan sungai yang didelineasi merupakan jaringan sungai besar yang kenampakannya mudah dikenali pada citra landsat. Jaringan sungai yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 7 dan jaringan sungai hasil delineasi dapat disajikan pada Gambar 8.
Gambar 7 Jaringan sungai pada citra landsat
Gambar 8 Jaringan sungai hasil delineasi PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam 2 (dua) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Mamberamo dan DAS Gesa. Sungai Mamberamo merupakan sungai utama yang bermuara di Laut Pasifik dengan lebar rata-rata 100-300 m dan kedalaman pada musim kemarau sekitar 10-15 m, sedangkan pada musim penghujan dapat mencapai 30-35 m. Sungai Gesa
26
merupakan sungai kedua terbesar setelah sungai Mamberamo. Lebar sungai ini berkisar antara 50 – 100 m, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 1,5 - 2 m pada musim kemarau dan 5 – 15 m pada musim hujan. Kedua DAS tersebut mengandung salitasi (kekeruhan) cukup tinggi sehingga menyebabkan warna air coklat keruh. Sungai Mamberamo juga dijadikan sebagai sarana untuk mengangkut kayu hasil produksi dan sebagai salah satu sarana transportasi bagi pihak perusahaan maupun warga sekitar. Jaringan sungai pada PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Jaringan sungai PT. Mamberamo Alasmandiri 5.1.3 Titik Kontrol Lapangan Titik kontrol lapangan diambil dengan menggunakan GPS CS 60 pada beberapa titik yang mudah dikenali dan bersifat tidak mudah berubah dalam waktu yang lama. Titik kontrol diambil pada simpang jalan besar, muara sungai, log pond, wilayah sekitar danau dan wilayah distrik yang mudah untuk dikenali, pengambilan titik kontrol ini diusahakan tersebar merata, namun karena keterbatasan yang ada di lapangan maka hanya diambil pada sekitar daerah pengelolaan saat ini yang masih bisa dijangkau. Pengukuran titik kontrol lapangan hanya dilakukan sekali untuk setiap titiknya, dan untuk beberapa titik pengukuran dilakukan secara mobile (menggunakan perahu atau mobil). Mempertimbangkan kondisi pengukuran seperti yang digambarkan diatas dan GPS yang digunakan merupakan GPS navigasi, maka dilakukan overlay antara titik kontrol yang diambil dengan citra base map untuk mengetahui ketepatan posisi hasil pengukuran titik kontrol yang diambil di lapangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, masih terjadi adanya
27
pergeseran posisi antara titik kontrol yang diambil di lapangan dengan titik pada posisi yang sama pada citra. Pergeseran posisi yang terlihat dalam citra base map berkisar antara 2 sampai 3 piksel masing-masing untuk posisi lintang dan bujur, dengan resolusi citra base map yang digunakan sebesar 25 m. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui besarnya pergeseran yang terjadi pada titik kontrol, analisis ini dilakukan dengan membandingkan titik koordinat yang terbaca di GPS dengan titik koordinat yang terdapat pada citra yang menjadi base map untuk titik kontrol yang sama.
Perbandingan koordinat disajikan pada Tabel 3.
28
Tabel 3 Perbandingan koordinat titik kontrol pada GPS dan Citra base map No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Lokasi Simpang Log pond Tasine Pertigaan Tasine (TPTI) Simpang Cempaka Base camp TPTI Simpang Batiwa Simpang Kenari Simpang Km 20 Simpang Amora Simpang Matoa Lama Simpang Merbau Lama Simpang Merbau Km 34 Simpang Merbau 1 Simpang Merbau 2 Simpang Merbau 3 Simpang Merbau 4 Simpang Merbau 5 Simpang Km 15 Agathis Distrik Kasonaweja Muara sungai Sumuta Log pond Tasine Muara sungai Tasine Log pond Aja Muara sungai Aja
Koordinat GPS 2°16'36,22"S 137°55'50,65"E 2°20'2,59"S 137°58'18,53"E 2°23'25,73"S 138°0' 57,69"E 2°20'2,69"S 137°58'18,86"E 2°22'50,25"S 138°0'41,74"E 2°24'5,39"S 138°2'42,32"E 2°24'1,45 S 138°3'15,54"E 2°23'59,22"S 138°4'32,96"E 2°24'48,31"S 138°5'5,53"E 2°24'59,83"S 138°5'41,88"E 2°26'33,97"S 138°8'47,91"E 2°26'42,30"S 138°10'7,79"E 2°26'44,9"S 138°10'11,46"E 2°26'46,77"S 138°11'17,10"E 2°27'4,49"S 138°11'19,15"E 2°27'59,41"S 138°11'19,33"E 2°22'56,28"S 137°55'23,52"E 2°18'4,92"S 138°1'47,95"E 2°14'50,49"S 137°56'5,44"E 2°16'37,33"S 137°56'32,26"E 2°17'17,60"S 137°56'39,12"E 2°18'18,87"S 137°57'53,82"E 2°17'34,34"S 137°59'17,15"E
Koordinat Citra 2°16'34,59"S 137°55'48,35"E 2°19'59,59"S 137°58'23,25"E 2°23'24,41"S 138°0'57,03"E 2°20'1,43"S 137°58'20,43"E 2°22'48,33"S 138°0'39,70"E 2°24'3,61"S 138°2'41,34"E 2°24'0,27"S 138°3'14,99"E 2°23'57,79"S 138°4'32,02"E 2°24'46,75"S 138°5'5,05"E 2°24'57,92"S 138°5'41,59"E 2°26'32,30"S 138°8'47,85"E 2°26'40,12"S 138°10'7,34"E 2°26'44,72"S 138°10'11,59"E 2°26'45,84"S 138°11'16,69"E 2°27'4,50"S 138°11'18,69"E 2°27'59,31"S 138°11'18,73"E 2°22'54,31"S 137°55'23,64"E 2°18'4,93"S 138°1'48,23"E 2°14'48,41"S 137°56'0,73"E 2°16'36,58"S 137°56'28,39"E 2°17'16,09"S 137°56'36,88"E 2°18'18,84"S 137°57'53,56"E 2°17'33,71"S 137°59'23,51"E
Selisih 0°0'0,37"S 0°0'2,29"E 0 0'3,09"S 0°0'4,72"E 0°0'1,32"S 0°0'0,66"E 0°0'1,26"S 0°0'1,57"E 0°0'1,91"S 0°0'2,03"E 0°0'1,77"S 0°0'0,02"E 0°0'1,17"S 0°0'0,54"E 0°0'1,42"S 0°0'0,94"E 0°0'1,56"S 0°0'0,47"E 0°0'1,90"S 0°0'0,29"E 0°0'1,66"S 0°0'0,06"E 0°0'2,17"S 0°0'0,45"E 0°0'0,17"S 0°0'0,13"E 0°0'0,92"S 0°0'0,40"E 0°0'0,02"S 0°0'0,46"E 0°0'0,10"S 0°0'0,59"E 0°0'1,96"S 0°0'0,12"E 0°0'0,01"S 0°0'0,28"E 0°0'2,08"S 0°0'4,70"E 0°0'0,74"S 0°0'3,88"E 0°0'1,50"S 0°0'2,23"E 0°0'0,02"S 0°0'0,24"E 0°0'0,63"S 0°0'6,36"E
South (m) 11,43 95,48 40,79 38,93 59,02 54,69 36,15 43,88 48,20 58,71 51,29 67,05 5,25 28,43 0,62 3,09 60,56 0,31 64,27 22,87 46,35 0,62 19,47
East (m) 70,76 145,85 20,39 48,51 62,73 0,62 16,69 29,05 14,52 8,96 1,85 13,91 4,02 12,36 14,21 18,23 3,71 8,65 145,23 119,89 68,91 7,42 196,52
29
Tabel 3 Lanjutan No Lokasi Koordinat GPS 24 Muara sungai Burmeso 2°19'26,01"S 138°2'52,31"E 25 Muara sungai Fameda 2°27'27,25"S 137°58'15,38"E 26 Point Danau 1 2°28'1,63"S 137°59'24,61"E 27 Point Danau 2 2°28'8,6"S 137°59'41,63"E 28 Point Danau 3 2°27'31,08"S 137°59'20,36"E 29 Point Danau 4 2°27'12,96"S 137°59'12,72"E 30 Muara sungai Filey 2°29'39,48"S 138°0'33,74"E 31 Makam 2°27'53,54"S 137°58'38,3"E 32 Muara sungai Wea 2°27'18,28"S 137°58'47,45"E Keterangan: 1° = 111 km; 1' = 1,85 km; dan 1" = 30,9 m
Koordinat Citra 2°19'25,48"S 138°2'53,12"E 2°27'25,07"S 137°58'17,83"E 2°28'13,36"S 137°59'23,76"E 2°28'7,99"S 137°59'39,67"E 2°27'30,26"S 137°59'18,94"E 2°27'11,51"S 137°59'12,17"E 2°29'37,25"S 138°0'32,24"E 2°27'56,21"S 137°58'41,75"E 2°27'21,08"S 137°58'46,87"E
Selisih 0°0'0,53"S 0° 0'0,81"E 0°0'2,18"S 0° 0'2,46"E 0°0'11,73"S 0°0'0,85"E 0°0'0,61"S 0°0'1,96"E 0°0'0,82"S 0°0'1,41"E 0°0'1,45"S 0°0'0,55"E 0°0'2,22"S 0°0'1,49"E 0°0'2,68"S 0°0'3,45"E 0°0'2,80"S 0°0'0,57"E
South (m) 16,38 67,36 362,46 18,85 25,34 44,81 68,60 82,81 86,52
East (m) 25,03 76,01 26,27 60,56 43,57 17,00 46,04 106,61 17,61
30
Analisis dilakukan pada 32 titik kontrol lapangan yang mudah dikenali di lapangan maupun pada citra base map. Terdapat 17 titik kontrol yang diambil pada persimpangan jalan besar, 1 titik kontol wilayah distrik, 2 log pond, 7 muara sungai, 5 titik kontrol yang diambil pada sekitar danau dan salah satunya merupakan makam. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan diperoleh hasil simpangan terbesar untuk posisi pada garis bujur sebesar 362,46 m yang terdapat pada titik point danau 1 dan simpangan terkecil terdapat pada distrik Kasonaweja sebesar 0,31 m. Simpangan terbesar pada posisi garis lintang terdapat pada titik muara sungai Aja sebesar 196,52 m dan simpangan terkecil terdapat pada titik simpang Kenari sebesar 0,62 m. Besarnya pergeseran posisi yang terjadi hampir merata pada semua titik yang diambil, namun untuk titik yang diambil dengan posisi diam yang terletak di daratan seperti log pond, beberapa simpang jalan dan kecamatan pergeseran yang terjadi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan titik yang diambil pada daerah muara sungai dan danau yang pengambilannya dilakukan secara mobile menggunakan perahu, serta beberapa simpang jalan yang menggunakan mobil. Besarnya
ketelitian
penentuan
posisi
dengan
menggunakan
GPS
dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti kualitas dari GPS yang digunakan; geometri satelit, terkait dengan jumlah satelit yang diamati, lokasi dan distribusi satelit dan lama pengamatan; dan metode penentuan posisi yang digunakan apakah absolut atau relatif (GKAN 2007). GPS navigasi tidak dapat digunakan dalam untuk proses koreksi geometrik karena ketelitiannya sebesar 51±62 m untuk posisi bujur dan 45±49 m untuk posisi lintang, namun GPS navigasi dapat digunakan dalam proses pembuatan baseline untuk menunjukkan posisi wilayah dengan luasan 100x100m.
5.2 Identifikasi Tematik Data tematik yang berasal dari PT. Mamberamo Alasmandiri ada yang berupa layuot peta berformat jpg dan ada pula yang telah berformat shapefile dan telah tersusun atas layer dengan tema tertentu. Peta yang berformat jpg antara lain adalah Peta RKU, Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan
31
dan Peta Zonasi Areal. Peta yang telah berformat shapfile antara lain adalah batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersama (perburuan) dan persebaran areal konflik. Peta yang masih berformat jpg maupun yang telah berformat shapefile kemudian dikoreksikan terhadap baseline jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah didelineasi dari citra terkoreksi ortho. Peta yang masih berformat jpg yang telah terkoreksi didelineasi kembali untuk memisahkan menjadi layer-layer dengan tema tertentu, sehingga layer-layer tersebut nantinya dapat menjadi sebuah baseline terkoreksi yang dapat digunakan untuk proses pengolahan dan analisis selanjutnya. Peta yang telah didelineasi bersama dengan data yang telah berformat shapefile kemudian disusun ke dalam sebuah database SIG. Proses koreksi, delineasi dan sumber peta yang dikoreksikan masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
5.2.1 Peta Geologi Peta geologi PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II (1998-2003) dan Peta Geologi Lembar Gunung Doom-3213 dan Lembar Sarmi & Bufareh-3313. Informasi yang dapat diperoleh dari peta geologi tersebut adalah berbagai formasi geologi yang berada di kawasan pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri seperti aluvium, batuan campur aduk dan sebagainya. Peta geologi dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 10.
(a)
(b)
32
Gambar 10 Peta geologi sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema geologi yang mengandung informasi mengenai formasi geologi yang terdapat pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri dan luasan dari masing-masing formasi geologi yang ada. Layer geologi dan data atributnya disajikan pada Gambar 11.
(a)
(b)
Gambar 11 Layer geologi (a) dan data atributnya (b)
5.2.2 Peta Iklim Peta iklim PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II
(1998-2003)
dan
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
837/Kpts/Um/11/1980 Wilayah setempat. Informasi yang dapat diperoleh dari peta iklim tersebut adalah bahwa kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri masuk ke dalam tipe iklim A, yang berarti bahwa daerah tersebut sangat basah (Bulan Kering/Bulan Basah x 100% = 0% ). Informasi lain yang terdapat pada peta iklim ini adalah mengenai intensitas hujan yang dimiliki yang merupakan tipe I2, yang berarti curah hujan yang dimiliki 13,6-20,7 mm/hh rendah.
33
Peta iklim dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada gambar 12.
(a)
(b)
Gambar 12 Peta iklim sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema iklim yang mengandung informasi mengenai tipe iklim dan intensitas hujan yang terdapat pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Menurut PIDII (2012) berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari 77 Stasiun Meteorologi yang berada di dalam dan di luar DAS Mamberamo, didapatkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan terendah di DAS Mamberamo adalah sebesar 600 mm. Curah hujan terendah rata-rata bulanan tercatat sebesar 200 mm (Oktober) dan tertinggi 300 mm (Maret), angka ini menunjukkan bahwa variasi curah hujan di DAS Mamberamo tidak terlalu besar pada setiap tahunnya. Hal tersebut membuat kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri hanya terdiri dari satu tipe iklim dengan intensitas hujan yang sama.
5.2.3 Peta Kawasan Hutan dan Perairan Peta kawasan hutan dan perairan PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II (1998-2003), Peta Perubahan Fungsi Hutan di kelompok Hutan S. Mamberamo-S. Gesa dan sekitarnya Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya (1999) dan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Irian Jaya (1999). Informasi yang diperoleh dari peta kawasan hutan dan perairan tersebut merupakan pembagian fungsi hutan ke dalam Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi tetap dan Hutan Produksi Konversi, selain itu lokasi setiap fungsi hutan
34
pun diketahui. PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh Hutan Produksi Terbatas sebesar 72% dari luas areal keseluruhan. Peta kawasan hutan dan perairan dikoreksikan berdasarkan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 17 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 13.
(a)
(b)
Gambar 13 Peta kawasan hutan dan perairan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema kawasan hutan dan perairan yang mengandung informasi mengenai kode dan penjabaran dari masing-masing tipe hutan dan luasannya. Layer kawasan hutan dan perairan, dan data atributnya disajikan pada Gambar 14.
(a)
(b)
Gambar 14 Layer kawasan hutan dan perairan (a) dan data atributnya (b)
35
5.2.4 Peta Penutupan Lahan Peta penutupan lahan PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II (1998-2003) dan Citra Landsat LS-7 ETM+US Departement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli 2006. Informasi yang diperoleh dari peta penutupan lahan tersebut merupakan lokasi dan macam-macam tutupan lahan di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri. Peta penutupan lahan dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 15.
(a)
(b)
Gambar 15 Peta penutupan lahan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema tutupan lahan yang mengandung informasi mengenai tutupan lahan yang terdiri atas hutan primer, hutan rawa primer, hutan sekunder, hutan rawa sekunder, non hutan, non hutan rawa dan tertutup awan. Layer penutupan lahan dan data atributnya disajikan pada Gambar 16.
36
(a)
(b)
Gambar 16 Layer penutupan lahan (a) dan data atributnya (b)
5.2.5 Peta Jenis Tanah Peta jenis tanah PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II (1998-2003) dan Peta Tanah Provinsi Papua Pusat Penelitian Tanah Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Tahun 1993. Informasi yang diperoleh merupakan jenis-jenis tanah yang terdapat di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, yang terdiri atas tanah aluvial, latosol, podsolik, litosol dan regosol, beserta area penyebarannya. Peta jenis tanah dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 17.
37
(a)
(b)
Gambar 17 Peta jenis tanah sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema jenis tanah yang mengandung informasi mengenai jenis tanah yang terdiri atas kode dan jenis tanah yang terdapat di kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Layer jenis tanah dan data atributnya disajikan pada Gambar 18.
(a)
(b)
Gambar 18 Layer jenis tanah (a) dan data atributnya (b)
38
5.2.6 Peta Kelas Lereng Peta kelas lereng PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II (1998-2003) dan Garis Kontur yang diperoleh dari Citra Radar DEM SRTM. Informasi yang diperoleh merupakan pembagian kelas kelerengan di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri yang terdiri dari kelas A hingga E (kelas datar hingga sangat curam). Kelas lereng di PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh kelas lereng C (agak curam 15-25%), selain itu tergambarkan pula lokasi dari tiap kelas lereng tersebut. Peta kelas lereng dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 19.
(a)
(b)
Gambar 19 Peta kelas lereng sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema kelas lereng yang mengandung informasi mengenai kode, kelas kelerangan dan luasan setiap kelas lereng di kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Layer kelas lereng dan data atributnya disajikan pada Gambar 20.
39
(a)
(b) Gambar 20 Layer kelas lereng (a) dan data atributnya (b)
5.2.7 Peta Zonasi Areal, Peta Penataan Areal dan Peta RKU Peta zonasi areal IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Citra landsat ETM + US Depatrement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli 2006; Keputusan Menhutbun No. 910/KptsII/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang perubahan Keputusan Menteri
40
Kehutanan No. 1071/Kpts-II/1999 tentang Pemberian hak Pengusahaan Hutan kepada PT. Mamberamo Alasmandiri; Peta Areal Kerja Ijin HP HPT Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua skala 1:250.000; Peta Rencana Kerja Lima Tahun UPHHK-HA (2001-2008) skala 1:50.000; Peta Kerja RKT Pengusahaan Hutan tahun 2005; Peta Perubahan Fungsi Kawasan Hutan di kelompok hutan S. Mamberamo, S. Gesa dan sekitarnya Provinsi daerah tingkat I Irian Jaya skala 1:250.000; Peta Kawasan Hutan Perairan Provinsi Irian Jaya skala 1:250.000. Peta zonasi ini digunakan dalam periode 2008-2017. Informasi yang terdapat di dalamnya terdiri atas kawasan sosial, kawasan lindung, areal efektif dan tidak efektif, blok lokasi TPTI intensif, penutupan lahan, fungsi hutan, dan blok RKT tahun 2006-2007. Peta zonasi areal dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 20 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 21.
(a)
(b)
Gambar 21 Peta zonasi areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta penataan areal atau peta rencana kerja PT. Mamberamo Alasmandiri periode 2008-2017 memiliki informasi yang hampir sama dengan peta zonasi pada periode yang sama, seperti yang telah disebutkan diatas, hanya saja pada peta penataan areal terdapat pembagian blok tebangan dan perencanaan pembagiannya hingga tahun 2042. Peta penataan areal dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 20 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 22.
41
(a)
(b)
Gambar 22 Peta penataan areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Sama seperti Peta Zonasi dan Peta Areal kerja, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU) yang digunakan oleh PT. Mamberamo Alasmandiri saat ini adalah Peta RKU periode 2008-2017. RKU sendiri digunakan sebagai proyeksi rencana kegiatan pengusahaan hutan yang memberikan gambaran pengaturan kelestarian hutan dalam jangka waktu 10 tahunan. RKU harus disusun kembali setiap 10 tahun sekali, termasuk peta RKU yang menjadi salah satu kelengkapan yang wajib dimiliki perusahaan. Peta RKU bersumber dari Citra landsat ETM+US Depatrement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli 2006; Peta JOG Provinsi Dati I Irian Jaya skala 1:250.000; Peta Areal Kerja Ijin HPH PT. Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua skala 1:250.000; Peta Kawasan Hutan Perairan Provinsi Irian Jaya skala 1:250.000; Peta Kelerengan Areal PT. Mamberamo Alasmandiri berasal dari Peta Citra Radar DEM SRTM dengan hasil analisis interval kontur 50 m; Peta Lampiran Laporan TBT No. 1152 tahun 1996 dan Peta Lampiran TBT No. 1373 tahun 1999 skala 1:25.000. Peta RKU PT. Mamberamo Alasmandiri dikoreksikan berdasarkan hasil delineasi jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 23.
42
(a)
(b)
Gambar 23 Peta RKU sebelum dan sesudah koreksi Terdapat beberapa informasi yang sama yang terkandung dalam peta zonasi areal, penataan areal dan peta RKU. Terdapat juga beberapa layer informasi yang telah berupa data shapefile yang diperoleh dari perusahaan, sehingga delineasi hanya dilakukan pada beberapa peta yang berisi informasi yang belum terpisah pada layer dengan tema yang berbeda. Informasi setiap layer yang telah diperoleh dalam format shapefile akan dibahas selanjutnya. Delineasi dilakukan pada kawasan pemukiman dan pengembangan distrik serta areal efektif tidak produktif. Informasi yang terkandung di dalam layer dengan tema pemukiman dan pengembangan distrik hanya lokasi yang ditunjukkan pada peta. Untuk informasi yang terkadung dalam layer dengan tema areal efektif tidak produktif terdapat informasi mengenai lokasi dan pembagian antara areal kebun bibit dan petak ukur permanen. Hasil delineasi kawasan pemukiman dan pengembangan distrik serta areal efektif tidak produktif yang dilakukan beserta data atributnya disajikan pada Gambar 24 dan Gambar 25.
(a)
(b)
Gambar 24 Layer pemukiman dan pengembangan distrik (a) dan data atributnya (b)
43
(a)
(b)
Gambar 25 Layer areal efektif tidak produktif (a) dan data atributnya (b)
5.2.8 Batas Wilayah Pengelolaan Batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri dari batas alam dan batas buatan. Areal PT. Mamberamo Alasmandiri hingga saat ini belum sepenuhnya dilakukan kegiatan penataan batas. Hal ini berkaitan dengan adat istiadat masyarakat setempat tentang hak ulayat. Masyarakat berangggapan bahwa tanah yang ada adalah milik mereka dan telah dibagi berdasarkan ulayat masingmasing, dan bila dilakukan pemasangan patok di tanah ulayat mereka maka hal itu dirasa sebagai bentuk intervensi atau gangguan atas hak mereka. Batas alam yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri dikoreksikan berdasarkan citra landsat ortho tahun 2009, sedangkan untuk batas buatan karena tidak ada referensi yang cukup memadai dan belum dilakukannya tata batas wilayah maka masih menggunakan data yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan hingga saat ini. Batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 26.
44
(a) Keterangan :
(b) batas areal belum tata batas batas areal sudah tata batas
Gambar 26 Kenampakan batas wilayah pengelolaan pada citra (a) dan layer batas wilayah pengelolaan (b)
5.2.9 Blok RKT Blok Rencana Kerja Tahunan (RKT) di PT. Mamberamo Alasmandiri dibagi dengan pertimbangan kemudahan pengelolaan bagi perusahaan. Batas RKT yang digunakan hingga tahun 2010 masih berupa batas buatan yang ditetapkan oleh perusahaan, namun mulai tahun 2011 sudah mulai digunakan batas alam yang berupa sungai dan batas lembah perbukitan. Perencanaan RKT yang telah disusun hingga saat ini adalah perencanaan sampai tahun 2014 mendatang. Shapefile blok RKT memiliki data atribut berupa keterangan tahun blok tersebut digunakan dan luas setiap bloknya. Pembagian blok RKT di PT. Mamberamo Alasmandiri beserta data atributnya disajikan pada Gambar 27.
45
(a)
(b) Gambar 27 Layer blok RKT PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b)
5.2.10 Buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri memiliki empat buffer zone besar yang terdiri atas kawasan lindung Danau Bira, buffer zone hutan lindung Waropen, buffer zone hutan lindung suaka marga satwa Foja, dan buffer zone kawasan konservasi habitat buaya. Kawasan lindung Danau Bira dikoreksikan berdasarkan posisi danau sebenarnya
pada citra landsat, dan kawasan lindung yang lainnya
disesuaikan dengan batas wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri. Data atribut
46
yang melengkapi buffer zone ini adalah luas dan keterangan dari masing-masing buffer zone. Buffer zone di PT. Mamberamo Alasmandiri dan data atributnya disajikan pada Gambar 28.
(a) Keterangan :
buffer zone
(b) Gambar 28 Layer buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b)
47
5.2.11 Batas wilayah ulayat PT. Mamberamo Alasmandiri memiliki areal kerja yang masih mengenal adanya hak ulayat, yang merupakan kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Terkait hal hak atas tanah berstatus kawasan hutan dan di dalamnya terdapat Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang diterbitkan oleh pemerintah, seperti pada areal IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri, masyarakat adat mengakui keberadaan maupun hak perusahaan yang mendapat izin tersebut untuk memanfaatkan atau memungut hasil hutan kayu, sesuai ijin yang diberikan oleh pemerintah, dengan syarat hal itu dibicarakan dengan masyarakat dan masyarakat mendapatkan semacam kompensasi atas pemanfaatan hasil hutan kayu tersebut. Batas wilayah adat umumnya berupa batas alam, seperti sungai, bukit, dan lain-lain yang hanya diketahui oleh masyakat adat bersangkutan. Masyarakat adat, khususnya para pemuka adat mengetahui batas-batas kampung masingmasing dengan wilayah kampung lain, mereka saling mengakui dan saling menghormati, meskipun terkadang ada pula kasus di mana terdapat perbedaan pendapat mengenai batas kampung pada suatu tempat. Masalah ini biasanya dapat diselesaikan melalui musyawarah. Pembagian batas wilayah ulayat yang telah diketahui dan disepakati antara pihak perusahaan dengan masyarakat diperlukan untuk mempermudah dalam pembagian hak ulayat dan mengurangi potensi terjadinya konflik mengenai batas wilayah ulayat. Shapefile batas wilayah ulayat yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri terbagi menjadi dua layer, layer pertama meliputi wilayah utara dan layer kedua meliputi wilayah barat yang menjadi areal pengelolaan saat ini. Data atribut yang menyertai layer ini adalah nama marga dan luas pada masing-masing wilayah. Gambar pembagian wilayah ulayat dan data atributnya disajikan pada Gambar 29.
48
(a)
(b) Gambar 29 Layer batas wilayah ulayat (a) dan data atributnya (b)
5.2.12 Persebaran Bahasa Berdasarkan peta persebaran bahasa yang terdapat di Papua, wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri terbagi ke dalam tujuh kelompok bahasa, yaitu Bauzi, Sikaritai, Eritai, Ormu, Biritai, Kirikiri, dan Iau. Kelompok bahasa yang paling mendominasi adalah Bauzi. Data atribut yang menyertai shapefile persebaran bahasa yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri hanya jenis bahasa yang digunakan di masingmasing kawasan. Persebaran bahasa dan data atributnya disajikan pada Gambar 30.
49
(a)
(b)
Gambar 30 Layer persebaran bahasa (a) dan data atributnya (b)
5.2.13 Daerah Larangan Terdapat beberapa daerah atau kawasan yang dianggap suci dan keramat oleh masyarakat setempat, sehingga merupakan daerah yang terlarang bagi perusahaan maupun pihak luar untuk melakukan kegiatan di kawasan tersebut. Kawasan tersebut terdiri dari kuburan keramat, tanah adat yang tidak boleh diganggu dan hutan tempat tumbuh agathis. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pohon agathis dianggap sebagai nenek moyang mereka sehingga sama sekali tidak boleh dijamah maupun ditebang. Mengetahui lokasi dan luas areal yang terlarang menjadi penting bagi perusahaan untuk menghidari konflik yang mungkin akan terjadi jika daerahdaerah tersebut diganggu. Informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kawasan produksi, sehingga proses produksi yang dilakukan tidak mengalami gangguan. Lokasi daerah larangan tersebar di beberapa kampung seperti Aswa, Molio, Silo, Enghwarasit dan Meop Tanjung. Data atribut yang menyertai daerah terlarang adalah luas dari kawasan yang terlarang untuk diganggu. Persebaran daerah terlarang dan data atributnya disajikan pada Gambar 31.
50
(a)
(b)
Gambar 31 Layer persebaran daerah terlarang (a) dan data atributnya (b) Hutan agathis hanya terdapat pada satu titik, yaitu pada kampung milik suku marga Molio. Kawasan tersebut sebenarnya tidak ditumbuhi pohon agathis dalam jumlah yang besar, namun karena sama sekali tidak ada gangguan maka pohon agathis di kawasan tersebut tumbuh dengan baik.
Keterangan:
Hutan agathis (a)
(b)
Gambar 32 Lokasi hutan agathis (a) dan kondisi tegakan agathis (b)
51
5.2.14 Persebaran Wilayah Bersama (buruan) Sebagian besar mata pencaharian penduduk di sekitar PT. Mamberamo Alasmandiri masih berburu di kawasan hutan. Hasil binatang buruan yang mereka peroleh sebagian besar dikonsumsi sendiri, namun dengan mulai masuknya perusahaan hasil buruan yang diperoleh terkadang juga dijual kepada karyawan perusahaan. Satu suku biasanya berburu di kawasannya sendiri, namun semakin lama kawasan tersebut semakin luas hingga terdapat suatu kawasan yang pada akhirnya digunakan secara bersama oleh lebih dari satu suku. Penggunaan wilayah bersama yang terdeteksi oleh bagian humas PT. Mamberamo Alasmandiri, antara masyarakat Baudi dan Burmeso disajikan pada Gambar 33.
Gambar 33 Penggunaan wilayah bersama untuk berburu
5.2.15 Persebaran Areal Konflik Konflik yang biasanya terjadi pada masyarakat sekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri adalah mengenai masalah pembayaran hak ulayat. Konflik ini biasanya terjadi antar suku atau kelompok suku karena klaim dari atas suatu area yang kurang jelas batasannya. PT. Mamberamo Alasmandiri berperan sebagai mediator pada beberapa konflik mengenai hak ulayat, selain itu masalah perkawinan antar suku juga sering menjadi penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat karena rasa kesukuan antar warga masyarakat yang masih tinggi. Persebaran konflik di sekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri dipetakan berdasarkan pusat terjadinya konflik tersebut, ditambah dengan areal sekitar pusat konflik yang terkena dampak. Penentuan luas areal yang terkena dampak konflik hanya berdasarkan pengamatan, tidak terdapat
52
pengukuran yang pasti yang dilakukan di lapangan. Penyajian peta sebaran areal konflik dalam bentuk point pusat terjadinya konflik dan polygon areal yang terkena dampak konflik. Data atribut yang menyertai persebaran areal konflik adalah luas areal konflik dan nama lokasi terjadinya konflik. Persebaran areal konflik dan data atributnya disajikan pada Gambar 34.
(a) Keterangan :
areal konflik
(b) Gambar 34 Persebaran areal konflik (a) dan data atributnya (b)
53
5.3 Informasi Berbentuk Point Dilakukan pengambilan data berupa titik koordinat dengan menggunakan GPS, foto lapangan dan informasi yang terkait pada beberapa areal seperti hutan pada blok RKT 2006-2012, virgin forest, log pond, base camp, dan perkampungan penduduk. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi berbentuk point yang menjadi salah satu bagian dari baseline yang disusun. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian diintegrasikan dengan base map yang dimiliki sehingga menjadi layer yang memiliki atribut dengan tema tertentu. Setiap point yang diambil selanjutnya di-hyperlink-kan dengan foto kondisi lapangan, sehingga gambaran mengenai keadaan sebenarnya di lapangan dapat dengan segera diketahui. PT. Mamberamo Alasmandiri telah melakukan beberapa pengumpulan informasi berupa point seperti areal konflik, batas wilayah ulayat, beberapa perkampungan penduduk, dan lokasi tegakan agathis, namun informasi ini belum dilengkapi dengan deskripsi yang cukup jelas dan belum terdapat foto lapangan yang dapat memberi gambaran keadaan sebenarnya di lapangan. Informasi lain yang belum dikumpulkan seperti persebaran quary, persebaran satwa langka, persebaran satwa berbahaya, lokasi dominasi tegakan merbau, dan persebaran jenis endemik dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis secara cepat dalam pengelolaan lebih lanjut. Informasi berbentuk point dapat dihimpun dengan cara yang mudah dan memberikan informasi yang berguna.
5.3.1 Kondisi Hutan Pemilihan plot pada setiap blok RKT didasarkan pada kemudahan akses menuju blok RKT yang diamati dan letak blok RKT yang berdekatan dengan wilayah pengelolaan saat ini, sehingga letak plot pengamatan pada beberapa blok RKT cenderung berdekatan dan tidak menyebar ke seluruh kawasan pengelolaan. Sebaran plot pengamatan yang dilakukan di lapangan disajikan pada Gambar 35.
54
Gambar 35 Sebaran titik plot pengamatan setiap blok RKT Pengamatan dilakukan pada 22 plot dari 24 plot yang seharusnya dibuat dan 45 titik pengamatan dari yang seharusnya 48 titik pengamatan yang dibuat. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kendala di lapang seperti cuaca dan lokasi yang kurang mendukung. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil berupa jumlah setiap tingkat permudaan pada setiap plot pengamatan, jenis dominan, kondisi medan dan titik koordinat setiap plot dan titik pengamatan. Hasil pengamatan kemudian dianalisis lebih lanjut dan di-overlay-kan dengan peta kawasan yang dimiliki, diketahui bahwa ada beberapa titik koordinat yang melenceng dari tempat yang seharusnya. Hal ini dapat dikarenakan adanya kesalahan pada pembacaan koordinat oleh GPS yang digunakan terkait posisi satelit, pengaruh tutupan lahan, dan pengambilan titik koordinat yang dilakukan sambil berjalan. Gambaran mengenai kondisi penutupan hutan pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri dapat diuraikan sebagai berikut:
5.3.1.1 Wilayah Agathis (RKT 2011-2012) Merupakan areal bekas tebangan yang memiliki banyak bekas jalan sarad, sehingga arealnya cenderung terbuka, masih banyak sisa tebangan dan vegetasi yang rusak dikarenakan pembuatan jalan sarad dan aktivitas penebangan. Tidak ditemukan banyak semai, pancang, tiang ataupun pohon. Rata-rata berupa tanah terbuka, hanya ditemukan sedikit tiang dan pohon sisa penebangan dan sisa pembuatan jalan sarad. Kondisi medan cukup datar (berupa dataran rendah), dengan keadaan tanah yang cenderung kering. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok
55
RKT 2011-2012, terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 36.
(a)
(b)
Gambar 36 Kondisi plot contoh RKT 2011-2012 (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) 5.3.1.2 Wilayah Merbau (RKT 2009, 2010 dan 2011) Areal bekas tebangan yang telah banyak ditumbuhi lagi dengan berbagai jenis pohon dengan berbagai tingkat permudaan mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon. Dominasi permudaan yang ditemukan adalah tingkat pancang, diikuti oleh tingkat semai, pohon dan tiang. Jenis dominan yang ditemukan pada plot pengamatan adalah jambu-jambuan, yang merupakan tegakan tinggal dari kegiatan penebangan. Kondisi medan beberapa merupakan hutan yang berawa, sedikit terjal dan banyak terdapat semak-semak. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok RKT 2008, 2009 dan 2010, terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 37.
(a)
(b)
Gambar 37 Kondisi plot contoh RKT 2008, 2009 dan 2010 (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b)
56
5.3.1.3 Wilayah Sumuta (RKT 2006-2007) Areal bekas tebangan yang telah didominasi oleh tegakan dengan tingkat permudaan berupa pohon, dengan dominasi jenis jabon dan duabanga. Jabon yang merupakan tumbuhan pionir banyak ditemukan pada bekas jalan sarad dan sekitar jalan utama yang menjadi jalur plot pengamatan. Areal ini juga didominasi oleh permudaan tingkat semai, diikuti pancang dan kemudian tiang yang menunjukkan adanya suksesi yang terjadi setelah penebangan. Kondisi medan berada di kawasan sekitar aliran sungai dengan vegetasi yang cukup rapat. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok RKT 2006-2007, terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 38.
(a)
(b)
Gambar 38 Kondisi plot contoh RKT 2006-2007 (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b)
5.3.1.4 Virgin Forest Pengamatan untuk plot virgin forest dilakukan pada Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), karena kawasan ini merupakan salah satu kawasan lindung yang tidak terganggu. Dominasi tingkat permudaan di kawasan ini adalah pohon dengan diameter berkisar antara 20-60 cm, diikuti dengan semai dan pancang dengan jumlah yang sama, dan kemudian tiang. Jenis dominan yang ditemui untuk setiap plotnya cukup beragam. Kondisi medan cukup terjal dengan kondisi tanah yang lembab, sebagian berair dan banyak terdapat lumut, dengan kondisi vegetasi yang rapat. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan tidak adanya adanya jaringan jalan
57
di sekitar areal virgin forest yang menjadi indikasi wilayah ini belum dibuka, dapat dilihat pada Gambar 39.
(a)
(b)
Gambar 39 Kondisi plot contoh virgin forest (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) 5.3.2 Sarana dan Prasarana Pendukung dan Aspek Lainnya 5.3.2.1 Log pond Log pond merupakan salah satu sarana prasarana PWH yang berfungsi sebagai tempat penimbunan kayu sebelum selanjutnya diangkut menggunakan kapal untuk dibawa ke tempat pengolahan kayu. Log pond yang dapat diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra yang menunjukkan ciri kenampakan areal terbuka, adalah log pond Tasine dan log pond Aja. Log pond sesuai dengan RKT 2012 memiliki luas 7 Ha dan kapasitas ± 64.000 m3. Layer yang dibuat dengan tema log pond yang berbentuk point dilengkapi dengan foto lapangan yang menunjukkan kondisi dari masing-masing log pond yang bersangkutan. Point log pond dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 40 dan Gambar 4
Gambar 40 Point dan foto kondisi log pond Tasine
58
Gambar 41 Point dan foto kondisi log pond Aja 5.3.2.2 Base camp Base camp yang terdapat di PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri dari base camp induk, base camp cabang, base camp tarik dan base camp pembinaan hutan. Base camp induk memiliki fasilitas kantor utama, perumahan karyawan, bengkel, poliklinik, prasarana olah raga dan prasarana peribadatan. Base camp cabang dan base camp tarik terletak di dalam blok tebangan dan base camp pembinaan hutan berada di KM 3 yang terdapat persemaian, arboretum dan kebun pangkas di dalamnya. Base camp yang dapat diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra yang merupakan areal terbuka hanya base camp utama yang menyatu dengan log pond Aja dan base camp pembinaan hutan yang terletak pada persimpangan jalan besar. Point base camp dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 42 dan Gambar 43.
Gambar 42 Point dan foto kondisi base camp utama
59
Gambar 43 Point dan foto kondisi base camp TPTI 5.3.2.3 Perkampungan Penduduk Perkampungan penduduk yang ada di sekitar areal pengelolaan saat ini yang diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra berupa posisi dan ciri yang menggambarkan areal terbuka terdiri atas kampung Baudi, Batiwa, Burmeso, Kaonaweja dan Danau Bira. Perkampungan di sekitar areal pengelolaan memiliki kecenderungan berdekatan dengan base camp atau pusat pengelolaan perusahaan dan dekat dengan sungai yang menjadi salah satu sarana transportasi dan penghubung antar wilayah perkampungan. Kampung Baudi terletak di sekitar base camp utama dan log pond Aja, penduduk dari kampung ini sebagian besar bergantung langsung pada adanya perusahaan. Kampung Batiwa yang berdekatan dengan base camp cabang Batiwa yang merupakan bengkel cabang. Kampung Burmeso yang merupakan ibu kota kabupaten menjadi salah satu sentra perdagangan di sekitar sana, selain itu sudah mulai terdapat fasilitas umum seperti sekolah dan perkantoran. Wilayah ini dapat ditempuh melalui jalur darat maupun melalui sungai. Distrik Kasonaweja sudah cukup berkembang dibandingkan dengan perkampungan yang lainnya, karena sudah memiliki bank, landasan pesawat dan pasar sebagai sarana umum. Distrik Kasonaweja sebenarnya tidak masuk ke dalam wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, hanya saja letaknya berdekatan dan karena sarana prasarananya lebih lengkap dibandingkan dengan perkampungan yang lainnya maka wilayah ini sering dikunjungi. Distrik Kasonaweja hanya dapat diakses melalui sungai. Kampung Danau Bira terletak pada sekitar danau Bira, terdiri dari empat perkampungan kecil yang dipisahkan dengan danau, hanya satu kampung
60
yang dapat diakses langsung melalui darat. Point perkampungan penduduk dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 44 sampai dengan Gambar 47.
Gambar 44 Persebaran perkampungan penduduk
Gambar 45 kondisi Kampung Burmeso
Gambar 46 kondisi Distrik Kasonaweja
61
Gambar 47 kondisi Kampung Danau Bira
5.4 Penggunaan Database Database yang telah tersusun dapat digunakan untuk mempermudah pengelolaan kawasan hutan dan dapat pula digunakan untuk menduga potensi terjadinya suatu periwtiwa, sehingga dapat diantisipasi dan kelancaran pengelolaan wilayah tidak akan terganggu. Beberapa contoh penggunaan database antara lain adalah:
5.4.1 Menduga Potensi Terjadinya Konflik Konflik yang sering terjadi di sekitar kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri disebabkan oleh persoalan hak ulayat yang dipengaruhi oleh batas wilayah yang kurang jelas, sehingga untuk tahun-tahun ke depannya dapat diduga potensi lokasi terjadinya konflik yang dikarenakan oleh hal tersebut diatas. Pendugaan ini dapat dilakukan berdasarkan penggunaan bersama antara layer batas blok RKT tahun yang bersangkutan untuk mengetahui lokasi RKT yang akan dikerjakan, dengan layer batas wilayah ulayat untuk mengetahui lokasi mana saja yang berpotensi terhadap konflik ( dengan melihat wilayah yang berbatasan letaknya). Pendugaan akan dilakukan pada lokasi blok RKT tahun 2013 dan 2014. Pendugaan potensi konflik pada lokasi blok RKT 2013-2014 A disajikan pada Gambar 48.
62
Gambar 48 Pendugaan pada blok RKT 2013-2014 A Blok RKT 2013-2014 A sampai saat ini belum teridentifikasi nama suku yang ada di wilayah tersebut, namun potensi konflik dapat tetap terjadi antara suku Aswa dengan suku yang belum teridentifikasi tersebut, kecuali pada blok RKT 2013-2014 A semua dikuasai oleh suku Aswa. Lokasi potensi terjadinya konflik adalah pada perbatasan suku Aswa pada RKT tahun 2012 A dengan blok RKT tahun 2013-2014 A. Pendugaan potensi konflik pada lokasi blok RKT 20132014 B disajikan pada Gambar 49.
Gambar 49 Pendugaan pada blok RKT 2013-2014 B
63
Blok RKT 2013 B berbatasan dengan blok RKT 2012 B yang keduanya terdapat pada wilayah suku Famea, sehingga potensi terjadinya konflik kecil untuk tahun 2013, karena seharusnya telah dapat diatasi pada pengelolaan tahun 2012. Blok RKT 2014 B terdapat pada dua wilayah yang bersebelahan yaitu suku Famea dan Boleba, sehingga potensi terjadinya konflik pada lokasi perbatasan tersebut lebih besar. Hal ini membuat penanggulangan maupun penanganan konflik yang mungkin terjadi harus dilakukan dengan cepat, agar kegiatan pengelolaan yang dilakukan pada tahun tersebut tidak mengalami hambatan.
5.3.2 Menduga Potensi Masalah Pengelolaan karena Perbedaan Bahasa Telah diuraikan di atas bahwa disekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri terdapat tujuh kelompok bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa memiliki potensi dapat menganggu proses komunikasi yang terjadi. Pendugaan potensi masalah pengelolaan yang disebabkan karena perbedaan bahasa disusun menggunakan layer blok RKT keseluruhan dan layer persebaran bahasa di wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri. Pendugaan potensi masalah pengelolaan karena perbedaan bahasa disajikan pada Gambar 50.
Gambar 50 Pendugaan masalah pengelolaan karena perbedaan bahasa Kelompok bahasa yang selama ini digunakan merupakan kelompok bahasa yang sama, mulai dari RKT 1994-1995 pada awal pengelolaan hingga saat ini dan rencana blok RKT tahun 2014, yaitu kelompok bahasa Bauzi. Berdasarkan pihak
64
humas PT. Mamberamo Alasmandiri selama ini dalam kelompok bahasa yang sama saja ternyata terdapat banyak variasi bahasa yang digunakan oleh penduduk di sekitar kawasan pengelolaan, sehingga diduga untuk blok RKT tahun-tahun berikutnya yang akan mulai memasuki wilayah dengan kelompok bahasa yang berbeda akan semakin banyak variasi bahasa yang muncul. Perbedaan bahasa terkadang dapat menimbulkan perbedaan persepsi dan mengganggu proses komunikasi. Terganggunya proses komunikasi antara perusahaan dengan warga sekitar dapat menimbulkan potensi terjadinya masalah dalam proses pengelolaan wilayah tersebut, bahkan dapat menimbulkan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitar. Adanya variasi bahasa yang baru, menimbulkan tantangan yang baru bagi perusahaan untuk melakukan tindakan penanggulangan terhadap potensi terjadinya masalah pengelolaan ketika akan dan telah memasuki wilayah yang baru tersebut di tahun-tahun mendatang.