37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem silvikultur TPTI yang diterapkan oleh PT. Ratah Timber. Data dikelompokkan menjadi tiga kelas diameter sesuai dengan sistem silvikultur TPTI, yaitu: kelompok pohon inti (diameter 20 – 49,9 cm), pohon lindung, dan pohon layak tebang (diameter ≥ 50 cm). Peta sebaran pohon pada petak penelitian disajikan pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9.
Gambar 6 Sebaran pohon inti diameter 20 – 49,9 cm petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.
38
Gambar 7 Sebaran pohon lindung petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.
Gambar 8 Sebaran pohon layak tebang diameter ≥ 50 cm petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.
39
Gambar 9 Sebaran pohon total petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. 5.1.1 Kondisi Kerapatan Tegakan Kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi tegakan di daerah penelitian sebelum dilakukan kegiatan penebangan. Hasil ITSP menunjukkan besarnya kerapatan pohon yang berdiameter ≥ 20 cm sebanyak 17 pohon/ha, dengan luas bidang dasar seluas 3,5 m²/ha. Potensi hutan daerah penelitian dapat dilihat dari besarnya volume per hektar sebesar 52,8 m³/ha. Kondisi kerapatan tegakan berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kondisi tegakan berdasarkan kelompok jenis petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No
Jenis
1
Dipterocarpaceae
2
Non Dipterocarpaceae Jumlah
Kerapatan tegakan (pohon/ha)
Lbds
Volume
20-29 cm
30-39 cm
40-49 cm
≥ 50 cm
(m²/ha)
(m³/ha)
3,0
2,2
3,1
4,7
2,8
42,6
1,0
0,8
1,2
1,1
0,7
10,2
4,0
3,0
4,3
5,8
3,5
52,8
40
Tabel 14 menjelaskan bahwa kerapatan pohon yang paling tinggi berada pada jenis Dipterocarpaceae pada kelas diameter ≥ 50 cm sebanyak 4,7 pohon/ha, sedangkan kerapatan pohon yang paling rendah berada pada jenis non Dipterocarpaceae pada kelas diameter 30 – 39 cm sebanyak 0,8 pohon/ha. Jika dilihat berdasarkan klasifikasi kelas diameternya, maka kerapatan tegakan pohon yang paling besar berada pada kelas diameter ≥ 50 cm untuk jenis Dipterocarpaceae dan pada kelas diameter 40 – 49 cm untuk jenis non Dipterocarpaceae masing-masing dengan jumlah 4,7 pohon/ha dan 1,2 pohon/ha. Luas bidang dasar yang paling tinggi berada pada jenis Dipterocarpaceae sebesar 2,8 m²/ha. Luas bidang dasar dipengaruhi oleh besarnya ukuran diameter pohon yang terdapat pada plot penelitian sehingga semakin besar ukuran diameter pohon maka akan semakin besar pula luas bidang dasarnya. 5.1.2 Jenis Vegetasi Dalam penelitian ini, data dikelompokkan menjadi tiga kelompok sesuai dengan sistem silvikultur TPTI, yaitu: kelompok pohon lindung, kelompok pohon inti (diameter 20 – 49,9 cm), dan kelompok pohon layak tebang (diameter ≥ 50 cm). Jumlah jalur yang terdapat di dalam petak tebang yg di teliti sebanyak 48 jalur dengan ketentuan jarak antar jalur 20 m. Dari Laporan Hasil Cruising (LHC) di petak tebang seluas 100 ha tersebut ditemukan sebanyak 38 jenis pohon dan jumlah pohon sebanyak 1710 pohon, jenis yang ditemukan termasuk dalam kelompok Dipterocarpaceae sebanyak 14 jenis dengan jumlah pohon 1299 dan non Dipterocarpaceae sebanyak 24 jenis dengan jumlah pohon 411. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, vegetasi yang menyusun tegakan di lokasi petak tebang yang diteliti, meliputi: 33 jenis pohon inti dengan jumlah 1056 pohon, 4 jenis pohon lindung dengan jumlah 142 pohon, 22 jenis pohon layak tebang dengan jumlah pohon 512 dari keseluruhan yang ditemukan di lokasi penelitian. Perbedaan jumlah jenis pada tingkat pertumbuhannya disebabkan adanya kegiatan penebangan yang terjadi pada rotasi tebang sebelumnya pada tingkat pohon sehingga terjadi keterbukaan areal lahan dan menyebabkan jenis-jenis pohon baru bermunculan yang mempunyai nilai ekonomi rendah pada areal bekas tebangan. Jenis vegetasi yang banyak dijumpai di lapangan, meliputi: Banggeris, Bangkirai, Jabon, Keruing, Medang, Meranti Batu, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti
41
Putih, Tengkawang, Terap, dan Ulin. Dari jenis tersebut yang termasuk dalam kelompok jenis Dipterocarpaceae, yaitu: Bangkirai, Keruing, Medang, Meranti Batu, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti Putih, dan Tengkawang. Sedangkan lainnya termasuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Pada penelitian ini kelompok jenis non Dipterocarpaceae lebih banyak dijumpai dibandingkan kelompok jenis Dipterocarpaceae, yaitu: sebanyak 24 jenis non Dipterocarpaceae dan 14 jenis Dipterocarpaceae. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan pemanenan atau penebangan pada kelompok Dipterocarpaceae sehingga jenis-jenis non Dipterocarpaceae yang sebagian besar bersifat intoleran (tidak membutuhkan naungan) dapat tumbuh dengan baik pada hutan bekas tebangan dibandingkan
dengan kelompok
Dipterocarpaceae
yang
bersifat
toleran
(membutuhkan naungan). Namun, kelompok non Dipterocarpaceae terutama jenis pionir seperti mahang merupakan vegetasi yang berumur pendek dan akan segera tergantikan oleh jenis lain seperti kelompok Dipterocarpaceae. 5.2 Biomassa Vegetasi Pendugaan cadangan biomassa di atas permukaan tanah pada penelitian ini memakai persamaan alometrik yang disusun oleh Brown (1997), dengan menggunakan pendekatan diameter pohon. Hasil perhitungan potensi cadangan biomassa vegetasi diatas permukaan tanah berdasarkan kelompok pohon inti, pohon lindung, dan pohon layak tebang berkisar antara 5,00 – 32,16 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 15. Tabel 15 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No
Kategori
Volume 3
Lbds 2
Biomassa
Persentase biomassa
(m /ha)
(m /ha)
(ton/ha)
(%)
1
Pohon inti
13,43
1,07
11,22
23
2
Pohon lindung
5,46
0,35
5,00
10
3
Pohon layak tebang
33,92
2,11
32,16
67
52,82
3,52
48,38
100
Jumlah
Dari Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa kelompok pohon layak tebang memiliki potensi cadangan biomassa vegetasi paling tinggi dibandingkan kelompok pohon inti dan kelompok pohon lindung, sebesar 32,16 ton/ha. Kondisi
42
ini dikarenakan perbedaan jumlah individu dan ukuran diameter, dimana diameter pada pohon layak tebang lebih besar dibandingkan dengan diameter pohon inti maupun pohon lindung. Berikut disajikan diagram lingkaran persentase sebaran biomassa di daerah penelitian pada Gambar 10.
Pohon Inti
23%
Pohon Lindung
10% 67%
Pohon Layak Tebang
Gambar 10 Persentase sebaran biomassa di petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon yang dikelompokkan berdasarkan jenis komersil Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Potensi cadangan biomassa Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No
Kelompok jenis
Volume (m³/ha)
Lbds (m²/ha)
Biomassa (ton/ha)
1
Dipterocarpaceae
42,58
2,81
39,13
2
Non Dipterocarpaceae
10,24
0,72
9,26
52,82
3,52
48,38
Jumlah
Dari Tabel 16 di atas cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon jenis komersil dari kelompok Dipterocarpaceae memberikan kontribusi yang paling tinggi terhadap biomassa total di daerah penelitian, sebesar 39,13 ton/ha (80,88%). Tingginya biomassa pada jenis Dipterocarpaceae ini dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi per unit area dan besarnya ukuran diameter pohon (Junaedi 2007). Jenis Dipterocarpaceae memiliki biomassa paling tinggi dibandingkan dengan jenis non Dipterocarpaceae. Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan kerapatan vegetasi per hektar, jenis Dipterocarpaceae memiliki kerapatan 13 pohon/ha sedangkan jenis non Dipterocarpaceae hanya 4 pohon/ha. Potensi cadangan biomassa pada Petak Ukur Permanen pada pengukuran tahun 2007 dan 2010 areal bekas tebangan RKT 2003 PT. Ratah Timber yang
43
dijadikan sebagai pembanding dalam pendugaan biomassa dan karbon diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17 Simpanan biomassa PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber No 1 2
PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2007 (Et+4) Lbds Volume Biomassa Persentase biomassa Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (%) Tiang 1,88 11,31 12,84 3,3 Pohon (Ø ≥ 20 cm) 27,19 291,33 375,70 96,7 Jumlah
29,07
302,64
388,54
100
Tabel 18 Simpanan biomassa PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber No 1 2
PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2010 (Et+7) Lbds Volume Biomassa Persentase biomassa Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (%) Tiang 1,36 9,19 9,36 2,6 Pohon (Ø ≥ 20 cm) 25,83 292,65 354,86 97,4 Jumlah
27,19
301,84
364,23
100
Tabel 17 dan 18 menjelaskan bahwa cadangan biomassa vegetasi yang di kelompokkan berdasarkan tingkat tiang dan pohon (diameter ≥ 20 cm) pada Et+4 dan Et+7 dengan luasan 3 ha, kategori tingkat pohon memberikan kontribusi yang paling besar terhadap simpanan biomassa total. Jumlah individu tingkat tiang pada Et+4 berjumlah 83 individu/ha dan pohon berjumlah 172 individu/ha, sedangkan pada Et+7 jumlah individu tingkat tiang sebanyak 59 per hektar dan pohon sebanyak 161 pohon/ha. Jika dibandingkan hasil dugaan simpanan biomassa pada Et+4 dengan Et+7 untuk kategori tiang tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sedangkan untuk kategori pohon terdapat penurunan simpanan biomassa dari 375,70 ton/ha pada tahun 2007 menjadi 354,86 ton/ha pada tahun 2010. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan kerapatan jumlah individu per hektar yang disebabkan banyaknya jumlah pohon yang mati pada pengukuran di tahun 2010. Variasi besarnya biomassa juga dipengaruhi oleh faktor iklim, yaitu: curah hujan dan suhu (Kusmana et al. 1992). Soerianegara (1965) telah mengkaji kaitan antara curah hujan dengan biomassa beberapa tegakan hutan di Indonesia yang hasilnya antara lain adalah biomassa batang berkurang dari 292,6 ton/ha menjadi
44
170,158 ton/ha mengikuti curah hujan tahunan yang turun dari 3874 mm menjadi 1625 mm di hutan dataran rendah, Kalimantan Timur. Jika dibandingkan hasil dugaan biomassa kategori pohon di petak ukur permanen areal bekas tebangan blok RKT 2003 pada pengukuran Et+4 dan Et+7 dengan hasil dugaan biomassa di petak penelitian (petak Q37 blok tebangan RKT 2011) yang juga merupakan areal bekas tebangan siklus tebang rotasi ke dua IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dugaan simpanan biomassa di areal penelitian lebih rendah dibandingkan dengan simpanan biomassa yang terdapat di petak ukur permanen. Hal ini disebabkan perbedaan ukuran diameter dan kerapatan/jumlah individu pohon per hektar yang terdapat di masing-masing lokasi. Kerapatan atau jumlah individu per unit area di areal penelitian sebesar 17 pohon/ha, sedangkan kerapatan/jumlah individu pohon per hektar yang terdapat di PUP pada Et+4 dan Et+7 berturut-turut sebesar 172 pohon/ha dan 161 pohon/ha. Sebagai perbandingan, berikut data perubahan cadangan biomassa vegetasi di atas permukaan tanah pada hutan primer (HP) dan areal bekas tebangan di IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah yang di sajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20 (Junaedi 2007). Tabel 19 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon di lokasi hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Biomassa (ton/ha) Lokasi
HP ABT0 ABT2 ABT3 ABT4
Jenis komersial Dipetrocarpaceae
Non Dipterocarpaceae
Total
204,22 (54,17%) 15,57 (18,77%) 20,19 (17,81%) 14,59 (8,51%) 42,15 (23,09%)
43,66 (11,59%) 3,86 (4,65%) 13,89 (12,26%) 1,13 (0,66%) 27,71 (15,18%)
247,9 (65,76%) 19,43 (23,43%) 34,08 (30,07%) 15,72 (9,17%) 69,85 (38,27%)
Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun
Jenis non komersial
Total
129,1 (34,24%) 63,51 (76,57%) 77,89 (69,93%) 155,71 (90,83%) 112,69 (61,74%)
377 82,94 111,97 171,43 182,54
ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase
45
Tabel 20 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat tiang di lokasi hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Biomassa (ton/ha) Lokasi
HP ABT0 ABT2 ABT3 ABT4
Jenis komersial Dipetrocarpaceae
Non Dipterocarpaceae
Total
10,99 (21,31%) 2,62 (12,26%) 6,44 (23,65%) 1,62 (6,23%) 3,34 (18,68%)
8,40 (16,29%) 4,81 (20,95%) 2,84 (10,39%) 1,57 (6,04%) 0,86 (4,81%)
19,39 (37,60%) 7,62 (33,19%) 9,28 (34,05%) 3,19 (12,27%) 4,20 (23,49%)
Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun
Jenis non komersial
Total
32,18 (62,40%) 15,34 (66,81%) 17,94 (65,95%) 22,82 (87,73%) 13,68 (76,51%)
51,57 22,96 27,22 26,01 17,88
ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase
Dari Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa kontribusi biomassa tingkat pohon terhadap biomassa total di hutan primer sekitar 82,20%, begitu juga di areal bekas tebangan TPTJ rata-rata vegetasi tingkat pohon menyumbang biomassa sekitar 71,89 – 84,73% dari total biomassa di setiap areal bekas tebangan. Sedangkan pada Tabel 20 cadangan biomassa tingkat tiang menunjukkan bahwa rata-rata potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat tiang di areal bekas tebangan TPTJ (17,88 – 27,22 ton/ha) lebih rendah dibandingkan hutan primer (51,57 ton/ha). Onrizal (2004) menyatakan bahwa potensi simpanan biomassa pohon di atas permukaan tanah sebesar 874,9 ton/ha. Besarnya biomassa vegetasi diatas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210 – 650 ton/ha sesuai dengan tipe hutannya (Proctor et al. 1983, diacu dalam Mackinnon et al. 2000). 5.3 Simpanan Karbon 5.3.1 Simpanan Karbon Pohon Pendugaan cadangan karbon vegetasi diatas permukaan tanah pada penelitian ini menggunakan pendekatan non-destructive dengan mengasumsikan 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon (Brown 1997). Sehingga cadangan karbon berkorelasi positif dengan besarnya biomassa, yaitu dengan semakin besar
46
potensi cadangan biomassa di atas permukaan tanah, maka cadangan karbon akan semakin tinggi. Hasil penelitian pendugaan simpanan karbon pada vegetasi tingkat pohon, meliputi simpanan karbon pada tingkat pohon inti, pohon lindung, pohon layak tebang. Pendugaan simpanan karbon pada masing-masing tingkat pertumbuhan berbeda-beda. Hasil pendugaaan simpanan karbon pada masing-masing tingkat pohon dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil pendugaan simpanan karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No
Kategori
Volume 3
Lbds 2
Biomassa
Karbon
Persentase
(m /ha)
(m /ha)
(ton/ha)
(ton C/ha)
Karbon (%)
1
Pohon inti
13,43
1,07
11,22
5,61
23
2
Pohon lindung
5,46
0,35
5,00
2,50
10
3
Pohon layak tebang
33,92
2,11
32,16
16,08
67
Jumlah
52,82
3,52
48,38
24,19
100
Biomassa pada tingkat pohon inti sebesar 11,22 ton/ha, pohon lindung sebesar 5,00 ton/ha, pohon layak tebang sebesar 32,16 ton/ha, Sedangkan pendugaan karbon yang didapat dengan mengkonversi 50% dari biomassa, maka diperoleh karbon pada tingkat pohon inti 5,61 ton/ha, pohon lindung 2,50 ton/ha, pohon layak tebang 16,08 ton/ha, sehingga total karbon pohon yang terdapat pada petak penelitian sebesar 24,19 ton/ha.
47
35.00 30.00 25.00 20.00
Biomassa (ton/ha)
15.00
Karbon (ton C/ha)
10.00 5.00 0.00 Pohon Inti
Pohon Lindung
Pohon Layak Tebang
Gambar 11 Histogram dugaan simpanan biomassa dan karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Dari Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa pohon layak tebang memiliki potensi cadangan biomassa dan karbon paling tinggi dibandingkan kelompok pohon inti dan kelompok pohon lindung, yaitu sebesar 32,16 ton/ha dan 16,08 ton C/ha. Besarnya potensi simpanan karbon dipengaruhi oleh kerapatan pohon dan ukuran diameter pohon yang terdapat pada plot penelitian, semakin tinggi kerapatan dan semakin besar ukuran diameter pohon maka akan semakin besar pula potensi simpanan karbonnya.
23%
Pohon Inti 10%
67%
Pohon Lindung Pohon Layak Tebang
Gambar 12 Persentase sebaran karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Berdasarkan persentase simpanan karbon pada Gambar 12, pohon layak tebang mempunyai persentase simpanan karbon terbesar sebanyak 67% ton C/ha dan pohon lindung mempunyai simpanan karbon terkecil sebesar 10% ton C/ha. Perbedaan
simpanan
karbon
pada
masing-masing
tingkat
pertumbuhan
48
disebabkan oleh perbedaan jumlah individu dan ukuran diameter, dimana diameter pada pohon layak tebang lebih besar dibandingkan dengan diameter pohon inti maupun pohon lindung. Potensi cadangan karbon pada Petak Ukur Permanen pada pengukuran tahun 2007 dan 2010 areal bekas tebangan RKT 2003 PT. Ratah Timber yang dijadikan sebagai pembanding dalam pendugaan biomassa dan karbon diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 22 dan Tabel 23. Tabel 22 Simpanan karbon PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber No 1 2
PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2007 (Et+4) Lbds Volume Biomassa Karbon Persentase Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (ton/ha) karbon (%) Tiang 1,88 11,31 12,84 6,42 3,3 Pohon (Ø ≥ 20 cm) 27,19 291,33 375,70 187,85 96,7 Jumlah
29,07
302,64
388,54
194,27
100,0
Tabel 23 Simpanan karbon PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber No 1 2
PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2010 (Et+7) Lbds Volume Biomassa Karbon Persentase Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (ton/ha) karbon (%) Tiang 1,36 9,19 9,36 4,68 2,6 Pohon (Ø ≥ 20 cm) 25,83 292,65 354,86 177,43 97,4 Jumlah
27,19
301,84
364,23
182,11
100,0
Tabel 22 dan Tabel 23 menjelaskan bahwa potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon dan tiang berkisar antara 4,68 ton/ha sampai 187,85 ton/ha. Vegetasi tingkat pohon merupakan komponen utama penyusun cadangan karbon di atas permukaan tanah. Pada areal bekas tebangan Et+4 potensi cadangan karbon tingkat tiang dan pohon lebih besar dibandingkan dengan areal bekas tebangan Et+7, hal ini dikarenakan ada beberapa pohon yang mati pada saat pengukuran di tahun 2010 sehingga menyebabkan kerapatan individu per hektar semakin sedikit dan biomassa yang tersimpan berkurang. Areal IUPHHK PT. Ratah Timber sudah memasuki siklus tebang/rotasi tebang ke dua setelah memperoleh hak pengusahaan hutan (HPH) pada tahun 1970, artinya areal lokasi/petak penelitian Q37 blok tebangan RKT 2011 sudah pernah dilakukan penebangan sebelumnya. Hasil dugaan simpanan karbon pohon
49
yang terdapat di petak penelitian jika di bandingkan dengan dugaan simpanan karbon yang terdapat di petak ukur permanen yang juga merupakan areal bekas tebangan blok RKT 2003 diperoleh hasil bahwa dugaan simpanan karbon pohon pada petak penelitian lebih rendah dibandingkan dengan dugaan simpanan karbon pohon pada petak ukur permanen. Hasil yang diperoleh dari pendugaan simpanan karbon pohon pada petak ukur permanen Et+4 sebesar 194,27 ton/ha dan Et+7 sebesar 182,11 ton/ha, sedangkan hasil dugaan simpanan karbon pohon yang terdapat pada petak penelitian sebesar 24,19 ton/ha. Perbedaan simpanan karbon pohon ini dikarenakan sedikitnya vegetasi tingkat pohon yang terdapat di areal penelitian, ini di buktikan dengan nilai kerapatan vegetasi tingkat pohon per hektar yang rendah 17 pohon/ha. Sebagai perbandingan berikut disajikan hasil penelitian potensi cadangan karbon hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25. Tabel 24 Potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon di hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Karbon (ton/ha) Lokasi
Jenis komersial Dipetrocarpaceae
Non Dipterocarpaceae
102,11 21,84 (54,17%) (11,59%) 7,79 1,93 ABT0 (18,79%) (4,65%) 10,10 6,94 ABT2 (18,04%) (12,40%) 7,30 0,56 ABT3 (8,52%) (0,65%) 21,08 13,85 ABT4 (23,10%) (15,17%) Sumber: Junaedi (2007) Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun HP
Total 123,95 (65,76%) 9,72 (23,44%) 17,04 (30,44%) 7,86 (9,17%) 34,93 (38,27%)
Jenis non komersial
Total
64,55 (34,24%) 31,75 (76,56%) 38,94 (69,56%) 77,86 (90,83%) 56,34 (61,73%)
188,50 41,47 55,98 85,72 91,27
ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase
Vegetasi tingkat pohon merupakan komponen utama penyusun cadangan karbon di atas permukaan tanah, baik di hutan primer maupun di areal bekas tebangan TPTJ. Pada Tabel 24 terlihat bahwa vegetasi tingkat pohon di hutan primer memberikan kontribusi sekitar 82,20% karbon dari total karbon di hutan
50
primer, sedangkan di areal bekas tebangan TPTJ masing-masing sebesar 71,89% (ABT 0), 73,34% (ABT 2), 81,31% (ABT 3), dan 84,74% (ABT 4) dari karbon total masing-masing lokasi. Potensi cadangan karbon berdasarkan pengelompokan jenis menunjukkan bahwa potensi cadangan karbon tingkat pohon jenis komersial dari kelompok Dipterocarpaceae di hutan primer, rata-rata lebih tinggi sebesar 102,11 ton C/ha (54,17%) dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae dan jenis non komersial yang masing-masing sebesar 21,84 ton C/ha (11,59%) dan 64,55 ton C/ha (34,24%). Sedangkan pada areal bekas tebangan TPTJ rata-rata potensi cadangan karbon jenis non komersial (51,22 ton C/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis komersial (17,39 ton C/ha). Tabel 25 Potensi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Karbon (ton/ha) Lokasi
Jenis komersial Dipetrocarpaceae
Non Dipterocarpaceae
5,50 4,20 (21,34%) (16,29%) 1,41 2,40 ABT0 (12,28%) (20,19%) 3,22 1,42 ABT2 (23,65%) (10,43%) 0,81 0,79 ABT3 (6,23%) (6,08%) 1,67 0,43 ABT4 (18,68%) (4,81%) Sumber: Junaedi (2007) Keterangan: HP = Hutan Primer ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun HP
Total 9,70 (27,63%) 3,81 (33,19%) 4,64 (34,09%) 1,60 (12,31%) 2,10 (23,49%)
Jenis non komersial
Total
16,08 (62,37%) 7,67 (66,81%) 8,97 (65,91%) 11,40 (87,69%) 6,84 (76,51%)
25,78 11,48 13,61 13,00 8,94
ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase
Dari Tabel 25 potensi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di hutan primer rata-rata lebih tinggi (25,78 ton/ha) dibandingkan dengan areal bekas tebangan TPTJ (11,76 ton/ha) dengan kontribusi sebesar 11,24% dari cadangan total karbon di hutan primer. Sedangkan di areal bekas tebangan TPTJ kontribusi cadangan karbon dari masing-masing cadangan karbon totalnya, yaitu: 19,19% (ABT 0), 17,83% (ABT 2), 12,33% (ABT 3), 8,30% (ABT 4). Secara umum
51
kontribusi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di semua lokasi rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi tingkat pohon. Mudiyarso et al. (1995), diacu dalam Rahayu et al. (2005) menyatakan bahwa hutan di Indonesia mempunyai potensi cadangan karbon berkisar antara 161 – 300 ton/ha. Lebih lanjut menurut Rahayu et al. (2005) mengemukakan bahwa hutan primer di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur memiliki potensi cadangan karbon sebesar 230 ton/ha. Lasco (2002) mereview berbagai studi mengenai cadangan karbon vegetasi di atas permukaan tanah sebelum dan sesudah penebangn di Asia dan Indonesia yang disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Cadangan karbon di atas permukaan tanah sebelum dan setelah kegiatan pemanenan hutan di Asia dan Indonesia Tipe hutan dan wilayah /Negara Hutan daun lebar/Asia Hutan daun jarum/Asia Hutan terbuka/Asia Indonesia Indonesia Indonesia
Potensi cadangan karbon (ton/ha) Hutan tidak Bekas terganggu tebangan 96,2* 46,6* 72,5* 56,3* 39,5* 13,2* 390 148,2 254 150 325 245
Cadangan karbon tegakan tinggal (%) 47 78 33 38 59 75
Sumber: Lasco (2002) *= Asumsi 50% dari biomassa adalah karbon Kusuma (2009) di Kalimantan Barat menyebutkan bahwa potensi karbon pada hutan primer sebesar 123,16 ton/ha, sedangkan pada areal bekas tebangan (LOA) tahun 1983 sebesar 93,44 ton/ha. Hasil penelitian Onrizal (2004) di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat diperoleh total karbon pohon di atas permukaan tanah sebesar 169 ton/ha. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon di hutan primer, hutan bekas tebangan dan agroforestri umur 11 – 30 tahun menyumbangkan sekitar 90% dari total karbon vegetasi di atas permukaan tanah (Rahayu et al. 2005). Kontribusi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon yang sangat besar ini dikarenakan adanya hubungan yang positif dengan ukuran diameter pohon, jadi semakin besar ukuran diameter pohon menyebabkan cadangan karbon akan semakin tinggi. Rusolono (2006) menyatakan bahwa pendugaan cadangan karbon dengan pendekatan struktur
52
tegakan horizontal (distribusi pohon berdasarkan kelas diameter) cukup terandalkan untuk menjelaskan persediaan karbon (R² = 80%) untuk tegakan agroforestri murni. 5.3.2 Simpanan Karbon Berdasarkan Kelompok Jenis Pengelompokan jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae berdasarkan jenis-jenis pohon yang ditebang atau diproduksi oleh PT. Ratah Timber. Kelompok jenis Dipterocarpaceae yang ditemukan di plot penelitian sebanyak 14 jenis (1299 individu pohon) dan non Dipterocarpaceae sebanyak 24 jenis (411 individu pohon). Simpanan karbon yang terdapat pada tiap kelompok jenis disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Simpanan karbon berdasarkan kelompok jenis petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No
Kelompok jenis
Volume
Lbds
Biomassa
Karbon
(m³/ha)
(m²/ha)
(ton/ha)
(ton/ha)
1
Dipterocarpaceae
42,58
2,81
39,13
19,56
2
Non Dipterocarpaceae
10,24
0,72
9,26
4,63
Jumlah
52,82
3,52
48,38
24,19
Nilai karbon pada kelompok jenis Dipterocarpaceae sebesar 19,56 ton/ha dan non Dipterocarpaceae sebesar 4,63 ton/ha. Kelompok jenis Dipterocarpaceae menyimpan
karbon
lebih
banyak
dibandingkan
kelompk
jenis
non
Dipterocarpaceae, sehingga untuk mendapatkan hutan lestari yang mampu mengembalikan kondisi hutan seperti kondisi aslinya kurang tercapai. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengayaan untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada areal petak tebangan untuk kelestarian pengelolaan selanjutnya. 5.3.3 Simpanan Karbon Total Pendugaan cadangan karbon dalam penelitian ini dengan mengasumsikan 50% dari biomassa pohon tersusun atas karbon (Brown 1997). Sehingga cadangan karbon berkorelasi positif dengan besarnya biomassa yang berarti semakin besar simpanan biomassa maka cadangan karbon akan semakin tinggi. Total simpanan karbon pada areal petak tebangan merupakan penjumlahan dari simpanan karbon pada pohon inti, pohon lindung, pohon layak tebang yaitu sebesar 24,19 ton/ha.
53
Simpanan karbon pada tingkat pohon layak tebang lebih memberikan kontribusi terbesar terhadap simpanan karbon total di lokasi penelitian dibandingkan komponen hutan lainnya. Pohon komersil layak tebang dengan diameter ≥ 50 cm ini nantinya akan dilakukan penebangan, dengan kata lain sediaan simpanan karbon potensial yang hilang akibat penebangan pada areal penelitian ini sebesar 16,08 ton/ha. Perbedaan simpanan karbon dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan, sistem silvikultur, ukuran diameter dalam menduga simpanan karbon dan penggunaan kadar karbon serta kerapatan/jumlah individu per hektar. Peta sebaran karbon di daerah penelitian disajikan pada Gambar 13.
54
Gambar 13 Sebaran karbon total petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.
55
Berdasarkan Gambar 13, dari total karbon sebesar 24,19 ton/ha yang terdapat di petak penelitian di bagi menjadi tiga kelas, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Jumlah pohon terbanyak terdapat pada kelas A (rendah) dengan kisaran diameter antara 20 – 97 cm. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Nilai sebaran karbon per pohon yang dibagi ke dalam tiga kelas di petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber Kelas
Nilai karbon per pohon (ton C)
Kisaran diameter (cm)
Jumlah pohon
A (rendah)
0,1 – 6,4
20 – 97
1655
B (sedang)
6,4 – 12,7
98 – 128
51
C (tinggi)
12,7 – 18,9
130 – 150
4