85
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya terhadap proses yang terjadi di dalam saluran air buangan. Karakteristik limbah cair juga dapat menggambarkan kondisi lingkungan yang mempengaruhi kehidupan mikroorganisme di dalam saluran untuk proses biodegradasi. Konstituen dan konsentrasi air buangan bisa berfluktuasi tiap jam, tiap hari, tiap bulan, tiap tahun atau pada kondisi lokal lainnya. Data pada tabel 5.1 menunjukkan konsentrasi zat yang terdapat di dalam sampel limbah cair, yang diukur berdasarkan sampel dari titik 1 dan titik 5 yang dianggap sebagai inlet dan outlet. Sampel yang diukur merupakan sampel yang diambil pada hari pertama (pagi hari) dan pada hari terakhir pengukuran (sore hari). Berdasarkan dua sampel ini, perbedaan konsentrasi zat yang berada dalam air buangan dianggap dapat mewakili konsentrasi air buangan pada kondisi maksimum (pagi hari) dan perbedaannya dengan kondisi pada sore hari. Tabel 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Cair Di Saluran Air Limbah, jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Satuan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter mg/l TDS mg/l TSS pH mg/l BOD mg/l COD mg/l MBAS mg/l NO2 mg/l NO3 Minyak & mg/l 9 Lemak mg/l 10 NH3 Sumber : Pengukuran
Pagi Titik 1 849 168 6.79 310 683.6 0.832 0.002 0.272
Titik 5 838 88 6.84 150 399.2 0.832 0.003 0.272
Perbedaan (%) 1.29 47.62 -0.736 51.61 41.603 0 -50 0
33.16 29.22
24.21 25.94
26.99 11.22
Sore Titik 1 Titik 5 390 332 225 172 7.51 7.43 37.3 29.3 93.59 64.04 0.019 1.94 0.008 0.01 0.396 0.272 11.05 24.18
13.68 20.08
Perbedaan (%) 14.87 23.55 1.065 21.447 31.574 -10110.5 -25 31.31 -23.80 16.95
86
Hasil pengukuran kualitas limbah cair kemudian dibandingkan dengan dua acuan, yaitu standar baku mutu air buangan dan kekuatan air buangan menurut Metcalf dan Eddy, 2003. Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk mendapatkan analisa kualitatif limbah cair dan memperkirakan tingkat pengolahan yang dibutuhkan oleh air buangan sebelum dikembalikan ke lingkungan. Perbandingan ini ditunjukkan oleh tabel 5.2. Standar baku mutu yang digunakan sebagai acuan adalah PP No. 82 tahun 2001 kelas IV dan PP No. 20 tahun 1990. Kualitas fisik air buangan yang diukur di lapangan juga dimasukkan, dan seluruhparameter dicantumkan dalam rentang konsentrasi minimum dan maksimum. Tabel 5.2 Perbandingan Kualitas Limbah Cair Hasil analisa No. Parameter 1 TDS 2 TSS 3 pH 4 DO 5 BOD 6 COD 7 MBAS 8 NO2 9 NO3 10 Minyak & Lemak 11 NH3 *)Metcalf & Eddy, 2003
332 – 849 mg/l 88 – 225 mg/l 6,79 – 7,51 1,25 – 5,25 mg/l 29,3 – 310 mg/l 64,04 – 683,6 mg/l 0,019 – 1,94 mg/l 0,001 – 0,008 mg/l 0,272 – 0,396 mg/l 11,05 – 33,16 mg/l 20,18 – 29,22 mg/l
Lemah 250 100 110 250 50 12
Kelas*) Sedang 500 220 190 430 90 25
Kuat 850 350 350 800 100 50
Baku Mutu**) 1000 mg/l 50 mg/l 6–9 9 mg/l 50 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l 1 mg/l 10 mg/l 1 mg/l 0,51 mg/l
**) Standar baku mutu PP No. 62 tahun 2001
Perubahan konsentrasi dalam limbah cair bisa dijadikan dasar pemikiran bahwa telah terjadi proses transformasi. Transformasi ini bisa disebabkan oleh proses dekomposisi substrat oleh mikroorganisme atau disebabkan oleh proses dilusi. Pengukuran yang dilakukan pada musim hujan dapat menimbulkan gangguan untuk menggambarkan proses yang terjadi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat, pengukuran perlu dilakukan dengan lebih Faktor yang diperlukan untuk mengukur transformasi oleh biomassa adalah kebutuhan nutrisi ,kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan biomassa, metabolisme mikroorganisme dan pertumbuhan bakteri seiring dan korelasinya dengan penggunaan substrat (Benefield & Randall, 1980).
87
Berdasarkan teori tersebut, pengukuran dilakukan pada parameter yang dapat menunjukkan perubahankonsentrasi materi organik dan jumlah biomassa. Parameter COD menggambarkan konsentrasi substrat di dalam saluran, sedangkan konsentrasi VSS menggambarkan jumlah biomassa yang berada di dalam saluran. BOD dan COD dianggap sebagai indikator untuk materi organik yang terdapat di air buangan, sehingga apabila terjadi penurunan kadar materi organik, maka hal tersebut dianggap sebagai bukti terjadinya proses biodegradasi di dalam saluran. Untuk mendukung terjadinya proses biodegradasi, lingkungan di saluran air buangan harus sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bakteri. Secara keseluruhan, derajat keasaman (pH) air buangan berada di rentang 6,79 – 7,51. Nilai ini masih berada di rentang optimum pertumbuhan bakteri yaitu 6-9 sehingga kondisi keasaman tidak akan mengganggu pertumbuhan mikroba dan mendukung terjadinya proses biodegradasi substrat oleh bakteri. Untuk mempermudah penelitian, umumnya jenis bakteri yang berada di air buangan diukur dalam bentuk coli dan fecal coli, dimana keduanya memiliki kebutuhan kadar keasaman yang sesuai dengan karakteristik sampel limbah cair. Apabila terjadi perubahan pH yang signifikan dalam lingkungan bakteri, maka air buangan akan sulit diolah dengan proses biologi. Oleh karena itu pH air buangan harus dijaga agar stabil dan berada dalam rentang batas yang diinginkan yaitu mendekati netral (pH = 7). Berdasarkan data sekunder dari IPAL Bojongsoang pada Desember 2007, konsentrasi COD yang masuk ke dalam IPAL adalah sekitar 270 – 320 mg/l, sedangkan kualitas air buangan (dari titik outlet) menunjukkan rentang 64,04 – 400 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air buangan tidak berada di luar rentang tersebut sehingga pembebanannya masih mampu diolah oleh IPAL. Akan tetapi, karena air buangan masih menempuh perjalanan sebelum masuk ke IPAL, maka potensi terjadinya perubahan kualitas air buangan cukup tinggi. Kadar zat padat yang terlarut di air buangan bisa menyebabkan terjadinya pendangkalan saluran apabila mengendap menjadi lumpur atau mengalami kondisi anaerob. Zat padat yang bisa disaring terdiri atas padatan terlarut dan
88
padatan koloidal. Fraksi zat padat koloidal memiliki ukuran partikel 0,001 – 1 µm sedangka padatan terlarut terbagi lagi menjadi zat organik, anorganik dan ion lainnya. Zat padat organik akan teroksidasi pada suhu 550° C dan berubah menjadi gas dan dihitung sebagai VSS. Nilai TDS menyatakan banyaknya senyawa organik atau anorganik yang terlarut dalam air. Nilai TSS menyatakan banyaknya senyawa organik dan anorganik yang tersuspensi dalam air, sedangkan VSS menyatakan banyaknya senyawa organik yang berasal dari TSS. Berdasarkan data kualitas limbah cair saja, dugaan sementara yang digunakan adalah bahwa materi organik dan anorganik yang terlarut lebih banyak ditemukan pada pagi hari daripada yang dihasilkan pada sore hari. Nilai TDS juga tidak dipengaruhi oleh proses biologi yang terjadi di dalam saluran. Perbedaan konsentrasinya di inlet dan outlet (baik pada pagi ataupun sore hari) menunjukkan nilai yang hampir sama. Parameter zat padat lainnya, yaitu TSS berada dalam konsentrasi yang cukup stabil untuk pagi dan sore hari. Hal ini terjadi karena materi tersuspensi ini dipengaruhi oleh proses biologis dan diindikasikan dengan adanya perubahan konsentrasi. Konsentrasi MBAS menunjukkan kadar surfaktan yang berada di air buangan dan berdasarkan analisa karakteristik limbah cair, dinyatakan bahwa air buangan ini membutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk menurunkan kadar surfaktan. Kadar surfaktan menunjukkan peningkatan pada sore hari di titik outlet. Hal ini terjadi karena waktu pelaksanaan aktifitas yang menggunakan deterjen lebih sering dilakukan pada pagi menjelang siang hari. Minyak dan lemak merupakan bahan dasar yang banyak digunakan dalam pembuatan deterjen. Sifat minyak dan lemak merupakan senyawa organik yang kurang larut dalam air, sehingga adanya senyawa – senyawa minyak dan lemak di dalam air akan cenderung membentuk lapisan yang terpisah di bagian atas air, dan sebagian membentuk emulsi di dalam air. Parameter ini berada di atas batas kualitas yang diijinkan dan apabila berlebihan maka dapat mengganggu proses biodegradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme karena menghalangi transfer oksigen dari atmosfer ke dalam air.
89
Nitrogen
merupakan
nutrien
penting
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme, terutama untuk mensintesa protein. Nitrogen yang ada di air buangan berasal dari protein dan urea. Dekomposisi menjadi amoniak dilakukan oleh air buangan. Umur air buangan bisa dilihat dari kadar amoniak yang ada di dalam air buangan. Amonia nitrogen ada di dalam air buangan sebagai ammonium atau amoniak, tergantung pada pH larutan, nitrat dan nitrit. Pada kondisi aerob, bakteri bisa mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrit bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang telah teroksidasi dalam air buangan. Nitrit pada air buangan berada pada rentang 0,002 – 0,01 mg/l dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan untuk pagi dan sore hari. Nitrat berada pada rentang 0,272 – 0,396 mg/l dan berada di atas batas yang diperbolehkan. Berdasarkan rentang kualitas air buangan, bisa disimpulkan bahwa air buangan yang menjadi bahan penelitian merupakan air buangan domestik memiliki kekuatan antara sedang dan kuat, sehingga membutuhkan pengolahan lagi sebelum dibuang ke badan air penerima. 5.2 Data Pengukuran 5.2.1 pH pH diukur secara langsung di lapangan menggunakan alat ukur elektronik. pH merupakan salah satu syarat kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Derajat keasaman (pH) menentukan aktifitas enzim yang digunakan untuk reaksi penguraian substrat oleh mikroorganisme sehingga memiliki peran yang sangat besar dalam efisiensi penyisihan materi organik. Perubahan pH yang signifikan akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan dan akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme secara langsung. Wilkinson (1975) menyatakan bahwa untuk bakteri, derajat keasaman yang lebih sesuai adalah bila pH cenderung bersifat alkali. Hasil pengukuran pH ditampilkan di tabel 5.3 dan tabel 5.4.
90
Tabel 5.3 Hasil pengukuran pH di pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 7.27 1 7.41 2 7.29 3 7.41 4 7.36 5 Sumber : Pengukuran
2 7.45 7.45 7.46 7.41 7.41
3 7.46 7.41 7.43 7.44 7.3
Hari 4 7.46 7.49 7.45 7.42 7.51
5 7.54 7.52 7.53 7.5 7.61
6 7.62 7.65 7.61 7.62 6.67
7 7.64 7.65 7.64 7.61 7.66
Tabel 5.4 Hasil pengukuran pH di sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 7.56 1 7.5 2 7.54 3 7.56 4 7.51 5 Sumber : Pengukuran
Hari 6 7.5 7.52 7.5 7.4 7.29
7 6.45 6.67 6.7 6.86 6.8
Sebagian besar proses pengolahan air buangan dengan proses biologi membutuhkan kondisi keasaman antara 4 – 9, dimana pH optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah mendekati 7 (Benefield & Randall, 1980). Pengukuran pH merupakan nilai yang menunjukkan aktifitas dari ion hidrogen, yang juga dapat mengukur intensitas dari kondisi asam atau basa (Sawyer, 1994). pH seluruh sampel berada dalam rentang batas pH yang sesuai untuk terjadinya proses biodegradasi. Gambar 5.1 menunjukkan fluktuasi nilai pH pada pagi hari, dimana rentang pH adalah 7,29 – 7,66. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kondisi pH air buangan mendukung terjadinya proses biodegradasi oleh mikroorganisme yang menggunakan materi organik sebagai substratnya. Kondisi yang cenderung alkali menunjukkanbahwa pH akan mendukung pertumbuhan bakteri dengan baik. Bakteri hanya dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu, apabila kondisi lingkungan berada di luar rentang pH optimum maka bakteri akan terhambat pertumbuhannya dan laju reaksi akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Gustiani, 2006), konsorsium bakteri yang bisa menguraikan limbah
91
cair domestik membutuhkan pH dengan rentang 6-9, kondisi pH yang terukur di lapangan menunjukkan kondisi yang sama. Pertumbuhan bakteri pada kondisi pH tersebut menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan pada limbah cair memiliki kebutuhan lingkungan hidup yang sama.
Variasi pH perhari 7.8 7.6
pH
7.4 7.2 7 6.8 6.6 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800
1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.1 Variasi pH sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Berdasarkan hasil pengukuran pada sore hari, terlihat adanya penurunan nilai pH di hari selasa. Untuk pengukuran pH pada sore hari, derajat keasaman air buangan berada di rentang 6,45 – 7,56. Hasil pengukuran pH pada waktu sore ditunjukkan di gambar 5.2. pH yang terukur pada pagi dan sore hari tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh, dimana kondisi pH masih mendekati netral yaitu 7. Penurunan pH pada hari selasa sore tidak akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan bakteri di saluran air buangan, karena penurunannya tidak drastis. Berdasarkan kondisi pH yang ditemukan di dalam saluran air buangan, disimpulkan bahwa kondisi derajat keasaman yang terjadi di saluran air buangan mendukung terjadinya proses biodegradasi substrat oleh biomassa.
92
Variasi pH perhari (sore) 7.8 7.6 7.4 pH
7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 0
200 Hari Minggu
400
600 Hari Senin
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.2 Variasi pH sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 5.2.2 Temperatur Bakteri hanya dapat hidup dalam temperatur tertentu. Oleh karena itu temperatur adalah faktor yang sangat penting dalam proses biologi. Temperatur mempengaruhi reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan air, dan peruntukan air. Temperatur air buangan pada umumnya lebih tinggi daripada air bersih. Temperatur juga mempengaruhi tingkat efisiensi secara keseluruhan dari proses biologi (Metcalf & Eddy, 2003). Temperatur merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan pertumbuhan bakteri dalam saluran air buangan. Efek perubahan temperatur dalam waktu singkat telah diteliti secara mendalam (Vollertsen, 2001) dan pengaruhnya ditunjukkan melalui persamaan Arrhenius. Jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran air buangan adalah jenis bakteri Mesophilic yang hanya bisa tumbuh pada temperatur 25 – 40° C. Berdasarkan hasil pengukuran, bisa disimpulkan bahwa kondisi lingkungan bakteri adalah stabil dan mendukung terjadinya proses biodegrasi. Pengukuran temperatur dilakukan untuk mengetahui apabila ada perubahan kondisi lingkungan selama penelitian. Data pengukuran temperatur air buangan ditunjukkan oleh tabel 5.5 dan tabel 5.6.
93
Oksigen lebih mudah terlarut di air bersih daripada di air buangan. Peningkatan reaksi biokimia akan menyebabkan adanya kenaikan temperatur pada air buangan. Apabila peningkatan suhu terlalu tinggi, maka bisa terjadi pertumbuhan tumbuhan atau jamur tertentu. Suhu optimum untuk aktifitas bakteri adalah di dalam rentang 25 – 35° C. Reaksi aerob dan nitrifikasi bisa meningkatkan suhu sampai 50° C. Apabila suhu turun sampai 15° C, bakteri yang menghasilkan metan akan menjadi tidak aktif, dimana pada suhu 5° C, bakteri nitrifikasi autotrof tidak akan bisa hidup. Sedangkan pada 2° C, bakteri kemoheterotrof akan menjadi dorman. Tabel 5.5 Hasil pengukuran suhu di pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 25.3 2 25.4 3 25.3 4 25.5 5 25.3 Sumber : Pengukuran
2 25.3 25.2 25.2 25.3 25.2
3 25.1 24.9 24.8 24.8 24.8
Hari 4 24.9 24.9 25 24.9 25.4
5 25.5 25.2 25.3 25.1 25.7
6 25.1 25.3 25.2 25.5 25.5
7 24.9 25 25 25.2 25.4
Tabel 5.6 Hasil pengukuran suhu di sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 25.2 2 25.1 3 25 4 25 5 25.3 Sumber : Pengukuran
Hari 6 25.3 25.3 25.3 25.1 25.1
7 24.9 24.9 24.9 24.8 25
Perubahan temperatur selama pengukuran yang ditunjukkan pada gambar 5.3 dan 5.4, bisa dilihat bahwa pada setiap pengukuran terjadi perubahan temperatur. Akan tetapi perubahannya tidak terlalu signifikan, yaitu hanya 0,1– 0,5° C. Perubahan temperatur yang lebih dari 1° C perhari akan berpengaruh pada kinerja proses pengolahan (Metcalf & Eddy, 2003). Suhu mempengaruhi laju
94
proses biologi secara langsung. Aturan van't Hoff menyatakan bahwa laju reaksi akan meningkat dua kali lipat untuk peningkatan suhu sebesar 10° C. Apabila proses biokimia semakin tinggi, maka suhu juga akan meningkat. Selain disebabkan oleh peningkatan reaksi biokimia, perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh cuaca dan kondisi lingkungan juga infiltrasi yang menyebabkan terjadinya dilusi. Suhu paling rendah yang pernah terukur selama penelitian adalah 24,8° C dan suhu paling tinggi yang terukur selama penelitian adalah 25,7° C. Berdasarkan pengukuran suhu air buangan selama penelitian, bisa disimpulkan bahwa suhu berada dalam kondisi stabil sehingga tidak mengganggu aktifitas bakteri dalam menguraikan substrat dan berkembang biak.
Variasi temperatur perhari Temperatur (Celcius)
25.8 25.6 25.4 25.2 25 24.8 24.6 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800 1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.3 Variasi suhu sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Variasi temperatur perhari (sore) Temperatur (Celcius)
25.4 25.3 25.2 25.1 25 24.9 24.8 24.7 0
200
400
Hari Minggu
600 Hari Senin
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.4 Variasi suhu sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tenganh, 5-11 Desember 2007
95
5.2.3 Konduktivitas Konduktivitas atau daya hantar listrik disebabkan oleh keberadaan ion aktif atau garam di dalam air buangan sehingga sangat berguna untuk mengukur ion anorganik yang terlaurt. Garam yang berada di air buangan bisa digunakan sebagai mikronutrien dan terukur sebagai TDS. Apabila di dalam air buangan terdapat banyak ion aktif atau garam, maka reaksi redoks dalam air buangan akan berjalan dengan baik. Pengukuran konduktivitas air buangan dalam satuan mHos dilakukan setiap hari dan ditampilkan pada tabel 5.7 dan tabel 5.8. Berdasarkan gambar 5.5 dan gambar 5.6, bisa dilihat bahwa konduktivitas air lebih tinggi pada pagi hari daripada sore hari. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya aktifitas yang menghasilkan air buangan pada pagi hari, sehingga karakteristik air buangan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Variasi konduktivitas paling tinggi ditunjukkan oleh pengukuran hari keempat di titik ke-4. Hal ini menunjukkan adanya masukan garam atau zat lain ke dalam saluran yang mungkin berasal dari infiltrasi atau pembebanan mendadak (shock loading). Konduktivitas air buangan juga menunjukkan bahwa air buangan bersifat lebih reaktif dan membutuhkan pengolahan. Konduktivitas bisa dimanfaatkan dalam pengukuran kualitas air buangan menggunakan metode tracer, dimana jumlah garam yang dimasukkan sebagai indikator akan meningkatkan konduktivitas air buangan dan fluktuasinya digunakan sebagai alat ukur. Metode tracer ini lebih umum digunakan untuk mengukur kecepatan alir air buangan dalam saluran. Tabel 5.7 Variasi konduktivitas sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 0.599 2 0.627 3 0.596 4 0.634 5 0.639 Sumber : Pengukuran
2 0.634 0.625 0.685 0.647 0.695
3 0.611 0.645 0.652 0.645 0.595
Hari 4 0.742 0.731 0.742 0.93 0.705
5 0.605 0.596 0.591 0.577 0.562
6 0.642 0.644 0.68 0.699 0.721
7 0.636 0.652 0.649 0.659 0.678
96
Tabel 5.8 Variasi konduktivitas sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 0.586 2 0.578 3 0.593 4 0.591 5 0.512 Sumber : Pengukuran
Hari 6 0.464 0.497 0.525 0.33 0.294
7 0.473 0.556 0.484 0.487 0.502
Konduktivitas (mhos)
Variasi Konduktivitas perhari 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
200
400
600
800 1000 Jarak (meter)
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
Hari Kamis
Gambar 5.5 Variasi konduktivitas sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Variasi konduktivitas perhari (sore) Konduktivitas (mhos)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
200 Hari Minggu
400 Hari Senin
600
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.6 Variasi konduktivitas sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
97
5.2.4 Kekeruhan Kekeruhan ditentukan dengan mengukur partikel dalam air yang meneruskan cahaya, tes ini digunakan untuk menentukan kualitas air. Pengukuran kekeruhan didasarkan atas perbandingan intensitas cahaya yang dipendarkan dibandingkan dengan cahaya yang dipendarkan oleh larutan standar pada kondisi sama. Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat yang tersuspensi dengan ukuran yang bervariasi dari ukuran koloid sampai ukuran partikel lumpur kasar. Partikel koloid akan memecah dan menyerap cahaya dan tidak meneruskannya. Seringkali ditemukan bahwa kekeruhan dalam air berasal dari zat padat koloid dan tersuspensi namun hubungannya harus ditentukan untuk tiap jenis air buangan.. Pengertian air keruh adalah air yang banyak mengandung partikel tersuspensi yang dapat menghalangi penetrasi sinar ke dalam air. Tabel 5.9 Variasi kekeruhan sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 0.999 2 0.828 3 0.813 4 0.604 5 0.709 Sumber : Pengukuran
2 0.999 0.999 0.995 0.999 0.999
3 0.999 0.999 0.995 0.99 0.868
Hari 4 0.999 0.999 0.999 0.999 0.999
5 0.974 0.831 0.703 0.687 0.9
6 0.928 0.909 0.933 0.93 0.999
7 0.999 0.999 0.971 0.863 0.958
Data kekeruhan digunakan untuk menentukan kualitas fisik air. Berdasarkan pengukuran di lapangan, tabel 5.9 dan tabel 5.10 menunjukkan kekeruhan air di saluran air buangan datam satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Partikel-partikel yang tersuspensi berupa senyawa organik atau anorganik dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan, estetika dan proses desinfeksi. Hasil pengukuran kekeruhan air buangan ditunjukkan dalam gambar 5.7 dan gambar 5.8. Berdasarkan grafik tersebut bisa dilihat bahwa kekeruhan air sangat berfluktuasi di setiap titik pengukuran. Akan tetapi, karena keterbatasan alat pengukur, seringkali angka kekeruhan sesungguhnya tidak terukur karena sudah mencapai batas pengukuran alat dan ditunjukkan dengan nilai 0,999.
98
Kekeruhan air buangan di pagi hari dan sore hari sangat berbeda, dimana angka kekeruhan di pagi hari hampir selalu mencapai batas pengukuran alat. Hal ini terjadi karena pada pagi hari, lebih banyak aktifitas yang dilakukan masyarakat sehingga air buangan yang dihasilkan juga lebih banyak dan menyebabkan lebih banyak lagi partikulat yang masuk ke dalam saluran air buangan. Untuk pengukuran pada hari minggu pagi, kualitas kekeruhan air buangan menurun. Pada hari tersebut, aktifitas manusia dilakukan dalam distribusi waktu yang merata, sehingga tidak banyak dilakukan secara bersamaan seperti pada hari kerja. Pada hari pengukuran lainnya, yang merupakan hari kerja kualitas kekeruhannya lebih tinggi. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kekeruhan dapat digunakan untuk mengukur kualitas air buangan. Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat maka perlu dilakukan pengukuran zat padat yang terdapat di dalam air buangan. Tabel 5.10 Variasi kekeruhan sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 0.554 2 0.999 3 0.75 4 0.65 5 0.577 Sumber : Pengukuran
Hari 6 0.604 0.557 0.577 0.999 0.536
7 0.575 0.58 0.532 0.543 0.539
Variasi kekeruhan perhari
Kekeruhan (NTU)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800 1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.7 Variasi kekeruhan sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
99
Variasi kekeruhan perhari (sore)
Kekeruhan (NTU)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
200 Hari Minggu
400
600 Hari Senin
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.8 Variasi kekeruhan sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 5.2.5 DO Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung kepada sifat fisik, kimia dan aktifitas mikroorganisme di dalam air. Kelarutan gas oksigen di dalam air sangat dipengaruhi oleh tekanan gas oksigen di atmosfer yang kontak dengan permukaan badan air (kelarutan gas di dalam air mengikuti hukum Henry). Semakin tinggi konsentrasi oksigen di udara semakin tinggi tekanan parsial gas tersebut, maka semakin tinggi kelarutannya di dalam air. Senyawa– senyawa di dalam air akan mempengaruhi kelarutan gas (oksigen), kelarutan oksigen berbanding terbalik dengan konsentrasi mineral dalam air. Temperatur juga mempengaruhi kelarutan gas dalam air. Semakin tinggi temperatur maka semakin rendah kelarutan oksigen. Tabel 5.11 dan 5.12 menunjukkan fluktuasi kandungan oksigen terlarut dalam satuan mg/l pada air buangan selama pengukuran. Persediaan air biasanya tersaturasi oleh oksigen, akan tetap konsentrasi ini akan menurun saat zat organik masuk ke air buangan. Pada musim panas, air buangan bisa kehilangan oksigennya dan menjadi septik. Pada musim hujan, saluran air buangan dengan sistem terpisah, air yang disalurkan dalam sewerage selama terjadi hujan atau setelah terjadi hujan dicemari oleh materi tersuspensi yang terbawa dari permukaan. Kebanyakan materi ini bersifat inert, tapi sebagian
100
bersifat organik dan bisa mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam air buangan (Imhoff, Muller & Thistlethwayte, 1972). Tabel 5.11 Variasi DO sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 5.25 2 5.45 3 5.01 4 5.66 5 3.72 Sumber : Pengukuran
2 3.18 3.29 3.48 3 3
3 2.46 3.59 2.87 2.87 3.57
Hari 4 2.82 2.18 2.92 2.72 3.08
5 3.17 2.87 3.08 2.65 2.9
6 4.12 3.17 3.13 3.53 3.56
7 1.27 2.88 1.58 1.42 2.18
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, angka salinitas di saluran air buangan ada di kadar 0,02 – 0,03 %. Salinitas dapat mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen karena garam dapat bereaksi dan mengurangi jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Nilai DO di tiap titik pengambilan sampel mengalami perubahan setiap harinya, namun rentang perubahannya tidak terlalu drastis. Berdasarkan pengukuran tersebut, bisa dilihat bahwa oksegen tetap tersedia di air buangan sebagai akseptor elektron, sehingga metabolisme aerob dapat terjadi. Pengukuran DO tidak bisa menggambarkan kondisi air buangan dengan akurat karena adanya proses reaerasi, dimana pada saat air buangan memasuki aliran manhole, oksigen yang berada di udara akan membentuk kesetimbangan dengan oksigen yang ada di dalam air karena adanya jarak ketinggian antara muka air dengan bukaan. Akan tetapi perubahan konsentrasi oksigen itu hanya terjadi di area manhole dan kembali ke sediakala setelah air kembali memasuki saluran air buangan. Selain melalui area manhole, oksigen bisa masuk ke dalam air buangan karena adanya ventilasi di saluran air buangan. Ventilasi alami terjadi karena adanya kondisi iklim, peningkatan tinggi muka air dan sifat air buangan itu sendiri. Tingkat kelarutan oksigen berada pada jumlah terkecil pada pengukuran pagi hari selasa pagi yaitu 1,27 mg/l. Fluktuasi nilai oksigen terlarut ditampilkan pada gambar 5.9 dan 5.10. Melihat suhu dan salinitas yang tetap, maka perubahan
101
kadar oksigen terlarut juga bisa disebabkan oleh adanya proses biodegradasi di dalam saluran. Tabel 5.12 Variasi DO sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 3.75 2 2.91 3 3.2 4 3.3 5 3.74 Sumber : Pengukuran
Hari 6 3.74 2.93 2.7 2.33 2.7
7 2.7 2.15 2.98 2.15 2.39
Variasi DO perhari 6
DO (mg/l)
5 4 3 2 1 0 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800 1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.9 Variasi DO sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Variasi DO perhari (sore) 4 3.5 DO (mg/l)
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
200
400
Hari Minggu
600 Hari Senin
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.10 Variasi DO sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
102
Oksigen merupakan akseptor elektron untuk proses metabolisme aerob. Apabila proses biodegradasi terjadi dalam kondisi aerob, maka di saluran air buangan zat organik yang mudah terbiodegradasi akan tersisihkan dan air buangan hanya akan membutuhkan proses mekanis untuk pengolahannya. Apabila kandungan oksigen habis, maka akan terbentuk lingkungan yang anaerob yang menggunakan sulfat sebagai akseptor elektronnya. Proses anaerob berjalan lebih lambat daripada proses aerob, sehingga di air buangan akan terbentuk materi yang lebih mudah tersisihkan dengan proses biologi. Akan tetapi kondisi anaerob menghasilkan produk sampingan berupa sulfida yang dapat menyebabkan gangguan bagi manusia. Oleh karena itu, kondisi yang diharapkan adalah kondisi anoksik yaitu kondisi dimana akseptor elektron utamanya adalah nitrat. Nirat dalam air buangan akan digunakan setelah oksigen tidak lagi tersedia di dalam sistem air buangan. Berdasarkan hasil yang ditemukan untuk pengukuran konsentrasi oksigen terlarut bisa disimpulkan bahwa di dalam air buangan masih tersedia oksigen yang dapat digunakan sebagai akseptor elektron. Untuk mencegah terjadinya kondisi anaerob di dalam saluran air buangan, bisa dilakukan proses reaerasi untuk mengembalikan oksigen ke dalam air buangan atau melakukan penambahan nitrat ke dalam saluran. 5.2.6 COD Limbah cair yang masuk ke dalam saluran air buangan sangat bervariasi. Konsentrasi COD dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di air buangan, selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi materi organik yang tersedia. Kandungan materi organik ditentukan oleh aktifitas manusia yang menghasilkannya, sehingga konsentrasi materi organik dapat menunjukkan pola penghasilan air buangan penduduk. Konsentrasi COD
dapat
digunakan
sebagai
parameter
utama
khususnya
untuk
mengindikasikan proses biologi bagi air buangan. Konsentrasi COD merupakan ukuran banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik, sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi COD adalah indikator untuk mengetahui senyawa organik yang terdapat di air buangan. Materi organik yang
103
terdapat di dalam air buangan digunakan bakteri sebagai substrat. Untuk bakteri heterotrof, substrat digunakan sebagai sumber karbon dan sumber energi. Semakin banyak substrat yang tersedia, maka semakin banyak sumber energi yang dapat digunakan oleh bakteri untuk berkembang biak. Penurunan nilai COD dianggap sebagai bukti terjadi penguraian materi organik oleh bakteri. Oleh karena itu, perubahan nilai COD di inlet dan outlet menunjukkan tingkat efisiensi penyisihan materi organik dalam air buangan. Hasil pengukuran sampel ditunjukkan oleh tabel 5.13 dan tabel 5.14. Tabel 5.13 Variasi COD sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 683.6 2 480 3 560 4 500 5 399.2 Sumber : Pengukuran
2 504 420 528 400 260
3 400 620 540 440 400
Hari 4 520 560 600 640 320
5 176 208 192 80 120
6 528 600 480 360 240
7 444 240 528 396 216
Tabel 5.14 Variasi COD sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 200 2 152 3 192 4 144 5 152 Sumber : Pengukuran
Hari 6 152 184 160 192 192
7 192 144 180 128 120
Biodegradasi dapat terjadi karena karbon merupakan sumber utama yang digunakan pada proses biosintesa. Sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme di dalam air buangan dapat berasal dari berbagai senyawa organik seperti karbohidrat, protein, minyak dan lemak atau senyawa anorganik seperti CO2, nitrogen dan fosfor. Biodegradasi juga bisa terjadi karena penguapan karbon organik yang dikonversi menjadi karbondioksida yang dilepas ke atmosfer
104
saluran. Jumlah mikroorganisme juga mempengaruhi tingkat degradasi, yaitu semakin banyak jumlah mikroorganisme maka semakin tinggi tingkat biodegradasi yang dapat terjadi. Gambar 5.11 dan gambar 5.12 menunjukkan fluktuasi konsentrasi COD di tiap titik pengukuran sampel.
800
Variasi COD per Hari
700 COD (mg/l)
600 500 400 300 200 100 0 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800 1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.11 Variasi COD sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Pada setiap titik pengukuran, ditemukan bahwa terjadi perubahan konsentrasi COD. Secara teoretis, nilai COD harusnya menurun karena proses dilusi atau biodegradasi. Namun, kondisi ideal ini bisa terganggu oleh beragam faktor, salah satunya adalah infiltrasi. Gangguan yang muncul ini bisa dilihat pada pengukuran hari Jum’at pagi. Konsentrasi COD mengalami peningkatan dari inlet (titik 1) ke titik 2, dan kemudian dari titik 2 nilai COD kembali menurun sampai ke konsentrasi yang sama dengan di inlet, sehingga apabila kita meninjau variasi COD pada hari Jum’at pagi tidak terjadi perubahan nilai. Akan tetapi bila kita memperhatikan perubahan yang terjadi di setiap titik maka transformasi organik tetap terjadi di saluran air buangan. Pada pengukuran hari senin sore, konsentrasi COD di titik 5 lebih besar daripada titik 1, sedangkan penurunan COD hanya terjadi pada sampel dari titik 2 ke titik 3. Kondisi ini bisa disebabkan oleh adanya masukan ke saluran oleh aktifitas masyarakat atau faktor cuaca. Variasi konsentrasi pada influen (titik 1), mempengaruhi pada efisiensi penyisihan zat organik. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan mikroorganisme
105
mengadaptasikan dirinya dari konsentrasi yang kecil ke konsentrasi yang lebih tinggi. Selain itu menurut Gerardi (1994), pada proses pengolahan air buangan secara biologi, nutrien diperlukan dalam jumlah tertentu untuk mencapai efisiensi pengolahan yang lebih tinggi. Prit (1975) menyatakan bahwa mikroorganisme membutuhkan energi untuk pertumbuhan sel dan juga energi untuk perawatan sel seperti pergantian sel, transpor aktif, motilitas dan lainnya. Oleh karena itu, saat bakteri melakukan perawatan sel, tidak terjadi pertumbuhan.
Variasi COD perhari (sore) 250
COD (mg/l)
200 150 100 50 0 0
200
400
Hari Minggu
600 Hari Senin
800 1000 Jarak (meter) Hari Selasa
Gambar 5.12 Variasi COD sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Selama pengukuran, terjadi perubahan konsentrasi COD. Penurunan konsentrasi COD di titik outlet dapat menunjukkan tingkat penyisihan organik yang terjadi. Untuk menghitung tingkat efisiensi penyisihan materi organik perhari, digunakan data konsentrasi COD di titik inlet dan outlet. Tabel 5.15 dan gambar 5.13 menunjukkan pola efisiensi tersebut. Faktor cuaca dapat mempengaruhi kualitas air buangan. Hal ini ditunjukkan oleh pengukuran pada hari senin sore, yang justru menunjukkan peningkatan konsentrasi COD di outlet. Pada waktu pengukuran tersebut, terjadi hujan di saat pengukuran sedang berlangsung sehingga konsentrasi COD yang terukur pada outlet mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan konsentrasi COD pada inlet dan menghasilkan perhitungan efisiensi penyisihan yang negatif.
106
Tabel 5.15 Pola efisiensi penyisihan materi organik di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Pagi Hari Efisiensi (%) 41.61 1 48.42 2 0 3 38.46 4 31.82 5 54.55 6 51.35 7 Sumber : Pengukuran
Sore Efisiensi (%) 24 -26.32 37.5
Efisiensi (%)
Efisiensi Penyisihan COD 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
Pagi Sore 1
2
3
4
5
6
7
Hari
Gambar 5.13 Pola efisiensi penyisihan COD perhari dari titik 1 ke titik 5 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Gustiani (2006), saluran air buangan dianggap memiliki pola aliran sumbat. Salah satu ciri dari aliran sumbat adalah adanya gradien konsentrasi di sepanjang arah aliran. Berdasarkan gambar sebelumnya, bisa dilihat bahwa konsentrasi COD mengalami perubahan di setiap titik pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa saluran yang terjadi mengikuti aliran plug flow dimana konsentrasi materi yang terkandung berubah sepanjang aliran. Perubahan konsentrasi COD ini bisa disebabkan oleh inflitrasi air atau aktifitas bakteri yang memecah substrat untuk dijadikan nutrien pertumbuhan sel. Penelitian sebelumnya merupakan penelitian dalam skala laboratorium yang membandingkan tiga kondisi saluran dan pengaruhnya terhadap efisiensi penyisihan materi organik dalam saluran air buangan. Pada
107
skala lapangan, jenis saluran yang digunakan merupakan pipa halus dan tidak memiliki media di dalamnya, sehingga pola penyisihannya bisa dibandingkan dengan jenis reaktor yang memiliki permukaan saluran halus dan tidak diberikan penambahan media apapun. Variasi konsentrasi pada influen mempengaruhi efisiensi penyisihan zat organik, hal ini menunjukkan bahwa bakteri akan melakukan penyisihan maksimum bila berada pada konsentrasi tertentu. Pada penelitian skala laboratorium ditemukan bahwa jenis saluran tersebut dapat menyisihkan materi organik sampai 45 %. Berdasarkan perhitungan, ditemukan bahwa efisiensi maksimum yang terjadi adalah sebesar 54,55 % yang terjadi pada pengukuran hari senin pagi dan 48,41 % pada pengukuran hari kamis pagi. Efisiensi penyisihan paling rendah di waktu pagi terjadi pada pengukuran hari minggu yaitu sebesar 31,86 %. Sedangkan pengukuran pada sore hari menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan organik maksimum hanya sebesar 37,5 % dan yang terendah adalah sebesar 24 % (pengukuran hari jum’at diabaikan karena dianggap tidak representatif). Perbedaan efisiensi ini menunjukkan bahwa efisiensi akan terjadi lebih baik bila konsentrasi substrat mencapai konsentrasi tertentu. Konsentrasi ini merupakan nilai Ks yang merupakan parameter kinetika penyisihan organik oleh bakteri. Kinetika ini akan dibahas kemudian. Hasil pengukuran yang sudah ditampilkan menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium mendekati hasil yang ditemukan di lapangan. Berdasarkan hasil tersebut, maka bisa diasumsikan bahwa dengan menggunakan pipa saluran dengan permukaan kasar atau menambahkan media melekat untuk bakteri, efisiensi penyisihan organik yang terjadi di dalam saluran air buangan bisa ditingkatkan. Untuk
menentukan
kualitas
air
buangan,
bisa
juga
dilakukan
perbandingan antara nilai COD dengan nilai BOD. BOD didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (terutama bakteri), selama mikoorganisme tersebut menguraikan senyawa organik. Penguraian senyawa organik dapat diartikan bahwa zat organik digunakan sebagai bahan makanan untuk mikroorganisme dan diuraikan melalui rangkaian reaksi biokimia
108
yang panjang dan rumit di dalam sel. Hasil akhir dari penguraian zat organik tersebut adalah energi untuk kebutuhan hidup mikroorganisme sendiri dan produk lain berupa H2O, gas CO2 dan senyawa lainnya. Pengukuran BOD dilakukan berdasarkan prosedur bioassay (uji hayati) yang menyangkut pengukuran oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (terutama bakteri) dalam menguraikan zat organik. Kelarutan oksigen di dalam air terbatas kira-kira 9 mg/l. Kecepatan reaksi penguraian sangat dipengaruhi oleh zat organik. Temperatur juga mempengaruhi kecepatan penguraian zat organik. Oksidasi senyawa organik nitrogen oleh mikroorganisme dapat mengganggu penentuan BOD. Tabel 5.16 Rasio BOD/COD di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 No. Sampel 1 Minggu pagi 1 2 Minggu pagi 5 3 Minggu sore 1 4 Minggu sore 5 5 Senin pagi 1 6 Senin pagi 5 7 Senin sore 1 8 Senin sore 5 9 Selasa pagi 1 10 Selasa pagi 5 11 Selasa sore 1 12 Selasa sore 5 Sumber : pengukuran
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
BOD 147 108 78.2 130 170 200 74.8 46.8 180 150 68.6 70.4
COD 176 120 200 152 528 240 152 192 444 216 192 120
BOD/COD 0.84 0.9 0.39 0.86 0.32 0.83 0.49 0.24 0.41 0.69 0.36 0.59
Data BOD dan COD dapat dimanfaatkan sebagai kontrol karakteristik air buangan yang mengalir. Tabel 5.16 menunjukkan rasio BOD/COD air buangan yang diambil dari inlet dan outlet dengan variasi diurnal. Untuk air buangan domestik, rasio BOD/COD ada di rentang 0,4 – 0,8. Rentang yang cukup jauh ini disebabkan karena adanya asupan dari home industry yang ditampung oleh saluran, sehingga merubah karakteristik air buangan domestik. Kondisi air buangan tersebut sangat cocok untuk proses biologi. Berdasarkan perbandingan tersebut, bisa dilihat bahwa berdasarkan perhitungan rata-rata air buangan bersifat sangat biodegradable dan bisa diolah dengan proses biologi. Apabila dibandingkan rasio BOD/COD pada inlet dan outlet, ditemukan bahwa nilainya
109
lebih besar ditemukan pada outlet. Hal ini menunjukkan bahwa proses yang terjadi di saluran air buangan menghasilkan air buangan yang bersifat lebih biodegradable dan lebih mudah untuk diolah melalui proses biologi. Oleh karena itu, hasil pengukuran membuktikan bahwa rasio BOD/COD dapat digunakan sebagai kontrol untuk menunjukkan aktifitas mikroorganisme di dalam saluran air buangan yang dapat menyisihkan materi organik dan menghasilkan air buangan dengan kualitas yang lebih mudah diolah oleh instalasi pengolahan. Apabila menggunakan materi organik, prosesnya disebut fermentasi, sedangkan bila menggunakan materi anorganik prosesnya disebut respirasi anaerob.
Rasio BOD/COD 250
BOD (mg/L)
200 150 100 y = 0.2005x + 77.996 R2 = 0.2336
50 0 0
100
200
300
400
500
600
COD (mg/L)
Gambar 5.14 Perbandingan BOD dan COD di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
in gg u M
'at
Sa bt u
is
Ju m
Ka m
Ra bu
Se la sa
800 700 600 500 400 300 200 100 0 Se ni n
Konsentrasi COD (mg/l)
Pola aktifitas masyarakat dalam 1 minggu
Hari
Gambar 5.15 Pola aktifitas masyarakat dalam satu minggu berdasarkan hasil pengukuran di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 511 Desember 2007
110
Konsentrasi COD dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang pola aktifitas masyarakat yang menghasilkan air buangan dalam satu minggu. Dengan menggunakan konsentrasi COD pada titik inlet untuk mewakili aktifitas tertinggi dalam satu hari, maka tingkat pembebanan tertinggi mingguan dapat dianalisa. Berdasarkan gambar 5.15 bisa dilihat bahwa aktifitas mingguan tertinggi terjadi pada hari Rabu dan aktifitas terendah terjadi pada hari minggu. Kesimpulan ini diambil karena selama dilakukan pengukuran beban organik COD paling besar ditemukan pada hari rabu dan beban terendah ditemukan pada hari minggu. Dengan menggunakan data yang sama, pola penggunaan harian juga bisa terlihat dengan membandingkan konsentrasi COD yang terukur pada pagi hari dengan pengukuran COD pada waktu sore hari, seperti terlihat pada gambar 5.16. Berdasarkan perbandingan tersebut bisa dilihat bahwa Pada pengukuran di sore hari, ditemukan bahwa beban organiknya jauh lebih rendah daripada beban di pagi hari dan mendekati dengan pembebanan organik yang terjadi pada hari minggu. Hal ini terjadi karena aktifitas penduduk lebih banyak dilakukan di pagi hari secara bersamaan dan lebih sedikit di sore hari. Beban organik pada sore hari hari paling tinggi ditemukan di hari minggu dan yang paling rendah ditemukan pada hari selasa. Perbedaan beban COD yang ditemukan pada hari Minggu pagi berbeda jauh dengan yang ditemukan pada hari kerja, sedangkan konsentrasi COD pada hari Minggu sore tidak terlalu jauh berbeda dengan konsentrasi COD pada hari Senin dan Selasa sore.
Konsentrasi COD (mg/l)
Pola aktifitas masyarakat dalam satu hari 600 500 400 09.00 - 11.00 WIB
300
16.00 - 18.00 WIB
200 100 0 Minggu
Senin
Selasa
Hari
Gambar 5.16 Pola aktifitas masyarakat dalam satu hari berdasarkan pengukuran di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
111
5.2.7 TSS Konsentrasi TSS menunjukkan fraksi bahan organik yang terdapat di air buangan, baik yang terlarut maupun yang tidak terlarut. Ukuran partikel yang paling banyak terukur melalui pengukuran TSS adalah 63 – 100 μm menurut pembagian Langeveld, Clemens & van der Graaf (2002). Penurunan konsentrasi TSS tidak banyak mempengaruhi perubahan konsentrasi COD atau BOD. Secara teoretis, nilai TSS berhubungan dengan kekeruhan air buangan dimana semakin tinggi nilai TSS akan semakin tinggi juga kekeruhan air. TSS dapat digunakan sebagai salah satu parameter kualitas air buangan. TSS terdiri atas materi tersuspensi tetap dan materi volatil, dimana materi volatil merupakan fraksi organik yang dianggap sebagai ukuran biomassa sedangkan sisanya adalah fraksi non organik berupa mikronutrien untuk mikroorganisme. Hasil pengukuran TSS seluruh sampel ditunjukkan oleh tabel 5.17 dan tabel 5.18. Berdasarkan hasil pengukuran dan dibandingkan dengan data VSS, bisa dilihat bahwa air buangan memiliki fraksi organik yang lebih besar daripada fraksi non organiknya. Hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas air buangan memiliki sifat yang sangat biodegradable dan proses biodegradasi akan berjalan sesuai dengan keberadaan mikroorganisme di dalam saluran air buangan. Mikroorganisme yang terdapat di saluran air buangan berasal dari limbah domestik dan berada dalam kondisi tersuspensi atau biofilm. Apabila TSS berada dalam jumlah yang cukup besar dan debit air buangan tidak terlalu besar, maka mungkin terjadi pengendapan di dalam saluran. Pembebanan TSS dipengaruhi langsung oleh tingkat aktifitas manusia yang menghasilkan air buangan. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 5.17 dan gambar 5.18 dimana konsentrasi TSS di pagi hari lebih besar dibandingkan dengan sore hari. Begitu juga nilai TSS paling rendah ditemukan pada pengukuran pada hari minggu pagi, dimana aktifitas manusia minim. Selama pengukuran di pagi hari, nilai TSS cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses biodegradasi yang juga menurunkan tingkat
112
kekeruhan air buangan sehingga jumlah materi yang tersuspensinya pun berkurang karena digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi. Tabel 5.17 Variasi TSS sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 225 2 148 3 160 4 170 5 172 Sumber : Pengukuran
2 222 158 278 112 100
3 216 284 268 198 216
Hari 4 238 314 204 148 226
5 186 112 74 90 86
6 84 158 108 184 168
7 252 196 146 180 252
Tabel 5.18 Variasi TSS sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 116 2 126 3 120 4 192 5 222 Sumber : Pengukuran
Hari 6 124 78 158 116 152
7 138 76 56 98 138
Variasi TSS perhari 350 300
TSS (mg/l)
250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
800
1000 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.17 Variasi TSS sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
113
Variasi TSS perhari (sore) 250
TSS (mg/l)
200
150
100
50
0 0
200 Hari Minggu
400
600 Hari Senin
Hari Selasa
800 1000 Jarak (meter)
Gambar 5.18 Variasi TSS sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 5.2.8 VSS Nilai VSS menunjukkan jumlah padatan organik yang tersuspensi didalam air buangan, yang menyatakan jumlah biomassa di dalam air buangan. Pengukuran VSS pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah biomassa selama penelitian. Hasil pengukuran VSS ditampilkan pada tabel 5.19 dan 5.20. Peningkatan jumlah VSS disebabkan oleh terakumulasinya limbah yang mengalir di sepanjang aliran dimulai dari inlet sampai dengan outlet. Limbah merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme yang berada di sepanjang saluran, sehingga mikroorganisme juga akan meningkat di sepanjang saluran. Kecepatan dan debit aliran juga mempengaruhi kondisi mikroorganisme untuk tumbuh. Pada kondisi aerob terjadi dua fenomena peniting yang terjadi, yang pertama adalah reaerasi (yang terjadi di titik manhole) dan penggunaan oksigen juga transformasi materi organik yang terjadi karena adanya aktifitas bakteri heterotrof. Mikroorganisme berada dalam beberapa fase di sistem saluran air buangan yaitu di dinding saluran, biofilm dan dalam air buangan sendiri. Berdasarkan gambar 5.19 dan 5.20, bisa dilihat bahwa data pengukuran VSS cenderung
114
menunjukkan peningkatan jumlah VSS dari inlet menuju outlet. Meskipun begitu, jumlah peningkatan mikroorganisme tidak terlalu signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi mikroorganisme yang tersuspensi pada larutan, atau berada pada biofilm yang terbawa di sepanjang aliran dalam kondisi tidak merata, sehingga ketika sampel diambil, jumlah mikroorganisme yang berada di dalam sampel tidak mewakili kondisi yang seharusnya terjadi di dalam saluran. Selain itu, ada juga kemungkinan mikroorganisme yang terbawa oleh kecepatan aliran yang terjadi di sepanjang reaktor dan tidak terjadi pengendapan. Pada penelitian dalam skala laboratorium (Gustiani, 2006), ditemukan bahwa jenis saluran dengan permukaan halus dan tanpa media melekat untuk bakteri mungkin mengalami kondisi washout, yaitu kondisi dimana bakteri ikut terbawa bersama aliran. Kemungkinan lainnya adalah waktu kontak yang terlalu singkat menyebabkan tingkat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak terlalu signifikan. Keberadaan mikroorganisme mempengaruhi tingkat degradasi,yaitu semakin banyak jumlah mikroorganisme maka semakin tinggi tingkat biodegradasi. Tabel 5.19 Variasi VSS sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 1 1 2 98 3 118 4 140 5 Sumber : Pengukuran
2 86 60 130 40 42
3 116 116 160 124 200
Hari 4 118 172 110 82 130
5 86 48 14 38 54
6 62 112 42 100 92
7 136 76 70 82 146
Tabel 5.20 Variasi VSS sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Titik 5 1 38 2 56 3 96 4 192 5 210 Sumber : Pengukuran
Hari 6 56 70 108 164 102
7 48 12 10 26 54
115
Apabila dibandingkan dengan konsentrasi substrat berdasarkan nilai COD, bisa dilihat bahwa jumlah VSS yang berada di dalam saluran tidak banyak berbeda pada setiap hari pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat di saluran hampir seluruhnya berasal dari air buangan domestik. Pada air buangan domestik, bakteri yang sering ditemukan merupakan bakteri yang berasal dari perut manusia, sehingga bisa disimpulkan bahwa di saluran air buangan hampir tidak terdapat bakteri yang melekat dan bakteri yang masuk melalui infiltrasi tidak banyak bila dibandingkan dengan bakteri yang memang berasal dari air buangan sendiri. Penggunaan substrat untuk pertumbuhan biomassa berjalan secara paralel dengan penyisihannya untuk menghasilkan energi oleh akseptor elektron, artinya semakin banyak substrat yang tersedia maka kemungkinan perkembangan bakteri akan semakin baik. Transformasi materi organik oleh bakteri terjadi di fase air, biofilm dan sedimen. Biomassa adalah bagian yang aktif dalam air buangan, akan tetapi keaktifannya tergantung pada substrat organik dan keberadaan akseptor elektron. Transformasi materi organik akan membuat air buangan lebih mudah untuk diolah secara biologis, dimana materi organik akan berhasil terdegradasi seluruhnya setelah mengalami denitrifikasi dan penyisihan fosfor secara organik di instalasi pengolahan. Biomassa adalah komponen utama, yang berdasarkan aktifitasnya, merupakan faktor utama yang menentukan penyisihan materi organik dalam air buangan. Pertumbuhan bomassa tersuspensi pada kondisi substrat organik dan kelarutan oksigen yang terbatas mengikuti persamaan Monod. Hal ini dibuktikan melalui studi skala laboratorium dan skala lapangan pada kondisi saluran air buangan gravitasi oleh Bjerre pada tahun 1995 dan tahun 1998. Berdasarkan penemuan tersebut maka disimpulkan bahwa proses yang terjadi di dalam air buangan yang terdapat di sewerage bisa digambarkan berdasarkan pertumbuhan biomassa, kematian biomassa dan hidrolisis materi organik akibat adanya aktifitas bakteri heterotrof.
116
Variasi VSS perhari
250
VSS (mg/l)
200 150 100 50 0 0
100
200
300
400
500
600
Hari Senin
Hari Selasa
Hari Rabu
Hari Jum'at
Hari Sabtu
Hari Minggu
700 800 900 Jarak (meter) Hari Kamis
Gambar 5.19 Variasi VSS sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Variasi VSS perhari (sore) 250
VSS (mg/l)
200
150
100
50
0 0
200
400 Hari Minggu
600 Hari Senin
800 Hari Selasa
1000 Jarak (meter)
Gambar 5.20 Variasi VSS sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Bakteri patogen yang banyak ditemukan di air buangan biasanya diukur dalam bentuk Coli. Bakteri coli ini berasal dari sistem pencernaan manusia dan buangan hewan (Bitton, 1994).E. Coli berasal dari usus makhluk hidup berdarah panas. Keberadaannya bisa dijadikan dasar acuan untuk keberadaan patogen (bakteri dan viral) karena faeces manusia mengandung sekitar 1 x 1012 organisme coliform perkapita perhari, sehingga semua air buangan domestik tercemar oleh mikroorganisme ini (Okum & Ponchis, 1975). Untuk
pengolahan
biologi
ada
dua
jenis
kondisi
pertumbuhan
mikroorganisme. Yaitu dalam kondisi tersuspensi dan terlekat, dimana untuk
117
kondisi tersuspensi pertumbuhan mikroorganisme terjadi dalam keadaan tersuspensi dalam gas cair. Pertumbuhan sel menggambarkan berfungsinya sistem enzim yang menyebabkan penyerapan makromolekul ke dalam sitoplasma. Faktor yang penting untuk pertambahan biomassa adalah sumber karbon, akseptor elektron eksternal, kondisi fisik-kimia yang sesuai, sumber energi. Gambar 5.21 – 5.29 menunjukkan perbandingan tingkat penyisihan COD dengan penambahan biomassa di saluran air buangan melalui pengukuran dari lima titik. Berdasarkan lima grafik tersebut bisa dilihat bahwa penambahan biomassa terjadi setelah bioamassa menguraikan substrat dan melakukan proses respirasi untuk mendapatkan
energi.
Transformasi
materi
organik
ditunjukkan
secara
proporsional oleh perubahan jumlah sel biomassa yang viable.
COD vs VSS (hari ke-2) 600 500
mg/l
400 COD
300
VSS
200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.21 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-2 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
COD vs VSS (hari ke-3) 700 600
mg/l
500 400
COD
300
VSS
200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.22 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-3 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
118
COD vs VSS (hari ke-4) 700 600
mg/l
500 400
COD
300
VSS
200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.23 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-4 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
COD vs VSS (hari ke-5) 250
mg/l
200 150
COD
100
Kekeruhan
50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.24 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-5 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
COD vs VSS (harike-6) 700 600
mg/l
500 400
COD
300
VSS
200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.25 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-6 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
119
COD vs VSS (hari ke-7) 600 500
mg/l
400 COD 300
VSS
200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.26 Perbandingan COD dan VSS pada hari ke-7 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
COD vs VSS (sore hari ke-5) 250
mg/l
200 150
COD
100
VSS
50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.27 Perbandingan COD dan VSS pada sore hari ke-5 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
COD vs VSS (sore hari ke-6) 250
mg/l
200 150
COD
100
VSS
50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.28 Perbandingan COD dan VSS pada sore hari ke-6 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
120
COD vs VSS (sore hari ke-7) 250
mg/l
200 150
COD
100
VSS
50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.29 Perbandingan COD dan VSS pada sore hari ke-7 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Untuk pengukuran pada sore hari, terlihat bahwa ada peningkatan drastis pada pengukuran hari minggu. Apabila dibandingkan dengan data BOD, terlihat bahwa pada hari tersebut peningkatan BOD dari titik inlet menuju outlet adalah sebesar 66,24 % yang menunjukkan bahwa aktifitas mikroorganisme pada saat tersebut sangat dominan. Hal ini bisa disebabkan karena karakteristik air limbah yang masuk memiliki sifat yang sangat organik. Saluran air buangan yang diteliti juga menerima beban dari industri rumah tangga yang terdapat di sepanjang Jalan Surapati, sehingga kualitasnya akan terpengaruh. Berdasarkan pola penghasilan air buangan, hari minggu adalah hari dimana aktifitas industri tersebut libur dan limbah yang masuk ke saluran hanya berasal dari kegiatan rumah tangga seharihari sehingga sangat memungkinkan karakteristik BOD yang lebih tinggi dari hari-hari lainnya. 5.2.9 Nitrat dan Nitrit Nitrogen merupakan senyawa yang penting dalam sintesa protein. Nitrat dan nitrit merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat oksidasi masing-masing +3 dan +5. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak and nitrat. Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil. Apabila
121
berada dalam konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang. Proses penyisihan yang terjadi di dalam air limbahm selain dari proses biodegradasi dimana nitrogen digunakan sebagai sumber makanan dan energi terjadi pula proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Pada proses nitrifikasi, amoniak dikonversi menjadi nitrit dan nitrat dalam kondisi aerob. Sedangkan pada proses denitrifikasi nitrat dikonversi menjadi gas nitrogen pada kondisi anoksik (Jorgensen, 1993). Pada proses nitrifikasi hanya terjadi pengurangan jumlah amoniak, sehingga nitrogen yang ada dalam air tidak disisihkan tapi hanya berubah bentuk, Proses denitrifikasi terjadi setelah proses nitrifikasi dimana terjadi konversi nitrat dan nitrit menjadi gas nitrogen tanpa oksigen. Nitrat dan nitrit berfungsi sebagai akseptor elektron yang menggantikan oksigen. Tabel 5.21 Variasi nitrat dan nitrit sampel pagi hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Titik 5 1 0.135 2 0.126 3 0.11 4 0.073 5 0.16 Sumber : Pengukuran
Nitrat Hari 6 0.07 0.17 0.22 0.21 0.21
7 0.24 0.18 0.23 0.19 0.17
5 0.02 0.02 0.04 0.03 0.02
Nitrit Hari 6 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
7 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Meskipun semua senyawa oksida nitrogen yang terjadi di saluran air buangan akan mengalami denitrifikasi, nitrat merupakan senyawa yang penting. Abdul Talib (2001) menemukan bahwa nitrit akan terakumulasi secara sementara sampai konsentrasi nitrar di air buangan sudah tereduksi sampai kadar yang sangat rendah. Kondisi anoksik di air buangan pada saluran membutuhkan keberadaan nitrat dan senyawa oksida nitrogen lainnya, dan kadar oksigen terlarut yang rendah. Nitrat yang ada di saluran air buangan berasal dari air buangan, akan tetapi kondisi anoksik di air buangan bisa direkayasa dengan menambahkan nitrat ke dalam air buangan. Kondisi ini diharapkan dapat mengendalikan permasalahan akibat sulfida. Sulfida merupakan produk dari kondisi anaerob. Tabel 5.21 dan
122
5.22 menunjukkan hasil pengukuran kadar nitrat dan nitrit pada pengukuran selama 3 hari dengan variasi pagi dan sore hari. Tabel 5.22 Variasi Nitrat sampel sore hari di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Nitrat Hari 6 0.07 0.08 0.11 0.09 0.04
Titik 5 1 0.12 2 0.07 3 0.08 4 0.10 5 0.12 Sumber : Pengukuran
7 0.09 0.1 0.08 0.09 0.09
Nitrit Hari 6 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
5 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02
7 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
ppm
Nitrat vs Nitrit (hari ke-5) 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
Nitrat Nitrit
0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.30 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada hari ke-5 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Nitrat vs Nitrit (hari ke-6) 0.25
ppm
0.2 0.15
Nitrat
0.1
Nitrit
0.05 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.31 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada hari ke-6 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
123
Nitrat vs Nitrit (hari ke-7) 0.25
ppm
0.2 0.15
Nitrat
0.1
Nitrit
0.05 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.32 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada hari ke-7 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Proses denitrifikasi akan mengubah nitrat menjadi nitrit dan kemudian menjadi gas nitrogen. Proses denitrifikasi akan terjadi apabila di dalam air buangan tidak terdapat akseptor elektron berupa oksigen, sehingga kondisi yang terbentuk di dalam saluran adalah kondisi anoksik. Gambar 5.30 – 5.32 menunjukkan perbandingan kadar nitrat dan nitrit di pagi hari. Berdasarkan gambar tersebut bisa dilihat bahwa terdapat fluktuasi pada kadar nitrat dan nitrit, meskipun tidak signifikan. Pada hari minggu terlihat bahwa dengan penurunan nitrat akan diiringi dengan penambahan nitrit. Nitrit merupakan produk sementara yang terbentuk apabila nitrat menjadi akseptor elektron. Kemudian apabila nitrat sudah habis bereaksi, nitrit yang akan digunakan sebagai akseptor elektron sampai habis. Apabila senyawa nitrogen sudah habis bereaksi, maka kondisi di dalam saluran air buangan akan menjadi anaerob. Kondisi anaerob sangat mudah untuk terjadi di saluran, karena tidak adanya proses penambahan oksigen atau reaerasi, sedangkan proses anaerob ini menghasilkan sulfida sebagai produk akhirnya dan sulfida menyebabkan korosi. Gangguan lain yang ditimbulkan oleh proses anaerob adalah bau, sehingga kondisi anaerob tidak diinginkan untuk terjadi di dalam air buangan. Untuk mencegah terjadinya kondisi anaerob tersebut, nitrat bisa ditambahkan ke dalam saluran dan menjaga agar proses biodegradasi dapat terjadi secara anoksik. Mulbanger menemukan bahwa bakteri denitrifikasi hanya hidup pada pH 6,5-7,5.
124
Nitrat vs Nitrit (hari ke-5, sore) 0.14 0.12
ppm
0.1 0.08
Nitrat
0.06
Nitrit
0.04 0.02 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.33 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada sore hari ke-5 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Nitrat vs Nitrit (hari ke-6, sore) 0.12 0.1
ppm
0.08 Nitrat
0.06
Nitrit
0.04 0.02 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.34 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada sore hari ke-6 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
Nitrat vs Nitrit (hari ke-7, sore) 0.12 0.1
ppm
0.08 Nitrat
0.06
Nitrit
0.04 0.02 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter)
Gambar 5.35 Perbandingan Nitrat dan Nitrit pada sore hari ke-7 di Saluran Air Limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007
125
Perbandingan konsentrasi nitrat dalam saluran air buangan berdasarkan pengukuran pada sore hari ditunjukkan pada gambar 5.33 -5.35. Kadar nitrat pada pagi hari ternyata lebih besar dari kadar nitrat yang ditemukan pada sore hari, sedangkan kadar nitrit pada pagi dan sore hari tidak menunjukkan perubahan yang terlalu jauh. Hal ini terjadi karena nitrit merupakan bentuk sementara dari nitrat yang telah teroksidasi, sehingga jumlahnya bergantung pada nitrat. Nitrit akan teroksidasi menjadi gas nitrogen dan kemudian akan dilepas ke atmosfer. 5.3 Waktu Tinggal Faktor utama yang menjadi penyebab variasi pembebanan pada saluran air buangan adalah kebiasaan masyarakat yang mempengaruhi perbedaan jangka pendek, kondisi cuaca yang mempengaruhi perbedaan jangka panjang dan aktifitas industri yang mempengaruhi perbedaan jangka pendek dan panjang. Untuk debit aliran air buangan, tanpa memperhatikan pengaruh infiltrasi, pembebanan dan kekuatan air buangan dari sumber musiman, akan memiliki perbandingan yang sama selama setahun meskipun total aliran pertahunnya berbeda. Akan tetapi, total pembebanan organik air buangan akan meningkat sesuai dengan jumlah populasi yang dilayani. Kondisi lingkungan fisik dimana bakteri berada mempengaruhi proses pertumbuhan yang terjadi. Untuk memastikan efisiensi pengolahan optimum, lingkungan yang sesuai harus bisa disiapkan untuk proses pengolahan biologis apapun (Benefield & Randall, 1980). Aliran di air buangan disebabkan oleh faktor gravitasi, yang diatur oleh kemiringan saluran. Kecepatan air buangan ini dikurangi oleh friksi dan faktor penghambat lainnya di sepanjang saluran air buangan. Friksi akan meningkatkan kecepatan di badan air yang bergerak. Friksi juga berubah sesuai dengan kekasaran permukaan. Jumlah energi total di friksi juga meningkat semakin lamanya durasi yang proporsional dengan jarak yang dicapai. Ven Te Chow (1992) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menentukan koefisien kekasaran pada saluran adalah kekasaran permukaan. Kekasaran permukaan ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang
126
membentuk luas basah dan meninbulkan efek hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mangakibatkan nilai efisensi yang relatif rendah dan tidak terpengaruh pada pertambahan taraf aliran. Sedangkan butiran kasar terdiri dari kerikil dan kerakal memiliki nilai n yang relatif tinggi dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Kecepatan aliran yang besar akan menyebabkan efisiensi penyisihan yang rendah karena waktu retensinya lebih kecil. Apabila kontak mikroorganisme dan subsrat singkat, maka proses biodegradasi akan terpengaruh secara langsung. Apabila kecepatan aliran tidak terlalu besar, maka efisiensi penyisihan akan meningkat karena waktu kontaknya lebih lama. Penurunan waktu alir yang tetap menyebabkan terjadinya peningkatan laju alir pada bioreaktor. Peningkatan laju alir menyebabkan flok-flok mikroorganisme kecil akan terbawa keluar bersama aliran efluen, dan yang tertinggal adalah flok-flok lebih besar yang sifatnya kurang aktif dan menyebabkan penurunan efisiensi. Waktu yang singkat di sepanjang reaktor menyebabkan laju pembebasan zat organik semakan besar. Tabel 5.23 Debit rata-rata di saluran air limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Pagi Titik 1 2 3 4 5 Sore
Kecepatan (meter/detik) Hari 5 6 7 0.86 1.06 0.72 0.57 0.54 0.55 0.43 0.51 0.47 0.61 0.72 0.47 0.79 0.71 0.79
Hari Titik 5 6 1 0.86 0.96 2 0.47 0.55 3 0.49 0.44 4 0.42 0.74 5 0.64 0.76 Sumber : Pengukuran
7 1.07 0.55 0.48 0.49 0.59
Kedalaman hidrolis (cm) Hari Titik 5 6 7 1 14 12 10 2 7 14 13 3 10.5 12 14 4 17.5 16 15 5 16 16.5 17
Titik 1 2 3 4 5
5 14 8 10 12 13
Hari 6 12 15 18 25 30
7 15 12 13.5 16 17.5
Q rata-rata (L/detik) Hari 5 6 7
23.44
35.88
21.66
5
Hari 6
7
16.61
43.45
25.59
127
Debit air buangan dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya, dengan asumsi tidak ada inflow dan infiltrasi yang rendah serta tidak ada sambungan pupa sewer yang lain yang masuk ke dalam pipa utama ini, maka debit untuk tiap hari dihitung secara rata-rata dari tiap ruas pipa. Hasil perhitungan ditunjukkan dalam tabel 5.23 dan 5.24. Hasil analisa diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat cukup waktu untuk terjadinya proses transformasi biologis. Apabila waktu perjalanan air buangan kurang dari waktu yang secara normal dibutuhkan untuk proses-proses biologis, maka penurunan beban bahan organik yang terjadi tidak signifikan. Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya proses ini sangat variatif, tergantung dari kondisi di dalam saluran (aerob,anaerob atau anoksik). Kebutuhan waktu untuk berbagai proses ini dapat dilihat pada gambar 5.36 dan 5.37, dari gambar tersebut terlihat tahapan proses yang terjadi berorde hari, artinya dalam hitungan menit perubahan secara mikrobiologis belum terlalu signifikan. Fluktuasi beban yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh proses hidrodinamika, dimana terjadi proses sedimentasi atau resuspensi, sehingga yang paling terpengaruh adalah beban TSS. Fluktuasi ini juga dimungkinkan oleh adanya dinamika pada kualitas air buangan yang cepat sehingga dimungkinkan terjadi kenaikan konsentrasi. Untuk panjang saluran sepanjang 817 meter, waktu tinggalnya berada di dalam rentang 23,3 menit – 26,57 menit. Reaksi dapat terjadi dalam hitungan menit ataupun jam, sehingga dalam waktu retensi tersebut terjadi proses transformasi pada beberapa parameter yang telah dibahas diatas. Secara teoretis, semakin kecil slope pada debit dan diameter pipa yang sama, maka kecepatan aliran akan semakin kecil dan terjadi. Hal ini ditunjukkan pada penurunan TSS yang relatif sama (perbedaan tidak lebih dari 5) pada kemiringan yang relatif sama. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa kemiringan, diameter dan kekasaran permukaan saluran sangat mempengaruhi tingkat penyisihan organik. Semakin besar kemiringan saluran, semakin besar pengaruhnya
pada
parameter
bahan
organik.
Oleh
karena
itu
proses
hidrodinamika terlihat paling memegang peranan terjadinya beberapa proses di
128
dalam saluran. Waktu retensi yang ditemukan pada saluran akan mempengaruhi waktu berjalannya proses penyisihan substrat. Oleh karena itu, karena hasil yang ditemukan di inlet IPAL atau ujung saluran masih terdapat substrat dalam parameter DO, bisa disimpulkan bahwa proses biodegradasi masih menyisakan materi organik yang mudah terdegradasi dan sangat sesuai untuk pengolahan secara biologis. Tabel 5.24 Waktu tinggal air limbah, Jl. Kuningan, Bandung Tengah, 5-11 Desember 2007 Pagi 5 t (detik) 221.03 313.35 437.63 427.55
Titik M1-M2 M2-M3 M3-M4 M4-M5
L 190 177 190 260
M1-M2 M2-M3 M3-M4 M4-M5
190 0.86 219.77 177 0.48 372.36 190 0.49 388.87 260 0.42 613.41 Sumber : Pengukuran
V (m/s) 0.86 0.56 0.43 0.61
t (menit) 3.69 5.22 7.29 7.13 3.67 6.21 6.48 10.22
V (m/s) 1.06 0.54 0.51 0.72 Sore 0.96 0.55 0.44 0.74
Hari 6 t (detik) 179.23 325.16 373.67 363.03
t (menit) 2.99 5.42 6.23 6.05
198.55 319.26 431.93 353.41
3.31 5.32 7.19 5.89
V (m/s) 0.718 0.554 0.472 0.468
7 t (detik) 264.73 319.26 402.17 555.63
t (menit) 4.41 5.32 6.71 9.26
1.071 0.552 0.485 0.498
177.33 320.57 392.03 521.93
2.96 5.34 6.53 8.69
Gambar 5.36 Tipikal range proses mikroorganisme tersuspensi (Grady, Daigger, & Lim, 1999)
129
Gambar 5.37 SRT untuk proses biokimia pada reaktor aerobik/anoksik dengan Temperatur 20oC (Grady, Daigger, & Lim, 1999) 5.4 Kinetika Untuk bisa memahami dimensi proses yang terjadi di saluran air buangan, dibutuhkan pemahaman akan kecepatan dan kinetika proses mikrobial. Saluran air buangan didominasi oleh biomassa heterotrof, yang mendegradasi dan mengubah komponen air buangan. Saluran ini adalah sistem yang sangat kompleks dan sangat dinamis dimana transfer massa terjadi di antara sub-sistem saluran air buangan. Sebuah pendekatan secara sistematis dibutuhkan untuk memiliki pemahaman akan proses yang terjadi di jaringan saluran air buangan. Oleh karena itu, lingkungan air buangan disederhanakan dengan membaginya menjadi empat subsistem yaitu fase bulkwater, fase biofilm, sedimen saluran air buangan dan atmosfer saluran air buangan. Dasar-dasar modelling (Wisjnuprapto & Djajadiningrat, 1991) : 1. Kinetika kimia dari substrat serta reaksi biomassa mengikuti model Monod termasuk fase respirasi endogen. 2. Substrat merupakan substansi pembatas dalam pertumbuhan dan hadirnya nutrisi lain sebagai ekses. 3. Konsentrasi padatan biologi merupakan parameter pengukur.
130
4. Laju reaksi biomassa dikendalikan oleh kinetika kimia maupun efek difusional. 5. Transpor oksigen dan substrat ke dalam fluida terjadi sangat cepat bila dibandingkan dengan kecepatan reaksi. PFR dapat dinyatakan sebagai sejumlah besar rangkaian CSTR, karena setiap bagian terpisah reaktor, bergerak melalui reaktor, dapat dianggap sebagai sistem reaktor kecil dalam reaktor itu sendiri. Dalam reaktor PFR reaktan dimasukkan secara kontinu melalui inlet, sedangkan efluen yang mengandung produk hasil dan sisa reaktan keluar melalui outlet. Pada reaktor ini diasumsikan kecepatan aliran dan konsentrasi seragam pada arah radial di setiap titik sepanjang reaktor. Antara reaktan dan produk hasil tidak terjadi perncampuran baik dari arah longitudinal maupun dari arah aksial. Oleh karena itu akan terjadi gradien konsentrasi reaktan dan produk hasil dalam reaktor pada arah aliran. Dalam reaktor aliran PFR, kecepatan aliran dan konsentrasi adalah seragam di seluruh penampang reaktor. Oleh karena itu persamaan neraca massa untuk PFR seara keseluruhan dibuat dengan meninjau elemen diferensial volume (dv). Tujuan dari PFR adalah untuk menghidari terjadinya pengadukan. PFR bisa dianalogikan sebagai Completely Mixed Batch Reactor yang bergerak sepanjang aksis waktu. Untuk pengukuran PFR yang perlu untuk dipelajari adalah perubahan konsentrasi pada luas tertentu dan pola perubahannya di sepanjang reaktor. Tiga hal yang penting untuk PFR adalah konsentrasi, waktu dan jarak. 5.4.1 Laju pertumbuhan spesifik (μ) Laju pertumbuhan spesifik menggambarkan laju pertumbuhan perunit biomassa. Untuk bakteri heterotrof, substrat digunakan sebagai sumber karbon dan sumber energi.Untuk memperoleh nilai μ, digunakan persamaan (18) dan (19). Nilai μ dari biomassa sepanjang aliran ditentukan untuk pengukuran diurnal saja. Nilai μ ditampilkan pada tabel 5.25 dan 5.26.
131
Tabel 5.25 Data perhitungan μ Hari
1 2 5 86 48 6 62 112 Pagi 7 136 76 5 38 56 6 56 70 Sore 7 48 12 Sumber : Pengukuran
VSS (mg/l) 3 4 14 38 42 100 70 82 96 192 108 164 10 26
L 5 54 92 146 210 102 54
1 190 190 190 190 190 190
2 177 177 177 177 177 177
3 190 190 190 190 190 190
4 260 260 260 260 260 260
5.4.2 Konstanta Kejenuhan Monod (Ks) dan Laju Pertumbuhan Spesifik Maksimum (μ maks) Kondisi tunak adalah kondisi penambahan jumlah nutrien tidak akan mempengaruhi kecepatan biodegradasi, sehingga kecepatannya konstan. Laju pertumbuhan spesifik dari bakteri menunjukkan kecepatan maksimum materi sel dapat tumbuh secara ideal untuk satu spesies mikroba. Ks adalah konsentrasi substrat dimana laju pertumbuhannya adalah laju pertumbuhan maksimum. Ks merupakan ukuran kemampuan organisme terbesar untuk tumbuh pada konsentrasi substrat rendah. Bakteri dengan Ks rendah disebut bakteri oligotroph dan dengan Ks tinggi disebut copiotroph. Konstanta kejenuhan Monod (Ks) yang menunjukkan afinitas sel bakteri terhadap substrat serta laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) dapat dicari berdasarkan persamaan Monod yang dilinearisasi. Teknik yang paling umum digunakan adalah Line-weaver-Burk plot yaitu dengan memetakan hubungan antara 1/μ dan 1/s. Penentuan laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) dan konstanta kejenuhan Monod (ks) menggunakan Lineweaver-Burk plot ditampilkan pada gambar 5.38. Hasil plot antara 1/μ dan 1/s didapatkan persamaan garis linier dimana slope atau kemiringan garis merupakan ks/μmaks sedangkan intercepat terhadap sumbu x adalah -1/ks dan pada sumbu y adalah 1/μmaks. Dari persamaan garis linear diketahui 1/μmaks pada reaktor adalah 0,3245 sehingga laju pertumbuhan maksimumnya adalah 3,08 perhari. Sedangkan nilai Ks yang didapat adalah 469,43 mg/l COD.
Nilai μmaks menunjukkan laju pertumbuhan spesifik
132
maksimum. Jika kondisi μmaks telah tercapai, penambahan konsentrasi substrat tidak lagi mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik dari mikroba. Bila dibandingkan denganpenelitian sebelumnya, angka Ks adalah 414,47 mg/l dan laju pertumbuhan maksimumnya adalah 1,41 perhari. Berdasarkan penelitian bisa disimpulkan bahwa parameter kinetika yang ditemukan di lapangan lebih besar dari yang ditemukan di laboratorium. Akan tetapi, nilai ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan air sehingga perbedaan yang muncul sangat mungkin terjadi. Kedua nilai Ks yang ditemukan di lapangan dan di laboratorium menunjukkan bahwa reaksi terjadi dalam kondisi aerob. Tabel 5.26 Perhitungan μ v (meter per detik) 1 2 3 4 0.86 0.56 0.43 0.61 1.06 0.54 0.51 0.72 0.72 0.55 0.47 0.47 0.86 0.48 0.49 0.42 0.96 0.55 0.44 0.74 1.07 0.55 0.48 0.49 Sumber : Pengukuran
μ per jam 1 7.19 -16.19 5.94 -7.76 -4.53 15.22
2 8.13 6.92 0.89 -6.91 -6.12 1.87
3 14.10 13.30 1.53 9.26 4.32 14.69
4 3.55 0.79 5.06 0.55 3.85 7.43
1.2 1 y = 152.33x - 0.3245 R2 = 0.8113
1/S (mg/l COD)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
-0.2 1/μ
Gambar 5.38 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme
133
Nilai Ks menunjukkan afinitas mikroba terhadap substrat dan merupakan konsentrasi substrat pada saat µ = ½ µmaks. Apabila sel mikroba memiliki afinitas yang tinggi terhadap substrat dengan memiliki nilai Ks yang rendah, maka laju pertumbuhan tidak akan terpengaruh sampai penurunan konsentrasi substrat mencapai tingkat yang sangat rendah. Sebaliknya apabila afinitas sel terhadap substrat rendah dengan nilai Ks yang tinggi, maka laju pertumbuhan sudah sangat terpengaruh pada konsentrasi sisa substrat yang relatif masih tinggi. Konsentrasi substrat mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik mikroba pada konsentrasi yang sangat rendah. Jika konsentrasi substrat sangat rendah atau lebih kecil dari nilai Ks maka mikroba akan tumbuh dengan sangat lambat (Gaudy & Gaudy, 1980). Harga Ks menunjukkan konsentrasi substrat yang dibutuhkan untuk mencapai laju pertumbuhan maksimum. Harga Ks yang didapat sebesar 469,43 mg/l berarti bahwa dengan konsentrasi substrat tersebut , bakteri mampu tumbuh dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,5 dari laju pertumbuhan maksimumnya (μmaks). Jika konsentrasi substrat berada di bawah Ks, maka laju pertumbuhan akan mengalami penurunan atau tumbuh dengan laju yang rendah. 5.4.3 Perbandingan Penyisihan Zat Organik Hasil Percobaan dengan Penyisihan Zat Organik Hasil Perhitungan. Untuk melihat apakah kinetika yang terjadi pada percobaan penyisihan konsentrasi zat organik dapat diterapkan dengan menggunakan persamaan Monod dan persamaan massa untuk pola aliran sumbat, maka dilakukan perbandingan antara penyisihan zat organik hasil percobaan dengan penyisihan zat organik hasil perhitungan. Perhitungan C dilakukan dengan memasukkan nilai Ks dan μmaks ke dalam persamaan Monod, yaitu :
μ=
μ maks .S Ks + S
134
Kemudian setelah menemukan angka laju pertumbuhan spesifik, dimasukkan ke persamaan (21), yaitu :
vz
dC sz C C = − μ . Mz − rp. Mz dz YMS 0 YPs
Pada persamaan tersebut, karena waktunya sangat singkat maka dianggap tidak terjadi penambahan produk, sehingga dianggap nol. Nilai Yield yang terukur adalah 2,1569. Nilai Yield didapat dengan membuat grafik ΔM (perubahan konsentrasi mikroorganisme) dan ΔS (perubahan konsentrasi COD). Perhitungan Yield ditunjukkan pada gambar 5.39. Kemudian hasil tersebut dimasukkan ke dalam persamaan (18) untuk menentukan konsentrasi substrat di titik berikutnya. Nilai tersebut merupakan konsentrasi COD yang terhitung dalam satuan mg/l. Persamaan (18) adalah : :
vz .
[C sz ]z − [C sz ]z + Δz Δz
= Rsz
Yield y = 2.1569x R2 = 0.9624
ΔS (mg/l COD)
350 300 250 200 150 100 50 0 0
50
100
150
ΔM (mg/l) Yield
Linear (Yield)
Gambar 5.39 Perhitungan Yield
Hasil perhitungan C ditunjukkan pada gambar 5.40 – 5.45. Perbandingan dilakukan pada tiap hari dan waktu pengukuran. Perbandingan antara penyisihan zat organik hasil percobaan dengan penyisihan zat organik dapat dilihat pada tabel 5.27.
135
Perbandingan C hari ke-5
COD (mg/l)
250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.40 Perbandingan C hari ke-5
COD (mg/l)
Perbandingan C hari ke-6 700 600 500 400 300 200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.41 Perbandingan C hari ke-6
Perbandingan C hari ke-7 600 COD (mg/l)
500 400 300 200 100 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.42 Perbandingan C hari ke-7
136
Perbandingan C sore hari ke-5 250 COD (mg/l)
200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.43 Perbandingan C sore hari ke-5
Perbandingan C sore hari ke-6
COD (mg/l)
250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.44 Perbandingan C sore hari ke-6
Perbandingan C sore hari ke-7
COD (mg/l)
250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
Jarak (meter) C perhitungan
C pengukuran
Gambar 5.45 Perbandingan C sore hari ke-7
137
Tabel 5.27 Perbandingan C perhitungan dan C pengukuran M1-M2 C pengukuran C perhitungan 208 170.249 600 486.031 Pagi 240 400.166 152 192.617 184 148.147 Sore 144 186.509 M2-M3 5 192 162.621 6 480 421.516 Pagi 7 528 357.226 5 192 181.013 6 160 142.262 Sore 7 180 177.143 M3-M4 5 80 152.9 6 360 365.752 Pagi 7 396 314.121 5 144 170.311 6 192 134.919 Sore 7 128 166.81 M4-M5 5 120 144.504 6 240 324.961 Pagi 7 216 268.072 5 152 155.367 6 192 129.516 Sore 7 120 154.612 Sumber : Perhitungan Waktu
Hari 5 6 7 5 6 7
% error 18.1494 18.9948 -66.736 -26.721 19.4853 -29.52 15.3018 12.1841 32.3436 5.72234 11.0864 1.58716 -91.125 -1.5979 20.6766 -18.272 29.7295 -30.321 -20.42 -35.401 -24.107 -2.2151 32.5437 -28.844
Setelah melakukan perbandingan, bisa dilihat bahwa angka COD yang didapat melalui perhitungan mendekati angka COD yang didapat dari hasil pengukuran. Perhitungan pada hari ke-6 menunjukkan perbedaan yang cukup jauh, namun perbedaan tersebut mungkin disebabkan pada waktu pengukuran tersebut terjadi hujan, sehingga angka CODnya tidak bisa mewakili kondisi yang umumnya terjadi pada saluran air buangan. Semua perhitungan menunjukkan bahwa perhitungan yang diperoleh dari persamaan monod dan persamaan massa untuk reaktor pola aliran sumbat terutama untuk titik inlet dan outlet mendekati nilai penyisihan zat organik hasil percobaan. Dengan demikian persamaan Monod dan persamaan massa untuk reaktor pola aliran sumbat dapat diterapkan untuk kinetika penyisihan zat organik yang terjadi pada reaktor aliran sumbat.