BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tipe Pemanfaatan Lahan Salah satu tahapan sebelum melakukan proses evaluasi lahan adalah mendeskripsikan 11 atribut kunci Tipe Pemanfaatan Lahan (TPL). Secara rinci diuaraikan sebagai berikut: 1) Produksi ; selama umur ekonomis tanaman cabai variatas lokal dirata-ratakan mencapai 0,5 ton/ha/satu kali panen dan biaya harga rata-rata Rp 15.000/Kg. 2) Komersial ; Hasil produksi cabai dijual petani untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari yang dibagi atas dua cara, yaitu : dengan menjual hasil produksi cabai langsung kepasar dan menjual di areal pertanaman kepada tengkulak. Petani melakukan ini karena hasil panen lebih berkualitas dibandingkan harus menjual langsung ke pasar yang dinilai akan mengurangi biaya transportasi penjualan dan membutuhkan biaya dan perawatan hasil panen cabai yang cukup tinggi dengan ditambah harga dari komusitas tersebut akan lebih buruk. 3) Modal ; sebagian besar berasal dari petani itu sendiri. 4) Tingkat kepadatan tenaga kerja ; 5 - 8 tenaga kerja. 5) Sumber Tenaga ; saat ini petani masih menggunakan tenaga manual dengan peralatan seadanya. 6) Penguasaan Teknis ; masih rendah, sebagian petani belum mengikuti arahan dalam paraktek budidaya. 7) Masukan Teknologi, menggunakan benih lokal dan pengendalian hama penyakit tidak bijak sana. 8) Ketersediaan Infrastruktur ; yang tersedia adalah pemasaran pedagang pegumpul 9) Luas dan bentuk penguasaan lahan ; 0,25 – 1 Ha 10) Status lahan ; hak milik sendiri. 11) Manfaat bersih selama umur ekonomis ; mencapai 2 – 4 (Rp/ha/musim tanam).
Di Wilayah Penelitian pendapatan petani sangat rendah (net farm income) yang dihitung menggunakan analisis usahatani < 1, seperti yang terjadi di Kecamatan Suwawa (0,98) dengan pendapatan hanya Rp 4.200.000 dan di Kecamatan Kabila (0,89) yang memiliki pendapatan Rp 3.210.000 sedangkan nilai usahatani ≥1,0 yang menguntungkan terdapat pada kecamatan Tapa (1,2) dengan pendapatan mencapai Rp 4.800.000 dan juga terjadi pada kecamatan Tilongkabila (1,6) yang memiliki pendapatan sebesar Rp 7.500.00. rata-rata biaya produksi pada 4 kecamatan tersebut sebesar Rp 4,927.000 yang terbagi antara biaya tetap dan biaya tidak tetap (Lampiran 6). Pengelolaan lahan dataran rendah sebagian petani cabai di Daerah peneliian dilakukan dengan sistem budidaya tanaman cabai namun pengelolaan ini juga dijumpai pada sebagian dataran tinggi dengan kemiringan lereng >10% seperti di Kecamatan Tapa ditemukan tanpa mengikuti garis kontur maka mudah terjadi erosi tanah dan kehilangan unsure hara. Sementara Penanaman cabai dilakukan dengan jarak tanam 70 x 80 cm dengan populasinya sebesar mencapai 12.000 pohon / ha. Untuk Pemupukan menggunakan pupuk Urea, SP - 36 dan KCL yang diberikan 2 kali setiap pemupukan dan penyemprotan hama/penyakit tanaman cabai, sebagian besar petani menggunakan Basoka 1 - 2 Kg. Tabel 9. Deskripsi 11 Atribut Kunci Tipe Pemanfaatan Lahan (TPL) Cabai No
Atribut TPL
TPL Cabai
1
Produksi selama umur ekonomis
0.33 ton kali panen
2
Orientasi pasar
Komersil
3
Tingkat Kepadatan Modal
Berasal dari petani
4
Tingkat kepadatan tenaga kerja
5 - 8 Tenaga Kerja
5
Sumber Tenaga
6
Penguasaan Teknis
7
Masukan Teknologi
Tenaga
manual dengan peralatan seadanya
(tradisional) Rendah (belum mengikuti arahan dlm praktek budidaya) Benih lokal, PHT tidak bijaksana
8
Ketersediaan Infrastuktur
Pemasaran pedagang Pengumpul
9
Luas dan bentuk penguasaan lahan
0,25 - 1 Ha
10
Status lahan
Hak Milik sendiri
11
Manfaat bersih selama umur ekonomis
Rp 4.927.500, - /musim
5.2 Satuan Lahan
Gambar 12. Peta Satuan Lahan Daerah Penelitian. Peta satuan lahan daerah penelitian di Kabupaten Bone Bolango, merupakan hasil digitasi dari peta rupa bumi Indonesia skala 1: 50.000 update tahun 2006 yang diterbitkan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL 2008), kemudian dilakukan digitasi sesuai peta unit lahan Bone Bolango 1 : 50.000, yang bersumber dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 2008. Penamaan setiap satuan peta lahan berdasarkan nomor urut 1 - 33 dan dilengkapi dengan lokasi yang
tertera pada peta tersebut. diantaranya nama desa, kecamatan, dan Ibukota Kabupaten untuk mempermudah melakukan evaluasi langsung ke lapangan. Data peta satuan lahan disajikan melalui Legenda Peta Daerah Kabupaten Bone Bolango (Lampiran 1) yang kemudian datanya digunakan, sebagai dasar untuk melakukan evaluasi kesesuaian lahan tanaman cabai di Daerah Kabupaten Bone Bolango. Peta satuan lahan ini ini memberikan informasi setiap satuan lahan memiliki karakteristik berbeda, masing masing satuan lahan ditunjukan dengan poligon yang berwana tertentu. 5.3 Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Cabai Kesesuaian lahan aktual disebut juga kesesuaian lahan saat ini (current suitability) atau kesesuaian lahan alami. Kesesuaian ini menunjukan kesesuaian pada kondisi saat dilakukan evaluasi lahan, tanpa perbaikan yang berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas ada dalam suatu lahan (Nurdin, 2012). Berdasarkan tujuan penelitian analisis kesesuaian lahan aktual di Daerah Kabupaten Bone Bolango hanya terdapat tiga kelas, yaitu cukup sesuai (S2), sesuai marjinal (S3), tidak sesuai (N) masing - masing kelas memiliki faktor pembatas (Gambar 13).
Gambar 13. Peta Kesesuaian Lahan Aktual
Kelas kesesuaian lahan aktual di Daerah Kabupaten Bone Bolango dibedakan sesuai sub ordo yang di uraikan sebagai berikut ; 5.3.1 Cukup Sesuai (S2) Kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) di daerah penelitian ini dibedakan menjadi 2 Sub kelas yang terdiri dari: 1) Sub kelas S2tc, tersebar pada satuan lahan 1 dan 2 yang memiliki luas luas terbesar 79,45 yang terdapat pada satuan lahan 2 dan terkecil seluas 25,09 terdapat pada satuan lahan 1 dengan faktor pembatas curah hujan temperatur rata rata 27,5 0C 2) Sub kelas S2tcwa, terdapat pada satuan lahan 2 dengan luas terbesar 70,90 ha, dan memiliki faktor pembatas curah hujan 1274 mm/tahun dan temperatus 27,5 0
C
3) Sub Kelas S2tcnr terdapat pada satuan lahan 1 dan 6 dengan luas terbesar 581,10 ha yang terdapat pada satuan lahan 1 dan yang terkecil 8,59 juga terdapat pada satuan lahan 1 dengan retensi hara (C - organik dan KTK kurang tersedia). 4) Sub kelas S2tcwanr, terbesar pada satuan lahan 6, 8, yang memiliki luas terbesar 105,29 ha, terdapat pada satuan lahan 8 dan luas terkecil 13,63 ha, terdapat pada satuan lahan dengan faktor pembatas temperatur 27,5 0C, curah huja rata rata dan curah hujan 1274 mm/pertahun, dan retensi hara (C - organik dan KTK kurang tersedia). 5) Sub kelas S2tcoaeh, memiliki luas 581.74 ha, terdapat pada satuan lahan 814 dengan faktor pembatas temperatur 27,5 0C, retensi hara (C - organik dan KTK kurang tersedia) dan Drainase. 5.3.2 Kelas Sesuai Marjinal (S3) Kelas kesesuaian lahan cabai sesuai marginal (S 3) di daerah penelitian ini dibedakan menjadi 3 Sub kategori yang terdiri sebagai berikut : 1) Sub kelas S3wa, tersebar pada satuan lahan 1, 2, , 6, 10, 13, 14, 16 yang memiliki luas luas terbesar 581,73 terdapat pada satuan lahan 1 dan terkecil terdapat pada
satuan lahan 13 seluas 4,99 ha dengan faktor pembatas curah hujan rata –rata 1658 mm /pertahun 2) Sub klas S3warc, terbesar pada satuan lahan 1, 5, 8, 16, yang memiliki luas terbesar 1809,20 ha, terdapat pada satuan lahan 5 dan luas terkecil 3,07 ha terdapat pada satuan lahan 4 dengan faktor pembatas media perakaran tekstur dan hujan rata-rata 1658 mm/tahun 3) Sub kelas S3waoarceh tersebar pada satuan lahan 17 dan 18 yang memiliki luas terbesar 815,43 ha terdapat pada satuan lahan 17 dan terkecil seluas 3,94 terdapat pada satuan lahan 18 dengan faktor pembatas curah hujan > 1400 mm, ketersediaan oksigen (drainasi sangat cepat), media perakaran tekstur dan kemiringan lereng 15 – 25%. 4) Sub kelas S3rc tersebar pada satuan lahan 3, 4 dan 7 yang memiliki luas terbesar 1809,2 ha terdapat pada satuan lahan 4 dan terkecil seluas 0,0022 ha terdapat pada satuan lahan 4 dengan faktor pembatas media perakaran tekstur. 5.3.3 Lahan Tidak Sesuai (N) Kelas kesesuaian lahan cabai tidak sesuai (N) di daerah penelitian ini dibedakan menjadi 2 Sub kategori yang terdiri sebagai berikut : 1) Sub kelas Neh, tersebar pada satuan lahan 20 dengan luas terbesar 128,07 ha dan terkecil dengan luas 52,77 ha, degan faktor pembatas kemiringan lereng 25 – 40%. 2) Sub kelas Noaeh, tersebar pada satuan 21, 22, 23, 24, 25, 30, 31 yang memiliki luas terbesar 720,94 ha, terdapat pada satuan lahan 24 dan terkecil seluas 0,05 ha, terdapat pada satuan lahan 21 dengan faktor pembatas kemiringan lereng 25 – 40% dan drainase sangat cepat. Tabel 10. Penilaian Kesesuaian Lahan Aktual daerah Penelitian Kesesuaian lahan Kelas Sub Kelas
S1
-
Faktor Pembatas
Satuan lahan
-
-
Luas (ha) -
S2
S3
S2tc
Temperatur
1.2
486.27
S2tcw S2tcnr S2tcwanr
2 1.6 6.8
70.91 1470.58 2626
S2tcoaeh
Temperatur dan curah hujan Temperatur, dan Unsur hara Temperatur, curah hujan dan unsur hara. Temperatur, drainase dan lereng
14
242.48
S3wa
Curah hujan
1.2.6.10.13.14.16
5715.27
S3warc S3waoarceh
Curah hujan dan tekstur tanah Curah hujan, drainase, tekstur tanah dan lereng Tekstur tanah Tekstur tanah
1.5.8.16. 17.18
10365.46 2787.9
3.4.7 20
16706.58 321.2
21, 22, 23, 24, 25, 30, 31
4179.85
S3rc Neh Noaeh
N
Tekstur tanah dan lereng
5.4 Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Cabai Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha - usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung et al, 2007). Dalam penentuan kesesuaian lahan ada beberapa cara yaitu: perkalian parameter, penjumlahan atau dengan menggunakan hokum minimum yaitu membandingkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh yang dievaluasi. Penilaian kesesuaian lahan terdiri dari 4 kategori yang merupakan tingkatan generalisasi yang bersifat menurun yaitu: Ordo (order) yang menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan secara umum. Kelas (class): menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo yang terdapat tiga kelas yaitu: S1 atau sangat sesuai (very suitable), S2 atau cukup sesuai (moderately
suitable), S3atau sesuai majinal (marginally suitable) dan N atau tidak sesuai (not suitable) FAO (1976). Kesesuaian lahan potensial tanaman cabai di Kabupaten Bone Bolango merupakan hasil analisis dengan upaya perbaikan terhadap faktor - faktor pembatas pada kesesuaian lahan aktual. Upaya analisis perbaikan kelas kesesuaian lahan aktual mengahsilkan Areal yang berpotensi cukup sesuai (S2) untuk pengembangan tanaman cabai seluas 22.813,70 ha (12,08%) dan Sesuai Marjinal (S3) memiliki luas 19.035,85 ha (10,08%). Sedangkan yang tidak sesuai (N) untuk ditanami cabai seluas 25.273,65 ha (13,38%) dari luas wilayah daerah Kabupaten Bone Bolango 1.889,05 Km2.
Tabel 11. Penilaian Lahan yang Potensial Tanaman Cabai di Daerah Penelitian dengan Tingkat Pengelolaan Sedang. Kesesuaian lahan
Kelas S1 S2
S3
N
Aktual
Potensial
Satuan lahan
Luas (ha)
-
-
-
S3
1.2 2 1.6 6.8 14 1.2.6.10.13.14.16 1.5.8.16. 17.18 3.4.7 20
486.27 70.91 1470.58 2626 242.48 5715.27 10365.46 2787.9 16706.58 321.2
N
21, 22, 23, 24, 25, 30, 31
4179.85
S2tc S2tcw S2tcnr S2tcwanr S2tcoaeh S3wa S3warc S3waoarceh S3rc Neh Noaeh
Setelah
S2 S2 S2 S2 S2 S3 S3 S3 S3
dilakukan
analisis
upaya
perbaikan
kesesuaian
lahan
untuk
pengembangan tanaman cabai di Kabupaten Bone Bilango maka dihasilkan peta kesesuaian lahan aktual (Gambar 14)
Gambar 14. Peta Kesesuaian Lahan Potensial 5.5 Faktor - faktor Pembatas yang Membatasi Penggunaan Lahan Sebagian besar lahan - lahan penelitan memiliki kelas kesesuaian lahan dengan faktor pembatas berat (S3) sampai sangat berat (N). Faktor - faktor pembatas tersebut yaitu media perakaran, retensi hara, curah hujan dan kemeringan lereng. Namun setelah dilakukan perbandingan dengan keadaan petani melalui hasil wawancara, maka faktor yang masih membatasi penggunaan lahan adalah pengetahuan petani terhadap penggunaan lahan yang sesuai masih dinilai kurang. Sedangkan lahan yang memiliki kermiringan dan kekurangan unsure hara tidak sesuai (N) mempunyai faktor pembatas utama potensi mekanisasi yaitu kemiringan lereng di atas 15%. Tabel 12. Jenis Usaha Perbaikan Karakteristik/Kualitas Lahan Aktual (saat ini) untuk Menjadi Potensial menurut Tingkat Pengelolaan (Djainudin et al 1994) Nurdin, (2012) Faktor Pembatas Temperatur Curah hujan Media perakaran Unsur hara. KTK
Upaya perbaikan Tidak dapat diperbaiki Tidak dapat diperbaiki Tidak dapat diperbaiki Pemupukan Pengapuran atau penambahan bahan kimia
Tingkat Pengelolaan Sedang, Sedang, tinggi
Drainase Lereng
Sistem irigasi Tidak dapat diperbaiki
Sedang, tinggi
5.6 Potensi Mekanisasi Potensi mekanisasi, dalam hal ini kemiringan lereng ternyata membatasi TPL Hal ini disebabkan karena keadaan beberapa satuan lahan yang berlereng diatas 15% dan jika dikelaskan maka akan menghasilkan kelas Kesesuaian lahan Potensia N. Sedangkan petani di daerah penelitian telah memanfaatkan lahan - lahan tersebut untuk budidaya pertanian. Untuk mengatasinya dapat dilakukan penanaman menurut kontur, pengguludan dan penterasan atau tehnik - tehnik konservasi lain yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan seperti itu. Namun alangkah bijaksana jika lahan - lahan tersebut dimanfaatkan untuk kawasan fungsi lindung atau lainnya yang dapat menyangga sekaligus mendukung pemanfaatan lahan - lahan lain yang lebih potensial. 5.7 Kalender Tanaman (crop calendar) untuk TPL Kalender untuk tanaman cabai, musim tanam dapat dimulai pada juli – November karena bulan tersebut memiliki curah hujan yang dinilai sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai dengan rata-rata curah hujan efektif untuk tanaman 1980 mm/tahun. Ini ini didukung dengan kebutuhan tanaman cabai setiap tahun maksimal 1600 mm/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran 7.