BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak 5.1.1 Sejarah Lokasi Koridor Halimun Salak Sebelum diperluas, kawasan koridor Taman Nasional berada dalam dua wilayah kelola yakni (1) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wilayah Gunung Halimun dikelola oleh taman nasional dan (2) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wilayah Gunung Salak dan sekitarnya dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan yang dikelola oleh taman nasional ditetapkan sebagai zona inti dan kawasan lainnya di luar kawasan ini ditetapkan sebagai zona penyangga taman nasional. Sebagian besar zona penyangga dikelola oleh Perum Perhutani dan bagian utara dikelola oleh perkebunan teh Cianten. Keputusan untuk menggabung kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak (113.357 ha) menjadi satu pengelolaan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri RI No. 175/Kpts-II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, maka seluruh areal koridor dan kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani menjadi bagian pengelolaan UPT Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS 2008a). 5.1.2 Rencana Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (RPTN) 2007-2026 bahwa wilayah Koridor Halimun Salak merupakan ekosistem penting dan menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi yang kemudian akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program penetapan zona rehabilitasi adalah: PHKA/BKSDA, Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM. Setelah ekosistem tersebut dinilai pulih, maka zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai zona inti/rimba/pemanfaatan. Untuk mencapai pemulihan kawasan tersebut, maka diperlukan pengelolaan Koridor Halimun Salak, sehingga pihak taman nasional merumuskan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013). Dalam penyusunan rumusan rencana aksi ini, masyarakat belum dilibatkan. Adapun stakeholder yang menjadi tim perumus, antara lain : taman nasional, institusi
pendidikan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan JICA GHSNP MP. Dalam rangka pemulihan kawasan Koridor Halimun Salak tersebut maka disusun rencana kegiatan yang disajikan pada Lampiran 7.
Keterangan : Luasan total zona ekologi = 1284,89 ha, mencakup zona Halimun (245,71 ha), zona 2a (117,38 ha), zona 2b (147,35 ha), zona 3a (130,59 ha), zona 3b (147,35 ha), zona 3c (928,45 ha), dan zona Salak (468,06 ha). Zona 3a, 3b, dan 3c merupakan areal yang sebagian besar didominasi oleh kaliandra. Sumber : BTNGHS 2008b
Gambar 4 Peta Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak. Zona yang akan difokuskan untuk direstorasi/direhabilitasi adalah zona 2 dan zona 3. Upaya rehabilitasi kawasan Koridor Halimun Salak yang disarankan, meliputi (BTNGHS 2008a): 1. Hutan dibiarkan mengalami proses regenerasi sendiri, meskipun dalam jangka waktu yang cukup lama dan diharapkan hutan tidak mengalami gangguan lagi, 2. Anakan pohon-pohon jenis primer bisa digunakan sebagai bibit dalam rehabilitasi hutan, 3. Jenis-jenis yang disarankan untuk merehabiltasi hutan kembali terutama jenis primer yang memiliki perawakan yang tinggi dengan kanopi yang mencuat seperti saninten, pasang, dan beberapa jenis dari suku Lauraceae. Untuk penanaman jenis-jenis primer diperlukan perlakuan khusus, misalnya dalam persemaiannya diperlukan naungan yang cukup,
4. Jenis-jenis sekunder terutama yang menjadi pakan hewan bisa ditanam sebagai tumbuhan naungan bagi jenis-jenis primer, misalnya Ficus spp., kipare (Glochidion sp), kiseueur (Antidesma sp), dan harendong (Melastomataceae), 5. Untuk daerah batas antara pemukiman dan hutan sebaiknya ditanam jenis hutan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya jenis saninten, kilimo, kimanis, dan juga aren. Hampir seluruh bagian tanaman aren bisa dimanfaatkan. Adapun model penanaman yang direncanakan, adalah restorasi areal kosong melalui program adopsi pohon dan kerjasama. Stakeholder yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini, adalah masyarakat, dan GEDEPAHALA. Kerjasama yang sedang dilakukan yaitu antara masyarakat Kampung Sukagalih dan pihak taman nasional melalui surat perjanjian kerjasama Nomor IV-T.13/III.1/2007 bahwa terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak tersebut. Adapun kewajiban-kewajiban masyarakat antara lain : (1). Menjaga zona inti dan zona lainnya atau kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak di wilayah yang dikerjasamakan. (2). Bersama pihak pertama melakukan rehabilitasi di kawasan TNGHS yang berdekatan dengan lahan garapan. (3). Tidak memperluas garapan dan tidak menebang pohon di dalam kawasan TNGHS. (4). Melakukan pengamanan secara partisipatif. (5). Bersama pihak pertama melakukan pengendalian kebakaran lahan dan hutan, membuat laporan secara periodik semesteran (6 bulan) dan tahunan kepada TNGHS. Hak-hak masyarakat meliputi : (1). Memanfaatkan lahan garapan eks Perum Perhutani di TNGHS. - Menanam tanaman asli aren, puspa, rasamala, pasang, huru, dan lain-lain secara bertahap. - Menanam tanaman sela (padi, huma, kapol, palawija, dan lain-lain) dengan mengurangi pupuk kimia secara berangsur-angsur hingga menggunakan pupuk organik. (2). Menerima bantuan fasilitasi dari pihak pertama.
(3). Mendapat bimbingan dari pihak pertama. (4). Mendapat hasil jual dari hasil aren dan tanaman sela. Proses penyusunan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak ini belum dibangun secara komprehensif dengan melibatkan perwakilan masyarakat. Namun, pada umumnya pihak taman nasional menyusun rencana restorasi Koridor Halimun Salak ini berdasarkan potensi, kebutuhan, dan harapan masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak. Pada jenis-jenis tumbuhan yang digunakan untuk restorasi merupakan jenis tumbuhan kehutanan asli (native species) yang sebagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan ekologi, tetapi secara langsung tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, secara umum rencana aksi restorasi ini dapat dikatakan sudah sesuai dengan harapan masyarakat. Sebenarnya, penilaian kesesuaian antara rencana dan harapan masyarakat baik secara subjektif maupun objektif ini belum mengambarkan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat masih berpikir mengenai keuntungan secara ekonomi. Harapan dari masyarakat antara lain lahan yang sudah mereka garap dan sudah ditempati sejak lama tidak diambil alih oleh pihak taman nasional, dan masyarakat diperbolehkan menggarap lahan yang kosong milik taman nasional. Masyarakat memiliki harapan dengan adanya rencana restorasi Koridor Halimun Salak ini dapat menguntungkan kedua belah pihak baik bagi masyarakat maupun pihak taman nasional. Adapun mengenai surat perjanjian kerjasama atau MoU ini berlaku selama lima tahun (2007-2011), mengenai perpanjangan waktu akan dipertimbangkan setelah dilakukan evaluasi pada akhir masa berlaku. Adanya perjanjian ini harus dilaksanakan atas dasar kesadaran dari masyarakat, bukan karena terikat oleh hak dan kewajiban yang telah disepakati. 5.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak Kegiatan restorasi ini telah dilaksanakan di beberapa lokasi di sekitar Koridor Halimun Salak, salah satunya di lokasi penelitian yaitu Kampung Sukagalih Desa Cipeuteuy yang merupakan kampung konservasi. Namun kegiatan aksi restorasi ini belum dilaksanakan secara serentak di areal-areal terdegradasi di kawasan Koridor Halimun Salak. Hal ini karena diperlukan proses dalam pencapaian luaran-luaran lain untuk mendukung kegiatan restorasi dan
kegiatan ini merupakan kegiatan jangka panjang. Rencana dan pelaksanaan aksi restorasi Koridor Halimun Salak dapat dilihat pada Lampiran 8. Masyarakat secara umum memiliki harapan bahwa pelaksanaan rencana restorasi Koridor Halimun Salak ini dapat berjalan dengan baik. Sampai saat ini, perjanjian kerjasama antara masyarakat kampung Sukagalih (Desa Cipeuteuy) dan pihak taman nasional masih berjalan dengan baik, tidak terdapat konflik antara masyarakat dengan pihak taman nasional serta kerjasama yang sudah terjalin dengan baik ini dapat terus ditingkatkan. Adapun dalam perjanjian kerjasama ini, outputnya belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat, salah satu contohnya manfaat dari aren. Hal ini karena aren memiliki pertumbuhan dan daur yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman sela (seperti padi dan palawija). Penanaman aren juga belum dilaksanakan secara total tetapi bertahap. Adapun dalam penggunaan pupuk, masyarakat masih menggunakan pupuk kimia (urea, toska, TSP, dan KCl) itupun harganya cukup mahal. Penggunaan pupuk organik belum dapat diterapkan sepenuhnya oleh masyarakat. Padahal harga pupuk organik lebih murah dibandingkan pupuk kimia. Kegiatan aksi restorasi Koridor Halimun Salak yang telah dilaksanakan di Desa Purwabakti (Kampung Garehong), meliputi : (1) Kegiatan inventarisasi dan penelitian. Masyarakat lokal pernah dilibatkan oleh pihak taman nasional dalam kegiatan inventarisasi dan penelitian, dan (2) Sosialisasi perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 5.2 Karakteristik Responden Sekitar Koridor Halimun Salak Karakteristik responden meliputi kelompok umur dalam bekerja, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal, mata pencaharian pokok, tingkat pendapatan, dan luas pemilikan lahan. Data karakteristik responden disajikan pada Lampiran 8. Surata (1993) dalam Gunawan (2004) menyatakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor internal, seperti kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Kondisi karakteristik masyarakat sekitar pada umumnya tergolong rendah. Hal ini akan berpotensi ketergantungan yang tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang menyebabkan adanya tekanan dan ancaman terhadap Koridor Halimun Salak yang pada saat ini sebagian besar kondisinya rusak.
5.2.1 Komposisi Kelompok Umur Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12) menunjukkan bahwa kelompok umur dalam bekerja yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti sebagian besar tergolong ke dalam kelompok umur 18-35 tahun. Besarnya persentase di kedua desa tersebut sebesar 60%. Menurut Tjiptoherijanto (1995) bahwa kelompok umur 15-64 merupakan umur produktif. Kelompok umur ini memberikan gambaran bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki potensi yang tinggi dalam melakukan usaha atau kegiatan ekonomi untuk memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila potensi tersebut tidak diarahkan dengan baik, maka dikhawatirkan dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengancam keberadaan Koridor Halimun Salak. Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3.
Kelompok Umur (tahun) 18-35 36-53 54-71 Jumlah
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 18 60,00 10 33,33 2 6,67 30 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 18 60,00 8 26,67 4 13,33 30 100,00
5.2.2 Jumlah Anggota Keluarga Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki jumlah anggota keluarga yang tergolong sedang dengan masing-masing besarnya persentase yaitu 50% dan 53,33% seperti pada Tabel 13. Tabel 13 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3.
Jumlah Anggota Keluarga (Orang) 2-3 (Sedikit) 4-5 (Sedang) 6-7 (Banyak) Jumlah
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 11 36,67 15 50,00 4 13,33 30 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 10 33,33 16 53,33 4 13,33 30 99,99
5.2.3 Tingkat Pendidikan Formal Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti memiliki tingkat pendidikan formal yaitu tidak sekolah-tamat SD (Tabel 14). Besarnya persentase di Desa Cipeuteuy sebesar 90%, sedangkan di Desa Purwabakti sebesar 93,33%. Rendahnya tingkat pendidikan formal tersebut dikarenakan jauhnya jarak tempuh antara sekolah dan tempat tinggal, adanya keterbatasan sarana, prasana pendidikan serta biaya pendidikan. Jarak tempuh antara tempat tinggal dan sekolah dasar mencapai satu kilometer, sedangkan jarak tempuh untuk mencapai SMP dan SMA sekitar tujuh kilometer. Jauhnya jarak tempuh antara tempat tinggal dan sekolah tersebut mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan pun cukup tinggi. Masyarakat yang dapat menyekolahkan anaknya di tingkat lanjutan pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi. Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
Tingkat Pendidikan Formal
1.
Tidak sekolah-Tamat SD SMP-Tamat SMP SMA-Tamat SMA Jumlah
2. 3.
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 27 90,00 3 0 30
10,00 0,00 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 28 93,33 1 1 30
3,33 3.33 99,99
Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat dalam melakukan tindakannya. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut dapat menyebabkan pola pikir masyarakat yang lebih berorientasi jangka pendek. 5.2.4 Mata Pencaharian Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 15) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy bermata pencaharian sebagai petani (100%), sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebagian besar bermatapencaharian sebagai buruh (73,33%). Buruh yang dimaksud adalah buruh tani dan buruh perkebunan teh. Lokasi Desa Purwabakti berdekatan dengan PT Perkebunan Nusantara VIII (Kebun Cianten).
Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3.
Mata Pencaharian
Buruh-Ojek Petani-Pedagang Kecil Karyawan Jumlah
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 0 0,00 30 100,00 0 30
0,00 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 22 73,33 7 23,33 1 30
3,33 99,99
Masyarakat Desa Cipeuteuy pada umumnya bertani pada lahan pertanian milik sendiri yang diwariskan secara turun temurun yang sudah sejak dari dahulu sudah mereka kelola. Sebagian besar jenis-jenis tanaman pertanian yang terdapat di lahan masyarakat Desa Cipeuteuy beranekaragam, antara lain padi, cabe, tomat, kol, kacang panjang, dan kacang tanah. Jenis padi yang mereka tanam pun bermacam-macam seperti Goli, Ciherang, dan Pandan Wangi. Adapun tanaman kehutanan yang mereka tanam, yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu afrika (Maesopsis eminii), puspa (Schima wallichii), manglid, dan rasamala (Altingia excelsa). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat petani di Desa Cipeuteuy yang menjadi responden dapat diketahui bahwa harga jual komoditas pertanian ke tengkulak cukup rendah bila dibandingkan dengan harga jual komoditas pertanian di pasar tradisional. Harga jual beberapa komoditas pertanian di Desa Cipeuteuy yang dijual ke tengkulak disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Harga Jual Beberapa Komoditas Pertanian di Desa Cipeuteuy kepada Tengkulak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Komoditas Pertanian Cabe keriting Cabe TW Tomat Kol Kacang panjang Kacang tanah
Harga jual per Kg (Rp) 15.000-17.000 15.000-17.000 1.500-2.000 1.000-1.500 2.000-2.500 1.000-2.000
5.2.5 Tingkat Pendapatan Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa UMR pada tahun 2009 untuk daerah Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 630.000 (non sektor), sedangkan untuk daerah Kabupaten Bogor sebesar Rp. 991.714 (non sektor). Hasil penelitian
(Tabel 17) menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang menjadi responden memiliki tingkat pendapatan yang berada di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Tabel 17 Tingkat Pendapatan Responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3.
Tingkat Pendapatan (Rp) 200.000-383.000 384.000-566.000 567.000-750.000 Jumlah
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 12 40,00 14 46,67 4 13,33 30 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 24 80,00 5 16,67 1 3,33 30 100,00
Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden memiliki pendapatan berkisar antara Rp.384.00-Rp.566.000 (46,67%), sedangkan masyarakat
Desa
Purwabakti
memiliki
pendapatan
sekitar
Rp.200.000-
Rp.383.000 (80%). 5.2.6 Luas Pemilikan Lahan Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang menjadi responden memiliki luas penguasaan lahan yang tergolong sempit. Persentase terbesar luas penguasaan lahan yang tergolong sempit di Desa Cipeuteuy, yaitu 56,67%, sedangkan Desa Purwabakti sebesar 86,67%. Status lahan yang dikuasai dan diolah oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy pada umumnya merupakan lahan milik pribadi dan lahan eks HGU (Hak Guna Usaha) PT. Intan Hepta dan Perum Perhutani yang kemudian menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Lahan milik Perum Perhutani tersebut ditanami pohon damar (Agathis damara) dapat dilihat pada Gambar 5. Damar ini ditanam sekitar 15 tahun yang lalu. Adapun total luas lahannya sekitar 30 hektar (15 hektar merupakan lahan damar, sedangkan 15 hektar lagi merupakan lahan tumpangsari yang dikelola oleh masyarakat). Dalam pengolahan lahan tersebut, masyarakat tidak dikenakan biaya atau pajak. Akan tetapi, masyarakat tidak diperkenankan memperluas lahan garapan mereka. Antara lahan masyarakat yang diperbolehkan digarap dan lahan yang tidak diperbolehkan digarap sudah ditandai dengan adanya pal batas (Gambar 6), sehingga masyarakat dapat mengetahui
batas-batas wilayahnya. Masyarakat juga diberi kewajiban untuk menjaga hutan Koridor Halimun Salak.
Gambar 5 Lahan damar di perbatasan Kampung Sukagalih.
Gambar 6 Pal batas antara lahan masyarakat dan lahan taman nasional. Adapun status lahan yang dikuasai dan diolah masyarakat di Desa Purwabakti pada umumnya merupakan lahan garapan milik PT. Perkebunan Nusantara VIII (Kebun Cianten). Masyarakat diperkenankan menggarap lahan sampai pada waktu yang tidak dipastikan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII sehingga sewaktu-waktu lahan tersebut dapat diambil alih kembali. Hal ini dikarenakan belum dibuatnya nota kesepahaman (MoU) antara masyarakat dengan pihak PT. Perkebunan Nusantara VIII dan taman nasional. Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3.
Luas Penguasaan Lahan (ha) Sempit (< 0,25) Sedang (0,25-0,5) Luas (> 0,5) Jumlah
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 17 56,67 9 30 4 13,33 30 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 26 86,67 3 10 1 3,33 30 100,00
5.3 Pemanfaatan Tumbuhan di Areal Koridor Halimun Salak oleh Masyarakat Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat di Desa Cipeuteuy memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya tumbuhan yang tergolong sedang (86,67%), sedangkan tingkat pemanfaatan sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat Desa Purwabakti tergolong rendah (60%). Klasifikasi tingkat pemanfaatan tersebut didasarkan pada beberapa variabel yang
Persentase (%)
dapat dilihat pada Lampiran 3. 100 80 60 40 20 0
86.67 60 40 3.33
10
Desa Cipeuteuy 0
Desa Purwabakti
Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Gambar 7
Histogram distribusi tingkat pemanfaatan tumbuhan di Koridor Halimun Salak.
Adapun jenis-jenis sumberdaya tumbuhan di kawasan Koridor Halimun Salak yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti terdapat perbedaan jumlah jenis. Jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Cipeuteuy lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat Desa Purwabakti, seperti disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Jenis-Jenis Sumberdaya Tumbuhan di Koridor Halimun Salak yang Dimanfaatkan/Diambil Responden No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Sumberdaya Tumbuhan Kayu bakar Kayu bangunan Tanaman pangan Tanaman obat Tanaman hias Pakan ternak Tanaman untuk kegunaan lainnya
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 23 34,33 2 2,99 8 11,94 7 10,45 1 1,49 17 25,37 9 13,43
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 15 41,67 0 0 6 16,67 3 8,33 0 0 11 30,56 1 2,78
Jenis-jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti, antara lain : 1) Kayu Bakar Walaupun masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti sudah mendapat-
kan subsidi kompor gas gratis dari pemerintah, tetapi masyarakat masih tetap menggunakan kayu bakar untuk memasak. Intensitas penggunaan kayu bakar lebih sering daripada kompor gas. Kompor gas ini biasanya digunakan hanya sesekali saja. Kayu bakar merupakan sumberdaya tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan/diambil oleh masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah terbiasa menggunakan kayu bakar. Adapun harga gas dan minyak tanah di daerah ini relatif tinggi. Harga gas mencapai Rp 20.000/3 kg, sedangkan harga minyak tanah mencapai Rp 10.000/liter. Pemanfaatan kayu bakar di Koridor Halimun Salak dilakukan dengan cara mengambilnya dari ranting-ranting yang jatuh untuk jenis-jenis pohon dan dengan cara menebangnya. Pemanfaatan dengan cara menebang pohon merupakan pemanfaatan sumberdaya alam hayati yang dapat merusak dan dapat berakibat menurunnya fungsi ekologis kawasan. Jumlah kayu bakar yang dimanfaatkan oleh masyarakat di kedua desa tersebut rata-rata sebanyak 1 pikul per rumahtangga per minggu. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai kayu bakar antara lain kaliandra (Calliandra calothyrsus), kirinyuh, ranting-ranting yang jatuh, dan bambu. Kaliandra terdapat di dalam Koridor Halimun Salak dan ada pula yang terletak di pinggiran serta lahan masyarakat, sedangkan kirinyuh dan bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat terletak pinggiran kawasan dan lahan masyarakat. 2) Kayu bangunan Sumberdaya tumbuhan yang berasal dari dalam Koridor Halimun Salak yang digunakan sebagai bahan bagunan yaitu hamerang (Ficus grossularioides Bum.f.). Masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden yang memanfaatkan hamerang sebanyak dua orang. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumberdaya tumbuhan sebagai bahan bangunan berasal dari lahan masyarakat, seperti sengon (Paraserianthes falcataria), kayu Afrika (Maesopsis eminii), hamirung (Vernonia arborea), manglid, dan bambu. Sebagian besar sumberdaya tumbuhan tersebut merupakan jenis eksotik. Frekuensi pemanfaatan kayu bahan bangunan tersebut tidak sering dilakukan. Dalam setahun, masyarakat memanfaatkannya sekitar satu kali.
3) Tanaman pangan Sebagian besar masyarakat juga memanfaatkan sumberdaya hayati yang berada di dalam Koridor Halimun Salak sebagai tanaman pangan dalam bentuk lalapan. Jenis-jenis tanaman pangan yang sering dimanfaatkan, yaitu reundeu (Staurogyne elongata) dan poh-pohan (Buchanania arborescens). Adapun di desa Cipeuteuy, responden yang memanfaatkan reundeu dan poh-pohan masingmasing sebanyak 4 orang, sedangkan responden di Desa Purwabakti yang memanfaakan reundeu dan poh-pohan masing-masing sebanyak 3 orang. Lokasi pemanfaatan tanaman tersebut tidak hanya berada di dalam kawasan, tetapi juga di lahan atau pekarangan rumah masyarakat. Adapun frekuensi pemanfaatan tanaman pangan tersebut tidak sering dilakukan, dalam satu bulan sekitar empat kali. 4) Tanaman Obat Tanaman obat merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagian besar tanaman obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Distribusi Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Tumbuhan Obat Pulus Cipatuher Rane Pacing Cangkuang (Pandanus furcatus) Jumlah Pengguna
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 1 14,29 2 28,57 1 14,29 1 14,29 2 28,57 7
100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 0 0,00 0 0,00 3 100,00 0 0,00 0 0,00 3
100,00
Tabel 20 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy yang memanfaatkan jenis tumbuhan obat lebih banyak dibandingkan masyarakat Desa Purwabakti. Kegunaan dari masing-masing tanaman obat tersebut, antara lain : pulus untuk obat batuk, cipatuher untuk obat gatal, rane untuk obat luka, pacing untuk obat mencret dan perut kembung, dan cangkuang sebagai obat batuk.
5) Tanaman hias Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hayati sebagai tanaman hias yang berasal dari dalam kawasan Koridor Halimun Salak hanya di Desa Cipeuteuy saja yang berjumlah satu orang. Tanaman hias tersebut dikembangkan oleh responden di pekarangan rumahnya. 6) Pakan ternak Masyarakat di kedua desa tersebut memanfaatkan sumberdaya tumbuhan sebagai pakan ternak. Pakan ternak yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Cipeuteuy berjumlah dua jenis, yaitu rumput dan nampong, sedangkan masyarakat Desa Purwabakti berjumlah satu jenis, yaitu rumput. Rumput merupakan salah satu sumberdaya tumbuhan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan bagi hewan ternak (Gambar 8). Hal ini karena sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki hewan ternak berupa domba. Pengambilan rumput ini biasanya dilakukan tiap hari sebanyak 1 ikat (20 kg). Hewan ternak ini merupakan pemberian dari pihak taman nasional sebanyak 15 ekor dan dari dinas peternakan sebanyak 8 ekor. Adapun pengelolaan hewan ternak ini dilakukan dengan sistem bergulir. Maksudnya, apabila salah seorang warga mendapatkan bibit ternak, maka harus dikembangbiakkan, sehingga menghasilkan anakan. Anakan tersebut diberikan kepada warga lain dan anakan tersebut harus dikembangbiakkan lagi sampai memperoleh anakan, dan begitu seterusnya. Hewan ternak ini dapat digunakan sebagai tabungan bagi masyarakat yang dapat dijual sewaktu-waktu dan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Gambar 8 Pemanfaatan rumput sebagai salah satu pakan ternak domba.
7) Tanaman untuk kegunaan lainnya Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy lebih banyak menggunakan tanaman kegunaan lainnya dibandingkan masyarakat Desa Purwabakti. Tabel 21 Distribusi Pemanfaatan Tanaman Kegunaan Lainnya di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti No.
1. 2. 3. 4.
Tanaman Kegunaan Lainnya Bambu Hariang Tepus Patat Jumlah Pengguna
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang) 4 44,44 2 22,22 2 22,22 1 11,11 9 100,00
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 1 100,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 100,00
Bambu sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai saluran air dan keperluan lain seperti pagar dan dinding rumah. Keberadaan bambu ini letaknya berbatasan dengan Koridor Halimun Salak. Adapun hariang, tepus dan patat merupakan jenis sumberdaya hayati yang digunakan oleh masyarakat sebagai pembungkus makanan. Selain itu, batang tepus digunakan oleh masyarakat sebagai bahan untuk membangun kandang. Manfaat keberadaan Koridor Halimun Salak yang sangat dirasakan oleh masyarakat adalah tersedianya air bersih, udara yang bersih dan segar, dan mengurangi banjir dan tanah longsor. Ketersediaan air bersih ini sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan sehari-harinya, seperti untuk keperluan memasak, minum, mandi, mencuci, mengairi lahan pertanian dan sebagainya. Ketersediaan air bersih yang dihasilkan oleh alam dan lingkungan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi. 5.4 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak 5.4.1 Persepsi Masyarakat sekitar terhadap Keberadaan Koridor Halimun Salak Hasil Penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap keberadaan Koridor Halimun Salak pada umumnya memiliki tingkat persepsi yang tergolong sedang (40%), sedangkan masyarakat Desa
Persentase (%)
Purwabakti memiliki tingkat persepsi yang tergolong rendah (53,33%). 60 40 20
53.33 40 36.67 36.67 23.33 10
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
0 Rendah Sedang Tinggi Tingkat Persepsi
Gambar 9 Histogram distribusi tingkat persepsi responden terhadap keberadaan Koridor Halimun Salak. Masyarakat di Desa Cipeuteuy pada umumnya mengetahui terdapat Koridor Halimun Salak yang merupakan penghubung antara Gunung Halimun dan Gunung Salak. Selain itu, masyarakat juga mengetahui bahwa Koridor Halimun Salak dapat berfungsi sebagai jalur pergerakan satwa. Berbeda dengan masyarakat Desa Cipeuteuy, sebagian besar masyarakat Desa Purwabakti yang menjadi responden tidak mengetahui bahwasanya hutan yang berbatasan dengan wilayah mereka merupakan kawasan Koridor Halimun Salak yang menghubungkan Gunung Halimun dan Gunung Salak. Hal ini disebabkan belum adanya sosialisasi secara komprehensif dari pihak taman nasional. Masyarakat merasakan banyaknya manfaat dengan adanya Koridor Halimun Salak, antara lain : tersedianya bahan konstruksi, tersedianya kayu bakar, tersedianya obat-obatan, tersedianya air bersih, mengurangi banjir dan tanah longsor, tersedianya udara yang bersih dan segar, serta tersedianya panorama alam yang indah. Masyarakat pun sudah mengetahui status dan peraturan-peraturan yang berlaku di kawasan tersebut. Hal ini karena Kampung Sukagalih merupakan kampung konservasi. Pihak taman nasional sudah melaksanakan sosialisasi di kampung ini dan sudah diinisiasi terbentuknya KOPEL (Kelompok Pelestari Lingkungan). Selain itu, sebagian besar masyarakat kedua desa tersebut juga mengetahui bahwa keberadaan Koridor Halimun Salak bermanfaat bagi kehidupan satwaliar, seperti pada Tabel 22.
Tabel 22 Manfaat Koridor Halimun Salak bagi Kehidupan Satwaliar Manfaat Koridor Halimun Salak
Desa Cipeuteuy Jumlah % (orang)
Tempat pergerakan satwaliar Tempat tinggal satwaliar Tempat mencari makan Tidak ada manfaatnya satwaliar Jumlah
19 19 19 0
33,33 33,33 33,33 0,00 99,99
Desa Purwabakti Jumlah % (orang) 8 15 15 4
19,05 35,71 35,71 9,52 99,99
Kedua desa yang menjadi lokasi penelitian tersebut memiliki jarak yang dekat dengan kawasan koridor Halimun Salak yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 5-10 menit, sehingga masyarakat tersebut sering berinteraksi dengan kawasan hutan dan sekitarnya. Dari proses tersebut, masyarakat di kedua desa dapat mengetahui manfaat adanya Koridor Halimun Salak bagi kehidupan satwaliar. Hal ini didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang pernah melihat secara langsung satwaliar yang berada di kawasan. Adapun satwaliar yang pernah masyarakat temukan/jumpai, antara lain : babi hutan, lutung, elang, owa jawa, musang dan ular.
Persentase (%)
5.4.2 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak 100 80 60 40 20 0
80 60 40 10
10
0
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Rendah Sedang
Tinggi
Tingkat Persepsi
Gambar 10 Histogram persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak. Hasil penelitian (Gambar 10) menunjukkan bahwa persepsi masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak memiliki tingkat persepsi yang tergolong sedang. Nilai persentase untuk Desa Cipeuteuy sebesar 80%, sedangkan Desa Purwabakti sebesar 60%. Perbedaan nilai persentase tersebut dikarenakan yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy yaitu masyarakat yang tinggal di Kampung Sukagalih yang merupakan
kampung konservasi. Masyarakat Kampung Sukagalih sudah memiliki tingkat pemahaman dan kesadaran yang cukup tinggi terhadap kelestarian Koridor Halimun Salak dibandingkan dengan masyarakat Desa Purwabakti. Selain itu, masyarakat Desa Cipeuteuy sudah memiliki kebiasaan dalam menjaga kawasan hutan dari sejak dulu ketika kawasan dikelola oleh Perum Perhutani. Pada umumnya masyarakat menyambut baik dengan adanya rencana restorasi Koridor Halimun Salak yang dicanangkan oleh pihak taman nasional, namun dalam proses perumusan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak, masyarakat belum dilibatkan. Persepsi masyarakat yang tergolong sedang yang berarti tidak cenderung ekstrem rendah dan tidak ekstrem tinggi tersebut dapat menjadikan peluang bagi pihak taman nasional. Masyarakat memandang cukup baik terhadap adanya rencana restorasi Koridor Halimun Salak. Pihak taman nasional dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan menyusun strategi untuk dapat mengarahkan masyarakat pada persepsi yang positif. Hal ini akan berimplikasi positif terhadap pengelolaan Koridor Halimun Salak. Karena dalam pengelolaan Koridor Halimun Salak tersebut memerlukan kerjasama dari masyarakat dan para stakeholder, sehingga akan terwujud fungsi Koridor Halimun Salak yang optimal. Responden berpendapat bahwa lahan yang kosong/rusak perlu dilakukan rehabilitasi dan upaya ini penting dilakukan. Masyarakat pun menyetujui jika lahan yang direhabiltasi tersebut ditanami dengan jenis-jenis asli (native species), seperti puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), huru, dan aren (Arenga pinnata). Masyarakat setuju dengan konsekuensi bahwa tanaman asli tersebut dapat memberikan manfaat baik secara ekologis maupun ekonomis bagi mereka, contohnya aren. Masyarakat berpandangan bahwa aren ini merupakan tanaman yang serbaguna yang dapat dimanfaatkan bagian-bagiannya dibandingkan dengan tanaman kehutanan yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan. Pada umumnya, masyarakat pun mengetahui beberapa jenis tanaman eksotik di kawasan Koridor Halimun Salak, seperti kaliandra, kayu afrika dan tanaman buah-buahan. Masyarakat mengartikan jenis tanaman eksotik adalah tanaman yang ditanam oleh manusia baik sengaja maupun tidak sengaja. Masyarakat menginginkan jika kaliandra tidak seluruhnya diganti dengan tanaman
asli kawasan. Hal ini karena tanaman asli kawasan tidak dapat mereka manfaatkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat pun menginginkan agar tanaman eksotik tersebut diganti dengan tanaman asli yang manfaatnya hampir sama, seperti kaliandra yang memiliki manfaat sebagai kayu bakar dan pakan ternak diganti dengan rumput jampang pait yang digunakan sebagai pakan ternak juga. Hal ini karena masyarakat masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kaliandra sebagai kayu bakar dan pakan ternak. Kayu bakar dan pakan ternak dari kaliandra memiliki kualitas yang cukup baik. Akan tetapi, masyarakat belum memahami sifat dari kaliandra yang dapat menginvasi suatu kawasan. Apalagi jika kaliandra ditebang, maka bijinya akan menyebar sehingga akan tumbuh tunas-tunas yang baru. Masyarakat menyetujui jika lahan Koridor Halimun Salak yang sudah digarap dikelola dengan sistem tumpang sari/agroforestri. Perpaduan tanaman yang menjadi pilihan masyarakat, antara lain : cabe, kol, kacang panjang, tomat, alpukat, dan kopi arabika. Beberapa usaha yang dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat Koridor Halimun Salak agar tidak tergantung pada sumber daya yang terdapat di hutan, antara lain : peternakan domba dan perikanan. Masyarakat Kampung Sukagalih menyatakan bahwa mata pencaharian utama mereka adalah pertanian, tetapi pendapatan yang mereka peroleh lebih besar dari peternakan domba dibandingkan dengan hasil pertanian. 5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang mengetahui tentang restorasi sebesar 83,33%, sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebesar 40 %, seperti disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram pengetahuan responden terhadap restorasi Koridor Halimun Salak
Masyarakat yang menjadi responden pada umumnya mengetahui istilah restorasi dalam pengertian sempit seperti rehabilitasi/penghijauan saja. Sebagian besar masyarakat mengetahui istilah tersebut dari petugas kehutanan. Masyarakat Kampung Sukagalih yang menjadi responden menyatakan sudah dilibatkan secara langsung dalam kegiatan restorasi. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman kehutanan, sedangkan masyarakat Desa Purwabakti belum dilibatkan dalam kegiatan ini. Adapun tingkat persepsi masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap pelaksanaan kegiatan restorasi tergolong sedang (63,33%), seperti disajikan pada Gambar 12. Penanaman ini dilakukan
Persentase (%)
secara swadaya oleh masyarakat. 80 60 40 20 0
63.33 20
16.67
Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Persepsi
Gambar 12 Histogram tingkat persepsi masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap pelaksanaan kegiatan restorasi Koridor Halimun Salak Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan restorasi di Desa Cipeuteuy khususnya di Kampung Sukagalih telah mulai dilakukan dengan penanaman jenis asli, seperti aren, puspa, rasamala, huru, dan pasang di lahan taman nasional yang kosong yang dikelola secara tumpangsari oleh masyarakat. Adapun tanaman pertanian yang ditanam di lahan tumpangsari tersebut adalah cabe. Jarak tanam penanaman jenis asli tersebut yaitu 4mx6m. Penanaman jenis asli tersebut dilakukan secara bertahap dan mulai dilakukan secara adopsi dengan harga sekitar Rp 50.000/pohon. Namun, program adopsi pohon ini belum dilakukan secara menyeluruh. Uang yang diperoleh dari adopsi pohon dan tanaman tumpangsari/sela tersebut dimasukkan ke dalam kas KOPEL, sedangkan hasil dari aren belum dapat dirasakan oleh masyarakat karena memerlukan waktu yang lama untuk dapat panen. Di lahan damar ditanam pula kapol (Gambar 13).
Gambar 13 Perpaduan antara pohon damar dan kapol. Kegiatan restorasi yang telah dilakukan ini merupakan inisiasi awal pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat sekitar dan bekerjasama dengan para pihak. Kegiatan ini telah dilaksanakan diantaranya oleh pihak taman nasional bekerjasama dengan masyarakat Kampung Sukagalih dan pemerintah Kabupaten Sukabumi yang berlokasi di lokasi khusus dekat Kampung Sukagalih dan di sela-sela lahan pertanian masyarakat. Namun kegiatan restorasi ini belum dilakukan secara serentak dan menyeluruh. Hal ini karena masih dalam kegiatan penelitian dan pengamatan terhadap plot percobaan yang berlokasi di blok Cisarua dan blok Gunung Halimun di Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh teknik dan cara yang efektif dalam merestorasi kawasan yang rusak dan sudah diinvasi oleh kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) khususnya. Dengan demikian, diharapkan kegiatan ini dapat mendukung keberhasilan proses pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak dalam jangka panjang. Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan sejak November 2008. Responden mengetahui aturan-aturan yang berlaku di Koridor Halimun Salak. Pengetahuan masyarakat terhadap aturan-aturan yang berlaku relatif terbatas. Mereka hanya mengetahui terbatas pada tidak diperbolehkannya melakukan penebangan pohon, membakar hutan, serta mengambil vegetasi dan satwaliar saja. Hal ini diketahui oleh masyarakat melalui sosialisasi oleh pihak taman nasional dan terdapatnya papan larangan seperti disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Papan Larangan. Masyarakat pun sering dilibatkan dalam kegiatan survey, pengontrolan dan patroli bersama pihak taman nasional. Masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki kekompakan yang cukup tinggi dalam menjaga dan mengamankan kawasan Koridor Halimun Salak yang berada di dekat wilayah mereka. Selain itu, masyarakat pernah dilibatkan membantu dalam kegiatan penelitian. Partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci keberhasilan yang menjamin keberhasilan kegiatan pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak. Dalam pelaksanaan kegiatan restorasi, misalnya penanaman, ternyata masyarakat mengalami kendala. Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat, antara lain : kurangnya pengetahuan dalam melakukan pembibitan yang efektif dan dengan adanya musim kemarau, maka tanaman menjadi layu bahkan mati. Kegiatan penanaman tersebut sudah dilaksanakan pada tahun 2005. 5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak Sebagian besar responden yang telah terlibat dalam kegiatan restorasi menyatakan bahwa kegiatan ini akan berdampak positif baik terhadap masyarakat maupun satwaliar. Adapun dampak positif bagi masyarakat, antara lain air akan terus mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengairi persawahan. Responden mengemukakan bahwa pertanian yang dialiri air dari Koridor Halimun Salak menghasilkan panen yang kualitasnya baik jika dibandingkan dengan pertanian yang tidak dialiri air dari gunung secara langsung. Adapun dampak positif bagi kehidupan satwaliar, antara lain terdapatnya pohon-pohon yang dapat dijadikan lintasan pergerakan terutama bagi owa jawa. Selain itu, dengan adanya kegiatan restorasi maka habitat yang terfragmentasi dapat menjadi pulih dan terhubung kembali.
Untuk mengukur keeratan hubungan (korelasi) antara karakteristik identitas serta tingkat pemanfaatan tumbuhan dan tingkat persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak oleh masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti digunakan uji korelasi Spearmen. Hasil uji korelasi Spearmen tersebut disajikan dalam Tabel 23. Tabel 23 Hasil Uji Korelasi Spearmen antara Karakteristik Responden dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan dengan Tingkat Persepsi Responden terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak Variabel
Komposisi Kelompok Umur Jumlah Anggota Keluarga Tingkat Pendidikan Formal Mata Pencaharian Tingkat Pendapatan Luas Pemilikan Lahan Tingkat Pemanfaatan Tumbuhan
Desa Cipeuteuy Nilai Signifikansi Koefisien (Probabilitas) Korelasi -0,91 0,633
Desa Purwabakti Nilai Signifikansi Koefisien (Probabilitas) Korelasi 0,243 0,196
0,117
0,538
0,052
0,783
-0,181
0,337
-0,064
0,783
-0,152 0,275 0,021
0,424 0,141 0,931
0,139 -0,085 -0,018
0,464 0,656 0,924
-0,047
0,807
0,111
0,559
Hubungan antara komposisi kelompok umur dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Berdasarkan hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara komposisi kelompok umur dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak memiliki hubungan yang berlawanan (-) di Desa Cipeuteuy, sedangkan memiliki hubungan yang searah (+) di Desa Purwabakti. Namun, secara statistik sebenarnya tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara jumlah anggota keluarga dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di
Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Hubungan antara mata pencaharian dengan persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara mata pencharaian dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawanan (-), sedangkan di Desa Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Hubungan antara tingkat pendapatan dengan persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendapatan dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05(terima Ho).
Hubungan antara luas pemilikan lahan dengan persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara luas pemilikan lahan dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Hubungan antara tingkat pemanfaatan sumberdaya tumbuhan dengan persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pemanfaatan tumbuhan dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawaanan (-), sedangkan di Desa Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmen menunjukkan bahwa antara karakteristik responden pada kedua desa tersebut dan tingkat pemanfaatan sumberdaya alam oleh responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak memiliki hubungan yang tidak signifikan yang berarti bahwa karakteristik responden dan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh responden tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak. Hal ini dibuktikan oleh Sarwono (1999) bahwa persepsi pada umumnya berbeda dengan persepsi sosial. Persepsi sosial bergantung kepada komunikasi atau informasi yang diterima. Dalam hal ini responden secara umum mengetahui tentang restorasi tetapi tidak memahami secara komprehensif.
5.5 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor Halimun Salak Berdasarkan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013) yang telah disusun oleh pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan kondisi sosial masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak maka antara kedua hal tersebut harus diintegrasikan, sehingga luaran-luaran yang diharapkan dapat tercapai. Dari kondisi sosial masyarakat yang telah diketahui, maka dapat disusun rencana kelola sosial yang disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor Halimun Salak Lokasi Desa Cipeuteuy
Rencana Kelola Rencana Program Peningkatan penyuluhan dan pemahaman terhadap Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013) serta peningkatan kesadaran moral
Kondisi Stakeholder Persepsi - Masyarakat masyarakat - Taman nasional terhadap Rencana - Pemerintah dan Pelaksanaan daerah Restorasi Koridor Kebupaten Halimun Salak Sukabumi tergolong sedang Masyarakat Peningkatan penyuluhan dari - Masyarakat masih betumpu berbagai disiplin ilmu, antara - Dinas Pertanian pada pertanian, lain : - Dinas namun belum Kehutanan Bidang pertanian : penyuluhan memiliki - Dinas tentang hama dan penyakit pemahaman yang Peternakan tanaman, pemupukan, serta, memadai pemuliaan tanaman pertanian. terhadap Bidang peternakan : pemuliaan penanggulangan ternak hama dan Bidang kehutanan : silvikultur penyakit Tingkat - Masyarakat Pengurusan advokasi kepada pendidikan - Pemerintah para donatur atau pemerintah formal yang Kabupaten daerah dalam hal pembiayaan masih kurang Sukabumi pendidikan melalui beasiswa memadai - LSM utusan daerah (BUD) Mendirikan perpustakaan Tingkat Pelibatan masyarakat dalam - Masyarakat pendapatan kegiatan entrepreneurship - Wirausahawan/ belum mencapai (kewirausahaan) pengusaha UMR daerah - Pemerintah Kabupaten Sukabumi - LSM
Lanjutan Tabel 25 Lokasi Desa Purwabakti
Kondisi Persepsi terhadap keberadaan Koridor Halimun Salak tergolong rendah Persepsi terhadap rencana restorasi koridor Halimun Salak tergolong sedang Tingkat pendapatan cukup rendah
Rencana Kelola Rencana Program Pendekatan kepada masyarakat secara masiv Sosialisasi dan penyuluhan Pengkaderan Pembentukan kelompok pelestari lingkungan Peningkatan penyuluhan dan pemahaman terhadap Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak serta peningkatan kesadaran moral Pengembangan budidaya ternak
Stakeholder - Masyarakat - Taman nasional - LSM
- Masyarakat - Taman Nasional - Pemerintah Kabupaten Sukabumi - Dinas Peternakan - Wirausahawan/ Pengusaha