BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik wilayah jelajah mencakup dua aspek, yaitu tipe ekosistem beserta kondisi habitatnya dan populasi monyet ekor panjang di Pulau Tinjil. Berikut ini merupakan penguraian hasil dan pembahasan dari masing-masing karakterisik wilayah jelajah: 5.1 Tipe Ekosistem Tipe ekosistem yang menempati Pulau Tinjil terdiri atas ekosistem hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Ciri dari hutan pantai adalah tidak dipengaruhi pasang surut, substrat pasir dan batuan karang, tidak dipengaruhi oleh musim, dan dijumpai beberapa vegetasi hutan pantai seperti ketapang, waru dan binar. Ciri dari hutan hujan dataran rendah adalah dijumpai vegetasi hutan hujan dataran rendah seperti lame. Hernowo et al. (1989) menambahkan bahwa vegetasi hutan hujan dataran rendah didominasi oleh binar ( Ochrocarpus ovalivolius), melinjo (Gnetum gnemon) dan Dysoxylum spp. Pada wilayah jelajah monyet ekor panjang kelompok kandang 3 dan kelompok kandang 5 termasuk ekosistem hutan pantai, sedangkan pada wilayah jelajah monyet ekor panjang kelompok kandang 8 termasuk ekosistem hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. 5.1.1 Komposisi dan struktur vegetasi Komposisi vegetasi pada wilayah jelajah monyet ekor panjang di Pulau Tinjil dapat dilihat dari jenis-jenis yang ditemukan berdasarkan analisis vegetasi yang telah dilakukan. Jenis-jenis vegetasi yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis vegetasi dilakukan pada tiga jalur yang berbeda, masing-masing jalur tersebut termasuk dalam wilayah jelajah masing-masing kelompok dari ketiga kelompok monyet ekor panjang di Pulau Tinjil yang diamati. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan, ditemukan 42 jenis tumbuhan yang terdiri dari 21 jenis semai, 23 jenis pancang, 17 jenis tiang dan 25 jenis pohon. Jenisjenis yang mendominasi berbeda pada setiap tingkatan pertumbuhan vegetasi dan setiap jalurnya.
Tabel 1 Jenis vegetasi yang terdapat di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Nama Lokal Albasia Ampelas Bayur Binar Bintaro Butun Cerlang Gadog Huni Jambu klampok Kalapari Kampis Kapas Ketapang Kepuh Ki ara Ki cau Ki ciat Ki huru Ki hoe Ki langir Ki lalayu Ki tako Kondang Laban Lame Lampeni Loa Mara Melinjo Merbau Nyamplung Pancal Pangku Paranje Peuris Renghas Salam hutan Sawo kecik Songgom Tanjung Waru
Nama Ilmiah Paraserianthes falcataria Ficus ampelas Pterospermum javanicum Ochrocarpus ovalivolius Cerbera manghas Baringtonia asiatica Pterospermum diversifolium Bischofia javanica Antidesma bunius Syzygium cymosa Pongamia pinnata Hernandia peltata Gossypium acuminatum Terminalia catappa Sterculia foetida Ficus glomerata Dolichandrone spathacea Ficus septica Litsea chinensis Parinarium glabericum Dysoxylum amoroides Arytera littoralis
Suku Fabaceae Moraceae Sterculiaceae Guttiferae Apocynaceae Lecythidaceae Sterculiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Leguminosae Hernandiaceae Malvaceae Combretaceae Malvaceae Moraceae Bignoniaceae Moraceae Euphorbiaceae Rosaceae Meliaceae Sapindaceae
Ficus variegata Vitex goffasa Alstonia scholaris Ardisia humilis Ficus sp. Macaranga tanarius Gnetum gnemon Intsia bijuga Calophyllum inophyllum Aglaia sp. Dysoxylum excelsum Glycosmis cochinchinensis Antidesma montanum Gluta renghas Syzygium lineata Manilkara kauki Melanoorhoea wallichii Mimusops elengii Hibiscus tiliaceus
Moraceae Verbenaceae Apocynaceae Myrsinaceae Moraceae Euphorbiaceae Gnetaceae Fabaceae Clusiaceae Meliaceae Meliaceae Rutaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Myrtaceae Sapotaceae Anacardiaceae Sapotaceae Malvaceae
Pada jalur satu, yaitu jalur yang termasuk dalam wilayah jelajah kelompok kandang 3 diketahui jenis yang mendominasi pada vegetasi tingkat semai adalah paranje (Glycosmis cochinchinensis) dengan nilai INP sebesar 62,44%. Pada tingkat pancang didominasi oleh paranje (G. cochinchinensis) dengan nilai INP sebesar 48,43%. Pada tingkat tiang didominasi oleh melinjo (Gnetum gnemon) dengan nilai INP sebesar 69,05%. Pada tingkat pohon didominasi oleh ki ara (Ficus glomerata) dengan nilai INP sebesar 62,60%.
Pada jalur dua, yaitu jalur yang termasuk dalam wilayah jelajah kelompok kandang 5 diketahui jenis yang mendominasi pada vegetasi tingkat semai adalah paranje (Glycosmis cochinchinensis) dengan nilai INP sebesar 66,91%. Pada tingkat pancang didominasi oleh peuris (Antidesma montanum) dengan nilai INP sebesar 39,94%. Pada tingkat tiang didominasi oleh ki cau (Dolichandrone sepathaceae) dengan nilai INP sebesar 53,90%. Pada tingkat pohon didominasi oleh merbau (Intsia bijuga) dengan nilai INP sebesar 61,27%. Jalur terakhir atau jalur tiga merupakan jalur yang termasuk dalam wilayah jelajah kelompok kandang 8 diketahui jenis yang mendominasi pada vegetasi tingkat semai adalah jambu klampok (Syzygium cymosa) dengan nilai INP sebesar 43,03%. Pada tingkat pancang didominasi oleh binar (Ochrocarpus ovalivolius) dengan nilai INP sebesar 34,99%. Pada tingkat tiang didominasi oleh tanjung (Mimusops elengii) dengan nilai INP sebesar 62,26%. Pada tingkat pohon didominasi oleh ki langir (Dysoxylum amoroides) dengan nilai INP sebesar 58,54%. Struktur vegetasi menunjukkan strata pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Strata tersebut merupakan lapisan atau tingkat ketinggian dari pohon-pohon yang terdapat dalam wilayah jelajah monyet ekor panjang. Stratifikasi tajuk yang nampak pada wilayah jelajah monyet ekor panjang, terbagi ke dalam tiga strata, yaitu strata A, B dan C. Strata A merupakan lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30m ke atas. Strata B merupakan lapisan di bawah lapisan teratas, yang terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 2030m, sedangkan strata C terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20m (Soerianegara & Indrawan 2005). Kondisi tajuk pada jalur satu dan jalur dua didominasi oleh strata C, dengan nilai persentase masing-masing sebesar 72,97% dan 75.93% (Gambar 4). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi tajuk pada kedua jalur tersebut didominasi oleh tajuk yang memiliki tinggi antara 4-20m. Kondisi tajuk pada jalur tiga didominasi oleh strata A dengan nilai persentase sebesar 59,42%. Hal ini menunjukkan bahwa pada jalur tersebut didominasi oleh tajuk yang memiliki tinggi lebih dari 30m.
80
75.93
72.97
Persentase (%)
70
59.42
60 50 40
Strata A
31.88 25.68
30
24.07
Strata B
20 10
8.70 1.35
Strata C
0.00
0 Jalur 1
Jalur 2
Jalur 3
Jalur Analisis Vegetasi
Gambar 4 Persentase strata pohon pada masing-masing jalur. Berdasarkan hasil pengamatan, strata C lebih banyak digunakan oleh monyet ekor panjang untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas makan, bermain, beristirahat, kawin dan grooming. Penggunaan strata A dan B selain untuk melakukan berbagai aktivitas seperti yang dilakukan pada strata C, juga digunakan sebagai tempat tidur. Kedua strata tersebut erat kaitannya dengan peranan vegetasi sebagai pelindung, yaitu memiliki ketinggian batang yang cukup tinggi, sehingga dapat menghindari serangan predator, seperti ular dan biawak. Selain itu kedua strata tersebut juga memiliki tajuk yang lebar yang berfungsi sebagai pelindung dari keadaan cuaca (panas dan hujan). 5.1.2 Kerapatan vegetasi Nilai kerapatan pada setiap jalur analisis vegetasi pada masing-masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Kerapatan tingkat pertumbuhan pada masing-masing jalur No.
Jalur
1. 2. 3.
Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3
Semai 202 155 97
Kerapatan Jenis (Individu/ha) Pancang Tiang 220 35 270 55 107 42
Pohon 185 132 172
Pada tabel di atas dapat diketahui pada tingkat semai dan pohon, yang memiliki nilai kerapatan tertinggi adalah jalur 1, sedangkan pada tingkat pancang dan tiang, yang memiliki nilai kerapatan tertinggi adalah jalur 2. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa tidak ada komposisi tingkatan pertumbuhan yang seimbang, dimana tingkat pertumbuhan tiang memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kerapatan pohon. Hal ini
dapat mempengaruhi kelestarian monyet ekor panjang di Pulau Tinjil, dikarenakan vegetasi tersebut selain sebagai tempat melakukan aktivitas hariannya, beberapa diantaranya juga sebagai vegetasi pakan. 5.1.3 Cover Monyet ekor panjang merupakan jenis satwa arboreal. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pemanfaatan cover dalam aktivitas hariannya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa perilaku monyet ekor panjang yang berkaitan dengan cover yaitu dimanfaatkannya pohon sebagai tempat beristirahat dan tidur, tempat berlindung dari sinar matahari, tempat grooming, tempat kawin dan sebagai media berpindah. Salah satunya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5 Aktivitas monyet yang sedang memanfaatkan cover. Kondisi cover yang digunakan monyet ekor panjang untuk melakukan aktivitas harian dalam wilayah jelajahnya memiliki penutupan tajuk yang berbeda. Pada wilayah jelajah kelompok kandang 3 (Lampiran 12 ) dan kelompok kandang 8 (Lampiran 14) memiliki penutupan tajuk yang rapat, dimana intensitas cahaya yang masuk sampai ke lantai hutan cukup rendah. Wilayah jelajah kelompok kandang 5 (Lampiran 13) memiliki penutupan tajuk yang tidak rapat, dimana intensitas cahaya yang masuk sampai ke lantai hutan cukup besar. Namun demikian, dari ketiga wilayah jelajah kelompok monyet ekor panjang tersebut, wilayah jelajah kelompok kandang 8 merupakan wilayah jelajah yang memiliki
tingkat penutupan tajuk yang sangat rapat dan wilayah jelajah kelompok kandang 5 merupakan wilayah jelajah yang memiliki penutupan tajuk yang tidak rapat. 5.1.4 Ketersediaan tumbuhan pakan Tumbuhan yang dijadikan sebagai pakan oleh monyet ekor panjang di Pulau Tinjil bervariasi, baik menurut jenisnya maupun bagian-bagian yang dimakannya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan, jenis-jenis tumbuhan beserta bagiannya yang dimakan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis-jenis tersebut umumnya memiliki nilai dominasi (indeks nilai penting) yang berbeda pada tiap jalurnya. Tabel 3 Jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Nama Lokal Ampelas Bayur Binar Bintaro Butun Huni Jambu klampok Kalapari Kampis Ketapang Ki ara Ki cau Ki ciat Ki huru Ki langir Kondang Lampeni Loa Melinjo Merbau Peuris Renghas Sawo kecik Songgom Waru
Nama Ilmiah Ficus ampelas Pterospermum javanicum Ochrocarpus ovalivolius Cerbera manghas Baringtonia asiatica Antidesma bunius Syzygium cymosa Pongamia pinnata Hernandia peltata Terminalia catappa Ficus glomerata Dolichandrone spathacea Ficus septica Litsea chinensis Dysoxylum amoroides Ficus variegata Ardisia humilis Ficus sp. Gnetum gnemon Intsia bijuga Antidesma montanum Gluta renghas Manilkara kauki Melanoorhoea wallichii Hibiscus tiliaceus
Bagian yang Dimakan Bunga Daun Buah √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Berdasarkan analisis vegetasi, 68% jenis tumbuhan yang terdapat pada jalur 1 merupakan jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang, yaitu 17 jenis tumbuhan pakan dari 25 jenis tumbuhan yang dijumpai. Pada jalur tersebut diketahui jenis tumbuhan pakan yang mendominasi pada tingkat semai adalah renghas (Gluta renghas) dengan nilai INP sebesar 26,49%. Pada tingkat pancang didominasi oleh ki langir (Dysoxylum amoroides) dengan nilai INP sebesar 29,46%. Pada tingkat
tiang didominasi oleh melinjo (Gnetum gnemon) dengan nilai INP sebesar 69,05%. Pada tingkat pohon didominasi oleh ki ara (Ficus glomerata) dengan nilai INP sebesar 62,60%. Pada jalur 2 diketahui jenis tumbuhan pakan yang mendominasi pada tingkat semai adalah ki langir (Dysoxylum amoroides) dan renghas (Gluta renghas) dengan nilai INP sebesar 29,81%. Pada tingkat pancang didominasi oleh peuris (Antidesma montanum) dengan nilai INP sebesar 39,94%. Pada tingkat tiang didominasi oleh ki cau (Dolichandrone sepathaceae) dengan nilai INP sebesar 53,90%. Pada tingkat pohon didominasi oleh merbau (Intsia bijuga) dengan nilai INP sebesar 61,27%. Pada jalur 3 diketahui jenis tumbuhan pakan yang mendominasi pada tingkat semai adalah jambu klampok (Syzygium cymosa) dengan nilai INP sebesar 43,03%. Pada tingkat pancang didominasi oleh binar (Ochrocarpus ovalivolius) dengan nilai INP sebesar 34,99%. Pada tingkat tiang didominasi oleh ki cau (D. sepathaceae) dengan nilai INP sebesar 50,19%. Pada tingkat pohon didominasi oleh ki langir (D. amoroides) dengan nilai INP sebesar 58,54%. Berdasarkan hasil analisis vegetasi ditemukan 25 jenis tumbuhan pakan dari 42 jenis tumbuhan yang terdapat dari ketiga wilayah jelajah kelompok monyet ekor panjang yang terdapat di Pulau Tinjil. Hal ini dapat diartikan bahwa 59,52% tumbuhan yang terdapat di Pulau Tinjil merupakan tumbuhan pakan monyet ekor panjang. Selain itu berdasarkan perhitungan nilai dominasi dan frekuensi relatif, dapat diketahui bahwa tumbuhan pakan memperoleh nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis lain yang tidak termasuk jenis pakan monyet ekor panjang. Kedua hal tersebut sangat menguntungkan bagi monyet ekor panjang yang hidup di dalamnya, karena dengan keanekaragaman jenis vegetasi pakan yang tersedia akan memberi kemungkinan yang besar terhadap monyet untuk mendapatkan setiap zat makanan yang dibutuhkannya dan dengan cukup tingginya nilai dominasi dan frekuensi relatif dari pakan monyet ekor panjang menunjukkan bahwa sumber pakan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil tersedia cukup banyak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa potensi makanan monyet di Pulau Tinjil dapat mencukupi kebutuhan monyet yang hidup di dalamnya.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 6 Buah-buahan sebagai pakan monyet ekor panjang. Ket: (a) bintaro; (b) butun; (c) kampis; (d) kondang; (e) merbau dan (f) sawo kecik. 5.1.5 Palatabilitas pakan Pengamatan jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil juga berdasarkan atas tingkat kesukaan (palatabilitas) jenis tumbuhan apa yang sering dimakan oleh monyet tersebut. Palatabilitas adalah hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan sampai tingkat mana suatu makanan menarik bagi satwa (Ivins 1952, diacu dalam Mulyana 2004). Nilai palatabilitas tertinggi (P = 1) dijumpai pada jenis butun (Baringtonia asiatica), huni (Antidesma bunius), kondang (Ficus variegata), lampeni (Ardisia humilis), loa (Ficus sp.), sawo kecik (Manilkara kauki) dan waru (Hibiscus tiliaceus) (Tabel 4). Nilai kisaran palatabilitas adalah 0-1 (Trippensee 1948, diacu dalam Mulyana 2004). Mulyana juga menambahkan bahwa nilai 1 berarti memiliki tingkat kesukaan sangat tinggi, sedangkan nilai 0 memiliki tingkat kesukaan sangat rendah. Ketujuh jenis yang diketahui memiliki nilai palatabilitas tertinggi merupakan jenis-jenis yang sangat disukai oleh monyet ekor panjang. Menurut hasil penelitian Santoso (1993) jenis-jenis tumbuhan pakan yang sangat disukai oleh monyet ekor panjang di Pulau Tinjil meliputi jenis ampelas (Ficus ampelas), butun (B. asiatica), jambu klampok (Syzygium cymosa), ketapang (Terminalia catappa), ki ara (Ficus glomerata), kondang (F. variegata), peuris (Antidesma montanum), songgom (Melanoorhoea wallichii) dan waru (H. tiliaceus).
Tabel 4 Nilai palatabilitas tumbuhan pakan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Nama Lokal Ampelas Bayur Binar Bintaro Butun Huni Jambu klampok Kalapari Kampis Ketapang Ki ara Ki cau Ki ciat Ki huru Ki langir Kondang Lampeni Loa Melinjo Merbau Peuris Renghas Sawo kecik Songgom Waru
Nama Ilmiah Ficus ampelas Pterospermum javanicum Ochrocarpus ovalivolius Cerbera manghas Baringtonia asiatica Antidesma bunius Syzygium cymosa Pongamia pinnata Hernandia peltata Terminalia catappa Ficus glomerata Dolichandrone spathacea Ficus septica Litsea chinensis Dysoxylum amoroides Ficus variegata Ardisia humilis Ficus sp. Gnetum gnemon Intsia bijuga Antidesma montanum Gluta renghas Manilkara kauki Melanoorhoea wallichii Hibiscus tiliaceus
Nilai P 0,14 0,20 0,33 0,50 1,00 1,00 0,40 0,67 0,17 0,33 0,67 0,10 0,50 0,56 0,29 1,00 1,00 1,00 0,55 0,19 0,08 0,20 1,00 0,50 1,00
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Santoso (1993) terdapat beberapa jenis pakan berbeda yang sangat disukai oleh monyet ekor panjang, diantaranya ampelas (Ficus ampelas), jambu klampok (Syzygium cymosa), ketapang (Terminalia catappa), ki ara (Ficus glomerata) dan songgom (Melanoorhoea wallichii). Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan buah masing-masing jenis tersebut. Menurut Santoso (1993) dan Fadilah (2003) sebagian besar bagian tumbuhan yang dimakan oleh monyet ekor panjang di Pulau Tinjil adalah buah. Oleh sebab itu ketersediaan pakan berupa buah tergantung pada musim atau waktu buah dihasilkan. Pada saat pengamatan dilakukan bertepatan dengan sedang berlangsungnya awal musim kemarau, sehingga buah yang dihasilkan masingmasing jenis tumbuhan pakan yang terdapat di Pulau Tinjil sedikit dijumpai. Sebagian besar aktivitas makan monyet dijumpai sedang memakan daun. Walaupun juga dijumpai sedang memakan beberapa jenis buah, yaitu buah butun (Baringtonia asiatica), jambu klampok (S. cymosa), kondang (Ficus variegata), loa (Ficus sp.) dan sawo kecik (Manilkara kauki).
5.1.6 Ketersediaan air Monyet ekor panjang di Pulau Tinjil memanfaatkan air untuk minum dan mandi. Air yang dimanfaatkan oleh monyet tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) air hujan yang tertampung pada celah-celah batang pohon, (2) air sumur yang kemudian ditempatkan di bak minum oleh staf lapang, (3) air yang keluar dari keran air yang terletak di sekitar basecamp dan (4) air yang terkandung dalam buah maupun daun pada vegetasi yang tumbuh dalam wilayah jelajahnya. Dari seluruh sumber tersebut, hanya sumber air pertama yang tidak dijumpai, dikarenakan waktu dilakukannya pengamatan bertepatan dengan waktu musim kemarau yang sedang berlangsung. Namun demikian, hanya celah-celah batang pohon yang tidak terisi dengan air yang dapat dijumpai. Dari keempat sumber air tersebut, dapat dilihat diantaranya pada gambar di bawah ini.
Gambar 7 Bak minum. Selain sumber-sumber air tersebut, sumber air di Pulau Tinjil lainnya adalah air laut, dikarenakan Pulau Tinjil dikelilingi oleh Samudera Hindia. Monyet ekor panjang di Pulau Tinjil tidak ada yang dijumpai sedang melakukan aktivitas berenang di laut, walaupun secara ekologi monyet ekor panjang merupakan monyet yang dapat berenang dengan baik (Medway 1978). Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya karang yang tajam di pinggir pantai dan gelombang laut yang tinggi serta arus laut yang kuat.
5.2 Populasi 5.2.1 Wilayah jelajah Wilayah jelajah monyet ekor panjang yang diperoleh merupakan akumulasi jelajah harian dengan menggabungkan titik-titik koordinat terluar posisi monyet ekor panjang dalam melakukan jelajah hariannya. 5.2.1.1 Jelajah harian Jelajah harian adalah jarak perjalanan harian yang ditempuh oleh monyet ekor panjang pada waktu aktifnya. Jelajah harian monyet ekor panjang setiap harinya menempuh jarak yang berbeda (Tabel 5). Tabel 5 Jelajah harian monyet ekor panjang di Pulau Tinjil Pengamatan hari ke1. 2. 3. 4. 5. Rata-rata
Kelompok Kandang 3 1339 1444 1380 1165 1024 1270,4
Jelajah Harian (m) Kelompok Kandang 5 2513 2071 1743 1751 2256 2066,8
Kelompok Kandang 8 2719 2538 2205 2676 2132 2454,0
Dari tabel di atas diketahui jarak jelajah harian rata-rata tiap kelompok berbeda. Hal ini disebabkan sumberdaya lingkungan yang berbeda-beda (ketersediaan pakan dan air), kemudahan akses untuk memperoleh sumberdaya lingkungan tersebut serta faktor cuaca. Menurut Santoso (1993), satwa liar tidak menyebar merata dan mengeksploitasi ruang secara acak dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua hal, yaitu faktor dari dalam diri satwa (umur, jenis kelamin dan morfologi) dan faktor dari luar yang lebih dikenal dengan faktor ekologi (ketersediaan makanan, kondisi fisik, biotik dan iklim dari habitatnya). Pada ketiga wilayah jelajah kelompok tersebut ketersediaan pakan dan air berbeda jumlah dan penyebarannya. Berdasarkan analisis vegetasi, 68% jenis tumbuhan yang terdapat pada wilayah jelajah kelompok kandang 3 merupakan jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang, yaitu 17 jenis tumbuhan pakan dari 25 jenis tumbuhan yang dijumpai. Kelompok ini juga merupakan kelompok yang paling banyak mendapatkan pakan tambahan (pisang dan jagung) yang diberikan oleh staf lapang Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil. Sumber air pada wilayah jelajah kelompok ini juga cukup tersedia, yaitu selain berasal dari air yang
terkandung dalam daun dan buah pada vegetasi, juga terdapatnya dua unit keran air dan satu unit bak minum yang disediakan oleh staf lapang. Akses untuk mendapatkan pakan dan air tersebut juga sangat mudah, yaitu tidak hanya melalui percabangan antar pohon, tetapi juga dilakukan di permukaan tanah, dikarenakan kelompok ini sudah terhabituasi dengan keberadaan dan aktivitas manusia (staf lapang dan peneliti) di Pulau Tinjil sehingga kelompok ini berani untuk turun ke permukaan tanah. Wilayah jelajah kelompok kandang 5 memiliki 17 jenis tumbuhan pakan dari 26 jenis tumbuhan (65,38%). Kelompok ini hanya melakukan aktivitas makan di pohon, dikarenakan kelompok ini belum terhabituasi dengan keberadaan manusia. Sumber air pada wilayah jelajah kelompok ini hanya terdapat pada air yang terkandung dalam daun dan buah, serta air sumur yang ditempatkan di bak minum oleh staf lapang. Akses untuk mendapatkan pakan dan air tersebut tidak mudah, dikarenakan banyaknya pohon yang tumbang pada wilayah jelajah kelompok ini, sehingga dalam melakukan jelajahan hariannya tidak semudah seperti kelompok kandang 3 dan kelompok kandang 8. Pada wilayah jelajah kelompok kandang 8, terdapat 65,21% diantaranya merupakan jenis tumbuhan pakan, yaitu 15 jenis tumbuhan pakan dari 23 jenis tumbuhan. Sumber air pada wilayah jelajah kelompok ini hanya terdapat pada air yang terkandung dalam daun dan buah, serta air sumur yang ditempatkan di bak minum oleh staf lapang. Akses untuk mendapatkan pakan dan air tersebut juga cukup mudah, yaitu dengan melalui percabangan antar pohon yang jaraknya cukup rapat. Jelajah harian monyet ekor panjang dimulai dari pohon tempat tidur dan berakhir juga pada pohon tempat tidur yang sama. Arah jelajah harian monyet ekor panjang ditentukan dan dipimpin oleh jantan dominan (alpha male). Adapun bentuk jelajah harian masing-masing kelompok monyet ekor panjang dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 11 dan Gambar 13 berikut ini.
Gambar 8 Jelajah harian monyet ekor panjang kelompok kandang 3. Ket: (a) hari pertama; (b) hari kedua; (c) hari ketiga; (d) hari keempat; (e) hari kelima dan (f) akumulasi perjalanan harian.
Gambar 9 Peta wilayah jelajah dugaan kelompok kandang 3.
Gambar 10 Jelajah harian monyet ekor panjang kelompok kandang 5. Ket: (a) hari pertama; (b) hari kedua; (c) hari ketiga; (d) hari keempat; (e) hari kelima dan (f) akumulasi perjalanan harian.
Gambar 11 Peta wilayah jelajah dugaan kelompok kandang 5.
Gambar 12 Jelajah harian monyet ekor panjang kelompok kandang 8. Ket: (a) hari pertama; (b) hari kedua; (c) hari ketiga; (d) hari keempat; (e) hari kelima dan (f) akumulasi perjalanan harian.
Gambar 13 Peta wilayah jelajah dugaan kelompok kandang 8. Wilayah jelajah pada ketiga kelompok monyet ekor panjang yang terdapat di Pulau Tinjil memiliki luas yang berbeda. Luas masing-masing wilayah jelajah kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas wilayah jelajah dugaan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3.
Kelompok monyet ekor panjang Kelompok kandang 3 Kelompok kandang 5 Kelompok kandang 8 Rata-rata
Luas (ha) 3,45 8,00 9,24 6,90
Masing-masing luas wilayah jelajah dugaan berbeda tiap kelompoknya. Jika kelompok kandang 3, kelompok kandang 5 dan kelompok kandang 8 dibandingkan, maka luas wilayah jelajah dugaan kelompok kandang 3 lebih kecil dibandingkan dengan luas wilayah jelajah dugaan kelompok kandang 5 dan kelompok kandang 8. Rata-rata luas wilayah jelajah dugaan ketiga kelompok tersebut adalah 6,90 ha. Nilai rata-rata tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriatna dan Wahyono (2000) menyebutkan daerah jelajah monyet ekor panjang bervariasi dari 10-80 ha di daerah hutan primer dan 125 ha di daerah hutan bakau dan hasil penelitian Prasetyo (1992) yang menyatakan bahwa wilayah jelajah kelompok Si Gendut (M.26) di Pulau Tinjil seluas 13 ha. Perbedaan luas wilayah jelajah dugaan tersebut disebabkan perbedaan jelajah harian masing-masing kelompok. Selain itu, pendugaan wilayah jelajah monyet ekor panjang sangat dipengaruhi oleh lamanya penelitian serta frekuensi pertemuan antara pengamat dengan monyet, sebagaimana pernyataan Singleton dan Schaik (2000) diacu dalam Hadi (2002) yang menyatakan bahwa variasi yang terjadi dalam pendugaan wilayah jelajah bergantung pada lamanya penelitian, serta waktu penelitian yang paling lama menghasilkan pendugaan wilayah jelajah yang paling besar. Napier dan Napier (1985) menyebutkan bahwa ukuran kelompok dan ukuran home range monyet bervariasi sesuai dengan habitatnya. Alikodra (2002) juga menambahkan bahwa wilayah jelajah bervariasi sesuai dengan keadaan sumberdaya lingkungannya, semakin baik kondisi lingkungannya maka semakin sempit ukuran wilayah jelajahnya. Selain itu wilayah jelajah juga dapat ditentukan oleh aktivitas hubungan kelamin, biasanya wilayah jelajah semakin luas pada musim perkembangbiakan.
5.2.1.2 Daerah inti Hasil penghitungan luas daerah inti dugaan dengan menggunakan aplikasi software Arc View 3.3 menunjukkan nilai yang berbeda. Masing-masing kelompok memiliki luas daerah inti seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Luas daerah inti dugaan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3.
Kelompok monyet ekor panjang Kelompok kandang 3 Kelompok kandang 5 Kelompok kandang 8 Rata-rata
Luas (ha) 0,81 2,31 3,50 2,21
Tidak semua wilayah jelajah monyet ekor panjang merupakan daerah inti (core area), ini dapat diketahui dari intensitas penggunaan habitat oleh monyet ekor panjang itu sendiri. Daerah inti merupakan bagian dari wilayah jelajah monyet ekor panjang yang digunakan dengan frekuensi yang lebih atau digunakan secara intensif. Menurut Napier dan Napier (1985), daerah inti adalah daerah dimana aktivitas sosial sering dilakukan. Indikasi untuk membatasi daerah inti adalah dengan mengikuti dan mencatat titik-titik koordinat terluar dari keseluruhan titik-titik koordinat yang merupakan tempat yang digunakan oleh monyet ekor panjang dengan frekuensi yang lebih atau digunakan secara intensif seplama penjelajahannya. Faktor yang menyebabkan perbedaan luas ketiga daerah inti di atas adalah faktor-faktor yang juga menyebabkan perbedaan luas wilayah jelajah ketiga kelompok tersebut. Namun, yang menjadi ciri utama dari daerah inti masingmasing kelompok adalah faktor penggunaan daerah tersebut dengan frekuensi yang tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya yang termasuk dalam wilayah jelajahnya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, yaitu dengan mencatat lamanya waktu yang digunakan oleh masing-masing kelompok monyet pada masing-masing daerah intinya dalam melakukan aktivitas hariannya selama penjelajahan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama lima hari berturut-turut, setiap harinya rata-rata waktu yang digunakan oleh masing-masing kelompok berbeda-beda dalam melakukan aktivitas hariannya di daerah inti, pada kelompok kandang 3 dapat diketahui selama 7 jam 25 menit (29,51%), pada daerah inti kelompok kandang 5 selama 6 jam 33 menit (27,29 %), dan pada daerah inti kelompok kandang 8 selama 6 jam 16 menit (23,89 %).
Adapun bentuk daerah inti masing-masing wilayah jelajah kelompok monyet ekor panjang dapat dilihat pada gambar berikut ini.
(a)
(b)
(c) Gambar 14 Peta daerah inti dugaan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil. Ket: (a) kelompok kandang 3; (b) kelompok kandang 5 dan (c) kelompok kandang 8.
5.2.1.3 Teritori Hasil penghitungan luas teritori dugaan dengan menggunakan aplikasi software Arc View 3.3 menunjukkan nilai yang berbeda. Masing-masing kelompok memiliki luas teritori seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8 Luas teritori dugaan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3.
Kelompok monyet ekor panjang Kelompok kandang 3 Kelompok kandang 5 Kelompok kandang 8 Rata-rata
Luas (ha) 0,13 0,15 0,15 0,14
Teritori merupakan bagian dari wilayah jelajah yang dipertahankan dari pengganggu. Teritori juga merupakan bagian dari wilayah jelajah yang di dalamnya terletak pohon yang selalu digunakan oleh monyet untuk tidur pada waktu tidurnya. Pada masing-masing teritori kelompok yang diamati, tidak dijumpainya aktivitas perkelahian antar kelompok. Dalam menentukkan teritori dan batasnya, tidak hanya dengan melihat adanya perkelahian saja, tetapi juga dapat dilihat dari tanda yang ditinggali oleh kelompok tersebut, seperti feses dan bau urine yang telah kelompok tersebut keluarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Delany (1982) dan Whitten (1982) diacu dalam Alikodra (2002) yang menyatakan bahwa beberapa spesies mempunyai tempat yang khas dan selalu dipertahankan dengan aktif (teritori), misalnya tempat tidur pada primata. Alikodra (2002) juga menambahkan bahwa batas-batas teritori dikenali dengan jelas oleh pemilknya, biasanya ditandai dengan urine, feses dan sekresi lainnya. Adapun bentuk teritori masing-masing wilayah jelajah kelompok monyet ekor panjang dapat dilihat pada Gambar 15.
(a)
(b)
(c) Gambar 15 Peta teritori dugaan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil. Ket: (a) kelompok kandang 3; (b) kelompok kandang 5 dan (c) kelompok kandang 8.
Pada masing-masing teritori tersebut dijumpai jenis-jenis pohon tidur yang berbeda, yaitu jenis ki ara (Ficus glomerata), merbau (Intsia bijuga) dan kondang (Ficus variegata). Jenis-jenis tersebut dipilih monyet ekor panjang dikarenakan memiliki kriteria seperti tajuk lebar dan rindang, percabangan yang banyak dan relatif datar, serta tersedianya buah pada jenis tersebut. Gambar berikut ini merupakan gambar pohon tidur yang dimanfaatkan oleh masing-masing kelompok monyet ekor panjang yang diamati.
(a)
(b)
(c) Gambar 16 Pohon tidur monyet ekor panjang. Ket: (a) ki ara; (b) merbau dan (c) kondang.
5.2.2 Ukuran kelompok monyet ekor panjang Monyet ekor panjang yang terdapat di Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil tersebar menjadi beberapa kelompok. Jumlah kelompok monyet ekor panjang yang ditemukan selama observasi lapang sebanyak 7 kelompok, yaitu kelompok kandang 1, kelompok kandang 2, kelompok kandang 3, kelompok kandang 5, kelompok kandang 8, kelompok kandang 9 dan kelompok kandang 12. Iskandar et al. (2009) menambahkan bahwa kelompok monyet ekor panjang di Pulau Tinjil terdapat sebanyak 29 kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat dijumpai pada setiap jalur transek yang ada. Jalur transek yang terdapat di Pulau Tinjil berjumlah 12 jalur, dengan 9 jalur arah utara ke selatan pulau dan 3 jalur yang arah timur ke barat pulau. Kelompok monyet ekor panjang yang diamati yaitu kelompok kandang 3, kelompok kandang 5 dan kelompok kandang 8. Ukuran masing-masing kelompok monyet ekor panjang yang ditemukan selama pengamatan bervariasi antara 27-37 individu per kelompok dengan komposisi umur mulai dari anak sampai dewasa. Dugaan kelas umur masing-masing individu tiap kelompok monyet ekor panjang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Estimasi ukuran kelompok monyet ekor panjang di Pulau Tinjil No. 1. 2. 3.
Nama Kelompok
Kelompok kandang 3 Kelompok kandang 5 Kelompok kandang 8 Total Ket: ♂ = jantan ♀ = betina
Dewasa ♂ ♀ 5 12 5 9 6 14 16 35
Jumlah Individu Muda ♂ ♀ 4 2 3 4 3 3 10 9
Anak ♂ 13 6 8 27
Total ♀ 1 0 0 1
37 27 34 98
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa tidak ada kelompok monyet ekor panjang yang memiliki komposisi umur yang lengkap (jantan dewasa, betina dewasa, jantan remaja, betina remaja, jantan anak dan betina anak). Rata-rata ukuran kelompok adalah 32,7 individu/kelompok. Nisbah kelamin (sex ratio) monyet ekor panjang dewasa di Pulau Tinjil yaitu 16 jantan dewasa untuk 35 betina dewasa, atau sama dengan 1 jantan dewasa untuk 2,2 betina dewasa. Menurut Wheatley (1980) diacu dalam Soehartono dan Mardiastuti (2003), nisbah kelamin rata-rata monyet ekor panjang adalah 1 jantan dewasa untuk 3,3 betina
dewasa. Informasi lain yang juga dapat diketahui adalah pada usia remaja dan anak, jumlah monyet betina sangat sedikit dan tidak seimbang jika dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup populasi monyet ekor panjang karena nisbah kelaminnya yang tidak sesuai dengan ekologi populasi monyet ekor panjang di habitat alaminya. Kelangsungan populasi tersebut dapat ditanggulangi dengan cara melakukan pemanenan terhadap juvenil atau anakan jantan pada ketiga kelompok tersebut atau dengan melakukan introduksi sejumlah monyet ekor panjang betina dalam berbagai struktur umur pada setiap kelompok kandang.