21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Variasi NDVI Citra AVNIR-2 Citra AVNIR-2 yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal 12 Desember 2008 dan 30 Juni 2009. Pada citra AVNIR-2 yang diakuisisi tanggal 12 Desember 2008 dapat ditemui umur padi 73, 74, 76, 81, 82, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 100, 101, 102, 103, dan 104. Sedangkan pada tanggal akuisisi 30 Juni 2009 diperoleh umur 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 49, 51, 58, 59, 61, 67, 69, 70, 71, 99, 100, dan 108. Perhitungan nilai NDVI pada penelitian ini didasarkan pada nilai radiansi pada berbagai region of interest (ROI) yang mewakili masing-masing umur. Penyebaran nilai NDVI pada citra AVNIR-2 yang digunakan pada penelitian ini cukup beragam. Pada citra tahun 2008, diperoleh kisaran nilai NDVI 0,238-0,549 sedangkan pada citra tahun 2009 diperoleh kisaran -0,209-0,516. Nilai NDVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman (klorofil) rendah, sedangkan nilai NDVI tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut mempunyai kanopi yang lebat/hijau (kanopi/hijau daun tanaman menutupi permukaan tanah). Keberagaman nilai NDVI pada lahan sawah disebabkan tanaman padi sawah memiliki beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, generatif, fase pematangan, dan fase siap panen (Gambar 2). Fase vegetatif berlangsung dari umur 0-90 hari. Pada fase vegetatif awal, kenampakan lahan didominasi tanah terbuka dan genangan air karena tubuh tanaman padi masih kecil. Warna yang terlihat pada citra warna alami (natural color) citra AVNIR-2 pada saat fase vegetatif awal tanam adalah warna coklat yang disebabkan unsur tanah yang lebih dominan (Gambar 3). Fase vegetatif awal memerlukan kelembaban tanah yang tinggi untuk menghidupi tanaman padi. Kondisi ini tercermin pada nilai NDVI yang cenderung kecil dan berkisar pada nilai sekitar 0.
22
a). Fase Bera
b). Fase vegetatif (awal tanam)
c). Fase Vegetatif
d). Fase Generatif
Gambar 2. Fase pertumbuhan tanaman padi lahan sawah PT Sang Hyang Seri tahun 2009
Gambar 3. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Komposit RGB 321. Citra © JAXA
23
Gambar 4 menyajikan hubungan antara nilai NDVI citra pada tahun 2008 dan 2009. Pada umur awal tanaman padi, NDVI menunjukkan nilai negatif. Pada umur-umur tersebut lahan sawah berada pada tahap pengolahan tanah sehingga masih banyak terdapat genangan air. Nilai NDVI semakin bertambah dengan bertambahnya umur padi. Namun, pada umur 28 hari, nilai NDVI mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut pengamatan, hal ini disebabkan adanya serangan hama tikus dan keong emas pada tanaman padi tersebut. Serangan hama menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman padi di wilayah studi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada tanaman padi yang terkena serangan hama adalah dengan melakukan penyulaman. Setelah dilakukan
penyulaman,
nilai
NDVI
perlahan-lahan
meningkat
seiring
bertambahnya umur padi.
Gambar 4. Variasi nilai NDVI pada Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009
Nilai NDVI meningkat secara cepat sampai umur padi mencapai 90 hari yaitu saat tanaman padi mengalami perubahan fase dari vegetatif ke fase generatif. Pada umur padi mencapai sekitar 60 hari, kenampakan dicirikan dengan adanya penambahan jumlah daun dan peningkatan tinggi tanaman. Pada fase ini, vegetasi dicirikan oleh meningkatnya klorofil secara signifikan. Hal ini menyebabkan kenampakannya berwarna hijau tua pada citra warna alami karena besarnya pantulan spektrum warna hijau sehingga terjadi kenaikan nilai NDVI yang cukup
24
signifikan (Gambar 4). Pada umur menjelang 90 hari, tanaman padi mulai tumbuh malai, pengisian bulir dan ditandai oleh menguningnya daun atau terjadi pengurangan klorofil pada daun sehingga nilai NDVI juga menurun (fase generatif). Menurut Le Toan et al. (1997), fase generatif ini juga dicirikan dengan adanya penurunan jumlah daun, kadar uap air, dan komponen daun. Pada tahapan ini, nilai NDVI turun dengan cepat mengingat hilangnya sebagian besar klorofil daun. Pola yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan konsistensi dengan penelitian sebelumnya dengan data deret waktu MODIS pada wilayah yang sama (Panuju et al. 2009). Pada fase pematangan dan fase siap panen, nilai NDVI sangat rendah karena jumlah klorofil yang rendah. Nilai NDVI terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur padi sampai saat tahap pemanenan. Pada Gambar 5 terlihat adanya perbedaan antara boxplot tahun 2008 dan 2009. Secara umum, fase vegetatif merupakan fase yang panjang (sekitar 90 hari pada varietas Ciherang), dengan variasi tutupan lahan yang besar (dari dominansi tanah terbuka ke dominansi vegetatif). Implikasinya adalah cukup lebarnya rentang yang ditunjukkan oleh panjang boxplot. Hal tersebut juga menyebabkan timbulnya banyak pencilan atau outlier pada fase vegetatif pada kedua citra. Kondisi tersebut terlihat berbeda pada fase generatif dan fase pematangan yang memiliki kenampakan lahan sawah yang cenderung seragam dengan selang umur yang lebih pendek sehingga nilai NDVI juga ditunjukkan tidak terlalu beragam (tidak terdapat outlier). Secara teoritik, pola boxplot yang lebih sesuai dengan pola NDVI yang didapat adalah pola boxplot pada tahun 2009. Hal itu disebabkan perbedaan rentang umur pada citra tahun 2008 dan 2009. Pada citra tahun 2008, fase vegetatif dimulai pada umur 73, 74, 76, 81, dan 82, sedangkan pada citra tahun 2009 dimulai pada umur 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 49, 51, 58, 59, 61, 67, 69, 70, dan 71. Ketersediaan data pada citra tahun 2008 menyebabkan nilai NDVI nya juga relatif tinggi karena fase vegetatif sudah memasuki fase vegetatif akhir, sedangkan pada citra tahun 2009, umur vegetatif dimulai pada fase awal vegetatif sehingga nilai NDVI nya pun juga masih rendah. Dengan demikian dapat diduga bahwa pemisahan fase generatif dan pematangan dalam prosedur klasifikasi dengan data NDVI relatif nyata (distinct).
25
Namun demikian, variasi fase vegetatif yang besar dapat mempengaruhi pemisahan kelas pada data NDVI.
a). tahun 2008
b). tahun 2009
Gambar 5. Boxplot Nilai NDVI pada Berbagai Fase Pertumbuhan Padi Pada Gambar 6 disajikan grafik variasi nilai NDVI dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Nilai yang digunakan dalam pembuatan pemodelan tersebut adalah nilai rataan dari sebaran nilai NDVI. Umur padi dikelompokkan menjadi 18 kelas yang kemudian dipilih median dari masingmasing kelas umur. Model polinomial dengan menggunakan variabel nilai rataan memiliki nilai R2 dan galat model (standard error) yang relatif kecil dibandingkan dengan menggunakan variabel nilai median dan nilai maksimum. Tabel berikut menyajikan perbandingan nilai R2 dan galat model pada ketiga parameter yang diuji tersebut.
Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 2008 dan 2009 Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 2008 dan 2009
26
Tabel 1. Perbandingan nilai R2 dan standard error (SE) pada citra AVNIR-2 R2
SE
Median
0.942
3.578
Rataan
0.944
3.745
Nilai Maksimum
0.916
3.974
5.2. Variasi Hamburan Balik Citra ALOS PALSAR ALOS PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu sensor dari ALOS. Citra ALOS PALSAR yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal 25 Maret 2007 dan 30 Maret 2009 dengan polarisasi HH, HV, dan VV. Pada citra tahun 2007, pengamatan dilakukan pada data umur padi menjelang panen (87-114 hari) pada lokasi pengamatan lapang. Sedangkan pada citra tahun 2009, pengamatan dilakukan pada data umur padi 79-116 hari. Data tersebut dikelompokkan ke dalam 4 kelas berdasarkan fase pertumbuhan padi yaitu fase vegetatif (0-90 hari), fase generatif (90-100 hari), fase pematangan (100-110 hari), dan fase siap panen (110-120 hari). Pengelompokan fase ini agak berbeda dengan data AVNIR mengingat pada data AVNIR-2 tidak teridentifikasi adanya lahan dengan fase siap panen. Citra komposit PALSAR disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Citra ALOS PALSAR Komposit RGB VV, HV, dan HH. Citra © JAXA-METI
27
Gambar 8 dan 9 menunjukkan hubungan antara umur padi dengan koefisien hamburan balik pada fase vegetatif sampai fase siap panen. Pada fase pertumbuhan tersebut, nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi linier HH secara konsisten tertinggi dibandingkan dengan kedua polarisasi linier lainnya yaitu HV dan VV.
a). tahun 2007
b). tahun 2009
Gambar 8. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan fase pertumbuhan padi
a). tahun 2007
b). tahun 2009
Gambar 9. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan umur tanaman padi Secara umum dapat dilihat bahwa terdapat pola penurunan nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi HH selama akhir fase vegetatif sampai siap panen. Pada citra akuisisi tahun 2007 terlihat bahwa nilai tertinggi dari koefisien hamburan balik pada polarisasi HH adalah pada umur 86-90, sedangkan pada citra akuisisi tahun 2009, puncaknya berada pada umur padi ke 91-95. Pada saat umur padi tersebut, tanaman padi sedang mengalami peralihan dari fase vegetatif menuju fase generatif. Setelah itu nilai hamburan balik cenderung mengalami penurunan sampai fase panen. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Rosenqvist
28
(1999) yang menggunakan JERS-1 SAR multitemporal untuk mempelajari karakteristik spasial dan temporal lahan padi beririgasi pada L-band polarisasi HH. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada saat padi berumur 45-90 hari koefisien hamburan balik meningkat dan mencapai puncaknya lalu mengalami penurunan saat memasuki fase pematangan yaitu saat umur padi 90-120 hari. Kedua data menunjukkan pola variasi yang kurang konsisten pada polarisasi VV. Hal ini mungkin disebabkan oleh fenomena rotasi Faraday yang tidak dikompensasi pada penelitian ini. Rotasi Faraday terjadi akibat interaksi ionosfer dengan gelombang elektromagnetik SAR pada L- atau P-band. Menurut Sumantri et al (2006), efek Faraday merupakan peristiwa rotasi bidang polarisasi cahaya yang terpolarisasi linier dan merambat melalui medium dalam pengaruh medan magnet. Pada polarisasi HV, terjadi peningkatan nilai hamburan balik sejak fase vegetatif sampai fase pematangan kemudian menurun lagi sampai tahap siap panen. Namun demikian, pola yang jelas belum terlihat pada data HV. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa polarisasi linier HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umurnya dibandingkan dengan polarisasi linier lainnya. Panjang gelombang juga mempengaruhi nilai koefisien hamburan balik. Hal ini bersesuaian dengan penelitian Wang et al. (2009) yang dilakukan di wilayah sub tropika. Penelitian Wang et al. (2009) menunjukkan bahwa L band pada polarisasi HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi dibandingkan dengan polarisasi linear lainnya. Demikian pula kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Rosenqvist (1999). Hal tersebut mengindikasikan bahwa polarisasi HH cukup bermanfaat untuk mempelajari pola pertumbuhan padi lahan sawah. Penelitian Wu et al, (2011) menunjukkan hubungan yang cukup tinggi antara koefisien hamburan balik polarisasi linier HV dengan umur padi pada data RADARSAT-2 (C-band). Masih menurut Wu et al. (2011), untuk mendapatkan data parameter padi, polarisasi HV atau VH lebih sesuai dibandingkan dengan polarisasi HH dan VV. Namun demikian, hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan pada C-band tidak dapat diperoleh pada panjang gelombang yang lebih tinggi (L-band). Hal ini terkait dengan kekuatan penetrasi
29
L-band yang berinteraksi dengan bagian bawah kanopi padi. Pada wavelength yang panjang, seperti L band, sinyal radar dapat menembus kanopi sehingga dapat menyediakan informasi struktural, sedangkan indeks vegetasi pada citra optik cenderung terpenuhi hanya pada tahap puncak pertumbuhan padi. Gambar 10 menyajikan grafik variasi nilai koefisien hamburan balik dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Grafik tersebut dibuat pada polarisasi VV, HV, dan HH. Pada polarisasi VV dan HV menggunakan variabel nilai rataan, sedangkan polarisasi HH menggunakan variabel nilai median. Seperti halnya regresi nilai NDVI pada citra ALOS AVNIR-2, variabel yang digunakan dalam regresi nilai hamburan balik pada ALOS PALSAR juga mempertimbangkan nilai R2 dan galat model (SE). Berikut disajikan tabel nilai R 2 dan SE pada masing-masing polarisasi dan variabel yang digunakan. Tabel 2. Perbandingan nilai R2 dan standard error (SE) pada citra PALSAR Polarisasi VV HV HH
Median R² SE 0.921 30.204 0.668 26.068 0.953 14.665
Rataan R² 0.932 0.781 0.893
SE 3.474 3.371 19.68
Nilai Maksimum R² SE 0.62 36.617 0.8 10.922 0.897 12.576
30
NILAI RATAAN
a). Polarisasi VV NILAI RATAAN
b). Polarisasi HV
NILAI MEDIAN
c). Polarisasi HH Gambar 10. Variasi nilai koefisien hamburan balik pada citra ALOS PALSAR
31
5.3. Teknik Klasifikasi 5.3.1. Keterpisahan Kelas Pada citra ALOS AVNIR-2, kenampakan spektral pada setiap fase pertumbuhan padi cukup mudah diidentifikasi. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai TD yang cukup tinggi (Tabel 3). Pada citra tahun 2009, nilai TD berkisar antara 1,9 sampai 2. Nilai TD yang terendah adalah antara fase vegetatif dan pematangan. Secara visual, fase vegetatif dan fase pematangan cukup mudah untuk dibedakan. Nilai TD rendah pada fase vegetatif dan pematangan kemungkinan disebabkan adanya haze atau kabut tipis pada citra ALOS AVNIR-2 tahun 2009. Secara keseluruhan, data AVNIR tahun 2009 menunjukkan keterpisahan yang baik antar kelas. Namun demikian, kisaran nilai TD 1,9 masih bisa dikatakan baik.
Tabel 3. Nilai Transformed Divergence pada citra AVNIR-2 tahun 2009 Fase Padi
Vegetatif
Generatif
Pematangan
Vegetatif
-
2.0
1.9
Generatif
2.0
-
2.0
Pematangan
1.9
2.0
-
Perhitungan nilai Transform Divergence juga dilakukan pada citra ALOS PALSAR. Tabel 4 menyajikan nilai TD pada tahun citra 2009.
Tabel 4. Nilai Transformed Divergence pada citra PALSAR tahun 2009 Fase Padi
Vegetatif
Generatif
Pematangan
Siap Panen
Vegetatif
-
2.0
2.0
2.0
Generatif
2.0
-
2.0
2.0
Pematangan
2.0
2.0
-
1.9
Siap Panen
2.0
2.0
1.9
-
Tidak jauh berbeda dengan citra AVNIR tahun 2009, citra ALOS PALSAR tahun 2009 juga memiliki nilai TD yang tinggi yaitu di atas 1,9. Nilai TD terendah berada di antara fase siap panen dan pematangan. Kedua fase
32
tersebut cukup sulit dibedakan baik secara spektral maupun melalui kenampakan langsung di lapang. Pada fase pematangan dan siap panen, kenampakan tanaman padi sudah sama-sama menguning dan sudah terdapat bulir-bulir padi. Hal ini menyebabkan nilai TD paling rendah dibandingkan dengan fase-fase lainnya.
5.3.2. Akurasi Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi pohon keputusan untuk memetakan berbagai fase pertumbuhan padi. Gambar 11 menunjukkan pohon keputusan yang terbentuk cukup sederhana yang dapat dibangun dari data AVNIR-2. Pada pohon keputusan CRUISE maupun QUEST, band 1 memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembangunan pohon keputusan. Band 1 memberikan banyak informasi tentang permukaan air, khususnya dalam pembedaan fase vegetatif dan pematangan. Pada fase generatif dengan menggunakan algoritma CRUISE, band yang paling berperan adalah band 3. Bentuk pohon yang sederhana dan tidak terlalu banyak cabang mengindikasikan bahwa data pembangun citra AVNIR-2 ini juga sederhana. Hasil akurasi dari kedua algoritma ini cukup tinggi yaitu 94,74% untuk algoritma CRUISE dan 90,91% untuk algoritma QUEST. Hasil klasifikasi tematik dari algoritma QUEST dan CRUISE disajikan pada Gambar 12.
33
B 1 le 6 0
B 1 le 6 1
B 3 le 2 9
B 1 le 6 2
B 3 le 2 9
B 1 le 6 5
B 1 le 7 0
B 2 le 4 7
P e m a ta n g a n 2
V e g e t a t if 3
B 3 le 3 1
V e g e t a t if 2
B 2 le 4 8
G e n e r a t if 3
B 3 le 3 0
G e n e r a t if 5
B 4 le 5 6
V e g e t a t if 4
G e n e r a t if 4
V e g e t a t if 5
YES NO
P e m a ta n g a n 1
V e g e t a t if 1
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
a). Algoritma CRUISE
B 1 le 6 5
B 1 le 7 1
P e m a ta n g a n 1
B 3 le 2 9
B 4 le 5 4
P e m a ta n g a n 2
V e g e t a t if 1
B 1 le 6 2
P e m a ta n g a n 3
B 4 le 5 8
V e g e t a t if 2
B 2 le 4 9
B 4 le 6 5
B 3 le 3 1
YES NO
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
G e n e r a t if 3
B 4 le 6 9
G e n e r a t if 4
b). Algoritma QUEST Gambar 11. Pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-2
G e n e r a t if 5
G e n e r a t if 6
G e n e r a t if 6
34
a). CRUISE b). QUEST Gambar 12. Hasil klasifikasi pada citra ALOS AVNIR Tabel 5 menjelaskan tentang beberapa kriteria yang ada dalam pohon keputusan pada fase pertumbuhan padi. Masing-masing fase pertumbuhan padi memiliki beberapa kriteria. Fase vegetatif memiliki 5 kriteria pada algoritma CRUISE dan 2 kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 6 kriteria pada CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, dan fase pematangan memiliki 2 kriteria pada CRUISE dan 3 kriteria pada QUEST. Pada algoritma CRUISE, penentuan kriteria dominan dilakukan oleh band 1. Band 1 memiliki panjang gelombang 0,42-0,50 mikrometer. Pada fase vegetatif, kriteria pertama adalah suatu piksel memiliki nilai pada band 1 di antara 65 dan 70. Jika nilai band 1 pada piksel tersebut berada di antara 61 dan 62 maka band 2 harus lebih kecil atau sama dengan 47 (termasuk kriteria kedua). Jika piksel tersebut memiliki nilai di antara 60 dan 61 pada band 1 maka nilai pada band 3 harus lebih kecil atau sama dengan 29 (termasuk kriteria ketiga). Jika nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 60 maka nilai pada band 3 harus di antara nilai 29 dan 30. Namun demikian jika nilai band 3 lebih kecil atau sama dengan 29 maka nilai band 4 harus lebih besar dari 56. Pada fase generatif, kriteria pertama dalam klasifikasi adalah nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 62 dan nilai pada band 2 lebih dari 48. Kriteria pertama pada fase pematangan adalah nilai pada band 1 kurang dari 70. Pada algoritma QUEST, band 1 masih menjadi kriteria yang dominan dalam proses klasifikasi. Klasifikasi pertama pada fase vegetatif adalah nilai pada band 1 berada di antara 65 dan 71 dan nilai pada band 4 harus kurang dari atau
35
sama dengan 54, sedangkan pada fase generatif nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 62 dan nilai pada band 4 harus lebih dari 65. Pada fase pematangan, kriteria pertama hanya ditentukan oleh band 1 saja yaitu dengan nilai lebih besar dari 71.
Tabel 5. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-2 Vegetatif
Generatif
Pematangan
Kriteria Algoritma CRUISE K-1
65
B1≤62 dan B2>48
B1>70
K-2
61
B1≤62 dan 47
62
K-3
60
B1≤61 dan B3>31
-
K-4
B1≤60 dan 29
B1≤61 dan 29
-
K-5
B1≤60 dan B3≤29 dan B4>56
B1≤60 dan B3>30
-
K-6
-
B1≤60 dan B3≤29 dan B4≤56
-
Algoritma QUEST 65
B1≤62 dan B4>65
B1>71
K-2
B1≤65 dan B3≤29 dan B4>58
B1≤62 dan B4≤65
65
54
K-3
-
K-4
-
K-5
-
K-1
B1≤62 dan B2≤49 dan B3>31 B1≤62 dan B2≤49 dan B3≤31 dan B4>69 B1≤62 dan B2≤49 dan B3≤31 dan B4≤69
62
-
-
36
Pada pohon keputusan algoritma CRUISE dan QUEST pada citra ALOS PALSAR (Gambar 14), terlihat bahwa polarisasi yang berperan dalam proses klasifikasi adalah VV (band 1) dan HH (band 3). Pada fase pertumbuhan vegetatif, polarisasi yang paling berperan adalah polarisasi VV, sedangkan pada fase generatif, pematangan, dan siap panen, polarisasi yang paling berperan adalah HH. Dari kedua algoritma tersebut, pohon keputusan yang diturunkan sangat kompleks. Hal ini disebabkan oleh data pembangun yang cukup kompleks. Tingginya keragaman data pembangun tersebut berdampak pada tingkat kecepatan pemrosesan. Hasil akurasi dari kedua algoritma tersebut juga rendah yaitu 40% dengan menggunakan algoritma QUEST dan 56,36% dengan algoritma CRUISE. Implementasi dari hasil klasifikasi dapat dilihat pada gambar berikut.
a). CRUISE b). QUEST Gambar 13. Hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR.
37
B 1 le - 1 7
B 1 le - 1 3
B 3 le - 9
B 1 le - 1 1
B 1 le - 1 1
B 1 le - 1 0
B 1 le - 1 0
G e n e r a t if 2
B 3 le - 8
S ia p p a n e n 2
S ia p p a n e n 1
B 3 le - 6
S ia p p a n e n 3
B 3 le - 8
B 3 le - 9
G e n e r a t if 5
B 3 le - 6
B 3 le - 7
S ia p panen 7
S ia p panen 9
B 3 le - 5
V e g e t a t if 1
B 2 le - 2 0
S ia p panen 8
B 3 le - 8
V e g e t a t if 3
V e g e t a t if 6
V e g e t a t if 5
V e g e t a t if 4
S ia p panen 10
B 1 le - 1 2
P e m a ta n g a n 6
V e g e t a t if 2
S ia p panen 6
G e n e r a t if 7
B 3 le - 5
P e m a ta n g a n 3
B 2 le - 2 1
B 3 le - 5
P e m a ta n g a n 5
S ia p panen 5
B 3 le - 8
B 3 le - 9
B 1 le - 8
B 3 le - 8
B 3 le - 8
B 3 le - 9
B 3 le - 1 1
YES
P e m a ta n g a n 4
NO G e n e r a t if 3
B 3 le - 6
P e m a ta n g a n 1
P e m a ta n g a n 2
G e n e r a t if 4
G e n e r a t if 6
S ia p panen 4
G e n e r a t if 1
a). Algoritma CRUISE
B 1 le - 1 4
B 3 le - 5
B 3 le - 9
B 1 le - 1 2
V e g e t a t if 1
B 1 le - 8
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
B 1 le - 1 3
P e m a ta n g a n 2
B 3 le - 2
P e m a ta n g a n 1
V e g e t a t if 2
S ia p p a n e n 6
B 1 le - 1 3
V e g e t a t if 3
P e m a ta n g a n 3
S ia p p a n e n 5
B 3 le - 8
G e n e r a t if 7
B 2 le - 2 0
S ia p p a n e n 3
B 2 le - 2 0
B 1 le - 1 0
V e g e t a t if 5
B 1 le - 1 1
B 2 le - 2 2
S ia p p a n e n 1
B 2 le - 2 3
B 3 le - 8
B 2 le - 1 9
G e n e r a t if 3
V e g e t a t if 4
B 3 le - 7
S ia p p a n e n 4
B 2 le - 2 0
P e m a ta n g a n 4
B 1 le - 1 1
G e n e r a t if 4
YES
B 2 le - 2 1
P e m a ta n g a n 5
G e n e r a t if 5
S ia p p a n e n 2
NO B 1 le - 1 1
G e n e r a t if 6
b). Algoritma QUEST Gambar 14. Pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR
38
Berdasarkan implementasi dari algoritma QUEST dan CRUISE dapat terlihat bahwa kedua gambar tersebut memiliki perbedaan di beberapa bagian. Hal itu disebabkan oleh sensitivitas algoritma pohon keputusan yang berbeda. Rendahnya nilai akurasi pada klasifikasi citra PALSAR tersebut dapat disebabkan oleh rentang waktu pembagian fase yang kurang seimbang. Fase vegetatif memiliki rentang yang sangat panjang dan lebih beragam dibandingkan fase lainnya. Fase generatif, pematangan, dan siap panen memiliki rentang yang pendek dan berdekatan sehingga cenderung lebih sulit untuk dibedakan. Selain itu, pada data lapang tahun 2009, lahan padi sedang mengalami serangan hama yang cukup parah sehingga banyak dilakukan penyulaman pada lahan sawah. Penyulaman menyebabkan keragaman umur dan vigor tanaman padi menjadi cukup tinggi. Hal ini juga memberi kontribusi pada rendahnya tingkat akurasi tersebut. Tabel 6 menunjukkan kriteria pohon keputusan untuk masing-masing fase pertumbuhan padi pada citra ALOS PALSAR. Fase vegetatif memiliki 6 kriteria pada algoritma CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 7 kriteria pada kedua algoritma, fase pematangan memiliki 6 pada CRUISE dan 5 pada QUEST, dan fase siap panen memiliki 10 kriteria pada CRUISE dan 6 kriteria pada QUEST. Pada citra PALSAR, berturut-turut B1, B2, dan B3 menunjukkan polarisasi VV, HV, dan HH. Pada fase vegetatif menggunakan algoritma CRUISE, kriteria pertama adalah polarisasi VV dan HH. Pada kriteria pertama ini, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara -13 dan -11 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH harus lebih dari -5. Apabila nilai hamburan balik pada VV berada di antara -13 dan -12 maka nilai hamburan balik pada HH harus di antara -8 dan -5 (kriteria kedua). Apabila nilai hamburan balik pada VV di antara -17 dan -13 maka nilai hamburan balik HH harus lebih besar dari -8 (kriteria ketiga). Untuk kriteria keempat, nilai hamburan balik pada VV berada di antara -17 dan -13 dan nilai hamburan balik pada HH harus kurang dari atau sama dengan -11. Selanjutnya jika nilai hamburan balik pada VV kurang dari atau sama dengan -17 maka nilai hamburan balik pada HH bisa lebih dari atau kurang dari sama dengan -9. Pada fase generatif, pematangan, dan siap panen polarisasi HH merupakan kriteria pertama. Pada fase generatif, kriteria nilai
39
hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -6. Pada fase pematangan, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH adalah lebih dari -6, sedangkan pada fase siap panen, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -8. Pada algoritma QUEST, kriteria pertama pada fase vegetatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV kurang dari atau sama dengan -12. Pada fase generatif, kriteria pertama pada fase generatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV lebih dari -8. Pada fase pematangan, ada 2 kriteria yaitu polarisasi VV dan polarisasi HH, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara 12 dan -8 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -2. Pada fase siap panen, polarisasi HH dan polarisasi HV menjadi kriteria yang pertama dimana nilai hamburan balik pada polarisasi HH berada di antara -8 dan -7 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HV harus lebih dari -19.
Tabel 6. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR Fase Pertumbuhan Padi Kriteria Vegetatif
Generatif
Pematangan
Siap Panen
B3>-6
B3≤-8 B1≤-8 dan B3≤-9
B3≤-6 dan B2≤-21 -11
CRUISE -13-5 -13-8 -17
B1= -10 dan B3≤-5 B1= -10 dan -9
B1≤-10 dan B3>-5 B1≤-10 dan B3>-5 -11-8
K-6
B1≤-17 dan B3>-9
-8
-12≤B1≤-11 dan -8
K-7
-
-11
-
K-8
-
-
-
K-9
-
-
-
B3≤-8
K-10
-
-
-
-17
K-1 K-2 K-3 K-4 K-5
B3≤-6 B1>-8 -8
B3≤-9
B1= -11 dan B3≤-8 dan B2>-20 B1= -11 dan B3≤-8 dan B2≤-20
40
QUEST K-1
B1≤-12
B1>-8
-12
-8-19
K-2
-7
-12-2
-7-13
-8-11
K-3
-8
-8-10
-8
B3≤-8 dan B2>-20
K-4
B1≤-14 dan B3>-9
-8-11
-8
B3≤-8 dan B2≤-20
K-5
B1≤-14 dan B3≤-9 dan B2≤-23
-8
-8
B3≤-8 dan B1≤-11
K-6
-
-8
-
B1≤-14 dan B3≤-9 dan B2>-23
K-7
-
B3≤-7 dan B1>-11
-
-
Pada Gambar 15 terlihat bahwa luas area terbesar pada lokasi penelitian lahan sawah adalah pada blok sawah fase generatif pada citra AVNIR tahun 2008 dan fase vegetatif pada citra tahun 2009. Tabel berikut menyajikan data luasan area lahan sawah PT Sang Hyang Seri yang diidentifikasi melalui analisis pohon keputusan dengan nilai akurasi terbaik.
41
a). 2007 b). 2009 Gambar 15. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009 Tabel 7. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra AVNIR tahun 2008 dan 2009 Luas Area (ha) Fase Pertumbuhan 2008 2009 Vegetatif 146,06 1.119,10 Generatif 352,59 111,77 Pematangan 66,94 14,61 Pada Gambar 16 terlihat bahwa luas area terbesar pada blok sawah adalah fase vegetatif pada citra PALSAR tahun 2007 dan fase vegetatif pada citra tahun 2009. Hasil analisis pohon keputusan terbaik selanjutnya dihitung luasannya dan disajikan pada Tabel 8.
42
a). 2007 b). 2009 Gambar 16. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS PALSAR tahun 2007 dan 2009 Tabel 8. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra PALSAR tahun 2007 dan 2009 Luas Area (ha) Fase Pertumbuhan 2007 2009 Vegetatif 486,98 552,29 Generatif 255,91 427,73 Pematangan 240,67 303,37 Siap panen 38,27 119,27