Bab V Hasil dan Pembahasan V.1 Konsentrasi Hasil Pengukuran Pengambilan data partikulat pada periode penelitian kali ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 hingga 31 Juli 2007. Data yang diperoleh dari hasil sampling kemudian diintegrasikan dengan data yang telah diperoleh pada periode penelitian tahun-tahun sebelumnya, yang dimulai dari tahun 2001. Pengintegrasian data ini dilakukan karena model PMF membutuhkan data yang banyak (minimal 30 sampel) agar hasil yang diperoleh lebih representatif. Pengambilan sampel dibagi berdasarkan perbedaan musim, yaitu hujan dan kemarau. Total jumlah sampel yang berhasil dikumpulkan pada periode penelitian tersebut diatas adalah sebanyak 376 sampel yang terdiri dari : 1. 266 sampel musim kemarau (133 sampel fine particles dan 133 sampel coarse particle) 2. 110 sampel musim hujan (55 sampel fine particles dan 55 sampel coarse particles) Rata-rata hasil pengukuran untuk PM2.5 diperoleh sebesar 48 µg/m3 untuk musim kemarau dan 39 µg/m3 untuk musim hujan, sementara untuk PM10 diperoleh konsentrasi massa rata-rata sebesar 70 µg/m3 pada musim kemarau dan 58 µg/m3 pada musim hujan dengan interval konsentrasi massa seperti terlihat pada tabel V.1 dibawah ini. Konsentrasi massa hasil pengukuran di Tegalega pada kedua musim diatas masih memenuhi baku mutu udara ambien nasional berdasarkan PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 65 µg/m3 untuk PM2.5 dan 150 µg/m3 untuk PM10.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-1
Tabel V.1 Tabel Rata-rata Massa dan Interval Massa di Tegalega Musim
Fraksi
Rata-rata Massa (µg/m3)
Interval (µg/m3)
Musim Kemarau (Jumlah Sampel 86 pasang)
PM2.5
48
(29 - 79)
PM10
70
(45 - 112)
Musim Hujan (Jumlah Sampel 48 pasang)
PM2.5
39
(19 - 63)
PM10
58
(28 - 81)
V.1.1 Musim Hujan Berdasarkan tabel V.1 diatas, dapat dihitung bahwa PM2.5 berkontribusi terhadap PM10 sebesar 71%. Hal ini menunjukkan bahwa di Tegalega pada musim hujan, sumber emisi partikulat didominasi oleh partikel-partikel dengan fraksi halus (fine). Grafik pada gambar V.1 menunjukkan bahwa Black Carbon (BC) memiliki porsi terbesar di fine particles yaitu sebesar 25%. Komponen aerosol sekunder (NH4,NO3,SO4)
bila digabungkan
memiliki porsi sebesar 14%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi 11% sementara komponen yang berasal dari sumber anthropogenik memiliki porsi sebesar 3%.
Konsentrasi (µ g/m 3)
Komposisi Partikulat di Tegalega Musim Hujan 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
lain-lain Antropogenik Crustal kation anion Aerosol sekunder BC
Fraksi Halus
Fraksi Kasar
Gambar V.1 Komposisi Partikulat di Tegalega pada Musim Hujan
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-2
Konsentrasi total komponen-komponen pada grafik tersebut hanya sebesar 21 µg/m3, berbeda dengan konsentrasi massa rata-rata seperti yang terlihat pada tabel V.1 yaitu sebesar 39 µg/m3. Hal ini disebabkan oleh tidak dianalisisnya data Organic Carbon pada penelitian ini karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia. Pada coarse particles komponen yang memiliki porsi terbesar adalah komponen kation-anion sebesar 38%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi sebesar 22% sementara komponen anthropogenik memiliki porsi 4%. Berikut ini adalah data rata-rata hasil pengukuran untuk logam dan ion pada musim hujan. Tabel V.2 Hasil Pengukuran Rata-rata Logam untuk Musim Hujan Fine Logam
Rerata ± Stdev
Coarse Interval
Rerata ± Stdev
Interval
Na
0.911 ± 0.738
0.221 - 3.051
0.885 ± 1.326
0.186 - 7.866
Mg
0.701 ± 1.579
0.000 - 7.933
0.585 ± 1.301
0.000 - 7.272
Al
0.505 ± 0.705
0.000 - 3.43
0.433 ± 0.373
0.000 - 1.437
Si
0.425 ± 0.45
0.000 - 2.027
0.503 ± 0.41
0.000 - 1.844
K
0.234 ± 0.256
0.000 - 1.178
0.242 ± 0.411
0.000 - 1.939
Ca
0.65 ± 0.665
0.000 - 4.011
0.793 ± 0.904
0.005 - 4.634
Ti
0.055 ± 0.151
0.000 - 0.736
0.035 ± 0.027
0.002 - 0.134
V
0.004 ± 0.012
0.000 - 0.055
0.003 ± 0.007
0.000 - 0.028
Cr
0.019 ± 0.012
0.000 - 0.063
0.022 ± 0.017
0.003 - 0.101
Mn
0.038 ± 0.074
0.001 - 0.385
0.022 ± 0.024
0.001 - 0.135
Fe
0.662 ± 0.805
0.000 - 3.582
0.709 ± 0.792
0.000 - 3.5
Co
0.001 ± 0.001
0.000 - 0.007
0.002 ± 0.002
0.000 - 0.007
Ni
0.106 ± 0.251
0.000 - 1.08
0.043 ± 0.106
0.000 - 0.752
Cu
0.115 ± 0.602
0.000 - 4.455
0.063 ± 0.246
0.000 - 1.42
Zn
0.624 ± 1.117
0.000 - 5.155
0.526 ± 0.923
0.000 - 5.914
As
0.002 ± 0.002
0.000 - 0.011
0.001 ± 0.001
0.000 - 0.005
Cd
0.075 ± 0.329
0.000 - 2.196
0.05 ± 0.209
0.000 - 1.436
Sb
0.004 ± 0.005
0.000 - 0.028
0.003 ± 0.006
0.000 - 0.033
Pb
0.204 ± 0.619
0.002 - 3.308
0.07 ± 0.191
0.000 - 0.975
Li
0.002 ± 0.004
0.000 - 0.024
0.002 ± 0.003
0.000 - 0.012
Mo
0.002 ± 0.003
0.000 - 0.018
0.002 ± 0.004
0.000 - 0.022
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-3
Tabel V.3 Hasil Pengukuran Rata-rata Ion Untuk Musim Hujan Fine Ion
Rerata ± Stdev
Coarse Interval
Rerata ± Stdev
Interval
Cl-
1.351 ± 1.830
0.037 - 10.160
0.626 ± 0.832
0.077 - 3.786
NO3-
1.61 ± 1.822
0.000 - 6.763
2.033 ± 3.027
0.000 - 13.079
SO4=
2.869 ± 2.886
0.189 - 10.288
1.645 ± 1.763
0.000 - 5.82
Na+
1.105 ± 1.467
0.015 - 5.491
1.004 ± 1.268
0.005 - 6.196
NH4+
1.015 ± 1.297
0.000 - 4.595
0.805 ± 0.908
0.000 - 3.588
K
0.358 ± 0.484
0.1 - 2.884
0.516 ± 0.719
0.02 - 3.713
Mg2+
0.103 ± 0.176
0.000 - 0.994
0.128 ± 0.208
0.011 - 0.898
Ca2+
0.417 ± 0.241
0.14 - 1.518
0.429 ± 0.392
0.093 - 1.78
V.1.2 Musim Kemarau Seperti halnya pada musim hujan, fraksi PM2.5 berkontribusi sebesar 71% terhadap PM10. Hal ini menunjukkan bahwa di Tegalega pada musim kemarau, sumber emisi partikulat didominasi oleh partikel-partikel dengan fraksi halus (fine). Untuk komposisi partikel halus pada musim kemarau, Black Carbon kembali memiliki porsi terbesar yaitu 35%. Komponen aerosol sekunder memiliki porsi 19% sementara komponen tanah (crustal) memiliki porsi 6% dan komponen anthropogenik memiliki porsi 1%.
Komposisi Partikulat di Tegalega Musim Kemarau
Konsentrasi (µ g/m 3)
60 50
lain-lain
40
Antropogenik Crustal
30
kation anion
20
Aerosol sekunder
10
BC
0 Fraksi Halus
Fraksi Kasar
Gambar V.2 Komposisi Partikulat di Tegalega pada Musim Kemarau Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-4
Pada coarse particles komponen yang memiliki porsi terbesar adalah komponen kation-anion sebesar 34%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi 22% sementara komponen anthropogenik memiliki porsi 2%. Berikut ini adalah data hasil pengukuran untuk ion dan logam pada musim kemarau.
Tabel V.4 Hasil Pengukuran Rata-rata Logam Untuk Musim Kemarau Fine Logam
Rerata ± Stdev
Coarse Interval
Rerata ± Stdev
Interval
Na
0.376 ± 0.523
0.016 - 3.385
1.876 ± 2.99
0.031 - 11.022
Mg
0.278 ± 0.597
0.000 - 4.189
0.578 ± 1.203
0.002 - 7.315
Al
0.336 ± 0.496
0.002 - 3.762
0.432 ± 0.402
0.000 - 1.823
Si
0.461 ± 0.716
0.000 - 3.876
0.505 ± 0.671
0.000 - 3.492
K
0.314 ± 0.588
0.000 - 3.627
0.19 ± 0.321
0.002 - 2.502
Ca
0.652 ± 0.859
0.000 - 4.999
0.771 ± 1.185
0.000 - 9.602
Ti
0.042 ± 0.079
0.000 - 0.524
0.025 ± 0.026
0.000 - 0.132
V
0.000 ± 0.000
0.000 - 0.002
0.000 ± 0.000
0.000 - 0.001
Cr
0.059 ± 0.123
0.000 - 1.09
0.034 ± 0.031
0.001 - 0.205
Mn
0.028 ± 0.043
0.000 - 0.252
0.159 ± 0.614
0.000 - 6.667
Fe
0.26 ± 0.431
0.000 - 3.304
0.361 ± 0.543
0.000 - 2.99
Co
0.002 ± 0.007
0.000 - 0.038
0.009 ± 0.021
0.000 - 0.081
Ni
0.019 ± 0.029
0.000 - 0.136
0.014 ± 0.013
0.000 - 0.064
Cu
0.023 ± 0.036
0.000 - 0.267
0.017 ± 0.035
0.000 - 0.265
Zn
0.273 ± 0.593
0.000 - 3.796
0.254 ± 0.502
0.002 - 3.864
As
0.008 ± 0.041
0.000 - 0.343
0.008 ± 0.037
0.000 - 0.262
Cd
0.013 ± 0.039
0.000 - 0.29
0.008 ± 0.021
0.000 - 0.12
Sb
0.074 ± 0.205
0.000 - 1.452
0.018 ± 0.06
0.000 - 0.348
Pb
0.176 ± 0.35
0.000 - 2.099
0.051 ± 0.112
0.000 - 0.86
Li
0.000 ± 0.000
0.000 - 0.002
0.000 ± 0.000
0.000 - 0.001
Mo
0.006 ± 0.031
0.000 - 0.281
0.019 ± 0.059
0.000 - 0.487
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-5
Tabel V.5 Hasil Pengukuran Rata-rata Ion Untuk Musim Kemarau Fine Ion
Rerata ± Stdev
Coarse Interval
Rerata ± Stdev
Interval
Cl-
0.928 ± 0.692
0.000 - 3.277
0.738 ± 0.85
0.015 - 7.737
NO3-
2.65 ± 2.749
0.000 - 12.152
1.97 ± 2.473
0.000 - 15.635
SO4=
4.72 ± 4.438
0.000 - 19.389
2.343 ± 2.826
0.015 - 17.98
Na+
0.801 ± 0.718
0.000 - 4.65
0.769 ± 0.771
0.000 - 5.365
NH4+
1.475 ± 1.775
0.000 - 7.003
0.583 ± 0.8
0.000 - 3.167
0.3 ± 0.339
0.000 - 1.701
0.285 ± 0.289
0.000 - 1.266
Mg2+
0.143 ± 0.181
0.000 - 0.841
0.124 ± 0.161
0.001 - 0.826
Ca2+
0.627 ± 0.766
0.000 - 4.748
0.607 ± 0.83
0.001 - 5.508
K
V.2 Variasi Temporal dan Korelasi PM2.5 dengan PM10 Variasi temporal dari musim kemarau ke musim hujan terlihat pada gambar V.3 dibawah ini. Rata-rata konsentrasi partikel halus pada musim kemarau lebih tinggi 1.29 kali rata-rata konsentrasi pada musim hujan. Sementara itu, untuk partikel kasar, rata-rata konsentrasinya pada musim kemarau 1.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan.
Konsentrasi Partikel Halus dan Kasar di Tegalega 120
80
3
C (µ g/m )
100
60 40 20
TG 1 TG 3 TG 5 TG 46 TG 48 TG 50 TG 53 TG 55 TG 57 TG 59 TG 61 TG 63 TG 65 TG 67 TG 69 TG 71 TG 73 TG 75 TG 77 TG 79 TG 81 TG 83 TG 85 TG 89 TG 91 TG 93 TG 96 TG 98 TG 100 TG 102 TG 104 TG 9 TG 11 TG 13 TG 15 TG 17 TG 20 TG 22 TG 24 TG 26 TG 28 TG 30 TG 32 TG 34 TG 36 TG 38 TG 40 TG 42 TG 44 TG 106 TG 108 TG 110 TG 112
0
Musim Kemarau
Partikel Halus
Musim Hujan
Partikel Kasar
Sampel
Gambar V.3 Variasi Temporal Konsentrasi Partikel Halus dan Kasar
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-6
Untuk mengetahui apakah hasil pengukuran PM2.5 dan PM10 yang diperoleh konsisten, maka dibuat korelasi antar keduanya selama periode sampling, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Korelasi tersebut ditunjukkan oleh gambar V.4 dibawah ini. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh berkisar antara 0.8294 – 0.8297. Nilai ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen di Jakarta dimana korelasi PM2.5 - PM10 sebesar 0.69 – 0.94.
Korelasi PM2.5 dengan PM10 Pada Musim Kemarau 120.00 100.00
PM10
80.00 60.00 40.00
R2 = 0.8294
20.00 0.00 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
PM 2.5
Gambar V.4 Korelasi PM2.5 Dengan PM10 Pada Musim Kemarau
Korelasi PM2.5 dengan PM10 Pada Musim Hujan 90.00 80.00 70.00
PM10
60.00 50.00 40.00 R2 = 0.8297
30.00 20.00 10.00 0.00 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
PM 2.5
Gambar V.5 Korelasi PM2.5 Dengan PM10 Pada Musim Hujan
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-7
V.3 Identifikasi Sumber Emisi di Tegalega Model Positive Matrix Factorization membutuhkan input berupa data konsentrasi spesi-spesi hasil pengukuran beserta nilai uncertainty-nya. Perhitungan nilai uncertainty yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas persamaan uncertainty yang telah diperoleh pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, tidak seluruh spesi logam dan ion yang terukur dimasukkan sebagai input data karena terdapat sejumlah spesi yang memiliki lebih dari 50% data nilai konsentrasi yang sangat rendah atau dibawah batas deteksi alat. Bila data tersebut dimasukkan kedalam model akan menyebabkan munculnya pesan error dan data tidak dapat diolah. Output yang dihasilkan oleh model PMF ini terdiri dari profil sumber yang masih harus diinterpretasikan dahulu asal sumbernya, kontribusi tiap-tiap sumber yang teridentifikasi, serta grafik perbandingan antara massa terukur dengan massa hasil kalkulasi model PMF yang digunakan untuk mem-validasi model PMF. Berikut ini adalah analisis hasil PMF yang diperoleh berdasarkan musim, output model, dan fraksi partikel yang dianalisis.
V.3.1 Musim Hujan •
Profil Sumber Model PMF yang diaplikasikan terhadap data konsentrasi pada musim hujan menghasilkan 9 faktor sumber emisi untuk fraksi halus dan 6 faktor sumber emisi untuk fraksi kasar. Sembilan faktor yang terbentuk untuk fraksi halus dan enam faktor untuk fraksi kasar pada musim hujan terlihat pada gambar V.5 dan V.6 berikut ini.
Fraksi Halus Debu kapur teridentifikasi sebagai faktor pertama untuk fraksi halus. Unsurunsur yang menjadi penanda sumber emisi ini adalah Ca dan unsur-unsur crustal lain seperti Si, K, dan Fe. Debu kapur dapat menjadi salah satu sumber emisi partikulat di kota Bandung terutama pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh arah angin dominan pada musim ini yang berasal dari barat, Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-8
dimana pada arah tersebut terdapat kawasan industri dan pertambangan kapur di daerah Citatah, Padalarang.
Debu Kapur
1.0 0.1 0.0
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Mn
Fe
Ni
Cu
Ti Ti Ti
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Kendaraan dengan BBM Bensin
1.0 0.1 0.0
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Pembakaran Biomass
1.0 0.1 0.0
Pb
Zn
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Debu Vulkanik
1.0 0.1 0.0
Ni
Cu
Zn
Pb
Ni
Cu
Zn
Pb
Pb
Fe Fe
Zn
Mn Mn Mn
Cu
Ti Ti Ti
Ni
Ca Ca Ca
Fe
K K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Motor
1.0 0.1 0.0
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
(NH4)2SO4
1.0 0.1
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
K
Si
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
NH4+
0.0
V-9
Sec. Aerosol / NH4NO3
1.0 0.1
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Ti
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
NH4+
0.0
Kendaraan dengan BBM Solar
1.0 0.1 0.0
Cu
Zn
Pb
Zn
Pb
Fe Fe
Cu
Mn Mn
Ni
Ti Ti
Ni
Ca Ca
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Debu Tanah
1.0 0.1 0.0
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
BC
0.0
Gambar V.6 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Halus pada Musim Hujan
Black Carbon dan Pb merupakan unsur penanda utama untuk sumber emisi kendaraan dengan bahan bakar bensin. Pb dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL), terutama di kota Bandung, masih digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan nilai oktan bensin jenis premium. Oleh karenanya keberadaan unsur Pb dapat menjadi penanda sumber emisi kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin di kota Bandung, seperti terlihat pada faktor kedua untuk fraksi halus. Keberadaan unsur Zn juga dapat menjadi penanda sumber emisi ini (Huang et al,1994)[22]. Pembakaran biomassa (Biomass Burning) di Indonesia umumnya berasal dari kegiatan pembakaran jerami. Kawasan Bandung yang masih memiliki banyak area
persawahan
menyebabkan
besarnya
potensi
pencemaran
oleh
pembakaran biomassa. Dengan munculnya unsur penanda pembakaran biomassa (BC dan K) pada faktor ketiga, maka dapat diperkirakan sumber emisi untuk faktor ini adalah Pembakaran Biomassa.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-10
Aktivitas vulkanik menjadi sumber emisi keempat yang teridentifikasi pada fraksi halus. Unsur penanda untuk sumber ini relatif mirip dengan unsur-unsur crustal. Namun keberadaan SO4= pada faktor ini dapat menjadi petunjuk bahwa sumber emisi pada faktor ini berasal dari aktivitas vulkanik. Puji Lestari (2006) melakukan penelitian profil sumber untuk kendaraan bermesin diesel dan kendaraan bermotor roda dua. Unsur penanda yang diperoleh untuk kendaraan bermesin diesel adalah BC, SO4=, Fe dan Zn. Sementara untuk kendaraan bermotor roda dua, unsur penanda yang diperoleh adalah BC, Cl-, SO42-, NO3-, NH4+, Fe, Pb, Ca, Mg, Al, K, Na, dan Si. Berdasarkan unsur penanda yang telah diperoleh ini, dapat diperkirakan bahwa sumber emisi untuk faktor kelima adalah motor sementara untuk faktor kedelapan adalah kendaraan bermesin diesel. Faktor keenam teridentifikasi sebagai aerosol sekunder (NH4)2SO4. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai NH4+ dan SO4=. Sementara untuk faktor terakhir, hampir seluruh unsur tanah (crustal) muncul. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa sumber emisi untuk faktor terakhir pada fraksi halus ini berasal dari debu tanah. Faktor ketujuh untuk fraksi halus yang terbentuk memiliki nilai yang tinggi untuk NO3-, SO4=, dan NH4+ ditambah dengan unsur-unsur logam lain. Pada faktor ini, keberadaan NO3-, SO4=, dan NH4+ dengan nilai yang tinggi dapat dijadikan sebagai penanda untuk sumber emisi aerosol sekunder, baik NH4NO3 maupun (NH4)2SO4. Namun pada faktor sebelumnya, sumber emisi (NH4)2SO4 telah teridentifikasi. Oleh karena itu, diperkirakan faktor ini berasal dari NH4NO3.
Fraksi Kasar Faktor pertama yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari NH4+, Si, Ti, Mn dan Fe. Keberadaan unsur Si, Fe dan Ti dapat menjadi penanda sumber emisi debu tanah untuk faktor ini.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-11
Debu Tanah
1 0.1
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Ti
Ti
Mn
Ca
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
NH4+
0.01
Industri
1 0.1
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
K
Si
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Mg
0.01
Garam Laut
1 0.1 0.01
Ti
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Ti
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Ti
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Ti
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Ca Ca Ca
Ca
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Pb
K
Si
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
10 1 0.1 0.01 0.001
Mg
Debu Vulkanik
Debu Kapur 1 0.1
Pb
K
Si
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Mg
0.01
Konstruksi 1 0.1 0.01 Pb
K
Si
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Gambar V.7 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Kasar pada Musim Hujan
Faktor kedua tersusun oleh unsur K, Ti, Fe dan Zn. Meskipun unsur Fe dan Ti merupakan unsur-unsur tanah, namun ketiadaan Al dan Si sebagai unsur Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-12
penanda utama sumber emisi tanah menghilangkan kemungkinan faktor ini berasal dari tanah. Keberadaan unsur Zn dapat mengarahkan interpretasi kepada sumber emisi yang berasal dari aktivitas industri. Unsur Fe pada faktor ini dapat membantu analisis bahwa faktor kedua ini berasal dari aktivitas industri, terutama industri logam. Emisi garam laut terjadi melalui mekanisme evaporasi air laut yang banyak mengandung NaCl dan kemudian terbawa oleh angin yang pada kondisi meteorologi skala meso partikel garam tersebut dapat terbawa sampai kawasan ini melalui mekanisme transport jarak jauh. Kebaradaan Na, SO4 dan Cl menjadi penanda sumber emisi garam laut pada faktor ketiga ini. Sumber emisi garam laut pada musim ini diperkirakan berasal dari kawasan Pelabuhan Ratu yang berada di sebelah barat kota Bandung, searah dengan arah angin dominan pada musim hujan ini. Sama halnya dengan fraksi halus, pada fraksi kasar sumber emisi yang berasal dari aktivitas vulkanik teridentifikasi dengan munculnya unsur-unsur tanah seperti Al dan Ti serta keberadaan ion SO4=. Sumber emisi aktivitas vulkanik ini diperkirakan berasal dari kawasan gunung Tangkuban Perahu yang berada di sebelah utara kota Bandung. Faktor kelima pada fraksi kasar hanya diwakili oleh unsur Ca. Unsur ini dapat berasal dari tanah dan juga dari debu kapur. Arah angin yang dominan dari barat pada musim hujan dapat membantu analisis bahwa sumber emisi pada faktor ini berasal dari aktivitas industri dan pertambangan kapur di daerah Citatah Padalarang. Faktor terakhir yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari SO4, Al, Ca, Ti dan Ni. Tingginya unsur Ca dan keberadaan unsur crustal seperti Ti dan Al dapat menjadi penanda sumber emisi yang berasal dari aktivitas konstruksi. Keberadaan unsur Ca, Al dan Ti ini juga sesuai dengan profil sumber aktivitas
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-13
konstruksi yang diperoleh dari Asian Institute Technology (dapat dilihat pada lampiran) •
Kontribusi Sumber Emisi Kontribusi sumber emisi untuk fraksi halus dan kasar pada musim hujan dapat dillihat pada gambar dibawah ini.
PMF Tegalega Fraksi Halus
Debu Tanah 10% Kendaraan bermesin Diesel 17%
Sec. Aerosol / NH4NO3 12% Debu Kapur 10% Kendaraan dengan BBM Bensin 9%
NH4SO4 14% Motor 9%
Pembakaran Biomassa 13% Debu Vulkanik 6%
Gambar V.8 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Halus pada Musim Hujan
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-14
PMF Tegalega Fraksi Kasar
Konstruksi 15%
Debu Tanah 20%
Debu Kapur 20%
Debu Vulkanik 4%
Industri 15%
Garam Laut 26%
Gambar V.9 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Kasar pada Musim Hujan
•
Grafik Perbandingan Massa Terukur terhadap Massa Kalkulasi Model Pada gambar V.6 dibawah, terlihat bahwa model PMF berhasil memproduksi perkiraan data massa (calculated mass) dengan korelasi (r2) = 0.4694 terhadap data massa terukur saat sampling pada musim hujan. Demikian pula halnya dengan fraksi kasar pada musim yang sama seperti terlihat pada gambar V.7 dibawah ini. Nilai koefisien korelasi (r2) yang dihasilkan oleh model PMF pada penelitian ini berkisar antara 0.3714 – 0.4696. Rendahnya nilai koefisien korelasi ini dapat disebabkan oleh jumlah data yang sangat banyak. Namun bila dipertimbangkan jumlah data yang digunakan pada penelitian ini, maka nilai koefisien korelasi tersebut sudah cukup baik.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-15
60
y = 0.4705x + 15.873 2 R = 0.4694
Calculated Mass µg/m
3
50
40
30
20
10
0 0.0000
10.0000
20.0000
30.0000
40.0000
50.0000
60.0000
70.0000
Measured Mass µg/m
3
Gambar V.10 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Halus pada Musim Hujan
70
Calculated Mass µg/m3
60
50
y = 0.6299x - 1.7482 2 R = 0.3714
40
30
20
10
0 0.0000
10.0000
20.0000
30.0000
40.0000
50.0000
60.0000
70.0000
3
Measured Mass µg/m
Gambar V.11 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Kasar pada Musim Hujan
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-16
V.3.2 Musim Kemarau •
Profil Sumber Model PMF yang diaplikasikan terhadap data konsentrasi pada musim hujan menghasilkan 7 faktor sumber emisi untuk fraksi halus maupun fraksi kasar. Faktor-faktor yang terbentuk untuk tiap-tiap fraksi pada musim kemarau terlihat pada gambar berikut ini.
Fraksi Halus Faktor pertama yang terbentuk pada fraksi halus diidentifikasi sebagai faktor yang berasal dari sumber emisi kendaraan bermesin diesel. Hal ini terlihat dari munculnya unsur penanda Black Carbon dan SO4= serta NH4+. Sumber emisi ini diperkirakan berasal dari kawasan terminal Leuwi Panjang yang terletak sekitar 2 km dari lokasi penelitian.
Kendaraan Bermesin Diesel
1.0 0.1
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl
BC
0.0
Mg
0.0
Pembakaran Biomassa
1.0 0.1 0.0
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl
BC
0.0
Aged Sea Salt
1.000000 0.100000
Pb
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
NH4+
SO42-
NO3-
Cl
BC
0.001000
Zn
0.010000
Kendaraan dengan BBM Bensin
1.0 0.1
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl
BC
0.0
NH4+
0.0
V-17
Industri Elektroplating
1.000000 0.100000 0.010000
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
NH4+
SO42-
NO3-
Cl
BC
0.001000
Motor
1.0 0.1
Fe
Ni
Cu
Zn
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Mn
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl
BC
0.0
Mg
0.0
Secondary Aerosol / (NH4)2SO4
1.0 0.1
Pb
Cr
Ti
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl
BC
0.0
Mg
0.0
Gambar V.12 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Halus pada Musim Kemarau
Faktor kedua pada fraksi halus berasal dari aktivitas pembakaran biomassa. Tingginya nilai BC dan K menjadi penanda bagi sumber tersebut. Masih luasnya area persawahan di sekitar kota Bandung terutama di kawasan pinggiran seperti Cimahi dan Gedebage diperkirakan menjadi sumber emisi pembakaran biomassa ini. Sumber emisi kendaraan berbahan bakar bensin jelas terlihat pada faktor ketiga, yang ditandai oleh unsur penanda BC dan Pb. Sumber emisi dari sektor trasnportasi ini diperkirakan berasal dari jalan raya di sekitar kawasan Tegalega. Pada faktor keempat, unsur yang menjadi penandanya terdiri dari Na dan SO4=. Faktor ini berasal dari sumber emisi garam laut. Menurut Manahan (1994), keberadaan Sulfat tersebut berasal dari oksidasi di atmosfer dari sulfur dioksida membentuk sulfat yang bersifat ionik non volatil, sedangkan klorida
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-18
berasal dari NaCl yang berasal dari air laut yang hilang dari aerosol padat sebagai HCl yang bersifat volatil: 2 SO2 + O2 + 2 H2O → 2 H2SO4 H2SO4 + 2 NaCl (partikulat) → Na2SO4 (partikulat) + 2 HCl Karena berbeda dengan unsur penanda untuk garam laut pada umumnya, maka faktor ini disebut sebagai faktor yang berasal dari emisi garam laut yang telah mengalami reaksi atmosferik atau biasa disebut Aged Sea Salt. Sumber emisi industri teridentifikasi pada faktor kelima untuk fraksi halus. Unsur yang menjadi penanda adalah unsur Al dan Cr, yang dapat berasal dari aktivitas industri elektroplating. Banyaknya industri elektroplating di kota Bandung terutama di kawasan By-Pass Soekarno-Hatta ini diperkirakan menjadi sumber emisi partikulat untuk fraksi halus pada musim kemarau. Kendaraan bermotor roda dua menjadi sumber emisi untuk faktor kelima. Unsur yang menjadi penanda aalah BC, Cl, Mg dan Ca. Keberadaan unsur Cl, Mg dan Ca pada emisi kendaraan bermotor roda dua berasal dari zat aditif pada oli mesin yang ikut terbakar bersama bensin. Faktor terakhir yang teridentifikasi untuk fraksi halus adalah sumber emisi yang berasal dari aerosol sekunder. Hal ini terlihat dari munculnya unsur penanda NO3-, SO4=, dan NH4+. Rendahnya nilai unsur NO3- memperlihatkan bahwa faktor ini lebih terwakili oleh aerosol sekunder (NH4)2 SO4.
Fraksi Kasar Sama seperti pada fraksi halus, faktor yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari tujuh buah faktor. Faktor pertama teridentifikasi berasal dari emisi garam laut. Hal ini dapat dilihat dari munculnya unsur penanda Na dan Cl. Pada musim kemarau dimana arah angin dominan berasal dari timur dan timur laut, diperkirakan sumber emisi garam laut ini berasal dari laut jawa di daerah Indramayu. Jarak lurus kota Bandung dengan kawasan tersebut hanya ± 150
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-19
km. Menurut Soedomo (1999), rentang tersebut masih masuk ke dalam skala messo , dimana pendispersian pencemar pada skala tersebut dapat mencapai jarak ratusan kilometer. Oleh karenanya, sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari kawasan tersebut. Faktor kedua pada fraksi halus teridentifikasi sebagai debu tanah. Keberadaan unsur Al, K, Na dan Mn yang merupakan unsur crustal menjadi penanda bagi sumber emisi tersebut. Industri semen diperkirakan menjadi salah satu kontributor emisi partikulat pada fraksi kasar di kota Bandung. Hal ini terlihat pada faktor ketiga yang ditandai oleh unsur-unsur Ca, K, Al, Mg, Na dan Cr. Dengan mekanisme yang sama seperti pada sumber emisi garam laut, diperkirakan bahwa sumber emisi industri semen ini berasal dari pabrik semen di daerah Palimanan, Cirebon. Faktor keempat teridentifikasi berasal dari aktivitas industri. Penanda dari aktivitas industri ini adalah unsur logam seperti Fe, Mg dan Cu. Keberadaan unsur Fe pada faktor keempat menunjukkan bahwa aktivitas industri pada faktor ini merupakan industri besi. Sumber emisi industri pada musim ini diperkirakan berasal dari kawasan industri Cisaranten. Unsur garam laut (Na dan Cl) kembali teridentifikasi kembali pada faktor kelima. Namun pada faktor ini, unsur Cl- memiliki nilai yang rendah sementara unsur SO4= memiliki nilai yang tinggi. Keberadaan unsur SO4= dapat menjadi penanda bahwa faktor ini berasal dari emisi garam laut yang telah mengalami reaksi atmosferik, seperti telah dijelaskan pada faktor keempat untuk fraksi halus di musim yang sama. Oleh karenanya, faktor ini disimpulkan berasal dari emisi Aged Sea Salt.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-20
Garam Laut
1 0.1
Zn Zn
Pb
Cu Cu
Fe Fe
Ni
Mn
Cr Cr
Mn
Ti Ti
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Mg
0.01
Debu Tanah
1 0.1
Pb
Ni
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
Mg
0.01 0.001
Industri Semen
1 0.1 0.01
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Industri Besi
1 0.1
Cr
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Cr
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
Pb
Ti Ti
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl-
0.001
Mg
0.01
Aged Sea Salt 1 0.1
Pb
Ca
K
Al
Na
NH4+
SO4=
NO3-
Cl
Mg
0.01 0.001
Debu Vulkanik 1 0.1
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl-
NH4+
0.01 0.001
Debu Kapur 1 0.1
Pb
Zn
Cu
Ni
Fe
Mn
Cr
Ti
Ca
K
Al
Mg
Na
SO4=
NO3-
Cl-
NH4+
0.01 0.001
Gambar V.13 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Kasar pada Musim Kemarau Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-21
Faktor terakhir pada fraksi kasar diwakili oleh unsur-unsur Ca, Ti, Mn, Na, dan NO3-. Keberadaan unsur Ca dapat menjadi penanda sumber emisi debu kapur yang berasal dari kawasan industri dan pertambangan kapur di Citatah Padalarang. Walaupun pada musim kemarau arah angin dominan berasal dari Timur dan Timur Laut, wind rose menunjukkan bahwa terdapat fraksi arah angin yang berasal dari barat pada musim ini. Oleh karenanya, kawasan industri kapur Citatah dapat menjadi sumber emisi partikulat fraksi kasar pada musim kemarau ini. Keberadaan unsur NO3- dapat terjadi akibat reaksi atmosferik antara debu kapur dengan HNO3 sebagai berikut: CaCO3 + HNO3 Æ Ca(NO3)2 + H2CO3 •
Kontribusi Sumber Emisi Kontribusi sumber emisi untuk fraksi halus dan kasar pada musim kemarau dapat dillihat pada gambar dibawah ini.
PMF Tegalega Dry Season Fine Fraction
Secondary Aerosol / (NH4)2SO4 25%
Kendaran bermesin diesel 12% Pembakaran Biomassa 16%
Motor 7%
Industri Elektroplating 24%
Kendaran dengan BBM Bensin 3% Aged Sea Salt 13%
Gambar V.14 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Halus pada Musim Kemarau
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-22
PMF Tegalega Fraksi Kasar
Debu Kapur 9%
Garam Laut 14%
Debu Vulkanik 25%
Debu Tanah 15%
Aged Sea Salt 3%
Debu Konstruksi 11% Industri Besi 23%
Gambar V.15 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Kasar pada Musim Kemarau
•
Grafik Perbandingan Massa Terukur terhadap Massa Kalkulasi Model Pada gambar V.16 dibawah, terlihat bahwa model PMF berhasil memproduksi perkiraan data massa (calculated mass) dengan korelasi yang cukup baik (r2 = 0.4511) terhadap data massa terukur saat sampling pada musim kemarau.
100 90
Calculated Mass µg/m
3
80
y = 0.7512x - 6.0716 R2 = 0.4511
70 60 50 40 30 20 10 0 0.0000
20.0000
40.0000
60.0000
80.0000
100.0000
Measured Mass µg/m
3
Gambar V.16 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Halus pada Musim Kemarau
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-23
60
Calculated Mass µg/m
3
50
40
y = 0.527x + 1.2471 2 R = 0.3314
30
20
10
0 0.0000
10.0000
20.0000
30.0000
40.0000
50.0000
3
Measured Mass µg/m
Gambar V.17 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Kasar pada Musim Kemarau
Demikian pula halnya dengan fraksi kasar pada musim yang sama seperti terlihat pada gambar V.17 diatas ini. Nilai koefisien korelasi (r2) yang dihasilkan oleh model PMF untuk fraksi kasar adalah 0.3314. Nilai korelasi pada penelitian ini, baik musim hujan maupun kemarau, menunjukkan bahwa hasil model PMF yang diperoleh cukup baik dalam merepresentasikan data sampling yang diperoleh.
V.4 Pengaruh Musim Terhadap Kontribusi Emisi di Tegalega Kota Bandung dipengaruhi oleh muson dimana angin bertiup rata-rata pada bulan November - Januari dari arah barat. Sementara pada bulan Juni September dari arah timur. Penguapan mencapai 3,2 mm/tahun, tekanan udara rata-rata 922 mb dan kelembaban relatif 77,2%. Suhu rata-rata 23oC dan curah hujan rata-rata 148,35 mm[19]. Pada musim hujan, di Tegalega arah angin yang dominan adalah dari arah barat. Kecepatan angin rata-rata sebesar 2.78 m/s dengan persentase calmwind sebesar 40.90%. Kisaran temperatur pada musim ini antara 21 – 29oC. Sementara pada musim kemarau, di Tegalega arah angin yang dominan adalah dari arah timur dan timur laut. Kecepatan
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-24
angin rata-rata sebesar 2.36 m/s dengan persentase calmwind sebesar 31%. Kisaran temperatur pada musim ini antara 18 – 30oC. Plot wind rose yang telah dikombinasikan dengan peta kawasan jawa barat dapat dilihat pada gambar V.18 dan V.19 dibawah ini. Berdasarkan windrose, terlihat bahwa perbedaan musim mengakibatkan perbedaan arah angin yang dominan. Arah angin yang berbeda ini tentu akan membawa emisi partikulat dari sumber yang berbeda pula. Berikut ini adalah analisis pengaruh perbedaan musim terhadap kontribusi emisi di Tegalega.
Gambar V.18 Wind Rose Tegalega Pada Musim Hujan Tahun 2006-2007
Sumber emisi aerosol sekunder secara total baik pada musim hujan maupun musim kemarau tidak terlalu jauh berbeda. Pada musim hujan aerosol sekunder teridentifikasi dalam bentuk NH4NO3 maupun (NH4)2SO4 dengan kontribusi 12% dan 14%. Total kontribusi kedua jenis aerosol sekunder ini
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-25
tidak jauh berbeda dengan kontribusi (NH4)2SO4 pada musim kemarau sebesar 25%. Perbedaan musim di kawasan Tegalega tidak terlalu berpengaruh terhadap konsentrasi aerosol sekunder yang merupakan salah satu penyusun utama partikulat fraksi halus.
Gambar V.19 Wind Rose Tegalega Pada Musim Kemarau Tahun 2006-2007
Pada fraksi halus, sumber emisi debu kapur teridentifikasi sebesar 10% untuk musim hujan sementara pada musim kemarau tidak teridentifikasi sama sekali. Sementara pada fraksi kasar, sumber emisi debu kapur teridentifikasi pada kedua musim dengan kontribusi 20% pada musim hujan dan 9% pada musim kemarau. Kontribusi total emisi debu kapur pada musim hujan lebih besar dibandingkan dengan kontribusi emisi debu kapur pada musim kemarau. Hal ini dapat disebabkan oleh arah angin dominan yang berasal dari barat pada musim hujan membawa emisi debu kapur yang berasal dari kawasan industri kapur di Citatah Padalarang. Sementara pada musim
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-26
kemarau, seperti terlihat pada Wind Rose, hanya sebagian fraksi angin yang berasal dari arah barat. Sektor transportasi menjadi salah satu penyusun utama sumber emisi partikulat di Tegalega pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan, sektor transportasi teridentifikasi oleh sumber emisi kendaraan bermesin bensin, diesel dan motor roda dua dengan kontribusi 9%, 17% dan 9%. Sementara pada musim kemarau, kontribusi kendaraan bermesin bensin, diesel dan motor roda dua adalah 3%, 12% dan 7%. Pada musim hujan, kontribusi total sektor transportasi ini lebih besar dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan sumber lokal yaitu terminal leuwi panjang dan dapat pula berasal dari jalan tol Cipularang di sebelah barat Tegalega,searah dengan arah angin dominan, yang diperkirakan menjadi sumber emisi utama sektor transportasi pada musim ini. Pembakaran biomassa (Biomass Burning) di Indonesia umumnya berasal dari kegiatan pembakaran jerami. Kawasan Bandung yang masih memiliki banyak area
persawahan
menyebabkan
besarnya
potensi
pencemaran
oleh
pembakaran biomassa. Pada musim kemarau, pembakaran biomassa ini berkontribusi sebesar 16%, sedikit lebih besar dibandingkan dengan kontribusinya pada musim hujan yang hanya 13%. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan petani yang lebih banyak membakar sisa jeraminya pada musim kemarau. Debu vulkanik pada penelitian ini teridentifikasi sebagai salah satu sumber emisi baik pada musim hujan maupun kemarau. Pada musim hujan, aktivitas vulkanik terkontribusi sebesar 6% untuk fraksi halus dan 4% pada fraksi kasar. Sementara pada musim kemarau, debu vulkanik hanya teridentifikasi pada fraksi kasar dengan kontribusi yang cukup tinggi, sebesar 25%. Sumber emisi aktivitas vulkanik ini diperkirakan berasal dari arah gunung Tangkuban Parahu. Perbedaan nilai kontribusi pada kedua musim dapat disebabkan oleh adanya fenomena wash out pada musim hujan. Selain itu, tingginya kontribusi
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-27
debu vulkanik pada musim kemarau dapat disebabkan oleh tingginya aktivitas antropogenik di kawasan gunung Tangkuban Parahu yang merupakan kawasan wisata, sehingga dapat mengemisikan kembali debu-debu yang telah terendapkan. Debu tanah (Soil Dust) juga merupakan sumber emisi yang berkontribusi cukup besar terhadap pencemar udara partikulat di Tegalega. Pada musim kemarau, debu tanah berkontribusi 15% terhadap fraksi partikel kasar. Sementara pada musim hujan, fraksi partikel kasar terkontribusi sebesar 20% oleh debu tanah dan 10% pada fraksi partikel halus dengan kontributor yang sama. Sumber emisi debu tanah ini diperkirakan berasal dari kawasan sekitar Tegalega. Sumber emisi partikulat yang berasal dari kegiatan industri terdeteksi pada musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim kemarau, sumber ini berkontribusi sebesar 24% untuk fraksi halus dan 26% pada fraksi kasar yang terdiri dari 3% sumber emisi Aged Sea Salt dan 23% sumber emisi industri besi. Sementara pada musim hujan, sumber ini berkontribusi sebesar 15% pada fraksi kasar. Sumber emisi pada musim kemarau diperkirakan berasal dari kawasan kawasan industri seperti daerah Cisaranten, Ujungberung dan Cicadas yang berada di sebelah timur Tegalega, searah dengan arah angin dominan pada musim tersebut. Sumber emisi pada musim hujan diperkirakan berasal dari kawasan industri di daerah Cimahi yang berada di sebelah barat Tegalega. Emisi garam laut teridentifikasi pada kedua musim. Pada musim hujan, emisi ini terkontribusi sebesar 26% pada fraksi halus. Sementara pada musim kemarau, emisi garam laut ini teridentifikasi dalam dua bentuk, yaitu emisi garam laut (sea salt) dan aged sea salt pada fraksi kasar dan aged sea salt pada fraksi halus dengan kontribusi 14%, 3% dan 13%. Berdasarkan arah angin dominan, pada musim hujan sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari kawasan Pelabuhan Ratu yang berjarak ± 150 km dari kota Bandung.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-28
Sementara pada musim kemarau, sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari arah timur laut Bandung, yaitu dari kawasan laut Jawa di Indramayu. Sumber emisi debu konstruksi di kawasan Tegalega hanya teridentifikasi pada fraksi kasar saat musim hujan saja dengan kontribusi 15%. Oleh karenanya, diperkirakan bahwa sumber emisi ini berasal dari aktivitas konstruksi di sebelah barat kawasan Tegalega. Pada musim kemarau, terdapat sumber emisi yang berasal dari industri semen dengan kontribusi sebesar 11% . Berdasarkan analisis arah angin dominan pada musim ini, diperkirakan bahwa sumber emisi ini berasal dari pabrik semen di daerah Palimanan Cirebon yang terletak di sebelah timur laut kota Bandung.
Yandhinur Dwi Mauliadi NIM – 253 05 019
V-29