BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui
pengaruh
FDI
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
negara
ASEAN
yang
menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui 3 pendekatan model estimasi, yakni: Pooled Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Masing-masing pendekatan memiliki asumsi terhadap intercept yang berbeda. Pooled Least Square Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sama. Dengan demikian, intercept pada model estimasinya bernilai sama untuk semua negara. Sebaliknya, Fixed Effect Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah berbeda. Perbedaan tersebut dicerminkan oleh nilai intercept pada model estimasi yang berbeda untuk setiap negara. Sama halnya dengan Fixed Effect Model, Random Effect Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah berbeda. Hanya saja, intercept pada Fixed Effect Model bersifat tetap, sedangkan pada Random Effect Model intercept diasumsikan bersifat acak/random (stokastik). Pertama-tama, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Pooled Least Square Model yang menghasilkan model estimasi dengan nilai R-squared sebesar
69
0,243212. Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0,000000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen, hal ini berarti
Pooled Least Square Model menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi yang secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) yang lebih kecil dari taraf nyata
sebesar 5 persen
maka dapat disimpulkan bahwa FDI, PMTB, dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, sedangkan ekspor neto dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kemudian, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Fixed Effect Model yang menghasilkan model estimasi dengan R-squared 0,331974. Secara umum Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan. Namun, Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model. Hasil Chow Test dengan nilai prob sebesar 0,0000 jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effect Model lebih baik
daripada Pooled Least Square Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Langkah berikutnya, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Random Effect Model menghasilkan model estimasi dengan R-squared 0,178501. Selanjutnya,
70
meskipun Random Effect Model juga tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan dengan Fixed Effect Model tetapi Hausman Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Hasil Hausman Test dengan nilai prob sebesar 0,0177 jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effect Model lebih
baik daripada Random Effect Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
5.2
Tahapan Evaluasi Model
5.2.1 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik Berdasarkan Chow Test dan Hausman Test, tahapan pemilihan pendekatan model terbaik menghasilkan bahwa Fixed Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi linier berganda data panel yang terbaik. Namun, pengujian asumsi klasik harus dilakukan terhadap model estimasi data panel Fixed Effect Model agar dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE.
5.2.1.1 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Hasil penghitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan EViews 6.0 menghasilkan output seperti pada Lampiran 1. Dengan melihat bahwa tidak ada nilai koefisien korelasinya yang lebih tinggi dari 0,80 maka dapat disimpulkan
71
bahwa tidak terjadi multikolinearitas sehingga kriteria bebas multikolinearitas terpenuhi dalam model estimasi ini.
5.2.1.2 Uji Heteroskedatisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan GLS Weights Crosssection weight. Dengan melihat bahwa, nilai Sum squared resid Weighted Statistic sebesar 4544,762 yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic sebesar 4578,128, maka dapat di simpulkan bahwa model estimasi mengandung masalah heteroskedastisitas dimana varians tiap unsur error tidak konstan. Winarno (2007) menyatakan bahwa heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-Statistic tidak dapat dipercaya. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight tersebut masalah sudah teratasi (Ekananda, 2006).
5.2.1.3 Uji Autokolerasi Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Dengan mengetahui bahwa jumlah cross section sebesar 10, jumlah time series sebesar 30, jumlah observasi sebesar γ00, jumlah variabel independen sebesar 5, dan
sebesar 5
persen maka diperoleh nilai Durbin-Watson Tabel dengan DL sebesar 1,718 dan
72
DU sebesar 1,820, sehingga diperoleh selang pengambilan keputusan seperti pada Gambar 5.1.
Autokorelasi
Autokorelasi
0
1,718
Autokorelasi
1,820
2
2,180
2,282
4
Gambar 5.1 Selang Pengambilan Keputusan Durbin Watson Melihat nilai Durbin-Watson Stat sebesar 1,376774 berada dalam selang 0 < d < DL yaitu daerah autokorelasi positif, yang dalam uji autokorelasi berarti maka dapat disimpulkan bahwa kriteria bebas autokorelasi tidak terpenuhi dalam GLS Weights Cross-section weight ini dimana terdapat hubungan antara residual atau observasi dengan residual observasi lainnya. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten serta estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R-squared akan besar tetapi uji t-Statistic dan uji FStatistic menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat juga dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu. Metode GLS Weights Cross-section SUR dapat
73
digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi ini sehingga masalah autokorelasi bisa diabaikan (Ekananda, 2006).
5.2.2 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik Setelah melakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah Fixed Effect Model dengan GLS Weights Cross-section SUR. Nilai R-squared 0,433769 berarti variabel FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi mampu menjelaskan keragaman pertumbuhan ekonomi sebesar 43,38 persen sisanya sebesar 56,62 persen keragaman pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Tabel 5.1). Tabel 5.1 Nilai Statistik Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Kriteria Statistik (1) R-squared Adjusted R-squared S,E, of regression F-statistic Prob(F-statistic) Mean dependent var S,D, dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
Nilai (2) 0,433769 0,405954 1,020431 15,594840 0,000000 1,194943 1,576615 296,7648 1,542133
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0. Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0,000000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen, hal ini berarti Pooled
Least Square Model menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi
74
yang secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen (Tabel 5.1). Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) yang lebih kecil dari taraf nyata
sebesar 5
persen maka dapat disimpulkan bahwa FDI, PMTB, dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, sedangkan ekspor neto dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen (Tabel 5.2). Tabel 5.2 Hasil Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Variabel
Koefisien
(1) C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
(2) -37,914430 0,096669 0,072636 4,665119 -0,052996 -2,998208
Standard Error (3) 8,994092 0,039192 0,029646 1,038906 0,021043 0,580384
t-Statistic (4) -4,215482 2,466551 2,450098 4,490413 -2,518511 -5,165901
Prob (5) 0,0000 0,0142 0,0149 0,0000 0,0123 0,0000
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
5.2.3 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi 5.2.3.1 Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel FDI sebesar 0,096669. Ini berarti bahwa FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase FDI Inflow terhadap GDP sebesar satu persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,10 persen dengan asumsi ceteris paribus.
75
Hasil ini sesuai dengan landasan teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik yang dari awal mendasari penelitian ini. Kasus dimana FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011). FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara karena melalui FDI maka modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara berusaha memberikan insentif kepada masuknya modal asing dalam bentuk FDI ini. Di sisi lain, negara pengekspor kapital juga memberikan insentif kepada sektor swastanya, berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasi untuk mendorong FDI ke negara berkembang.
5.2.3.2 Pengaruh PMTB terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel PMTB sebesar 0,072636. Ini berarti bahwa PMTB berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase PMTB terhadap GDP sebesar satu persen dengan asumsi ceteris paribus, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,07 persen. Hasil yang menunjukkan bahwa PMTB memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Bangladesh (Adhikary, 2011) sesuai dengan landasan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Pembentukan modal membawa pada
76
pemanfaatan penuh sumber daya yang ada sehingga dapat menaikan besarnya output nasional, menekan angka inflasi dan defisit neraca pembayaran, serta membuat perekonomian bebas dari beban utang luar negeri.
5.2.3.3 Pengaruh Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel angkatan kerja sebesar 4,665119. Hal ini berarti bahwa angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar satu persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,66 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil yang menunjukkan bahwa angkatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011) dan Pakistan (Falki, 2009). Pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi dimana jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi (Todaro dan Smith, 2006). Pengaruh positif atau negatif dari angkatan kerja tergantung pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan memanfaatkan
pertambahan
angkatan
kerja
tersebut
secara
produktif.
Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal, tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
77
5.2.3.4 Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel ekspor neto sebesar -0,052996. Ini berarti bahwa ekspor neto berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase nilai ekspor terhadap GDP dikurangi persentase nilai impor terhadap GDP sebesar satu persen, akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,05 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini dimana ekspor neto memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Bangladesh (Adhikary, 2011). Faktor dominan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN diantaranya adalah konsumsi dan investasi yang cenderung meningkatkan impor. Peningkatan impor ini memicu penurunan ekspor neto. Akan tetapi, pengaruh penurunan ekspor neto terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang terjadi lebih kecil dibandingkan peningkatan pertumbuhan ekonomi akibat peningkatan konsumsi dan investasi sehingga menyebabkan hubungan negatif antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN (Lin dan Li, 2002).
5.2.3.5 Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel FDI sebesar -2,998208. Ini berarti bahwa krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN atau mengurangi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Krisis ekonomi memengaruhi pertumbuhan investasi menjadi
78
berkurang baik FDI maupun PMTB. Dampak krisis ekonomi juga memengaruhi kinerja laju pertumbuhan ekspor neto dimana pertumbuhan impor lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor.