BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN MODEL PENELITIAN
Model yang dihasilkan adalah model konseptual yang selanjutnya dikembangkan menjadi program komputasi dengan menerapkan tiga buah metode artificial intelligence (AI) dan satu buah metode analitik. Metode AI yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST), metode simulated annealing dan metode fuzzy inference system (FIS), sedangkan metode analitik yang dipergunakan adalah metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Model dari penelitian tersebut mencakup empat subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras dan subsistem kinerja rantai pasokan beras. Model subsistem pertama dapat dilihat pada Gambar 40, yaitu model prakiraan pasokan dan harga beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode JST backpropagation. Arsitektur JST yang dihasilkan terdiri dari empat neuron pada input layer, delapan neuron pada hidden layer dan dua neuron pada output layer dengan parameter pendukung lain yang telah dijelaskan pada Bab IV. Input untuk model tersebut adalah data harian pasokan beras dan data harian harga dua varietas beras yaitu IR64/III dan Muncul/III.
Gambar 40. Model Prakiraan Harga Beras dan Pasokan Beras
108
Data pasokan beras adalah data pasokan beras mingguan untuk pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta melalui pasar induk beras Cipinang (PIBC). Data harga IR64/III dan Muncul/III diperoleh dari database PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ). Hasil prakiraan dari pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta selanjutnya dibandingkan dengan kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta pada suatu waktu. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dinyatakan suatu peringatan dini (early warning system) yang menyatakan apakah pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu tersebut dalam kondisi aman atau pasokan beras harus diwaspadai atau pasokan beras rawan. Demikian pula dengan hasil prakiraan dari harga beras pada suatu waktu selanjutnya dibandingkan dengan harga beras rata-rata empat periode sebelumnya sesuai dengan jumlah empat neuron pada input layer dari JST tersebut. Hasil dari perbandingan tersebut berupa suatu peringatan dini apakah harga beras di wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu itu masuk ke dalam kategori harga beras aman atau harga beras harus diwaspadai atau harga beras rawan. Dengan informasi peringatan dini tersebut, pihak yang berkepentingan seperti FSTJ dapat melakukan antisipasi apabila prakiraan pasokan maupun harga beras berada dalam kondisi rawan. Pihak FSTJ selanjutnya dapat menghubungi pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk meminta agar dilakukan operasi pasar apabila prakiraan pasokan maupun harga beras dalam keadaan rawan. Model dari subsistem yang ke dua adalah model pemilihan pemasok beras yang dapat dilihat pada Gambar 41. Model tersebut dirancang untuk mendapatkan pemasok beras terpilih yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC. Model dikembangkan dengan menggunakan metode TOPSIS. Metode TOPSIS adalah metode yang dapat menyelesaikan persoalan multy criteria decision making (MCDM). Input untuk model tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Input yang dipergunakan tersebut berupa jumlah alternatif dari berbagai daerah yang memasok beras ke PIBC, dan berbagai kriteria perberasan baik kriteria dari pemasok beras maupun kriteria dari komoditas beras itu sendiri seperti yang sudah dijelaskan pada Bab IV. Hasil dari model tersebut adalah urutan peringkat pemasok beras dari peringat pertama sampai peringkat terakhir yang sudah mempertimbangkan berbagai kriteria
109
perberasan tersebut. Dengan hasil urutan peringkat pemasok beras tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC dapat mengambil keputusan, pasokan beras dari daerah mana saja yang dapat diambil untuk menjadi komoditas usahanya.
Gambar 41. Model Pemilihan Pemasok Beras
Model dari subsistem yang ke tiga yaitu model distribusi dan transportasi beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing dan dapat dilihat pada Gambar 42. Model tersebut menghasilkan rute terpendek untuk menyalurkan komoditas beras dari PIBC ke berbagai pasar beras di seluruh wilayah DKI Jakarta dan jumlah kendaraan yang optimal yang dipergunakan dalam menyalurkan sejumlah permintaan komoditas beras dari PIBC ke berbagai pasar beras tersebut.
Gambar 42. Model Distribusi dan Transportasi Beras
110
Pasar beras pada penelitian ini dibatasi hanya pada berbagai pasar yang berada di bawah pengelolaan PD. Pasar Jaya yang juga dikelola oleh Pemda DKI Jakarta. Input untuk model pada subsistem distribusi dan transportasi tersebut adalah lokasi pasar, banyaknya permintaan beras dari pasar tersebut, kendaraan dan bobot kendaraan yang dipergunakan. Hasil dari model adalah rute terpendek dan banyaknya kendaraan yang dipergunakan untuk menyalurkan beras terbut ke pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Dengan hasil tersebut, para pelaku perberasan dapat menyalurkan sejumlah beras ke berbagai pasar beras dengan menggunakan jumlah kendaraan yang tepat dan dengan rute terpendek. Dengan demikian para pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat menyalurkan beras tersebut dengan biaya transportasi yang lebih efisien. Model subsistem ke empat yaitu model kinerja rantai pasokan beras yang dapat dilihat pada Gambar 43. Model tersebut diperoleh dengan menggunakan metode fuzzy inference system (FIS). Input untuk model tersebut terdiri dari tiga subsistem sebelumnya yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi beras.
Gambar 43. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
Hasil dari model tersebut adalah ukuran kinerja dari rantai pasokan beras. Dengan hasil tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya apakah masuk ke dalam kategori baik, cukup
111
baik atau tidak baik. Dengan adanya ukuran kinerja tersebut, para pelaku perberasan di PIBC juga dapat mengantisipasi kegiatan yang harus dipersiapkan dan dilakukan supaya kinerja rantai pasokannya di masa mendatang lebih baik dari pada kinerja saat ini. Secara keseluruhan, model yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan model yang terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Permintaan atau kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta dapat dianggap sebagai pemacu dan pemicu (trigger) pengadaan beras yang selanjutnya dilakukan pada subsistem pemilihan pemasok dan dihasilkan dengan metode TOPSIS. Pasokan beras beserta harga beras yang terkait di dalamnya (embedded price) yang masuk melalui PIBC selanjutnya dikirimkan kepada konsumen melalui pasar-pasar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Upaya pengiriman beras tersebut memerlukan subsistem distribusi dan transportasi yang dihasilkan dengan metode simulated annealing. Pasokan beras yang masuk setiap waktu perlu diimbangi dengan prakiraan pasokan supaya jumlah beras yang masuk ke DKI Jakarta melalui PIBC dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan kelebihan pasokan (over stock) atau kekurangan pasokan (out of stock). Demikian pula harga beras yang setiap waktu berfluktuasi perlu dikendalikan supaya harga beras tersebut setiap waktu dapat terjangkau oleh daya beli warga DKI Jakarta. Upaya pengendalian pasokan dan harga beras tersebut memerlukan subsistem prakiraan pasokan dan harga beras yang didukung oleh upaya peringatan dini (early warning system) untuk mengurangi resiko dari pasokan dan harga beras yang tidak diinginkan. Model dalam subsistem prakiraan pasokan dan harga beras tersebut dihasilkan dengan menggunakan metode artificial neural network.
Sementara subsistem kinerja rantai pasokan beras
diperlukan supaya pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya setiap saat, dan dapat melakukan antisipasi kinerja supaya selalu diperoleh kinerja rantai pasokannya menjadi lebih baik di masa mendatang (continous improvement). Model kinerja tersebut dihasilkan dengan menggunakan metode fuzzy inference system. Keterkaitan model pada sistem rantai pasokan beras di DKI Jakarta yang mencakup empat subsistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 44.
112
Gambar 44. Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
5.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras ini, penerapan dilakukan pada JST untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras di provinsi DKI Jakarta. Untuk pasokan beras, data yang digunakan adalah data pasokan beras mingguan yang diperoleh dari data pasokan beras harian sesuai dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Data jumlah penduduk DKI Jakarta dapat diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data laju
pertumbuhan penduduk DKI Jakarta setiap minggu dapat dihitung dari data jumlah penduduk DKI Jakarta tersebut, sedangkan data konsumsi beras setiap orang setiap hari dapat diperoleh dari BPS. Dengan memasukkan pasokan beras empat minggu berturut-turut, dapat diperoleh hasil prakiraan pasokan beras untuk minggu ke lima dan minggu ke enam. Selanjutnya prakiraan pasokan beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam tersebut dibandingkan dengan jumlah kebutuhan beras penduduk DKI Jakarta pada minggu ke lima dan minggu ke
113
enam tersebut. Hasilnya dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa kondisi pasokan beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam adalah rawan. Tampilan JST untuk pasokan beras tersebut dapat dilihat pada Gambar 45.
Gambar 45. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Pasokan Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta Apabila dalam kondisi tertentu jumlah pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta dari PIBC kurang atau dari tampilan JST ini keluar penyataan rawan, maka pihak PIBC harus menginformasikannya kepada BULOG DKI Jakarta. Bentuk informasi ini dapat dipandang sebagai bentuk peringatan dini dari pasokan beras. Seminar et al. (2010) telah melakukan penelitian mengenai sistem deteksi dini untuk manajemen krisis pangan. Dalam penelitian tersebut terdapat sepuluh parameter yang digunakan untuk menyatakan kondisi krisis pangan. Dua dari sepuluh parameter tersebut yang dapat dikaitkan dengan subsistem yang dikembangkan pada penelitian ini adalah jumlah konsumsi beras penduduk dan harga beras. Dengan demikian jumlah konsumsi beras pada penelitian ini mempengaruhi jumlah beras yang dibutuhkan oleh penduduk di Provinsi DKI Jakarta.
114
Contoh lain adalah penerapan yang dilakukan pada JST untuk memperkirakan harga beras varietas Muncul/ III di provinsi DKI Jakarta. Data harga beras yang digunakan adalah data harga beras mingguan yang diperoleh dari data harga beras harian sesuai dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Dengan memasukkan harga beras Muncul/ III empat minggu berturut-turut, dapat diperoleh hasil prakiraan harga beras untuk minggu ke lima dan minggu ke enam. Selanjutnya prakiraan harga beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam tersebut dibandingkan dengan harga rata-rata pada empat minggu sebelumnya. Sebagai hasil dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa minggu ke lima dan minggu ke enam untuk harga beras Muncul/ III berada dalam kondisi aman. Tampilan JST untuk harga beras Muncul/ III tersebut dapat dilihat pada Gambar 46.
Gambar 46. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Harga Beras Muncul III Berdasarkan Gambar 46 tersebut, penentuan empat minggu sebagai jumlah input dan dua minggu sebagai jumlah output ditentukan berdasarkan dua pertimbangan. Pertimbangan pertama adalah di lapangan (PIBC), penentuan jumlah input dan jumlah output tersebut dapat mempermudah para pelaku perberasan untuk memanfaatkan model prakiraan pasokan dan harga beras. Para pelaku usaha perberasan di PIBC dengan mudah dapat memasukan data empat
115
minggu sebelumnya dan dengan mudah dapat mengetahui prakiraan harga beras pada dua minggu ke depan. Dari hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, prakiraan harga dua minggu ke depan sesuai dengan keinginan para para pelaku usaha perberasan di PIBC. Pertimbangan ke dua adalah bahwa pada proses pengembangan model JST harus diperoleh JST yang memiliki kinerja terbaik. Salah satu ukuran kinerja JST terbaik adalah JST yang memiliki akurasi yang tinggi dari prakiraan pasokan dan harga beras terhadap data aktual. Pada proses uji-coba (trial and error) pengembangan model dengan JST tersebut, jumlah empat input dan jumlah dua output merupakan parameter JST yang dapat menghasilkan akurasi yang tinggi atau memberikan kinerja JST terbaik. 5.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras Pada Gambar 47 sampai dengan Gambar 50, diperlihatkan tampilan yang dihasilkan dari program pemilihan pemasok beras dengan metode TOPSIS. Selama ini terdapat delapan belas pemasok beras yang telah memasok beras ke PIBC yaitu Karawang, Indramayu, Subang, Bandung, Cirebon, Garut, Klaten, Kediri dan
Makasar. Gambar 47 menunjukkan contoh dari alternatif yang
memperlihatkan para pemasok beras dari berbagai daerah ke PIBC untuk varietas beras IR64/ III, yaitu dari Karawang, Cirebon, Bandung dan Cianjur.
Gambar 47. Alternatif Daerah Para Pemasok Beras Ke PIBC
116
Gambar 48 menunjukan kriteria yang ingin diperoleh dari para pemasok beras seperti kriteria yang terkait dengan mutu beras, pemasok beras maupun proses transaksi antara pemasok beras dan PIBC. Kriteria dapat berbentuk harga beras, kadar air beras, patahan beras (butir patah), waktu kedatangan pemasok beras dan yang lainnya. Data masukan dapat berupa angka numerik seperti harga, dapat berupa persentase seperti kadar air, juga dapat berupa skala likert seperti untuk warna. Semakin putih biasanya semakin baik. Ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala likert 1 – 5, sehingga pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram.
Gambar 48. Berbagai Kriteria Perberasan Yang Ditetapkan PIBC
Untuk melakukan proses pemilihan pemasok beras, selanjutnya perlu dimasukkan berbagai nilai untuk kriteria perberasan tersebut. Sebagai contoh, terdapat delapan kriteria yang menjadi input yaitu kriteria harga, kadar air, kotoran, tingkat keputihan, jarak pemasok dari PIBC, patahan, waktu pengiriman dan kuantitas beras dari pemasok. Misal untuk nilai kriteria harga beras tipe IR64/ III, harga dari daerah Karawang adalah Rp. 5.100,-/ kg, harga dari Cirebon adalah Rp. 5.050,-/ kg, harga dari Bandung adalah Rp. 4.950,-/ kg dan dari Cianjur harganya adalah Rp. 4.700,-/ kg. Untuk kriteria lainnya, dapat dimasukkan sebagai input ke dalam program dan tampilannya dapat dilihat pada Gambar 49.
117
Gambar 49. Penilaian Pada Kriteria Terhadap Alternatif Pemasok Beras Melalui
proses
yang
dilakukan
dengan
metode
TOPSIS
yang
memperhitungkan semua nilai pada seluruh kriteria dan pada setiap alternatif, maka diperoleh hasil berupa peringkat dari pemasok beras untuk tipe IR64/ III yang dapat dilihat pada Gambar 50. Misal pada program tersebut peringkat dan nilai para pemasok berturut-turut adalah Bandung (0,7506), Cirebon (0,6841), Karawang (0,6661) dan Cianjur (0,3375).
Gambar 50. Daerah Pemasok Beras Terpilih Hasil Perhitungan TOPSIS.
118
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, proses pengadaan beras oleh para pengusaha di PIBC umumnya dilakukan melalui dua cara. Cara pertama untuk mendapatkan beras adalah melalui para pedagang beras dari daerah, baik pedagang baru maupun pedagang langganan yang datang langsung ke PIBC dan menawarkan beras yang dibawanya. Mekanisme cara pertama adalah para pedagang beras tersebut berkeliling di sekitar PIBC dan menawarkan beras melalui sampel yang dibawanya. Dari sampel tersebut kemudian para pengusaha di PIBC memeriksa beras melalui proses menggenggam beras dan mempertimbangkan spesifikasi beras yang dibutuhkan, seperti jenis beras, harga beras, kadar air dan warna beras. Apabila semua kriteria perberasan dipenuhi maka transaksi jual beli beras antara pedagang di PIBC dengan pedagang beras dari daerah tersebut dilakukan. Cara pertama tersebut umumnya terjadi di PIBC. Cara ke dua dilakukan apabila berlangsung musim paceklik dan beras sulit diperoleh, sehingga para pengusaha di PIBC sendiri yang datang langsung ke daerah untuk mencari beras. Transaksi perdagangan beras di PIBC baik melalui cara pertama maupun cara ke dua memiliki ciri yang unik, yaitu uang hasil transaksi dibayarkan baik secara tunai maupun transfer melalui bank, kepada para pedagang beras oleh para pengusaha di PIBC setelah pedagang beras di PIBC mendapatkan uang hasil dari penjualan beras tersebut kepada para distributor. Hal tersebut dapat dipahami bahwa proses jual beli beras di PIBC berjalan atas dasar kepercayaan antara satu pihak penjual dan pembeli. Dengan demikian mekanisme jual beli beras di PIBC tersebut tidak hanya didasari oleh motif keuntungan saja tetapi juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan, jaringan dan kebutuhan bersama untuk mendapatkan manfaat bersama. Hal tersebut sesuai dengan konsep modal sosial (social capital) yang dinyatakan oleh Woolcock dan Narayan (2000) serta Fukuyama (2001).
5.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras Subsistem distribusi dan transportasi beras dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing dan program komputasi dihasilkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7 (Borland, 2011).
119
Hasil program komputasi untuk model distribusi dan transportasi beras tersebut, tampilannya dapat dilihat berturut-turut dari Gambar 51 sampai dengan Gambar 56. Pada tampilan program tersebut, semua data input yang diujicobakan pada program ini baik untuk nama pelanggan, jenis dan mutu beras yang diminta oleh pelanggan, jumlah pesanan dan kendaraan yang dipergunakan adalah bukan data sesungguhnya. Data tersebut adalah data yang dibangkitkan (generated data) untuk mengujicoba program yang dihasilkan. Data tersebut adalah data representasi yang sudah didiskusikan dengan para pelaku usaha perberasan di PIBC. Hasil uji coba dari program komputasi tersebut dipergunakan untuk menganalisis kejadian sebenarnya yang terjadi pada pola distribusi dan transportasi beras di PIBC dan wilayah DKI Jakarta. Data input pada Gambar 51 menunjukkan data sejumlah titik distribusi yang dipasok pada suatu hari tertentu, misal dalam hal ini terdapat sepuluh pelanggan dengan indeks pelanggan tersendiri. Nama pelanggan pada tampilan ini bukan nama pelanggan sebenarnya, misal untuk pelanggan Bapak H. Amir berlokasi di pasar Regional Tanah Abang, Ibu Nunung di pasar Senen dan Bapak Sumarno di pasar Pal Merah. Pada tampilan ini dapat dilihat bahwa Bapak Sumarno memiliki indeks pelanggan nomor sepuluh dan beralamat di pasar Pal Merah.
Gambar 51. Tampilan Menu Distribusi dan Transportasi Beras
120
Data input pada Gambar 52 adalah data produk yang didistribusikan yaitu beras. Jenis beras yang diperdagangkan di PIBC saat ini berjumlah empat belas tipe yaitu Cianjur Kepala, Cianjur Slyp, Setra, Saigon, Muncul mutu I (Muncul/ I), Muncul/ II, Muncul/ III, IR64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, IR 42, Ketan Putih dan Ketan Hitam. Misal
untuk pesanan dari beberapa pelanggan pada model ini
adalah jenis beras Cianjur Kepala, IR 64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, Muncul/ I dan Muncul/ III. Data input pada Gambar 53 adalah data dari jarak antar lokasi pelanggan atau menunjukkan jarak antar lokasi pasar. Apabila pada suatu hari terdapat pesanan dari sepuluh pasar, maka ke dalam model di atas harus dimasukkan jarak antar lokasi pasar sebanyak 10 x 10. Misal dalam hal ini jarak yang harus dimasukkan dari pasar Cikini Ampiun ke pasar Baru adalah 5,3 km. Jarak antar lokasi pasar pada penelitian ini dihitung dari peta DKI Jakarta melalui perhitungan koordinat dengan bantuan Google Map sehingga jarak antar pasar mewakili jarak sesungguhnya.
Gambar 52. Tampilan Menu Produk Beras Jumlah pasar pada penelitian ini dibatasi hanya pada pasar yang berada di bawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta yaitu di bawah pengelolaan PD. Pasar Jaya. Jumlah pasar dibatasi sebanyak seratus lima pasar dari seratus lima puluh dua pasar. Hal tersebut disebabkan karena alamat empat puluh tujuh pasar lainnya tidak tertulis dengan lengkap sehingga tidak dapat ditemukan di dalam peta. Jarak
121
antar lokasi pasar yang dapat dimasukkan sebagai input pada penelitian ini adalah jarak antar lokasi pasar yang berbentuk matriks dengan ukuran 105 x 105.
Gambar 53. Tampilan Jarak Lokasi Antar Para Pelanggan Beras.
Jarak antar lokasi pasar tersebut meliputi jarak antar lokasi pasar di lima wilayah DKI Jakarta yaitu jarak antar lokasi pasar di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan jarak antar lokasi pasar di wilayah Jakarta Timur. Jarak antar lokasi pasar secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.1 sampai Lampiran 8.5. Data input pada Gambar 54
memperlihatkan tanggal pemesanan dari
delapan pelanggan beras. Masing-masing pelanggan memesan beras dalam satuan pak atau karung tertentu dan berat (kg) tertentu, dengan waktu loading (bongkar muat) pada masing-masing titik distribusi diketahui. Misal pada tanggal 25 Oktober 2010, Ibu Nunung dengan indeks pelanggan nomor dua, memesan sebanyak 10 karung beras Cianjur Kepala yang masing-masing bobotnya 50 kg, sehingga jumlah permintaannya adalah 500 kg dengan waktu loading selama 20 menit. Untuk pesanan pada hari yang sama, Ibu Nunung dapat pula memesan jenis produk yang lain, misal pada hari itu Ibu Nunung memesan juga jenis beras Muncul/ I sebanyak 50 karung sehingga jumlahnya adalah 2500 kg. Demikian pula ke dalam model ini, pada tanggal 25 Oktober 2010 tersebut, para pelanggan lain dapat memesan sejumlah beras jenis tertentu, seperti Bapak Usep memesan jenis beras IR 64/ III sebanyak 2500 kg dan Bapak Syaiful memesan beras jenis Muncul/ III sebanyak 2000 kg.
122
Gambar 54. Tampilan Menu Pesanan Dari Para Pelanggan Beras Untuk mendistribusikan beras yang dipesan oleh para pelanggan, para pengusaha di PIBC dapat menggunakan kendaraan yang dimiliki sendiri atau kendaraan yang disewa dari FSTJ. Pada Gambar 55, misalnya ditampilkan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh seseorang pengusaha beras di PIBC yang memiliki dua jenis kendaraan yaitu Toyota Dyna yang berkapasitas delapan ton atau 8000 kg dan Daihatsu Grandmax dengan kapasitas tiga ton atau 3000 kg.
Gambar 55. Tampilan Menu Kendaraan Untuk Distribusi dan Transportasi Beras
123
Pada Gambar 56, diperlihatkan suatu contoh hasil perhitungan dari metode Simulated Annealing di atas. Pada tanggal 25 Oktober 2010, terdapat delapan pelanggan yang perlu dilayani dengan rute pertama dimulai dari PIBC kemudian ke titik 1 – 4 – 2 dan kembali ke PIBC dengan kendaraan Toyota Dyna. Untuk kendaraan Daihatsu Grandmax rutenya berawal dari PIBC kemudian ke titik 8 dan kembali ke PIBC. Untuk rute ketiga, kendaraan Toyota Dyna berangkat lagi dari PIBC ke titik 3 – 7 – 6 – 5 dan kembali ke PIBC.
Gambar 56. Tampilan Penugasan Kendaraan Pada Pendistribusian Beras Untuk menghitung berapa jumlah jarak dari rute yang digunakan untuk mengantarkan produk beras tersebut, dengan menggunakan program simulated annealing juga dapat ditampilkan rute terpendek. Misal pada Gambar 57, rute terpendek dalam mengantarkan semua pesanan beras ke seluruh pelanggan diperoleh pada iterasi ke 445 dengan jarak tempuh 25,7 km.
Gambar 57. Tampilan Rute Terpendek Pada Pendistribusian Beras Dari PIBC Kepada Para Pelanggan
124
Dengan model di atas dapat diperoleh rute terpendek terkait penugasan untuk memenuhi pesanan pada suatu hari dan pesanan yang didistribusikan diangkut dengan menggunakan kendaraan secara efektif dan efisien. Jika ada dua kendaraan dengan kapasitas besar dan kecil, maka kendaraan yang diprioritaskan adalah kendaraan yang paling optimal yang dapat mengangkut pesanan dari para pelanggan. Kemudian jika seluruh pesanan cukup ditangani oleh satu kendaraan saja, maka kendaraan ke dua tidak perlu dipergunakan sehingga menghemat biaya transportasi. Untuk menghitung berapa penghematan yang dapat dilakukan melalui metode simulated annealing tersebut, dilakukan simulasi melalui tiga skenario dengan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada skenario pertama disimulasikan terdapat delapan pesanan, pada skenario ke dua terdapat sepuluh pesanan dan pada skenario ke tiga terdapat dua belas pesanan. Pada masing-masing skenario disimulasikan seluruh beras yang dipesan didistribusikan kepada pelanggan dengan menggunakan dua buah kendaraan Grandmax dan dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah toyota Dyna. Diketahui bahwa kapasitas beras yang dapat diangkut oleh Grandmax adalah tiga ton dan kapasitas beras yang dapat diangkut oleh toyota Dyna adalah delapan ton. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, umumnya pendistribusian beras kepada pelanggan dilakukan dengan menggunakan kendaraan Grandmax. Pada subsistem ini, diperoleh hasil efisiensi yang dapat dihemat baik dari segi jarak maupun waktu, apabila pengiriman beras tersebut dilakukan dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah toyota Dyna. Dari simulasi ke tiga skenario tersebut, rata-rata penghematan jarak yang dihasilkan adalah 25,79% , sedangkan rata-rata penghematan dari segi waktu yang diperoleh adalah 13,93%. Secara rinci, penghematan dari ke tiga skenario di atas dapat dilihat pada Tabel 27. Menurut pengusaha beras di PIBC, proses pendistribusian beras kepada para pelanggan baik pelanggan perorangan maupun pelanggan institusi atau distributor di wilayah DKI Jakarta umumnya dilakukan melalui dua cara. Cara pertama adalah beras dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan waktu dan jumlah pesanan dari pelanggan yang datang langsung ke PIBC. Cara ke dua
125
adalah beras dikirimkan kepada pelanggan sesuai dengan waktu dan jumlah pesanan yang diminta dan dilakukan melalui telpon. Cara ke dua biasa terjadi apabila pelanggan atau distributor yang memesan sudah menjadi langganan dari pengusaha beras di PIBC dan sudah saling mempercayai. Transaksi pengiriman beras dari PIBC kepada para pelanggan melalui cara ke dua memiliki ciri khas, yaitu uang hasil transaksi dibayarkan oleh para pelanggan kepada para pedagang beras di PIBC setelah para pelanggan tersebut mendapatkan uang hasil dari penjualan beras kepada para konsumen atau membayar uang tersebut sesuai dengan persetujuan awal antara pelanggan dan pengusaha beras di PIBC. Pada mekanisme yang ke dua tersebut, proses jual beli beras antara pengusaha beras di PIBC dan dengan pelanggannya berjalan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian motif perdagangan beras dari PIBC kepada para pelanggan juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan yaitu atas dasar kepercayaan yang merupakan salah satu komponen penting dari modal sosial (Scheffert, 2009).
Tabel 27. Penghematan Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Simulated Annealing Skenario
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Rata-rata
Dua Grand Max
Jarak (km) 131.6 157.4 190.7
Waktu (menit) 291.6 337.4 410.7
Satu Grand Max dan Satu Toyota Dyna Jarak Waktu (km) (menit) 116.3 276.3 107.2 267.2 126.1 346.1
Selisih
Jarak (km) 15.3 50.2 64.6 43.37
Waktu (menit) 15.3 70.2 64.6 50.03
Efisiensi
Jarak (%) 11,63 31,89 33,86 25,79
Waktu (%) 5,25 20,81 15,73 13,93
Lebih lanjut, ide dasar dari konsep rantai pasokan (supply chain) menurut Levy (2003) adalah upaya bersama dalam satu jaringan institusi usaha untuk mengalirkan barang dan atau jasa yang bertujuan supaya barang dan atau jasa tersebut dapat sampai kepada konsumen secara efektif dengan biaya yang efisien. Menurut Woolcock dan Narayan (2000) serta Fukuyama (2001), konsep modal sosial (social capital) secara mendasar adalah norma masyarakat atau jaringan di antara masyarakat yang memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat bertindak secara bersama-sama. Modal sosial juga dapat mendorong interaksi
126
antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama dalam menghasilkan suatu tujuan. Dengan demikian, hubungan antara konsep modal sosial dan rantai pasokan tersebut secara kualitatif sangat erat kaitannya. Rantai pasokan merupakan konsep yang muncul dari dunia usaha, sedangkan modal sosial muncul dari dunia kemasyarakatan secara umum. Rantai pasokan dan modal sosial memerlukan faktor pendukung yang sama dalam menuju tujuannya masing-masing yaitu faktor adanya jaringan atau adanya kerja sama. Rantai pasokan memerlukan upaya terintegrasi dari jaringan pemasok, produsen, distributor sampai ritel
untuk
bekerja sama sehingga dapat mengirimkan barang atau jasa sampai ke konsumen. Modal sosial memerlukan kerjasama di antara dua individu atau dua kelompok masyarakat untuk mendapatkan tujuan seperti ketenangan dan keamanan bersama dalam hidup bermasyarakat. Tujuan dari rantai pasokan lebih berbentuk hasil upaya yang terukur seperti kepuasan pelanggan yang berakhir pada keuntungan finansial yang selanjutnya dapat diukur dari return on investment (ROI) misalnya. Dengan adanya jaringan ikatan (bonding network), jaringan penghubung (linking network) dan jaringan jembatan (bridging network), menurut Scheffert (2009), tujuan dari modal sosial dapat menciptakan kesempatan baru, ikatan baru dan sumber daya baru di antara warga masyarakat itu sendiri, termasuk tujuan keuntungan finansial itu sendiri. Secara kuantitatif hubungan antara rantai pasokan dan modal sosial pada penelitian ini belum dihasilkan, namun hubungan tersebut dapat dihitung dan diperlihatkan apabila atribut atau parameter yang sama dari ke dua konsep tersebut telah diukur. Pengukuran dapat dihasilkan dari penyebaran kuesioner yang melibatkan atribut atau parameter tersebut kepada para responden yang menjadi target penelitian.
5.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras. Ukuran kinerja suatu institusi atau organisisasi bisnis selalu diperlukan dalam rangka untuk mengukur sejauh mana suatu institusi atau organisasi sudah bekerja pada suatu waktu tertentu (Romaniello, 2011). Ukuran kinerja merupakan ukuran produktifitas dari suatu institusi atau organisasi. Suatu institusi atau
127
organisisasi
yang memiliki filosofi pengembangan secara berkelanjutan
(continuous improvement) memerlukan ukuran kinerja (McGourty, et al., 2011). Melalui ukuran kinerja tersebut, suatu institusi atau organisasi dapat menentukan apakah berhasil atau gagal dalam melakukan suatu pekerjaan (Booz et al., 2011). Menurut Nofrisel (2009), hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship) merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjelaskan mutu kinerja logistik. Dalam konteks rantai pasokan beras di DKI Jakarta, hubungan antar organisasi tersebut dapat dipahami sebagai hubungan antara pelaku usaha perberasan di PIBC dengan para pemasok beras dan dengan para distributor beras. Dengan demikian dalam penelitian ini, ukuran kinerja rantai pasokan beras dipengaruhi oleh aktifitas pemilihan pemasok serta aktifitas distribusi dan transportasi beras. Selain itu, prakiraan dapat dipergunakan juga untuk mendukung kinerja rantai pasokan, seperti yang telah dinyatakan oleh Gilliland (2003), tujuan utama dari prakiraan adalah untuk mendorong rantai pasokan menuju ke arah yang lebih efektif. Dengan demikian berdasarkan Gilliland (2003) dan Nofrisel (2009) maka kinerja rantai pasokan pada penelitian ini dipengaruhi oleh aktifitas pemilihan pemasok beras, aktifitas distribusi dan transportasi beras serta aktifitas prakiraan perberasan yang meliputi prakiraan pasokan beras dan harga beras. Untuk model konseptual kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, model yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 58.
Gambar 58. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras Untuk DKI Jakarta
128
Program komputasi dari model kinerja di atas dapat dipergunakan oleh perorangan maupun oleh semua pihak dalam rantai pasokan perberasan. Misal untuk kasus seorang pengusaha beras di PIBC, apabila setelah dievaluasi nilai prakiraannya adalah 0,2 (tidak akurat), nilai pemilihan pemasoknya adalah 0,3 (cukup lancar) sedangkan nilai distribusi dan transportasinya adalah 0,5 (cukup lancar) maka nilai-nilai tersebut dapat dijadikan input untuk program komputasi yang dihasilkan. Dari ke tiga input tersebut diperoleh perhitungan nilai kinerjanya adalah 0,451 (cukup baik). Demikian pula, gambar grafik dari kinerja rantai pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh ke dua input, sebagai contoh, gambar grafik kinerja rantai pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh pemilihan pemasok dan distribusi dan transportasi beras dapat ditampilkan pada Gambar 59.
Gambar 59. Tampilan Input Output Kinerja Rantai pasokan Beras
Model ini dapat dipergunakan juga untuk mengantisipasi kinerja rantai pasokan di masa mendatang dengan cara mengubah input dengan nilai-nilai
129
tertentu. Misal pada kasus lain, seorang pengusaha beras atau suatu institusi yang berusaha di bidang perberasan menginginkan nilai kinerjanya adalah baik, maka nilai input untuk mencapai nilai kinerja tersebut dapat diuji coba, misalnya dengan nilai prakiraan adalah 0,7 (akurat), nilai pemilihan pemasoknya 0,9 (lancar) dan nilai distribusi dan transportasinya 0,9 (lancar). Dengan ke tiga nilai input tersebut maka diperoleh hasil nilai kinerjanya adalah 0,847. Tampilan program komputasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 60.
Gambar 60. Tampilan Input Output Hasil Perubahan Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras Gambar grafik yang terdapat pada Gambar 60, menunjukkan hubungan antara kinerja rantai pasokan beras yang dipengaruhi oleh pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras. Pada Gambar 60 di atas, dapat ditampilkan juga hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan dua input lainnya, misal hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan aktifitas prakiraan pasokan dan harga beras serta dengan aktifitas pemilihan pemasok beras.
130
5.5 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta Model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta seperti yang sudah diperlihatkan pada Gambar 44, merupakan model gabungan dari empat subsistem, yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras serta subsistem kinerja rantai pasokan beras. Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Matlab versi R2009a. Pada subsistem pemilihan pemasok beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Visual Basic . Pada subsistem distribusi dan transportasi beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Delphi, sedangkan pada subsistem kinerja rantai pasokan beras, pengolahan data dibantu lagi dengan menggunakan software Matlab versi R2009a (Mathwork. 2009). Program antar muka (interface) seluruh subsistem tersebut dilakukan dengan menggunakan software Visual Basic 6 (Microsoft, 2011). Tampilan dari model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta tersebut dapat dilihat pada Gambar 61.
Gambar 61. Tampilan Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta
131
110
131
Model yang dihasilkan pada penelitian ini adalah model sistem penunjang keputusan cerdas (Intelligent Decision Support System/ IDSS) untuk suatu sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang disingkat dengan MODE INDUSTRI (Model Design of Intelligent Decision Support System for Supply Chain Management of Rice in DKI Jakarta Province). Selanjutnya pada model yang dihasilkan tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1.
Rasionalitas pemilihan metode dalam pengembangan model.
2.
Penilaian dari pakar terhadap model yang dihasilkan
3.
Proses verifikasi dan validasi pada model yang dihasilkan.
5.5.1 Rasionalitas Pemilihan Metode Dalam Pengembangan Model. Model yang dihasilkan pada penelitian secara menyeluruh adalah suatu model IDSS yang secara umum memanfaatkan penggunaan metode kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) pada ke tiga subsistem dan menggunakan metode analitik pada satu subsistem lainnya. Metode AI yang dipergunakan adalah
metode jaringan syaraf tiruan (JST)
untuk mengembangkan model
subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, metode simulated annealing untuk mengembangkan model subsistem distribusi dan transportasi beras, metode fuzzy inference system (FIS) untuk mengembangkan subsistem kinerja rantai pasokan beras, serta metode analitik TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) untuk mengembangkan model subsistem pemilihan pemasok beras. Metode AI untuk pengembangan IDSS pada penelitian ini dipilih karena menurut Shim (2002) perkembangan decision support system (DSS) ke depan banyak memanfaatkan penggunaan teknik kecerdasan buatan sehingga konsep yang lebih banyak dipergunakan di masa mendatang adalah IDSS. Menurut Michalewicz et al. (2005), salah satu kriteria dari suatu model IDSS adalah kemampuan sistem untuk dapat beradaptasi (adaptability) atau adaptif yaitu sistem mampu menghasilkan sesuatu yang dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan sistem pada waktu berikutnya. Untuk model yang dihasilkan pada penelitian ini, pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem
132
tersebut mampu menghasilkan suatu informasi pasokan dan harga beras yang dapat dijadikan sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning system). Informasi peringatan dini ini dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pihak PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) dalam rangka menjaga kestabilan pasokan dan harga beras di DKI Jakarta. Dengan peringatan dini ini, apabila diperlukan, pihak FSTJ dapat meminta bantuan pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar. Pada subsistem kinerja rantai pasokan beras, model juga bersifat adaptif karena subsistem tersebut dapat memberikan suatu informasi ukuran kinerja yang bersifat sebagai umpan balik. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai sinyal bagi pihak FSTJ atau bagi pihak pelaku usaha perberasan lain sepanjang rantai pasokan perberasan tersebut, guna mendukung atau mengantisipasi faktor-faktor apa saja yang harus dijaga atau ditingkatkan dalam rangka menjaga atau meningkatkan perbaikan kinerja rantai pasokan beras di masa mendatang.
Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras pada penelitian ini, grafik data yang diperoleh dari FSTJ yang berhubungan dengan data pasokan beras dapat dilihat pada Gambar 62, sedangkan grafik data dari harga beras dapat dilihat pada Gambar 63. Dari ke dua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa grafik data berfluktuasi, sehingga grafik data prakiraan pasokan maupun harga beras tersebut tidak memiliki pola kecenderungan naik ataupun kecenderungan turun yang biasanya dapat didekati oleh model regresi. Begitu pula grafik data tersebut tidak memiliki pola kecenderungan berbentuk parabol atau eksponensial, sehingga model prakiraan yang berbentuk fungsi polinom atau fungsi eksponensial tidak sesuai apabila dipergunakan untuk memperkirakan pasokan dan harga beras tersebut. Grafik data tersebut juga tidak memiliki pola periodik yang biasa didekati dengan model prakiraan fungsi sinusoidal. Untuk menghampiri pola data tersebut diperlukan pendekatan lain seperti yang sudah dilakukan oleh Kumar (2006), yaitu pendekatan JST terhadap pola data yang berbentuk fluktuatif. Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras pada penelitian ini adalah metode
133
artificial neural network atau metode jaringan syaraf tiruan (JST). Metode ini dipilih karena metode JST lebih akurat dalam memperkirakan suatu hal dibandingkan dengan metode prakiraan yang lain. Kekuratan metode JST dibandingkan dengan metode prakiraan lainnya telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kumar (2006) yang membandingkan empat model prakiraan untuk memperkirakan jumlah uang cash yang dibutuhkan masyarakat pada suatu periode tertentu. Dari hasil penelitian tersebut Kumar (2006) memperoleh bukti bahwa metode JST lebih baik dalam memperkirakan tingkat akurasi uang cash yang dibutuhkan masyarakat dibandingkan dengan tiga metode lainnya yaitu metode runtun waktu (time series), metode analisis faktor dan metode sistem pakar. 14000 Pasokan Beras (ton)
12000 10000 8000 6000 4000 2000 Minggu 81
Minggu 77
Minggu 73
Minggu 69
Minggu 65
Minggu 61
Minggu 57
Minggu 53
Minggu 49
Minggu 45
Minggu 41
Minggu 37
Minggu 33
Minggu 29
Minggu 25
Minggu 21
Minggu 17
Minggu 13
Minggu 9
Minggu 5
Minggu 1
0
Gambar 62. Jumlah Pasokan Beras Rata-rata Per Minggu Dari PIBC Ke DKI Jakarta (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010) Jones (2005) membandingkan root mean squared error (RMSE) antara JST dengan
Auto-Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa RMSE antara JST dan ARIMA adalah 30% atau akurasi JST tiga kali lebih baik daripada metode ARIMA. Contoh lain adalah penelitian Salim (2008) tentang prediksi demam berdarah di Malaysia yang mempertimbangkan variabel deret waktu, lokasi dan iklim yang dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu NNM (neural network model) dan NLRM (non linear regression model).
134
7000,00 6000,00 Harga (Rp)
5000,00 4000,00 3000,00 2000,00
Rata-rata Harga Muncul III (Rp)
1000,00
Rata-rata Harga IR64 (Rp) Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming…
0,00
Gambar 63. Harga Rata-rata Per Minggu Beras Jenis IR 64/ III dan Muncul/ III di PIBC (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010) Hasil penelitian menyatakan bahwa MSE (mean square error) yang dihasilkan oleh NNM lebih baik jika dibandingkan dengan NLRM. Hal tersebut berarti bahwa tingkat akurasi prakiraan yang dihasilkan oleh NNM lebih akurat daripada tingkat akurasi yang dihasilkan oleh NLRM. Pada penelitian mengenai pengelolaan saluran pembuangan (drainage management) yang telah dilakukan oleh Sarangi et al. (2006) dengan menggunakan SALTMOD (salt balanced model) dan JST, menunjukkan bahwa akurasi mengenai salinitas drainase yang dihasilkan oleh JST lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh SALTMOD. Dari berbagai hasil penelitian tersebut, maka pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras ini juga digunakan metode JST.
Metode TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem pemilihan pemasok beras dalam penelitian ini adalah metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Metode TOPSIS adalah salah satu metode untuk menyelesaikan persoalan multicriteria decision making (MCDM) selain metode lain seperti analytical hierarchy process (AHP) (Wu, 2007). Dalam subsistem pemilihan pemasok beras ini, nilai preferensi yang tertinggi dari semua alternatif pemasok beras merupakan peringkat yang paling baik yang telah
135
memperhitungkan semua kriteria perberasan. Metode TOPSIS dipilih dari pada metode AHP karena input yang digunakan untuk metode ini lebih mudah dilakukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC dan lebih mewakili keadaan nyata karena data yang digunakan dapat berupa input kuantitatif maupun input kualitatif. Apabila metode AHP dipergunakan dalam perhitungan subsistem pemilihan pemasok beras ini, maka pihak pelaku usaha perberasan di PIBC dihadapkan pada satu kesulitan, yaitu kesulitan dalam membandingkan bobot antara kriteria satu dengan kriteria lainnya yang cukup banyak. Proses kesulitan membandingkan bobot antar kriteria di atas dikhawatirkan menimbulkan ketidakkonsistenan yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan berikutnya, terlebih apabila terdapat banyak kriteria yang dipergunakan dalam metode AHP tersebut.
Metode Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem distribusi dan transportasi beras yang merupakan persoalan vehicle routing problem (VRP) pada penelitian ini adalah metode simulated annealing (SA). Metode ini dipilih karena terdapat beberapa penelitian yang mendukung terhadap penggunaan metode SA tersebut untuk menyelesaikan persoalan VRP. Lin, et al (2009) menggunakan dua metode yaitu simulated annealing (SA) dan tabu search (TS) untuk menyelesaikan masalah rute trailer dan truk yang merupakan variasi dari VRP. Pada penelitian tersebut, Lin, et al. (2009) mendapatkan hasil bahwa waktu komputasi penyelesaian persoalan tersebut dengan menggunakan metode SA lebih kompetitif dari pada metode TS.
Metode Fuzzy Inference System Untuk Kinerja Rantai Pasokan Beras Mengukur kinerja menurut Cohen dan Roussel (2005) adalah proses yang sulit. Kesulitan tersebut dimulai dari kinerja apa yang akan diukur, bagaimana mendefinisikan ukuran yang akan dipilih dan berapa banyak ukuran tersebut akan dilakukan pada setiap waktu. Pada pengukuran kinerja rantai pasokan beras ini, metode yang dipergunakan adalah metode fuzzy inference system (FIS).
136
FIS dipilih karena metode tersebut mampu menjadi alat yang dapat memproses variabel input menjadi variabel output tanpa memerlukan data kuantitif. Tiga variabel input yang menjadi penunjang kinerja rantai pasokan beras adalah prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras. Ketiga variabel tersebut melalui proses fuzzifikasi, if then rules serta defuzzifikasi mampu diproses menjadi kinerja rantai pasokan beras. Metode FIS tersebut mendukung kenyataan bahwa data kuantitatif di PIBC tidak baik untuk diolah apabila pengukuran
kinerja tersebut diproses
dengan metode ANN (artificial neural network) atau dengan metode SCOR (supply chain operation refernce).
5.5.2 Penilaian Dari Pakar Terhadap Model Yang Dihasilkan Di luar ruang lingkup penelitian seperti yang telah diuraikan pada Bab I, untuk mendapatkan informasi mengenai nilai positif (nilai lebih) maupun nilai negatif (nilai kurang) termasuk juga nilai manfaat dari hasil penelitian ini, telah disebarkan kuesioner dan diperoleh sebanyak delapan responden pakar yang memberikan penilaian terhadap model yang dihasilkan. Para pakar diminta untuk memberikan nilai positif maupun nilai negatif terhadap empat model yang dihasilkan yaitu terhadap model prakiraan pasokan beras, model prakiraan harga beras, model pemilihan pemasok beras serta model distribusi dan transportasi beras untuk rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta. Para responden terdiri dari empat orang pakar dari pihak praktisi dan empat orang pakar dari pihak akademisi. Pakar yang memberikan penilaian pada model tersebut berasal dari PT. Food Station Tjipinang Jaya, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), PT. Cipta Mapan Logistik,
Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran,
Universitas Andalas dan Universitas Widyatama. Jawaban dari para pakar terhadap kuesioner yang disebarkan dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk memberikan penilaian terhadap empat model yang dihasilkan dari penelitian ini, para pakar mendapatkan kuesioner melalui email dan memberikan penilaiannya setelah membaca terlebih dahulu ringkasan penelitian dan hasilhasil dari model yang diperoleh pada penelitian yang dicantumkan pada kuesioner
137
tersebut. Terdapat banyak penilaian terkait model yang dihasilkan. Penilaian para pakar terhadap satu model ada yang sama tetapi sebagian besar penilaian tersebut lebih banyak berbeda. Secara menyeluruh nilai positif (nilai lebih) maupun nilai negatif (nilai kurang) dari para pakar terhadap empat model yang dihasilkan tersebut dapat dilihat berturut-turut dari Tabel 28 sampai dengan Tabel 31. Tabel 28. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Pasokan Beras No
Nilai Positif
1.
Membantu dalam stabilisasi pasokan dan harga beras.
2.
Dapat mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi.
3.
Dapat dijadikan pedoman oleh para pengambil keputusan apakah perlu dilakukan operasi pasar atau tidak.
4.
Dapat mengetahui jumlah pasokan terhadap kebutuhan.
5.
Dapat dipergunakan untuk memonitor kecenderungan harga.
6.
Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak memperhitungkan musim yang ekstrim yang mengakibatkan gagal panen.
2.
Dengan diketahuinya persediaan di gudang, terutama jika jumlahnya sedikit, maka pedagang daerah dapat menjadi spekulan.
3.
Tidak dapat menentukan waktu/periode tertentu sebagai peak demand.
4.
Modelnya tidak mengakomodasi adanya feedback antar variabel seperti persediaan dengan harga beras.
5.
Tidak memperhitungkan stock optimal level.
Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras No
Nilai Positif
1.
Dapat membantu dalam menentukan harga jual dan untuk pemerintah menentukan HPP (harga pembelian pemerintah) untuk GKP (gabah kering panen) dan GKG (gabah kering giling).
2.
Dapat mengetahui harga beras di kemudian hari .
3.
Dapat secara efektif memonitor trend harga.
4.
Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan dan memudahkan pemantauan terhadap perilaku harga beras .
138
Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras (lanjutan) No
Nilai Negatif
1.
Model tidak dapat memperkirakan, karena pada saat tertentu kenaikan harga tidak dapat dihindari.
2.
Masih belum dapat memprediksi harga lebih dari dua minggu ke depan.
Dari Tabel 28 dan Tabel 29 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model prakiraan pasokan dan harga beras adalah dapat membantu dan memudahkan pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan untuk melakukan dan mengantisipasi stabilitas pasokan dan harga beras. Sementara nilai negatif dari model tersebut adalah belum memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pasokan dan harga beras seperti faktor cuaca, waktu/periode kapan permintaan beras mencapai permintaan tertinggi (peak demand) dan model tersebut belum mengakomodasi hubungan antar variabel seperti persediaan beras dengan harga beras.
Tabel 30. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Pemilihan Pemasok Beras No
Nilai Positif
1.
Dapat menentukan siapa pemasok potensial.
2.
Dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya.
3.
Model dapat membantu memilih pemasok yang kompeten.
4.
Model dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur .
5.
Dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak dapat memonitor pemasok yang tidak rutin/ jarang masuk PIBC.
2.
Masih kurangnya informasi pemasok dari daerah produsen yang dapat diketahui oleh para pedagang grosir.
3.
Model tidak menjamin pasokan beras dari daerah penyanggah.
4.
Tidak mengakomodasi sumber pasokan setiap daerah memiliki spesifikasi jenis dan mutu beras yang berbeda.
Dari Tabel 30 dapat disimpulkan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model pemilihan pemasok beras adalah dapat menentukan pemasok potensial, dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya dan dapat meningkatkan mutu beras yang diharapkan, sedangkan beberapa nilai
139
negatif dari model tersebut adalah model belum dapat memonitor pemasok yang jarang melakukan transaksi, model belum memiliki informasi pemasok yang perlu diketahui oleh pihak pembeli (pengusaha beras), model belum mengakomodasi sumber pasokan beras dari setiap daerah yang memiliki spesifikasi jenis dan mutu beras tertentu.
Tabel 31. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Distribusi dan Transportasi Beras No
Nilai Positif
1.
Dapat memberikan nilai efisiensi pada bahan bakar dan waktu pengiriman.
2.
Dapat menekan harga beras sampai harga beli konsumen akhir.
3.
Mengetahui waktu penanganan beras per kendaraan (ton).
4.
Model dapat memberikan biaya yang optimal untuk distribusi dan transportasi.
5.
Memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak terpendek.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak memperhitungkan kendaraan yang tidak dalam kondisi prima.
2.
Model belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi
Dari Tabel 31 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model distribusi dan transportasi beras adalah dapat memberikan nilai efisiensi pada penggunaan bahan bakar dan waktu pengiriman, dapat menekan harga beras sampai konsumen akhir, dapat memberikan informasi
jumlah beras yang
ditangani tiap kendaraan, dan juga memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak terpendek. Sementara nilai negatif dari model tersebut adalah belum memperhitungkan kendaraan yang tidak layak jalan dan belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi.
Nilai Manfaat Dari Model Menurut Pakar Untuk mengukur nilai manfaat dari model yang dihasilkan, para pakar diminta memberikan nilai manfaat tersebut melalui penilaian dengan skala likert satu sampai dengan lima. Pada penilaian ini, pakar pertama diberi notasi E1, pakar ke dua diberi notasi E2, sampai dengan pakar ke delapan diberi notasi E8. Pakar memberi nilai satu jika model yang dihasilkan dianggap tidak bermanfaat, nilai dua jika model yang dihasilkan dianggap kurang bermanfaat, nilai tiga jika model
140
yang dihasilkan dianggap cukup bermanfaat, nilai empat jika model yang dihasilkan dianggap bermanfaat dan nilai lima jika model yang dihasilkan dianggap sangat bermanfaat. Dari data yang diberikan oleh para pakar yang terdapat pada Lampiran 10, nilai manfaat dan perhitungan rata-rata manfaat secara aritmetik tersebut dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Nilai Manfaat Model Penelitian Menurut Pakar No
Model Untuk Subsistem
Nilai Manfaat Menurut Pakar
Nilai RataRata
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
(W)
1
Prakiraan Pasokan Beras
5
5
5
5
4
3
5
4
4,5
2.
Prakiraan Harga Beras
4
5
5
4
5
3
5
4
4,375
3.
Pemilihan Pemasok Beras
4
5
5
5
3
4
4
4
4,25
4.
Distribusi dan Transportasi Beras
5
5
5
4
4
5
4
4
4,5
Nilai dari hasil perhitungan rata-rata aritmetik untuk setiap model menunjukkan nilai berada di atas angka empat. Sesuai dengan definisi efektifitas seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, selanjutnya nilai tersebut mengindikasikan bahwa model-model yang dihasilkan efektif dan bermanfaat untuk dapat dipertimbangkan dan dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang terkait di lapangan. Nilai rata-rata manfaat terhadap model yang diberikan oleh pakar praktisi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata yang diberikan oleh pakar akademisi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang ke dua tipe pakar tersebut terhadap model yang dihasilkan. Pakar praktisi memberi penilaian lebih kepada manfaat model yang kemungkinan dapat diterapkan di lapangan, sedangkan pakar akademisi lebih menitikberatkan penilaian manfaat model pada konsep dan gagasan mengapa model tersebut dipergunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sebagai contoh, nilai rata-rata manfaat untuk model prakiraan pasokan beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar lima, sedangkan pakar akademisi memberi nilai rata-rata sebesar empat. Demikian pula untuk model
141
pemilihan pemasok beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar 4,75, sedangkan pakar
akademisi memberi nilai rata-rata sebesar 3,75. Secara
menyeluruh, histogram grafik nilai rata-rata manfaat dari pakar praktisi dan akademisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 64, sedangkan diagram jejaring (web diagram) dari nilai rata-rata penilaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 65. Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian
5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
4,5 4
4,75 4,25
4,75 4,25
3,75
Rataan Penilaian Praktisi Rataan Penilaian Akademisi
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Pemilihan Beras Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Gambar 64. Histogram Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar
Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian
Distribusi dan Transportasi Beras
Prakiraan Pasokan Beras 5 4 3 2 1 0
Prakiraan Harga Beras
Praktisi Akademisi
Pemilihan Pemasok Beras
Gambar 65. Diagram Jejaring Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar
142
5.5.3
Proses Verifikasi dan Validasi Pada Model Yang Dihasilkan Menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), verifikasi dilakukan untuk
menjamin bahwa model telah dibuat dengan benar, algoritma telah diterapkan dengan sesuai, model tidak mengandung error, oversights, atau bugs, spesifikasi model lengkap dan kesalahan tidak dilakukan dalam pengembangan model. Selanjutnya menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), validasi dilakukan untuk menjamin bahwa model memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehubungan dengan metode yang dipergunakan dan hasil penelitian yang diharapkan. Tujuan dari validasi model adalah untuk menyatakan bahwa model bermanfaat dan menyediakan informasi yang akurat terkait dengan sistem aktual sehingga membuat model dapat diterapkan. Berdasarkan Conwell (2000) dan Macal (2005) tersebut, dilakukan proses verifikasi dan validasi untuk model yang dihasilkan pada penelitian ini. Proses verifikasi dari model prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, dilakukan dengan cara melakukan suatu perhitungan secara manual mengikuti algoritma yang disesuaikan dengan model yang dikembangkan. Hasil perhitungan secara manual menunjukkan kesamaan hasil dengan perhitungan melalui program yang dihasilkan. Contoh proses verifikasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.1 dan Lampiran 11.2. Untuk model kinerja rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang memperhitungkan tiga input yaitu prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, seperti persamaan yang telah diperlihatkan pada bagian model matematika kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, diperoleh hubungan bahwa K=
dan K =
dengan K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i , = 1, 2, 3. dan
=
,
= 1,2,3
: nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke .
143
Pakar yang secara khusus memberikan penilaian bobot untuk masingmasing subsistem tersebut berjumlah tiga orang yaitu Suminta SE dari PT. Food Stasiun Tjipinang Jaya (FSTJ), Nurul Shantiwardhani, SE. dari DPP PERPADI DKI Jakarta dan Nellys Sukidi, SE., MM dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Bobot penilaian untuk subsistem pendukung kinerja rantai pasokan beras tersebut diberikan dalam persentase dan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Pembobotan Input Kinerja Rantai Pasokan Beras Menurut Pakar No
Model Untuk Subsistem
Nilai Bobot Menurut Pakar P1
P2
P3
Nilai Rata-Rata Bobot (b)
1
Prakiraan Pasokan dan Harga Beras
0.15
0.1
0.15
0.133
2.
Pemilihan Pemasok Beras
0.5
0.5
0.45
0.483
3.
Distribusi dan Transportasi Beras
0.35
0.4
0.4
0.383
Dengan demikian berdasarkan model kinerja rantai pasokan beras tersebut dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai bobot dari Tabel 33 , diperoleh nilai K sebesar K = 0.133 W 1 + 0.483 W 2 + 0.383 W 3 . Apabila diperhitungkan dengan input dari Tabel 32, maka nilai manfaat kinerja rantai pasokan adalah K = 0.131 (4.4375) + 0.483 (4.25) + 0.383 (4.5) = 4.358, yang berarti bahwa nilai manfaat kinerja rantai pasokan memiliki nilai di atas tiga. Demikian pula apabila melihat hasil perhitungan pada Tabel 32, masingmasing model yang dihasilkan menunjukkan nilai di atas tiga. Hal tersebut sesuai dengan definisi efektifitas yang menunjukkan bahwa semua model yang dihasilkan pada penelitian ini efektif karena nilai rata-rata manfaat dari setiap model memiliki nilai lebih besar dari tiga. Selanjutnya menurut definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas, maka semua model yang dihasilkan pada penelitian ini bermanfaat sehingga membuat model dapat diterapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua model yang dihasilkan pada penelitian ini valid. Berdasarkan proses verifikasi yang terdapat pada Lampiran 11 dan validitas model yang didasarkan pada definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas, maka hasil verifikasi dan
144
validasi dari model-model yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Hasil Verifikasi dan Validasi dari Model Yang Dihasilkan MODEL No
Hasil Verifikasi dan Validasi Verified
Valid
1
Prakiraan Pasokan Beras
√
√
2.
Prakiraan Harga Beras
√
√
3.
Pemilihan Pemasok Beras
√
√
4.
Distribusi dan Transportasi Beras
√
√
5.
Kinerja Rantai Pasokan Beras
√
√
Berdasarkan Tabel 34 tersebut, maka semua model yang dihasilkan yang mencakup model prakiraan pasokan beras dan harga beras, model pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model kinerja rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta adalah valid dan verified.