BAB V ANCANGAN REVITALISASI TRADISI LISAN RUPA BUMI MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN PROGRAM AGROWISATA
Implikasi hasil penelitian ini menghasilkan dua ancangan metode revitalisasi tradisi lisan RB yakni (1) model revitalisasi formula bentuk tradisi lisan RB yang dipajankan dalam pendidikan akademik dan (2) model internalisasi isi kearifan lokal tradisi lisan RB yang dipajankan dalam pendidikan masyarakat. Dua metode tersebut sekaligus sebagai upaya penyebaran tradisi lisan RB secara horizontal tidak hanya kepada masyarakat Made, tetapi juga masyarakat umum lainnya baik yang ada di sekitar wilayah Made maupun pengunjung dari daerah lain yang sengaja datang untuk menyaksikan tradisi lisan RB atau mempelajari kearifan lokal masyarakat Made. Berikut ini ancangan metode revitalisasi selengkapnya. 5.1 Ancangan Revitalisasi Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Revitalisasi formula bentuk dalam pendidikan akademik ini mengacu pada formula bentuk tradisi lisan RB yakni struktur teks cerita rakyat Asal Mula Desa Made (AMDM), elemen ko-teks unsur-unsur material pendukung upacara ritual adat RB yang mengandung ungkapan tradisional, dan kondisi konteks yang meliputi aspek sosial budaya situasi ideologi terkait tradisi lisan RB. Revitalisasi terhadap formula bentuk itu akan dikristalisasikan dalam bentuk rancangan dokumen kurikulum 2013, khususnya kurikulum pada kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ancangan implementasi kurikulum 2013 itu ditentukan untuk kelas VIII SMP karena struktur teks, elemen ko-teks, dan kondisi konteksnya sesuai dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaan siswa.
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lebih dari itu, penentuan itu didasarkan pada Permendikbud Nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMP/MTs. Oleh karena itu, pembahasan revitalisasi bentuk dalam pendidikan akademik ini akan dikemukakan dengan konsep dan sistematika sebagai berikut. Bagan 5.1 Konsep Revitalisasi TLRB Berorientasi Etnopedagogi dalam Konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks
Revitalisasi Nilai Budaya dan Pendidikan Karakter TLRB
Sistem Nilai: Universal, Nasional, Lokal (TLRB)
Kompetensi: Sikap, Keterampilan, Pengetahuan
Aktualisasi: Pembelajaran bahasa Indonesia
Internalisasi: nilai-nilai budaya dan pendidikan karakter
Psikologi Kesiapan: Fisik, Emosional, Intelektual, Spiritual
Pedagogi Kelayakan: Materi, Metode, Penilaian
Sosiokultural Kebutuhan: Individu, Masyarakat, Bangsa, Negara
Ancangan Kurikulum 2013 (Standar Kompetensi Lulusan, Struktur Kurikulum, Standar: Isi, Proses, Penilaian) Buku Pegangan (Buku Pegangan Siswa, Buku Pegangan Guru)
Eksistensi: Perilaku Individu
Iklim Akademik Berorientasi Etnopedagogi
(Diadaptasi dari Naskah Akademik Kurikulum 2013 Kemdikbud dengan perubahan)
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa hasil eksplorasi nilai budaya dan pendidikan karakter dalam Tradisi Lisan RB (TLRB) merupakan penguat sistem nilai universal dan nasional yang telah ditetapkan Kemdikbud berupa 18 nilai karakter bangsa Indonesia. Dalam konteks lokalitas kedaerahan diharapkan nilai turunan dari budaya dan pendidikan karakter dalam TLRB itu dapat lebih mudah diinternalisasi siswa. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Internalisasi itu dalam konteks pendidikan akademik dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang mencakup kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam aktualisasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia. Secara linear, kompetensi akan menurunkan aspek psikologi kesiapan, aktualisasi akan menurunkan aspek pedagogi kelayakan, dan internalisasi akan menurunkan aspek sosiokultural. Unsur-unsur dari setiap aspek tersebut kemudian diramu dalam ancangan kurikulum 2013 sehingga menghasilkan konstruk standar kompetensi lulusan, struktur kurikulum, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Secara teknis, lima standar tersebut dapat diimplementasikan melalui buku pegangan guru dan buku pegangan siswa. Jika kondisi itu tercipta dengan baik, maka iklim akademik yang terkontrol bernuansa etnopedagogi akan dapat terwujud. Berdasarkan Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat diketahui bahwa standar kompetensi lulusan SMP dapat dipetakan sebagai berikut. Tabel 5.1 Perincian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Domain Sikap
Elemen Proses Individu
Sosial Alam Keterampilan
Proses Abstrak Konkret
Pengetahuan
Proses Objek Subjek
SMP Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati + Mengamalkan Beriman, Berakhlak Mulia (Jujur, Disiplin, Tanggung Jawab, Peduli, Santun), Rasa Ingin Tahu, Estetika, Percaya Diri, Motivasi Internal Toleransi, Gotong Royong, Kerjasama, Musyawarah Pola Hidup Sehat, Ramah Lingkungan, Patriotik, Cinta Perdamaian Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar + Mencipta Membaca, Menulis, Menghitung, Menggambar, Mengarang Menggunakan, Mengurai, Merangkai, Memodifikasi, Membuat, Mencipta Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa + Mengevaluasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni, dan Budaya Manusia, Bangsa, Negara, Tanah Air, dan Dunia
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penetapan SKL di atas disesuaikan dengan (1) karakteristik perkembangan psikologis anak usia SMP yang secara umum berkisar pada usia 13—15 tahun, (2) ruang lingkup dan kedalaman materi bahasa Indonesia SMP yang berada pada lingkungan alam dan sosial dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya, (3) kesinambungan materi dari jenjang SD ke SMP yang menunjukkan gradasi dari lingkungan sekolah menuju lingkungan pergaulan sekitarnya yang lebih luas, (4) visi dan misi satuan pendidikan yang bersangkutan, dan (5) lingkungan keberadaan sekolah baik menyangkut kondisi geografis maupun sosiobudayanya. Berdasarkan lima pertimbangan tersebut, secara deskriptif pemetaan SKL secara ringkas dapat dipetakan sebagai berikut. Tabel 5.2 Deskripsi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP Jenjang Sikap
Keterampilan
Pengetahuan
SMP Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif serta kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah atau sumber lain yang sama dengan yang diperoleh dari sekolah. Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.
Berdasarkan deskripsi SKL tersebut, kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013 pada mata pelajaran bahasa Indonesia jenjang SMP kelas VIII yang dapat memanfaatkan hasil penelitian tradisi lisan RB, kompetensi inti dan kompetensi dasarnya dapat dipetakan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 5.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Berorientasi TLRB Ranah Spiritual
Kompetensi Inti Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya
Kompetensi Dasar Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya. Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sosial
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli (toleransi dan gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Pengetahuan
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
Keterampilan Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori
Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis. Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis. Memiliki perilaku jujur dalam menceritakan sudut pandang moral yang eksplisit Memiliki perilaku peduli, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan atas karya budaya yang penuh makna Memiliki perilaku demokratis, kreatif, dan santun dalam berdebat tentang kasus atau sudut pandang Memahami teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Membedakan teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Mengklasifikasikan teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Mengidentifikasi teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Menangkap makna teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Menyusun teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Menelaah dan merevisi teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Meringkas teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan
Selain SKL, terdapat tiga standar lain yang perlu dibahas sebelum membuat ancangan buku pegangan guru dan buku pegangan siswa yang berorientasi etnopedagogi hasil penelitian tradisi lisan RB. Tiga standar lainnya itu adalah standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Standar isi dilihat dari kedudukan mata pelajarannya, kompetensi bidang studi bahasa Indonesia yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Kemudian, dilihat dari pendekatannya, kompetensi bidang studi bahasa Indonesia pada jenjang SMP dikembangkan melalui mata pelajaran, lalu dilihat dari struktur kurikulumnya, Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) menjadi media semua mata pelajaran termasuk bidang studi bahasa Indonesia, aspek pengembangan diri pun demikian, terintegrasi pada semua mata pelajaran termasuk bahasa Indonesia, jumlah jam pelajaran bertambah 6 jam pelajaran (jp) per minggu sebagai akibat perubahan pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis sainstifik pada pengembangan kurikulum 2013 dan berbasis etnopegogi sebagai dampak dari pemanfaatan hasil penelitian tradisi lisan RB. Sementara itu, standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi pada pengembangan kurikulum 2013 untuk jenjang SMP ini dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, menyajikan, dan menyimpulkan. Kemudian, sebagai dampak pemanfaatan hasil penelitian tradisi lisan RB, proses pembelajaran berbasis sains itu juga dipadupadankan dengan proses pembelajaran berbasis budaya (indigenous learning style) yang mencakup lima tahapan yakni (1) observasi dan imitasi (watch and do), (2) belajar mengalami (life experience), (3) belajar dengan uji coba dan berbuat kesalahan (trial and error), (4) keterampilan mengerjakan tugas tertentu (skill for spesific task), dan (5) hubungan kemanusiaan (humanity and relationship).
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selaras dengan proses pembelajaran berbasis budaya, dilihat dari perspektif psikologi pendidikan dapat paparkan lima tahapan yang linear dengan tahapan pada indigenous learning style, di antaranya adalah (1) pemilihan perhatian (selective attention), (2) penilaian atau penaksiran (appraisal), (3) pengategorian dan peletakan konsep (concept formation and categoritation), (4) penyesuaian dengan kondisi baru (attributions), dan (5) perasaan dan ingatan (emotion and memory). Proses pembelajaran tidak hanya di dalam kelas, melainkan juga dapat di lakukan di lingkungan sekolah dan/atau masyarakat karena guru bukan satu-satunya sumber belajar. Selain itu, pada standar proses ini ditekankan bahwa sikap tidak diajarkan secara verbal namun diajarkan melalui contoh dan teladan. Standar penilaian pada kurikulum 2013 ini lebih ditekankan pada penilaian otentik, yakni mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Oleh karena itu, perlu dikonsep pemanfaatan portofolio siswa sebagai instrumen utama penilaian sehingga penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar (KD), tetapi juga kompetensi inti (KI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). Model penilaiannya menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), yakni pencapaian hasil belajar yang didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal atau maksimal. Dengan paduan tiga pendekatan pembelajaran yang meliputi pendekatan sains, budaya, dan psikologi-pendidikan itu dalam standar isi, proses, dan penilaian diharapkan standar kompetensi lulusan yang mengukur empat aspek yakni spiritual, emosional, keterampilan, dan pengetahuan dapat lebih mengonstruk ancangan kurikulum 2013 yang saat ini masih dalam tahap ujicoba terbatas. Melalui pendekatan sains-etnopedagogi guru diajak mengeksplorasi kreativitas mengajar dengan menggunakan alam dan lingkungan budaya yang kaya dan beragam di Indonesia. Guru diajak memanfaatkan fenomena alam dan sosial melalui perspekif budaya. Hal ini penting dilakukan sebab selama ini pendidikan lebih banyak didekati melalui perspektif psikologi. Oleh karena itu, rancangan buku pegangan guru dan buku pegangan siswa ini berbasis etnopedagogi. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berikut ini butir-butir daftar isi buku pegangan guru yang telah dirancang dan sedang diselesaikan pengerjaannya. Judul Buku Guru “Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya” (Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs) Kata Pengantar Prolog Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Pergulatan Teks Versi Kurikulum 2013 Daftar Isi ---Bab I Petunjuk Umum A. Pendahuluan B. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks C. Organisasi Penataan Materi Bahasa Indonesia sebagai Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya D. Metode Bab II Petunjuk Khusus A. Pembelajaran Materi Bab I Tradisi Lisan Nusantara Subtema 1 Cerita Rakyat Asal Mula Desa Made Subtema 2 Upacara Adat Rupa Bumi (Sedekah Bumi) Bab III Penilaian A. Penilaian Latihan Siswa B. Penilaian Formatif C. Rekapitulasi Penilaian Kegiatan Siswa D. Penilaian Kemajuan Belajar Siswa Berdasarkan Portofolio Bab IV Bahan Pengayaan A. Teks, Ko-teks, dan Konteks 1. Pengertian Teks 2. Pengertian Ko-teks 3. Pengertian Konteks 4. Teks, Ko-teks, Konteks sebagai Formula Bentuk Tradisi Lisan 5. Latihan Pengayaan B. Nilai dan Norma 1. Pengertian Nilai 2. Pengertian Norma 3. Nilai dan Norma sebagai Isi Kearifan Lokal Tradisi Lisan 4. Latihan Pengayaan Bab V Bahan Remidi A. Pengulangan Materi Bab I Tradisi Lisan Nusantara ---Lampiran Silabus Glosarium Daftar Pustaka
Melengkapi buku pegangan guru tersebut, berikut ini dibuat rancangan buku pegangan siswanya juga. Buku pegangan siswa tersebut saat ini juga masih dalam tahap penyelesaian pengerjaannya. Namun demikian butir-butir daftar isinya dapat dideskripsikan sebagai berikut. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Judul Buku Siswa “Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya” (Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs) Kata Pengantar Prolog Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Pergulatan Teks Kurikulum 2013 Daftar Isi Peta Konsep Bab I Bab I Pengenalan Tradisi Lisan Nusantara A. Subtema 1 Cerita Rakyat Asal Mula Desa Made Kegiatan 1 Pemodelan Teks Cerita Moral Tugas 1 Membangun Konteks Tugas 2 Memahami Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Lisan Tugas 3 Membedakan Teks Cerita Moral dengan Teks Cerita Prosedur Tugas 4 Mengklasifikasikan Teks Cerita Moral Tugas 5 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Moral Kegiatan 2 Penyusunan Teks Cerita Moral secara Berkelompok Tugas 1 Menangkap Makna Teks Cerita Moral Tugas 2 Menyusun Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Lisan Tugas 3 Menelaah dan Merevisi Teks Cerita Moral Tugas 4 Meringkas Teks Cerita Moral Kegiatan 3 Penyusunan Teks Cerita Moral secara Mandiri Tugas 1 Memahami Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Tertulis Tugas 2 Mengklasifikasikan Teks Cerita Moral Tugas 3 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Moral Tugas 4 Menangkap Makna dan Ringkasan Teks Cerita Moral B. Subtema 2 Upacara Ritual Adat Rupa Bumi (Sedekah Bumi) Kegiatan 1 Pemodelan Teks Cerita Prosedur Tugas 1 Membangun Konteks Tugas 2 Memahami Teks Cerita Prosedur yang Disajikan Tertulis Tugas 3 Membedakan Teks Cerita Prosedur dengan Teks Cerita Moral Tugas 4 Mengklasifikasikan Teks Cerita Prosedur Tugas 5 Mengidentifikasi Sruktur Teks Cerita Prosedur Kegiatan 2 Penyusunan Teks Cerita Prosedur secara Berkelompok Tugas 1 Menangkap Makna Teks Cerita Prosedur Tugas 2 Menyusun Teks Cerita Prosedur yang Disajikan Tertulis Tugas 3 Menelaah dan Merevisi Teks Cerita Prosedur Tugas 4 Meringkas Teks Cerita Prosedur Kegiatan 3 Penyusunan Teks Cerita Prosedur secara Mandiri Tugas 1 Memahami Teks Cerita Prosedur yang Disajikan secara Lisan Tugas 2 Mengklasifikasikan Teks Cerita Prosedur Tugas 3 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Prosedur Tugas 4 Menangkap Makna dan Ringkasan Teks Cerita Prosedur Glosarium Daftar Pustaka
Secara konkret, buku pegangan guru dan siswa tersebut dapat diterapkembangkan melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dideskripsikan sebagai berikut Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu
: SMP : Bahasa Indonesia : VIII/Satu : Teks Cerita Moral : 3 pertemuan (6 X 40 menit)
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi No Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 1 1.1 Menghargai dan mensyukuri Terbiasa menggunakan bahasa keberadaan bahasa Indonesia Indonesia secara benar, sesuai sebagai anugerah Tuhan Yang kaidah, saat berkomunikasi formal. Maha Esa untuk mempersatukan Terbiasa menggunakan bahasa bangsa Indonesia di tengah Indonesia secara baik, sesuai keberagaman bahasa dan konteks, saat berkomunikasi budaya. informal. 1.2 Menghargai dan mensyukuri Terbiasa mendengarkan efektif. keberadaan bahasa Indonesia Terbiasa membaca efektif. sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis. 1.3 Menghargai dan mensyukuri Terbiasa berbicara efektif. keberadaan bahasa Indonesia Terbiasa menulis efektif.. sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis 2 2.2 Memiliki perilaku jujur Banyak berinisiatif dan memberi dalam menceritakan sudut pendapat dalam berdiskusi tentang teks pandang moral yang eksplisit cerita moral. 2.3 Memiliki perilaku peduli, Bersungguh-sungguh untuk sesuai cinta tanah air, dan semangat waktu dan tugas yang diberikan dalam kebangsaan atas karya budaya memahami, membedakan, yang penuh makna mengklasifikasikan, dan mengidentifikasikan teks cerita moral. 3 3.1 Memahami teks cerita moral Mengidentifikasi struktur teks cerita baik melalui lisan maupun moral. tulisan Menjelaskan isi teks cerita moral. 3.2 Membedakan teks cerita Membandingkan teks cerita moral dan moral dan cerita prosedur baik cerita prosedur. melalui lisan maupun tulisan 3.3 Mengklasifikasi teks cerita Mengkategorisasikan teks cerita moral moral melalui lisan dan tulisan ke dalam salah satu bentuk wacana. 3.4 Mengidentifikasi kekurangan Menyebutkan kelebihan/ciri positif teks teks cerita moral baik melalui cerita moral. lisan maupun tulisan Menyebutkan kekurangan/ciri negatif teks cerita moral. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
4.1 Menangkap makna teks Menjelaskan makna teks cerita moral cerita moral baik secara lisan maupun tulisan 4.2 Menyusun teks cerita moral Menuliskan kembali teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahasa sendiri sesuai dengan struktur dan isi teks cerita yang telah ditangkap. 4.3 Menelaah dan merevisi teks Menelaah dan mengembangkan teks cerita moral baik secara lisan cerita moral maupun tulisan 4.4 Meringkas teks cerita moral Membuat intisari teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan
B. Tujuan Pembelajaran Pertemuan ke-1 Diberikan kesempatan membaca “Puisi Indonesia” karya M. Raisya Yusufa yang ada di buku, siswa menghayati makna yang terkandung dalam puisi tersebut dengan harapan dapat semakin menghargai keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Diberikan cerita teks moral yang disampaikan secara lisan, siswa dapat mengidentifikasi struktur teks dan isi cerita moral dengan benar. Diberikan cuplikan dua teks cerita: moral dan prosedur, siswa dapat membedakannya dengan menyebutkan karakteristik tiap-tiap teks cerita tersebut. Diberikan materi tentang jenis-jenis wacana teks, siswa dapat mengklasifikasikan teks cerita moral ke dalam bentuk wacana narasi. Pertemuan ke-2 Diberikan kesempatan menyaksikan video cerita moral, siswa menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) terhadap keragaman bahasa dan budaya Indonesia. Diberikan kesempatan menyaksikan video cerita moral, siswa dapat menyusun teks cerita moral dengan menggunakan bahasanya sendiri dengan baik. Diberikan kesempatan untuk berdiskusi, siswa dapat menelaah dan merevisi teks cerita moral yang telah dibuatnya secara berkelompok. Diberikan kesempatan tambahan waktu, siswa dapat meringkas intisari teks cerita moral yang telah dibuatnya secara berkelompok. Pertemuan ke-3 Diberikan tes formatif dengan soal pemahaman teks cerita moral yang disajikan secara tertulis, siswa secara mandiri dapat mengidentifikasi struktur teks dan isi cerita moral tersebut dengan benar. Diberikan tes formatif dengan soal klasifikasi wacana teks dan sinopsis teks cerita moral, siswa secara mandiri dapat menyebutkan kategori wacana teks dan membuat ringkasannya dengan benar. C. Materi Pembelajaran Pertemuan ke-1 Pengenalan struktur teks cerita moral. Pemahaman isi teks cerita moral. Pengenalan jenis-jenis wacana teks Pertemuan ke-2 Sinopsis teks cerita moral. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pertemuan ke-3 Tes formatif hasil belajar subtema 1 D. Metode Pembelajaran Pendekatan SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intelectual) berbasis sainstifik Model Pembelajaran Accelerated Learning bernuansa etnopedagogi E. Sumber Belajar 1. Buku siswa: Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia: Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya. Bandung: UPI. hlm. 1—30. 2. Buku referensi: Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya: Buku Guru. Bandung: UPI. hlm. 15—40. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 3. Majalah: Majalah Pemerintah Kota Surabaya (Gapura Vol.XLIV No.50 Mei 2011) 4. Koran: Jawa Pos Tanggal 15 Oktober 2012 Jawa Pos Tanggal 25 Juli 2011 5. Situs internet: www.gudangpuisi.com/2011/08/indonesia/html 6. Lingkungan sekitar: Kampung Made, Kota Surabaya 7. Narasumber: Pak Sulistiono (Dewan Adat Kampung Made) Pak Seniman (Tetua Adat Kampung Made) F. Media Pembelajaran 1. Media: Video/film: Hibridasi Samuvi 2. Alat dan bahan: Infokus/LCD Layar Projector G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Langkah pembelajaran berpendekatan SAVI berbasis sains dengan model pembelajaran accelerated learning bernuansa etnopedagogi ini terbagi dalam beberapa sintaks. Berikut ini pembabakannya dan persebaran unsur
pendekatan SAVI dengan basis sainsnya. Sintaks 1
Indegenous Indegenous Learning Psychology Observasi dan Pemilihan Imitasi Perhatian (Watch and Do) (Selective Attention)
Persebaran Unsur SAVI Somatic, Visual
Persebaran Basis Sains Mengamati (Observing)
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
3
4
5
Belajar dari Pengalaman (Life Experience) Belajar dari Kesalahan dan Ujicoba (Trial and Error)
Penilaian atau Penaksiran (Appraisal) Pengategorian dan Peletakan Konsep
Somatic, Intelectual
Menanya (Questioning)
Somatic, Visual, Intelectual
Mencoba (Experimenting)
(Concept Formation and Categoritation) Keterampilan Penyesuaian Somatic, Mengerjakan dengan Kondisi Intelectual Tugas Tertentu Baru (Skill for Spesific (Attributions) Task) Kemanusiaan dan Perasaan dan Visual, Hubungan Ingatan Auditory (Humanity and (Emotion and Relationship) Memory)
Menalar (Associating)
Membentuk jaringan (Networking)
Deskripsi secara linear antara pendekatan-berbasis dan modelbernuansa pembelajaran seperti yang terpetakan di atas merupakan konstruk skenario pembelajaran yang berupaya mengakomodasi hasil penelitian kajian tradisi lisan (nuansa indigeneous) melalui model pembelajaran accelerated learning dan mengakomodasi pendekatan SAVI yang humanis dan ancangan kurikulum 2013 yang menekankan basis sains (ilmiah). Dari peta klasifikasi di atas dapat dihipotesiskan pula bahwa sintaks pembelajaran yang dirancang dari perspektif budaya (indigeneous learning) dan perspektif psikologi (indigeneous psychology) selaras dengan langkah-langkah pembelajaran dari perspektif pendekatan sains seperti yang diarusutamakan pada implementasi kurikulum 2013 baru-baru ini. Selain itu, persebaran unsur somatic (gerak), auditory (pendengaran), visual (pengelihatan), dan intelectual (pengetahuan) pada pendekatan SAVI menegaskan bahwa sintaks pembelajaran ini pun relevan dengan standar kompetensi lulusan yang mengukur empat aspek, yakni spiritual, sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif).
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Skenario Model Pembelajaran Accelerated Learning Bernuansa Etnopedagogi Melalui Pendekatan SAVI dalam Ancangan Kurikulum 2013 Berbasis Sains AKTIVITAS GURU
AKTIVITAS SISWA
SINTAKS PEMBELAJARAN Guru memeriksa kesiapan belajar siswa dan menjajaki apersepsi pengetahuan/pemahaman awal siswa tentang tradisi lisan nusantara
ORIENTASI
Guru menampilkan cuplikan video teks cerita moral, Guru meminta siswa membentuk kelompok dan mengekplorasi info tentang tradisi lisan nusantara melalui pemodelan teks
WATCH AND DO SELECTIVE ATENTION
Guru memfasilitasi siswa mendengarkan cerita rakyat AMDM melalui narasumbernya langsung
LIFE EXPERIENCE APPRAISAL
Guru bertanya kepada siswa tentang struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang terkandug dalam cerita rakyat AMDM
TRIAL-ERROR FORMATIONCATEGORITATION
Guru memberikan proyek penugasan identifikasi struktur bentuk teks dan isi cerita moral Sawunggaling
Guru meminta siswa saling menelaah struktur bentuk dan isi teks cerita moral Sawunggaling yang telah dikerjakan teman sebangkunya
SKILL SPECIFIC TASK ATTRIBUTIONS
HUMANITYRELATIONSHIP EMOTION-MEMORY
Siswa menyimak panggilan/pertanyaan yang disampaikan oleh guru dan bertukar pengalaman terkait dengan tradisi lisan nusantara
Siswa menyaksikan video teks cerita moral, Siswa membentuk kelompok belajar dalam kegiatan eksplorasi informasi tentang tradisi lisan nusantara melalui pemodelan teks
Siswa belajar dengan langsung mendengarkan narasumber bercerita rakyat AMDM
Siswa mengidentifikasi struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang terkandung dalam cerita moral AMDM yang disampaikan secara lisan
Siswa secara mandiri mengidentifikasi struktur bentuk dan isi teks cerita moral Sawunggaling yang disajikan secara tertulis
Siswa secara berpasangan saling menelaah struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang telah dikerjakan secara mandiri agar mendapat koreksi dari teman sebangkunya demi pemberian masukan perbaikan
REFLEKSI Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
H. Penilaian 1. Sikap spiritual a. Teknik Penilaian b. Bentuk Instrumen c. Kisi-kisi No
: Observasi : Lembar observasi : Sikap/Nilai
Butir Instrumen
Instrumen: ada di buku guru 2. Sikap sosial a. Teknik Penilaian : Penilaian sejawat (antarteman) b. Bentuk Instrumen : Daftar cek c. Kisi-kisi : No Sikap/Nilai Butir Instrumen Kepedulian 1—3 Tanggung jawab 4—6 Instrumen: ada di buku guru 3. Pengetahuan a.Teknik Penilaian : b.Bentuk Instrumen : Kisi-kisi : No Indikator Butir Instrumen 1. Pengenalan struktur teks cerita moral. 2. Pemahaman isi teks cerita moral 3. Pembedaan teks cerita moral 4. Pengklasifikasian teks cerita moral dibanding teks lain 5. Penangkapan makna teks cerita moral 6. Pengidentifikasian kelebihan/ciri positif teks cerita moral. 7. Pengidentifikasian kekurangan teks cerita moral. 8. Penyusunan teks cerita moral 9. Pengembangan teks cerita moral 10. Penelaahan teks cerita moral 11. Perevisian teks cerita moral 12. Peringkasan teks cerita moral Instrumen: ada di buku guru 4. Keterampilan a. Teknik Penilaian : Observasi b. Bentuk Instrumen : Daftar cek c. Kisi-kisi : No. Keterampilan Butir Instrumen
Instrumen: ada di buku guru
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5.2 Ancangan Revitalisasi Melalui Program Agrowisata Internalisasi isi kearifan lokal tradisi lisan RB dalam pendidikan masyarakat dapat dikondisikan dalam rancangan program agrowisata berbasis etnopedagogi yakni sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui
pemanfaatan
potensi
(ekolokonomisosiokultur)
Kampung
ekologi-ekonomi-sosial-kultural Made
yang
saat
ini
tengah
dikembangkan menjadi kawasan pertanian kota (urban farming). Hal itu didasarkan pada penggunaan lahan di Kota Surabaya yang sebagian besar telah digunakan oleh sektor nonpertanian dengan luas sebesar 30.076,30 ha (82,4%) dari luas total lahan kota yaitu 36.508,39 ha. Sisanya, hanya sebesar 5,3% untuk lahan persawahan, 0,3% untuk perkebunan dan 12% untuk sektor lainnya. Gambar berikut ini menunjukkan persentase luas wilayah Kota Surabaya menurut penggunaan lahannya. Gambar 5.1 Persentase Penggunaan Lahan Wilayah Kota Surabaya
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Surabaya, pada tahun 2011 luas lahan pertanian di Kota Surabaya adalah sebesar 1.686 ha dan menghasilkan komoditas tanaman pangan yaitu berupa padi, jagung, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar dengan jumlah produksi total sebanyak 12.890 ton. Lahan pertanian itu pada umumnya tersisa di wilayah Surabaya Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik. Wilayah Surabaya Barat yang menjadi proyek Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
percontohan program pertanian perkotaan itu adalah Kelurahan Made. Berdasarkan data profil Kelurahan Made, kelurahan ini memiliki luas 319,28 ha yang terdiri atas 8,5 ha area pemukiman, 180 ha area persawahan, 56,5 ha area pekarangan, 3,55 ha area taman, 9,55 ha area perkantoran, 61,18 ha area prasarana umum lainnya. Jenis sawah di kelurahan ini adalah sawah tadah hujan seluas 180 ha. Tanah kering dalam bentuk tegalan seluas 139 ha, pekarangan 56,5 ha, dan pemukiman 8,5 ha, sedangkan tanah basah dalam bentuk waduk sebesar 14,45 ha. Jumlah keluarga di Kelurahan Made yang memiliki tanah pertanian sebanyak 319 keluarga. Sebanyak 20 keluarga di antaranya memiliki lahan 10—50 ha, sisanya memiliki lahan kurang dari 10 ha. Sementara itu 920 keluarga tidak memiliki lahan pertanian. Selain itu juga terdapat lahan tanaman tumpang sari seluas 139 ha dengan komoditas 30 ha/ton. Potensi
ekologi
dan
ekonomi
Kelurahan
Made
ditumbuhkembangkan oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya sebagai wilayah pertanian di daerah perkotaan. Tujuan program urban farming tersebut ialah mengembangkan tanaman holtikultura di wilayah yang terbatas lahan pertaniannya seperti di Surabaya. Melalui program itu, secara periodik Gapoktan (sebutan untuk Gabungan Kelompok Tani di Kelurahan Made) menghasilkan aneka jenis hasil bumi seperti beras, jagung, cabe, kacang panjang, pare, mentimun, tomat, labu putih, terong, ubi jalar, koro, sawi, kangkung, bayam, dan daun singkong. Selain itu juga ada hasil peternakan dan perikanan seperti ayam, ikan lele, nila, tombro, tawes, bandeng. Kesuksesan masyarakat Made tersebut akan dirancang menjadi percontohan
sekaligus
motivasi
bagi
masyarakat
kota
untuk
mengembangkan hasil pertanian skala rumah tangga guna memenuhi kebutuhan keluarga melalui program agrowisata berupa sekolah bertani Made (Farmadeschool). Selain itu, gagasan konseptual tersebut juga dapat menjadi alternatif wahana pendidikan ramah lingkungan di Surabaya. Jika Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsep ekowisata hutan mangrove di Surabaya Timur telah berkembang menjadi objek wisata, maka Surabaya Barat layak dikembangkan menjadi kawasan agrowisata berbasis etnopedagogi sebab siswa di perkotaan semakin tidak mengenal dan cenderung semakin jauh dari pengalaman bertanam
dengan
segala
praktik
budayanya
yang
sesungguhnya
mengandung kearifan lokal. Analisis masalah tersebut dipertajam melalui peta analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oppurtunity, Treatent). Berikut ini tabel yang menggambarkan analisis SWOT terhadap peluang rintisan program agrowisata (farmadeschool) bernuansa etnopedagogi. Tabel 5.4 Analisis SWOT Rintisan Program Agrowisata Kekuatan (Strenght) 1. Tumbuh dan berkembangnya berbagai produk pertanian (persawahan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) di Made. 2. Penggunaan pupuk organik dalam pengembangan produk pertaniannya. 3. Tradisi budaya lokal pada praktik bertani yang masih melekat pada sebagian besar penduduknya. 4. Infrastruktur dan aksesibilitas yang cukup memadai karena berada di kawasan perumahan elit. Peluang (Oppurtunity) 1. Berada dalam satu kawasan wisata yang ada di Surabaya Barat yakni Ciputra Waterpark. 2. Melengkapi wisata berbasis ekologi (Hutan Mangrove) yang telah dikembangkan di kawasan Surabaya Timur. 3. Dukungan pemerintah daerah dalam program urban farming.
Kelemahan (Weakness) 1. Strategi promosi yang belum kreatif dan variatif dalam mengenalkan pertanian perkotaan (urban farming). 2. Fasilitas pendukung pariwisata yang belum dibangun. 3. Perencanaan tata ruang wilayah yang belum tanggap/sadar potensi wisata.
Tantangan (Treatent) 1. Menjadi kawasan wisata yang menawarkan keunikan tersendiri dalam hal pertanian dan kehidupan tradisional di wilayah perkotaan. 2. Paradigma masyarakat yang mulai menyadari pentingnya kelestarian alam dan budaya lokal
Berdasarkan peta analisis SWOT tersebut dapat diproyeksikan bahwa isu lingkungan hidup dan revitalisasi kearifan lokal tersebut dapat dijadikan modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui industri kreatif, dalam hal ini rintisan program agrowisata Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
farmadeschool. Menyikapi analisis masalah tersebut maka solusi yang ditawarkan adalah pengembangan Kelurahan Made menjadi kawasan wisata berbasis pertanian yang mengedepankan etnopedagogi sebagai daya tawar khas pariwisatanya. Agar program tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, maka konsep pengabdian masyarakat ini dijalankan dengan metode participatory planning research (PPR). Pengembangan kawasan wisata dengan fokus perintisan sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui PPR ini mencakup beberapa tahapan, yakni (1) pemungkinan, (2) penguatan, (3) perlindungan, (4) penyokongan, dan (5) pemeliharaan. 1. Pemungkinan berarti menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi ekolokonomisosiokultur masyarakat Made berkembang secara optimal melalui
rintisan
program
agrowisata
sekolah
bertani
Made
(farmadeschool). 2. Penguatan
berarti
memperkuat
pengetahuan
dan
kemampuan
ekolokonomisosiokultur masyarakat Made dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. 3. Perlindungan berarti melindungi masyarakat Made terutama kelompokkelompok yang lemah agar lebih berdaya, mandiri, dan tidak tertindas oleh kelompok yang lebih kuat. 4. Penyokongan berarti memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peran dan tugas-tugasnya dalam kaitannya dengan keberlanjutan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) sebagai elemen penopang kesejahteraan hidupya. 5. Pemeliharaan berarti memelihara kondisi yang kondusif agar kondisi ekolokonomisosiokultur
masyarakat
Made
terus
tumbuh
dan
berkembang sebagai kawasan agrowisata.
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berikut ini matriks rangkaian kegiatan konkret rintisan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) yang dipetakan berdasarkan lima tahapan di atas. Tabel 5.5 Matriks Kegiatan Rintisan Program Agrowisata N o 1
2
3 4
5 6
7
8
Rangkaian Kegiatan Rintisan Program Agrowisata
Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pemungkinan Konsolidasi dengan Pemkot, RW/RT, dan Dewan Adat dan Pembentukan Tim Farmadeschool. Sosialisasi kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Made Penguatan Rapat Koordinasi Rutin dengan Tim Farmadeschool. Persiapan Rintisan Program Agrowisata Farmadeschool a. Pengadaan Buku Profil Paket Agrowisata b. Pengadaan Ruang Peristirahatan Pengunjung yang Memanfaatkan Sebagian Kamar Rumah Masyarakat Made c. Pengadaan sepeda ontel gratis sebagai fasilitas pendukung bagi pengunjung d. Pengadaan topi, kaos, sandal jepit, dan stiker berlabel farmadeschool Perlindungan Pengadaan ruang pamer pusat kajian ekolokonomisosiokultur Pembangunan jalan setapak beserta rangkaian pos angkringan dalam jalur utama agrowisata Made Penciptaan lokalisasi pusat pemasaran produk urban farming yang terintegrasi dengan lahan parkir pengunjung Penyokongan Pengadaan kajian rutin ekolokonomisosiokultur di Pendopo Made
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Penerbitan buku hasil-hasil penelitian ekolokonomisosiokultur Made 10 Pengadaan buku-buku yang relevan dengan ekolokonomisosiokultur sebagai tambahan koleksi ruang pamer pusat kajian Made Pemeliharaan 11 Pengadaan lomba membuat makanan dan minuman tradisional Made 12 Pembinaan tradisi pendukung budaya bertani masyarakat Made 13 Pembukaan rintisan program agrowisata (farmadeschool) oleh Walikota Surabaya beserta Masyarakat, Sekolah, dan Perusahaan Mitra 14 Panen Raya Bulanan 15 Mancing Bersama 16 Cocok Tanam 17 Petik Buah/Sayuran 18 Kunjungan Ternak Made Berkokok 19 Lomba Kerajinan Tangan Khas Made 20 Tradisi Tahunan Rupa Bumi
Perintisan kawasan wisata berbasis pertanian di Kampung Made tersebut perlu mendapatkan pendampingan dari pemerintah daerah setempat. Metode PPR yang digunakan dalam pengembangan kawasan tersebut perlu melibatkan seluruh komponen baik dari unsur birokrasi, masyarakat, maupun pihak swasta sebab kerjasama antarunsur itulah yang akan menjadikan metode PPR dapat dapat berjalan dengan efektif. Sebagai gambaran teknis model pelaksanaan program agrowisata berbasis budaya itu, berikut dijelaskan nuansa etnopedagogi dalam farmadeschool yang diwujudkan dengan mendasarkan pada sumber kearifan lokal masyarakat Made yang meliputi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, dan proses sosial lokal. Berikut ini bagan deskriptif selengkapnya. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bagan 5.3 Pelaksanaan Program Agrowisata (Farmadeschool) Pengetahuan Lokal
Budaya Lokal
Keterampilan Lokal
Sumberdaya Lokal
Proses Sosial Lokal
Sambut Kenal Kelas Observasi
Urban Farming (Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Peternakan) Kelas Inspirasi
1
2
3
Kelas Refleksi
4 5 Keterangan:
berarti alur reguler (idealis) Berarti alur nonreguler (praktis)
Berdasarkan
bagan
alur
pelaksanaan
program
agrowisata
(farmadeschool) di atas, deskripsi lebih lanjut tentang alur pelaksanaan teknis program agrowisata itu dapat dijelaskan melalui beberapa tahap berikut ini. Pertama, dimulai dengan sambut kenal. Nuansa etnopedagogi pada sesi sambut kenal terasa pada kearifan proses sosial lokal, yakni berkaitan dengan cara masyarakat Made menjalankan sistem tindakan sosial, tata hubungan sosial, dan kontrol sosial yang dilakukan dalam menyambut tamu atau orang yang baru dikenal. Sambut kenal yang dimaksud adalah berupa pertunjukan Tari Remo dan Uyon-uyon. Tari Remo merupakan tarian khas rakyat Jawa Timur dalam menyambut tamu sedangkan uyon-uyon adalah tarian interaktif yang mengajak pengunjung secara bergiliran menari dengan penari di atas panggung dengan diiringi alunan musik tradisional dan tembang tradisional
yang mengandung makna persahabatan dan
kedamaian. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah itu, para pengunjung mendapatkan satu paket tas perlengkapan agrowisata di antaranya adalah dawet oyen (es khas buatan masyarakat Made), satu botol air mineral sebagai bekal observasi lapangan, kaos lapangan berlabel farmadeschool, sandal berlabel farmadeschool untuk terjun ke lapangan (sawah, kebun, ladang). Kedua, memasuki kelas observasi. Pada sesi ini pengunjung diajak mengamati berbagai sumber daya lokal yang ada di Made meliputi potensi ekologis, ekonomis, sosial dan kultural. Sumber daya lokal itu dapat diobservasi secara indoor dan outdoor. Indoor berarti di dalam ruangan. Hal yang dapat diamati di dalam ruangan pusat kajian Made itu adalah artefak-artefak budaya berupa foto-foto tradisi budaya, dokumentasi aktivitas sosial kemasyarakatan, buku-buku hasil penelitian di Made, dan produk-produk olahan hasil bumi masyarakat Made seperti manisan pencit, buah-buahan, sayuran, dan beras. Sementara itu, outdoor adalah di luar ruangan. Hal yang dapat diamati di luar ruangan ialah potensi ekologi wilayah Made yang khas pedesaan, aneka tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara masif, aktivitas sosial kemasyarakatan di persawahan, perkebunan, ladang, atau tempat peternakan. Ketiga, pengunjung diajak secara langsung terlibat dalam praktik urban farming yang mencakup bertani, berkebun, beternak, dan memancing. Pada tahap inilah keterampilan lokal diajarkan secara langsung oleh Gapoktan dan/atau kader ekolokonomisosiokultur sesuai dengan keminatan pengunjung. Pengunjung yang berminat belajar bertani di sawah akan dipandu teknik-teknik bertanam di sawah. Pada sesi ini pengunjung diberi bibit padi sebelum memasuki area sawah. Selain itu, pengunjung juga diajak menyiangi dan memanen padi atau aktivitas lainnya sesuai dengan tahapan bertani saat kunjungan berlangsung. Pengunjung yang berminat belajar berkebun di ladang baik yang memiliki lahan pekarangan luas maupun sempit di rumahnya akan dipandu Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memanfaatkan berbagai tipe lahan tersebut. Pengunjung yang ingin belajar beternak akan diajak berkunjung ke rumah Made Berkokok. Di rumah tersebut, pengunjung diajak langsung melihat tata cara masyarakat Made beternak ayam secara sederhana namun dapat menghasilkan kualitas ayam atau telur ayam yang bagus. Selain itu, ada pula wahana kolam pancing bagi pengunjung yang hobi memancing ikan. Kolam pancing itu berisi ikan lele dan sepat yang dibudidayakan masyarakat Made yang biasanya untuk konsumsi skala rumah tangga atau dijual secara murah meriah kepada sesama warga. Keempat, sesi berikutnya adalah kelas inspirasi. Di kelas inilah budaya lokal yang mencerminkan pola pikir didaktis yang selaras dengan prinsip pengembangan berkelanjutan (EfSD) tergambar. Secara konkret, sesi ini diadakan di dalam kelas dengan menyaksikan penampilan narasumber yang sukses dalam meniti karir dalam sektor agraris. Penampilan narasumber yang notabene merupakan tokoh-tokoh sukses bertani di masyarakat Made itulah yang diharapkan dapat menginspirasi pengunjung. Kelima, sesi selanjutnya adalah kelas refleksi. Sesi ini mengupas tuntas pengetahuan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat Made secara turun menurun dilihat dari perspektif logika sains. Secara konkret, sesi ini dapat dideskripsikan berupa penjelasan tentang alasan-alasan ilmiah mengapa tradisi lokal masyarakat Made diwariskan dan terus dibudayakan di tengah perkembangan zaman era globalisasi yang pesat. Tidak hanya itu, pada sesi ini juga dikupas bagaimana cara sesuatu dikerjakan menurut tradisi lokal yang dinilai mengandung kearifan lokal. Penjelasan tersebut diadakan di pendopo kelurahan Made sekaligus sebagai akhir rangkaian alur kunjungan dalam program agrowisata farmadeschool. Berdasarkan deskripsi ancangan program agrowisata tersebut, diperlukan buku saku bagi pengunjung atau masyarakat yang mengikuti sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut agar pembelajaran secara Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
nonformal itu dapat berjalan secara terarah, efektif, dan efisien sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini ancangan buku saku bagi masyarakat yang saat ini masih dalam bentuk butir-butir daftar isi dan sedang dalam proses penyelesaian pengerjaannya. Judul Buku Saku “Ayo Sekolah Bertani di Made (Farmadeschool)” Sekapur Sirih Daftar Isi Sapaan Walikota Sapaan Lurah ---Sekilas tentang Made Letakku di .... Gambaran Alamku .... Gambaran Sosialku .... Gambaran Budayaku .... Alam Made Terkembang Jadi Guru Maksud dan Tujuan Farmadeschool Peta Kegiatan Farmadeschool Alur Paket Agrowisata Berbasis Etnopedagogi (Dideskripsikan berdasarkan Waktu, Tempat, Perlengkapan, Kegiatan Detail) Proses Sosial Lokal (Sambut Kenal) Sumberdaya Lokal (Kelas Observasi) Keterampilan Lokal (Kelas Terampil): Belajar Bertani Belajar Berkebun Belajar Berikan Belajar Beternak Budaya Lokal (Kelas Inspirasi) Pengetahuan Lokal (Kelas Refleksi) Ruang Ekspresi Diri ---Info Akomodasi Tempat Wisata sekitar Made Bagaimana Menuju Made Hubungi Kami Keterangan Gambar Glosarium Catatan
Selain itu, untuk menambah referensi masyarakat tentang Made, diperlukan ancangan buku ilmiah-populer yang membahas kampung Made secara lebih utuh khususnya dari sudut pandang sosiokultural. Berikut ini ancangan buku referensi bagi masyarakat yang saat ini masih dalam bentuk butir-butir daftar isi dan sedang diselesaikan pengerjaannya. Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Judul Buku “Alam Made Terkembang Jadi Guru” (Catatan Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan) Sekapur Sirih Daftar Isi Kata Pengantar Walikota Kata Pengantar Ketua ATL Pusat Sambutan Rektor Unesa Sambutan Ditjen Dikti Daftar Endorsment 1. Yus Rusyana (Dewan Pembina ATL Nasional) 2. Iskandarwassid (Profesor Penguji Tesis Kajian Tradisi Lisan UPI) 3. Vismaia S. Damaianti (Doktor Pendidikan Bahasa UPI) 4. Sumiyadi (Anggota Konsorsium Kajian Langka Tradisi Lisan UPI) 5. Henricus Supriyanto (Wakil Ketua ATL Jawa Timur) 6. Supriyadi Rustad (Ditnaga Ditjen Dikti) 7. S. Hamid Hasan (Ketua Tim Perumus Nasional Kurikulum 2013) ---Bab I Profil Made Menuju Pusat Agrowisata Berbasis Etnopedagogi 1.1 Gambaran Wilayah Kampung Made di Kota Surabaya 1.2 Gambaran Alam Kampung Made di Kota Surabaya 1.3 Gambaran Sosial Kampung Made di Kota Surabaya 1.4 Gambaran Budaya Kampung Made di Kota Surabaya Bab II Kajian Teoretis 2.1 Tradisi Lisan 2.2 Folklor 2.3 Kebudayaan 2.4 Kearifan Lokal 2.5 Pendidikan Bab III Teori Landasan 3.1 Teori Pengungkap Bentuk Tradisi Lisan 3.2 Teori Pengungkap Isi Tradisi Lisan Bab IV Metodologi Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan 4.1 Metode Penelitian 4.2 Lokasi Penelitian 4.3 Data dan Sumber Data 4.4 Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data 4.5 Informan 4.6 Metode Analisis Data 4.7 Pedoman Analisis 4.8 Paradigma Penelitian 4.9 Alur Penelitian Bab V Hasil Penelitian Tradisi Lisan (Studi Fenomenologi di Made) 5.1 Formula Bentuk Tradisi Lisan Rupa Bumi 5.2 Kearifan Lokal Isi Tradisi Lisan RB 5.3 Kristalisasi Hasil Penelitian 5.4 Pembahasan Bab VI Sumbangan Hasil Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan terhadap Dunia Pendidikan
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6.1 Revitalisasi Bentuk TLRB Melalui Ancangan Pendekatan SainsEtnopedadogi dalam Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 6.2 Internalisasi Isi TLRB Melalui Ancangan Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi Bab VII Alam Made Terkembang Jadi Guru 7.1 Buku Pegangan Guru Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013 7.2 Buku Pegangan Siswa Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013 7.3 Buku Saku Masyarakat Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi Glosarium Daftar Pustaka Daftar Riwayat Hidup Penulis
Berdasarkan pada ancangan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut dengan disertai dua ancangan buku pendukung, maka diharapkan rintisan agrowisata di Surabaya Barat ini dapat menjadi alternatif wisata berbasis pendidikan lingkungan hidup bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kota Surabaya pada khususnya. Selain itu, pada dasarnya ancangan program agrowisata farmadeschool ini menopang revitalisasi tradisi lisan RB dalam pendidikan akademik karena program agrowisata itu sesungguhnya merupakan bentuk pendidikan nonformal yang ditujukan kepada masyarakat guna peduli terhadap lingkungan dan gaya hidup sehat.
5.3 Dampak yang Diharapkan dari Ancangan Metode Revitalisasi Dampak yang diharapkan tercapai dalam target implementasi rintisan program keberlanjutan
agrowisata farmadeschool
ekologis,
target
kemandiran
ini mencakup target ekonomi,
dan
target
kependidikan sosiokultur. Berikut ini peta target dan dampak keberhasilan yang diharapkan. Tabel 5.6 Target dan Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Target Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Keberlanjutan 1. Terwujudnya kawasan pertanian lindung yang diakui secara Ekologis hukum oleh pemerintah 2. Meningkatnya produksi panen pada lahan urban farming baik Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. 4. Kemandirian Ekonomi
1. 2. 3.
Kependidikan Sosiokultur
1.
2. 3. 4.
dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan Meningkatnya diversifikasi produk pertanian perkotaan (urban farming) Terolahnya limbah lahan pertanian perkotaan menjadi bahan daur ulang Terwujudnya blue print standar operasional pelaksanaan (SOP) yang dibuat oleh tim farmadeschool secara mandiri Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Made hasil dari pengembangan kawasan pertanian perkotaan (urban farming) Tumbuh dan berkembangnya rintisan farmadeschool sebagai objek wisata alternatif di Kota Surabaya Terbentuknya tim farmadeschool dari kalangan masyarakat Made yang terdiri atas unsur dewan adat, pranata kemasyarakatan, pemuda karang taruna, dan kader anak-anak Menginternalisasinya masyarakat Made terhadap kearifan lokalnya Meningkatnya pemahaman masyarakat kota terhadap kearifan lokal pertanian Menginspirasi masyarakat di wilayah daerah lain yang memiliki potensi serupa dengan Made untuk menyelenggarakan tradisi budaya sedekah bumi
Target-target itu dikonsep berbanding lurus dengan kerangka berpikir pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (EfSD). Untuk mencapai target-target tersebut digunakan filosofi pendidikan humanistik yang menggunakan pendekatan SAVI melalui model accelerated learning bernuansa etnopedagogi dengan tahapan strategi indigenous learning style. Tahapan strategi indigenous learning style itu meliputi (1) belajar melalui observasi dan imitasi (watch and do), (2) belajar melalui pengalaman keseharian (from life experience), (3) belajar melalui uji coba secara pribadi (by personal trial and error), (4) belajar melalui keterampilan dalam praktik tugas tertentu (practice), (5) belajar melalui sensitivitas kemanusiaan dan hubungan (empathy and sympathy). Secara konseptual strategi indigenous learning style tersebut selaras dengan konsep EfSD seperti yang terlihat dalam bagan siklus berikut ini.
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bagan 5.2 Siklus Education for Sustainable Development (EfSD).
Siklus dimulai dengan analisis bentuk pengalaman yang selaras dengan tahap watch and do, kemudian hasil dari analisis pengalaman tersebut adalah masukan berupa informasi-informasi baru yang diperoleh (selaras dengan tahap from life experience), setelah itu diaplikasikan dalam pembelajaran (selaras dengan tahap by personal trial and error, and then practice) dan refleksi atas pembelajaran itu diinternalisasi dalam pengalaman sehari-hari berikutnya (selaras dengan tahap empathy and sympathy). Dampak dalam skala regional yang menunjukkan bahwa tradisi lisan RB dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat daerah lain yang memiliki potensi serupa (pertanian) ialah diselenggarakannya tradisi sedekah bumi di wilayah sekitar Made, khususnya wilayah yang masuk Kabupaten Gresik. Sementara itu, dampak keberhasilan yang lebih luas, hasil penelitian langka kajian tradisi lisan ini diharapkan dapat mewarnai kebijakan-kebijakan baik skala regional maupun nasional, khususnya dalam hal sistem pendidikan. Sebagai contoh, hasil penelitian tradisi lisan RB ini dapat mengungkap nilai budaya dan pendidikan karakter lokal yang dapat memperkuat karakter utama nasional bangsa Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat mewarnai materi pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang kontekstual sesuai dengan kondisi daerah asal siswa.
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebagai gambaran dampak teknis metode revitalisasi ini dapat ditunjukkan peta jalannya sebagai berikut. Bagan 5.3 Peta Jalan Dampak Metode Revitalisasi Tradisi Lisan Rupa Bumi
Formula Bentuk
Aktualisasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks pada Materi Cerita Moral dan Cerita Prosedur
Revitalisasi dalam Pendidikan Akademik
Kesiapan Psikologi: Indigeneous Psychology
Kelayakan Pedagogi: Indigeneous Learning
Isi Kearifan Lokal
Eksistensi Nilai Turunan Berorientasi Budaya dan Pendidikan Karakter Lokal sebagai Penguat Karakter Nasional
Internalisasi dalam Pendidikan Masyarakat
Kehidupan Ekolokonomi: Education for Sustainable Development
Ancangan Kurikulum 2013
Kebutuhan Sosiokultural: Accelerated Learning
Program Agrowisata Farmadeschool
Iklim Kehidupan Bernuansa Etnopedagogi
Berdasarkan ancangan dua metode revitalisasi yang telah dikemukakan yakni model revitalisasi bentuk dalam pendidikan akademik dan model internalisasi isi dalam pendidikan masyarakat serta tiga dampak dalam perspektif pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan dapat disintesis bahwa temuan penelitian ini menunjukkan bahwa secara kultural terdapat lima dimensi kearifan lokal yakni budaya lokal, pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, dan proses sosial lokal. Kemudian eksplorasi secara fungsional terhadap nilai budaya dan Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendidikan karakter masyarakat Made menunjukkan terdapat dua peran kearifan lokal yakni keselarasan dengan alam dan kebersamaan dengan masyarakat. Berdasarkan temuan secara kultural dan fungsional tersebut sesungguhnya kearifan lokal itu menunjukkan kristalisasi dari tradisi lisan kependidikan (educated oral tradition). Oleh karena itu, temuan penelitian ini merekomendasikan penambahan peran tradisi lisan yang pernah diungkapkan Sibarani (2012:63) ada dua yakni bahwa tradisi lisan yang mengandung nilai dan norma budaya peradaban disebut tradisi lisan keadaban (civilized oral traditions) sedangkan tradisi lisan yang mengandung nilai budaya sebagai kearifan lokal untuk kesejahteraan disebut tradisi lisan kegunaan (utilizied oral traditions), sementara itu rekomendasi penambahannya adalah tradisi lisan yang mengandung nilai budaya dan pendidikan karakter disebut tradisi lisan kependidikan (educated oral tradition).
Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 Eksplorasi Nilai Budaya Dan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Rupa Bumi Dan Ancangan Revitalisasinya Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Dan Program Agrowisata Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu