26
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Lokasi objek penelitian berada di ruas jalan Solo – Jogja, dimulai dari Km 15+000 dan berakhir di Km 15+500, lebar badan jalan 7,5 m dan lebar bahu jalan 2 m, sedangkan jalan pembanding berada di ruas jalan Solo – Jogja Km 14+000 – Km 14+100 dengan lebar badan jalan 7,5 m dan lebar bahu 2 m. Penelitian ini hanya meneliti ruas jalan yang mengarah ke kota Jogja. Data curah hujan di ambil dari 4 stasiun pencatat hujan yaitu stasiun hujan Kartosuro, Wantil/Delanggu, Gatak, dan Sawit. Gambar ruas lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Lokasi penelitian ruas jalan Solo – Jogja Km 15+000 – Km 15+500 A. Analisis Kerusakan Dini Perkerasan Lentur 1. Penentuan Kualitas Drainase Untuk menentukan kualitas drainase menggunakan acuan Tabel 2.1 Penilaian Drainase. Ditabel tersebut dapat dilihat persayaratan-persyaratan yang harus dicapai dalam penentuan kriteria kualitas drainase. Dari pengamatan langsung dilapangan dipeoleh data-data primer berupa: ketersediaan saluran, laju aliran air, karakter genangan, dan kemiringan. Hasil dari data-data tersebut dapatdilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Survey Drainase di Lokasi Segmen Jalan Km 15+000 – Km 15+100 Km 15+100 – Km 15+200 Km 15+200 – Km 15+300 Km 15+300 – Km 15+400 Km 15+400 – Km 15+500
Ketersediaan Saluran Drainase Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 26
Laju Aliran Terarah Terarah Terarah Terarah Terarah
Karakter Genangan < 1 hari < 1 hari < 1 hari < 1 hari < 1 hari
27
Karena tidak terdapat saluran drainase maka dapat disimpulkan bahwa drainase tidak mampu menampung debit air hujan periode ulang 1 tahunan dan 5 tahunan. Dengan demikian drainase jalan Solo – Jogja Km 15+000 – Km 15+500 masuk dalam kriteria drainase buruk.
2. Penentuan Kondisi Perkerasan Lentur Menggunakan Metode PCI (Pavement Condition Indeks) Segmen jalan penelitian sepanjang 500 m dengan lebar badan jalan 7,5 m dan bahu jalan 2 m. Penelitian ini dilakukan karena lokasi penelitian diprediksi mengalami kerusakan dikarenakan oleh drainase jalan yang kurang baik, karena ketidak tersedianya saluran drainase di sekitar lokasi. Pengambilan data kerusakan dibagi oleh 5 segmen jalan. Berikut adalah contoh perhitungan kondisi kerusakan dengan menggunakan metode PCI pada jalan Solo – Jogja segmen 2 dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Form Data PCI
28
Contoh Perhitungan Kerusakan Jalan Dengan Metode PCI Pada segmen jalan 2 (Km 15+100 – Km 15+200) 1. Menentukan jenis dan tingkat kerusakan, pada segmen 2 jenis kerusakan adalah retak buaya (Aligator Crack), sedangkan tingkat kerusakan sedang (medium) dan rendah (low). Dalam perhitungan density sebagai contoh kerusakan retak buaya rendah (low). 2. Density didapat dari luas kerusakan dibagi luas perkerasan jalan (setiap segmen) dikalikan 100%. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada rumus berikut: Density (%) = (Luas kerusakan/Luas perkerasan) x 100% Density=
(0,68m 16,92m) (0,93m 61,54m) (0,56m 44,62m) 100% 9,5m 100m Density= 9,87 % 3. Mencari Deduct Value (DV) dengan memplotkan angka persentase density pada grafik kerusakan jalan, yang dimana masing-masing jenis kerusakan memiliki grafik sendiri-sendiri. Selanjutnya dari perpotongan garis horizontal diperoleh nilai DV. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik Kerusakan Jalan Retak Buaya (Aligator Crack)
29
Dari Gambar 5.2 diperoleh nilai 47,22 hasil dari perpotongan garis M dengan garis persentase density 4. Menjumlahkan Total Deduct Value Total deduct value yang didapat pada segmen 1 sebesar 127,13 hasil dari penjumlahan deduct value setiap kerusakan pada segmen 1. 5. Mencari Corrected Deduct Value Untuk mendapatkan niali Coreccted Deduct Value (CDV), yaitu dengan memasukan angka yang diperbolehkan DV > 5 untuk perkerasan lapangan udara dan jalan tidak beraspal dan DV > 2 untuk jalan berpermukaan aspal. Mencari DV dengan melihat kurva koreksi dengan menjumlah nilai perpotongan sesuai angka yang diperbolehkan. Diambil nilai DV terbesar. Untuk lebih jelas lihat Gambar 5.4 di bawah.
Gambar 5.4 Grafik Total Deduct Value (TDV) Untuk perhitungan nilai CDV dapat dilihat pada Tabel 5.2 dibawah. Tabel 5.2 Perhitungan nilai CDV
1 2 3 4
48,55 48,55 48,55 48,55
47,22 47,22 47,22 2
Deduct Value
Total
18,69 18,69 2 2
127,13 116,46 99,77 54,55
12,67 2 2 2
q
Diperoleh nilai CDV sebesar 72,21 dipilih yang terbesar dari nilai CDV 6. Menghitung nilai kondisi perkerasan. PCI = 100 – CDV
CDV 4 3 2 1
66,72 72,21 69,54 54,55
30
PCI = 100 – 72,21= 27,79 Keterangan: PCI
= nilai kondisi perkerasan
CDV = Coreccted Deduct Value Nilai PCI pada segmen ini adalah 27,79 (POOR). Kondisi ini menunjukan bahwa jalan ini dalam keadaan buruk. Perhitungan nilai selanjutnya dapat dilihat pada lampiran, sedangkan nilai PCI setiap segmen dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini. Tabel 5.3 Nilai PCI Jalan Solo – Jogja Km 15+000 – Km 15+500 NO 1 2 3 4 5 6
Segmen Jalan 15+000 - 15+100 15+100 - 15+200 15+200 - 15+300 15+300 - 15+400 15+400 - 15+500 14+500 – 14+600
3. Penentuan
Kerusakan
PCI 27,79 32,11 32,44 34,06 34,77 68,67
Dini
Dengan
Keterangan POOR POOR POOR POOR POOR GOOD
Perbandingan
Ruas
Jalan
Berdrainase dengan Ruas Jalan Tidak Berdrainase Untuk menentukan kerusakan dini menggunakan metode perbandingan, yaitu dengan cara membandingkan nilai PCI jalan (objek penelitian) dengan ruas jalan lain yang memiliki drainase lebih baik. Apabila nilai PCI lebih kecil dari jalan dengan drainase yang lebih baik, maka jalan tersebut dapat dikatakan mengalami kerusakan dini akibat drainase. Ruas jalan yang digunakan sebagai perbandingan adalah ruas jalan Solo – Jogja Km 14+500 – Km 14+600, karena ruas tersebut memiliki saluran drainase yang mampu menampung debit air hujan periode ulang 5 tahunan dan tidak terdapat genanganan pada saat hujan, dengan demikian laju air dapat terarah dengan baik, sehingga drainase ruas jalan tersebut masuk dalam kriteria baik. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode PCI Jalan Solo – Jogja Km 14+500 – Km 14+600 memperoleh nilai 68,67 (good). Dengan demikian nilai PCI
31
dibawah angka 68,67 dinyatakan mengalami kerusakan dini. Berikut adalah segmen jalan yang mengalami kerusakan dini, yang dapat dilihat dari Tabel 5.4. Tabel 5.4 Segmen Jalan Yang Mengalami Kerusakan Dini NO 1 2 3 4 5
Segmen Jalan
Nilai PCI
15+000 - 15+100 15+100 - 15+200 15+200 - 15+300 15+300 - 15+400 15+400 - 15+500
27,79 32,11 32,44 34,06 34,77
Syarat Kerusakan Dini Nilai PCI < 68,67 Nilai PCI < 68,67 Nilai PCI < 68,67 Nilai PCI < 68,87 Nilai PCI < 68,87
Keterangan Kerusakan Dini Kerusakan Dini Kerusakan Dini Kerusakan Dini Kerusakan Dini
B. Pengaruh Drainase Terhadap Kerusakan Perkerasan Lentur 1. Menentukan Debit Air Yang Melimpas Ke Jalan Hasil pengamatan langsung dilapangan tidak terdapat saluran drainase maka laju air akan melimpas ke jalan, sehingga debit limpasan air yang mengalir dijalan sama dengan debit air hujan. Untuk menghitung air yang melimpas dijalan dapat dilakukan dengan analisis data sebagai berikut: a. Mencari Curah Hujan: Berdasarkan 4 stasiun hujan ( Gatak, Kartosuro, Sawit, dan Wantil/Delanggu) diperoleh hujan harian maksimum yang dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Data Curah Hujan Harian Maksimal Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Hujan rerata tahunan (mm/th)
Sawit 140 139 133 135 130 138 99 79 48 105 2098
Stasiun Hujan (mm) Kartosuro Gatak 103 103 97 103 103 85 140 123 75 75 70 87 53 86 73 45 40 12 82 TAD 1395
Keterangan : TAD = Tidak ada data
1711
Delanggu 77 105 78 75 109 110 TAD 54 55 73 1922
32
Karena ada sebagian data yang hilang maka untuk melengkapi data yang hilang dapat dicari dengan rumus:
R'
R R R 1 P' 1 2 ........ n n Pn P1 P2
Contoh:
R'
1 73 105 1711 2 2098 1922
R ' 75mm Hasil perhitungan data yang hilang dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Kelengkapan Hujan Maksimum dengan Pengisian Data Hilang Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Hujan rerata tahunan (mm/th)
Sawit 140 139 133 135 130 138 99 79 48 105 2098
Stasiun Hujan (mm) Kartosuro Gatak 103 103 97 103 103 85 140 123 75 75 70 87 53 86 73 45 40 12 82 75 1395
1711
Delanggu 77 105 78 75 109 110 94 54 55 73 1922
b. Analisis Frekuensi Data Hujan Analisis Frekuensi didasarkan pada sifat statistik kejadian masa lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan masa datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu, oleh karena itu perhitungan analisis frekuensi menggunakan data hujan wilayah dari data hujan maksimum. Agar didapat nilai kala ulang yang lebih aman apabiladigunakan dalam analisis perencanaan banjir. Untuk menentukan distribusi maka dilakukakan analisis statistik, dalam analisis ini data diperoleh dari 4 titik pengamatan maka untuk memperoleh data
33
curah hujan dengan menggunakan rata-rata aljabar. Cara ini adalah dengan merata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan. Rumus rata-rata aljabar: R=
1 R1 R2 ...... Rn n
R=
1 140 103 103 77 4
R= 105,5 mm (dibulatkan 106 mm) Hasil dari perhitungan curah hujan (R) dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Curah Hujan (R).
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Stasiun Hujan (mm) Sawit
Kartosuro
Gatak
Delanggu
140 139 133 135 130 138 99 79 48 105
103 97 103 140 75 70 53 73 40 82
103 103 85 123 75 87 86 45 12 75
77 105 78 75 109 110 94 54 55 73
R 106 111 100 118 97 101 83 63 39 84
Contoh perhitunangan statistik pada tahun 2006 misal Xi=106mm
X R
(39 63 83 84 97 100 101 106 111 118) 90,2mm 10
X i X 106 90,2 15,8 mm ( X i X ) 2 (15,8) 2 249,64 mm ( X i X ) 3 (15,8) 3 3944,312 mm ( X i X ) 4 (15,8) 4 62320,13 mm Hasil perhitungan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.8.
34
Tabel 5.8 Perhitungan Nilai X i X , ( X i X ) 2 , ( X i X ) 3 , ( X i X ) 4 No
Tahun
R
Xi
Xi X
( X i X )2
( X i X )3
( X i X )4
1
2006
106
39
-51,20
2621,44
-134217,73
6871947,67
2
2007
111
63
-27,20
739,84
-20123,65
547363,23
3
2008
100
83
-7,20
51,84
-373,25
2687,39
4
2009
118
84
-6,20
38,44
-238,33
1477,63
5
2010
97
97
6,80
46,24
314,43
2138,14
6
2011
101
100
9,80
96,04
941,19
9223,68
7
2012
83
101
10,80
116,64
1259,71
13604,89
8
2013
63
106
15,80
249,64
3944,31
62320,13
9
2014
39
111
20,80
432,64
8998,91
187177,37
10
2015
84
118
27,80
772,84
21484,95
597281,67
5165,60
-118009,44
8295221,79
902
Untuk menentukan jenis distribusi probabilitas menggunakan rumus-rumus statistik sebagai berikut:
n 2 (X i X ) Standar deviasi, Sd i 1 (n 1) Koefisien Skewnees, Cs
Cs
0,5
10 249,64 23,9529 mm i 1 (10 1)
n (n 1)(n 2) Sd 3
n
(X i 1
i
X )3
10 (118009,44) (10 1)(10 2)23,9529 3
Cs = -1,920 Sd 23,9529 Koefisien variasi, Cv 0,2656 90,2 X Koefisien kurtois, Ck
Ck
n2 (n 1)(n 2)(n 3) Sd 4
n
(X i 1
i
X )4
10 2 8295221,79 (10 1)(10 2)(10 3)23,9529 4
Ck = 4,9962 Perbandingan, Cv/Cs = 0,2656/-1,920 = -4,4878
35
c. Tes Jenis Distribusi Berdasarkan hasil perhitungan rumus-rumus statistik diatas maka diperoleh nilai-nilai untuk menetukan jenis ditribusi probabilitas, hasil dari perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Pemilihan Jenis Distribusi Probabilitas. Distribusi Normal Log Normal
Gumbel Tipe I
Log Pearson Tipe III
Syarat
Hasil Hitungan
Cs ≈ 0
Cs = -1,1920
CK ≈ 3
CK = 4,9962
Cs/CV ≈ 3
Cs/CV = -4,4878
CK > 3
CK = 4,9962
Cs ≈ 1,1396
Cs = -1,1920
CK ≈ 5,4002 Selain syarat di atas; Cs dan CK bebas
CK = 4,9962 -
Keterangan tidak sesuai
tidak sesuai
tidak sesuai
sesuai
Dari hasil perhitungan distribusi, diperoleh jenis distribusi Log Pearson Tipe III .
d. Hujan Rencana Contoh perhitungan hujan rencana Log Pearson III data hujan jalan Solo – Jogja Km 15+000 – Km 15+500 pada tahun 2014 dengan Xi=39 dan no urut (m) = 1, no urut disusun berdasarkan Xi kecil ke besar. Log(Xi) = Log(39) = 1,5911 (Log(Xi))2 = (1,5911)2 = 2,5315 (Log(Xi) – Log(ẍ))3 = (1,5911 – 1,9367)3 = - 0,04130406
P
m 1 100% 100% 9,091 n 1 10 1
Perhitungan hujan rencana dengan menggunakan metode Log pearsom III dapat dilihat pada Tabel 5.10.
36
Tabel 5.10 Analisis Hujan Rencana Metode Log Pearson III No. Urut
X
Log Xi
(log Xi)
2
(log Xi - log ẍ)
(m)
3
Probabilitas (%) Wxi = m/(n+1)
1 2 3 4
39 63 83 84
1,5911 1,7993 1,9191 1,9243
2,5315 3,2376 3,6829 3,7029
-0,04130406 -0,00259372 -0,00000551 -0,00000193
9,091 18,182 27,273 36,364
5 6 7 8 9 10
97 100 101 106 111 118
1,9868 2,0000 2,0043 2,0253 2,0453 2,0719 19,3674
3,9473 4,0000 4,0173 4,1019 4,1833 4,2927 37,6973
0,00012526 0,00025320 0,00030871 0,00069478 0,00128034 0,00246833 -0,03877460
45,455 54,545 63,636 72,727 81,818 90,909
∑
(Log Xi)rerata = ꜚlog ẍ = ∑(Log Xi) / n = 19,3674/10 = 1,9367
n 2 2 (( LogX i ) LogX i ) Standard deviasi, Sd i 1 (n 1) 10 2 (37,6973 19,3674) Sd i 1 (10 1) Koefisien Asimetri, Cs
Cs
n (n 1)(n 2) Sd 3
0,5
0,5
0,1445
n
( LogX i 1
i
Logx) 3
10 0,0387746 1,7865 (10 1)(10 2) Sd 3
Nilai Cs kemudian digunakan untuk memperoleh nilai G dengan cara interpolasi Tabel Harga G pada Distribusi Log Pearson yang terdapat pada lampiran. Hasil nilai G dari interpolasi dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Tabel Nilai-nilai G (Koef. Pearson, CD. Soemarto, 1986) T (tahun)
1,01
2
5
10
25
50
100
200
G
-3,492
0,280
0,800
0,948
1,040
1,075
1,094
1104,812
37
Contoh perhitungan hujan rencana periode ulang (T) 10 tahunan. G.Sd = 0,948 x 0,1445 = 0,1370 Log Rti = ꜚLog ẍ + (G.Sd) = 1,9367 + (0,1370) = 2,0737 Rti = 10Log Rti = 102,0523 = 118,50 mm Hasil dari perhitungan hujan rencana metode Log Pearson III dapat dilihat pada Tabel 5.12 . Tabel 5.12 Hasil Hujan Rencana Metode Log Pearson III T (tahun) 1,01 2 5
P (%) 99 50 20
ꜚLog ẍ
G
1,9367 1,9367 1,9367
10
10
25
SD
G.SD
log Rti
Rti
-3,4916 0,2801 0,8002
0,1445 0,1445 0,1445
-0,5044 0,0405 0,1156
1,4324 1,9772 2,0523
27,06 94,89 112,81
1,9367
0,9484
0,1445
0,1370
2,0737
118,50
4
1,9367
1,0404
0,1445
0,1503
2,0870
122,19
50
2
1,9367
1,0753
0,1445
0,1553
2,0921
123,62
100
1
200
0,5
1,9367 1,9367
1,0941 1104,8116
0,1445 0,1445
0,1581 159,5964
2,0948 161,5331
124,39 3,4127E+161
Hasil pengolahan data hujan diperoleh hujan rencana (Rti) periode ulang 10 tahunan sebesar 118,50 mm. Selanjutnya mencari debit air hujan sebagai acuan untuk menentukan kemampuan saluran drainase dalam menampung debit air hujan periode ulang 10 tahunan. Berikut ini adalah data-data kondisi geometrik jalan, yang dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Data Geometrik Jalan. No
segmen jalan
S0(%) Bahu
Badan
S1 (%)
L0 (m) Bahu
Badan
L1 (m)
1
Km 15+000 - Km 15+100
3,98
2,65
0,60
2
7,5
100
2
Km 15+100 - Km 15+200
3,45
2,26
0,55
2
7,5
100
3
Km 15+200 - Km 15+300
4,56
2,48
0,14
2
7,5
100
4
Km 15+300 - Km 15+400
3,88
1,86
1,23
2
7,5
100
5
Km 15+400 - Km 15+500
2,97
1,86
0,99
2
7,5
100
(mm)
38
Sedangkan data yang diperoleh dari ketetapan di buku referensi yaitu berupa data koefisien meanning (n) sebesar 0,013 (untuk aspal dan beton), arena tidak mendapatkan data kecepatan aliran (V), maka data tersebut dapat diperoleh dengan melakukan trial dengan persamaan Qs = Qt dengan mensubtitusikannya. Hasil subtitusi rumus tersebut adalah sebegai berikut:
n 1/ 2 S 1
3
4 V 0,278 C A Cs I
3 0,00065 n 4 V 0,278 C A S 1/ 2 1 0,00065
L0 S 0
0 , 77
L0 S 0
0 , 77
L 0,000556 1 V R24 L1 24 0,000834 V
0,000325 L0 S 0
24 0 , 77 L 0,000278 1 V
2/3
Berikut ini contoh perhitungan Trial pada Segmen jalan Km 15+000 – Km 15+100, dengan data R24 = 112,81mm = 0,112m , C = 0,9 ( Jalan aspal ), Abahu=2,5x100 = 250m2, dan Abadan= 7,5x100 = 750m2.
S1
S1
0,013 1/ 2 0,007
3
V 4
(S ) 1
Jumlahdata
0,0060 0,0055 0,0014 0,0123 0,0099 0,0070 5
0 , 77 0 , 77 2,5 100 7,5 100 0,00065 0,00065 0,000556 0,000556 0,0398 0,0265 V V 0,278 0,9 250 0,278 0,9 750 0 , 77 0 , 77 2,5 100 7,5 100 0,00065 0,000834 0,00065 0,000834 0,0398 0,0265 V V 2/3 2/3 118 , 504 24 118 , 504 24 0 , 77 0 , 77 24 24 2,5 100 7,5 100 0,000325 0,000325 0,000278 0,000278 0,0398 0,0265 V V
0,0556 0,0556 2 / 3 ( 2 / 3) 0,004485 0,01241 0,0278 0,0278 V V 0,029725V 0,002056 0,007709 0,001918 0,005308 0,0834 0,0834 V V 0 , 004485 0 , 01241 V V 4
39
Berdasarkan persamaan diatas dilakukan perhitungan trial and error untuk menentukan nilai kecepatan aliran (V). Perhitungan trial and error dimulai dengan memberikan nilai awal kecepatan aliran (V). Misalnya kecepatan aliran (V ) = 1,232 m/dt Trial 1 Qs = 0,029725 V4 = 0,029725.(1,132)4 = 0,048810 m3/dt 0,004485 Qt 0,002056 0,004485
0,0556 2 / 3 0,01241 0,0278 1,132 0,007709 0,001918 0,0834 1,132 0,01241 1,132
0,0556 ( 2 / 3) 0,0278 1,132 0,005308 0,0834 1,132 1,132
Qt = 0,042262 m3/dt Nilai |Qs-Qt| = 0,048810 – 0,042262 = 0,00655 > 0,001 Trial 2 Qs = (Qs+Qt)/2 = ( 0,048810 + 0,042262 ) / 2 = 0,045536 m3/dt V = (Qs/0,029725)1/4 = (0,045536/0,029725)1/4 = 0,68507 m/dt 0,004485 Qt 0,002056 0,004485
0,0556 2 / 3 0,01241 0,0278 0,68507 0,007709 0,001918 0,0834 0,68507 0,01241 0,68507
0,0556 ( 2 / 3) 0,0278 0,68507 0,005308 0,0834 0,68507 0,68507
Qt = 0,032028 m3/dt Nilai |Qs-Qt| = 0,045536 – 0,032018 = 0,01351 > 0,001 Trial 3 Qs = (Qs+Qt)/2 = ( 0,45536 + 0,32028 ) / 2 = 0,038782 m3/dt V = (Qs/0,029725)1/4 = (0,038782/0,029725)1/4 = 0,82104 m/dt 0,004485 Qt 0,002056 0,004485
0,0556 2 / 3 0,01241 0,0278 0,82104 0,007709 0,001918 0,0834 0,82104 0,01241 0,82104
0,0556 ( 2 / 3) 0,0278 0,82104 0,005308 0,0834 0,82104 0,82104
Qt = 0,035476 m3/dt Nilai |Qs-Qt| = 0,038782 – 0,035476 = 0,00331 > 0,001 Trial 4 Qs = (Qs+Qt)/2 = ( 0,038782 + 0,035476 ) / 2 = 0,037129 m3/dt V = (Qs/0,029725)1/4 = (0,037129/0,029725)1/4 = 0,57749 m/dt
40
0,004485 Qt 0,002056 0,004485
0,0556 2 / 3 0,01241 0,0278 0,57749 0,007709 0,001918 0,0834 0,57749 0,01241 0,57749
0,0556 ( 2 / 3) 0,0278 0,57749 0,005308 0,0834 0,57749 0,57749
Qt = 0,029021 m3/dt Nilai |Qs-Qt| = 0,037129 – 0,029021= 0,00811 > 0,001 Trial 5 Qs = (Qs+Qt)/2 = ( 0,37129 + 0,029021 ) / 2 = 0,033075 m3/dt V = (Qs/0,029725)1/4 = (0,033075/0,029725)1/4 = 0,7227 m/dt 0,004485 Qt 0,002056 0,004485
0,0556 2 / 3 0,01241 0,0278 0,7227 0,007709 0,001918 0,0834 0,7227 0,01241 0,7227
0,0556 ( 2 / 3) 0,0278 0,7227 0,005308 0,0834 0,7227 0,7227
Qt = 0,033018 m3/dt Nilai |Qs-Qt| = 0,033075 – 0,033018 = 0,00006 > 0,001 (OK) Jadi pada segmen jalan Km 15+000 – 15+100 diperoleh kecepatan aliran (V) sebesar 0,7227 m/dt. Untuk perhitungan kecepatan aliran (V) pada segmen selanjutnya dapat dilihat pada lampiran dalam bentuk tabel. Untuk hasil perhitungan kecepatan aliran (V) tiap segmen dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Hasil Perhitungan Nilai Kecepatan Aliran (V) No
segmen jalan
V (m/dt)
1 2 3 4 5
Km 15+000 - Km 15+100
0,7227 0,7186 0,7214 0,7140 0,7135
Km 15+100 - Km 15+200 Km 15+200 - Km 15+300 Km 15+300 - Km 15+400 Km 15+400 - Km 15+500
Berdasarkan data Nilai kecepatan aliran dapat diperoleh waktu konsentrasi (Tc) dan intensitas hujan ( I ). Perhitungan Tc dan I dijabarkan sebagai berikut:
e. Waktu Konsentrasi (Tc) Pada perhitungan waktu konsentrasi (Tc) data kemiringan (S0) dapat digunakan untuk mengetahui waktu konsentrasi (Tc), Data kemiringan (S0) dapat
41
dilihat pada tabel 5.13, sedangkan untuk memperoleh waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Tc = To + Td Yang dimana To dan Td dapat dicari dengan rumus berikut: 0 , 77
L To 1,17 0 S0 L Td 1 V Untuk contoh perhitungan Tc pada badan jalan Km 15+000 – Km 15+100 sebagai berikut:
L Tc 1,17 0 S0
0 , 77
L1 V
0 , 77
100 7,5 Tc 1,17 0,72268 0,0265 Tc = 22,3374 + 138,3737 = 160,7111 detik Tc = 0,0446 jam Hasil Perhitungan Tc dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15 Hasil Perhitungan Tc T0 (detik)
Segmen jalan
Bahu
Badan
Km 15+000 - Km 15+100
6,9061
22,3374
Km 15+100 - Km 15+200
7,2932
Km 15+200 - Km 15+300 Km 15+300 - Km 15+400 Km 15+400 - Km 15+500
Td (detik)
Tc (detik)
Tc (jam)
Bahu
Badan
Bahu
Badan
138,3737
145,2798
160,7111
0,0404
0,0446
23,7359
139,1664
146,4596
162,9023
0,0407
0,0453
6,5492
22,9031
138,6244
145,1735
161,5275
0,0403
0,0449
6,9742
25,5989
140,0542
147,0284
165,6530
0,0408
0,0460
7,7212
25,5989
140,1541
147,8753
165,7529
0,0411
0,0460
f. Intensitas hujan ( I ) Untuk memperoleh intensitas hujan menggunakan data hujan rencana kala ulang 10 tahunan. Contoh perhitungan intensitas hujan pada segmen jalan km 15+000 – km 15+100 dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
R 24 24 I 24 Tc
2
3
42
118,504 24 I 24 0,045
2
3
I = 191,717 mm/jam Untuk perhitungan intensitas hujan dapat dilihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16. Hasil Perhitungan Intensitas Hujan Segmen jalan
R24 (mm)
Km 15+000 - Km 15+100 Km 15+100 - Km 15+200 Km 15+200 - Km 15+300 Km 15+300 - Km 15+400 Km 15+400 - Km 15+500
118,504 118,504 118,504 118,504 118,504
Tc (jam) Bahu Badan 0,040 0,045 0,041 0,045 0,040 0,045 0,041 0,046 0,041 0,046
I (mm/jam) Bahu 205,063 203,960 205,163 203,434 202,656
Badan 191,717 189,994 191,070 187,885 187,809
g. Mencari Debit Air Hujan Untuk perhitungan debit air hujan menggunakan data curah hujan ulang 5 tahunan. Rumus yang digunakan untuk menghitung debit sebagai berikut: QT = 0,278 .C.A.Cs.I Contoh perhitungan debit pada Segmen jalan Km 15+000 – Km 15+100 diperoleh data C = 0,9 , Abahu = 200 m2 , Abadan = 750 m2, Ibahu = 205,063mm/jam , dan Ibadan = 191,717 mm/jam. Qbahu 0,278 0,9 0,0002
20,0404 205,063 20,0404 0,0384
Qbahu = 0,007869 m3/detik Qbadan 0,278 0,9 0,00075
20,0446 191,717 20,0446 0,0384
Qbadan = 0,025149 m3/detik
QT = Q bahu + Q badan QT = 0,007869 + 0,025149 = 0,033018 m3/detik Hasil perhitungan debit setiap segmen jalan dapat dilihat pada Tabel 5.17 dibawah ini.
43
Tabel 5.17 Debit Air Hujan Segmen jalan
Q bahu (m3/detik)
Q badan (m3/detik)
QT (m /detik)
Km 15+000 - Km 15+100 Km 15+100 - Km 15+200 Km 15+200 - Km 15+300 Km 15+300 - Km 15+400 Km 15+400 - Km 15+500
0,007841 0,007871 0,007809 0,007828 0,007809
0,024982 0,025089 0,024770 0,024781 0,024770
0,163549 0,130726 0,097766 0,065188 0,032579
3
2. Hubungan Limpasan Air Dengan Kondisi Perkerasan Lentur (PCI) Dari hasil pengamatan langsung dilokasi survey di beberapa titik banyak terdapat timbunan dibagian samping jalan dan sebagian dicor yang kemungkinan besar area tersebut difungsikan untuk memfasilitasi aliran air hujan, sehingga menyebabkan elevasi jalan lebih rendah. Akibatnya bila terjadi hujan aliran air mengarah pada bahu jalan dan menciptakan genangan yang mampu merusak perkerasan lentur jalan. Bukti dari pernyataan tersebut dapat dilihat pada gambar gambar kondisi jalan. Berikut ini adalah kondisi jalan dalam keadaan kering atau tidak terjadi hujan yang dapat dilihat pada Gambar 5.5 dan Gambar 5.6.
Gambar 5.5 Kondisi Samping Jalan Yang Ditimbun Pada Km 15+100
Gambar 5.6 Kondisi Samping Jalan Yang Dicor Pada Km 15+210
44
Sedangkan kondisi jalan setelah terjadi hujan dapat dilihat pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8.
Gambar 5.7 Genangan Pada Samping Jalan Karena Ada Timbunan Tanah
Gambar 5.8 Genangan Akibat Samping Jalan Dicor Air yang menggenangi jalan menyebabkan perkerasan cepat rusak. Efek dari air yang menggenangi jalan dapat dilihat pada Gambar 5.9 dan Gambar 5.10.
Gambar 5.9 Genangan Terjadi Pada Yang Badan Jalan
Gambar 5.10 Kondisi Perkersan Setelah Kering
45
Dengan bukti-bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa drainase yang buruk dan didukung oleh elevasi jalan yang kurang baik menyebabkan air mengalir ke jalan saat terjadi hujan. Air yang mengalir ke jalan menyebabkan perkerasan lentur mudah rusak, karena air mengikis butiran halus perkerasan dan sedikit demi sedikit akan merusak struktur jalan. Hal ini juga dibuktikan dengan Gambar 5.11. HUBUNGAN DEBIT LUAPAN DENGAN PCI 40
Nilai PCI
35 30 25 20 0,02000
0,06000
0,10000
0,14000
0,18000
Limpasan air M3/detik
Gambar 5.11 Grafik Hubungan Limpasan Air Dengan Nilai PCI Dari Gambar 5.11 dapat disimpulkan bahwa debit air yang meluap ke jalan karena tidak tersedianya infrastruktur drainase dapat mempengaruhi nilai PCI (kondisi perkerasan). Terlihat bahwa semakin besar luapan air maka semakin kecil nilai PCI (kondisi perkerasan).
C. Alternatif Penanganan Drainase 1. Penyediaan Saluran Drainase Karena dilokasi penelitian tidak terdapat saluran drainase maka direncanakan saluran drainase dengan bentuk persegi. Untuk mengetahui dimensi drainase dapat dilakukan menggunakan dengan rumus sebagai berikut:
n.V Kedalaman aliran, Y 2 1 / 2 S
3/ 2
46
Lebar dasar saluran, B = 2Y Tinggi jagaan, F = 30% x Y Contoh perhitungan pada segmen jalan Km 15+000 – Km 15+100 dengan data V = 0,7227 m/detik , S1= 0,007 , dan n = 0,013 (aspal dan beton)
0,013 0,7227 Kedalaman aliran, Y 2 1/ 2 0,007
3/ 2
0,075m
Lebar dasar saluran, B = 2 x 0,075 = 0,15 m Tinggi jagaan, F = 30% x 0,075 = 0,0225 m Karena dimensi terlalu kecil, direncanakan sendiri Y > 0,075 m , diambil Y= 0,35 m. Kedalaman aliran, Y 0,35m Lebar dasar saluran, B = 2 x 0,35 = 0,7 m Tinggi jagaan, F = 30% x 0,35 = 0,075 m
Kontrol QT < QS QT = 0,032823+0,032960+0,032579+0,032609+0,032579 < QS = A.V QT = 0,163549 m3/dt < QS = (0,7x0,35) x 0,7227 = 0,1770568 m3/dt (Okey) Hasil perhitungan dimensi dapat dilihat pada Tabel 5.19 di bawah ini. Tabel 5.19 Dimensi Saluran Rencana
No
segmen jalan
Kontrol
V (m/dt)
Y (m)
B (m)
F (m) QT
<
QS
1
Km 15+000 - Km 15+100
0,7227
0,35
0,7
0,105
0,163549
<
0,1770568
2
Km 15+100 - Km 15+200
0,7186
0,35
0,7
0,105
0,130726
<
0,1760482
Km 15+200 - Km 15+300
0,7214
0,35
0,7
0,105
0,097766
<
0,1767366
Km 15+300 - Km 15+400
0,7140
0,35
0,7
0,105
0,065188
<
0,1749323
Km 15+400 - Km 15+500
0,7135
0,35
0,7
0,105
0,032579
<
0,1748076
3 4 5
2. Perbaikan Geometrik Jalan Dilihat dari geometrik jalan perlu adanya perbaikan pada bagian samping jalan, karena bagian samping jalan memiliki elevasi yang lebih tinggi dari bahu
47
jalan yang menyebabkan limpasan air mengarah ke jalan dan merusak perkerasan jalan. Dengan permasalahan tersebut maka perlu adanya perbaikan geometrik jalan yang di jabarkan dalam Gambar 5.11 dan Gambar 5.12.
Gambar 5.11 Kondisi Geometrik Sebelum Perbaikan
Gambar 5.12 Kondisi Geometrik Setelah Perbaikan