59
BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI
Berdasarkan informasi dari pengolahan data yang telah ada, dapat dilakukan analisa dan interpretasi mengenai data-data yang telah diolah.
5.1
Analisa Standard Nasional Indonesia (SNI) Dari beberapa persyaratan mutu yang ada pada SNI yang meliputi; kadar
CaO, ukuran butiran (mesh), kadar MgO, prosentase bahan yang tidak terlarut (insoluble matter), daya serap air, kuat tekan. Terlihat adanya indikasi bahwa persyaratan mutu yang paling dominan untuk disyaratkan dibeberapa pemakaian adalah kadar CaO. Semakin tinggi kadar CaO maka tingkat kualitas dari produk kapur akan semakin bagus.
5.2
Analisa Skoring Aspek dan Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Berdasarkan pada hasil skoring aspek dan dampak lingkungan pada tabel 4.2.,
dimana masing-masing tahapan aktivitas pada businesss process dilakukan skoring untuk mengetahui adanya signifikansi dampak yang terjadi. Pada tahapan proses pembakaran skoring dampaknya adalah 39.375, artinya pada proses atau tahapan ini terindikasi adanya dampak terhadap lingkungan yang signifikan. Apabila ditelusuri secara reaksi kimia pada proses pembakaran kapur, batuan kapur yang ada dialam/sebelumdibakar berupa CaCO3 jika dibakar dengan baha pembakar berupa kayu, dimana pembakaran kayu akan menghasilkan panas, panas terjadi dikarenakan ada rekasidengan oksigen, pada suhu kalsinasi akan terjadi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan gas/emisi dominan yang akan dikeluarkan sebagai hasil dari reaksi
60
pembakaran adalah gas CO2. Gas CO2 adalah salah satu parameter green house gas yang akan menyumbangkan dampak pada lingkungan sekitar. Aktivitas kedua penyumbang dampak adalah proses pemindahan bahan baku ke tungku pembakaran, hal ini terkait dengan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan pengangkut dan debu yang ditimbulkan pada saat transportasi, namun pada proses bisnis ini tidak seberapa signifikan karena skore dampaknya hanya sebesar 2835. Berturut-turut konstribusi dampak dapat ditunjukkan pada gambar 5.1.
P a r e to C h a r t o f A s p e k L in g k u n g a n 50000
80
Count
30000
60
20000
40
10000
20
0
A s p e k L in g k u n g a n
Pr
Pe
os
m
i
es
m pe
a nd
C ount Percent C um %
ha
n
ba
b
k
a ar
a ah
n
n
ba
ku
39375 8 6 .8 8 6 .8
ke
tu
k ng
Pe
u
ga
m
2835 6 .2 9 3 .0
bi
la
n
a
n ra Pe
g
ga
m
729 1 .6 9 4 .6
bi
la
n
k
u ap
r
729 1 .6 9 6 .2
O
th
er
Percent
100
40000
0
1710 3 .8 1 0 0 .0
Gambar 5.1. Diagram Pareto Aspek Lingkungan
5.3
Analisa Pengaruh Faktor Dominan Terhadap Rata–rata Respon Penentuan faktor dominan yang berpengaruh terhadap rata–rata respon
bermanfaat untuk memilih level faktor yang dapat menghasilkan kadar CaO yang tinggi dan kandungan CO2 sekecil mungkin sehingga dapat diterapkan dalam rangka perbaikan dan penyeragaman kualitas produk kapur aktif.
61
5.3.1
Analisa Variansi (ANOVA) Analisis variansi digunakan untuk melihat apakah perbedaan level suatu
faktor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap eksperimen yang dilakukan. Uji statistik dilakukan dengan α = 0.10 untuk setiap faktor dominan. Nilai α = 0.10 mengandung arti bahwa resiko yang akan ditanggung dalam pengambilan keputusan mengenai kebenaran faktor-faktor yang dominan sebesar 10% dan tingkat kepercayaan dalam pengambilan keputusan sebesar 90%. a). Faktor Dominan Terhadap Rata-rata Respon CaO • Faktor A, P value = 0.396 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor A • Faktor B, P value = 0.096 ; α = 0.10 (P value < α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor B • Faktor C, P value = 0.006 ; α = 0.10 (P value < α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor C • Interaksi Faktor AB, P value = 0.903 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor AB • Interaksi Faktor BC, P value = 0.812 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor BC b). Faktor Dominan Terhadap Rata-rata Respon CO2 • Faktor A, P value = 0.475 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor A • Faktor B, P value = 0.109 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor B
62
• Faktor C, P value = 0.066 ; α = 0.10 (P value < α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor C • Interaksi Faktor AB, P value = 0.501 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor AB • Interaksi Faktor BC, P value = 0.996 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor BC Dalam menjastifikasi sejauh mana level faktor berpengaruh terhadap variabel respon dapat dilihat dari grafiknya. Gambar 3 memperlihatkan tingkat kemiringan garis plot, yang mengindikasikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap respon, dimana faktor yang memiliki tingkat kemiringan besar (jenis bahan pembakar dan ukuran partikel) berarti faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap respon. Begitu pula dengan gambar 4 pengaruh interaksi terhadap respon, jika letak garis plot masing-masing level tidak berpotongan, maka tidak ada interaksi.
5.3.2
Analisa Persen Kontribusi Faktor Persen kontribusi ini menunjukkan sumbangan suatu faktor terhadap rata-rata
respon yang dihasilkan, dimana semakin tinggi nilai persen kontribusi maka semakin kuat faktor tersebut dalam mengendalikan respon serta menunjukkan kekuatan relatif suatu faktor untuk mereduksi variansi (sum of square). Nilai persen kontribusi disamping dimiliki setiap faktor juga ada dalam error yang mewakili kontribusi dari faktor yang tidak signifikan. Dari hasil perhitungan setelah pooling faktor didapat persen kontribusi berdasarkan rata–rata respon adalah ;
63
a). Persen Kontribusi Respon CaO • Faktor B
= 4.70%
• Faktor C
= 92.69%
• Error
= 2.61%
b). Persen Kontribusi Respon CO2
5.3.3
• Faktor C
= 52.65%
• Error
= 47.35%
Analisa Pemilihan Level Pada Kondisi Optimal Pemilihan level optimal dimaksudkan untuk memberikan kombinasi level
dari setiap faktor yang signifikan yang memberikan rata–rata kadar CaO terbesar dan kandungan CO2 terkecil. Kombinasi level optimal untuk respon CaO yaitu C1, B1 dan A1, sedangkan kombinasi level optimal untuk respon CO2 yaitu C1, B2 dan A1
5.4
Analisa Pengaruh Faktor Dominan Terhadap Variabilitas Respon Tujuan lain dari metode Taguchi selain menyederhanakan eksperimen adalah
untuk meminimalkan variabilitas pada setiap penelitian sehingga kualitas produk diharapkan lebih seragam. Guna menganalisis pengaruh faktor terhadap variabilitas respon maka data eksperimen perlu ditransformasikan ke dalam bentuk signal to noise ratio (S/N) yang sesuai dengan karakteristik kualitasnya.
64
5.4.1
Analisa Variansi rasio S/N Analisis Variansi ini digunakan untuk melihat apakah perbedaan level suatu
faktor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap eksperimen yang dilakukan. Setelah tabel analisia variansi dibuat maka dilakukan uji statistik dengan α = 0.10 untuk setiap faktor dominan. a). Faktor Dominan Terhadap Rasio S/N Respon CaO • Faktor A, P value = 0.395 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor A • Faktor B, P value = 0.100 ; α = 0.10 (P value = α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor B • Faktor C, P value = 0.006 ; α = 0.10 (P value < α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor C • Interaksi Faktor A & B, P value = 0.878 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor A & B • Interaksi Faktor B & C, P value = 0.755 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor B & C b). Faktor Dominan Terhadap Rasio S/N Respon CO2 • Faktor A, P value = 0.484 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor A • Faktor B, P value = 0.100 ; α = 0.10 (P value = α) tidak ada pengaruh perbedaan level dari faktor B karena walaupun nilai P value = α akan tetapi jika dibandingkan dengan F tabelnya, F hitungnya (8.48) < F tabelnya (8.53), maka tidak signifikan.
65
• Faktor C, P value = 0.059 ; α = 0.10 (P value < α) yang berarti ada pengaruh perbedaan level dari faktor C • Interaksi Faktor A & B, P value = 0.470 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor A & B • Interaksi Faktor B & C, P value = 0.910 ; α = 0.10 (P value > α) yang berarti tidak ada pengaruh perbedaan level dari interaksi faktor B & C
5.4.2
Analisa Persen Konstribusi Faktor Terhadap rasio S/N Semakin tinggi nilai persen kontribusi maka semakin kuat faktor tersebut
dalam mengendalikan respon serta menunjukkan kekuatan relatif suatu faktor untuk mereduksi variansi (sum of square). Persen kontribusi berdasarkan rasio S/N : a). Persen Kontribusi Respon CaO • Faktor B
= 4.71%
• Faktor C
= 92.50%
• Error
= 2.80%
b). Persen Kontribusi Respon CO2
5.4.3
• Faktor C
= 53.96%
• Error
= 46.04%
Analisa Pemilihan Level Pada Kondisi Optimal Pemilihan level optimal dimaksudkan untuk memberikan kombinasi level
dari setiap faktor yang signifikan yang memberikan rasio S/N tertinggi.
66
Dari hasil perhitungan didapat kombinasi level optimal respon CaO adalah C1, B1, C1 sedangkan respon CO2 yaitu C1, B2, A1
5.5
Analisa Ketidaksignifikanan Faktor Dominan Melaui ANOVA (Analysis of Varians) pengaruh level faktor terhadap rata-
rata respon ataupun variabilitas respon dapat diamati melalui parameter-parameter signifikansi baik berupa P value maupun F tabelnya sehingga nantinya bisa dijustifikasi apakah berada pada daerah penerimaan (gagal menolak Ho) yang artinya tidak ada pengaruh faktor terhadap respon secara signifikan ataupun daerah penolakan (menolak Ho) yang artinya ada pengaruh faktor terhadap respon secara signifikan. Beberapa penyebab yang diduga menjadi pemicu tidak adanya pengaruh dari faktor-faktor yang telah diset antara lain disebabkan oleh pekerjanya, ataupun desain tungkunya, metode dan materialnya sendiri. Secara detail akan digambarkan seperti pada gambar 5.2.
Gambar 5.2. Diagram Sebab Akibat
67
Pada gambar diagram sebab akibat menunjukkan bahwa ketidaksignifikanan faktor disebabkan oleh : • Personnel Pada desain eksperimen diawal sudah ditentukan masing-masing level faktor yang akan dikondisikan, dimana untuk pemilihan bahan baku terdiri dari bahan baku warna putih kekuningan dan putih kecoklatan. Diduga bahwa ketelitian pemilahan bahan baku menjadi salah satu penyebab. Selain itu juga ketelitian dalam pemilahan antara bahan pembakar berupa kayu lapisan ataupun kayu pejal juga menjadi pemicu ketidaksignifikanan faktor. • Tungku Proses terjadinya kalsinasi atau penguraian kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO) terjadi pada suhu 900oC, artinya pada suhu tersebut terjadi pemisahan sempurna dari CaCO3 menjadi CaO. Dikarenakan desain tungku yang sederhana (terbuka dengan udara luar) maka diduga panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan pembakar tidak dapat memaksimalkan suhu/panas. Padahal secara teoritis terurainya kalsit (partikel CaCO3) hanya membutuhkan 760 kcal/kg sementara bahan pembakar berupa kayu apabila terbakar dengan sempurna bisa menghasilkan 403 kcal/kg, artinya untuk memperoleh 760 kcal hanya membutuhkan 1,8 kg kayu (Oates,1998). • Methods Pada eksperimen yang telah dilakukan, pemasukan bahan pembakar dilakukan secara manual. Hal ini sangat memungkinkan sekali terjadinya ketidakstabilan nyala api dikarenakan kayu pembakar dimasukkan ke tungku pembakar secara manual. Ketidakstabilan nyala api akan menyebabkan jumlah kalori
68
yang dikeluarkan tidak maksimal, padahal kayu yang dipakai sebagai bahan pembakar sebesar ± 8000 kg (8ton). • Material Secara teoritis perbedaan warna antara bahan baku berupa batu kapur memiliki tingkat impurity ataupun tingkat kandungan CaCO3 yang berbeda. Dimana CaCO3 adalah komponen utama dalam produk kapur aktif. Pembedaan jenis material melalui perbedaan warna dengan visual sangat memungkinkan terjadinya kesalahan.
5.6
Analisa Prediksi Optimum Individual Respon Rata–rata respon yang optimal diperoleh dari prediksi masing-masing respon
dengan melibatkan level faktor yang mempunyai pengaruh secara signifikan. Dari hasil pengolahan dari level faktor untuk respon CaO dapat diprediksikan rata–rata optimum kadar CaO adalah 72.39% sedangkan untuk respon CO2 adalah 1866.25 ppm. Rata–rata rasio S/N optimal diperoleh dari prediksi rasio S/N dengan melibatkan level faktor yang mempunyai pengaruh secara signifikan. Dari hasil pengolahan dari level faktor diatas maka dapat diprediksikan rata–rata rasio S/N respon CaO adalah 37.19 sedangkan respon CO2 adalah -65.42.
5.7
Analisa Kombinasi Level Faktor Secara Serempak Mengingat hampir semua produk hasil manufaktur selalu mempunyai
beberapa karakteristik kualitas, dimana masing-masing karakteristik kualitas tersebut harus dapat memenuhi spesifikasi tertentu demi memenuhi kebutuhan dan preferensi konsumen yang semakin kompleks, maka diperlukan suatu setting yang dapat
69
mengoptimumkan kedua respon secara sekaligus. Untuk mencapai tujuan ini, digunakan metode taguchi dengan pendekatan nonkonvensional, yaitu pendekatan prosedur TOPSIS untuk penyelesaian masalah-masalah taguchi multi respon Dikarenakan kombinasi level faktor optimum untuk respon CaO dan CO2 berbeda maka diperlukan diperlukan prosedur TOPSIS untuk mengagregasi antara dua kepentingan tersebut diatas. Tabel 5.1. Perbandingan Level Faktor Optimal Faktor
Mean
Rasio S/N
Topsis
Topsis
CaO
CO2
CaO
CO2
Mean
S/N
A
1
1
1
1
2
1
B
1
2
1
2
1
2
C
1
1
1
1
1
1
Dari tabel 5.1. dapat disimpulkan bahwa kombinasi level faktor secara serempak pada kedua respon berdasarkan rata-rata respon adalah faktor A2, B1, dan C1 sedangkan kombinasi level faktor secara serempak berdasarkan rasio S/N respon adalah faktor A1, B2, dan C1. Hal menarik yang perlu dicermati adalah level faktor C1 yaitu ukuran partikel batu ± 20 – 30 cm menjadi level faktor yang selalu konsisten dibeberapa kondisi baik pengaruh rata-rata respon ataupu variabilitas/rasio S/N dari respon itu sendiri. Artinya level faktor C1 adalah setting level faktor yang memberikan konstribusi serempak paling tinggi untuk mendapatkan kadar CaO yang tinggi dengan emisi CO2 yang rendah. Pada tabel diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa level faktor C1 berada pada kondisi optimal kedua TOPSIS. Hal ini dikarenakan dengan pemilihan ukuran partikel batu kapur yang lebih kecil, maka luasan permukaan yang terbakar
70
semakin besar dan diharapkan dengan ukuran tersebut bongkahan batu kapur dapat terbakar dengan sempurna (matang secara keseluruhan).
5.8
Analisa Prediksi Optimum Respon Serempak Pada tabel 4.25. & 4.26. disajikan nilai prediksi optimum respon serempak
berdasarkan rata-rata maupun rasio S/N. Dari kedua prediksi optimum dipilih kombinasi level faktor berdasarkan rasio S/N yaitu A1, B2, C1 dengan nilai prediksi rata-rata respon CaO = 71.52%, CO2 = 1866.25 ppm . Prediksi rasio S/N CaO = 37.09 dan CO2 = -65.42. Dipilihnya kombinasi tersebut diatas dengan pertimbangan aspek perbaikan kualitas dan lingkungan, dimana pada nilai prediksi kadar CaO = 71.52% masih diterima di pasar, akan tetapi mengkonstribusikan dampak terhadap lingkungan berupa emisi CO2 yang lebih sedikit berkisar 1866,25 ppm masih jauh dibawah ratarata emisi CO2 pada saat pengkondisian percobaan sebesar 1948,33 ppm. Adapun dari aspek variabilitas baik CaO maupun CO2 hanya memiliki selisih yang sangat kecil berkisar 0.06 untuk CaOdan 0.41 untuk CO2 sehingga tidak begitu signifikan perbedaannya. Pada akhirnya diharapkan akan didapatkan desain yang robust atau tidak sensitif terhadap lingkungan namun ramah terhadap lingkungan.
5.9
Analisa Estimasi Saving Kondisi saat sekarang yang dilakukan oleh para pengusaha kapur aktif di
Sentra Industri Kapur Aktif Desa Pongangan dan Suci menggunakan jenis bahan baku baik putih kekuningan ataupun putih kecoklatan (A1&2), jenis bahan pembakar berupa kayu lapis ataupun kayu pejal/padatan (B1&2), ukuran partikel batu antara 20
71
cm sampai dengan 50 cm (C1&2). Dari survey yang diperoleh rata-rata kadar CaO dengan kombinasi level faktor diatas berkisar 67%, padahal untuk masuk dipasar industri mensaratkan kadar CaO minimal 70%. Dengan biaya produksinya mencapai Rp. 6.150.000 per sekali pembakaran, harga jual mencapai Rp. 7.200.000 sehingga keuntungannya sebesar Rp. 1.050.000. Dengan mengkombinasikan level faktor optimum akan didapatkan prediksi rata-rata kadar CaO = 71.52 %. Harga jualnya Rp. 410/kg apabila dalam sekali pembakaran menghasilkan 24.000 kg maka total harga jualnya Rp. 9.840.000. Walaupun biaya produksi sedikit lebih mahal Rp. 8.125.000 dikarenakan beberapa persyaratan pemilihan bahan baku, bahan bakar dan ukuran partikel akan tetapi keuntungan yang didapatkan bisa mencapai Rp. 1.715.000 per sekali pembakaran belum lagi ditambah dengan proses produksi yang lebih akrab terhadap lingkungan.