BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisa, dan interpretasi data yang penulis paparkan dalam kajian “Peran Masyarakat Tengaran Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Di Kecamatan Tengaran 1947-1949” dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Revolusi fisik di Kecamatan Tengaran berawal dari jatuhnya kota Salatiga ke tangan militer Belanda pada 23 Juli 1947. Jatuhnya kota Salatiga diikuti dengan jatuhnya daerah-daerah di sekitarnya, termasuk daerah Kecamatan Tengaran. Melalui perundingan Klero pada 24 Januari 1948, Kecamatan Tengaran di bagi menjadi dua bagian, sebelah Utara milik pemerintah Belanda dan sebelah Selatan milik pemeritah Republik Indonesia. Mulai tanggal 24 Januari 1948, Pasukan TNI membuat garis pertahanan di Kecamatan Tengaran bagian Selatan, tepatnya di Selatan Kalitanggi. Garis pertahanan di Tengaran dibentuk oleh TNI guna melindungi kota Solo dari serangan militer Belanda yang ingin menduduki kota tersebut. Garis pertahanan TNI di Kecamatan Tengaran masuk ke dalam wilayah Pemimpin Pertempuran Divisi IV Panembahan Senopati sektor A (PP4A). Pada tanggal 19 Desember 1948, Tengaran diserang oleh militer Belanda. Serangan diawali dengan tembakan meriam dari Kebonjeruk pada pukul 04.00. Siang harinya pertahanan Republik Indonesia di Karangwuni dapat di tembus oleh Pasukan Belanda. Kemudian Pasukan Belanda bergerak ke 100
arah Barat menuju Sruwen. Dari Sruwen Pasukan Belanda dipecah, ada yang menyerang ke Kaliwaru dan ada yang menghadang Pasukan Republik Indonesia di Kalisoko. Ketika Slamet Riyadi memerintahkan Pasukan Republik mundur dari Tengaran. Pasukan yang cerai-berai tersebut berlari ke Barat (lereng Gunung Merbabu) dan ke Selatan (Ampel). Pasukan Republik yang berlari ke Selatan banyak yang tertangkap Belanda, sedangkan yang berlari ke Barat banyak yang selamat. Pasukan Republik yang lolos dari Pasukan Belanda kemudian melakukan konsolidasi di daerah Ngaglik. Pada bulan Maret, Pasukan Republik yang bertahan di lereng Gunung Merbabu mulai berani turun ke daerah pendudukan Belanda. Mereka mulai berani menghadang konvoi Belanda yang bergerak dari Salatiga menuju Solo maupun sebaliknya. Markasmarkas Belanda di daerah Tengaran juga tidak luput dari serangan Pasukan Republik. Pasukan Republik mulai menekan kedudukan Belanda di Tengaran. Revolusi fisik di Tengaran berakhir setelah pemerintah Belanda mengembalikan kota Salatiga dan daerah di sekitarnya ke tangan Republik pada 29 Desember 1949. 2. Selama revolusi fisik di Kecamatan Tengaran, masyarakat Tengaran berperan aktif membantu perjuangan TNI selama bergerilya di Kecamatan Tengaran. Peranan lurah semakin penting selama revolusi fisik. Kepemimpinannya
memainkan
peranan
penting
terutama
dalam
mengerahkan massa, mengumpulkan logistik dan mengintegrasikan hubungan sosial antar berbagai golongan untuk mendukung perjuangan 101
Republik. Para ulama mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat Tengaran. Para ulama membina masyarakat dengan ideologi jihad fi Sabilillah. Tidak bisa dipungkiri bahwa para ulama mempunyai pengikut setia yang sewaktu-waktu dapat dikerahkan untuk melawan Pasukan Belanda. 3. Pemuda memegang peranan paling penting selama revolusi fisik di Kecamatan Tengaran. Mereka mencurahkan pikiran dan tenaganya supaya Republik Indonesia tetap tegak berdiri. Mereka adalah benteng terdepan dalam perjuangan fisik dengan membentuk laskar gerilya di Kecamatan Tengaran, yaitu Pasukan Clurut dan Pasukan Batu. Pasukan Clurut beranggotakan pemuda Islam, sedangkan Pasukan Batu beranggotakan para garong. Semangat revolusi membangkitkan keberanian mereka melawan militer Belanda yang secara kualitas dan kuantitas persenjataan militer Belanda lebih unggul dan jumlahnya banyak. Kekurangan senjata adalah masalah umum bagi pejuang Republik selama revolusi fisik. Hal itu tidak terjadi pada Pasukan Batu karena mereka pandai menyabotase gudang senjata milik militer Belanda. 4. Selama revolusi fisik, masyarakat desa dengan sukarela membantu TNI menyediakan dapur umum dan tempat menginap, sehingga TNI dapat berjuang dalam jangka waktu yang panjang tanpa merisaukan keterbatasan anggaran logistik.
102
B. Saran Dari hasil penulisan ini, penulis ingin memberikan saran-saran kepada masyarakat, guru, siswa, dan teman-teman mahasiswa, yaitu: 1.
Masyarakat harus lebih waspada terhadap pengaruh-pengaruh asing yang membahayakan kedaulatan Republik Indonesia. Di era globalisasi ini pengaruh yang dapat mengancam kedaulatan RI tersalur melalui media massa seperti acara televisi. Pengaruh yang sengaja diciptakan oleh kaum imperialisme semakin lembut sehingga masyarakat tidak lagi sadar bahwa mereka sedang dijajah. Dengan meneladani sikap masyarakat Tengaran yang anti kompromi dengan imperialisme Belanda diharapkan dapat memupuk kesadaran nasionalisme masyarakat yang kian hari semakin merosot menipis.
2.
Guru diharapkan mampu mengembangkan sejarah lokal dan mengambil nilai-nilai kejuangan untuk ditransformasikan kepada siswanya.
3.
Siswa diharapkan menekuni peran pejuang lokal dengan mengambil nilainilai kejuangannnya seperti nilai patriotisme, persatuan, nasionalisme, dan kesederhanaan sehingga bangsa Indonesia akan tetap utuh seribu tahun lagi
karena
para
pemudanya
bersatu
mewujudkan
tujuan
yang
diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945. 4.
Mahasiswa hendaknya menggali lebih dalam peran masyarakat selama revolusi fisik di daerahnya masing-masing supaya generasi yang akan datang tidak kehilangan jejak sejarah perjuangan pendahulunya. 103
5.
Banyak pejuang yang belum diangkat menjadi anggota veteran oleh Pemerintah Republik Indonesia. Setiap tahun, jumlah veteran 1945-1949 di Kecamatan Tengaran semakin berkurang, begitu juga pejuang yang belum terdaftar sebagai veteran. Pejuang yang belum diangkat menjadi anggota veteran diharapkan lekas diangkat menjadi anggota karena tanpa mereka mungkin umur Republik Indonesia tidak sampai hari ini. Baik veteran
maupun
pejuang
non
veteran,
mereka
perlu
mendapat
kesejahteraan disisa senja mereka.
104