68
BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK
9.1
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Program Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Upaya pembangunan pertanian organik yang berkelanjutan dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan program pertanian organik. Pada hakikatnya, makna pemberdayaan mencakup tiga aspek, yaitu: 1) menciptakan iklim kondusif yang mampu mengembangkan potensi masyarakat setempat, 2) memperkuat potensi/modal sosial masyarakat demi meningkatkan mutu kehidupannya, 3) melindungi dan mencegah semakin melemahnya tingkat kehidupan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat
adalah
upaya
peningkatan
kemampuan
masyarakat agar tanggap dan kritis terhadap berbagai perubahan, serta mampu mengakses
proses
pembangunan
untuk
mendorong
kemandirian
yang
berkelanjutan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat mampu berperan aktif dalam menentukan
nasibnya
sendiri.
Upaya
memberdayakan
masyarakat
ini
membutuhkan tanggung jawab dan partisipasi dari berbagai pihak. Dalam hal ini, peran stakeholder terkait menjadi sangat penting dalam mensinergikan antara kebutuhan komunitas tani dengan program-program pemberdayaan. Dengan demikian, pemberdayaan komunitas ini menjadikan komunitas sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan program pembangunan. Pelaksanaan pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan pertanian organik juga memerlukan keberlanjutan dari kelembagaan dalam masyarakat (Indriana, 2009), dalam hal ini kelembagaan pertanian berupa kelompok-kelompok tani. Selain itu kelembagaan dari institusi pengelola program juga menjadi faktor yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka faktor-faktor penentu keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan pertanian organik yang diuji dalam penelitian ini meliputi, partisipasi anggota komunitas tani dalam
69
pelaksanaan program, juga kesiapan institusi dalam pelaksanaan program, meskipun demikian peran kelembagaan pertanian juga turut mempengaruhi keberhasilan program pemberdayaan, hal tersebut terlihat dari peran kelompok tani dalam mewadahi kebutuhan anggotanya dalam bidang petanian. 9.1.1 Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas Tingkat keberhasilan
pemberdayaan
komunitas tani dalam penerapan
pertanian organik merupakan ukuran dikatakan berhasilnya pemberdayaan petani dalam penerapan pertanian organik. Hal ini dilihat dari berlanjut atau tidaknya kegiatan bertani organik oleh petani. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dalam pelaksanaan program, hanya sebagian kecil responden yang mengulang praktek kegiatan bertani organik setelah mencoba bertanam organik diawal program, yaitu dari 40 jumlah responden hanya 32,5 persen responden yang masih menerapkan kembali praktek bertani organik secara prinsip bertani organik. Hal ini seperti yang tertera dalam tabel berikut: Tabel 24. Tingkat Partisipasi Responden dalam Pengulangan Kegiatan Bertani Organik Jumlah Tingkat Partisipasi dalam Pengulangan Penerapan Bertani Organik N % Rendah 15 37.5 Sedang 14 35.0 Tinggi 11 27.5 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat bahwa responden yang masih turut berpartisipasi dalam menerapkan praktek bertani organik setelah mencoba sekali, dan masih mempraktekan hingga saat dilaksanakan penelitian hanya sebesar 27,5 persen, selebihnya mayoritas tidak menerapkan kembali setelah mencoba bertanam organik di awal program yaitu sebanyak 37,5 persen. Hal tersebut terjadi karena mayoritas aktivitas pertanian hanya pada skala subsisten dan adanya kekhawatiran akan resiko kegagalan panen, yang mana setelah menerapkan praktek bertani organik, hasil panen mengalami penurunan yang sangat tajam. Selain itu, resiko hama tungro yang sampai saat dilakukan penelitian ini belum dapat ditemukan penyelesaiannya. Hal inilah yang seringkali menjadi penyebab petani belum mau
70
menerapkan sepenuhnya cara-cara bertani organik terutama yang berkaitan dengan pemakaian pupuk organik. Ife (2008) yang mengatakan bahwa partisipasi merupakan unsur pokok pemberdayaan. Dengan demikian, partisipasi dapat dikatakan sebagai suatu langkah memberdayakan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan program
partisipasi
petani menjadi salah satu faktor yang mempengarui keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan sistem pertanian organik. Ketika petani tidak terlibat dalam pelaksanaan program, maka program penerapan pertanian organik tersebut tidak berlanjut. Elizabeth (2007) menyebutkan bahwa pemberdayaan (empowerment) merupakan strategi/upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program melalui penciptaan peluang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah mampu berpartisipasi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian kecil petani mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan praktek bertani organik yang bebas pestisida dan praktek bertani secara tumpangsari, da mina padi yang termasuk prinsip bertani organik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani terberdayakan dalam prinsip bertani organik yang bebas pestisida dan sistem tumpangsari atau pergiliran tanaman, dan mina padi. 9.1.2
Hubungan
Tingkat
Partisipasi
dengan
Keberhasilan
Program
Pemberdayaan Komunitas Tani dalam Penerapan Pertanian Organik Dalam penelitian ini, partisipasi yang diteliti adalah partisipasi berupa kehadiran dan dukungan responden baik berupa biaya, tenaga, fikiran dan lainnya sesuai kemampuan responden dalam seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan program. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0,01 < (0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan program pertanian organik mempengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan komunitas dalam penerapan pertanian organik.
71
Tabel 25. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas dalam Penerapan Pertanian Organik Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Ket: =0,01
Tidak Berhasil 66.7 50.0 14.3
Total
Berhasil 33.3 50.0 85.7
100 100 100
rs = 0,356
Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program mepengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan petani dalam penerapan sistem pertanian organik. Jika partisipasi responden rendah program tidak berhasil, dan jika partisipasi responden tinggi, maka program cenderung berhasil. Dalam pelaksanaannya hanya sebagian kecil responden yang masih menerapkan praktek bertani organik pada prinsip bebas pestisida dan sistem tumpangsari. Adapun dalam penggunaan pupuk an organik masih belum bisa ditinggalkan dengan alasan untuk mempertahankan produktivitas. Selain itu, mereka cenderung tidak ingin repot melakukan praktek bertani organik yang kurang efisien secara waktu. 9.1.3 Hubungan Tingkat Kesiapan Institusi dengan Tingkat Keberhasil Program Pemberdayaan Komunitas Tani dalam Penerapan Pertanian Organik Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0,002 < (0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program pertanian organik mempengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan komunitas dalam penerapan pertanian organik.
72
Tabel 26. Hubungan Tingkat Kesiapan Intitusi dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas dalam Penerapan Pertanian Organik Tingkat Kesiapan Institusi Kurang Siap Siap
Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Tidak Berhasil % 77.8 33.3
Ket:=0.02
Berhasil % 22.2 66.7 rs = 0,444
Total
100 100
Berdasarkan Tabel 26 juga terlihat bahwa tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program mempengaruhi tingkat keberhasilan program, artinya semakin tinggi tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program, maka semakin tinggi pula kecenderungan tingkat keberhasilannya. Sebanyak 77,8 persen tingkat kesiapan institusi yang sedang tergolong pelaksanaan program yang tidak berhasil. Menyusul 66,7 persen tingkat kesiapan intitusi yang tinggi yang tergolong pelaksanaan program yang berhasil. Berdasarkan hasil data penelitian secara kulitatif, Institusi secara program telah mempersiapkan instrument pemberdayaan yang cukup baik begitupun pelaksanaan kegiatan dilapangan berjalan seperti yang direncanakan, namun pada pelaksanaannya, sebagian besar petani yang tergolong earlymayority dan late mayority kembali menerapkan prakten bertani konvensional, hal ini juga ditemukan bahwa instrument dan perencanaan program tersebut tidak sepenuhnya melibatkan petani dan tidak menyentuh ranah kebutuhan petani yang mendasar dalam hal ini kebutuhan pokok sehingga hanya menyentuh ranah partisipasi petani yang bersifat tokenisme. Hal ini pula yang menyebabkan pelaksanaan program dikatakan belum berjalan baik. Menurut Anwar (2005) upaya untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelajutan di Indonesia selain dapat dimulai dari inisiatif pemerintah dan tekanan kelembagaan yang dilakukan oleh masyarakat luas itu sendiri, juga perlu adanya pengembangan sumberdaya manusia seutuhnya. Begitupun dari hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa program yang dimulai dari inisiatif institusi ini belum dapat mewujudkan partisipasi petani dalam aktivitas pembangunan pertanian, meskipun secara
umum,
program
penyuluhan
pertanian
tersebut
bertujuan
untuk
mengembangkan sumberdaya manusia petani seutuhnya melalui beragam kegiatan penyuluhan yang berorientasi partisipatif.
73
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diluar dari kesiapan institusi penyuluhan dan individu penyuluhnya, juga faktor internal petani dan dukungan dari kelembagaan pertanian serta peran pemimpin dalam kelompok-kelompok tani, serta proporsi jumlah orang yang terpengaruh yang memiliki peranan dalam masyarakat. Hal demikian terlihat dari aktivitas partisipasi petani dalam kegiatan penerapan program, yang mana dibandingkan dari kesiapan institusi dalam pelaksanaan program, lebih banyak dipengaruhi oleh peran inovator atau mereka yang termasuk early adopter dari kelompok tani yang memiliki peranan dalam wilayah itu sendiri terutama kepemimpinan dalam kelompok tani sangat mempengaruhi partisipsi petani. Untuk menggugah kesadaran petani diluar petani yang tergabung dalam kelompok tani, pemimpin dan pengurus kelompok tani yang terlebih dahulu memberikan teladan dalam praktek bertani organik, yang kemudian diikuti oleh anggota kelompok tani setelah membuktikan manfaat dari praktek bertani organik.