BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penundaan eksekusi pidana mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 Tahun 1964. Dalam undang-undang tersebut terdapat ketentuan yang mengatur mengenai alasan penundaan eksekusi pidana mati, yaitu: 1. Pasal 6 Ayat (2) Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut. 2. Pasal 7 Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat puluh hari setelah anaknya dilahirkan. Dalam kasus ini, penundaan eksekusi pidana mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso dikarenakan ia akan dimintai keterangan/kesaksian dalam kasus perdagangan manusia (human trafficking) di Philipina. Penundaan eksekusi pidana mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso tidak diberikan batasan waktu, sehingga tidak ada kepastian hukum sampai kapan penundaan eksekusi ini berakhir. Penundaan eksekusi ini telah berjalan selama 1 (satu) tahun, akan tetapi dalam waktu tersebut Mary Jane Fiesta Veloso belum pernah dimintai keterangan/kesaksian dalam kasus perdagangan manusia (human trafficking) di Philipina. Menurut penulis, meskipun dalam kasus perdagangan manusia (human trafficking) Mary Jane Fiesta Veloso dinyatakan sebagai korban, tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana yang telah dilakukan. Dalam kasus ini, terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van
71
72
gewijde), maka Mary Jane Fiesta Veloso tetap harus menjalani eksekusi pidana mati sesuai ketentuan hukum di Indonesia.
B. Saran Dalam kaitannya dengan simpulan di atas, penulis memberikan saran bahwa perlu adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer, khususnya tentang jangka waktu penundaan eksekusi pidana mati. Untuk jangka waktu penundaan eksekusi pidana mati, penulis menyarankan adanya batasan waktu maksimal 12 bulan terhitung sejak disetujuinya alasan penundaan eksekusi oleh Jaksa Agung agar tercipta kepastian hukum dalam penegakan hukum di Indonesia.
73
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Bambang Dwi Baskoro. 2011. Bunga Rampai: Penegakan Hukum Pidana. Semarang: Universitas Diponegoro Bambang Poernomo. 1992. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti Frans Maramis. 2013. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers Ikin A. Ghani dan Abu Charuf. 1985. Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Bina Taruna Lamintang. 2012. Hukum Penitensier Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Leden Marpaung. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika Mahrus Ali. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika Moh.Taufik Makarao, Suhasril, Moh.Zakky A.S. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia Muladi dan Barda Nawawi. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group Pujiyono. 2007. Kumpulan Tulisan Hukum Pidana. Bandung: CV Mandar Maju Roeslan Saleh. 1978. Satu Reorientasi dalam Hukum Pidana. Jakarta: Aksara Baru Siswanto. 2012. Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009). Jakarta: Rineka Cipta Soerjono Dirdjosisworo. 1987. Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Alumni Wirjono Prodjodikoro. 1981. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung
74
Zainal Abidin Farid. 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika Jurnal: I Wayan Wardana. 2014. Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia. Jurnal Ius. Vol II, No.5, Agustus 2014. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Mehmet Zulfu Oner. 2014. Drug Trafficking As A Transnational Crime. Law & Justice Review, Year 5, Issue 9. Pierre Hauck and Sven Peterke. 2010. Organized Crime And Gang Violence In National And International Law. International Review of the Red Cross, Vol. 92 No. 878. Sari Mandiana. 2015. “Paradigm: Death Penalty and Proportionality Principle”. Jurnal Gema Aktualita. Vol. 4, No. 1, Juni 2015. Surabaya: Universitas Pelita Harapan. Internet: Gilang Fauzi. 2015. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150729154422-1268892/proses-hukum-di-filipina-bukan-upaya-pembebasan-mary-jane/
diakses
tanggal 3 Mei 2016 Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Grasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
75
Putusan Putusan Nomor: 385/Pid.B/2010/PN.Slmn Putusan Nomor: 131/Pid/2010/PTY Putusan Nomor: 987K/Pid.Sus/2011 Putusan Nomor: 31G/2014 Putusan Nomor: 51PK/Pid.Sus/2015