BAB IV. POPULASI MERAK HIJAU JAWA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Populasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) secara umum berukuran kecil antara (30 – 50 ekor) pada setiap lokal penyebarannya. Penyebaran merak hijau jawa adalah acak kelompok pada habitat yang terfragmentasi. Van Balen dkk (1991) melaporkan bahwa
penyebaran merak hijau di Jawa secara terpencar acak, terfragmentasi dan beberapa terisolasi pada beberapa tipe habitat. Secara umum, populasi merak hijau jawa memiliki ukuran populasi relatif< 100 ekor pada setiap penyebaran lokalnya. Populasi merak hijau jawa dengan ukuran yang kecil tersebut pada habitat terfragmentasi dan terisolasi disebut “metapopulasi” (Gilpin and Hanski 1991). Taman Nasional Baluran (TNB) dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan salah satu habitat penyebaran merak hijau jawa pada Ujung Timur P. Jawa. Taman nasional Baluran memiliki kondisi habitat khusus yaitu savana dan hutan musim, tetapi Alas Purwo mempunyai tipe habitat yang lebih beranekaragam seperti hutan hujan tropis dataran rendah, padang rumput buatan, hutan jati, tumpang sari jati dan tumpang sari hutan campuran. Permasalahan yang sangat mengancam terhadap populasi merak hijau jawa antara lain tingginya perburuan terhadap merak (telor, bulu serta individunya), perusakan habitat, penyempitan dan konversi habitat merak hijau jawa. Akibat dari perburuan dapat menurunkan bahkan memusnahkan populasi lokal merak hijau di beberapa tempat penyebarannya. Sementara pengetahuan yang berkaitan dengan populasi merak hijau jawa sangat terbatas, hanya beberapa kajian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam banyak kasus data populasi beserta parameter populasi merak hijau jawa tidak tersedia, karena kurangnya perhatian terhadap parameter populasi merak hijau jawa. Pada hal data tersebut merupakan parameter utama, dasar untuk upaya konservasi merak hijau jawa. Meskipun tekanan terhadap populasi merak hijau jawa sangat besar, namun demikian faktanya merak hijau jawa di lapang masih ada /bertahan hidup. Tentunya merak hijau jawa tersebut memiliki strategi ekologi populasi untuk tetap bertahan hidup dari berbagai
IV- 2
gangguan, sehingga menarik untuk dikaji mengenai bagaimana strategi tersebut melalui parameter demografi populasi berkaitan dengan kondisi lingkungannya (tipe habitat). 4.1.2 Tujuan Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi serta mengkaji (menganalisis dan mensintesis) parameter demografi populasi merak hijau jawa 1. Kelimpahan individu merak hijau jawa pada masing-masing tipe habitat di TNB maupun di TNAP 2. Nisbah kelamin merak hijau jawa di TNB dan TNAP dalam kaitannya dengan strategi populasi. 3. Struktur umur merak hijau jawa di TNB dan TNAP, dalam kaitannya dengan strategi populasi. 4. Pola sebaran lokal pada masing-masing tipe habitat di TNB maupun di TNAP 5. Strategi populasi dalam mengadaptasi tekanan .
IV- 3
4.2 METODA Penelitian mengenai populasi merak hijau jawa telah dilakukan di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo waktu efektif sekitar 10 bulan dari Juni sampai Oktober 2006 dan Agustus sampai Desember 2007. Kajian difokuskan pada penyebaran lokal merak hijau jawa di kedua taman nasional tersebut dengan pendekatan tipe habitat. Di Taman Nasional Baluran studi difokuskan di resort Bekol yang mencakup tipe habitat savanna, hutan pantai, hutan musim dan hutan selalu hijau, sedangkan di Taman Nasional Alas Purwo dipusatkan pada resort Rowobendo mencakup hutan tropik dataran rendah dan padang rumput Sadengan, hutan campuran dan tumpangsari Rowobendo, hutan jati dan tumpangsari Gunting dan hutan jati Ngagelan serta Sumber Gedang. Penghitungan populasi merak hijau jawa di Taman Nasional Baluran dilakukan dengan kombinasi dua metoda yaitu metoda jalur transect call count mengikuti (Hernowo, 1997). Contoh areal pengamatan untuk kajian populasi merak hijau jawa di TNB terpusat di resort Bekol, mencakup areal 4 km x 3 km (1 200 ha) dengan tipe habitat savanna, hutan musim, hutan pantai dan hutan selalu hijau. Panjang masing-masing jalur sekitar 3 km. Sensus dilakukan selama 10 hari setiap kali pengamatan secara simultan (tahun 2006 dan 2007). Para pengamat (4 orang) berjalan mengikuti route yang telah ditetapkan (4 jalur) masing-masing pengamat mengamati dalam jalurnya. Sensus dimulai pagi hari jam 5.00 WIB sampai jam 8.00 WIB. Kecepatan jalan pengamat 1 jam per km pada setiap jalur. Penghitungan jumlah individu merak didasarkan pada suara dan berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap merak hijau jawa yang dijumpai di jalurnya. Setiap tipe suara, jumlah suara, dan arah suara, serta waktunya dicatat. Setelah selesai pengamatan para pengamat bertemu bersepakat untuk mencocokan data dan menghindari penghitungan ulang. Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai nisbah kelamin dan struktur umur pengamatan terhadap jumlah individu, jenis kelamin, jumlah kelompok dilakukan pengamatan dengan metoda terkonsentrasi (concentration count) terhadap merak hijau jawa di tempat minum, tempat makan ataupun tempat tengger. Tempat minum merak hijau jawa di TNB pada musim kemarau di bak minum buatan Bekol, sumber air minum di Bama dan Manting. Tempat konsentarsi makan merak hijau jawa di TNAP di padang rumput Sadengan, areal tumpangsari Rowobendo, areal tumpangsari Gunting, hutan jati
IV- 4
Ngagelan dan Sumber Gedang. Banyaknya pengamatan di tempat minum atau tempat konsentrasi makan pada masing-masing tahun yaitu tahun 2006 dan 2007 adalah n = 30 baik di TNB dan TNAP. Penghitungan populasi merak hijau jawa di Taman Nasional Alas Purwo dilakukan dengan metoda terkonsentari mengikuti Wasono (2005). Areal contoh pengamatan untuk kajian populasi merak hijau jawa di TNAP terpusat di resort Rowobendo, mencakup areal sekitar 4 km x 3 km dengan tipe habitat padang rumput sadengan, hutan alam dataran rendah, hutan tanaman campuran tumpangsari Rowobendo, hutan tanaman jati tumpangsari Gunting dan hutan tanaman jati Ngagelan dan Sumber Gedang. Lima pengamat mencatat populasi merak di areal konsentrasi setiap kali pengamatan. Sensus dilakukan selama 10 hari di setiap kali pengamatan (tahun 2006 dan 2007), secara simultan. Sensus dimulai pagi hari jam 5.00 WIB hingga jam 8.00 WIB. Analisis data dilakukan pada penghitungan kelimpahan (jumlah individu) populasi merak hijau jawa dengan statistik rerata dan selang kepercayaan 95 % pada setiap tipe habitat pada metoda jalur maupun terkonsentrasi. Analisis terhadap demografi populasi didasarkan pada parameter jumlah individu, nisbah kelamin, struktur umur selama pengamatan 2006 dan 2007. Analisis data untuk nisbah kelamin digunakan pendekatan proporsi perbandingan dengan prosentase. Analisis struktur umur digunakan pendekatan struktur piramida umur. Analisis mengenai strategi populasi didekati dengan analisis kelimpahan, perkembangan populasi, analisis nisbah kelamin dan analisis struktur umur. Pola penyebaran lokal merak hijau jawa pada masing-masing tipe habitat dianalisis dengan pendekatan rumus (Ludwig and Reynolds, 1988) sebagai berikut :
σ2 σ
2
= <
µ
> µ Pola sebaran berkelompok µ Pola sebaran sistematik, σ diduga oleh S2, dan µ diduga oleh x = rerata
Pola sebaran acak,
σ2 2
Kajian perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP dilakukan terhadap hasil penelitian Hernowo 1995, Supratman 1998, Wasono 2005 dengan metoda yang sama untuk mendapatkan gambaran mengenai arah perkembangan populasinya. Untuk menguji perbedaan kepadatan individu merak hijau jawa di berbagai tipe habitat baikdi TNB maupun di TNAP digunakan uji Chi-Kuadrat χ2 (Fowler and Cohen, 1986) Untuk menentukan penggolongan klas umur (dewasa, remaja dan anak) merak hijau jawa mengikuti kriteria Delacour (1977) dan Johnsgard (1986) melalui ciri-ciri morfologi merak hijau.
IV- 5
4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.3.1 HASIL 4.3.1.1 Kelimpahan Populasi Merak Hijau Jawa di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo Kelimpahan individu rata-rata merak hijau jawa di resort Bekol taman nasional Baluran berdasarkan metoda perhitungan suara dengan cara jalur (call count transect method) didapatkan total rata-rata individu pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 69.8 ekor (Tabel IV1). Kelimpahan individu merak hijau jawa tertinggi ditemukan pada tipe habitat savanna memprosentasikan sekitar 61.6 % - 73.5 % dari populasi merak hijau jawa di areal contoh. Tabel IV-1 Kelimpahan total rata-rata individu merak hijau jawa di Taman Nasional Baluran pada masing-masing tipe habitat hasil sensus tahun 2006 dan 2007 dengan pengamatan (n = 20) No Tipe Habitat Luas (ha) Kelimpahan individu rerata (ekor) dan Simpangannya 2006 SD 2007 SD 1 2 3 4
Savana Bekol Hutan Pantai Bama - Manting Hutan Musim Bekol Hutan Musim Selalu Hijau Bekol Total Total rata-rata
323.99 167.46 645.41 30.00 1166.86
50.8 6.8 5.3 6.2 69.1
±8.05 43.4 ±6.75 ±3.58 8.5 ±2.95 ±2.45 10.3 ±3.27 ±2.53 8.3 ± 2.91 ±22.52 70.5 ±17.38 69.8 ± 19.77
Kelimpahan populasi merak hijau jawa lebih banyak pada tipe habitat savana, meskipun di tipe habitat lainnya seperti di tipe habitat hutan musim, hutan pantai maupun hutan selalu hijau terdapat kelimpahan individu merak hijau jawa dengan ukuran yang relatif kecil (5.3 – 10.3 ekor). Porsi luas tipe habitat savanna pada areal contoh pengamatan hanya sekitar 27.80 % dari total luas tipe habitat, namun kelimpahan individu merak mencapai lebih dari 60 %. Berdasarkan hasil uji chi-kuadrat terhadap kepadatan individu rata-rata tahun 2006 dan 2007 pada berbagai tipe habitat di TNB, yaitu savana, hutan pantai, hutan musim dan hutan selalu hijau, ternyata berbagai tipe habitat tersebut memiliki perbedaan kepadatan individu merak hijau jawa yang nyata (χ2 = 29.05, P< 0.01). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelimpahan individu merak hijau jawa memiliki kaitan dengan tipe habitat di Taman Nasional Baluran. Individu merak hijau jawa yang dapat ditemukan di areal konsentrasi minum di TNB seperti terlihat pada Gambar IV-1
IV- 6
Gambar IV-1 Tujuh belas merak hijau jawa minum di bak air minum satwaliar di resort Bekol TNB Sementara itu, kelimpahan individu merak hijau jawa di resort Rowobendo taman nasional Alas Purwo yang dihitung berdasarkan metoda terkonsentrasi didapatkan bahwa jumlah individu rata-rata pada tahun 2006 - 2007 adalah 78.6 burung. Kelimpahan merak hijau jawa tertinggi sekitar 54.7 % dari keseluruhan populasi merak hijau jawa ditemukan pada tipe habitat hutan tanaman jati tumpang sari di Gunting tahun 2006. Namun pada tahun 2007 kelimpahan merak hijau jawa tertinggi bergeser ke padang rumput Sadengan sekitar 39.8 % jumlah populasi merak hijau jawa berada di tipe habitat tersebut. (Tabel IV2). Berdasarkan hasil uji chi-kuadrat terhadap kepadatan individu rata-rata tahun 2006 dan 2007 pada berbagai tipe habitat di TNAP, yaitu tumpangsari Gunting, padang rumput Sadengan, hutan campuran tumpangsari Rowobendo, hutan jati Ngagelan dan hutan jati Sumber Gedang, ternyata berbagai tipe habitat tersebut memiliki perbedaan kepadatan individu merak hijau jawa yang nyata (χ2 = 38.92, P<0.01). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelimpahan individu merak hijau jawa memiliki kaitan dengan tipe habitat di Taman Nasional Alas Purwo.
IV- 7
Tabel IV-2 Kelimpahan total rata-rata individu merak hijau jawa di Taman Nasional Alas Purwo pada masing-masing tipe habitat hasil sensus 2006 dan 2007 dengan pengamatan (n=20) No Tipe Habitat Luas (ha) Kelimpahan individu rerata (ekor) dan Simpangannya 2006 SD 2007 SD 1 2 3 4 5
Hutan Tanaman Jati Tumpangsari (Gunting) Padang Rumput-Hutan Dataran Rendah (Sadengan) Hutan Campuran Tumpangsari (Rowobendo) Hutan Pantai dan Hutan Tanaman Jati (Ngagelan) Hutan tanaman Jati-Mangrove Belakang (Sumber Gedang) Total Total rata-rata
220.41
44.1
±6.69
29.7
±5.48
147.00
25.1
± 5.09
30.5
±5.58
252.54
6.2
±2.57
11.9
±3.48
296.94
2.9
±1.79
1.8
±1.40
294.25 1211.16
2.4 80.7
±1.58 2.6 ±18.44 76.5 78.6±15.75
±1.65 ±14.24
Kelimpahan populasi merak hijau jawa lebih terkonsentrasi pada tipe habitat hutan jati tumpangsari dan padang rumput. Sekitar 78.6 % - 85.7 % populasi merak hijau jwa di taman nasional Alas Purwo terkonsentrai pada kedua tipe habitat tersebut. Kelimpahan individu merak hijau jawa pada tipe habitat lain dengan ukuran yang relatif kecil (2.4 – 11.9 ekor). Luas tipe habitat hutan jati tumpangsari dan padang rumput hanya sekitar 30.3 % tipe habitat merak hijau jawa pada areal contoh pengamatan, namun demikian memiliki porsi kelimpahan populasi merak hijau jawa lebih dari 78 %. Jumlah individu merak hijau jawa yang dapat ditemukan di areal konsentrasi makan di TNAP seperti terlihat pada Gambar IV-2.
Gambar IV-2 Sepuluh ekor merak hijau jawa sedang makan di padang rumput Sadengan resort Rowobendo TNAP
IV- 8
4.3.1.2. Struktur Umur dan Nisbah Kelamin Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB diwakili oleh hasil pengamatan terhadap merak hijau jawa yang minum pada sumber air. Adapun kelimpahan populasi merak hijau jawa yang tercatat mengunjungi sumber air minum Bekol, Manting dan Bama di TNB disajikan pada Tabel IV-3. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui jumlah individu merak hijau jawa yang tergolong merak dewasa, remaja dan anak. ternyata populasi merak didominasi oleh burung dewasa. Pengelompokan klas umur merak hijau jawa di TNB didasarkan kriteria Grzimek 1972. Kelimpahan umur merak jantan remaja mencapai 59.43 %, merak jantan dewasa adalah 40.57 %, tetapi merak betina remaja hanya 31.12 % dan merak betina dewasa adalah 68.88 %. Berdasarkan pada klasifikasi umur tersebut, populasi merak hijau jawa di TNB membentuk piramida terbalik. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan populasi merak hijau jawa pada masa mendatang. Tabel IV-3 Kelimpahan individu merak hijau yang mengunjungi sumber air minum di TNB tahun 2006 dan 2007 Sumber air minum Jantan Betina Total Dewasa Remaja Dewasa Remaja Bekol 3.0±0.64 5.7±0.47 26.6±1.00 12.6±0.81 47.9 Bama 0.7±0.53 0.6±0.50 0.6±0.56 0 1.9 Manting 0.6±0.50 0 0.7±0.65 0 1.3 Total
4.3
6.3
27.9
10.6
Betina Dewasa 68.88 %
12.6
40.5
51.1
Jantan Dewasa 40.57 % Jantan Betina
Betina Remaja 31.12 %
Jantan Remaja 59.43 %
Gambar IV-3 Piramida struktur umur merak hijau jawa di TNB Nisbah kelamin merak hijau jawa di TNB juga didekati dari kelimpahan merak hijau jawa yang mendatangi sumber minum (Tabel IV-3) dengan kelimpahan merak jantan 10.6 burung : merak betina 40.5 burung yang berarti sekitar 1 jantan : 3.8 betina. Nisbah
IV- 9
kelamin merak hijau jawa dewasa, dengan jumlah burung jantan 4.3 ekor dengan jumlah betina 27.9 ekor atau 1 ekor jantan : 6.5 ekor betina. Kondisi nisbah kelamin tersebut mengindikasikan bahwa merak hijau jawa di TNB hidup dengan sistem polygyny. Sistem perkawinan polygyny pada merak hijau jawa merupakan strategi populasi untuk tetap menjamin aliran gen dalam populasi. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap populasi merak hijau jawa yang berkumpul di areal makan di TNAP, struktur umur dan nisbah kelamin merak tersebut dapat dilihat pada Tabel IV-4 dan Gambar IV-4. Pengelompokan klas umur merak hijau tersebut di dasarkan kriteria Grzimek 1972. Berdasarkan hasil pengelompokan klas umur merak hijau jawa di TNAP, bahwa populasi merak hijau jawa didominasi oleh burung dewasa. Merak hijau jawa jantan remaja mencapai 45.33 % dan merak hijau jawa jantan dewasa sekitar 54.67 %, sedangkan merak hijau jawa betina dewasa adalah 85.06 % dan 14.94 % adalah betina dewasa.
Berdasar pada klasifikasi umur tersebut populasi merak hijau jawa
membentuk piramida terbalik. Dengan sedikit jumlah merak hijau jawa remaja ataupun anakan, pada populasi merak hijau jawa di TNAP, akan mempengaruhi perkembangan populasi tersebut di masa mendatang. Tabel IV-4. Kelimpahan individu merak hijau jawa yang berkumpul di areal pakan di TNAP tahun 2006 dan 2007 Jantan Betina Areal Konsentrasi Total Dewasa Remaja Dewasa Remaja 4.8±0.41 2.3±0.47 16.5±0.97 4.0±0.87 27.6 Sadengan 1.0±0.18 1.0±0.18 7.0±0.83 0 9.0 Rowobendo 1.0±0.18 3.5±0.51 27.0±0.74 5.5±0.51 37.0 Gunting 0.8±0.41 0.0 1.5±0.68 0 2.3 Sumber Gedang 0.6±0.50 0.0 2.1±0.55 0 2.7 Ngagelan Total
8.2
15.0
6.8
Betina Dewas a 85.06 %
54.1
63.6
9.5
78.6
Jantan Dewas a 54.67 %
Male 0 Female 0 Betina Remaja
Jantan Remaja 45.33 %
14.94 %
Gambar IV-4 Piramida struktur umur merak hijau jawa di TNAP
IV- 10
Nisbah kelamin merak hijau jawa di TNAP dengan jumlah merak jantan 15.0 ekor: merak betina 63.6 ekor dengan perbandingan 1 jantan : 4.2 betina, tetapi nisbah kelamin merak dewasa, dengan jumlah burung jantan 8.2 ekor dengan jumlah betina 54.1 ekor atau 1 ekor jantan : 6.6 ekor betina. Kondisi nisbah kelamin tersebut mengindikasikan bahwa merak hijau jawa di TNAP hidup dengan sistem perkawinan poligami (polygyny). Pemilihan perkawinan sistem polygyny pada merak hijau jawa merupakan strategi populasi untuk tetap menjamin aliran gen dalam populasi 4.3.1.3 Natalitas dan Mortalitas Populasi Sangat sulit didapatkan data mengenai kelahiran (natalitas) maupun kematian (mortalitas) langsung di lapangan. Sedikit gambaran dari natalitas dari lapangan didapatkan dari jumlah telor per sarang (cluth size) yang ditemukan 3-6 butir, namun yang sering adalah 3-4 butir. Informasi langsung natalitas yang didapatkan secara langsung berupa informasi petugas taman nasional yang melihat anakan merak hijau jawa dan telur disarang hasil pencurian maupun anakan hasil curian yang ditetaskan. Data tersebut agak sulit untuk dikuantifikasikan. Data mortalitas jauh lebih sulit ditemukan secara langsung di lapangan. Pada tahun 2007 di TNB ditemukan merak hijau jawa betina mati diduga dimakan oleh ajag (Cuon alpinus) Gambar IV-5. Gambaran mengenai kelahiran dan kematian merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP didekati berdasarkan dari hasil sensus tahun 2006 dan 2007 terhadap merak hijau jawa di kedua taman nasional tersebut, meskipun hasil tersebut lebih menggambarkan perkembangan/fluktuasi populasi, Namun demikian indikasi adanya natalitas dan mortalitas tercermin dari data tersebut. Data perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB dari hasil sensus tahun 2006 terdapat 69.1 burung, namun demikian pada tahun 2007 terdapat 70.5 burung, sehingga terjadi kenaikan populasi sebanyak 1.4 ekor atau sekitar 2.07 % perbedaan natalitas dengan mortalitasnya. Sementara itu, data populasi merak hijau jawa di TNAP dari hasil sensus tahun 2006 mendapatkan 80.7 ekor sedangkan hasil sensus tahun 2007 hanya 76.5 ekor, sehingga terjadi penurunan populasi sebanyak 4.2 ekor atau 5.49 % selisih antara mortalitas dengan natalitasnya.
IV- 11
(a)
(b)
Gambar IV –5 . Anakan merak hijau jawa berumur 1 minggu (a) merak hijau jawa diduga dimangsa oleh ajag (Cuon alpinus) di TNB (b)
4.3.1.4 Perkembangangan Populasi Merak Hijau Jawa di TNB dan TNAP Analisis perbandingan terhadap perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB telah dilakukan untuk mengetahui perubahan (fluktuasi) populasi dari tahun 1995, 2006 dan 2007. Berdasarkan hasil uji Chi-kuadrat terhadap kelimpahan populasi merak hijau jawa di TNB dengan perbedaan waktu pengamatan tahun 1995, 2006 dan 2006 berbeda nyata (χ2 = 17.89, P<0.01) kelimpahan populasinya. Hasil analisis perbandingan populasi merak hijau jawa tersebut menunjukan bahwa populasi merak hijau jawa di TNB mengalami penurunan sekitar 66.95 % selama 12 tahun. Namun demikian kelimpahan poulasi merak hijau jawa di TNB pada tahun 2006 (69.10 ekor) dan 2007 (70.50 ekor) menunjukan kenaikan sebesar 1.4 ekor atau 2.03 %. Tabel IV-5 Kelimpahan populasi merak hijaun jawa dengan perbedaan waktu pengamatan di areal contoh di TNB Hernowo Studi ini Studi ini Tipe Habitat 1995 2006 2007 Savana Hutan Musim Hutan selalu Hijau Hutan Pantai Total
51.10 23.40 25.07 18.23 117.80
50.80 5.30 6.20 6.80 69.10
43.40 10.30 8.30 8.50 70.50
Pengamatan yang berkaitan dengan perkembangan populasi merak hijau jawa di TNAP dilakukan tahun 1998, 2005, 2006 dan 2007. Berdasarkan hasil uji chi-kuadrat terhadap kelimpahan populasi merak hijau jawa di TNAP dengan perbedaan waktu pengamatan tahun 1995, 2005, 2006 dan 2007 berbeda nyata (χ2 = 19.71, P<0.01) kelimpahan populasinya. Hasil analisis perkembangan populasi merak hijau jawa tersebut
IV- 12
menunjukkan peningkatan populasi dari tahun 1998 sampai 2006, sebesar 77.91 % selama 8 tahun. Tabel IV-6. Kelimpahan populasi merak hijau jawa yang didapatkan dengan pengamat lainnya yang berbeda waktu pengamatan di TNAP Areal Konsentrasi Sadengan Rowobendo Gunting Sumber Gedang Ngagelan Total Keterangan
Tipe Habitat Hutan dataran rendah & Padang Rumput Hutan Tanaman campuran dan Areal Tumpangsari Hutan Tanaman Jati dan Areal Tumpangsari Hutan tanaman Jati Hutan Tanaman Jati
* tidak ada data
Supratman Wasono 1998 2005
Studi Studi ini ini 2006 2007
31
31
25.1
30.5
12
8
6.2
11.9
* * * 43
11 * * 50
44.1 2.4 2.9 80.7
29.7 2.6 1.8 76.5
4.3.1.5. Kelompok Merak Hijau Jawa Dalam Populasi Secara umum merak hijau jawa hidup dalam kelompok, kecuali jantan dewasa dan remaja yang memisahkan dari kelompoknya. Tipe kelompok merak hijau jawa di TNB dan TNAP terdiri atas 5 tipe kelompok sebagai berikut: 1. Kelompok induk betina dengan anak. Kelompok ini terdiri atas satu induk betina dan 1- 4 individu anakan. 2. Kelompok betina dewasa. Kelompok ini terdiri atas betina dewasa 2 – 4 individu. 3. Kelompok betina remaja. Kelompok ini terdiri atas betina remaja 2 – 4 individu. 4. Kelompok remaja campuran. Kelompok ini terdiri 2 – 3 individu remaja betina dan 1 jantan remaja. 5. Kelompok soliter. Kelompok ini terdiri hanya 1 jantan dewasa ataupun jantan remaja yang telah memisah dari kelompok asalnya
IV- 13
(a) (b) Gambar IV-6. Kelompok merak hijau jawa betina remaja (a) Kelompok merak hijau jawa betina dewasa (b)
(a) (b) Gambar IV- 7. Kelompok merak hijau jawa remaja campuran 1 jantan dengan 2 betina remaja (b) seekor jantan remaja soliter Merak hijau jantan dewasa tidak memiliki anggota kelompok. Merak tersebut akan hidup soliter atau mengambang dalam kelompok lainnya. Merak jantan dewasa umumnya tidak bisa bergabung dengan merak jantan dewasa lainnya. Merak jantan remaja sering juga ditemukan secara soliter bila sudah tidak lagi bergabung dengan kelompok asalnya. Kelompok merak jantan soliter ini sering bergabung dengan kelompok betina pada saat mencari pakan atau minum. Dalam aktivitas tidur, yang sering bergabung tidur dengan kelompok jantan soliter adalah kelompok merak betina.
IV- 14
Gambar IV-8 Merak hijau jawa jantan dewasa tidak memiliki kelompok Jumlah kelompok merak hijau jawa yang teramati di TNB disajikan pada Tabel IV-7. Jumlah kelompok merak hijau jawa tercatat pada masing-masing tipe habitat didominasi oleh kelompok merak hijau jawa betina dewasa dengan anggota 3 individu. Jumlah kelompok merak hijau jawa yang teramati di taman nasional Baluran lebih banyak terkonsentrasi pada tipe habitat savana Bekol. Tabel IV - 7. Jumlah kelompok merak hijau jawa yang teramati di TNB tahun 2006 dan 2007 No Tipe Habitat Jumlah Kelompok merak hijau jawa 1
Savana Bekol
2
Hutan Pantai Bama - Manting
Tahun 2006
Tahun 2007
3 (1JD1,1KBD3,1KC3 )
4 (1JD1,1KBD3,1KBD2,1KC3 )
21 (4JD1,2KBD2,2KBD4,6KBD3,2KC3, 2JR1,2KBR3,1KBA4)
18 (4JD1,2KBD2,2KBD4,4KBD3,2KC3, 2JR1,1KBR2,1KBA4)
3
Hutan Musim Bekol 3 (1JD1,1KBD2,1KBD3) 5 (1JD1,2KBD3,2KBD2) Hutan Musim Selalu Hijau 4 Bekol 3 (1JD1,1KBD4,1KBD2) 4 (1JD1,2KBD3,1KBD2) Keterangan : JD (Jantan Dewasa), KBD (Kelompok Betina Dewasa), KC (Kelompok Campuran),JR (Jantan Remaja) KBR (Kelompok Betina Remaja), KBA (Kelompok Betina Anak) Angka didepan kelompok adalah banyaknya kelompok, angka dibelakang kelompok adalah jumlah anggota kelompok
Gambar IV-9 adalah merupakan salah satu contoh gambaran kehidupan berkelompok merak hijau jawa yang sedang berkumpul di tempat minum. Berbagai kelompok merak hijau jawa betina dapat bertemu di tempat minum untuk minum.
IV- 15
Gambar IV-9. Beberapa kelompok merak hijau jawa betina minum di bak air minum Bekol TNB Jumlah kelompok merak hijau jawa yang teramati di taman nasional Alas Purwo ditampilkan pada Tabel IV- 8. Kelompok merak hijau dewasa mendominasi di seluruh tipe habitat, terutama kelompok merak hijau betina dewasa anggota 3 individu. Namun demikian jumlah kelompok merak hijau jawa yang banyak teramati pada tipe habitat padang rumput Sadengan dan areal hutan jati tumpangsari Gunting. Tabel IV - 8. Jumlah kelompok merak hijau jawa yang teramati di TNAP tahun 2006 dan 2007 No Tipe Habitat Jumlah Kelompok merak hijau jawa Tahun 2006 Tahun 2007 1
Padang Rumput Sadengan
13 (5JD1,1KBD4,1KBD3,1KBD2,1KC3,2JR1, 1KBR4,1KBA4)
14 (5JD1,1KBD4,3KBD3,1KC3,2JR1, 1KBR3,1KBA4)
2 3
Areal Tumpangsari Rowobendo Areal Tumpangsari Gunting
5 (1JD1,2KBD2,1KBD3,1JR1) 16 (1JD1,3JR1,2KBD4,5KBD3,1KBD2 2KBR4,1KBA4,1KC3)
6 (1JD1,2KBD3,2KBD2,1JR1) 12 (1JD1,3JR1,1KBD4,4KBD3,1KBR3 1KBA4,1KC3)
4
Hutan Jati Sumber Gedang
2 (1JD1,1KBD2)
2 (1JD1,1KBD2)
5
Hutan Jati Ngagelan
2 (1JD1,1KBD2)
2 (1JD1,1KBD2)
Keterangan : JD (Jantan Dewasa), KBD (Kelompok Betina Dewasa), KC (Kelompok Campuran),JR (Jantan Remaja)
KBR (Kelompok Betina Remaja), KBA (Kelompok Betina Anak) Angka didepan kelompok adalah banyaknya kelompok, angka dibelakang kelompok adalah jumlah anggota kelompok
Gambar IV-10 adalah merupakan gambaran kelompok merak hijau jawa betina yang sedang mencari pakan dan berkumpul dengan merak hijau jawa jantan dewasa.
IV- 16
Gambar IV-10. Kelompok merak hijau jawa betina dan jantan dewasa sedang makan di Padang rumput Sadengan TNAP Secara umum ukuran kelompok merak hijau jawa di TNAP maupun di TNB adalah kecil (2-4 ekor). Kelompok merak hijau jawa dalam populasi bergerak ke berbagai tipe habitat baik di TNB maupun TNAP. Pergerakan kelompok merak hijau jawa tersebut berkaitan dengan ketersediaan terutama terhadap sumberdaya pakan dan air. Namun demikian pergerakan kelompok merak hijau jawa pada dasarnya dalam rangka memenuhi tututan kehidupannya, termasuk menjaga kelestarian populasi. Pergerakan kelompok merak hijau jawa tersebut juga menjaga agar tetap terjaminnya pergerakan aliran gen dalam populasi merak hijau jawa baik di TNB maupun TNAP. Pergerakan kelompok tersebut menunjukan kebebasan merak hijau jawa betina untuk kawin dengan merak hijau jawa jantan di berbagai habitat. Pergerakan kelompok tersebut merupakan strategi populasi merak hijau jawa dalam menjaga aliran gennya. 4.3.1.6. Pola Sebaran Populasi Pola sebaran lokal dari merak hijau jawa di TNB dan TNAP yang dihitung dari hasil sensus tahun 2006 dan 2007 disajikan pada Tabel IV-9 dan Tabel V-10. Pola sebaran lokal merak hijau jawa di TNB adalah mengekelompok (clumped). Pola sebaran lokal
IV- 17
merak hijau jawa di taman nasional ini berkaitan dengan ketesediaan sumberdaya pada masing-masing tipe habitat. Merak hijau jawa di TNB tersebar di berbagai tipe habitat seperti savanna, hutan musim, hutan pantai dan hutan selalu hijau. Sebaran lokal merak hijau jawa tersebut adalah secara umum adalah acak berkelompok. Tabel IV-9. Pola sebaran lokal merak hijau jawa di TNB tahun 2006 dan 2007
No
Tipe Habitat
1
Savana Bekol
2
Hutan Pantai Bama - Manting
3
Hutan Musim Bekol
4
Hutan selalu Hijau Bekol
Keragaman (S2) 2006 2007
Jumlah individu rerata (X ) 2006 2007
Pola Sebaran
64.84
45.60
50.80
43.40
Mengelompok
12.84
8.72
6.80
8.50
Mengelompok
6.01
10.68
5.30
10.30
Mengelompok
6.40
8.46
6.20
8.30
Mengelompok
Pola sebaran lokal merak hijau jawa di TNAP adalah berkelompok (clumped). Pola sebaran lokal merak hijau jawa di taman nasional ini berkaitan dengan ketesediaan sumber daya pada masing-masing tipe habitat. Merak hijau jawa di TNAP tersebar di berbagai tipe habitat seperti padang rumput sadengan, hutan dataran rendah, hutan tanaman campuran tumpangsari, hutan tanaman jati tumpangsari dan hutan tanaman jati. Tabel IV-10. Pola sebaran lokal merak hijau jawa di TNAP tahun 2006 dan 2007 No
Tipe Habitat
1
Padang rumput Sadengan
2
Hutan tanaman campuran tumpangsari Rowobendo
3
Hutan tanaman Jati tumpangsari Gunting
4
Hutan tanaman Jati – Mangrove Sumber Gedang
5
Hutan tanaman Jati Ngagelan
Keragaman
(S2)
2006
2007
25.88 6.62
Jumlah individu rerata (X)
Pola Sebaran
2006
2007
31.17
25.10
30.50
Mengelompok
12.10
6.20
11.90
Mengelompok
44.77
30.01
44.10
29.70
Mengelompok
2.49
2.71
2.40
2.60
Mengelompok
3.21
1.96
2.90
1.80
Mengelompok
4.3.1.7. Strategi Populasi Berdasarkan hasil penelitian ini ukuran populasi merak hijau jawa diberbagai tipe habitat di TNB maupun di TNAP berkisar antara 3 – 50 ekor (Tabel IV-1 dan Tabel IV-2). Ukuran populasi tersebut dipengaruhi oleh kemampuan habitat dalam mendukung kehidupan merak hijau jawa dan tekanan terhadap populasi.
Van Balen dkk (1991),
menyatakan bahwa masalah yang serius terhadap populasi merak hijau di berbagai tempat penyebarannya adalah perburuan liar Apabila diperhatikan mengenai ukuran populasi merak hijau jawa di TNB yang cenderung menurun pada hasil pengamatan tahun 1995 (117.7 ekor) dibandingkan dengan pengamatan tahun 2006 (69.1 ekor), tetapi pada tahun 2007 mengalami sedikit
IV- 18
kenaikan menjadi 70.5 ekor. Sementara itu populasi merak hijau jawa di TNAP mengalami kenaikan hasil pengamatan tahun 1998 (43 ekor), sedangkan pengamatan tahun 2006 (80.7 ekor), akan tetapi pada tahun 2007 mengalami sedikit penurunan populasi hanya 76.5 ekor. Ukuran populasi merak hijau jawa di taman nasional tersebut (TNB maupun TNAP) adalah kecil, yaitu sekitar 50 ekor di tipe habitat savana Bekol yang disukai oleh merak hijau jawa di TNB dan 25 – 44 ekor di habitat padang rumput Sadengan dan areal tumpang sari hutan tanaman jati di Gunting di TNAP. Ukuran populasi merak hijau jawa diberbagai tempat penyebaran lokalnya dinyatakan oleh para peneliti (van Balen dkk, 1991, Hernowo 1995, Supratman 1998, Palita 2002, Hernawan 2003, Wasono 2005 dan Sumbara, 2006) merak hijau jawa adalah kecil. Hernowo (1995) menghitung populasi merak hijau jawa di resort Bekol TN Baluran 118 ekor, sedangkan Supratman (1998) menginventarisasi populasi merak hijau di TN Alas Purwo 42 ekor. Sementara itu Palita (2002) melaporkan populasi merak hijau di TN Meru Betiri 26 ekor sedangkan Hernawan (2003) menduga populasi merak di hutan jati Ciawitali KPH Sumedang berjumlah 20 ekor dan Sumbara (2006) mencatat populasi merak hijau jawa di hutan pinus gunung Cikuray sekitar 29 ekor. Ukuran populasi yang kecil tersebut merupakan salah satu strategi adaptasi populasi merak hijau jawa terhadap kondisi habitat 4.3.2 PEMBAHASAN 4.3.2.1. Perkembangan Populasi Merak Hijau Jawa Hasil perbandingan pengamatan terhadap populasi merak hijau jawa di TNB dari tahun 1995 oleh Hernowo, 1995 (117.77 ekor) dan pada tahun 2007 (70.50 ekor), menunjukan hasil yang nyata terjadinya penurunan populasi sebesar 66.95 % (selama 12 tahun), sehingga perkembangan populasi merak tersebut secara umum adalah menurun. Namun demikian bila perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB tersebut dianalisis kelimpahannya antara tahun 2006 dan 2007 (69.10 – 70.50 ekor) menunjukan hasil sedikit kenaikan populasi yaitu sekitar 1.4 ekor (2.03 %).
Hal ini memiliki arti penting bagi
perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB, bahwa hampir 12 tahun populasi memiliki perkembangan yang negatif (menurun) akan tetapi pada tahun 2006-2007 populasi merak hijau tersebut mulai menunjukan arah perkembangan yang positif (kenaikan).
IV- 19
Diduga terdapat beberapa alasan terjadinya penurunan populasi merak hijau jawa di TNB tersebut yaitu terjadinya perburuan liar terhadap merak hijau jawa (pengambilan telor, maupun burungnya), adanya invasi Acacia nilotica pada tipe habitat savana yang mengurangi ketersedian habitat merak hijau jawa. Tekanan terhadap populasi merak hijau jawa akibat oleh kegiatan perburuan liar merupakan faktor utama terjadi penurunan populasi di TNB. Masyarakat sekitar taman nasional Baluran memiliki akses yang cukup mudah menjangkau seluruh kawasan termasuk resort Bekol yang menjadi pusat penyebaran lokal merak hijau jawa di TNB. Meskipun menjumpai langsung terhadap perburuan merak hijau jawa di TN ini sangat sulit, namun demikian masih ditemukan perburuan terhadap telor merak hijau jawa di tahun 2006 dan 2007 oleh masyarakat Karangtekok. Tidak tertutup kemungkinan juga perburuan terhadap burung meraknya juga dilakukan. Apabila perburuan telor merak hijau jawa dilakukan, maka hasil perburuan telortelor tersebut ditetaskan/dierami oleh ayam kampung. Hasil tetasan (anakan merak hijau) tersebut yang dijual. Namun demikian bila hal tersebut diketahui oleh petugas taman nasional, maka anakan merak tersebut disita oleh petugas. Contoh anakan merak hijau jawa yang disita oleh petugas TN Baluran (Gambar IV-11). Selain itu, masyarakat juga mengambil bulu-bulu hias merak jantan yang telah rontok setelah akhir musim kawin sekitar awal Januari. Kegiatan perburuan merak hijau jawa di TNB yang paling menonjol adalah perburuan terhadap telor dan rontokan bulu hias merak hijau jawa jantan dibandingkan dengan perburuan terhadap burung meraknya. Perburuan tersebut lebih mudah dibandingkan menangkap burung meraknya. Pengaruh perburuan liar terhadap merak hijau jawa dapat menekan secara langsung menurunkan populasi merak hijau tersebut. Besarnya pengaruh perburuan terhadap populasi merak hijau jawa berkaitan dengan besarnya tingkat perburuan terhadap merak tersebut. Pengaruh perburuan terhadap merak hijau jawa di TNB secara nyata dan langsung telah menurun populasi di tempat tersebut.
IV- 20
Gambar IV- 11. Anakan merak hijau jawa yang dicuri oleh masyarakat sekitar TNB 2007 Savana yang telah diinvasi oleh Acacia nilotica, areal terbukanya yang biasanya ditumbuhi oleh rumput telah digantikan oleh A. nilotica yang rapat (Gambar IV-12), sehingga tidak memberi ruang tumbuh bagi rumput yang merupakan pakan utama merak hijau jawa. Rumput memerlukan penyinaran matahari penuh, tetapi setelah ditutupi Acacia, rumput kalah bersaing dalam mendapatkan sinar matahari sehingga rumput mati. Fungsi keterediaan pakan bagi merak hijau jawa pada areal yang telah diinvasi oleh Acacia, akan menurun dengan semakin besarnya tegakan Acacia tersebut. Setelah dilakukan tindakan pengelolaan habitat yaitu pembersihan atau pembasmian A. nilotica dari sebagian savana Bekol, maka di lokasi tersebut telah banyak ditumbuhi berbagai jenis rumput dan semak. Hal ini merupakan perbaikan fungsi pakan bagi merak hijau jawa di savana Bekol (Gambar IV-13).
IV- 21
Gambar IV-12. Acacia nilotica yang menginvasi savana Bekol, tidak memberi ruang tumbuh rumput pakan merak hijau jawa Kenaikan populasi merak hijau jawa di TNB tahun 2007, bukan berarti perburuan liar terhadap merak hijau jawa di TNB tidak terjadi, namun lebih pada intensitas perburuannya yang menurun. Ada kemungkinan kenaikan populasi merak hijau jawa di TNB tersebut karena upaya pembasmian Acacia nilotica yang telah menginvasi savanna di TNB telah mulai menunjukan hasil dengan indikasi membaiknya fungsi pakan di tipe habitat savanna bekol tersebut. Sebelum Acacia dibersihkan dari savanna, Acacia telah mendominasi penuh pada areal terbuka, namun setelah Acacia dibasmi, rumput yang menggantikan mendominasi. Pengaruh membaiknya fungsi pakan pada habitat savanna bagi populasi merak hijau jawa tidak serta merta langsung meningkatkan populasi secara drastis. Biasanya kenaikan fungsi habitat akan diikuti oleh kenaikan populasi secara pelan-pelan. Tindakan perbaikan habitat untuk populasi merak hijau jawa di TNB dengan membasmi A. nilotica akan mendukung peningkatan populasi dari segi habitat. Dengan meningkatnya fungsi pakan, jaminan kebutuhan pakan populasi merak hijau jawa akan lebih terpenuhi.
IV- 22
Gambar IV-13 Tipe habitat savana Bekol setelah dibersihkan dari invasi Acacia nilotica, didominasi oleh rumput. Hasil analisis terhadap perkembangan populasi merak hijau jawa
di TNAP
pengamatan oleh Supratman (1998), Wasono (2005) dan studi ini, menunjukkan bahwa kelimpahan populasi merak hijau jawa di TNAP mengalami kenaikan sebesar 86.05 % selama 8 tahun dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2006. Secara umum dapat dikatakan bahwa populasi merak hijau jawa di TNAP mengalami perkembangan populasi arah positif (naik). Namun demikian berbeda halnya, berdasarkan hasil pengamatan tahun 2006 dan 2007 terhadap populasi merak hijau jawa tersebut, telah terjadi penurunan sebesar 4.2 ekor atau 5.49 % (tahun 2006 populasi sebesar 80.7 ekor pada tahun 2007 populasi adalah 76.5 ekor). Perkembangan populasi merak hijau jawa di TNAP menurun pada tahun 2007 memiliki arti penting bagi perkembangan populasi tersebut. Perkembangan kenaikan populasi merak hijau jawa di TNAP dari tahun 1998 sampai 2006 diduga terdapat kaitan dengan perkembangan areal-areal terbuka pada tipe habitat hutan jati dan tanaman campuran yaitu adanya kegiatan tumpangsari pada hutan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan Supratman (1998), areal tumpangsai hanya ada di areal ketangi Rowobendo dengan jumlah individu merak hijau di tempat tersebut tercatat 12 ekor.
Hasil pengamatan Wasono (2005), menunjukan bahwa telah terdapat areal
tumpangsari di Gunting dengan jumlah individu merak tercatat 11 ekor. Hasil pengamatan
IV- 23
di areal tumpangsari Gunting 2006 dijumpai sekitar 44 ekor merak hijau jawa. Adanya areal terbuka berupa areal tumpangsari membuat fungsi habitat terutama pakan merak hijau jawa menjadi meningkat pesat (Gambar IV-14) . Masyarakat sekitar taman nasional Alas Purwo masih memiliki kepercayaan bahwa mengganggu populasi merak hijau jawa akan membawa bencana bagi keluarga yang melakukan, sehingga perburuan liar terhadap merak hijau jawa relatif tidak terdeteksi.
Gambar IV-14. Sekelompok merak hijau jawa betina makan di areal tumpangsari Gunting. Penurunan populasi merak hijau jawa pada tahun 2007, sebesar 4.2 ekor atau 5.49 % diduga akibat kematian alami. Fluktuasi jumlah individu merak jawa yang tercatat di areal tumpangsari Gunting cukup nyata (significant) yaitu sekitar 14 ekor merak atau 31.% tidak tercatat di areal tersebut. Pada tahun 2006 terhitung 44 ekor ditemukan di areal tumpangsari Gunting tetapi tahun 2007 hanya 30 ekor. Perubahan jumlah individu merak hijau jawa tersebut diduga terkait dengan penebangan pohon mahoni (Swietenia macrophylla) sebagai pohon tidur (roost site) di areal tumpangsari Gunting pada awal tahun 2007 (Gambar IV-15). Oleh karena pohon tempat tidur jumlahnya menjadi relatif menjadi terbatas, maka dimungkinkan beberapa individu merak hijau jawa tersebut pindah.
IV- 24
Namun demikian di padang rumput Sadengan pada waktu yang sama (tahun 2007) juga terjadi pergeseran jumlah populasi merak hijau jawa. Hasil sensus terhadap merak hijau jawa di Sadengan pada tahun 2006 mencatat 25 ekor, tetapi pada tahun 2007 terhitung 31 ekor, terjadi kenaikan populasi sebesar 6 ekor. Fluktuasi populasi di padang rumput Sadengan diduga terjadi karena pergerakan populasi sebagian individu merak hijau jawa di areal tumpangsari Gunting pindah/bergerak ke padang rumput Sadengan, sehingga jumlah individu merak hijau jawa meningkat di Sadengan.
Gambar IV- 15. Merak hijau jawa jantan bertengger di pohon mahoni areal tumpangsari Gunting 4.3.2.2. Kelimpahan populasi Kelimpahan populasi merak hijau jawa baik di taman nasional Baluran maupun Alas Purwo mempunyai keterkaitan dengan tipe habitat di taman nasional tersebut. Populasi merak hijau jawa di TNB lebih melimpah pada tipe habitat savana dibandingakan tipe habitat lainnya di resort Bekol TNB hal ini sesuai dengan hasil pengamatan Pattaratuma 1977, Mulyana 1988, Winarto 1993, Hernowo 1995, dan Hernowo, 1999. Tipe habitat savana di Bekol memiliki kecukupan tempat tebuka (open area) yang ditumbuhi oleh
IV- 25
rerumputan dan semak sebagai sumber pakan merak hijau jawa sesuai dengan hasil pengamatan Yuniar 2007, Risnawati 2008 dan Septania 2009. Selain sumberdaya pakan, savanna memiliki tempat untuk berbiak yang cukup luas, pohon untuk tengger sepanjang tahun serta sumber air minum yang cukup di musim kemarau. Pada tipe habitat lainnya seperti tipe habitat hutan pantai, hutan musim serta hutan selalu hijau, tempat terbuka yang ditumbuhi oleh rerumputan sebagai tempat untuk mencari pakan dan berbiak relatif terbatas. Sehingga merak hijau jawa di TNB lebih menyukai tipe habitat savana ketimbang tipe habitat lainnya. Kelimpahan populasi merak hijau jawa di resort Rowobendo TNAP, lebih terkonsentrasi di padang rumput Sadengan dan areal tumpang sari hutan tanaman jati Gunting Sesuai pengamatan Supratman 1998, Wasono 2005, Yuniar 2007 dan Risnawati 2008. Hal ini berkaitan dengan adanya areal- areal terbuka (open area) yang tidak terlalu luas kurang dari 10 ha, yang ditumbuhi oleh rumput dan semak yang merupakan sumber pakan utama merak hijau jawa sesuai dengan pengamatan Rini 2005. Selain itu, kedua tipe habitat tersebut dekat dengan tempat berteduh, tempat berlindung serta tempat tengger (hutan dataran rendah dan hutan Jati).
Hasil pengamatan Brickle 2002,
menunjukan bahwa kelimpahan populasi merak hijau di propinsi Dak Lak, Vietnam semakin meningkat jika jauh dari pemukiman penduduk, dekat dengan sumber air dan pada tipe hutan gugur daun (deciduous forest). Pinthong dan Meckvichai 2008. menyatakan bahwa kelimpahan merak hijau berbeda kelimpahannya diantara berbagai habitat di Cagar Alam Huai Kha Khaeng. Kelimpahan merak hijau tertinggi di Huai Song Thang 1 dan Huai Tab Slao1 serta kelimpahan merak hijau terendah di Huai Kha Khaeng Road karena banyak gangguan dari aktivitas penduduk. 4.3.2.3 Nisbah Kelamin dan Struktur Umur Secara umum, nisbah kelamin merak hijau jawa baik di TNB maupun di TNAP dengan memiliki perbadingan merak jantan dewasa 1 : 4 merak betina dewasa. Kondisi nisbah kelamin merak hijau jawa tersebut menunjukan bahwa merak hijau jawa hidup dalam sistem poligami (Ponsena 1988, Hernowo 1995). Selanjutnya Ponsena 1988, memberikan perhitungan terhadap nisbah kelamin merak hijau di Cagar Alam Huai Kha Khaeng di wilayah Khao Ban Dai Thailand dengan perbandingan nisbah kelaminnya
IV- 26
adalah 1 merak hijau jantan dewasa : 2.82 merak hijau betina dewasa dan di Cagar Satwaliar yang lain dengan komposisi 1 merak hijau jantan dewasa: 4.47 merak hijau betina dewasa. Bedasarkan hasil pengamatan oleh Liu dkk 2007, terhadap populasi merak hijau di Cagar Alam Shuangbai Konglonghe China menunjukan bahwa nisbah kelamin merak hijau tersebut 1.3 jantan : 4.6 betina. Beberapa pengamat merak hijau jawa juga memberikan gambaran bahwa nisbah kelamin merak hijau jawa sekitar 1 jantan : 4 betina seperti hasil perhitungan Hernowo (1995) pada merak hijau jawa yang terdapat di TNB, Hernowo dan Hernawan 2003 untuk merak hijau jawa di hutan jati Ciawitali Buahdua Sumedang, Sumbara 2006 terhadap merak hijau jawa di hutan pinus Gunung Cikuray serta Hernowo dan Wasono, 2006 pada merak hijau jawa di TNAP. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin merak hijau jawa oleh beberapa pengamat merak hijau jawa tersebut, dapat dikatakan bahwa merak hijau jawa secara umum memilih strategi dalam sistem pekawinannya adalah poligami. Ukuran perbandingan nisbah kelamin diduga menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan reproduksi pada populasi merak hijau jawa. Apabila perbandingan nisbah kelamin merak hijau jawa dewasa lebih kecil dari 1 jantan : 2.5 betina akan sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Jantan-jantan yang tidak terpilih mengawini betina dapat mengganggu proses reproduksi, berupa perusakan telor-telor yang sedang dierami merak hijau jawa betina Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB maupun TNAP menunjukan bahwa merak dewasa mendominasi populasi (55 % - 67 %). dibandingkan merak remaja maupun anakan. Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB dan TNAP tersebut membentuk piramida terbalik. Ponsena (1988) telah memberikan contoh hasil pengamatannya terhadap struktur populasi merak hijau di Cagar Satwaliar Huai Kha Khaeng di wilayah Khao Ban Dai, Thailand bahwa komposisi umurnya adalah 1 merak hijau jantan dewasa : 2.82 merak hijau betina dewasa : 1.47 merak hijau remaja dan di Cagar Satwaliar yang lain menunjukan kondisi yang arahnya sama yaitu 1 merak hijau jantan dewasa: 4.47 merak hijau betina dewasa : 0.22 merak hijau remaja. Kondisi struktur populasi yang sama juga ditunjukan oleh beberapa pengamat merak hijau jawa diantaranya Hernawan 2003 pada merak hijau jawa di hutan jati Ciawitali Sumedang, Merak hijau jawa Alas Purwo oleh Wasono 2005, dan pada populasi merak hijau di hutan pinus Gunung Cikuray Garut oleh Sumbara 2006.
IV- 27
Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB dan TNAP berbentuk seperti piramida terbalik tersebut seolah-olah seperti struktur populasi yang menurun (regressive population). Di beberapa contoh lokasi penyebaran merak hijau jawa juga menunjukan fakta yang sama yaitu bahwa struktur umur populasi merak hijau jawa membentuk struktur piramida terbalik seperti di TNB (Hernowo, 1995), TNAP (Wasono, 2005), Hutan Jati Ciawitali Buah Dua KPH Sumedang (Hernawan, 2003) serta hutan pinus Gunung Cikuray Garut oleh Sumbara 2006. Secara umum juga diperoleh gambaran bahwa populasi merak hijau jawa di beberapa contoh areal kajian di atas memiliki struktur umur seperti piramida terbalik dimana merak hijau jawa dewasa memiliki porsi sekitar 70 - 90 % dan 10 - 30 % remaja serta anak (Hernowo 1995, Hernowo and Hernawan 2003, Hernowo and Wasono 2006) Kondisi struktur umur populasi merak hijau jawa seperti piramida terbalik masih perlu pembahasan lebih lanjut, sebab banyak faktor yang berpengaruh pada struktur umur populasi seperti natalitas, mortalitas dan laju survival yang perlu diketahui. Di lapangan agak sulit mengkatagorikan pada merak hijau jawa betina setelah umurnya lebih 1 tahun, sehingga merak hijau jawa yang sebenarnya masih belum dewasa dikategorikan dewasa. Merak hijau betina menginjak dewasa setelah umur dua tahun. Bahkan mungkin kondisi struktur populasi merak hijau jawa seperti piramida terbalik sesuatu yang lazim alami untuk satwaliar di wilayah tropika. 4.3.2.4. Kesehatan Populasi Analisis terhadap kesehatan populasi merak hijau jawa didasarkan pada parameter demographi populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP. Natalitas populasi merak hijau jawa di TNB tahun 2006 dan 2007 masih terjadi, meskipun data pastinya sulit didapatkan (anakan sangat sulit ditemukan secara langsung namun dari hasil telor yang ditemukan dan informasi petugas TNB yang meilihat anakan) merupakan indikasi bahwa populasi merak hijau jawa di TNB masih tumbuh. Namun demikian pencurian telor-telor merak hijau jawa juga masih berlangsung di TN ini. Mortalitas merak hijau jawa bisa terjadi secara alami yaitu dimangsa oleh predator. Predator potensial di TNB adalah Elang Ular (Spilornis cheela), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Musang (Paradoxurus hermaphroditus), Rase (Viverricula malacensis), Nggarangan (Herpestes javanica), Kucing
IV- 28
Hutan (Prionailurus bengalensis) Macan Tutul (Panthera pardus), dan Biawak (Varanus salvator). Mortalitas alami ini diduga tidak menggangu terhadap eksistensi populasi merak hijau jawa di TNB. Mortalitas yang diakibatkan oleh pencurian berpengaruh besar terhadap populasi merak hijau jawa di TNB. Berdasarkah hasil analisis perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB menunjukan populasi yang terus menurun dari tahun 1995 hingga 2006, sangat dipengaruhi oleh kegiatan perburuan liar terhadap merak hijau jawa oleh masyarakat disekitar TNB. Namun demikian data sensus merak hijau jawa di TNB tahun 2007 menunjukan kenaikan. Natalitas populasi merak hijau jawa di TNAP 2006 dan 2007 masih berlangsung, namun demikian data langsung di lapangan sangat sukit didapatkan. Informasi dari petugas TN ini memberitakan bahwa masih melihat anakan merak hijau jawa di bulan januari akhir tahun 2007 di areal hutan jati Rowobendo. Namun demikian sangat sulit menemukan mortalitas populasi merak hijau di lapangan. Hasil analisis perkembangan populasi merak hijau jawa di TNAP menunjukan kenaikan populasi yang cukup nyata dari tahun 1998 hingga 2006. Kenaikan populasi tersebut mengindikasikan bahwa natalitas yang terjadi jauh lebih tinggi dari pada mortalitasnya. Namun hasil sensus merak hijau jawa di TNAP tahun 2007 menunjukan penurunan. Penurunan tersebut diduga akibat kematian alami. Potensial predator alami di TNAP diantaranya Elang Laut (Haliaeetus leucogaster) Elang Ular (Spilornis cheela), Musang (Paradoxurus hermaphroditus), Nggarangan (Herpestes javanica), Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis) Macan Tutul (Panthera pardus), dan Biawak (Varanus salvator) serta Babi Hutan (Sus scrofa). Pencurian terhadap telur maupun burung meraknya oleh masyarakat sekitar TNAP tidak ditemukan selama pengamatan di lapangan. Laju perkembangan populasi merak hijau jawa rata-rata di TNB dari tahun 1995 sampai tahun 2006, adalah menurun sekitar 4.19 % per tahun atau 47.50 % selama 11 tahun. Tetapi pada tahun 2007 terjadi perkembangan populasi menaik sebesar 2.07 %. Sementara itu laju perkembangan populasi merak hijau jawa rata-rata di TNAP dari tahun 1998 sampai tahun 2006, adalah naik sekitar 86.05 % selama 8 tahun atau 10.75 % per tahun. Struktur populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP telah didominasi oleh merak dewasa, sehingga membentuk struktur umur populasi seperti piramida terbalik. Ternyata struktur umur pada populasi merak hijau jawa di kedua taman nasional tersebut juga terjadi umum di berbagai sebaran lokal merak hijau seperti di contohkan oleh
IV- 29
beberapa pengamat merak hijau. Barangkali strukrur umur pada populasi merak hijau jawa membentuk seperti piramidal terbalik merupakan struktur umur alami. Nisbah kelamin merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP memiliki nisbah (ratio) sekitar 1 jantan : 4 betina. Berdasarkan hasil pengamatan beberapa peneliti merak hijau jawa seperti Hernowo 1995, Hernowo and Hernawan 2003, Wasono 2005, Yuniar 2007, Risnawati 2008, menyebutkan terhadap bahwa nisbah kelamin merak hijau jawa menunjukan phenomena yang sama yaitu nisbah kelaminnya sekitar 1 jantan : 4 betina. Kemungkinan nisbah kelamin yang alami dan baik adalah 1 jantan : 4 betina. Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter demographi populasi merak hijau jawa di TNAP maupun di TNB, menunjukan indikasi bahwa parameter natalitas dan mortalitas masih terjadi, perkembangan (vigoritas) populasi terus berlangsung meskipun tekanan untuk populasi merak hijau jawa TNB cukup tinggi pada tahun 1995 – 2006. Daya tahan hidup (survival) merak hijau jawa di TNB dan TNAP cukup baik, meskipun laju perkembangan populasi merak hijau jawa rata-rata di TNB menurun (negatif) dari tahun 1995 hingga tahun 2006, namun pada tahun 2007 terjadi kenaikan (positif) populasi serta laju pertumbuhan populasi merak hijau jawa di TNAP menaik (positif) dari tahun 1998 hingga 2006, tetapi menurun pada 2007. Nisbah kelamin merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP adalah 1 jantan : 4 betina. Kondisi nisbah kelamin tersebut cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP memiliki kesehatan populasi (population health) yang baik, karena hampir seluruh parameter demographi populasi menunjukan indikasi yang baik. 4.3.2.5. Sebaran Lokal Populasi Sebaran lokal merak hijau jawa sangat terkait dengan kelimpahan sumberdaya yang dibutuhkan serta pergerakan populasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebaran lokal merak hijau jawa adalah acak berkelompok. Populasi merak hijau jawa lebih tersebar pada kawasan berhutan yang terdapat areal terbuka secara sporadik yang ditumbuhi oleh rumput dan semak, terdapat tempat bertengger, dan tersedia air minum. Ukuran populasi yang kecil dengan sebaran lokal acak berkelompok merupakan keadaan yang umum populasi merak hijau di P Jawa (Balen dkk 1991, Hernowo 1995). Kuroda 1936, melaporkan bahwa merak hijau di jawa menyebar lebih banyak di daerah yang kering.
IV- 30
Hasil pengamatan Dumkeaw, dkk 2008, menunjukan bahwa sebaran lokal populasi merak hijau di Kecamatan Pa Miang, Kabupaten Doi Saket, Provinsi Chang Mai Thailand adalah berkelompok pada tipe habitat areal pertanian, areal simpanan air, areal pemukiman penduduk dan areal pengkaran satwaliar dengan kelimpahan individu yang berbeda pada masing-masing tipe habitat berdasarkan musim. Pada musim kemarau merak hijau jantan berpasangan dengan merak hijau betina. Merak hijau jantan menggunakan areal terbuka pinggir hutan tidak jauh dari sungai. Pada musim penghujan merak hijau tersebar di areal pertanian dan areal lainnya. Kelimpahan tertinggi di sekitar areal penangkaran satwaliar. Berdasarkan hasil uji terhadap sebaran lokal populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP terkelompok menjadi sub-sub populasi pada tipe habitat hutan yang memiliki tempat terbuka yang ditumbuhi oleh rumput dan semak seperti savana di TNB, padang rumput sadengan yang dikelilingi hutan alam dataran rendah serta areal tumpangsari pada hutan jati di TNAP. Kelimpahan populasi merak hijau jawa berkembang cukup baik pada tipe-tipe habitat seperti di savana, padang rumput serta areal tumpang sari. Pada tipe-tipe habitat tersebut merupakan habitat yang disukai oleh sub-sub populasi merak hijau jawa. Palita 2002, mencatat penyebaran lokal merak hijau di taman nasional Meru Betiri tersebar berkelompok pada kebun dan hutan yang berbatasan dengan areal terbuka, sedangkan Hernawan 2003, menyebutkan bahwa merak hijau di hutan jati Ciawitali Buah Dua Sumedang tersebar terkelompok pada areal tumpangsari serta Sumbara 2005, menyatakan bahwa merak hijau jawa di hutan pinus Gunung Cikuray Garut tersebar berkelompok pada areal terbuka di hutan pinus yang berbatasan dengan hutan sub pegunungan dan areal tanaman sayuran. Pergerakan populasi (antar sub populasi) merak hijau jawa mengikuti atau mengarah pada kelimpahan sumberdaya terutama sumberdaya pakan. Sumberdaya pakan merak hijau jawa berupa rerumputan dan sesemakan yang tumbuh pada areal terbuka (open area) berbatasan dengan hutan atau rumpang dalam hutan. Pergerakan sub-sub populasi merak hijau jawa di TNB maupun TNAP ke seluruh tipe habitat yang terdapat pada ke dua taman nasional tersebut. Pada ke dua taman nasional tersebut tidak terdapat fragmentasi habitat, meskipun sub populasi merak hijau jawa tersebar terkelompok pada tipe habitat tertentu. Pergerakan sub populasi merak hijau jawa ke seluruh tipe habitat tersebut memiliki arti penting pada strategi populasi dalam menjaga hubungan pada sub-sub populasi yang terkelompok pada tipe habitat tertentu tersebut.
Hernowo 1995,
IV- 31
menyatakan bahwa gerak harian merak hijau jawa yang telah ditandai di taman nasional Baluran bisa mencapai 2 – 3 km per hari untuk mencari air minum. Selanjutnya Hernowo 1995, menyatakan bahkan pada individu betina merak hijau jawa yang dipasangi dengan transmiter di TNB dapat pindah tempat berjarak 5 km dari tempat merak tersebut ditangkap. Pergerakan populasi/sub populasi bisa terjadi bebas ke berbagai tipe habitat di TNB maupun TNAP. Hal ini mengindikasikan juga bahwa aliran gen dalam populasi atau sub populasi terjadi bebas.
Kondisi tersebut telah menjaga keragaman gentik diantara
populasi maupun sun populasi merak hijau jawa di ke dua taman nasional tersebut. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa metapopulasi merak hijau jawa tidak terjadi diantara sub populasi di TNB maupun di TNAP. 4.3.2.6. Strategi Ekologi Populasi Strategi ekologi populasi merak hijau jawa merupakan cara ataupun taktik populasi dalam mempertahankan kelangsungan hidup populasi berkaitan dengan kondisi lingkungannya dengan mempertahankan kesehatan populasi. Menentukan ukuran populasi, memilih atau menentukan sistem perkawinan dalam kehidupannya, dan menggunakan habitat serta mengadaptasi berbagai tekanan merupakan strategi populasi merak hijau jawa. Ukuran populasi merak hijau jawa pada setiap tipe habitat berkisar 24 – 44 ekor. Ukuran populasi merak hijau jawa tersebut pada setiap habitat adalah tidak besar (< 100 ekor). Kecilnya ukuran populasi merak hijau jawa di taman nasional Baluran dan Alas Purwo diduga ada dua aspek penting yaitu (1) habitat yang sudah tidak memadai dan (2) adanya perburuanliar terhadap merak hijau jawa. Dengan ukuran populasi yang kecil tersebut memiliki konsekuensi variasi gen dalam populasi lebih tidak bervariasi ketimbang populasi berukuran besar. Aliran gen dalam populasi akan sangat dibatasi apabila populasi merak hijua jawa tersebut menjadi suatu metapopulasi. Menurut Gilpin and Hanski (1991) dinyatakan secara sederhana bahwa suatu metapopulasi terjadi apabila suatu populasi sudah tidak bisa hubungan antar populasi (sub-populasi) dalam suatu kawasan. Populasi atau sub populasi merak hijau jawa pada setiap habitat di TNB maupun di TNAP masih berhubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat dikatakan populasi merak hijau jawa tersebut bukan merupakan suatu metapopulasi. Populasi ataupun sub populasi di berbagai
IV- 32
tipe habitat di TNB maupun di TNAP dapat bergerak bebas, aliran gen terjadi bebas antar populasi ataupun sub populasi. Hal ini mengindikasikan bahwa aliran gen dalam populasi pada setiap tipe habitat di kedua taman nasional tersebut masih berjalan dengan baik. Merak hijau jawa di TNB dan TNAP hidup secara berkelompok, ukuran kelompok kecil (2 - 4) ekor. Besaran ukuran kelompok tersebut diduga terkait dengan strategi populasi dalam menjaga kelangsungan hidupnya, kondisi habitat dan tekanan terhadap populasi. Ukuran kelompok merak hijau jawa baik di TNB maupun di TNAP yang dominan adalah kelompok yang terdiri atas 3 individu. Ukuran kelompok tersebut kemungkinan optimum dengan kondisi lingkungan di TNB dan TNAP. Merak hijau jawa hidup dengan sistem poligami (polygyny) dengan perbandingan nisbah kelamin 1 jantan dibanding 4 betina. Merak hijau betina menentukan pilihan terhadap merak hijau jantan yang disukai. Hanya beberapa merak hijau jawa jantan yang sering mengawini banyak merak hijau jawa betina, sedangkan yang lain tidak terpilih. Merak hijau jantan yang terpilih diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang dapat melangsungkan kehidupannya (survive). Vigoritas populasi merak hijau jawa di TNB maupun TNAP cukup baik ditandai dengan pertumbuhan (natalitas) tetap berlangsung. Mortalitas karena perburuanliar terhadap populasi merak hijau jawa di TNB adalah faktor penekan populasi merak hijau yang sangat mengkhawatirkan. Diduga penurunan populasi merak hijau jawa di TNB sangat erat kaitannya dengan kegiatan perburuan. Bagaimanapun baiknya strategi ekologi populasi merak hijau jawa, tidak akan mampu bertahan bila menghadapi perburuanliar yang cukup besar tekanannya terhadap populasi.
4.4 SIMPULAN 1.
Kelimpahan populasi merak hijau jawa lebih tinggi pada tipe habitat savanna di TNB, sedangkan di TNAP lebih terkonsentrasi di padang rumput Sadengan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati Gunting.
2. Komposisi nisbah kelamin merak hijau jantan dewasa dengan betina dewasa di TNB maupun di TNAP adalah 1 jantan : 4 betina, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa merak hijau jawa di TNB maupun TNAP hidup dalam sistem perkawinan poligami (polygyny).
IV- 33
3. Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP membentuk seperti piramida terbalik dengan jumlah merak dewasa dominan sekitar 67.70 %. Kesehatan populasi merak hijau jawa baik di TNB maupun TNAP relatif cukup baik, indikator parameter demografi populasi menunjukan kondisi baik (natalitas, pertumbuhan dan survival cukup baik). 4.
Sebaran lokal merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP adalah acak berkelompok, terkait dengan ketersediaan sumberdaya pakan pada areal terbuka pada setiap tipe habitat serta pergerakan populasi.
5.
Srategi merak hijau jawa dalam menghapi berbagai tekanan terhadap populasi yaitu ukuran populasi relatif kecil pada setiap tipe habitat berkaitan dengan ketersedian sumberdaya yang dibutuhkan oleh merak hijau jawa terutama pakan.
DAFTAR PUSTAKA Brickle, N. W. 2002. Habitat use, predicted distribution and conservation of green peafowl (Pavo muticus) in Dak Lak Province, Vietnam. Biological Conservation Journal . 105 : 189-197 Collar, N.J. and Andrew, P. 1998. Birds To Watch. ICBP Tech. Publication 8. Cambridge. U K. Delacour, J. 1977. The Pheasant of the World (2 nd Edition) Spurr Publication. Saiga Publising Co Ltd Surr GU 26 GTD. England. Dumkeaw J. Mekvichai W and Parriyanonth P, 2008. Seasonal Distribution of Green Peafowl (Pavo muticus Linnaeus 1766) In Pa Miang Sub District, Doi Saket District, Chiang Mai Province. Paper presented at 35 th Congress On Science and Technology of Thailand. Fowler, J and L. Cohen 1986. Statistics for Ornithologists. Brithis Thrust for Ornithologist Guide No 22. Hertfurdshire. Gilpin M. E and Hanski, I. 1991. Metapopulation dynamics : empirical and theoretical investigations. Biological Journal of the Linnean Society 42 : 73 – 78. Hernawan, E. 2003. Studi Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766), di Hutan Ciawitali BKPH Buah Dua dan BKPH Songgom KPH Sumedang. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.
IV- 34
Hernowo, J. B. 1995. Ecology and Behaviour of the Green Peafowl (Pavo muticus Linnaeus 1766) In the Baluran National Park. East Java, Indonesia. Master Thesis Faculty of Forestry Science, Goerg August University Gottingen. Germany. --------------------. 1997. Population Study of Javan Green Peafowl (Pavo muticus muticus Linnaeus 1758) With Three Different Methods In Baluran National Park, East Java Indonesia. Media Konservasi Vol. V, No 2 : 61- 66. -------------------.--1999. Habitat and Local Distribution of Javan Green Peafowl (Pavo muticus muticus Linnaeus 1758) In Baluran National Park, East Java. Media Konservasi Vol. VI, No 1 p : 15 – 22. Hernowo, J.B and Hernawan, E. 2003. Population and Habitat Study of Javan Green Peafowl ( Pavo muticus muticus Linnaeus 1758 ) at Ciawitali Teak forest Plantation of BKPH Buahdua and BKPH Songgom, KPH Sumedang. Media Konservasi Vol. VIII, no. 3, p : 117 – 126. Hernowo, J.B and Wasono, W. T. 2006. Population and Habitat of Javan Green Peafowl (Pavo muticus muticus Linnaeus 1758) at Alas Purwo National Park. Media Konservasi Vol. XI, no. 3, p : 83 – 88. Johnsgard, P. A. 1986. The Pheasants of the World. Oxford University Press. London. Kuroda, N. 1936. Birds of Island of Java. Vol 2. Non – Passeres. Published By The Author Tokyo. Ludwig, J. A and Reynolds J. F. 1988. Statistical Ecology A Primer on Methods and Computing. John Wiley & Sons. Canada Liu, Y. Han, L. Xie, Y. Wen, Y. and Ziang, R. 2007. The status and habitat use of green peafowl Pavo muticus in Shuangbai Konglonghe Nature Reserve, China. © 2009 World Pheasant Association International Journal of Galliformess Conservation, 1, 32 – 35. Mackinnon, J. 1988. A Field Guide to the Birds of Java and Bali. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Mulyana. 1988. Studi Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) di Resort Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Palita, Y. 2002. Kajian Penyebaran Lokal, Habitat dan Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus muticus Linnaeus 1758) di Taman Nasional Meru Betiri. Jawa Timur. Skripsi Program Diploma IV Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Pinthong T. and Meckvichai, W 2008. Influence of predator abundance and human activities on green peafowl (Pavo muticus) abundance in Huai Kha Khaeng Wildlife
IV- 35
Sanctuary. Paper presented at 35 th Congress On Science and Technology of Thailand Ponsena P. 1988. Biological characteristics and breeding behaviours of green peafowl (Pavo muticus Linnaeus in Huai Kha Khaeng Wildlife Sanctuary. Thai J. For. 7 : 303 – 313. Ramadhan G, F. 2009. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasinal Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan Rini, I.S. 2005. Studi Ekologi Pakan dan Perilaku Makan Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Risnawati, R. 2008. Analisis Population dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) Di Taman Nasinal Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Sumbara, B 2006. Studi Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Hutan Pinus Cikuray BKPH Bayongbong, KPH Garut. Jawa Barat. Tugas Akhir Diploma III. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.Tidak Diterbitkan Supratman, A.1998. Kajian Pola Penyebaran dan Kharakteristik Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) Pada Musim Tidak Berbiak di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. van Balen, B. Prawiradilaga, D.M. Indrawan, M. Marakarmah, A. Dirgayusa, I.W.A. and Isa, M.A. 1991. Notes on the Distribution and Status of green Peafowl on Java. World Pheasant Association – Worldwide Fund for Nature, Indonesia Programme. Bogor. Wasono, W. T. 2005. Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Winarto, R. 1993. Beberapa Aspek Ekologi Merak Hijau ( Pavo muticus Linnaeus 1766) Pada Musim Berbiak di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Yuniar, A. 2007. Studi Population dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasinal Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.