15 PERKEMBANGAN POPULASI WERENG HIJAU (Nephotettix sp.) PADA BEBERAPA VARIETAS PADI UNGGUL NASIONAL DI MUSIM HUJAN THE DEVELOPMENT OF GREEN LEAFHOPPER (Nephotettix sp.) ON SEVERAL NATIONAL SUPERIOR VARIETIES OF RICE IN RAINY SEASON Meidiwarman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu tanam beberapa Varietas Padi Unggul Nasional terhadap perkembangan populasi wereng hijau (Nephotettix sp.) pada musim hujan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan percobaan lapangan yang dirancang dengan Rancangan Petak Terbagi, dengan 10 perlakuan varietas dan 3 waktu tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum Varietas Padi Unggul Nasional berpengaruh nyata terhadap populasi wereng hijau (Nephotettix sp.) dan terdapat 3 varietas (Tukad Balian, Kalimas dan Sintanur) agak tahan terhadap serangan wereng hijau bila ditinjau dari kepadatan populasi, baik ditanam bulan November, Desember maupun Januari. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau tertinggi terdapat pada varietas Cisadane. ABSTRACT The objective of this research was to know the influence of planting date on development of green leafhopper (Nephotettix sp.) population on several National Superior Varieties of Rice grown in rainy season. In this research, the experimental method was used, by conducting field experiment designed according to Split Plot Design, with three planting dates and ten varieties. In general, results indicated that National Superior Varieties of Rice had a significant influence on population of green leafhopper. Among the varieties tested, three (Tukad Balian, Kalimas and Sintanur) had a moderate resistance to green leafhopper (Nephotettix sp.) based on the population density, either planted in November, December or January. In average, the highest population density of green leafhopper was found in Cisadane variety. ______________________________ Kata kunci : Wereng hijau (Nephotettix sp.), padi, Varietas Unggul Nasional Key word : Green leafhopper (Nephotettix sp.), rice, National Superior Varieties. PENDAHULUAN Wereng hijau (Nephotettix sp.) merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor) penyakit tungro, dengan rentang efisiensi penularan antara 35 – 83% (Ling, 1970). Pada saat ini yang mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Indonesia adalah Nephotettix virecens (Siwi dan Tantera, 1982) dan telah menyeabkan kerusakan pada hampir semua daerah penghasil beras di Indonesia (Anonim, 1997). Tinggi rendahnya kerugian yang diakibatkan oleh serangan tungro yang ditularkan oleh serangga ini tergantung dari jumlah populasi wereng hijau sebagai vektor virus tungro, bentuk virus yang menyerang, tingkat ketahanan varietas tanaman dan waktu terjadinya infeksi. Perkembangan wereng hijau berkorekasi positif dengan keberadaan penyakit
tungro di lapangan khususnya dari spesies N. virescens terutama stadia imago, karena stadia imago tiga kali lebih efektif didalam menularkan penyakit tungro dari pada stadia nimfa, karena stadia imago mobiltasnya lebih tinggi untuk bergerak menghisap tanaman yang sakit (Anonim, 1977). Infeksi yang terjadi akibat serangga ini dapat terjadi mulai dari persemaian sampai umur 60 hari setelah tanam, dimana pada stadium ini tanaman sangat rentan (Sama, 1990). Salah satu cara pengendalian serangga ini adalah dengan pergiliran varietas yang tahan. Gen ketahanan padi terhadap wereng hijau sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 7 gen yaitu Glh1, Glh2, Glh3 (Athwal et al., 1971), Glh5 (Siwi dan Khush, 1977), gen resesif glh4 (Siwi dan Khush, 1977), Glh6 dan Glh7 (Rezaul Karim and Pathak, 1982). Varietas tahan akan menyeleksi populasi wereng hijau ke arah kemampuan beradaptasi pada varietas tahan
Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
16 tersebut. Tingkat adaptasi wereng hijau tersebut terhadap varietas tahan dapat dilihat dari tingkat kemampuannnya untuk menularkan virus tungro. Pada varietas tahan wereng hijau banyak mengisap pada jaringan xylem, sebaliknya pada varietas peka lebih sering mengisap pada jaringan floem (Kawabe, 1985). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa varietas yang dianggap dapat menekan serangan wereng hijau sebagai vektor virus tungro setelah ditanam beberapa musim tanam, ketahanannya menurun dan petani lebih suka menanam yang kurang tahan. Sementara di NTB selama beberapa tahun terakhir ini petani lebih banyak menanam varietas-varietas padi seperti IR 64, Ciherang, Widas, Cilosari, Way Apo Buru dan lain-lain. Varietas yang tahan baru diperkenalkan kepada petani seperti Kalimas, Tukad Balian, Sintanur, Angke dan Cimelati. Varietasvarietas tersebut merupakan Varietsas Padi Unggul Nasional. Sama dan Rizvi (1985) mengemukakan bahwa daur hidup wereng hijau (Nephotettix sp.) pada suatu varietas tidak selalu sama bila ditanam pada waktu yang berbeda dan pada lokasi yang berbeda pula. Oleh karena itu varietas unggul yang dilepas di kalangan masyarakat luas perlu diuji kembali ketahanannya tehadap perkembangan populasi wereng hijau yang merupakan vektor penyakit tungro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu tanam beberapa Varietas Unggul Nasional terhadap perkembangan popupasi wereng hijau (Nephotettix sp.) pada musim hujan. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan lapangan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan 10 perlakuan varietas dan 3 perlakuan waktu tanam, sebagai berikut: Sebagai petak utama adalah waktu tanam : W1 = Waktu tanam bulan November W2 = Waktu tanam bulan Desember W3 = Waktu tanam bulan Januari. Sebagai anak petak adalah Varietas Unggul padi Nasional V1 = Varietas Ciherang V2 = Varitae Angke V3 = Varietas Tukad Balian V4 = Varietas Kalimas V5 = Way Apo Baru V6 = Varietas Widas V7 = Varietas Sintanur V8 = Varitas IR 64 Meidiwarman: Perkembangan populasi wereng …
V9 = Varietas IR 36 (Kontrol varietas tahan) V10 = Cisadane (Kontrol peka) Percobaan dilakukan di tanah seluas 8 x 25 m2 yang dimulai dengan pengolahan tanah, membuat 30 petak percobaan dengan ukuran 2 x 2 m2, jarak antara petak 50 cm dan jarak antar blok 75 cm. Untuk kegiatan bididaya tanaman padi selanjutnya disesuaikan dengan rekomendasi, kecuali pengendalian hama dan penyakit selain wereng hijau dan tungro dilakukan secara mekanik. Variabel-variabel yang diamati meliputi: a. Populasi wereng hijau pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam, dilakukan dengan menangkap wereng menggunakan jaring serangga yang diayunkan secara zig-zag sebanyak 10 kali ayunan ganda pada tiaptiap petak perlakuan. b. Bobot gabah kering panen/petak dihitung dengan cara menimbang hasil panen tiap petak.. Analisis data menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 5% dan apabila menunjukkan beda nyata diuji lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis keragaman, penggunaan varietas unggul nasional dan waktu tanam pada musim hujan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan populasi wereng hijau. (Nephotettix sp.), seperti yang tertera pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat bahwa populasi wereng hijau (Nephotettix sp.) tertinggi pada bulan Januari dan November terdapat pada varietas Cisadane. Hal ini diduga karena varietas Cisadane panjang trikomanya lebih pendek dan jumlah stomata lebih banyak dibandingkan dengan varietas-varietas lainnya, sehingga wereng hijau akan mendapat rintangan mekanis yang lebih kecil pada varietas cisadane dibandingkan dengan varietas lainnya. Sama et. al., (1985) menyatakan bahwa varietas Cisadane merupakan kelompok tanaman To yang tidak memiliki gen ketahanan. Sementara pada varietas Sintanur walaupun panjang trikomanya paling pendek (44 µ) diantara varietas yang ditanam, namun tidak menunjukkan populasi wereng hijau yang tinggi, hal ini diduga kemampuan daripada wereng hijau untuk beradaptasi pada varietas Sintanur masih kurang karena baru mulai ditanam. Pada bulan Desember populasi tertinggi terdapat pada varietas Angke namun masih tidak berbeda nyata dengan varietas Cisadane.
17 Tabel 1.
Rata-rata jumlah populasi Wereng Hijau (Nephotettix sp.) (ekor/10 ayunan ganda jaring serangga) selama 3 kali pengamatan (umur 15, 30 dan 45 hst) pada beberapa Varietas Padi Unggul Nasional
Varietas Padi Ciherang Angke Tukad Balian Kalimas Way Apo Baru Widas Sintanur IR 64 IR 36 Cisadane BNJ 5 %
Populasi Wereng Hijau (ekor/10 ayunan ganda) Waktu tanam November Desember 10,01 a *) 13,34 a *) 10,66 a 34,33 b 5,34 b 6,33 c 6,00 bc 7,33 c 9,00 a 14,00 a 8,67 ac 24,67 d 6,33 bc 8,67 c 9,00 ac 16,67 ae 9,33 a 18,34 e 18,67 b 29,34 f 2,93 3,01
Januari 12,99 a 20,33 b 7,34 c 7,66 c 20,00 b 16,00 d 7,99 c 19,67 b 14,00 ad 24,00 e 2,75
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.
Populasi wereng hijau untuk semua varietas unggul nasional yang diuji yang ditanam bulan Desember dan Januari lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam bulan November seperti yang tertera pada Gambar 1. Perbedaan kepadatan populasi wereng hijau pada beberapa varietas unggul nasional yang ditanam bulan Desember dan Januari dengan yang ditanam bulan November diduga disebabkan karena faktor lingkungan pada masing-masing waktu tanam, terutama curah hujan dan kelembaban. Curah hujan dan kelembaban pada bulan Desember dan Januari relatip lebih tinggi dibandingkan dengan bulan November yaitu mencapai 384,8 mm/bulan dengan kelembaban 85% sedangkan bulan November curah hujannya 249,7 mm dengan kelembaban 83%. Menurut Widiarta, et. al., (1995) bahwa perkembangan populasi wereng hijau dan penyakit tungro musim hujan lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Dengan adanya perbedaan kepadatan populasi wereng hijau pada beberapa vaeietas padi unggul nasional ini secara tidak langsung akan mempengaruhi bobot gabah kering panen seperti yang tertera pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Tabel 2. Rata-rata bobot gabah kering panen (kg/petak) pada beberapa Varietas Padi Unggul Nasional Varietas Padi
Waktu tanam Nopember Desember
Januari
Ciherang
0,472 a*
0,451 a*
0,435 a*
Angke
0,437 b
0,409 b
0,354 b
Tukad Balian
0,527 c
0,540 c
0,527 c
Kalimas
0,534 c
0,531 d
0,518 d
Way Apo Baru
0,467 d
0,442 f
0,386 e
Widas
0,345 e
0,342 g
0,308 f
Sintanur
0,491 f
0,522 h
0,505 g
IR 64
0,386 e
0,355 i
0,308 f
IR 36
0,527 c
0,486 j
0,477 h
Cisadane
0,156 g
0,186 k
0,085 i
BNJ 5 %
0,07
0,06
0,04
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.
Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
18
40 35 30 25
November
Populasi 20
Desember Januari
15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Varietas
Gambar 1 : Rata-rata populasi Wereng Hijau (Nephotettix sp.) pada beberapa Varietas Padi Unggul Nasional (1.Varietas Ciherang, 2.Varietas Angke, 3. Varietas Tukad Balian, 4. Varietas Kalimas, 5. Varietas Way Apo Baru, 6. Varietas Widas, 7. Varietas Sintanur, 8. Varietas IR 64, 9. Varietas IR 36, 10. Cisadane)
0.6
0.5
0.4
November 0.3
Desember Januari
0.2
0.1
0 1
Gambar 2.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata bobot gabah kering panen (kg/petak) pada beberapa Varietas Padi Unggul Nasional (1.Varietas Ciherang, 2.Varietas Angke, 3. Varietas Tukad Balian, 4. Varietas Kalimas, 5. Varietas Way Apo Baru, 6. Varietas Widas, 7. Varietas Sintanur, 8. Varietas IR 64, 9. Varietas IR 36, 10. Varietas Cisadane)
Meidiwarman: Perkembangan populasi wereng …
19 Dari Gambar 2 terlihat bahwa sebagian besar varietas yang ditanam pada bulan November mempunyai bobot gabah kering panen relatip lebih tinggi dibandingkan yang ditanam bulan Desember dan Januari yaitu varietas Ciherang, Angke, Way Apo Baru, IR 64 dan IR 36. Hal ini diduga karena faktor curah hujan dan kelembaban yang relatip lebih tinggi pada bulan Desember dan Januari sehingga akan meningkatkan jumlah populasi wereng hijau yang sekaligus akan meningkat serangan virus tungro karena populasi wereng hijau berkorelasi positif serangan virus tungro (Anonim, 1977). Secara keseluruhan bobot gabah kering panen tertinggi terlihat pada varietas Tukad Balian dan Kalimas sedangkan terendah pada varietas Cisadane. KESIMPULAN Kesimpulan : 1. Semua Varietas Padi Unggul Nasional berpengaruh nyata terhadap populasi wereng hijau (Nephotettix sp.), dan bobot gabah kering panen.. 2. Berdasarkan waktu tanam , dari sepuluh Varietas Padi Unggul Nasional terdapat 3 varietas (Tukad Balian Kalimas dan Sintanur) agak tahan terhadap serangan wereng hijau (Nephotettix sp.) bila ditinjau dari kepadatan populasi , baik ditanam bulan November, Desember maupun Januari. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau (Nephotettix sp.) tertinggi terdapat pada varietas Cisadane. 3. Bobot gabah kering panen terlihat pada varietas Tukad Balian yang ditanam bulan Desember dan terendah pada varietas Cisadane yang ditanam bulan Januari Saran : Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada beberapa lokasi (multi lokasi) terutama pada daerah-daerah endemis serangan wereng hijau.
DAFTAR PUTAKA Anonim, 1997. Pengendalian Tungro. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. Anonim, 1977. Beberapa Hama dan Penyakit Padi. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Jakarta. Athwal, D.S., M.D. Pathak, E.H. Bcalangco and C.D. Pura, 1971. Genetics of resistance to brown planthopper and green leafhopper in Oryza sativa L. Crop Science 11. Kawabe, 1985. Mechanism of varietal resitance to the green leafhopper (Nephotettix cinticeps Uhier). JARQ Ling, KC, 1979. Rice Virus Desease. IIR Rezaul Karim , A.N.M. and M.D. Pathak, 1982. New genes for resitance to green leafhopper, Nephotettix virescens (Distant) in rice, Oryza sativa L. Crop Protection. Sama, S. dan S. A. Rizvi, 1985. Penerapan Konsep Pergiliran Varietas dalam Pengendalian Hayati Tungro. Balitan Sukamandi. Sama, S., 1990. Laporan Serangan Tungro pada PB 36. di Daerah Bali. Baliitan Maros Siwi, B. H. And G.S. Khush, 1977. New genes for resistance to green leafhopper, in rice. Crop Science 17. Siwi, S.S. dan I.D.M. Tantera, 1982. Pergeseran dominasi species wereng hijau di Indonesia serta kemungknan perannya dalam penyebaran virus tungro. Journal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1 (2). Widiarta, I. N., A. Hasanudin dan Yulianto, 1995. Keadaan Penyakit Pada Padi Sawah di Jawa barat dan Jawa Tengah. Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram.
Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008