BAB IV SISTEM FONEM BAHASA JAWA KUNA
1. Tata Bunyi dan Fonem Bahasa Jawa Kuna Bunyi dan fonem bahasa Jawa Kuna juga dapat dikelompokkan menjadi tiga, okal, konsonan, dan semi-vokal. Uraian fonem vokal, konsonan, dan semi-vokal beserta alofonalofonnya seperti di bawah. 2. Fonem Vokal dan Alofonnya Fonem vokal bahasa Jawa Kuna berjumlah sepuluh buah, yaitu : /i, ī, e, ê, ö, a, ā, u, ū, o/. Kesepuluh fonem vokal tersebut berdasarkan ketinggian lidah pada waktu diucapkan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu vokal tinggi /i, ī, u, ū /; vokal madya /e, ê, ö, o/;; dan vokal rendah / a, ā/. Berdasarkan bagian lidah yang bergerak sewaktu fonem vokal itu diucapkan dapat dikelompokkan menjadi tiga juga yaitu : vokal depan / i, ī, e/; vokal tengah / ê, ö, a, ā/; dan vokal belakang / u, ū, o/. Berdasarkan jarak lidah dengan langitlangit atau striktur sewaktu fonem vokal itu diucapkan dapat digolongkan menjadi empat, yaitu : vokal tertutup / i, ī, u, ū/; semi tertutup /e, o/; semi terbuka / ê, ö/; dan terbuka / a, ā/. Berdasarkan bentuk bibir waktu fonem vokal diucapkan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : vokal tak bulat /i, ī, e, ê, ö, a, ā/ dan vokal bulat /u, ū, o/. Bagian kesepuluh fonem vokal berdasarkan empat pembagian itu seperti terlihat dalam gambar satu berikut. Fonem vokal seperti juga fonem konsonan bersifat abstrak. Yang terucap dan terdengar oleh telinga adalah bunyi yang disebut alofon atau varian. Realisasi alofon atau varian sebuah fonem berbeda-beada menurut distribusi dan lingkungannya. Suatu fonem vokal yang berada pada suku kata tertutup alofonnya sering tidak sama dengan fonem vocal yang berada pada suku kata terbuka. Alofon dari kesepuluh fonem vocal tersebut berdasarkan distribusinya akan diberiakn di bawah. Urutan uraian disesuaikan dengan ketinggian lidah seperti dalam bagan sembilan berikut.
Universitas Gadjah Mada
1
a. Fonem Vokal T ggi dan Alofonnya Fonem vokal tinggi dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah empat, yaitu fonem vokal tinggi depan tak bulat tertutup /i, ī/ dan tinggi belakang depan bulat tertutup /u, ū/. Disebut vokal depan tinggi tak bulat tertutup karena fonem /i, ī/ realisasi alofonnya diucapkan dengan meninggikan bagian depan lidah, bentuk bibir dalam keadaan tak bulat, dan striktur dalam keadaan tertutup. Yang kedua, disebut vokal belakang tinggi bulat tertutup karena fonem /u, ū/ realisasi alofonnya diucapkan dengan meninggikan bagian belakang lidah, bentuk bibir dalam keadaan bulat, serta striktur dalam keadaan tertutup. Alofon masing-masing fonem itu menurut distribusi dan lingkungannya seperti di bawah. a. Alofon vokal tinggi /i/ Universitas Gadjah Mada
2
Fonem vokal tinggi depan /i/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara meninggikan bagian depan lidah, bentuk bibir dalam keadaan tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit dekat sehingga strikturnya tertutup, yang terjadi bunyi [i]. Kedua diucapkan dengan bagian depan lidah diletakkan dalam posisi lebih rendah sedikit daripada alofon [i], bentuk bibir dalam keadaan tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi-tertutup, yang terjadi adalah bunyi [i]. Ketinggian lidah bagian depan dalam mengucapkan bunyi [i] ini hampir sama dengan ketinggian lidah dalam mengucapkan bunyi [e]. Perbedaannya, posisi ketinggian dalam mengucapkan [e] sedikit lebih rendah. 1) Alofon [i] Alofon [i] muncul jika /i/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, seperti dalam kata berikut: Ilu
[ilu]
‘ikut’
dami
[dami] ‘jerami’
dina
[dma]
‘han’
hati
[hati]
‘hati’
cinta
[cintal
‘pikiran’
cit
[cit]
‘akal’
timba
[timba]
‘timba’
tis
[tis]
‘dingin’
2) Alofon [I] Alofon [I] muncul jika /i/ berdistribusi pada suku kata tertutup, contoh: kunir
[kunlr]
‘kunyit’
wis
[wls]
‘sudah’
lalis
[lalIs]
‘kejam’
sih
[sIh]
‘kasih’
balik
[baII?]
‘kembali’
ris
[rls]
‘halus’
b. Alofon vokal tinggi / ī/ Fonem vokal tinggi depan /i/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara meninggikan bibir dalam keadaan tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit dekat sehingga strikturnya tertutup, yang terjadi bunyi [1]. Kedua diucapkan dengan bagian depan lidah diletakkan dalam posisi lebih rendah sedikit daripada alofon [1] bentuk bibir dalam keadaan tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi tertutup, yang terjadi bunyi [I]. Posisi ketinggian dalam mengucapkan alofon vokal / I / sedikit lebih tinggi daripada alofon vokal /i/ 1) Alofon [i] Alofon [1] muncul jika /I/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, seperti: jiwa [jiwa] ‘jiwa’
nari [nari] ‘wanita’
lina [fina] ‘hilang’
saki [saki] ‘sahabat’
hina [hina] ‘buruk’
nadi [nadi] ‘sungai’
jima [jima] ‘cela’ dipta [dipta] ‘cahaya’ Universitas Gadjah Mada
3
kirti [kirti] ‘ama!’
2) Aiofon [I] Alofon (I) muncul jika /i/ berdistribusi pada suku kata tertutup, contoh:
c. Alofon vokal tinggi /n/ Fonem vokal tinggi belakang /n/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara meninggikan bagian belakang lidah, bentuk bibir dalam keadaan bulat, jarak bagian helakang lidah dengan langit-langit dekat sehingga strukturnya tertutup, yang terjadi bunyi [u]. Kedua diucapkan dengan bagian lidah belakang diletakkan dalam posisi lebih rendah sedikit daripada alofon [u], bentuk bibir dalam keadaan bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi tertutup, yang terjadi bunyi [U]. Ketinggian lidah bagian belakang dalam mengucapkan bunyi [U] ini hampir sama dengan ketinggian lidah dalam mengucapkan bunyi [o]. Perbedaannya, posisi ketinggian dalam mengucapkan bunyi [o] sedikit lebih rendah. 1) Alofon [u] Alofon [u] muncul jika /u/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, contoh: ulah [ulah]
‘perbuatan’
damu [damu] ‘tiup’
udara [udara]
‘perut’
caru [caru] ‘campur’
bhuja [bhuja]
‘lengan’
tiru [tim] ‘tim’
tumbas [tumbas]
‘bell’
rungki [ru η ki]
‘sarung keris’
pundak [punda?]
‘pundak’
Alofon [u] dan fonem /n/ juga muncul pada suku kata tertutup yang mempunyai nilai rasa, seperti: duh [duh] ‘aduh’ aduh [aduh] ‘aduh’
2) Atofon [U] Alofon [U] muncul jika /n/ berdistribusi pada suku kata tertutup, contoh: ayun [ayUn]
‘lepas’
bhukti [bhUkti]
‘makanan’
duk [dU?]
‘ijuk’
durjana [dUrjana]
‘jahat’
Universitas Gadjah Mada
4
getung [gêlUr)] ‘sanggul’
puspita [pUspita]
‘bunga’
d. Alofon vokal tinggi /ü/ Alofon vokal tinggi belakang /ü/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan meninggikan bagian belakang lidah, bentuk bibir dalam keadaan bulat, jarak bagian belakang lidah dengan langit-langit dekat sehingga strikturnya tertutup, yang terjadi bunyi [U]. Kedua diucapkan dengan bagian lidah belakang diletakkan dalam posisi lebih rendah sedikit daripada alofon [U], bentuk bibir dalam keadaan bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi tertutup, yang terjadi bunyi [U]. Ketinggian lidah bagian belakang dalam mengucapkan bunyi [] dan [] sedikit lebih tinggi daripada [u] dan [U]. 1) Alofon [ü] Alofon [ü] muncul jika /ü/ berdistribusi pada suku kata terbuka, contoh: ‘cepat’
sibŪ [sibü] ‘mandi’
jUti
[jti]
küla
[küla] ‘tepi’
rempü [rempü] ‘hancur’
müsika
[mÜsika]‘tikus’
dudü [dudü] ‘bukan’
müla
[mÜla] ‘akar’
rurü [rurü] ‘gugur’
2) Alofon[U] Alofon [Ū] muncul jika /ū/ berdistribusi pada suku kata tertutup, seperti: tūt [tŪt] ‘turut’
alŪm [alŪm] ‘layu’
sūp [ sUp] ‘masuk’
arūm [arŪm] ‘harum’
mūrti [mUrti] ‘penjelmaan’
tambūl [tambŪl]
pūrwaka [pUrwaka] ‘permulaan’ tuūrn [turŪn] ‘turun’
b. Fonem Vokal Madya dan Alofonnya Fonem vokal madya dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah empat buah, yaitu vokal madya depan tak bulat semi tertutup /e/, vokal madya tengah tak bulat semi terbuka /ê, ö/. dan vokal madya belakang bulat semi tertutup /o/. Alofon keempat fonem itu menurut distribusi dan lingkungannya seperti di bawah. a. Alofon vokal madya /e/ Fonem vokal madya depan /e/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara meletakkan bagian depan lidah dalam posisi madya, bentuk bibir tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi-tertutup, yang terjadi bunyi [e]. Ketinggian lidah bagian depan dalam mengucapkan bunyi [e] ini sedikit lebih rendah daripada bunyi [I]. Kedua diucapkan dengan cara meletakkan bagian depan lidah dalam posisi madya tetapi lebih rendah sedikit daripada bunyi [e], bentuk bibir tidak bulat, Universitas Gadjah Mada
5
jarak lidah dengan langit-langit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [e]. 1) Alofon [e] Alofon [e] dapat muncul jika /e/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, contoh: ‘agar’
luse [luse]
‘turun’
hema [hema]
‘emas’
made [made]
‘pendapa’
cetana [cetana]
‘akal’
bale [bale]
‘bangsal’
kewala [kewala]
‘hanya’
sure [sare]
‘lereng’
pendah[pendah]
‘indah’
wesma [wesma]
‘rumah’
gempor[gempor]
‘gempor’
rempong [rempo]
‘pincang’
ena
[ena]
2) Alofon [€] Alofon [€] dapat muncul jika /e/ dalam distribusi terbuka atau tertutup, contoh: ceti [c€ti] ‘dayang-dayang’
celeng [c€l€ η ] ‘celeng’
hetu [h€tu] ‘sebab’
bebek [b€b€?] ‘itik’
ewer [€w€r] ‘sebar’
dedel [d€d€l] ‘lepas’
wet [w€t] ‘sebab’
raden [rad€n] ‘gelar’
hertali [h€rtali) ‘air terjun’
wan€h [wan€h] ‘yang lain’
jengkel [j€ η k€ l]‘lumpuh’
rendeng[r€nd€ η ] ‘jamur’
b. Alofon vokal madya [ê] Fonem vokal madya tengah /ĕ/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan cara meletakkan bagian tengah lidah dalam posisi madya, bentuk bibir tidak jarak bagian tengah lidah dengan langit-langit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [e]. Alofon [ê] ini bisa terjadi apabila distribusi pada kata terbuka atau tertutup, seperti: êbun [êbunj ‘embun’
lawê [lawê] ‘lama’
bêcik [bed?] ‘baik’
renge [rê η é] ‘dengar’
hémas [hêmas] ‘ernas’
gêgê [gêgê] ‘percaya’
drês [drês] ‘deras’
cangkêm [cakêm] ‘mulut’
êndut [ndUt] ‘lumpur’
garnêt [gamél] ‘pegang’
ênti [énti] ‘habis’ .
halêp [halêp] ‘indah’
Universitas Gadjah Mada
6
c. Alofon vokal [ö] Fonem vokal madya tengah panjang /ö/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara meletakkan bagian tengah lidah dalam posisi madya, bentuk bibir bulat, jarak bagian tengah lidah dengan langit-langit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [ö]. Alofon [ö] diucapkan lebih panjang daripada dan dapat terjadi apabila berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, contoh: ösö [Usö] ‘lahir’
hênö [hênö] ‘celup’
pöyêh [payêh] ‘kencing’
parö [parö] ‘dekat’
sösêr [sösér] ‘putar’
lêyö [léyo] ‘licin’
göng [gö η ] ‘besar’
ingöt [i η göt] ‘ingat’
pöngpöng [pö η pö η ] ‘giat’
kétör [kétör] ‘gemetar’
d. Alofon vokal madya /o/ Fonem vokal madya belakang /o/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara meletakkan bagian belakang hidah dalam posisi madya, bentuk bibir bulat, jarak bagian belakang lidah dengan langit-langit agak dekat sehingga strikturnya semi tertutup, yang terjadi adalah bunyi [o]. Kedua diucapkan dengan cara meletakkan bagian belakang lidah dalam posisi madya tetapi lebih rendah sedikit daripada bunyi [o], bentuk bibir bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [0] 1) Alofon [o] Alofon [o] ini dapat muncul apabila /o/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, contoh: olan
[olan]
‘ulat’
siwo
[siwo] ‘canda’
pora
[pora]
‘rakyat’
jêro
[jêro]
soma [soma]
‘buhan’
kapo
[kapo] ‘jadi’
lolita
‘gelisah’
go
[go]
mokta [mokta]
‘bebas’
bhoh
[bhoh] ‘mari’
gosti
‘rapat’
op
[op]
‘peduli
‘penikmat’
hop
[hop]
‘hop (kata seru)’
[lolita]
[gosti]
bhokt [bhoktã]
‘dalam’ ‘lembu’
2) Alofon [ ] Alofon [ ] dapat muncul apabila /o/ berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup contoh: kori
[k ri]
‘pintu’
kokoh [k k h]
‘nasi kuah’
yoni
[y ni]
‘kesuburan’
rondon [r nd n]
‘daun’
moni
[m ni]
‘diam’
têgor [têg r]
‘tebang’
Universitas Gadjah Mada
7
kontên [k ntên]
‘pintu’
cor
[c r]
‘sumpah’
tonton [t nt n]
‘lihat’
pingsor
[pi η s r]
‘ke bawah’
botrawi [b trawi]
‘dmding batu’ gëpok
[gép ?]
‘sentuh’
c. Fonem Vokal Rendah dan Alofonnya Fonem vokal rendah dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah dua, yaitu vokal rendah tengah tidak bulat terbuka pendek /a/ dan vokal rendah tengah tidak bulat semi terbuka panjang /a/. Disebut vokal rendah tengah tidak bulat terbuka karena fonem /a/ realisasi alofonnya diucapkan dengan meletakkn bagian depan lidah dalam posisi rendah ke tengah, bentuk bibir tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit jauh sehingga striktumya terbuka, yang terjadi bunyi [a]. Kedua, disebut vokal rendah tengah tidak bulat semiterbuka karena fonem /à/ realisasi alofonnya diucapkan dengan meletakkan bagian depan lidah dalam posisi rendah ke tengah, bentuk bibir tidak bulat, jarak lidah dengan langitlangit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [ãAlofon kedua fonem itu menurut distribusinya seperti di bawah. a. Alofon vokal rendah /a/ Fonem vokal rendah tengah /a/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara meletakkan bagian depan lidah dalam posisi rendah ke tengah, bentuk bibir tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit jauh sehingga striktumya terbuka, yang terjadi bunyi [a]. Alofon [a] ini dapat terjadi dalam distribusi suku kata terbuka atau tertutup, contoh: aba
[aba]
‘suara’
cora
bahu
[bahu]
‘pundak’
dewa [dewa]
‘dewa’
acala [acala]
‘gunung’
karna [karna]
‘telinga’
sah
‘pisah’
mihat [mihat]
‘melihat’
jampi [jampi]
‘obat’
lêmah [lêmah]
‘bumi’
nandaka [nandaka]
‘berkah’
wilah [wilah]
‘bilah’
[sah]
[cora]
‘pencuri’
b. Alofon vokal rendah /à/ Fonem vokal rendah tengah /à/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara meletakkan bagian depan lidah dalam posisi rendah ke tengah, bentuk bibir tidak bulat, jarak lidah dengan langit-langit agak jauh sehingga strikturnya semi-terbuka, yang terjadi adalah bunyi [a]. Alofon [a] dapat muncul apabila fonem là! berdistribusi pada suku kata terbuka atau tertutup, contoh: Jāta
[jãta]
lāwon [lãwanj
‘matahari’
kalā
[kalã]
‘jerat’
‘dengan’
nanā
[nanãj
‘hancur’
Universitas Gadjah Mada
8
mānasa
[mānasa]
‘hati’
usadhā
[usadhā]
‘obat’
ãdi
[adi]
‘pertama’
ulā
[ulā]
‘ular’
rāt
[rat]
‘dunia’
manāg
[manã η ]
‘emas’
kānti
[kānti]
‘cahaya’
hêmās
[hémās]
‘emas’
bhāskara
[bhāskara]
‘matahari’
sāksāt
[sãksät]
‘jelas’
kãmuka
[kārmuka]
‘busur’
awãs
[awãs]
‘terang’
Dari uraian fonem-fonem vokal beserta alofonnya di atas dapat seperti dalam bagan sepuluh berikut. Bagan 10 Alofon Vokal Bahasa Jawa Kuna
Universitas Gadjah Mada
9
3. Fonem Konsonan Bahasa Jawa dan Alofonnya Fonem konsonan bahasa Jawa Kuna berdasarkan tempat artikulasi dapat dikelompokkan menjadi Sembilan jenis. Kesembilan jenis itu ialah bilabial /p,ph,bh,bm/ ; labio-dental /w/ ; apiko dental /t,th,t,dh/ ; apiko alveolar /n,l,r/; apikopalatal /,d,m,s/; lamino-albeolar /s/; medio-palatal /c,ch,j,jh,ň,y/ ; dorso-velar /kh,g,gh,
η / ; dan laringal /h/. jumlah seluruhnya 30 buah. Berdasarkan cara dihambat atau cara diartikulasikan, konsonan bahasa Jawa Kuna dapat dibagi menjadi eman jenis, yaitu konsonan hambat letup /b,bh,ph,t,th,d,dh,t,d,c,ch,j,jh,k,kh,g,gh/ ; nasal /m,n,n,ň,
η /; sampingan /l/; geseran /s,s,h/;getar /r/; dan semi-vokal /w,y/. selain itu, konsonan bahasa Jawa Kuna Dapat dipat Jawa Kuna dapat dibagi pula menurut hubungan posisional antar penghambat atu striktur, bergetar tidak pita suara, dan apakah konsonan itu dapat diartikulasikan secara berkelanjutan atu tidak. Bagan 30 buah fonem konsonan berdasarkan lima pembagian itu seperti terlihat dalam gambar satu berikut. Fonem sebagai pembeda arti adalah abstrak. Yang terucap dan terdengar oleh telinga adalah bunyi, disebut alofon atau varian. Alofon atau varian sebuah fonem realisasinya berbeda-beda menurut distribusinya. Suatu fonem yang berdistribusi pada pada awal, tengaj, dan akhir kadang-kadang alofonnya tidak sama. Alofon
dari 30 konsonan itu berdasarkan distribusinya akan diberikan di bawah.
Urutan uraian disesuaikan menurut tempat artikulasinya seperti dalam bagan sebelas berikut.
Universitas Gadjah Mada
10
Universitas Gadjah Mada
11
a. Fonem Konsonan Bilabial dan Alofonnya Fonem konsonan bilabial dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah lima, yaitu /p, bh, ph, b, m/. Disebut bilabial karena kelima fonem itu realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan kedua bibir, atas dengan bawah. Alofon masing-masing fonem itu menurut distribusinya sebagai berikut.
a. Alofon bilabial nonkontinuan /o/ Fonem bilabial nonkontinuan /p/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menjadi letupan. Pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [p]. Kedua diucapkan tanpa letupan, letupannya dilepaskan atau dihilangkan, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [p].
1) Alofon [p] Alofon [p] muncul jika /p/ berdistribusi pada awal kata, awal suku kata, atau sebagai pengunci kata, seperti dalam kata-kata berikut: pisan [pisan]
‘sekali’
lumpu [lumpu]
‘membungkuk’
pada
‘tempat ‘
rêpat [rêpat]
‘rapat’
[pada]
kêrêp [kêrêpj
‘kerap’
hinêp [hinêp]
‘map’
Fonem /p/ pada penutup atau pengunci kata beralofon [p], jika kata yang berpenutup /p/ itu tidak berdistribusi pada akhir kalimat. Jika kata yang berpenutup /p/ itu berada pada akhir kalimat maka /p/ alofonnya adalah [p]. 2) Alofon [p] Alofon [p] muncul jika /p/ berdistribusi pada penutup kata, dan kata yang bersangkutan berada pada akhir kalimat, contoh: . . . tan harêp
[. . . tan harêp#]
‘ . . . tidak mau’
. . . nora anginêp
[. . . nora atinêp#]
‘ . . . tidak menginap’
b. Alofon bilabial nonkontinuan /h/ Alofon bilabial nonkontinuan /ph/ mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara arus udara dari paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara tidak ikut bergetar, disertai dengan bunyi aspirasi [h], yang terjadi adalah bunyi [ph]. Fonem /ph/ hanya berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata, langsung diikuti oleh vokal. Contoh:
Universitas Gadjah Mada
12
phala [phala]
‘hasil’
repha [repha]
‘huruf r’
phalya [phalya]
‘bunga’
aphala [aphala]
‘tidak berhasil’
mahãphala [mahaphala] ‘sangat bermanfaat’
c. Alofon bilabial nonkontinuan /b/ Fonem bilabial nonkontinuan /b/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tibatiba sehingga terjadi letupan. Pita suara ikut bergetar, yang terjadi bunyi [b]. Alofon [b] muncul jika /b/ berdistribusi pada awal kata, suku kata, atau sebagai pengunci kata, seperti dalam kata-kata berikut: bisan [bisan] ‘besan’ bata
[bata] ‘tembok’
‘abu’
abu
[abu]
lêbu
[lêbu] ‘masuk’
parab [parab] ‘nama’ kukub [kukub] ‘selimut’
d. Alofon bilabial nonkontinuan /bh/ Fonem bilabial nonkontinuan /bh/ mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara ikut bergetar, disertai dengan bunyi aspirasi [h], yaitu terjadi adalah bunyi [bh]. Fonem /bh/ hanya berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata, langsung diikuti oleh vokal. Contoh: bhakta
[bhakta]
‘makanan’
bhoga
[bhoga]
‘kesenangan’
garbha
[garbha]
‘perut’
kumbha
[kumbha]
‘periuk’
e. Alofon bilabial kontinuan /m/ Fonem bilabial kontinuan /m/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara arus dan paru-paru melalui mulut dihambat secara rapat. Bersama dengan itu langitlangit lunak bersama anak tekaknya diturunkan, sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar. Yang terjadi adalah bunyi [m]. Kedua hambatannya dilepaskan atau hambatan itu terjadi sebaliknya, yang tejadi bunyi [m]. Uraian kedua aIofon itu berdasarkan distribusinya seperti di bawah.
Universitas Gadjah Mada
13
1) Alofon [m] Alofon [m] muncul jika /m/ berdistribusi pada awal kata, suku kata, atau sebagai penutup kata, contoh: manah
[manah]
‘jiwa’
pêlêm [pélêm]
‘lemak lembu’
mêna η
[mêna η ]
‘menang’
pêrêm [pêrem]
‘tidur’
camah
[camah]
‘kotor’
umah
[umah]
‘rumah’
Fonem /m/ akhir kata mempunyai alofon [m], jika kata yang berakhir dengan /m/ itu tidak berada pada akhir kalimat. Jika kata yang berakhir dengan /m/ itu berdistribusi pada akhir kalimat maka /m/ alofonnya [m].
2) Alofon [m] Alofon [m] muncul jika /m/ berdistribusi pada akhir kata, dan kata yang berakhir dengan /m/ itu berada pula pada akhir kalimat, contoh: ... nora pêrêm.
[. . . nora pêrêm#] ‘. . . tidak tidur’
... kadi kram.
[. . . kadi kramW] ‘ . . . seperti sinar’
…tan angirim.
[. . . tan angirim#] ‘. . . tidak mengirim makanan’
b. Fonem Konsonan Lablo-dental dan Alofonnya Fonem konsonan labio-dental dalam bahasa Jawa Kuna ada satu, yaitu /w/. disebut labio-dental karena fonem itu relaisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan bibir bawah dengan gigi atas. Alofon fonem itu hanya satu, yaitu diucapkan dengan hambatan bibir bawah dengan gigi atas dalam bentuk bibir belum bulat seperti dalam menghasilkan vokal [u], pita suara ikut bergetar, bunyi yang terjadi ialah semi-vokal [w]. Fonem ini hanya berdistribusi pada awal kata atau di tengah sebagai awal suku kata, sebagai penutup kata tidak dapat. Contoh alofon [w] terdapat dalam kata: wana [wana] ‘hutan’ wala
[wala] ‘kekuatan’
rawi
[rawi] ‘matahari’
liwung [liwu η ] ‘kosong’
c. Fonem Konsonan Apiko-dental dan Alofonnya Fonem konsonan apiko-dental dalam bahasa Jawa Kuna ada empat, yaitu /t/, /th, /d/, dan /dh/. Disebut apiko-dental karena keempat fonem itu realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan ujung lidah dengan gigi atas. Alofon keempat fonem itu menurut distribusinya sebagai berikut.
Universitas Gadjah Mada
14
a. Alofon apiko-dental nonokontinuan /t/ Fonem apiko-dental nonkontinuan /t/ sekurang-kurangnya mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [t]. Kedua diucapkan tanpa letupan, letupannya dilepaskan atau dihilangkan, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [t]. Uraian masing-masing alofon itu seperti di bawah. 1) Alofon [t] Alofon [t] muncul jika /t/ berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata, tengah kata, dan akhir kata sebagai penutup kata apabila kata yang berakhir dengan /t/ itu tidak berada pada akhir kalimat, contoh: alaga [alaga]
‘telaga’
hatêp [hatêp]
‘atap’
tiga
[tiga]
‘tiga’
rakta
[rakta]
‘merah’
jagat
[jagat]
‘jagat’
ingét
[i η ét]
‘ingat’
2) Alofon [t] Alofon [t] muncul jika [f] berdistribusi pada akhir kalimat, dan kata yang bersangkutan berada pada akhir kalimat, contoh: …tan pêgat.
[. . . tan pêgat#]
‘tidak putus’
... tan pêcat.
[. . . tan pêcat#]
‘tidak lepas’
b. Alofon apiko-dental nonkontinuan /th/ Fonem apiko-dental nonkontinuan /th/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara menghambat secara rapat arus udara dan paru-paru kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara tidak ikut bergetar, disertai aspirasi, yang terjadi adalah bunyi [th]. Alofon [th] muncul jika /th/ berdistribusi path awal kata atau di tengah kata sebagai awal suku dan langsung diikuti oleh vokal, contoh: ‘petani’
thãni
[thani]
thãniwisaya
[thaniwisaya] ‘pedesaan’
nãtha
[natha]
‘raja’
prathama
[prathama]
‘pertama’
Universitas Gadjah Mada
15
c. Alofon api/co-dental nonkontinuan /d/ Fonem apiko-dental nonkontinuan /d/ sekurang-kurangnya mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru dihambat secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara ikut bergetar, yang terjadi bunyi [d]. Kedua diucapkan tanpa letupan, letupannya dilepaskan atau dihilangkan, pita suara ikut bergetar, yang terjadi bunyi [d]. Uraian masing-masing alofon itu seperti di bawah. 1) Alofon [d] Alofon [d] muncul jika /d/ berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata, tengah kata, dan akhir kata sebagai penutup kata apabila kata yang berakhir dengan /d/ itu tidak berada pada akhir kalimat, contoh: doh
[doh]
‘jauh’
mada [mada]
‘mabuk’
data
[duta]
‘utusan’
pada
[path]
‘sinar’
alad
[aladi]
‘nyala’
larad
[larad]
‘hilang’
2) Alofon [d] Alofon [d] muncul jika /d/ berdistribusi pada akhir kata, dan kata yang bersangkutan berada path akhir kalimat, contoh: . . . tan malad.
[. . . tan malad#]
‘tidak menyala’
. . . tan larad.
[. . . tan larad#]
‘tidak hilang’
d. Alofon api/co-dental nonkontinuan /dh/ Fonem apiko-dental nonkontinuan /dh/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan eara menghambat secara rapat arus udara dan paru-paru kemudian hambatan itu dilepaskán secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara ikut bergetar, disertai aspirasi, yang terjadi adalah bunyi [dh]. Fonem /dh/ hanya berdistribusi pada awal kata atau di tengah kata sebagai awal suku. Contoh: dhana [dhana]
‘uang’
madhu [madhu]
‘madu’
dhanu [dhanu]
‘busur’
adhah [adhah]
‘bawah’
Universitas Gadjah Mada
16
d. Fonem Konsonan Apiko-alveolar dan Alofonnya Fonem konsonan apiko-alveolar dalam bahasa Jawa Kuna ada tiga, yaitu /n, l, r/. Disebut apiko-alveolar karena ketiga fonem itu realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan ujung lidah dengan gusi bagian dalam. Uraian alofon-alofon ketiga fonem itu seperti di bawah. a. Alofon apiko-dental kontinuan /n/ Fonem apiko-alveolar kontinuan /n/ mempunyai dua alofon. Pertama diucapkan dengan cara arus udara dan paru-paru melalui mulut dihambat secara rapat. Bersama dengan itu langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan, sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar. Yang terjadi adalah bunyi [n]. Kedua hambatannya dilepaskan atau hambatan itu terjadi sebaliknya, yang terjadi bunyi [n]. Munculnya kedua alofon [n] dan [n] untuk fonem /n/ sama dengan cara diucapkan alofon [m] dan [m] untuk fonem /m/, perbedaan hanya pada tempat artikulasi (bandingkan dengan uraian alofon bilabial kontinuan /m/ di atas). Uraian masing-masing alofon itu berdasarkan distribusinya seperti di bawah. 1) Alofon [n] Alofon [n] muncul jika /n/ berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata, tangah kata, dan akhir kata apabila kata yang berakhir dengan /n/ itu tidak berada pada akhir kalimat, contoh: nora
[nora]
‘tidak’
pêrahu [pêrauh]
‘perahu’
naya
‘tuntunan’
[naya]
wana [wana]
‘hutan’
gwan [gwanl
‘tempat’
kuyan [kuyan]
‘beban’
2) Alofon [n] Alofon [n] muncul jika /n/ berdistribusi pada akhir kata, dan kata yang bersangkutan berada pada akhir kalimat, contoh: … tan hana kuyan
[. . . tan hana kuyan#]
‘ . . . tidak ada beban’
... tan tinakwanan
[. . . tan tinakwanan#]
‘ . . . tidak ditanyai’
b. Alofon apiko-alveolar kontinuan /1/ Fonem apiko-alveolar kontinuan /1/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menutup arus udara di tengah rongga mulut sehingga udara keluar melalui kedua samping atau sebuah samping saja. Bunyi yang terjadi adalah [1], contoh:
Universitas Gadjah Mada
17
larang
[laraij]
‘mahal’
tiring
[liri η ]
‘link’
mandata
[mandala]
‘daerah’
halêp
[haiêp]
‘indah’
rangkal
[ra η kal]
‘panjat’
tanggat
[ta η gal]
‘lepas’
c. Alofon apiko-alveotar kontinuan /r/ Fonem apiko-alveolar kontinuan In hanya mempuyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat jalannya arus udara dan paru-paru secara berulang-ulang dan cepat, yang terjadi adalah bunyi [r]. Dalam semua distribusi alofonnya sama yaitu [r], contoh: rena
‘senang’
[rena]
pêrêk [pêrêk]
‘dekat’
ralcsã [raksa]
‘jaga’
parang [pararj]
‘karang’
jamur [jamur]
‘jamur’
kêkêr [keker]
‘kekar’
lêbar
‘bubar’
[lêbar]
e. Fonem Apiko-palatal dan Alofonnya Fonem konsonan apiko-palatal dalam bahasa Jawa Kuna ada tiga, yaitu /t/, /d/, /n/, dan /s/. Disebut apiko-palatal karena ketiga fonem itu realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan ujung lidah dengan langit-langit keras. Uraian alofon ketiga fonem itu seperti di bawah. a. Alofon apiko-palatal nonkontinuan /t/ Fonem apiko-palatal nonkontinuan /t/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat sacara tiba-tiba, pita suara tidak ikut bergetar. Bunyi yang terjadi adalah [t]. Fonem /t/ dalam bahasa Jawa Kuna hanya biasa berdistribusi pada awal kata atau awal suku kata saja, tidak bisa sebagai pengunci kata. Contoh: tong
[to η ] ‘bunyi ketukan’
pata
[pata] ‘pakaian’
tika
[tika]
patu
[patu] ‘tajam’
‘huruf
Universitas Gadjah Mada
18
b. Alofon apiko-palatal nonkontinuan /d/ Fonem apiko-alveolar nonkontinuan /d/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari pada-pada secara penuh kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba, pita suara ikut bergetar, bunyi yang terjadi ialah [d]. Fonem /d/ hanya berdistribusi /d/ pada awal kata atau di tengah kata sebagai awal suku, contoh: dada
[dadal ‘dada’
pada
[pada] ‘sama’
dahut [dahut] ‘cabut’ [sada] ‘rencana’
sada
c. Alofon apiko-palatal kontinuan /n/ Fonem apiko-palatal kontinuan /n/ mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru-paru secara rapat. Bersama dengan itu langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan, sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar. Bunyi yang terjadi ialah [n]. Fonem /n/ hanya berdistribusi di tengah kata. Contoh: rana
[rana]
‘pertempuran’
rena
[rena]
‘senang’
musna [musna]
‘musnah’
warna [warna]
‘rupa’
d. Alofon apiko-palatal kontinuan /s/ Fonem apiko-palatal kontinuan /s/ mempunyai dua alofon, yaitu diucapkan dengan menyempitkan jalannya arus udara dari paru-paru, sehingga arus udara terhalang dan keluar dengan bergeser. Pita suara tidak ikut bergetar. Alat yang dipakai untuk menyempitkan bisa ujung lidah atau tengah lidah dengan dasar artikulasi langit-langit keras. Yang pertama alofon yang terjadi ialah [s]. Yang kedua alofon yang terjadi adalah [s]. Fonem /s/ berdistribusi pada awal kata dan di tengah kata. Contoh : sadguna
[sadguna]
‘enam sifat’
sasti
[sasti]
‘enam puluh’ rosa [rosa] ‘merah’
sarana
[sarana]
‘perlindungan’ sona [sona] ‘anjing’
sirna
[sirna]
‘binasa’ kawasa [kawasa] ‘kuasa’
wasa
[wasa]
‘tiba-tiba’
f.
Fonem Konsonan Lamino-alveolar Kontinuan dan Alofonnya Fonem konsonan lamino-alveolar dalam bahasa Jawa Kuna ada satu, yaitu /s/. Disebut
lamino-alveolar karena fonem ini realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan daun lidah Universitas Gadjah Mada
19
dengan gusi dalam atas. Alofon fonem ini hanya satu alofon, yaitu diucapkan dengan menyempitkan jalannya arus udara dan paru-paru, sehingga ants udara terhalang dan keluar dengan bergeser, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [s]. Fonem /s/ bisa berdistribusi, bisa path awal, tengah dan akhir kata. Dalam ketiga distribusi itu alofonnya sama, yaitu [s], contoh: sabuk [sabuk]
‘sabuk’
kalasa [kalasa]
‘tikar’
sada
‘rencana’
[sada]
pêsêh [pêsëh]
‘lelah’
saha
‘dengan’
[saha]
kêbês [kebês]
‘basah’
riris
‘lembut’
[riris]
g. Fonem Konsonan Medio-palatal dan Alofonnya Fonem konsonan medio-palatal dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah enam, yaitu /c, ch, j, jh, ň/, dan /y/. Disebut medio – palatal karena keenam fonem itu realisasi alofonnya diucapkan dengan hambatan tengah lidah dengan langit – langit keras. Uraian alofon keenam fonem itu seperti di bawah. a. Alofon medio – palatal nonkontinuan /c/ Fonem medio – palatal nonkontinuan /c/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat secara penuh arus udara dari paru-paru kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba, pita suara tidak ikut bergetar. Bunyi yang terjadi adalah /c/. Fonem /c/ dalam bahasa Jawa kuna hanya bisa berdistribusi pada awal kata atau di tengah kata sebagai awal suku. Dalam kedua distribusi itu alofonnya sama, yaitu [c], contoh : caya
[caya]
‘sinar’
kucak [kucak]
‘goncang’
cora
[cora]
‘pencuri’
laca
[laca]
‘tepi’
cacar [cacar]
‘santap’
b. Alofon medio – palatal nonkontinuan /ch/ Fonem medio – palatal nonkontinuan /ch/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru - paru secara penuh kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba, pita suara tidak ikut bergetar, disertai aspirasi, bunyi yang terjadi adalah [ch]. Fonem /ch/ tidak bisa sebagai pengunci kata, hanya bisa pada awal kata atau di tengah kata. Dalam kedua distribusi itu alofonnya sama, yaitu [ch], contoh :
Universitas Gadjah Mada
20
chatra
[chatra]
‘payung’
puccha
[puccha]
‘ekor’
chaya
[chaya]
‘naung’
c. Alofon medio – palatal nonkontinuan/j/ Fonem medio-palatal nonkontinuan /j/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat secara penuh arus udara dari paru - paru kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba, pita suara ikut bergetar. Bunyi yang terjadi adalah [j]. Fonem /j/ dalam bahasa Jawa Kuna hanya bisa berdistribusi pada awal kata atau di tengah kata sebagai awal suku, tidak bisa pada akhir sebagai penutup kata. Dalam kedua distribusi itu alofonnya sama, yaitu [j], contoh: jalu
[jal]
‘laki-laki’
ajang
[aja η ]
‘piring’
julung
[julu η ]
‘untung’
baju
[baju]
‘baju’
d. Alofon medlo-palatal nonkontinuan /jh/ Fonem medio-palatal nonkontinuan /jhl mempunyai sata alofon, diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru - paru secara penuh kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba, pita suara ikut bergetar, disertai aspirasi bunyi yang terjadi adalah [jh]. Fonem /jh/ tidak bisa sebagai pengunci kata, hanya bias pada awal kata sja, contoh : e. Alofon medio – palatal kontinuan /ň/ Fonem medio – palatal kontinuan /ň/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru – paru melalui mulut secara rapat. Bersama dengan itu langit – langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan, sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar. Bunyi yang terjadi adalah [ň] juga hanya berdistribusi pada awal kata atau di tengah saja, sebagai penutup kata tidak dapat. Dalam kedua distribusi itu alofonnya sama, yaitu [ň], contoh : nyamu
[flamu]
‘kunyah’
nyamut
[namutj
‘hampir tidak nampak’
anyaj
[aflaij]
‘tawar’
banyu
[baflu]
‘air’
f.
Alofon medio – palatal kontinuan /y/ Fonem medio – palatal kontinuan /y/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan
dengan hambatan tengah lidah hampir merapat pada langit – langit keras. Posisi lidah lebih tinggi sedikit daripada posisi dalam mengucapkan vocal [i], tetapi lebih rendah sedikit
Universitas Gadjah Mada
21
daripada mengucapkan konsonan medio-palatal [j]. Pita suara ikut bergetar. Karena bunyi [y] disebut semi-vokal. Fonem [y] dalam bahasa Jawa Kuna berdistribusi pada awal kata atau di tengah kata saja, pada akhir kata sebagai penutup tidak bisa. Contoh alofon [y] terdapat dalam kata : yogi
[yogi]
‘pendeta, pertapa’
yayah
[yayah]
‘ayah’
bãyu
[bayuj
‘angin’
naya
[naya]
‘tuntunan’
h. Fonem Konsonan Dorso – velar dan Alofonnya Fonem konsonan dorso-velar dalam bahasa Jawa Kuna berjumlah lima, yaitu /k, kh, g, ghl dan /i/. Disebut dorso-velar karena kelima huruf fonem itu realisasinya diucapkan dengan hambatan pangkal lidah dengan langit-langit lunak.Uraian alofon kelima fonem itu seperti di bawah. a. Alofon – dorso – velar nonkontinuan /k/ Fonem dorso-velar nonkontinuan /k/ mempunyai dua arus alofon. Pertama diucapkan dengan cara menghambat arus udara dan paru-paru secara rapat, hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi adalah bunyi [k]. Kedua diucapkan tanpa letupan, letupannya dilepaskan atau dihilangkan, pita suara tidak ikut bergetar, yang terjadi bunyi [k]. Uraian masing-masing alofon itu seperti di bawah. 1) Alofon [k] Alofon [k] muncul jika /k/ berdistribusi pada awal kata atau di tengah awal suku dan pada akhir kata, contoh : kathã
[katha]
‘cerita’
kaka
[kaka]
‘kakak’
kurug
[kurug]
‘baju barut’
loka
[loka]
‘dunia’
kedek
[kedek]
‘hangus’
pêrêk
[pêrêk]
‘dekat’
2) Alofon [k-] Alofon [k-] muncul jika /k/ berdistribusi pada akhir kata dan kata yang bersangkutan berada pada akhir kalimat, contoh : . .. tan kêdêk.
[. . . tan kedek#}
‘tidak hangus’
. . . tanpêrêk.
[. . . tan pêrêk#]
‘tidak dekat’
Universitas Gadjah Mada
22
b. Alofon dorso – velar nonkontinuan /kh/ Fonem dorso-velar nonkontinuan /kh/ mempunyai satu alofon, yang diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru - paru secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara tidak ikut bergetar, dan disertai aspirasi, bunyi yang terjadi adalah [kh]. Fonem /kh/ berdistribusi pada awal kata atau di tengah sebagai awal suku. Contoh : khaga
[khaga]
‘terbang’
mukha
[mukha]
‘muka’
khara
[khara]
‘kasar’
nakha
[nakha]
‘kuku’
c. Alofon dorso – velar nonkontinuan /g/ Fonem dorso-velar nonkontinuan /g/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara menghambat arus udara dan paru-paru secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba sehingga terjadi letupan, pita suara ikut bergetar, yang terjadi adalah bunyi [g]. Fonem /g/ dalam bahasa Jawa Kuna bisa berdistribusi pada awal kata, di tengah kata, dan akhir kata. Contoh: gilap
[gilap]
‘mengkilat’
gagana
[gagana]
‘langit’
girl
[gin]
‘gunung’
gagang
[gaga η ]
‘tangkai’
gadag
[gadag]
‘celana’
hiwag
[hiwag]
‘diam-diam, bohong’
d. Alofon dorso – velar nonkontinuan /g/ Fonem dorso nonkontinuan /gh/ mempunyai satu alofon, diucapkan dengan cara menghambat arus udara dari paru – paru secara rapat kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba – tiba sehingga terjadi letupan, pita suara ikut bergetar, dan disertai aspirasi, bunyi yang terjadi adalah [gh]. Fonem /gh/ berdistribusi pada awal kata dan di tengah sebagai awal suku. Contoh : ghana
[ghana]
‘awan’
argha
[argha]
‘harga’
ghata
[ghatal
‘periuk’
mogha
[mogha]
‘moga’
ghũrna
[ghurna]
‘riuh’
Universitas Gadjah Mada
23
e. Alofon dorso-velar kontinuan / η / Fonem dorso-velar kontinuan /gh/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu diucapkan dengan cara menghambat arus udara dan paru-paru melalui mulut secara rapat. Bersama dengan itu langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan, sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar. Bunyi yang terjadi adalah / η /. Fonem / η / bisa berdistribusi pada awal kata, tengah, dan akhir kata. Dalam ketiga distribusi itu, alofonnya sama, yaitu [ η ], contoh :
i.
Fonem Konsonan Laringal dan Alofonnya Fonem konsonan laringal atau glotal dalam bahasa Jawa Kuna hanya satu, yaitu /h/. Disebut laringal atau glotal karena fonem ini realisasinya diucapkan dengan tempat hambatan pangkal tenggorokan atau rongga taring, khususnya di tempat sepasang pita suara. Alofon fonem ini hanya satu, yaitu diucapkan dengan cara menyempitkan glotis pada sepasang pita suara, sehingga arus udara dan paru-paru terhalang dan keluar dengan bergeser. Penyempitan glotis tidak sampai rapat, sehingga tidak menggetarkan pita suara. Bunyi yang terjadi adalah [h]. Fonem [h] dalam bahasa Jawa Kuna bisa berdistribusi pada awal kata, tengah kata dan akhir sebagai penutup kata, contoh :
Dan uraian fonem-fonem konsonan beserta alofon-alofonnya di atas dapat dibuat bagan fonetis seperti dalam bagan dua belas berikut.
Universitas Gadjah Mada
24
Keterangan: B = Bersuara T = Tidak bersuara BA = Bersuara beraspirasi BTA = Bersuara tidak beraspirasi TA = Tidak bersuara beraspirasi TTA
= Tidak bersuara tidak beraspirasi
Universitas Gadjah Mada
25