Bab IV
PENYAJIAN, ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dikemukakan perolehan penelitian di lapangan obyek penelitian. Bab ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu (A) Profil Institusi, yang terbagi dalam empat sub bagian yaitu: (1) Politeknik Negeri (ITB) Bandung, (2) Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung, (3) Politeknik Negeri (UI) Jakarta dan (4) Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) PPT Migas Cepu; (B) Penyajian Hasil Penelitian, dipilah menjadi tiga sub bagian yaitu (1) Penyajian Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X), (2) Penyajian Hasil Variabel Tim pengajar dan Pengalaman lapangan, dan (3) Penyajian Hasil Variabel Pengelolaan Institusi; (c) Analisis Hasil Penelitian, yang meliputi tiga sub bagian yaitu (1) Analisis Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X), (2) Analisis Hasil Variabel Tim pengajar dan Pengalaman lapangan dan (3) Analisis Hasil Variabel Pengelolaan Institusi; dan (D) Interpretasi Hasil Penelitian, yang meliputi empat sub bagian yaitu (1) Interpretasi Variabel-variabel Kurikulum Pendidikan, (2) Interpretasi Variabelvariabel
Program
Pendidikan,
Pendidikan,
(3)
Interpretasi
Variabel-variabel
Manajemen
dan (4) Interpretasi Hubungan Antara Kurikulum, Program dan
Manajemen Pendidikan. Penelitian yang dilaksanakan di empat
Politeknik yang mewakili tiga
Politeknik Depdikbud dan satu Politeknik Non Depdikbud. Ke empat Politeknik tersebut adalah Politeknik Negeri (ITB) Bandung di Bandung, Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung di Bandung, Politeknik Negeri (UI) Jakarta di Depok dan *7C
77 Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) PPT Migas di Cepu, Jawa Tengah. Waktu pelaksanaan penelitian di bagi
dalam dua periode.
Periode pertama
dilaksanakan guna melakukan observasi ke Akamigas Cepu dan Politeknik Negeri (ITB) Bandung untuk mendapatkan fenomena faktual yang merupakan bahan penyusunan instrumen penelitian. Observasi ini dilaksanakan selama bulan Desember 1997 - Februari 1998. Periode kedua dilaksanakan untuk mendistribusikan kuesioner yang telah disiapkan guna mendapatkan data-data kuantitatif maupun data deskriptif di empat tempat obyek penelitian. Masa periode kedua ini dilaksanakan dari bulan Juli -Nopember 1998.
A. Profil Institusi Awal mula pendidikan Politeknik yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dirintis mulai Desember 1973 dengan ditandatanganinya kerjasama teknik antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Konfederasi Swiss untuk Pendidikan Politeknik Bidang Mekanik di Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam bentuk program yang menghasilkan lulusan jenjang Diploma Keahlian. Tujuan program ini adalah dalam upaya menghasilkan tenaga-tenaga kerja manajer tingkat menengah (middle level manager) bagi industri di Indonesia yang memiliki kemampuan dan menguasai teori-teori serta keterampilan produksi terpakai sesuai dengan penggunaannya di dunia industri. Sesuai dengan hasil evaluasi dan umpan balik dari industri sebagai pemakai lulusan Politeknik, Pilot Proyek Politeknik Mekanik Swiss-ITB dianggap berhasil memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang sesuai dan diperlukan di industri. Kemudian, pada tanggal 29 Desember 1978, ditandatangani Development Credit Agreemenl No. 869-IND untuk Politeknik antara Bank Dunia dengan Pemerintah RI, mencakup untuk
78 pembangunan: (1) Sebuah pusat pengembangan pendidikan Politeknik di Bandung, dan (2) Enam buah Politeknik yang masing-masing di Universitas Sumatera Utara, Universitas Sriwijaya, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, dan Institut Teknologi Bandung. Pembangunan
Pusat
Pengembangan
Pendidikan
Politeknik
dan
enam
Politeknik, kemudian direalisasikan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No. 03/DJ/Kep/1979, tanggal 27 Januari 1979. Selanjutnya bagian ini mengemukakan perkembangan pada masing-masing institusi di bawah Depdikbud, yaitu (1) Politeknik Negeri (ITB) Bandung, (2) Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung, dan (3) Politeknik Negeri (UI) Jakarta; disamping itu juga (4) Akamigas PPT Migas-Cepu yang merupakan institusi di bawah Depertemen Pertambangan dan Energi.
Pada masing-masing institusi tersebut
dikemukakan empat hal ini, yaitu (a) Kurikulum, (b) Pengembangan Program, (c) Keorganisasian, dan (d) Sarana Pendidikan.
1.
Politeknik Negeri (ITB) Bandung
a. Kurikulum Berlangsungnya proses perkuliahan pada pendidikan politeknik tidak terlepas dari kurikulum yang digunakan. Kurikulum di politeknik ini selalu mengalami perbaikan setiap dua tahun
sekali dan
kurikulum ini merupakan tolok ukur yang
digunakan oleh staf pengajar dalam perkuliahan. Kurikulum yang digunakan selalu diupayakan untuk disesuaikan dengan tuntutan yang saat itu dibutuhkan, sehingga perkembangan
materi
dan
perubahan
kurikulum sangat dinamis. Walaupun
dirasakan oleh staf pengajar bahwa perubahan dua tahunan dirasakan sangat lambat,
79 tetapi hal ini tidak menyebabkan sajian materi oleh staf pengajar menjadi statis. Staf pengajar selalu merasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan kurikulum setiap saat dengan menambah muatan materi yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang memungkinkan untuk melakukan perubahan dan penambahan materi tanpa mengganggu tujuan yang telah digariskan dalam kurikulum dan waktu yang tersedia Kurikulum
yang
dikembangkan
paling
akhir
yaitu
Kurikulum
tahun
1997/1998. Untuk Jurusan Teknik Mesin, khususnya Program Studi Teknik Mesin, struktur kurikulum tahun akademik
1997/1998 yang digunakan
seperti yang
dikemukan pada Tabel 4. L Tabel 4.1: Struktur Kurikulum Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin Jumlah
Semester
Mata Kuliah 1
2
3
4
5
UMUM Pendidikan Agama Pendidikan Pancasila Pendidikan Kewiraan
SKS 6
2 2
2 2 2
2
DASAR KEAHLIAN Tata Tulis Laporan Bahasa Inggris Teknik l, 11 Keselamatan & Kesehatan Kerja Fisika Terapan Kimia Terapan Matematika Terapan 1,11 Gambar Teknik T + P Teknologi Mekanik 1 Praktek Teknologi Mekanik 1 Pengetahuan Bahan Teknik Mekanika Teknik f Elemen Mesin i dan Tugas Termodinamika Teknik Mekanika Fluida Teknik Pengukuran 1 Pemrograman Komputer T+P Listrik & Elektronika Dasar Lab. Listrik Pengantar Manajemen
6
42 2 2 2 2 3 1 5
2 2
2 2
1 2 2 2 2 1 2 2 1 2
2 4 2 2 2 4 3 1 5 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2
80 Jumlah
Semester
Mala Kuliah
1
2
3
4
5
6
KEAHLIAN Teknologi Mekanik II, III Praktek Teknologi Mekanik II, III Gambar Mesin 1, II T+P Mekanika Teknik II Kinematika & Dinamika Teknologi Bahan Lab. Pengujian Bahan Elemen Mesin II + Tugas Teknik Pengukuran II Laboratorium Pengukuran Pneumatik & Hidrolik T+P Mesin Perkakas CNC T+P Mesin Konversi Energi I, II Tugas Akhir
48 3 5 4
5 2 2 3 2 2 2 2 3 5 2
2 4
LOKAL 1.
3 10 4 2 2 3 2 2 2 2 3 5 4 4 22
PRODUKSI
Teknik Produksi I, II Praktek Teknik Produksi I, II Perana Alat & Perkakas Bantu Prod. 1, II Sistem Produksi 1, II Bahasa Inggris Teknik III Mekatronika 2.
SKS
2 4 2 2
2 2 2 2 2 2
4 6 4 4 2 2
2 4 2 2
2 2 2 2 2 2
4 6 4 4 2 2
PERAWATAN
Teknik Perawatan & Perbaikan 1, II Prak. Teknik Perawatan & Perbaikan 1, II Perencanaan Instalasi Mesin 1, II Manajemen Perawatan & Perbaikan 1, II Bahasa Inggris Teknik III Mekatronika
Sumber. Diolah diri Lampiran SK. No. 03ZToli-ITB/VHS!7, Jadwal Kuliah dan Ujian Akhir Semester Genap Tahun Akademik 197/1998, DatUr Nilai Mahasiswa Semesta- Ganjil Tahun Akademik 1997/1998, dan Katalog Kurikulum 1996
b. Pengembangan Program Sampai dengan tahun Akedemik 1997/1998, Politeknik Negeri (ITB) Bandung memiliki tujuh Jurusan dengan 13 Program Studi dengan jenjang Diploma III. Pengembangan program pendidikan ini dilaksanakan dalam upaya untuk memenuhi permintaan pasar tenaga kerja yang membutuhkan keahlian-keahlian tertentu, walaupun dalam hal kapasitas daya tampung mahasiswa, Politeknik ini tidak memungkinkan untuk menambahnya. Tentunya pertimbangan fasilitas pendidikan
81 yang menyebabkan hal ini. Langkah yang diambil untuk menampung aspirasi masyarakat dalam pendidikan keteknikan ini ditanggapi oleh Politeknik ini dengan membuka kelas paralel yang diselenggarakan sore hari dengan penyelenggara yang dikelola secara swadana. Dalam observasi ini difokuskan pada program reguler. Program pendidikan yang dikembangkan pada politeknik ini seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2: Jurusan, Program Studi dan Daya Tampung Politeknik Negeri (ITB) Bandung No
Jurusan
Program Studi/Konsentrasi
Program Pendidikan
Daya tampung
1
Teknik Sipil
RS Teknik Sipil a. Kons. Bangunan Air b. Kons. Bangunan Gedung c. Kons. Bangunan Transportasi
D-lll
46
2
Teknik Mesin
1. P. S Teknik Mesin a. Kons. Produksi b. Kons. Perawatan & Ratakan 2. P.S Teknk Retrigarast dan Tata Udara 3. P.S Teknik Energi a. Kons. Konversi Energi b. Kons. Audit Energi 4. P.S Teknik Aeronautika
D-lll
45 40 45 23
D-lll
46 23 47
P.S Teknik Kimia a. Kons. Rekayasa Proses b. Kons. Pencegahan Pencem. Lingk.
D-ill
47
Teknik Komputer dan Informatika
P.S Teknik Informatika
D-lll
47
6
Akuntasi
1. 2,
P.S Akuntansi P.S Keuangan dan Perbankan
D-lll
40 44
7
Administrasi Niaga
P.S Kesekret. dan Adm. Perkantoran a. Kons. Kesekret & Adm. Perkantoran b. Kons. Pemasaran
D-lll
67
3
Teknik Elektro
1. 2. 3.
4
Teknik Kimia
5
P.S Teknik Elektronika P.S Teknik Listrik P.S Teknik Telekomunikasi
Sumber: Laporan Direktur Tentang Pelaksanaan PMB Politeknik Negeri Bandung ITB Tahun Akademik 1989/1999
82 c. Keorganisasian Sejak awal dicanangkannya program pendidikan Politeknik, ITB sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang memfokuskan pada keteknikan, dipercaya untuk melakukan pengkajian dan penyusunan program pendidikan politeknik. Hal ini direalisasikan dengan bentuk kerjasama dalam institusi Politeknik ITB-Swiss. Perkembangan selanjutnya sejak dikeluarkannya SK Dirjen Dikti No. 03/DJ/Kep/ 1979, maka program pendidikan politeknik di Indonesia mulai dikembangkan. Secara resmi Politeknik Negeri Bandung berdiri sejak tahun 1982, bersama dengan 26 Politeknik yang lain hasil dari pengembangan yang dilakukan oleh Polytechnic Education Development Center (PEDC). Secara keorganisasian Politeknik Negeri Bandung (Poltek), sampai saat ini masih merupakan salah satu bagian dari struktur keorganisasian ITB, dengan kedudukan
setingkat Fakultas.
Keorganisasian pendidikan politeknik memiliki
perbedaan bila di bandingkan dengan keorganisasian Fakultas. Saat ini keorganisasian untuk politeknik telah diatur tersendiri dalam PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Politeknik dipimpin oleh seorang Direktur dan dibantu oleh beberapa Pembantu Direktur, yang diangkat oleh Rektor ITB. Pada Politeknik Negeri Bandung, Direktur dibantu oleh empat Pembantu Direktur yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab tugas yang berbeda. Struktur Organisasi Politeknik Negeri Bandung, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1
DIREKTUR
DEWAN PENYANTUN
L"NIT RISET TERAPAN
PUDIRI
PUDIRII
UPT PERPUSTAKAAN
UNIT PENGABDIAN MASYARAKAT UNIT KERJASAMA LEMBAGA
SENAT
PUDIRIII PUDIRIV
BAGIAN ADMINI 3 TRAS/AKADEMIK
BAGIAN AOMINSTRASI UMUM
UPT KOMPUTER 8 OLAHOAJA UPT STUDIO GAMBAR UPT PERAWATAN S PERBAtKAN
PEMBINA KAMPUS
HUMAS
SUBAB. AKADEMIS SUSAB. PERENCANAAN 4 SISTEM INFORMASI AKADEMIS SUBAS. KEMAHASISWAAN
SUBAB. RT S TU SUBAB. KEUANGAN SUBAB KEPEGAWAIAN SUBAB. PERLENGKAPAN
JURUSAN ADM NIAGA
JURUSAN AKUNTANSI
KOORDINATOR BIDANG MKDU
JURUSAN TEKNIK SIPIL
JURUSAN TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK KIMIA
KELOMPOK DOSEN KELOMPOK DOSEN KELOMPOK DOSEN KELOMPOK DOSEN
Gambar 4.1: Struktur Organisasi Politeknik Negeri (ITB) Bandung Sumber : Dokumentasi PD II
JURUSAN TEKNIK KOMPUTER
84 d. Sarana Pendidikan Politeknik ini menyesuaikan daya tampung mahasiswa dengan sarana yang dimiliki. Ha! ini ideal untuk pendidikan yang memberi pelayanan fasilitas bagi mahasiswanya. Hingga saat ini Politeknik Negeri Bandung memiliki sarana pendidikan yang cukup memadai bagi proses pendidikan, yang dalam hal ini adalah dalam rupa: (1) Gedung Administrasi, (2) Auditorium, (3) Gedung perkuliahan masing-masing jurusan, (4) Bengkel, Laboratorium dan studio, serta (5) Perpustakaan, yang memiliki 24.000 eksemplar koleksi buku dan berbagai fiksi, majalah, jurnal dan juga dilengkapi dengan AVA (Audio Visual Aids).
2. Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung Kerjasama antara pemerintah RI dengan pemerintah Konfederasi Swiss yang melahirkan pendidikan Politeknik Mekanik Swiss-ITB pada tahun 1975, merupakan cikal bakal Politeknik Manufaktur (Polman) saat ini. Setelah proyek kerjasama tersebut selesai, maka proyek ini
dilanjutkan dengan proyek pengembangan
pendidikan politeknik dengan dana yang berasal dari Bank Dunia. Politeknik Mekanik Swiss-ITB dilanjutkan dan menjadi Politeknik Manufaktur pada tahun 1979. a. Kurikulum Kurikulum yang digunakan merupakan kurikulum yang dikembangkan dengan sistem Production Based Education, yaitu sejak awal tahun pertama, mahasiswa sudah diperkenalkan dengan proses berproduksi. Dengan kebijakan pendidikannya yang berorientasi pada pengembangan strategi dan keunggulan bidang industri khususnya bidang teknologi
manufaktur,
maka pola pengembangan program
kurikulum juga tampak berbeda dengan institusi pendidikan politeknik yang lain. Dari
struktur kurikulum yang digunakan pada Jurusan Perawatan Mesin yang menjadi obyek penelitian, tampak jelas sekali penekanan-penekanan yang merupakan ciri khas dari institusi pendidikan ini (Tabel 4.3a dan 4.3b) Tabel 4.3a: Struktur Kurikulum Teori Jurusan Perawatan Mesin . Semester
Subjects 1 GENERAL
3
4
5
6
SUBJECTS
15
Slate Philosophy (P4) National Relience Pancasila English Basic Computer Prog. Basic Management Sport Religion Ethics Bahasa Indonesia Maint. Management BASIC
2
SKS
ENGINEERING
1 1
0
0
1
1
1 1 1 1
1
SUBJECTS 2 2 1
2 2
1
1
6 4 1
SUBJECTS
Machine Element Engineering Drawing Safety Precaution Strength of Materials Engineering Automation Material Science Production Planning Machine Knowledge Eledricity/Bectronics Mechanics Technology CNC/CAD/CAM PROFESIONAL
1 1
1
Mathematics Physics Chemistry ENGINEERING
1 1 1
1 1 1 4 2 1 0 1 1 1 2
28 1 1
1
1
1 1 1
1
1
!
!
1
1
1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1
4 4 1 2 2 2 4 1 1 2 4 1
1 1 1
1
SUBJECTS
Bask: Mechanical Const. Mech. & Strength of Material Automation Maint. And Repair Tech. Production Planning Applied Electrical/Electronics Tool Design Machine Knowledge Mechanics Technology Diploma Examinations Sumber: Institutional Profile Polman
14 1 1 2 1 1
2 2 3 2 1 2
2
2
86 Tabel 4.3b: Struktur Kurikulum Praktek Jurusan Perawatan Mesin Semester
Subjects
1
2
3
SKS
4
5
6 15
GENERAL SKILLS
1
Bench Work Hand Tool Linear Measuring Instruments
4
5
BASIC SKILLS Drilling Taming CAM-CNC-CTS Milling Grinding Welding Electricity HandSaaping Special Machine Sheet Metal and Piping Heat Treatment Shaping Tools and Material Store Manufacturing Practice
9
11
1 1 1
30
2 2 2 2 6 2 2
18
i5
SPECIAL SKILLS Machine Building/Re-bwlding Spare Part Machine Repair Masing Machine Maintenance Manufacturing Practice Supervision Diploma Iff Examination Sumba-. Insüluuoul Profile Pobnan
b. Pengembangan Program Pengembangan Engineering
program
Technology
pendidikan
Department
Engineering Technology Depertment institusi
Politeknik
Mekanik
dan
pada
dimulai
sejak
Mechanical tahun
1976
memiliki Mechanics
Drafting yang
and dikelola
Design oleh
Swiss-ITB,seteIah menjadi Politeknik Manufaktur
Negeri Bandung kemudian dikembangkan pada tahun 1986 dengan menambah satu departemen lagi yaitu Foundry Engineering Technology dengan dua yaitu
Pattern
Making
Technology
dan
spesialisasi,
Mould Making Technology,
Tahun
87
akademik
1995/1996, Polman membuka departemen baru yaitu Manufacturing
Automation & Mechatronics Engineering Technology. Dengan demikian sampai saat ini Polman telah memiliki empat Departemen, atau Jurusan dengan 6 spesialisasi atau program studi. Tabel 4.4 menunjukkan data jurusan dan program studi serta daya tampung yang ada di Polman. Tabel 4.4: Jurusan, Program Studi, Daya.Tampung Politeknik Negeri Manufaktur Bandung Department
No
Specialization
dan Rasio Teori/Praktek di
Diploma
Student intake
Theoty/Pract ice Rath
1
Mechanics Engineering 1. Precision Tool Making Technology D-lll Technology D-lll 2. Maintenance Mechanics Technology
26 26
40/60 40/60
2
Mechanical Drafting Mechanical Design Technology and Design Engineering Technology
D-lll
24
40/60
3
Foundry Engineering Technology
D-lll D-lll
10 18
40/60 40/60
4
Manufacturing Automat-Manufacturing Automation TechnologyD-lll ion and Mechatronics Engineering Technology
24
60/40
1. Pattern Making Technology 2, Foundry Technology
Sumber : Institutional Profil Polman
c. Keorganisasian Secara organisasi Politeknik Negeri Manufaktur Bandung adalah berada di bawah Rektor ITB, yang merupakan pula salah-satu bagian setingkat Fakultas, sama halnya dengan Politeknik Negeri Bandung. Polman mempunyai ciri yang sangat spesifik, yaitu menyelenggarakan pendidikan politeknik dalam bidang manufaktur dan memberikan pelayanan kepada lembaga lain serta industri. Sesuai dengan tiga dimensi yang dikembangkan Polman, yaitu Educational & Center,
and Production
&
Prototyping
Center,
Training Center, maka
Polman
Engineering tidak
hanya
menghasilkan lulusan sumber daya manusia tetapi juga menghasilkan produk-produk
DIRECTOR AD I
AD
AD
AD IV
CENTER for EDUCATION AcBdwmc Planning, Conto! ana Dsvatpmenl
Un*
CENTER INDUSTRIAL SERVICES
Unit Sabs and Marketing
Unit Program Panning and Coltro!
DIVISION General Affare and Personnel
Um Acad. Planung S hb. System
Unii Student Affare
DIVISION
DIVISION
Oapmfàent
DspBrúmií
MECHANICS
FOUNDRY
SubOw Program Tool Mating
Subprogram Maintenance «ri Repair
AD V
Program Pattern
Sub-Dracn General Altare
CENTER ENGINEERING AND SYSTEM DEVELOPMENT
SuMSv Program Foundry
Unrl Product Design end Devefcp
Unit Mfg. Syrtsin Dewfcp
DIVISION Department DRAFTINGS DESIGN
SubOhi. Program Tod aid Die Design
Sub-Cm. Program General Mechanics Design
OMSQN Finance
Sub-Druiacn Perecnnel
DIVISION Oepattnent
MFG. AUTOMATION
Program Mfg Automation
Sub-Div. Program Mechatronics
Unit QA/QC
Logistic Unit ' Mulimedia Unit ' Maintenance Unii '
Gambar 4.2: Organization Chart Bandung Polytechnic For Manufacturing Olfwtor Assttants: AD I :A»s. Director for Academic Affairs A D I I : Ass. Director for Aditi. Arid Finance AO III : Ass- Director for Student Affairs AD IV : Asa. Director for Production and Business Partnership AD V : Ass. Director for Small and Medium Enterprise Enhancement Cooperation •
* Technical Supporting Unit
Sumber : Manufacturing Integrated Education A Quality Education Innovation at The Bandung Pot/technic for Manufacturing Institute of Technology Bandung, Indonesia
89 teknologi. Tujuan Polman tergambar pada implementasi manajemen yang sangat berbeda dengan manajemen pendidikan politeknik lainnya. Hal ini dapat dilihat pada skematika organisasi Polman yang diperlihatkan pada Gambar 4.2.
d. Sarana Pendidikan Dengan spesialisasi manufaktur yang merupakan ciri dari Polman, institusi ini memiliki berbagai sarana yang mampu menunjang program pendidikannya dan program produksinya. Berbeda dengan sarana dan fasilitas pada institusi lain yang mengelompokkan bengkel atau laboratorium berdasarkan kelompok program studi, pada Polman pengelompokkannya berdasarkan pada jenis mesinnya.
Hal ini
merupakan implementasi dari struktur kurikulum yang mencantumkan jenis mesin sebagai mata kuliah praktek. Fasilitas yang dimiliki dapat dikelompokan dalam 3 bagian yaitu: Engineering FacilWes,
Education
Workshop Machining Facilities,
dan Production
Workshop
Machining Facilities. Lengkapnya fasilitas yang dimiliki digambarkan dalam bentuk Tabel 4.5. Di samping fasilitas bengkel yang dimiliki dan juga dilengkapi dengan sarana 2
gedung yang memadai (± 3000 m ), Polman juga memiliki gedung administrasi dan gedung perkuliahan yang representatif sebagai tempat belajar yang memadai, demikian pula halnya dengan gedung perpustakaan yang nyaman yang dimilikinya
Selain
fasilitas tersebut, masih pula dimiliki sarana khusus dan fasilitas untuk pengecoran logam yang mencakup: Founchy Workshop, Storage and raw material, Pattern 2
making shop dan Offices and labs, dengan luas ± 2168 m yang keseluruhannya itu juga dilengkapi dengan instalasi tenaga listrik yang mampu mensuplai daya sebesar 750 KV A.
90 Tabel 4.5: Fasilitas Bengkel di Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung FASILITAS MESIN PADA ENGINEERING 1. PC-BasedCAD/CAM 2. Workstation-Based Cm/CAM
EDUCA HON WORKSHOP 1. Lathe Machines 2. Milling Machines 3. Grinding Machines 4. Shaping Machines 5. Sawing Machines 6. Copy• Milling/Engraving 7. Drilling Machines 8. Hardening Furnace 9. Hand Forging Facilities 10. Sheet Metal Work 11. Welding 12. CNC-Lathe Machines 13. CNC-Milling Machines U.FMS 15. Coordinate Measuring Machines
PRODUCTION WORKSHOP 1. Lathe Machines 2. CNC Miffing Machines 3. Milling Machines A. Copy•Miffing/Engraving 5. Grinding Machines 6. ElectricalDlsharge Machines 7. Shaphmg Machine 8. Jig Boring Machine 9. Table Drilling Machines 10. Sawing Machine 11. Press Machines 12. Plastic Injection Machine 13. Sand Blasting Machine 14. Filling Machine
Suitiber Institution Profite Polmsn
3. Politeknik Negeri (UI) Jakarta a. Kurikulum Kurikulum tertulis yang dikembangkan di Politeknik ini di dasarkan pada Kurikulum Nasional (Kumas) yang dikembangkan oleh Proyek Pendidikan
Pengembangan
Program Politeknik dan Diploma (PSD). Matakuliah yang dikembangkan
dibagi dalam empat kelompok, yaitu: (a) kelompok matakuliah Dasar Umum; (b) kelompok matakuliah Dasar Keahlian; (c) kelompok matakuliah Keahlian; dan (d) kelompok matakuliah Pilihan yang khusus untuk Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin dipilah menjadi tiga pilihan, yaitu (1) kelompok Produksi, (2) kelompok Perawatan dan Instalasi, dan (3) kelompok Konstruksi dan Perancangan. Struktur Kurikulum seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.6.
91 Tabel 4.6. Struktur Kurikulum Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin Semester
Mata Kuliah 1
2
3
4
Jumlah 5
6
DASAR UMUM Pancasila Agama Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12 2
2 2 2 2 2 2
2 2 1
1 1 2
DASAR KEAHLIAN Bahasa Inggris Teknik Matematika Statistika Fisika Kimia Program Komputer Gambar Teknik Pengetahuan Bahan Teknik Mekanika Teknik Dinamika Teknik Thermodinamika Mekanika Fluida Pengukuran dan Sistem Kontrol Teknik Pembentukan Dasar
34 1 2
1
2 4 2 2 2 3 2 2 4 2 2 2 3 2
2 2
2 2 1
2
2 2 2
2 2 2 2 2 2
1
KEAHLIAN Teknologi Mekanik Lab. Teknologi Mekanik Teknologi Bahan Elemen Mesin Gambar Mesin Mesin Konversi Energi Lab. Pneumatik/Hidrolik Mesin Perkakas NC/CNC Instalasi Mesin Perkakas Manajemen Perusahaan Lab. Teknik Mesin Lab. Listrik Dasar dan Elektronika Tugas Akhir
54 1 7
1 7
2 -7
2
2 2
1 2 2 2
1 1 2 2 1 2 2
2 3
PAKET PILIHAN 1.
4 21 1 4 4 3 3 2 2 1 4 2 3 18
PRODUKSI
Teknik Produksi Lab. Produksi Perancangan Alat dan Penempatan Manajemen Produksi Kendali Mutu 2.
SKS
1 3 2
2 3 3 2 2
3 6 5 2 2
1 3 2
2 3 3
3 6 5
PERAWATAN DAN INSTALASI
Teknik Perawatan dan Perbaikan Lab. Perawatan dan Perbaikan Perencanaan dan Instalasi Pabrik
92 Semester
Mata Kuliah 1
2
3
4
Jumlah 5
6 2 2
SKS 2 2
1 3 2
2 3 3 2 2 2
3 6 5 2 4 2
Manajemen Perawatan Inspeksi 3.
KONTRUKSI DAN PERANCANGAN
Perancangan Mesin Lab. Perancangan Mesin Perancangan Instalasi Pabrik Sistem Produksi Pengembangan Produk Mesin Konversi Energi Sumber Buku Pedoman Politeknik Universitas Indonesia Edisi 1*95/1996
b. Pengembangan Program Politeknik Negeri ( U I ) Jakarta menerima mahasiswa baru sejak tahun akademik 1982/1983, dengan 3 buah Jurusan dan 6 Program Studi, yaitu (a) Jurusan Teknik Elektro, terdiri dari Program Studi Teknik Listrik dan Program Studi Teknik Elektronika; (b) Jurusan Teknik Mesin, terdiri dari Program Studi Perawatan dan Program Studi Mesin Produksi; dan (c) Jurusan Teknik Sipil, terdiri dari Program Studi Konstruksi Bangunan Gedung dan Program Studi Konstruksi Bangunan Sipil. Hingga tahun akademik 1987/1988 Politeknik Negeri ( U I ) Jakarta telah mengelola enam Jurusan dengan dua belas Program Studi, yang dikuatkan dengan Program Perluasan Kampus Politeknik tahun 1985 dan Keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan No. 0 3 1 3 / 0 7 1 9 9 1 . Jurusan, Program Studi, daya tampung yang ada di Politeknik ini diperlihatkan seperti pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7: Jurusan, Program Studi dan Daya Tampung Politeknik Negeri (UI) Jakarta No
Jurusan
Program Studi
Program Pendidikan
Daya tampung
i
Teknik Sipil
1. Konstruksi Bangunan Gedung 2. Konstruksi Bangunan Sipil
D-lll D-lll
96 96
2
Teknik Mesin
1. Teknik Mesin 2. Teknik Energi
D-lll D-lll
96 24
93
No
3
Program Studi
Jurusan
Teknik Elektro
Program Pendidikan
Daya tampung
1. 2. 3.
Teknik Listrik Teknik Elektronika Industri Teknik Sekomunikasi
Dili D-ill D-lll
48 48 24
Akuntansi Perbankan
D-lll D-lll
72 72
D-lll
72
D-lll D-lll
27 27
4
Akuntasi
1. 2.
5
Administrasi Niaga
Kesekretariatan dan Administrasi Perkantoran
6
Teknik Grafika
1. 2.
Teknik Grafika Penerbitan
Sumber Buku Pedoman Polflttaik Negeri Jakarta UI
c. Keorganisasian Struktur
organisasi
yang
dikembangkan
di
Politeknik
ini
merupakan
penjabaran dari struktur organisasi yang diatur dalam PP No. 30 tahun 1990. Tampak bahwa pengembangan struktur organisasi ini menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan manajemen institusi ini. Pola struktur organisasinya seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.
d. Sarana Pendidikan Sarana yang digunakan pada Politeknik ini meliputi lahan milik negara di Desa Kukusan, Depok Bogor, dengan fasilitas sarana sebagai berikut: (a) satu gedung Administrasi, (b) satu gedung Jurusan dan Kantin, (c) satu gedung Serbaguna dan Perpustakaan,
(d) lima
gedung perlailiahan, (e)
tujuh gedung Bengkel dan
Laboratorium, dan (f) dua gedung Locker untuk mahasiswa. Prasarana lain yang dimiliki yaitu: (a) enam laboratorium, tiga bengkel, dan satu studio Jurusan Teknik Sipil; (b) 12 laboratorium, tiga bengkel, dan satu studio Jurusan Teknik Mesin; (c) 13 laboratorium, empat bengkel, dan satu studio Jurusan Teknik Elektro; (d) tiga
DIREKTUR PUDtRI
KABAG. ADM. AKADEMIK & KEMAHASISWAAN
KASUBAG. ADU KEMAHASISWAAN
KASUBAG. KEUANGAN
KABAG. AOM UMUM
KAJUR. SIPIL
UPT. KOMPUTER
UPT. PERPUSTAKAAN
UPT. PERAWATAN DAN PERBAIKAN
UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
BAGIAN PROYEK
KASUBAG. TATA USAHA 4 RUMAH TANGGA
KASUBAG. PERLENGKAPAN
KAJUR. MESIN
STAF
KO. ILMU DASAR TEKNIK KPS. SIPIL J -J
KAJUR ADM NIAGA
KAJUR GRAFIKA
SEKJUR.
SEKJUR
SEKJUR
SEKJUR
STAF
STAF
STAF
STAF
STAF
KA. LAB.
KA. BENGKEL
-J
KPS. ENERGI KPS. MESIN
KAJUR AKUNTANSI
SEKJUR.
KA. LAB. J
KPS. GEDUNG
KAJUR ELEKTRO
•i
SEKJUR
KA LAB.
SENAT
PUD1RIII PUDIRIV
KASUBAG. ADM AKADEMIK
KASUBAG. KEPEGAWAIAN
KA. BENGKEL
PUD1R1I
KA. LAB
KA. BENGKEL
KPS. PERBANKAN
ELEKTONIKA INDUS
J
I
KPS. KPS. iTELEKOMUNIKASI KPS LISTRIK
KA. LAB
KPS. AKUNTANSI
J
KPS. KESEKRETARIATAN 8 DM. PERKANTORAN
KA LAB. KA. BENGKEL KPS. GRAGIKA KPS. PENERBITAN
-
1
Gambar 4.3: Stuktur Organisasi Politeknik Negeri (UI) Jakarta * Sumber: Buku Pedoman Politeknik Universitas Indonesia Edrsl 1995/1996
-U
95
laboratorium Jurusan Akuntansi; (e) lima laboratorium Jurusan Administrasi Niaga; (f) lima laboratorium Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan; dan (g) Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan dengan 8.371 eksemlpar buku, 1.652 eksemplar laporan tugas akhir, 12 judul majalah, 4 judul koran, sejumlah joumal dan buku-buku referensi.
4.
Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) PPT Migas Cepu Cepu sebagai pusat pendidikan dan latihan bagi tenaga perminyakan sudah
dimulai sejak jaman Belanda hingga tahun 1942, dengan nama Middelbare Petroleum School. Jaman Jepang pendidikan untuk pengadaan tenaga perminyakan tetap di laksanakan di Cepu dengan nama Sokogakko
Perkembangan selanjutnya setelah
kemerdekaan RI, berbagai kebijakan dikeluarkan dalam menyiapkan tenaga-tenaga kerja perminyakan. Dengan dikeluarkan SK No. 17/M/Migas/65, tertanggal 11 Juni 1965 oleh Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi, yang menetapkan berdirinya Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), memberi wewenang tugas pokok untuk menyelenggarakan: (1) Pendidikan dan Latihan; (2) Penelitian (laboratorium); dan (3) Dokumentasi, Publikasi, dan Perpustakaan. Dengan dikeluarkannya SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 9I/DD/MIGAS/66 tanggal 24 Oktober 1966, didirikanlah Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) sebagai satu-satunya pendidikan perminyakan.
a. Kurikulum Kurikulum yang dikembangkan adalah berorientasi pada pekerjaan (Job Orientied).
Pembagian matakultah dikelompokkan menjadi tiga, dan masing-masing
96 Tabel 4.8: Kriteria Pembagian Matakuliah di Akamigas Program AKA (%)
Mata Kuliah
Dasar Umum (MKDU) Dasar Keahlian (MKDK) Keahlian (M KK) Teori Praktek
i
II
III
10 15-20 70-75
10 15-20 70-75
10 20-25 65-70
40 60
50 50
60 40
Sumber Draf Peraturan Akademik Akamigas Tahun 1998
Struktur kurikulum Jurusan Mesin Produksi, Jurusan Teknik Mesin Kilang dan Jurusan Teknik Mesin Lapangan, seperti yang tertera pada Tabel 4.9a dan Tabel 4.9b. Tabel 4.9a: Struktur Kurikulum Jurusan Mesin Produksi Mata Kuliah
AKA Sml 1
Sml 2
DASAR U M U M Agama Pancasila Keselam. & Kesehatan Kerja 1,2,3 Manajemen 1,2,3 Kewiraan
1 1 2 1
Sml 1
Smt 2
1 1 2 1
2 1 1 1 1 1
2 1 1 1
4 2 2 1 2 1
2 1
6 5 4 4 4 1
2 1
2 1 2
2 1 2
4 2 4
1 1
1
2 1 1
24 3 3 2 2 2 1
AKA II Sml 1
Sml 2
2 1 2
3 2 2 2 2 1
Sumber Agenda Kurikuler & SKS Akamigas Angk. X I X Tahan Akademik 199S/1999
6 4 4 4 4 2
2 1 2 10
1
2
3
1 2 2
1
2 2 3
1
24 3 2 2 2 2 1
Jml SKS
5
14
1
3 2 2 2 2
Jml SKS
3
12
KEAHLIAN Teknik Produksi 1,2,3,4,5,6 P.P. Produksi 1,2,3,4,5,6 Tek & PP Pemboran 1,2,3,4,5,6 Tek. Eksploitasi 1,2,3,4,5,6 Geologi 1,2,3,4,5 Proyek Diskusi 1,2,3,4,5 Statistika Perminyakan Geothermat
Jml SKS
5
DASAR KEAHLIAN Matematika 1,2,3,4.5,6 Kimia 1,2,3,4 Fisika 1,2,3,4 Menggambar Teknik Teknik Mesin 1,2,3,4 Bahasa Inggris 1,2,3 Komputer 1,2 Instrumentasi 1,2
Program Akademi AKA f
26 3 2 2 2 1 2
3 2 2 2 2 1 2
6
4 4 4 2 2 2 2
97
Tabel 4.9b: Struktur Kurikulum Jurusan Teknik Mesin Kilang dan Teknik Mesin Lapangan Program Akademi AKA II
AKA
Mata Kuliah Sml 1
Sml 2
Jml SKS
DASAR UMUM Agama Pancasila Kesetam. & Kesehatan Kerja 1,2,3 Manajemen 1,2,3 Kewiraan
1 1 1 1
1 1 1 1
Jml SKS
AKA II Smt
1
Sml 2
2
1 1
1 t
1 1
9
10 1 2 2 1 2 1
1
1 2 2 2 2 1
1
1
1 1
1 1 1 1
2 1
2 1
2
2
24
2 2 2 2
1 2
2 2 2 2
3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2
6
2 1 2
1
3
1 1 1
2 1 2
1
2
Jml SKS
3
1
KEAHLIAN Penggerak Mula 1,2 Ketel Uap 1,2,3 Pompa & Kompresor 1,2,3 Peipipaan 1,2,3 Perig. Per. Industri Migas 1,2,3 Proses Industri Migas 1,2 Instrumentasi 1,2,3 Pesawat Angkat 1,2,3 Teknik Perbengkelan 1,2,3 Teknik Tenaga Listrik 1,2,3 Trans. Tenaga Mekanik 1,2 Teknik Konstruksi 2,3 Dasar Inspeksi &Adm. Perawatan Analisa Getaran Rekayasa S Rancang Bangun Manajemen Pemeliharaan
Smt 2
4
DASAR KEAHLIAN Matematika 1,2,3 Fisikal ,2 Temno. Tek. & Perpind. Panas 1,2 Mekanika Teknik 1, Menggambar Teknik 1,2,3 Bahasa Inggris 1,2,3 Statistika 2 Mekanika Fluida 2 Komputer
Sml 1
26 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
27 3
3
2 2 2 1
2
3 2 2 2 4
2
2 2 2 2
1
1
2 2
1 3 1
1 3 1
Sumber Agenda Kurikuler & SKS Akamdgas Angk. X I X Tahun Akademik 1998/1999
b. Pengembangan Program Pendidikan Akamigas diresmikan tanggal 7 Februari 1967, dengan membuka empat jurusan, yaitu: (1) Eksplorasi, (2) Drilling, (3) Produksi, dan (4) Pengolahan, dengan lulusan setingkat Diploma saat ini.
98 Tujuan didirikannya Akamigas adalah upaya pengembangan sumber daya manusia perminyakan tingkat menengah dengan keahlian dan keterampilan yang diperlukan oleh industri perminyakan. Persyaratan untuk menjadi mahasiswa adalah berasal dari para karyawan perusahaan perminyakan, baik perusahaan perminyakan asing, swasta maupun milik pemerintah. Akamigas selain sebagai institusi pendidikan profesional juga dapat dikelompokkan sebagai institusi pendidikan kedinasan. Hingga saat ini Akamigas memfasilitasi pendidikan dan latihan yang mencakup bentuk
pendidikan
berjenjang
setingkat
Diploma
dan
kursus-kursus
keahlian
perminyakan. Hingga tahun akademik 1997/1998, Akamigas telah membuka sebanyak 22 Jurusan. Implementasinya, tidak- setiap tahun akademik semua jurusan ini di selenggarakan, tetapi setiap tahun akademik hanya menyelenggarakan pendidikan dengan Jurusan yang dibutuhkan oleh user pada tahun akademik bersangkutan. Jurusan-jurusan yang di selenggarakan seperti pada Tabel 4.10. Tabel' . 10: Jurusan dan Tingkat/Program AKA di Akamigas No 1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jurusan Eksplorasi Topografi Pem boran Eksploitasi Produksi Pengolahan Teknologi Gas Laboratorium Pengolahan Utilities Instrumerrtsi dan Elektronika Teknik Mesin Lapangan Petrokimia Teknik Mesin Kilang Teknik Listrik Perminyakan Teknik Sipil Perminyakan Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri Logistik Akuntansi Perminyakan Fire & Safety Personalia Panas Bumi Teknik Umum dan Pemeliharaan
Sumber: Drafl.Per*uiran Aludsiuk Akamigas tahun 1998
Tingkat/Program AKA I, M, III 1, 11, III 1, II, III 1, N, III 1, II, III 1, II, III 1, II. III 1, II, III 1, II, III 1, II, Itl 1, II, III 1, 11 1, II, III 1, II, III 1. II, III 1, II, III 1, II, III 1, II, II) 1, II, III 1, 11, III 1. N 1, II
99 Akamigas menerapkan pola pendidikan berjenjang sejak tahun 1977 yang disebut Program Diploma non gelar. Implementasinya yaitu seseorang mahasiswa yang telah menyelesaikan satu tingkat, akan dikembalikan ke lapangan pekerjaan atau perusahaan yang mengirimnya, dan setelah bertugas minimal satu tahun dapat dikirim atau masuk ke pendidikan untuk melanjutkan tingkat berikutnya di Akamigas. Dasar penggunaan pola juga didukung oleh KepMen Depdikbud No. 0363/U/1983 tanggal 30 Agustus 1983 tentang Pola Dasar Program Pendidikan Diploma Non Kependidikan. Dengan pola ini, Akamigas mengembangkan tiga program pendidikan, yaitu: (1) AKA I, untuk menghasilkan Operator, (2) AKA II, untuk menghasilkan Tenaga Pemuka; dan (3) AKA IH, untuk menghasilkan Asisten Pengawas. Setiap program diselenggarakan selama dua semester atau satu tahun akademik. c. Reorganisasian Struktur organisasi yang merupakan jaringan manajemen di Akamigas, berbeda dari struktur organisasi yang berada langsung di bawah pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Akamigas yang merupakan lembaga pendidikan milik Departemen Energi dan Pertambangan, bertanggung jawab langsung kepada Kepala PPT Migas. Sehingga struktur keorganisasian Akamigas merupakan bagian dari struktur organisasi PPT Migas. Pimpinan Akamigas adalah Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan Akamigas. Dengan demikian maka proses pendidikan di Akamigas tidak terlepas dari Bidang-Bidang lainnya sebagai pendukung pelaksanaan pendidikan dan latihan di Akamigas. Dengan struktur demikian maka Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan Akamigas harus selalu berkoordinasi dengan Kepala-kepala Bidang lainnya agar proses pendidikan dapat terintegrasi dengan baik. Struktur organisasi Akamigas diperlihatkan seperti pada Gambar 4.4.
PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA PERMINYAKAN DAN GAS BUMI
BAGIAN TATA USAHA
SUBBAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM DAN LAPORAN
BIDANG BINA PROGRAM DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN
BIDANG PENDIDIKAN DAN LATIHAN AKAMIGAS
BIDANG BINA PELATIHAN
SIDANG SARANA PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENGOLAHAN
SUBBAGIAN KEPEGAWAIAN
BIDANG SARANA PENDIDIKAN DAN LATIHAN LABORATORIUM
SEKSI TENAGA EKSPLORASI PRODUKSI
SEKSI PENYELENGGARAAN PENGAJAPAN
SEKSI PENGAJARAN
SEKSI KLANG
SEKS SARMIA1MU DASAR
SEKSI TENAGA PROSES DAN APLIKASI
SEKSI PEMBINAAN KEMAHASISWAAN
SEKSI BIMBINGAN SISWA
SEKSI UTILITIES
SEKSI SARANA ILMU TERAPAN
SEKSI TENAGA TEKNIK UMUM
SEKSI TATA USAHA PENDIDIKAN
SEKS TATA USAHA PENDIDIKAN
SEKSI PELAYANAN TEKNIK
SEKSI SARANA PRAKTEK MEKANIK S MESIN
SEKSI TENAGA MANAJEMEN DAN ADM
SEKSI EVALUASI
SEKSI EVALUASI DAN PELAPORAN
SEKSI FIRE AND SAFETY
SEKSI SARANA PERPUSTAKAAN
SUBBAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN URUSAN DALAM
KELOMPOK FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN TENAGA FUNGSIONAL LAINNYA
Gambar 4.4: Struktur Organisasi Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan Dan Gas Bumi Sumber: Lampiran'F-7" KeputusanMPE No. 1746Tahun is92Tanggal31 Desember 1992
101 d. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang tersedia di PPT Migas untuk penyelenggaraan pendidikan, sangat memadai untuk menunjang terlaksananya program-program yang diselenggarakan. Sarana laboratorium dan bengkel, terdiri dari 1) Sarana ilmu dasar, meliputi Lab. Kimia, Lab Fisika, Lab Minyak Bumi, Lab Instrumentasi dan Elektronika, Lab Geologi, Lab Produksi, dan Lab Biokonversi; 2) Sarana ilmu terapan, meliputi Simulator proses, Simulator bor dan produksi, Kilang mini, Lab Mekanika Tanah, Komputer, dan Lab Inspeksi Material; 3) Sarana praktek, untuk praktek Listrik, Mesin, Las dan Tes logam, dan Mekanik; 4) Sarana laboratorium bahasa; dan 5) Drilling Rig. Selain itu juga tersedia fasilitas untuk kerja lapangan yang meliputi 1) Praktek kerja lapangan produksi; 2) Praktek kerja kilang; 3) Kerja praktek Utilities dan Power Plant, 4) Bengkel; dan 5) Kerja praktek umum. Sarana dan fasilitas audio i
dan visual juga tersedia, di samping sarana perpustakaan yang menyediakan 24.200 i
koleksi buku ilmiah, 27.000 koleksi majalah ilmiah, 62 judul kaset video, 60 judul film i
dokumenter. Fasilitas ruang yang tersedia meliputi 35 ruang kelas dengan kapasitas 615 orang, 2 ruang seminar dengan kapasitas 200 orang, ruang rapat dengan kapasitas 40 orang, 16 ruang administrasi, 6 unit asrama untuk 668 orang, 5 unit wisma untuk 173 orang, sarana olahraga dan 3 gedung pertemuan/aula. B. Penyajian Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian dalam bentuk data-data, di pilah dalam tiga bagian, yaitu (1) Penyajian Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X), (2) Penyajian Hasil Variabel Tim pengajar dan Pengalaman Lapangan, dan (3) Penyajian
102 Hasil Variabel Pengelolaan Institusi. Data dari masing-masing hasil penjaringan data dengan menggunakan kuesioner disertakan dalam Lampiran 3A-D.
1. Penyajian Hasil Variabel Profesional ( Y ) dan Karakteristik PBK ( X ) Perolehan data yang bersumber dari mahasiswa ditampilan pada Lampiran 3B. Masing-masing tabel dalam Lampiran 3B menampilkan rangkuman perolehan skor Variabel Y dan X mahasiswa berdasarkan institusinya. Variabel terikat ( Y ) yang menggambarkan karakteristik profesional, terdiri dari: (a) perolehan indeks prestasi (IP) untuk Pengetahuan ( Y i ) yang diperoleh dari nilai kelompok matakuliah teori; (b) Keterampilan ( Y j ) yang merupakan nilai prestasi kelompok matakuliah praktek; dan (c) Sikap ( Y ) yang menggambarkan Nilai Kelakuan Komulatif (NKK) yang 3
diperoleh. Variabel bebas ( X ) yang menggambarkan karakteristik PBK, terdiri dari lima variabel, masing-masing menunjukkan jumlah skor yang diperoleh oleh masingmasing responden. Variabel bebas tersebut adalah (a) Belajar modul secara mandiri ( X i ) , (b) Pusat sumber belajar ( X ) , (c) Pengalaman lapangan ( X ) , (d) Strategi 2
3
personalisasi ( X * ) , (e) Fasilitas komunikasi (Xs). Data yang ditampilkan pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 4 dari Lampiran 3B, dapat dibuat rangkuman profil masing-masing variabel. Profil ini merupakan gambaran hasil perolehan data yang diambil dari rerata masing-masing variabel. Profil ini digambarkan seperti pada Gambar 4.5a sampai dengan Gambar 4.5h, yang menggambarkan profil variabel (a) Pengetahuan, (b) Keterampilan, (c) Sikap, (d) Belajar modul secara mandiri, (e) Pusat sumber belajar, (f) Pengalaman lapangan, (g) Strategi personalisasi, dan (h) Fasilitas komunikasi.
103
Gambar 4.5a: Profil Variabel Pengetahuan
! Skor Pengetahuan Pdtek
Pdnwn
Poli UI
Akamigas
Institusi
1
PoM
Pofman
Poli UI Institusi
Sunter. Data Kureonsr Mahasiswa (skor rBla-rata)
Akemîgas
104
105
Gambar 4.5g: Profil Variabel Sftategi Personalisasi
Potleh
Pdmsn
PofiUl
Akamiges
Institusi Sumber Data Kuaeionet M*ssswa (skcr rata-rata)
2. Penyajian Hasil Variabel Tim Pengajar dan Pengalaman Lapangan Rangkuman penyajian hasil variabel Tim pengajar dan Pengalaman lapangan dari masing-masing institusi, yaitu Politeknik Negeri (ITB) Bandung (Poltek), Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung (Polman), Politeknik Negeri (UI) Jakarta (Poli UI) dan Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) ditampilkan seperti pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11: Penyajian Hasil Variabel Tim Pengajar dan Pengalaman Lapangan
No i
2
ITEM Pernyataan Pengalaman mengajar
Mina! kegiatan
3
Kehadiran
4
Kegiatan (ain
5
Motivasi tambahan peruMkan
6
Jumlah tim pengajar
7
Pola ketjasama ttm oengsuK
8
Penilaian mahasiswa dalam tim
9
Acuan program perkuliahan
10
Koordinasi penyusunan program
ALTERNATIF JAWABAN 2-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun > 16 tahun Organisasi Pengabdian masyarakat Penelitian Pengajaran i 2 hari/minggu 3 hari/minggu 4 hari/minggu 5 hari/m inaou Tenaga administratif Pengabdian masyarakat Berkarya Penelitian Tidak ada pengaruh Fasilitas yang disediakan Peningkatan karir Menambah kemampuan diri Tidak ada 1 pengajar lain 2 pengajar lain i 3 pengajar lain TkJak ada tanggapan Berdasar materi perkuliahan Berdasar keahlian Kesepakatan tim Tidak ada tanggpen Dari hasil ujian akhir Rerata hasil evaluasi tiap staf pengajar Hasil kesepakatan tim Intuisi dan empiris Buku-buku referensi Modul yang tersedia Kurikulum Mandiri Terintegrasi dalam kurikulum Koordinasi antar staf pengajar Koordinasi d dalam tim penyusun prog
SKOR i 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
POLTEK frek. % 5 10 9 2 D 1 1 22 1 6 e
11 2 7 9 6
1 0 4 19 8 4 2 10 9 3 8 4 7 1 3 4 0 1 1 22 6 7 4 7
20,8 41,7 29,2 8,3 0 4,2 4.2 91.7 4,2 25,0 25,0 45,8 8,3 29,2 37,5 25.0 4,2 0 16,7 79,2 33.3 16,7 8.3 41.7 37,5 12,5 33,3 16.7 29,2 4,2 41.7 25,0 0 4,2 4,2 91,7 25.0 29,2 16,7 29.2
POLMAN frek. % i 2 0 2 0 0 0 5 2 0 0 3 0 1 3 1 0 D 0 5 2 0 0 3 2 0 3 0 2 0 2 1 0 0 1 4 1 1 0 3
20 40 0 40
0 0 0 100 40 0 0 60 0 20 60 20 0 0 0 100 40 0 0 60 40 0 60 0 40 0 40 20 0 0 20 80 20 20 0 60
POLI UI frek. % 0 2 9 0 0 0 2 9 0 4 4 3 1 2 1 7 1 0 0 10 3 3 4 1 5 2 4 0 3 D 7 1 0 1 0 10 2 1 8 0
0 18,2 81,8 0 0 0 18,2 81,8 0 36.4 36,4 27,3 9,1 18,2 8,1 63,6 9,1 0 0 90,9 27,3 27,3 36,4 9,1 45,5 18,2 36.4 0 27.3 0 63,6 9,1 0 9,1 0 90,9 18,2 9,1 72,7 0
AKAMIGAS frek. % 2
0 0 7
0 1 0 8 1 1 0 7 3 1 4 1 0 0 3
e 0 4 0 5 1 5 1 2 0 4 4 1 0 0 0 9 1 3 3 2
22,2 0 0 77,8 0
11,1 0 88.9 11.1 11.1 0 77.8 33.3
11,1 44,4 11.1 0 0 33,3 66.7 0 44,4 0 55.6 11,1 55,6 11.1 22.2 0 44,4 44,4 11.1 0 0 0 100 11,1 33,3 33,3 22,2
No
ITEM Pernyataan
ALTERNATIF JAWABAN
Rutinitas penambahan pengalaman lapangan
Tidak ada Tiap> 12bulan sekali Tiap 6-12 butan sekait Tiap 1-6 butan sekali
Pelaksanaan pengalaman lapangan
Penelitian Pelatihan Magang Pendidikan
13
Pengalaman lapangan yang dilakukan
Penelitian Pelatihan Magang Pendidikan
14
Pendidikan sesuai bidang sludi
Diploma Sarjana Magister Doktor
15
Pendidikan dalam bidang kependidikan
Pelatihan Akta Sarjana Magister/Doktor
16
Pengalaman menebal
Tidak pernah Sekjur/Kaprog/Ka.Lab/Sek PSJKa.Ur Kajur/KaSie DirekturJPD/Ka.Bid.
17
Program perkuliahan direncanakan awal
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50*) Ya (100%)
IB
Modul sebagai sumber materi perkuliahan
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
Program sesuai rencana
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
11
12
19
20
Kecukupan waktu yang tersedia
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
SKCR 1• 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
POLTEK frek. % 14 4 5 1 1 2 17 4 1• 3 14 8 O 19 5 O 9 8 5 2 9 12 2 1 0 2 11 11 O 3 16 5 1 1 12 10 1 O 10 13
58,3 16,7 20,8 4.2 4,2 8,3 70,8 16.7 4,2 12,5 58,3 25,0 0 79,2 20,8 0 37,5 33,3 20,8 8,3 37,5 50,0 8,3 4,2 0 8,3 45,8 45,8 0 12,5 66,7 20,8 4,2 4,2
so.o 41.7 4,2 0 41.7 54.2
POLMAN frek. % i 20 1 1 2
t 1 1 2 1 0 2 2 2 3 0 0 5 0 0 0 3 0 2 0 0 0 2 3 0 0 3 2 0 0 4 1 0 0 4 1
20 20 40 20 20 20 40 20 0 40 40 40 60 0 0 100 0 0 0 60 0 40 0 0 0 40 60 0 0 60 40 0 0 80 20 0 0 80 20
POLI UI frek. % 7 1 0 3 3 1 5 2 0 1 8 2 0 10 1 0 6 0 5 0 6 2 3 0 0 1 7 3 0 1 9 1 0 1 8 2 0 2 5 4
63,6 9,1 0 27.3 27,3 9,1 45,5 18,2 0 9,1 72,7 18.2 0 90,9 9,1 0 54,5 0 45,5 0 54,5 18,2 27,3 0 0 9,1 63.6 27.3 0 9,1 61,8 9.1 0 9,1 72,7 18.2
• 18,2 45,5 36.4
AKAMIGAS % frek. 1 4 4 0 0 6 3 0 1 4 3 1 0 7 2 0 5 2 2 0 0 2 7 0 0 0 5 4 0 0 4 5 0 0 2 7 0 0 1 8 .
11,1 44,4 44,4 0 0 66,7 33,3 0 11,1 44,4 33,3 11.1 0 77,8 22,2 0 55.6 22,2 22,2 0 0 22,2 77,6 0 0 0 55,6 44.4 0 0 44,4 55.6 0 0 22,2 77,8 0 0 11.1 88.9
No 21
ITEM Pernyataan Kehadiran staf pengajar diperlukan
ALTERNATIF JAWABAN
SKCR
Tidak [0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%( Ya (100%)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
22
Staf pengajar hanya mengajar
Tidak {0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
23
Disisipkan materi kepribadian
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>SW) Ya (100%)
24
Materi disusun dalam di kiat/modul
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>Wfc) Ya (100%)
25
Kesesuaian kebutuhan kompetensi
Tidak (0%) Sebagian kecil (<60%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
26
Materi berupa rincian kompetensi
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>50%) Ya (100%)
27
Pengalaman staf pengajar bermanfaat
Tidak (0%) Sebagian kecil (<50%) Sebagian besar (>5Q%) Ya (100%)
POLTEK frek. % 2 O 5 17 7 7 e 2 O 10 6 6 3 5 11 5 O 2 10 12 O 1 12 11 1 1 6 16
8,3 O
20,a 70,8 29,2 29,2 333 8,3 O 41,7 33.3 25,0 12,5 20,8 45,8 20,8 O B,3 41,7 50,0 O 4,2 50,0 45.8 4,2 4,2 25,0 66.7
POLMAN frek. % 0 0 0 5 3 0 2 0
1 4
0 0 0 100 60 0 40 0 0 20 20 60 0 0 40 60 0 0 20 80
0 0 2 3 0 0 2 3
0 0 40 60 0 0 40 60
0 1 1 3 0 0 2 3 0
•
POLI UI % frek. 0 0 2 9 3 2 5 1 0 3 1 7 1 5 1 4 0 0 6 5 0 0 6 S 0 0 3 8
0 0 18,2 81,8 27.3 18.2 45,5 9.1 0 27,3 9.1 63.6 9.1 45,5 9,1 36.4 0 0 54,6 45,5 0 0 54,5 45.5 0 0 27,3 72.7
AKAMIGAS frek. % 0 0 1 8 1 2 5 1 0 3 2 4 0 0 1 8 0 1 0 8 0 1 2 6 O' 0 2 7
0 0 11,1 88,9 11.1 22,2 55,6 11.1 0 33,3 22,2 44,4 0 0 11.1 88.9 0 11.1 0 88,9 0 11.1 22.2 66.7 0 0 22.2 77,8
109 Dengan menggunakan perolehan hasil seperti pada Tabel 4.11, memberi gambaran terhadap profil variabelnya. Profil Tim Pengajar dan Profil Pengalaman Lapangan Staf Pengajar digambarkan dengan menampilkan rerata jumlah skor yang diperoleh masing-masing institusi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.6a dan Gambar 4.6b, yang masing-masing menggambarkan (a) Profil Tim Pengajar, dan (b) Profil Pengalaman Lapangan Staf Pengajar.
Gambar 4.6a: Profil Variabel Tim Pengajar
H S k o r Variabel Tim Pengajar PoHek
Polman
PofiUl
ttamigas
Institusi Sumber. Data Kwanner Stat Pengejar (siter ratsrata)
Gambar 4.6b: Pnfà Variabel Pengdaman Lapangan Staf Pengajar 3,1
3,0
3 2,9
ESI
2,6
27 I Skor Variabel PengaPoto*
Polman
Poli UI Institusi
Sumbar Data Kueaoner Sst Rangajar (star retatala)
Ak amigas
laman Lapangan
110 3. Penyajian Hasil Variabel Pengelolaan Institusi Rangkuman penyajian hasil variabel pengelolaan institusi dari empat institusi seperti ditampilkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12: Rangkuman Penyajian Hasil Variabel Pengelolaan Institusi Tanggapan
Deskripsi
Polman
Poltek
Poli UI
Akamigas
1. Penentu struktur organisasi
Depdkbudfdikti
Komisi
Senat
Menteri
2. Pembuat peraturan dan tata
Pemerintah
Komisi
Senat
Kapus
Pemerintah
Direktur
Putfirl
MentetVKapus
Pemerintah
Direktur
Pudirl
Kabid Akamigas
Pimpinan
Pembantu Direktur II
Drektur
Atasan langsung
6. Pemberi sangsi/hadiah kpd pengajar
Pimpinan
Pembantu Direktur II
Direktur
Kabid Akamigas
7. Penentu jenjang pendkikan
Dikti
DirekhJrfPO UKatua jurusan
Direktur
Drrjen/Kapus
8. Penentu program studi
Dikti
Direktur/PD UKatua kurusan
Direktur
Dirjen/Kapus
9. Penyusun program
Dikti
Komisi/Pembantu Direktur 1
Semua staf
Kabid Akamigas
10. Penentu kebijakan akademik
Pimpinan
Direktur/Pembantu Direktur 1
Senat
Kapus/ttm
11. Penentu persyaratan calon mahasiswa
Senat
Komisi
Adm. Pendidikan
User + Akamigas
12.Peneiitu kurikulum
Dikti
rHWPembantu Direktur 1
Jurusan
User + Akamigas
13. Penentu soal ujian
Dosen
Staf Pengajar
Jurusan
Dosen
14. Penentu ketulusan
Jurusan
Staf Pengajar/Staf Jurusan
Staf Pengajar
Panitia
15. Penentu anggaran pendidikan
Pimpinan
Ketua Jurusan
P u * II
Kapus
16. Penentu uang pendidikan
ITB
ITB
Pudrll
Kapus
17. Pengesahan ijasah
Rektor
ITB
Adm. Pendidikan
rjiijen/Wendikbud
18. Usulan peralatan
PDI
Ketua Jurusan/PD II
Direktur
Ka PPT Migas
tertib 3. Pengangkat dan pernbernenti pegawai 4. Pengangkat dan pemberherrti pengajar 5. Pemberi sangsiftiadiah kpd pegawai
pendidikan
Rangkuman tersebut telah dilakukan penyeleksian yang paling mendekati pada kesesuaian dengan konsep PBK (lihat Lampiran 3D). Pertimbangannya adalah bahwa
111 dalam pengambilan keputusan tentu telah melalui berbagai pertimbangan dan termasuk di dalamnya sumbang saran dari berbagai pihak yang berkaitan. Sumbang saran ini tentu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan yang berlaku yang dimiliki oleh individu yang menjabat atau individu yang dimintai saran tersebut. Sehingga dari ke empat institusi ini ditampilkan satu jawaban untuk masingmasing pertanyaan. Hal ini dilakukan agar dalam satu institusi tidak terdapat kerancuan kebijakan dalam analisis lebih lanjut. Perolehan ini dapat menggambarkan profil terhadap pengelolaan organisasi dan pengelolaan program pendidikan yang sesuai dengan konsep PBK. Profil tersebut seperti pada tampilan Gambar 4.7a dan Gambar 4.7b.
Gambar 4.7a: Profil $ur>Variabel Pengelolaan Organisasi
112
C. Analisis Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif dan data deskriptif Data kuantitatif berkaitan dengan variabel karakteristik PBK (X), variabel profesional (Y), variabel Tim pengajar, dan variabel Pengalaman lapangan staf pengajar. Data kualitatif melalui wawancara dan sebagian observasi yang berkaitan dengan profil institusi dan variabel pengelolaan institusi. Data kuantitatif dirangkum dan diolah dengan statistik inferensial (analisis korelasi kanonik) dan statistik deskriptif,
sedangkan
data
kualitatif ditafsirkan
sebagaimana
adanya
dengan
pertimbangan oleh peneliti berdasarkan kriteria yang ditentukan. Dalam analisis hasil penelitian ini akan mencakup tiga bagian, yaitu (1) Rangkuman Hasil Penelitian, (2) Analisis Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X), (3) Analisis Hasil Variabel Tim pengajar dan Pengalaman lapangan dan (4) Analisis Hasil Variabel Pengelolaan Institusi.
1)3
1. Rangkuman Hasil Penelitian Hasil rangkuman dan olahan data ditampilkan dalam tabel matriks kesesuaian hasil penelitian dengan indikator PBK untuk masing-masing institusi. Dari perolehan hasil penelitian tersebut dirangkumkan pada matriks tabel (Lampiran 1) sebagai perolehan hasil penelitian kesesuaian dengan tolok ukur yang dikembangkan dari pendekatan model PBK. Pencantuman perolehan hasil penelitian adalah didasarkan pada perolehan skor tertinggi (4) yang merupakan respon dari responden masingmasing institusi.
Skor tertinggi merupakan skor yang ditentukan berdasarkan
pendekatan kesesuaian dengan indikator model PBK yang merupakan hasil kajian penulis terhadap model PBK. Angka perolehan hasil penelitian dicantumkan dalam persentase, yang diambil dari jumlah frekuensi responden yang memilih skor 4. Persentse ini diharapkan memberi gambaran secara kuantitatif untuk setiap item pertanyaan yang akan mendukung deskripsi analisis hasil penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakna Analisis Korelasi Kanonik, untuk data-data yang diperoleh dari sumber mahasiswa, dan untuk data-data yang dijaring melalui staf pengajar dan pejabat struktural, maka perolehan hasil penelitian tersebut merupakan perolehan hasil penelitian yang dianalisis secara deskriptif Analisis dari hasil-hasil penelitian ini menjadikan dasar
penyusunan pengembangan konseptual model
pendidikan keteknikan dengan pendekatan model PBK. Pengembangan konseptual model pendidikan ini merupakan hasil integrasi faktual yang diperoleh di institusi penelitian dengan pendekatan model PBK yang menjadi dasar konsep pengembangan penelitian ini dengan fokus tinjauannya adalah kurikulum, program dan manajemen.
114 2. Analisis Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X) Analisis Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X) dilakukan dengan menggunakan analisis statistik inferensial berdasarkan
Analisis Korelasi
Kanonik. Pada dasarnya teori korelasi kanonik merupakan perluasan dari regresi ganda dengan variabel dependent (tak bebas) lebih dari satu (p buah) dan variabel independent (bebas) sebanyak k buah. (Marascuilo, 1983; Cohen, 1983; Sudjana, 1992; Basilevsky, 1994). Pemikiran dasar korelasi kanonik adalah menggunakan kombinasi linear yang dibentuk oleh Xp dan Yk, selanjutnya dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil dicari koefisien korelasi antara kedua kombinasi linear tersebut. Koefisien korelasi yang diperoleh dengan cara demikian merupakan koefisien korelasi kanonik yang akan dicari. Dengan menggunakan analisis korelasi kanonik ini, dapat diketahui keterikatan antar variabel yang masuk di dalam variat masing-masing kelompok, yaitu dengan diketahuinya koefisien korelasi antar anggota variat dan dari hasil analisis antar variat dapat diketahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari hubungan dan keterikatan variat-variat tersebut, yaitu dengan diperolehnya koefisien korelasi kanonik yang dasar perhitungannya tidak berbeda dengan analisis regresi untuk mendapatkan koefisien korelasi ganda. Perhitungan matematis dengan metode matriks dan determinan sangat kental dalam perhitungan analisis korelasi kanonik ini. Untuk melakukan perhitungan dengan tangan diperlukan penguasaan terhadap metode matriks dan determinan tersebut dan akan memakan banyak waktu untuk menyelesaikannya. Walaupun dapat dilakukan tetapi diperlukan kesabaran dan ketelitian yang sangat tinggi, hal ini sangat menghambat bagi peneliti yang menggunakan analisis korelasi kanonik sebagai alat
115 untuk penelitiannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini, perhitungan analisis korelasi kanonik menggunakan bantuan perangkat komputer dengan program statistik yang digunakan yaitu SPSS (Statisncal Program for Social Science) ver. 6.0 for Windows. Perintah program SPSS yang digunakan dan hasil cetak analisis korelasi kanonik seperti yang diperlihatkan pada Lampiran 4A-B. Untuk dapat menganalisis dengan korelasi kanonik, diperlukan asumsi yang harus dipenuhi sebelum menentukan menggunakan analisis korelasi kanonik. Asumsi pertama adalah bahwa sampel yang digunakan berasal dari seluruh populasi yang ditentukan. Asumsi kedua adalah peneliti harus menjamin bahwa kelompok variabel terikat dan variabel bebas tidak kolinier. Asumsi ketiga, yaitu bahwa ukuran sampel (N) relatif lebih besar dari anggota variabel (P+Q). Dalam penelitian ini, untuk memenuhi ketiga asumsi tersebut maka telah dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: (1) Upaya mengantisipasi asumsi bahwa sampel adalah berasal dari seluruh populasi, maka datam penentuan responden sebagai sampel didasarkan atas indikator tertentu, yaitu mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin - Kelas Semester V pada masing-masing institusi penelitian. Dan jumlah berdasarkan rasio untuk tiap angkatan tidak lebih dari 24 mahasiswa per kelompok/kelas. (2) Upaya mengantisipasi asumsi bahwa kelompok variabel terikat dan variabel bebas tidak kolenier, maka sejak awal penentuan variabel dan lebih tegasnya dinyatakan dalam Kisi-kisi Instrumen (Tabel 3.1) dan paradigma pengembangan model PBK (Gambar 3.2), di samping juga dilakukan pengujian secara statistik dengan menggunakan uji Barlett (Lampiran 4B), (3) Upaya mengantisipasi asumsi bahwa ukuran sampel (N) lebih besar dari anggota variabel (P+Q), maka dengan mengupayakan penarikan sampel sesuai dengan indikator, hal ini dapat
116 terpenuhi. Hal ini juga didukung oleh hasil uji random yang berdistribusi normal (Lampiran 4B). Dengan demikian maka Penyajian Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X) yang terkumpul dari masing-masing institusi memenuhi persyaratan asumsi yang diperlukan untuk melakukan analisis korelasi kanonik. Pada bagian Analisis Hasil Variabel Profesional (Y) dan Karakteristik PBK (X) ini, analisisnya akan dilakukan berdasarkan masing-masing institusi, yaitu (a) Politeknik Negeri (ITB) Bandung, (b) Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung, (c) Politeknik Negeri (UI) Jakarta, dan (d) Akamigas PPT Migas-Cepu.
a. Politeknik Negeri (ITB) Bandung Tabel 4- 13a: Matrik Korelasi pada Politeknik Negeri (ITB) Bandung Correlation XI
XI X2 X3 X4 X5 Yl Ï2 Y3 *
X2
1,0000 ,3184 ,1493 ,3779* • ,3951 -,2278 -.2216 ,1324 _
X3
,3164 1,0000 -,0160 ,0M4 ,2466 ,0915 -,Z813 -,2300
X4
,1493 -,0160 1,0000 ,1332 ,5248* ,1005 -,0780 -,2161
Slgnlf. LE ,05
Coefficients X5
,5779** ,0944 ,1332 1,0000 ,1089 ,1874 -,2615 ,0030
*• - SlgnlE .
ix
,3951 ,2486 ,5248* ,108» 1,0000 ,1306 -,1106 -,2332
,01
Yl
Y2
Y3
-,2216 -,2813 -,07B0 -,2615 -,1106 ,1585 1,0000 ,5323*
-,2278 ,0915 ,1005 ,1874 ,1306 1,0000 ,1585 -,2975
,1324 -,2300 -,2161 ,0030 -,2332 -.2975 ,5323* 1,0000
(2-ta.lled)
Pertama koefisien korelasi kanonik ditunjukkan oleh Ri =
= 0,635 (Tabel
1
4.13b). Lebih jelasnya, R i ~ Xi = 0,403 mengindikasikan bahwa 40,3% perbedaan pada Y*
1
adalah dijelaskan oleh hubungan linear antara X* ' dan Y
(1)
. Kedua variat
kanonik seperti yang dituliskan dalam bentuk skor standar, sebagai berikut: 1
Y* ' = 0,904 Z i - 0,386 Z - 0,133 ZYS Y
n
% = -1,149 2 i + 0,491 Zx2 + 0,011 Zx3 + 0,985 Z 1 1
X
X 4
+ 0,521 Z
X S
117 Adanya tanda negatif dan positif pada variât kanonik tersebut, tidak mempengaruhi gambaran dalam interpretasi variât kanonik. Hal ini hanya menunjukkan bentuk kebalikan atau refleksi dari yang ditunjukkan
Tabel 4.13b: Bobot Baku dan Hubungan Statistik Variat Kanonik di Politeknik Negeri (ITB) Bandung Sett Variabl e X, X,
x
3
y, Y, Y 3
x„ A z'
of
X"
-1,149 0,491 0,011 0,985 0,521 —
Set 3
s.
Y"
X'
X*
0,529 -0,091 -0,214 0,579 -0,372
-0,515 -0,700 -0,514 0,507 0,127
0,904
A
2
-0,386 -0,133
-
Set 2
A
--
-~
0,363 -1,175 1,134
-
0.403 0,635 0,440 12,725 15
0,211 0,460 0,737 4,730 8
3
Y'
0,690
-
0,343 0,678 0,066 0,256 0,934 1,058 3
Keterangan: X - Eigen value R - Canonical Correlation Coefficient A -Wîlks Level X - Chi-Square Score cff'• De^seofReaim p
p
2
Menurut Darlington, Weinberg, dan Walberg (1973), menyarankan dua cara menginterpretasikan pengaruh suatu variabel yang ditunjukkan pada variat kanonik. Teknik yang kesatu, peneliti memfokuskan pada setiap variabel-variabel yang memberi sumbangan pada variat
kanonik
dari
pengujian
yang
diperoleh
berdasarkan
pembobotan standar. Yang kedua adalah mencoba mengkarakteristikkan variat kanonik pada saat pembobotan standarisasi dan selanjutnya dipolakan, yaitu dengan cara menguji korelasi antara variat kanonik dari masing-masing variat kanonik. Pada
118 interpretasi hasil penelitian ini, selanjutnya digunakan cara yang pertama, yaitu cara yang digunakan dalam perhitungan pada program SPSS. Dari hasil ini maka yang diperlihatkan Y°*, bahwa Yi lebih besar dari Y , dan 2
Y3 adalah yang terkecil. Hal ini memberi makna bahwa Yi dan Y memberi pengaruh 2
yang kuat hubungannya dengan ketercapaian hasil ke arah keprofesionalannya pada l)
pasangan yang pertama. Di sisi lain bahwa yang diberikan oleh X* , tampak yang ditegaskan oleh Xi, yaitu Belajar modul secara mandiri. Ini agak mengherankan dengan skor korelasi yang relatif kecil dari r i i = -0,2278. Diharapkan Belajar modul y
x
secara mandiri dengan perkiraan yang tidak begitu
baik, tidak mempengaruhi yang
1
lain secara umum. Lebih lanjut variabel X* ' juga ditunjukkan oleh X4, Strategi personalisasi, Xj, Fasilitas komunikasi, dan X , Pusat sumber belajar. Apabila ditinjau 2
korelasi terhadap variabel keprofesionalan, tampaknya tidak ada yang memiliki skor yang signifikan pada taraf 0,05 dan dengan korelasi > 0,4. Bagaimanapun, apa yang ditunjukkan ini adalah yang tampak dari hasil analisis korelasi kanonik. Belajar modul secara mandiri bertanda positif pada Xi dan Pengetahuan yang dicapai dalam Y memiliki tanda negatif, artinya bahwa tingginya skor Belajar modul t
secara mandiri tidak mempengaruhi tingginya skor Pengetahuan yang merupakan ciri karakteristik
keprofesionalan.
diimplementasikan
Jadi
Belajar
modul
kepada mahasiswa tidak langsung
secara memberi
mandiri
yang
kecenderungan 11
mendapat skbr yang tinggi pada tingkat Pengetahuan seperti yang diperlihatkan Y *, tetapi pada tingkat Keterampilan dan kematangan Sikap, walaupun total skornya rendah. Ini erat hubungannya dengan apa yang diperlihatkan dari beberapa variabel yang lain dan apa yang bisa dicapai mahasiswa dalam kinerja keprofesionalannya. Hal ini berarti, bahwa tingginya Belajar modul secara mandiri tidak mampu membawa
119 mahasiswa dalam mencapai total skor Pengetahuan, hal ini masih diperlukan adanya variabel-variabel yang lain, yaitu variabel Strategi personalisasi, Fasilitas komunikasi, Pusat sumber belajar dan Pengalaman lapangan, sehingga dalam analisis korelasi kanonik menampakkan bahwa koefisien harapan perolehan skor Pengetahuan dipengaruhi secara tidak langsung oleh variabel Belajar modul secara mandiri sebagai yang utama dengan pendampingan variabel-variabel yang lain. Variabel X2, X , X* dan X merupakan kelanjutan keseimbangan pembobotan. 3
5
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hasil X2, X» dan Xj seperti yang diharapkan dari hasil analisis korelasi kanonik. Yang dicapai oleh variabel-variabel tersebut, memiliki hubungan proses yang kuat terhadap terciptanya Belajar modul secara mandiri. Dipihak lain, tingkat korelasinya tidak semuanya signifikan, hanya r * ^ = 0,5779 yang signifikan pada taraf 0,01. Hal ini memberi makna bahwa diperolehnya skor Pengetahuan yang diharapkan, selain ada pengaruh dari Belajar modul secara mandiri, juga ada faktor yang memberi kontribusi terhadapnya, yaitu Strategi personalisasi. Pada akhirnya, pola institusi ini tampak mengimplementasikan Pengalaman lapangan, 0
01
X , yang sangat kecil terhadap X ' dan Y . Dari hasil analisis korelasi kanonik ini 3
l)
dapat ditegaskan bahwa peran dari X* adalah sebagai prediksi proses pendidikan di institusi; dan Y
0 1
sebagai tingkat ketercapaian keprofesionalan
Pada pasangan yang kedua, nilai signifikansi dari. R =
= 0,460 yang
2
diijinkan untuk mempertahankan pasangan kedua dari variat kanonik, dari langkah 2)
42
yang pertama. Definisi skor standar seperti Y* dan X ', adalah sebagai berikut: 2
Y* ' = 0,363 ZYI - 1,175 Zw + 1,134 Z
Yi
2
X* ' = 0,529 Z - 0,091 Zxi - 0,214 Xi
dan + 0,579 Z 4 - 0,372 Z X
y s
120 Pembobotan seperti yang dikemukakan ini, Y* ' merupakan bentukan awal dari Y2, 2
skor Keterampilan, dan lebih jauh oleh Y , skor Sikap. Pada saat yang sama, X*
2)
3
adalah bentukan dari X(, Strategi personalisasi, dan X , Belajar modul secara mandiri, }
0
jika kecilnya kontribusi dari Yi, dariY ' diabaikan, perhitungan akan terganggu untuk dimensi yang kedua yaitu pada komponen Sikap, kontras dengan kuatnya komponen Pengetahuan
dalam
pasangan
variat
kanonik
yang
pertama.
Jadi,
dengan
mempertimbangkan apa yang terjadi pada variabel keprofesionalan, ditemukan bahwa y2 dan XA memiliki ketidak samaan tanda, dengan demikian bahwa Keterampilan yang dimiliki mahasiswa cenderung tidak dipengaruhi oleh Strategi personalisasi di institusi ini. Hal ini juga tampak dari perolehan hasil korelasi yang ditunjukkan dengan -0,2615 dan
=
juga hasil korelasi yang mendekati nol yang diperoleh dari korelasi
dengan Sikap yang ditunjukkan oleh r
y3!t4
adalah 0,0030, bagaimanapun juga, hal ini
tidak jauh berbeda dengan variat kanonik yang pertama. Oleh karena itu dalam kesimpulan interpretasi ini, digunakan pasangan yang pertama, yaitu dengan harapan signifikansi hasil korelasi kanonik sebesar 63,2%.
b. Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung Dari hasil analisis statistikal dengan menggunakan analisis korelasi kanonik dengan data mahasiswa yang diperoleh dari Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung, ditunjukkan dalam Tabel 4.14a dan Tabel 4.14b.
121 Tabel 4.14a: Matrik Korelasi pada Politeknik Negeri Manufaktur Bandung (ITB) correlation coefficients X2
XI XI X2 X3 X4 X5 XI Y2 Ï3
1,0000 ,6147* ,2660 ,7436*« ,6918** ,0840 -,3360 -,0047
* -
X3
,6147* 1,0000 -,2377 ,6264** ,7056** ,0526 -,0402 -,0B41
Slgnie. LE ,05
X4
- -
X5
,2660 -,2377 1,0000 ,1227 -,2841 -,0790 -,3016 -,3080
,7436" ,6264** ,1227 1,0000 ,5074* ,1881 ,0713 ,3243
•* - slgnlf
LE ,01
,6918** ,7056** -,2841 ,5074* 1,0000 ,0705 -,12B8 ,0357
Î1 ,0640 ,0526 -,0790 ,1881 ,0705 1,0000 ,4 980* ,2112
Y2
T3
-,3360 -,0402 -,3016 ,0713 -,1288 ,4980* 1,0000 ,2541
-,0O47 -,0941 -,3080 ,3243 ,0357 ,2112 ,2541 1,0000
(2-tailed)
Tabel 4.14b: Bobot Baku dan Hubungan Statistik Variat Kanonik di Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung Seti Variable X,
x x x x
2 3 t s
y, Y*
n
A !
x df
A.
X"
X*
-0,653 -0,730 •0,645 1,323 0,040
1,696 -0,910 -0,623 0,004 -0,341
--
-0,180
-
-
0,564 0,767 0,632 0,795 0,262 14,064 15
Set2
Set 3 Y*
X*
-
-0,434 0,911 0,352 0,529 -0,011
0.609 -1,023 0,601
-
—
-
0,282 0,531 0,712 3,567 8
yßj
-
-
0,970 0,089 -0,361 0,008 0,088 0,992 0,084 3
Dengan analisis yang tidak berbeda dari analisis institusi Politeknik Negeri (ITB) Bandung, maka terhadap hasil statistikal yang diperoleh dari institusi Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung dapat dianalisis sebagai berikut: koefisien korelasi kanonik ditunjukkan oleh Ri = 0,795 dan Xi = 0,632 memberi makna bahwa 63,2% perbedaan pada Y'
adalah dijelaskan oleh hubungan linear antara X
Variat kanonik yang diperoleh dalam bentuk skor standar, adalah:
0 1
1
dan Y* '
122 Y*" = -0,180 Z i + 0,564 Zyi + 0,767 ZYB Y
11
X* = -0,653 Zxi - 0,730 Zxi - 0,645 ZJG + 1,323 Z * + 0,040 Zxs x
Dari hasil ini maka diperlihatkan Y™, bahwa Yj lebih besar dari Y , dan Y 2
t
adalah yang terkecil. Hal ini memberi makna bahwa Y3 dan Y memberi pengaruh 2
yang kuat hubungannya dengan ketercapaian hasil ke arah keprofesionalannya pada pasangan yang pertama. Hasil dari X * d i sini tampak bahwa XA, yaitu Strategi personalisasi memiliki skor yang besar. Dipihak lain, sama halnya pada institusi Politeknik Negeri (ITB) 11
Bandung, korelasi dari r i = 0,1881 yang relatif kecil. Lebih lanjut variabel X 'juga y
x4
ditunjukkan oleh X , yaitu Pusat sumber belajar, ini juga memperlihatkan harapan 2
dengan korelasi yang belajar
dengan
relatif rendah
keprofesionalan,
yaitu
bahkan mendekati nol antara Pusat sumber r^ = -0,0526, r 2*2
=
y
-0,0402 dan
r
y3x
2=
0,0841. 1
Strategi personalisasi bertanda positif pada X*- ' dan ada satu variabel yang s* 0
dicapai dalam Y* memiliki tanda negatif, hal ini memberi arti yaitu dengan tingginya 41
nilai Strategi personalisasi berkaitan dengan tingginya nilai Y ', maka Strategi personalisasi yang diimplementasikan kepada mahasiswa, cenderung mendapat skor yang tinggi pada tingkat Sikap, tetapi tidak pada tingkat Keterampilan bahkan terhadap Pengetahuan yang memiliki tanda negatif. Ini erat hubungannya dengan apa yang diperlihatkan dari beberapa variabel yang lain dan apa yang bisa dicapai mahasiswa dalam kinerja keprofesionalannya. Hal ini berarti, bahwa tingginya Strategi personalisasi
tidak
membawa
mahasiswa
mencapai
skor
Keterampilan
dan
Pengetahuan yang tinggi, tetapi hal ini masih memerlukan adanya variabel lain yang mampu memacu meningkatkan skor keprofesionalan yang rendah tersebut.
123
Variabel Xi, X , dan Xs merupakan kelanjutan keseimbangan pembobotan dari 3
dua variabel X yang telah dibahas di atas. Tentu saja hasil Xi dan X seperti yang 3
diharapkan dari hasil analisis korelasi kanonik. Dipihak lain, yang dicapai Fasilitas komunikasi X , dengan hasil korelasi kanonik yang sangat kecil. Ternyata dari hasi! 5
korelasi dengan keprofesionalan juga sangat kecil, yaitu lyixs =
0,0357
hal ini menunjukkan bahwa
^ 1 * 5 = 0,0705, r 5 = -0,1288, y2S
variabel Fasilitas komunikasi berkorelasi
yang relatif kecil dengan variabel-variabel keprofesionalan yang bersangkutan. Ini memberi makna bahwa mahasiswa di institusi ini menganggap fasilitas komunikasi tidak terlalu memberi pengaruh maupun kontribusi untuk meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan tetapi memiliki pengaruh pada pembentukan Sikap mahasiswa. Selain pengaruh Strategi personalisasi, tampak bahwa Pengalaman lapangan, X , 3
1
memberi faktor pengaruh yang relatif besar terhadap X ", demikian halnya dengan variabel Xi, Belajar modul secara mandiri. Dengan meninjau korelasi variabel-variabel ini terhadap variabel utamanya, maka Xi dan X , memberi pengaruh yang cukup tinggi 2
dengan perolehan sangat signifikan pada taraf 0 , 0 1 , yaitu
r
s U
4 = 0,7436,
dan
=
0,6264.
Selanjutnya, pada pasangan yang kedua dapat diinterpretsikan sebagai berikut: nilai signifikansi dari R = 0 , 5 3 1 yang diijinkan untuk mempertahankan pasangan 2
kedua dari variat kanonik, dari langkah yang pertama. Definisi skor standar seperti 1
12
Y ' dan X ', seperti ditunjukkan, masing-masing oleh: Y* ' = 0 , 6 0 9 ZYI - 1,023 Zy2 + 0 , 6 0 1 Z« 2
2
X* ' = 1 , 6 9 6 Z
X 1
dan
- 0 , 9 1 0 Zx2 - 0 , 6 2 3 Z » + 0 , 0 0 4 Z * - 0 , 3 4 1 Z X
Y S
2
Pembobotan seperti yang dikemukakan ini, Y* ' merupakan bentukan dengan pengaruh yang memiliki skor yang relatif besar untuk ketiga variabel-varibelnya,
124
dengan gambaran Y , Keterampilan, yang terbesar kontribusinya terhadap Y*
. Pada
2
saat yang sama, X
121
adalah bentukan dari Xi, Belajar modul secara mandiri, X , Pusat 2
sumber belajar, X , Pengaiaman lapangan Sedangkan kontribusi dari Yi, Y , dan Yj, 3
2
2
ke Y ' ' cukup signifikan, dibandingkan dengan pasangan variat kanonik yang pertama. Jadi, dengan mempertimbangkan apa yang terjadi pada variabel keprofesionalan, ditemukan bahwa Y
2
dan Xi
dengan ketidak samaan tanda, artinya bahwa
Keterampilan yang dimiliki mahasiswa cenderung tidak dipengaruhi oleh Belajar modul secara mandiri di institusi ini. Di sini dukungan lebih lanjut oleh ditemukannya ryhi = - 0 , 3 3 6 0 . Dipihak lain, hal ini bertolak belakang dengan Strategi personalisasi dengan Pengetahuan yang berskor korelasi, r i i = 0 , 0 8 4 0 , dan dengan Sikap y
x
korelasinya mendekati nol, r 3 i = 0 , 0 0 4 7 . y
X
Sama dengan hal yang digunakan pada institusi sebelumnya, maka lebih lanjut yang menjadi kesimpulannya adalah hasil interpretasi dari analisis korelasi kanonik pasangan pertama yang memiliki koefisien korelasi kanonik sebesar 0 , 7 9 5 .
c. Politeknik Negeri (UI) Jakarta Sama halnya dengan institusi Politeknik Negeri (UI) Jakarta, hasil analisis yang diperoleh melalui analisis, koefisien korelasi kanonik adalah sebagai berikut: R = f
0,798
dan X = 0 , 6 3 6 memberi makna bahwa 6 3 , 6 % . Perolehan ini tidak jauh berbeda t
dengan perolehan hasil analisis pada institusi Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung. Dipihak lain, variat dari variat kanonik yang diperoleh dalam bentuk skor standar, seperti yang diperlihatkan berikut ini: 0
Y ' = 0 , 0 9 9 ZYI - 0 , 8 3 7 Z n + 0 , 6 1 8 Z
Y i
X°> = - 0 , 1 1 9 Z , + 0 , 4 4 5 Zx2 - 0 , 6 1 4 2x3 - 0 , 6 3 5 Z 4 + 0 , 0 3 9 Z X
X
X S
125
Tabel 4.15a: Matriks Korelasi pada Politeknik Negeri (UI) Jakarta - -
XI X2 X3 X4 X5 Yl Y2 Y3
* -
Corrélation coefficients
XI
X2
X3
X4
X5
1,0000 -,17B5 -,3867 -.4721 -,2976 -,1653 -,2955 ,0492
-,1785 1,0000 ,0016 ,3496 -,05Z3 ,0133 -,1956 ,0439
-,3867 ,0016 1,0000 ,3875 -,3173 -,3278 ,4555 -,3965
-,4721 ,3498 ,3875 1,0000 ,0879 -,0527 ,4091 -,2864
-,2976 -,0523 -,3173 ,0879 1,0000 ,0849 -,0015 ,2293
Signif.
U ,05
** - Signif
LE ,01
-Yl -,1653 ,0133 -,3278 -,0527 ,0849 1,0000 ,13151 ,5526*
Y2
Y3
-,2955 -,1956 ,4555 ,4091 -,0015 ,1315 ,0000 ,1331
,0492 ,0439 -,3965 -,2864 ,2293 ,5526* ,1331 1,0000
t2-tail«d)
Tabet 4.15b: Bobot Baku dan Hubungan Statistik Variât Kanonik di Politeknik Negeri (UI) Jakarta
1
Dari hasil ini maka yang diperlihatkan Y / * adalah Y lebih besar dari Y , dan 2
3
Yi adalah yang terkecil. Hal ini berarti bahwa Y dan Y mempunyai pengaruh yang 2
3
kuat hubungannya dengan ketercapaian hasil ke arah keprofesionalannya pada pasangan yang pertama. 0
Hasil dari X *, di sini tampak bahwa X*, yaitu Strategi personalisasi memiliki skor yang paling besar. Dipihak lain, berbeda dengan institusi-institusi di atas , korelasi dari r x* = -0,4091 yang relatif besar. Lebih lanjut variabel X" juga yl
126 ditunjukkan oieh X , yaitu Pengalaman lapangan, ini juga memperlihatkan harapan 3
dengan
korelasi
yang
relatif
keprofesionalan, yaitu
besar
= -0,3278,
r
y2x
antara
Pengalaman
= 0,4555 dan
3
r,3x3=
lapangan
dengan
-0,3965.
0
1
Strategi personalisasi bertanda negatif pada X ' dan Keterampilan dalam Y* * memiliki tanda negatif pula, hal ini memberi arti yaitu dengan tingginya nilai Strategi 1
personalisasi berkaitan dengan tingginya nilai Y* ', maka Strategi personalisasi yang diimplementasikan kepada mahasiswa, cenderung mendapat skor yang tinggi pada tingkat Keterampilan, tetapi dengan tanda negatif pada Sikap, memberi makna bahwa cenderung tidak dipengaruhi Strategi personalisasi dengan taraf kontribusi yang sangat kecil, tetapi tidak pada tingkat Pengetahuan yang relatif mendekati nol, justru pengaruh Strategi personalisasi relatif kecil secara linier. Variabel Xi, Xi, dan X merupakan kelanjutan keseimbangan pembobotan dari 5
dua variabel X yang telah dibahas di atas. Tentu saja hasil X seperti yang diharapkan 2
dari hasil analisis korelasi kanonik. Dipihak lain, yang dicapai Belajar modul secara mandiri, X2, dan Fasilitas komunikasi, X , dengan hasil korelasi kanonik yang sangat 5
kecil. Ternyata dari hasil korelasi dengan keprofesionalan, yaitu r^ = 0,0133, r 2 = ylX
-0,1956,
T
y i x 2
-
0,0439 dan r
y l x 5
= 0,0849, r ^ = -0,0015, r
y3xS
-= 0,2293 yang relatif
kecil bahkan mendekati nol. Hal ini memberi makna bahwa korelasi yang relatif kecil antara Belajar modul
secara mandiri dan
Fasilitas komunikasi
dengan skor
keprofesionalan menunjukkan bahwa kedua variabel bebas tersebut tidak memberi kontribusi yang berarti pada perolehan skor keprofesionalan yang diharapkan. Pola pada institusi ini tampak mengimplementasikan Strategi personalisasi, X), dan s* 11
Pengalaman lapangan, X , yang relatif besar terhadap X* sehingga diperoleh hasil 3
-N 1
yang tinggi pada keprofesionalan^ *, khususnya dalam Keterampilan dan Sikap.
127 Nilai signifikansi dari R = 0,480 yang diijinkan untuk mempertahankan 2
pasangan kedua dari variat kanonik, dari langkah yang pertama. Definisi skor standar 2
seperti Y* ' dan X®, seperti ditunjukkan, masing-masing oleh: Y* = 1,179 Z i + 0,101 Z 2 - 0,560 Z 21
Y
Y
dan
Y 3
X* ' - -1,035 Z i - 0,433 Zx2 - 1,054 Z x 3 + 0,429 Z 2
X
Pembobotan seperti yang dikemukakan ini, Y
1
X 4
- 0,762 Z
x ;
merupakan bentukan awal dari Yi, 12
skor Pengetahuan, dan lebih jauh oleh Y , skor Sikap. Pada saat yang sama, X ' 3
adalah bentukan dari X , Pengalaman lapangan, Xi, Belajar modul secara mandiri, X , 3
5
Fasilitas komunikasi, yang masing-masing dengan kontribusi yang tinggi, walaupun dua variabel yang lain yaitu Pusat sumber belajar, X , dan Strategi personalisasi, 2
juga memberi kontribusi yang cukup baik. Sedangkan kontribusi dari Yi, dan Y , ke 3
A.
2
Y* * cukup memadai, tetapi Y tidak memberi pengaruh yang memadai dengan hasil 2
yang relatif kecil. Jadi, dengan mempertimbangkan apa yang terjadi pada variabel keprofesionalan, ditemukan bahwa Yi dan X memiliki kesamaan tanda, dengan 3
demikian bahwa Pengetahuan yang dimiliki mahasiswa cenderung dipengaruhi oleh Pengalaman lapangan di institusi ini. Di sini dukungan lebih lanjut oleh ditemukannya iyix3
=
-0,3278. Dipihak lain, hal ini bertolak belakang dengan Pengalaman lapangan
dengan Pengetahuan dengan korelasi positif yang cukup tinggi, yaitu r ^ i = 0,4555, dan hal ini juga tidak berbeda dengan Sikap, dengan korelasi yang memadai yaitu r i y3l(
adalah 0,3965. Dari hasil analisis ini, maka pasangan pertama yang akan dijadikan tolok ukur penyusunan konsep-konsep pengembangan. Hal ini juga didukung dengan perolehan hasil analsisi, koefisien korelasi kanonik yang relatif besar 0,798.
128 d. Akamigas PPT Migas - Cepu Hasil statistikal dengan analisis korelasi kanonik untuk institusi ini adalah seperti yang ditampilkan dalam Tabel 4.16a dan Tabel 4.16b. Tabel 4.16a: Matriks Korelasi pada Akamigas PPT Migas Cepu Correlation Coefflolents
xa
X3
X4
,2379 1,0000 ,2966 -,0478 ,1303 ,0339 ,2948 ,2314
,2472 ,2966 1,0000 ,2332 ,1839 -,1736 ,0341 -,1018
-,0716 -,0478 ,2332 1,0000 ,0704 -,3263 -,2294 ,1898
XI XI X2 X3 X4 X5 Yl Y2 Y3
1,0000 ,2379 ,2472 -,0716 ,2725 ,4739* ,3439 ,04B3
* -
Signlf. LE ,05
** - Signif
- -
X5
LE ,01
Y2
Yl
,2725 ,1303 ,1839 ,0704 1,0000 ,3708 ,3320 ,4627*
,4739» ,0339 -,1736 -,3263 ,3708 1,0000 ,7289** ,2965
Y3
,3439 ,2948 ,0341 -,2294 ,3320 ,7289** 1,0000 ,4416*
,04B3 ,2314 -,1018 ,1B98 ,4627* ,2965 ,4416* 1,0000
(2-talled)
Tabel 4.16b: Bobot Baku dan Hubungan Statistik Variat Kanonik di Akamigas set r Variabie X, X,
x
3
X, X Y, Y Y 5
2
3
_
0,643 -0,128 -0,478 -0,297 0,517
1,172
-
Set2
A
9"
-0,321 0,133
Y*
0,369 -0,500 0,415 -0,598 -0,650
_
-
0,307 0,105 -1,068
0.473 0,688 0,284 19,511 15
R A
p
X' O?
Set 3
A»
—
— — —
0.355 0,596 0,539 9,580 8
3
X'
A,
H*
_
0,017 -0.722 •0,432 0,406 -0,022
— — —
-
0,819 -1,519 0,292 0,165 0,406 0,835 2,795 3
Koefisien korelasi kanonik yang diperoleh oleh Akamigas adalah seperti yang ditunjukkan oleh R = 0,688, dengan X = 0,473 yang mengindikasikan bahwa 47,3% (
t
0
0
perbedaan pada Y*" adalah dijelaskan oleh hubungan linear antara X ' dan Y ' . Kedua variat kanonik seperti yang dituliskan dalam bentuk skor standar adalah sebagai berikut.
129 1
Y* ' = 1,172 Zyi - 0,321 Zyz + 0,133 Z
Y 3
X*" = 0,643 Z i - 0,128 Z - 0,478 Zx3 - 0,297 Z + 0,517 Zxs X
M
Xi
Dari hasil ini maka yang diperlihatkan Y* ', bahwa Yi lebih besar dari Y , dan Y3 1
2
adalah yang terkecil. Hal ini berarti bahwa Yi memberi pengaruh yang sangat kuat hubungannya dengan ketercapaian hasil ke arah keprofesionalannya pada pasangan yang pertama (1)
Hal ini berarti bahwa yang diberikan oleh X , di sini tampak seperti yang ditunjukkan oleh Xi, yaitu Belajar modul secara mandiri, dengan perolehan skor yang paling besar, hal ini juga didukung oleh korelasi dari r i = 0,4739 yang berkorelasi yix
U )
secara signifikan pada taraf 95%. Lebih lanjut variabel X juga ditunjukkan oleh X , s
Fasilitas komunikasi, X , Pengalaman lapangan dan X 4 , Strategi personalisasi 3
1
Belajar modul secara mandiri bertanda positif pada X* ' dan Pengetahuan yang 11
dicapai dalam Y* memiliki tanda positif, di sini memberi makna bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya skor perolehan Pengetahuan sebagian besar darinya adalah kontribusi yang diperoleh dari variabel Belajar modul secara mandiri. Variabel X , X , X» dan X merupakan kelanjutan keseimbangan pembobotan. 2
3
s
Tentu saja hasil X , dan X , seperti yang diharapkan dari hasil analisis korelasi s
3
kanonik. Yang dicapai Fasilitas komunikasi dan Pengalaman lapangan, memiliki hubungan proses yang kuat terhadap terciptanya Belajar modul secara mandiri. Ternyata hubungan ini tidak tampak terlihat korelasi yang kuat dengan perolehan hasil seperti yang ditampilkan dari hasil korelasi antara Belajar modul secara mandiri dengan Fasilitas komunikasi dan Pengalaman lapangan , yaitu: r
xixi
= 0,2725, r , ^ =
0,2472. Hal ini memberi makna bahwa tingginya perolehan skor Pengetahuan pada institusi ini berkaitan dengan kontribusinya dipengaruhi oleh variabel Belajar modul
130 secara mandiri, yang juga mendapat kontribusi dari variabel-variabel lain, yaitu Fasilitas komunikasi, dan Pengalaman lapangan. Pada pasangan yang kedua, nilai signifikansi dari R = 0,596 yang diijinkan 2
untuk mempertahankan pasangan kedua dari variat kanonik, dari pasangan variat 1
2
kanonik yang pertama. Definisi skor standar seperti Y ' dan X* ', seperti ditunjukkan, masing-masing oleh: 2
Y' » = 0,307 Z ! + 0,105 Z Y
V 2
- 1,068 Zys
dan
X* = 0,369 Zxi - 0,500 Zx2 + 0,415 ZJG - 0,598 Z 2)
X 4
- 0,650 Z s Y
1 2
Pembobotan seperti yang dikemukakan ini, Y ' sangat dipengaruhi oleh bentukan /s
awal dari Y , Sikap, dan lebih jauh oleh Y , , Pengetahuan. Pada saat yang sama, X* S
adalah bentukan dari semua variabel yang memberi kontribusinya dengan skor yang memadai.
Jadi,
dengan
mempertimbangkan
keprofesionalan, ditemukan bahwa Y
3
apa yang
terjadi
pada
variabel
dan X memiliki kesamaan tanda, dengan S
demikian bahwa Sikap yang dimiliki mahasiswa cenderung dipengaruhi oleh Fasilitas komunikasi di institusi ini. Di sini dukungan lebih lanjut oleh ditemukannya
r, 5 = 3X
0,4627 yang memiliki taraf signifikan 0,05. Dipihak lain, pada koefisien korelasi kanonik yang diperoleh tidak sebesar pada pasangan yang pertama. Oleh karena itu seperti pada institusi yang lain, maka sebagai kesimpulan hasil masing-masing institusi akan digunakan pasangan yang pertama, dengan koefisien korelasi kanonik sebesar 0,688. 3. Analisis Hasil Variabel Tim Pengajar dan Pengalaman Lapangan Staf Pengajar merupakan salah satu komponen dari empat komponen yang oleh Finch menentukan keberlangsungan proses pendidikan (Finch, 1979:137,141), Keterlaksanaan proses yang sudah dipersiapkan melalui program-program pendidikan
131 dan diurai dalam isi kurikulum terpusat pada bagaimana eksistensi staf pengajar tersebut di dalam prosesnya. Berbagai metode mengajar telah dikembangkan dalam upaya efektifitas dan efisiensi proses pengajaran dengan perolehan hasil yang optimal. Upaya ini hingga saat ini terus dikembangkan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Karakteristik PBK mencantumkan metode tim pada proses pendidikannya. Asumsinya bahwa pada tim akan dapat diatasi permasalahan-permasalahan yang sifatnya individual dari staf pengajar. Digambarkan misalnya adalah faktor pribadi, faktor penguasaan materi pengetahuan, faktor kemampuan keterampilan, faktor pengalaman lapangan, faktor komunikasi, dan masih banyak faktor yang sifatnya individual. Dengan metode tim, personal dalam tim dimungkinkan untuk saling mengisi
kekurangan-kekurangan
yang
sifatnya
individual
tersebut
sehingga
performansi dalam tim dapat lebih dioptimalkan dalam upaya efektifitas, efisiensi dan optimalisasi proses pendidikan. Di samping hal tersebut kekhasan pada PBK adalah individual proses. Hal ini memberi makna bahwa keberhasilan mahasiswa menguasai pengetahuan, keterampilan dan memiliki kepribadian yang baik dalam proses pendidikan ini tergantung dari dirinya sendiri. Staf pengajar dalam proses PBK bersifat mendampingi individu mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya. Dengan demikian permasalahan, kesulitan dan kendala yang dihadapi mahasiswa merupakan juga tanggung jawab staf pengajar untuk membantu mencarikan jalan penyelesaiannya. Dalam tim staf pengajar diharapkan segala permasalahan, kesulitan dan kendala dari individu mahasiswa dapat diatasi agar proses pendidikan yang dijalankan mahasiswa tidak terhambat.
132
Peran staf pengajar tidak hanya mentransfer materi atau ilmu saja. PBK mengisyaratkan bahwa staf pengajar sebagai pendamping diartikan juga sebagai mediator untuk bertanya dalam hal yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sebagai komunikator untuk
menyelesaikan kesulitan dan permasalahan mahasiswa,
sebagai fasilitator untuk menemukan kebutuhan dan kepentingan mahasiswa, dan sebagai konsultan untuk menemukan kepribadian diri mahasiswa (Hall, 1976, h.56, Sukmadinata, 1997, h. 195). Peran yang demikian kompleks yang diperlukan staf pengajar pada institusi keteknikan, sesuai dengan karakteristik pendidikan keteknikan yang digambarkan
oleh Finch (1979, h.9-13) sebagai karakteristik kurikulumnya,
yaitu bahwa pendidikan kejuruan dan keteknikan adalah (a) berorientasi pada proses (aktifitas belajar) dan produk (pengalaman dan aktifitas yang membentuk lulusannya); (b) ada kesesuaian antara yang diajarkan dengan yang dibutuhkan masyarakat; (c) memantapkan
mahasiswanya
berkemampuan
mengembangkan
pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai dan mengintegrasikan kemampuan-kemampuan yang diperolehnya dari proses belajarnya ke dalam pasangan dunia kerja; (d) apa yang diperoleh di institusi pendidikannya merupakan hal yang standar diperlukan di dunia kerja; (e) di luar institusi pendidikannya dapat sukses dalam berkarya; (f) selalu melakukan hubungan yang erat dengan masyarakat; (g) melakukan kontak kerja sama dengan pemerintah; (h) selalu menyesuaikan dengan perkembangan dunia kerja; (i) memerlukan sarana dan prasarana operasional proses, (j) memerlukan biaya operasional yang besar. Kompleksnya peran Staf Pengajar pada pendidikan keteknikan perlu didukung oleh kemampuan staf pengajar dalam upaya menjalankan fungsinya sebagai staf pengajar tersebut. Latar belakang pribadi dan pengalaman sebagai staf pengajar akan
133 menjadi tulang punggung keberhasilan staf pengajar menjalankan fungsinya. Latar belakang pribadi tersebut meliputi aspek keilmuan yang harus dikuasai dalam konsteks mentransfer keilmuan dan pengetahuan kepada mahasiswa, aspek pedagogi agar tujuan dari pendidikan dapat tersajikan secara optimal, aspek administratif agar peran sebagai staf pengajar dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Di samping latar
belakang pribadi, pengalaman staf pengajar akan mendukung sekali dalam proses pendidikan keteknikan ini. Pengalaman lapangan khususnya yang berkaitan dengan spesialisasi yang menjadi tanggung jawabnya, sangat besar manfaatnya bagi institusi secara komprehensif Keterkaitannya adalah bahwa pengalaman lapangan seorang staf pengajar akan memberi pengaruh yang besar terhadap proses transfer ilmu dan pengetahuan kepada mahasiswa, hal ini terkait erat dengan program dan kurikulum yang dikembangkan dengan masukan-masukan yang berasal dari pengalaman staf pengajar itu sendiri. PBK dalam
konteks
karakteristiknya
mencantumkan juga
pengalaman
lapangan sebagai suatu hal yang penting, baik bagi staf pengajar maupun mahasiswa. Kurikulum yang secara kontinyu harus terus menerus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu dan pengetahuan teknologi mutakhir menjadi landasan utama mengapa pengalaman lapangan ini menjadi penting. Tanpa di dukung oleh program yang harus terus menerus diperbaharui, baik pengetahuan maupun kemampuan staf pengajar maka tujuan dari pendidikan keteknikan yang menghasilkan lulusan yang profesional menjadi diragukan. Pembahasan perolehan hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Yang menarik dari pengalaman mengajar staf pangajar, adalah bahwa sebagian besar staf pengajar berpengalaman diatas 5 tahun. Hal ini menggembirakan
134 bahwa dengan pengalaman ini akan memiliki kemampuan yang lebih dalam berbagai aspek proses pendidikan. Dipihak lain, Politeknik Negeri Jakarta UI menunjukan 81.8% responden mempunyai pengalaman di atas 11 tahun, dan Akamigas menunjukkan 77,8% responden mempunyai pengalaman di atas 16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya staf pengajar di tiap institusi berkemampuan untuk tetap menjaga eksistensi institusinya, dan berpotensi untuk mengembangkan berbagai aspek yang diperlukan dalam upaya melaksanakan proses pendidikan secara konsisten, serta secara kontinyu mampu memperbaharui dan menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, serta meningkatkan kualitas lulusannya dengan kompetensi yang seharusnya dimilikinya setelah menyelesaikan pendidikan. (2) Keempat institusi menunjukkan sebagian besar responden memiliki minat pada pengajaran, Poltek (91,7%), Polman (100%), Poli UI (81,8%) dan Akamigas (88,9%). Hal ini berarti bahwa tidak ada kendala apabila institusi berkehendak untuk
mengembangkan
pola-pola
atau
metode-metode
pengajaran.
Ini
menunjukkan kendala yang dimungkinkan oleh aspek pribadi dapat diatasi oleh staf pengajar itu sendiri karena adanya kesamaan minat yang sebagian besar sama. (3) Tuntutan PBK yang menghendaki bahwa staf pengajar selalu mendampingi mahasiswa dalam proses pendidikan, khususnya dilokasi institusi bersangkutan, ternyata tidak semua responden pada institusi penelitian memenuhinya. Bagian terbanyak dari responden yang hadir 5 hari/minggu adalah Poltek (45,8%), Polman (60%) dan Akamigas (77,8%). Hal ini memberi makna bahwa mahasiswa memiliki kesempatan untuk berproses dengan melakukan kontak dengan staf
135 pengajarnya dapat lebih banyak. Hal ini dapat diprediksikan bahwa kesempatan kontak dengan staf pengajar dapat mempengaruhi mahasiswa untuk menimba pengetahuan,
meningkatkan
keterampilan
dan
mengendalikan
sikapnya.
Walaupun tidak menjadi jaminan bahwa prestasi secara linier relevan dengan kondisi kehadiran staf pengajar, tetapi proses individualisasi dapat tercipta secara signifikan. (4) Kegiatan lain dari staf pengajar dari kajian PBK adalah yang berkaitan dengan kebermanfaatannya menambah pengetahuan yang dapat mendukung wawasan keilmuan dan pengetahuan teknologi. Ini akan tergambar tentunya melalui keberminatan seorang staf pangajar terhadap kegiatan lain di samping tugas utamanya sebagai staf pengajar. Dari hasil yang diperoleh melalui penjaringan kuesioner, Poli UI sebagian besar respondennya yaitu
63,6% berminat pada
penelitian. Hal ini berarti bahwa dengan penelitian yang diminati maka secara komprehensif berbagai kajian keilmuan dapat termaktub di dalamnya. Sedangkan pada Poltek (37,5%), Polman (60%) dan Akamigas (44.4%), respondennya berminat dalam berkarya. Hal ini memberi makna bahwa sebagian besar responden yang memilih berkarya memungkinkan pula menambah kemampuan pengetahuannya yang mendukung tugas utamanya, tetapi lebih sempit wawasan dan skopnya. (5) Menambah kemampuan diri
merupakan aspek yang menjadi motivasi untuk
meningkatkan tingkat pendidikannya, yaitu Poltek (79,2%), Polman (100%), Poli UI (90,9%) dan Akamigas (66,7%). Hal ini berarti bahwa staf pengajar memiliki motivasi pribadi yang menghendaki terus meningkatnya kemampuan dirinya,
136 kemauan yang baik ini merupakan investasi bagi institusi terkait dalam kerangka pengembangan institusinya secara optimal (6) Tim pengajar sangat mendukung implementasi proses model PBK. Secara faktual tidak semua responden berproses dalam tim, tetapi masih banyak yang menjadi staf pengajar tunggal. Walau demikian sebagian besar dari staf pengajar berproses dalam tim dengan jumlah anggota tim yang terbatas. Tim pengajar yang terdiri dari lebih tiga pengajar untuk masing-masing institusi adalah Poltek (41,7%), Poiman (60%), Poli UI (9,1%) dan Akamigas (55.6%). Hal ini berarti bahwa semakin komprehensif ilmu pengetahuan dan keteknologian yang dapat digali oleh mahasiswa melalui staf pengajarnya. Dengan demikian dapat pula dimaknai bahwa keterbatasan kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi dengan staf pengajar yang satu masih memungkinkan untuk dioptimalkan oleh anggota tim staf pengajar yang lain, sehingga mahasiswa mampu secara optimal menyerap apa yang seharusnya diperoleh untuk mencapai kompetensi yang seharusnya. (7) Pola kerjasama tim pengajar adalah ditentukan oleh tim itu sendiri. Kesepakatan tim itulah yang merupakan pola kerja yang seharusnya dilakukan. Apakah itu nantinya mendasarkan pada kemampuan materi dari masing-masing anggota tim ataukah berdasarkan hal lain, tetapi secara faktual bahwa kesepakatan tim tidak menjadi hal yang menarik bagi responden, tetapi lebih tertarik pada keahian seorang staf pengajar selanjutnya dikelompokkan atau mengelompokkan diri menjadi wujud menyerupai tim. Hal ini tampak bukan lagi sebuah tim pengajar tetapi kelompok pengajar, seperti tanggapan responden yang sebagian besar mempolakan kerjasamanya berdasarkan keahlian, yaitu Poltek (33,3 % ) , Poiman
137 (60%), dan Poli UT (36,4%), sedangkan Akamigas (55,6%) respondennya mengelompokkan diri berdasarkan materi perkuliahan yang diajarkan. (8) Tidak berbeda dengan no. 7 di atas. Kesepakatan tim adalah juga termasuk dalam bagaimana menentukan penilaian terhadap mahasiswa. Dipihak lain, pola kerja yang ada pada no. 7 tersebut,
lebih cenderung bekerja secara mengelompok,
bukan dalam kerja tim, dalam menentukan nilai mahasiswa inipun terekspresikan melalui bagaimana cara menentukan nilai bagi mahasiswa, yaitu sebagian responden dari keempat institusi cenderung menentukan nilai mahasiswa berdasarkan rata-rata hasil evaluasi dari masing-masing anggota kelompok tersebut, yaitu Poltek (41,7%), Polman (40%), Poli UI (63,7%) dan Akamigas (44,4%). (9) Bagian terbesar
respon
dari
masing-masing
institusi
memastikan
bahwa
kurikulumlah acuan program perkuliahan yang mereka gunakan. Hal ini memberi makna bahwa responden menyepakati kurikulum sebagai program perkuliahan yang dapat diandalkan agar tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi yang lebih pada kecenderungan kemubaziran. Kesepakatan pada kurikulum sebagai acuan programnya tentu tidak terlepas dari makna kurikulum secara komprehensif dalam proses pendidikan tersebut. Di sini memberi makna pula bahwa kurikulum menjadi fokus dari proses pengajaran yang terintegrasi antar staf pengajar, hal ini ditunjukkan dari perolehan kuesioner sebagai berikut: Poltek (91,7%), Polman (80%), Poli UI (90,9%) dan Akamigas (100%). (10) Selain acuan program perkuliahan diambil dari kurikulum, ada kemungkinan materi yang disajikan terjadi tumpang tindih atau terlewati. Untuk mencegah hal tersebut kurikulum perlu dilengkapi dengan silabus inti dengan garis besar materi
138
yang diprogramkan. Konsep PBK menyampaikan materi dalam bentuk modul atau paket program yang terintegrasi, dan untuk itu diperlukan adanya koordinasi. Koordinasi yang efektif adalah dalam pola kerja tim yang menyusun program perkuliahan, dengan demikian modul atau paket yang menjadi bahan materi untuk mahasiswa sudah merupakan hasil analisis dari kurikulum, koordinasi antar staf pengajar dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dengan perubahan atau perkembangan materi yang diperlukan. Hasil perolehan kuesioner staf pengajar menggambarkan bahwa sebagian besar responden dari tiga institusi tidak memanfaatkan koordinasi dengan tim penyusun program bahkan Poli UI, 72,7% melakukan koordinasi antar staf pengajarnya saja, demikian
pula
di
Akamigas
(33,3%).
Berbeda
dengan
Poltek,
yang
penyebarannya merata, tetapi Polman, 60% respondennya mengkoordinasikan dengan tim penyusun program dalam penyusunan program perkuliahannya. Hal ini memberi makna bahwa setiap program yang disajikan diupayakan selalu terkoordinasi sehingga apa yang seharusnya sebagai tujuan dari program tersebut secara optimal dapat tercapai. (11) Dalam upaya menjaga eksistensi institusi dengan keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing institusi, penambahan pengalaman lapangan bagi staf pengajar sebagai upaya peningkatan pengetahuan terhadap perkembangan ilmu dan teknologi serta meningkatkan kemampuan keterampilan yang dimiliki staf pengajar, maka program penambahan pengalaman lapangan bagai staf pengajar ini menjadi hal yang penting. Implementasi dari penambahan pengalaman lapangan bagi staf pengajar bagi kepentingan institusi adalah sangat luas. Pengembangan kurikulum yang harus selalu dilakukan, pengembangan program
139 pendidikan yang diperlukan masyarakat, kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan, kesemuanya dapat diperoleh dari program penambahan lapangan bagi staf pengajar ini. Ide dan kreatifitas yang berasal dari penambahan pengalaman lapangan bagi staf pengajar dapat menjadi pengembangan institusi yang inovatif, apabila proses kelanjutannya dimanfaatkan oleh manajemen untuk program pengembangan insititusi.
Dari fakta yang diperoleh menunjukkan bahwa
miskinnya faktor penambahan pengalaman lapangan pada beberapa institusi menonjol sekali. Bahkan pada Poltek dan Poli UI, hasil penjaringan menunjukkan masing-masing 58,3% dan 63,6% tidak ada program rutin penambahan pengalaman lapangan ini.
Dipihak lain, 40%
responden Polman merasa
penambahan pengalaman lapangan ini menjadi hal rutin di institusinya setiap 1-6 bulan sekali, demikian pula di Poltek, Poli UI dan Akamigas masing-masing dengan 4,2%, 27,3% dan 0%. Dan selebihnya responden merasakan bahwa kerutinitasan penambahan pengalaman lapangan ini dilakukan setiap 6-12 bulan sekali atau bahkan tidak secara rutin dilakukan. (12) Dari apa yang dialami oleh responden dalam program penambahan lapangan, sebagian besar mengalami
program magang
sebagai bentuk pelaksanaan
penambahan pengalaman lapangan bagi staf pengajar, hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil responden seperti berikut Poltek (70.8%), Polman (20%), Poli UI (45,5%) dan Akamigas (33,3%). Apa makna dari kecenderungan ini, adalah keterbatasan pengembangan kemampuan staf pengajar hanya pada lingkup yang sempit,
yaitu
lingkup tempat
dimana
staf pengajar tersebut
melakukan
pemagangan, yang artinya pula bahwa implementasi yang dapat dilakukan setelah itu adalah dalam wawasan yang sangat terbatas pula.
140 (13) Pendidikan adalah bentuk pengalaman lapangan yang paling komprehensif dan luas wawasannya. Pendidikan akan mencakup tiga hal utama yaitu adanya unsur pengetahuan dan unsur keterampilan dan unsur sikap. Faktualnya bahwa responden yang menganggap bahwa pendidikan sebagai bentuk pelaksanaan penambahan pengalaman lapangan tidak sebanyak responden yang menganggap bahwa
penambahan pengalaman lapangan yang mereka butuhkan
adalah
permagangan. Hal ini ditunjukkan dari perolehan hasil penjaringan kuesioner yang memilih permagangan sebagai yang mereka butuhkan dalam program penambahan pengalaman lapangan, yaitu Poltek (58,3%), Polman (40%). Poli UI (72,7%) dan Akamigas (33,3%). Walaupun ada sebagian responden yang merasa bahwa pendidikan adalah sebagai penambahan pengalaman lapangan yang mereka perlukan, hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil penjaringan kuesioner sebesar, Poltek (25%), Polman (40%), Poli UI (18,2%) dan Akamigas (11,1%). Hal ini berarti
bahwa ada kemungkinan bahwa penambahan pengalaman
lapangan melalui pendidikan yang banyak bersifat non gelar merupakan hal yang tidak dianggap terlalu penting atau bahkan mungkin akan mengganggu program lain yang siratnya pribadi.
Kemungkinan-kemungkinan ini tentunya akan
merugikan institusi dalam jangkauan waktu yang akan datang, dan dampaknya adalah eksistensi institusi yang diragukan dalam menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. (14) Staf pengajar dengan pendidikan yang memadai dan menguasai bidang yang sesuai dengan bidang tanggung jawabnya adalah persyaratan yang tidak bisa dikesampingkan. Pendidikan bidang keteknikan tidak hanya membutuhkan staf pengajar yang memiliki pengetahuan yang memadai, tetapi diperlukan pula
141 keahlian keterampilan yang dapat diandalkan,
apalagi
di
institusi yang
mengkhususkan pada bidang pendidikan kejuruan seperti pada politeknikpoliteknik dan Akamigas. Maka staf pengajar dengan latar belakang pendidikan yang sesuai menjadi sangat penting agar dalam melaksanakan fungsinya sebagai staf pengajar dapat berproses sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Secara faktual, ternyata sebagian besar staf pengajar memiliki pendidikan yang setara dengan yang dipersyaratkan. Dipihak lain, akan lebih baik bila tingkat pendidikan staf pengajar berada pada tingkat yang setinggi-tingginya, walaupun dari keempat institusi ini responden yang terjaring tidak ada yang mencapai pendidikan doktoral (0%), tetapi sudah ada yang memiliki pendidikan sampai dengan magisteral, yaitu Poltek (20,6%), Poli UI (9,1%), dan Akamigas (22,2%). Dan dari latar belakang pendidikan yang sesuai dengan studinya maka staf pengajar yang memiliki pendidikan tingkat sarjana saja menempati urutan yang paling banyak dari sebagian besar responden, masing-masing sebesar: Poltek (79,2%), Polman (50%), Poli UI (90,9%) dan Akamigas (77,5%). Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki staf pengajar sudah memberikan kontribusi tersendiri terhadap tingkat keluasan penguasaan pengetahuan pada bidangnya, yang diharapkan telah dimilikinya kemampuan rasional untuk mentrampilkan diri dengan kemampuan-kemampuan psikomotorik yang mampu ditampilkan dalam proses tugasnya, sehingga memacu mahasiswa untuk meningkatkan memampuan dirinya dalam berproses yaitu berkompetensi. (15) Yang masih menjadi kendala pada institusi penelitian ini/a^al^'fcsle^kimya sumber daya
staf pengajar yang memiliki
latar
bemkjicjjg ,dal%r. bidang \'\
i
v
v
$
Jv'.
kependidikan di samping latar belakang pendidikan y a n g W s ^ ^ e ^ g ^ V . K d ^ S i ^ ' Y '
•
^
142 studinya. Dari perolehan penjaringan kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden yaitu Poltek (37,5%), Polman (100%), Poli UI (54,5%) dan Akamigas (55,6%) hanya pernah mengikuti pelatihan Metodologi Pengajaran atau sejenisnya, dan termasuk di dalamnya hanyalah didasarkan pada pengalaman pengajaran yang pernah dialaminya. Dipihak lain, sedikit sekali dari responden yang memiliki Akta mengajar yaitu Poltek 33,3% dan Akamigas (22,2%) sedangkan yang lain 0%, walaupun ada responden yang memiliki tingkat pendidikan Sarjana Pendidikan, yaitu Poltek 20,6%, Poli UI 45,5% dan Akamigas 22,2% dan Magister Pendidikan, yaitu Poltek 8,3% saja. Hal ini memberi makna
bahwa staf pengajar yang ada sangat minim sekali bekal
Pedagogi-nya untuk memberdayakan mahasiswa lebih dari yang hanya dicapai saat
ini.
Walaupun
dengan
berbekal
latar
belakang
pendidikan
bidang
kependidikan yang minimal, proses pendidikan dapat dijalankan, tetapi apabila setiap staf pengajar membekali diri dengan kemampuan penguasaan Pedagogi, maka pengoptimalan proses pendidikan akan dapat dijangkau. Implikasinya adalah pada hasil didik yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang lebih dari yang mampu dicapai saat ini. (16) Pengalaman menjabat pada jabatan struktural mungkin tidak dialami oleh semua staf pengajar, tetapi memiliki pengalaman dalam jabatan struktural memberi manfaat yang lebih besar dalam pengembangan program yang menjadi tanggung jawabnya sebagai staf pengajar. Sehingga koordinasi dan kerjasama akan lebih mudah dilakukan dengan pola kerja yang sama berdasarkan pengalamanpengalaman yang pernah diperolehnya sewaktu menjabat. Implikasi lainnya adalah memungkinkan permasalahan-permasalahan administratif dapat segera
143 diatasi, tanpa harus berlarut-larut karena ketidak pahaman staf pengajar terhadap peradminstrasian. Dipihak lain, yang menarik dari hasil peroleh kuesioner adalah bahwa sebagian besar responden politeknik-politeknik tidak pernah menjabat jabatan struktural, yaitu Poltek (37,5%), Poiman (60%), Poli UI (54,5%), sedangkan Akamigas (0%),
yang artinya dari seluruh responden pernah
memegang jabatan struktural. Memang yang diharapkan dari staf pengajar dengan model PBK ini adalah pemahaman terhadap sistem adminstrasinya. Sehingga selain staf pengajar memahami tugas utamanya akan lebih diperlancar dengan memahami sistem administrasi dalam konteks untuk pengembangan diri, program, institusi dan hal yang lebih luas lagi yaitu pendidikan. (17) Hasil evaluasi diri harus dijadikan suatu pedoman untuk
untuk menyusun
program berikutnya, dan hal ini berlaku pada individu staf pengajar yang selalu berupaya untuk meningkatkan performansi dirinya Implikasi dari hasil evaluasi ini adalah dalam rencana program perkuliahannya. Sejak awal perkuliahan harus sudah
merencanakan
program
yang
akan
disampaikan
dalam
proses
pengajarannya agar apa yang hendak dicapai pada perkuliahan tersebut memberi kontribusi yang optimal dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Secara faktual staf pengajar pada institusi penelitian mengekpresikan bahwa sebagian besar program perkuliahan direncanakan sejak awal, dengan respon 100% staf pengajar merencakan di awal perkuliahan, yaitu Poltek (45,6%), Poiman (60%), Poli UI (27,3%) dan Akamigas (44,4%), dan dengan respon pilihan sebagian besar (>50%) untuk masing-masing insititusi yaitu: Poltek (45,6%), Poiman (40%), Poli UI (63,5%) dan Akamigas (55,6%). Sedangkan
yang
merespon
sebagian
kecil
(<50%)
staf pengajar
yang
144 merencanakan programnya di awal perkuliahan, yaitu Poltek (8,3%), dan Poli UI (9,1%). Dipihak lain, tidak ada sama sekali dari responden staf pengajar ini yang tidak merencanakan program perkuliahan sejak awal dimulainya perkuliahan. Hal ini berarti bahwa sebenarnya staf pengajar tahu apa yang menjadi tugasnya sebagai staf pengajar dan memahami apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan dalam proses pendidikan ini. Hanya saja mungkin intensitas kontinuitas untuk terus melakukan evaluasi diri dan meningkatkan kinerja perlu dilakukan pembaharuan dan perlu penghargaan yang mampu memberi motivasi lebih dari yang apa sudah dilakukan selama ini. (18) Modul merupakan sumber materi yang terintegrasi dari berbagai referensi dan dikemas dalam satuan-satuan modul, pada konsepsi PBK menjadi acuan utama dalam proses penyampaian materi perkuliahan. Dengan strategi modularisasi ini maka
diharapkan
mahasiswa
mendapatkan
keuntungan
untuk
lebih
berkemampuan mengelola dirinya sendiri dalam proses pendidikannya Dengan pendampingan staf pengajar, maka diharapkan apa yang dijadikan tujuan pendidikan dapat dicapai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu mahasiswa untuk menyerap isi materi dalam modul. Secara faktual, modul sebagai sumber materi perkuliahan untuk masing-masing institusi sangat bervariasi, tetapi yang memanfaatkan modul sebagai sumber materi perkuliahan dapat digambarkan sebagai berikut: Poltek (20,8%), Polman (40%), Poli UI (9,1%) dan Akamigas (55,6%). Dari keempat institusi yang merespon jawaban 100% paling tinggi diantara respondennya adalah Akamigas. Hal ini berarti bahwa materi apa yang hendak disampaikan telah dipersiapkan dalam bentuk modul atau diktat yang memberi makna pula bahwa program
145 pendidikan yang dilaksanakan telah lebih dulu direncanakan secara rinci dengan harapan tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal sesuai dengan yang telah diprogramkan, sehingga akan dengan mudah untuk melakukan evaluasi sedini mungkin apabila terdapat penyimpangan dari program yang telah direncanakan. (19) Program perkuliahan dalam perencanaan semestinya melalui berbagai aspek yang menjadi pertimbangan staf pengajar yang merencanakannya. Salah satu aspek yang
menjadi
fokus
disini
adalah
ketercapaian
program
dalam
proses
implementasinya. Satu aspek ketercapaian program tentu saja tidak terlepas dari aspek-aspek lain yang juga saling berkaitan, seperti aspek waktu, aspek lingkungan, aspek sarana, dan aspek-aspek lain yang mungkin menjadi kendala dalam proses harus menjadi pertimbangan yang terintegrasi agar segala aspek yang menjadi kendala tersebut dapat diantisipasi sedini mungkin agar tujuan dan sasaran perkuliahan dapat dicapai seoptimal mungkin. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar (>50%) program yang direncanakan sesuai, hal ini merupakan ekspresi terbanyak yang direspon oleh staf pengajar di tiga institusi yaitu Poltek (50%), Polman (80%) dan Poli UI (72,7%). Dipihak lain, Akamigas sebagian besar respondennya - 77,8% - merespon bahwa 100% apa yang dijalankan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Hal ini memberi makna bahwa program perkuliahan yang direncanakan dengan baik oleh staf pengajar akan mampu dilaksanakan sesuai dengan apa yang disiratkan pada program tersebut, sehingga secara terkendali sasaran yang menjadi tujuan perkuliah ini dapat dicapai secara optimal. (20) Dengan pertimbangan aspek yang terintegratif seperti pada no. 19 di atas, maka program
yang
telah
direncanakan
sudah
termasuk
didalamnya
adalah
146 pertimbangan waktu yang menjadi salah satu aspeknya. Yang menarik dari fakta di lapangan bahwa apa yang telah diprogramkan sebagian besar adalah telah menyesuaikan dengan waktu yang disediakan, dan hal ini menarik karena dengan demikian program menjadi harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaikbaiknya. Seperti apa yang responden siratkan dalam responnya bahwa Poltek (54,2%) dan Akamigas (88,9%) respondennya menyatakan bahwa waktu yang disediakan cukup, sedangkan Polman (80%) dan Poli UI (45,5%) merespon sebagian besar (>50%) dari apa yang direncanakan sesuai dengan waktu yang tersedia. Hal ini memberi makna bahwa adanya ketidak cukupan waktu yang disediakan bisa jadi merupakan kendala yang perlu menjadi pertimbangan evaluasi dan persiapan penyusunan program pada masa berikutnya bagi staf pengajar yang bersangkutan, (21) Seperti apa yang telah dikemukakan pada no. 19, bahwa konsepsi model PBK yang menekankan pada pembelajaran dengan menggunakan modul tidak berarti bahwa staf pengajar tidak memiliki peran di sini. Dipihak lain, peran staf pengajar sebagai pendamping justru mempunyai tugas yang lebih berat, dimana staf pengajar dituntut mampu menguasai isi modul dan mampu memberi solusi kendala yang dihadapi oleh mahasiswa atau permasalahan-permasalahan yang menghadangnya dalam berproses melalui modul tersebut. Fakta di institusi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merespon bahwa kehadiran staf pengajar diperlukan oleh mahasiswa dengan mengekpresikan responnya pada respon, Ya (100%), untuk masing-masing institusi sebesar Poltek (70,8%), Polman (100%), Poli UI (81,8%) dan Akamigas (88,9%). Apa artinya? Bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan mahasiswa masih membutuhkan
147 kehadiran staf pengajar untuk berproses dalam perkuliahannya. Hal ini bisa jadi karena disebabkan bahwa tidak semua staf pengajar menyiapkan program perkuliahannya dalam bentuk modul atau paket, tetapi ada hal yang memang tidak bisa ditiadakan pada pendidikan keteknikan ini adalah untuk perkuliahan praktikum, bengkel dan studio. Pada perkuliahan ini sangat diperlukan kehadiran staf pengajar, apalagi yang menggunakan berbagai jenis peralatan yang membutuhkan pengawasan yang ketat untuk menjaga keselamatan diri mahasiswa maupun sarana-sarana lain yang tidak terkait langsung dengan mahasiswa tersebut. Oleh sebab itulah walaupun modul atau paket bisa diimlementasikan di pendidikan keteknikan tetapi staf pengajar tetap diperlukan untuk selalu mendampingi mahasiswanya berproses di institusi tersebut. (22) Staf pengajar pada pendidikan keteknikan perlu menanamkan disiplin yang tinggi kepada para mahasiswanya, hai ini sangat diperlukan berkaitan dangan faktor keselamatan kerja mahasiswa yang banyak menggunakan sarana dan peralatan yang memungkinkan untuk mencelakakan si penggunanya, yaitu mahasiswa. Penanaman disiplin terhadap mahasiswa agar benar-benar menjadi kepribadiannya sejalan dengan konsepsi model PBK yang menekankan disiplin diri untuk mengatasi permasalahan dan berkemampuan untuk mengelola dirinya sendiri. Hal ini juga merupakan tuntutan untuk menjadi profesional yang berprofesi pada bidang keteknikan. Dan pada fakta yang diperoleh dari penjaringan responden di institusi penelitian memperlihatkan respon responden bahwa staf pengajar dalam mengajar tidak hanya menyampaikan materi tetapi juga menanamkan nilai-nilai kepribadian yang perlu dijadikan kepribadian seorang teknolog, dengan respon sebagai berikut: Polman (60%) staf pengajarnya merespon, Ya (100%), tidak
148 hanya mengajar, Poltek (33,3%), Poli UI (45,5%) dan Akamigas (55,6%) staf pengajarnya merespon, sebagian besar (>50%), mereka hanya mengajar saja. Hal ini memberi makna bahwa fakta yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar staf pengajar tidak menyadari arti pendidikan dari segi pedagogik. Bisa saja hal ini disebabkan karena kekurang pahaman dari hal tersebut karena memang sebagian besar dari latar belakang pendidikan yang mereka miliki hanya sebagian kecil yang mempunyai latar belakang pendidikan bidang kependidikan. Dipihak lain, justru terbalik dengan respon dari responden Polman, yang
100%
respondennya tidak mempunyai latar belakang bidang kependidikan justru sebagian besar dari staf pengajarnya hadir tidak hanya untuk mengajar dan menyampaikan materi pengetahuan dan keterampilan saja. (23) Merupakan suatu rangkaian analisis dengan no. 22 di atas bahwa menyisipkan sajian di dalam perkuliahan untuk pembentukan kepribadian merupakan hal yang sangat penting untuk menanamkan jiwa profesional sebagai seorang teknolog. Melihat kenyataan yang ada bahwa tidak ada satupun responden yang tidak menyisipkan materi kepribadian dan sebagian besar responden menyatakan persetujuannya, Ya (100%), menyisipkan materi kepribadian untuk masingmasing institusi diapresiasikan sebagai berikut. Polman (60%), Poli UI (63,6%) dan Akamigas (44,4%).
Dipihak lain, Poltek (41,7%) respondenya yang
sebagian besar mengekspresikan dengan merespon, sebagian kecil (<50%). Hal ini berarti bahwa staf pengajar hanya mengajar materi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan saja tanpa berupaya menyisipkan materi-materi kepribadian yang merupakan faktor pembentuk keprofesionalan seseorang pada profesi keteknikan.
149
(24) Seperti yang dikemukakan pada no. 19, bahwa modul atau diktat merupakan rincian materi yang disusun secara terintegrasi dengan mempertimbangkan berbagai aspek agar modul atau diktat dapat diimplementasikan sesuai dengan program pendidikan yang telah direncanakan, dan hal ini adalah konsepsi model PBK yang hendak dikemukakan di sini. Fakta di tempat penelitian menunjukkan variasi respon dari responden dalam pemanfaatan modul sebagai sumber materi. Secara konsisten responden terbanyak yang menyatakan bahwa materi disusun dalam bentuk diktat atau modul
tidak berbeda dengan responden yang
menyatakan bahwa bahwa modul sebagai sumber materi, hal ini dapat ditunjukkan dari perolehan penjaringan kuesioner pada masing-masing institusi dengan pilihan responden terbanyak adalah sebagai berikut: Polman (60%) dan Akamigas (88,9%) menyatakan, Ya (100%), materi disusun dalam diktat atau modul, Poltek (45,8) responden menyatakan, sebagian besar (>50%), materi disusun dalam bentuk diktat atau modul, dan Poli UI (45,5%) responden merespon, sebagian kecil (<50%), materi disusun dalam bentuk diktat atau modul.
Hal
ini
memberi makna bahwa masih ada staf pengajar yang
merencanakan materi yang hendak disajikan tidak terinci sejak awal, tetapi tetap mereka memprogramkannya dalam bentuk kisi-kisi atau garis-garis besar materi yang hendak disampaikan pada proses perkuliahan. Hal ini menunjukkan pula bahwa ada kemungkinan adanya perkembangan lain dalam rincian yang saat itu disajikan,
yang
dianggap
memungkinkan
untuk
melakukan
penyesuaian-
penyesuaian materi berdasarkan situasi yang berkembang saat itu. Dipihak lain, dengan hal ini akan menjadi sulit untuk melakukan evaluasi baik isi materi terhadap ketercapaian sasaran dan tujuan perkuliahan, demikian juga evaluasi diri
150 sebagai masukan perbaikan materi perkuliahan atau pengembangan kurikulum secara holistik. (25) Tujuan diselenggarakan pendidikan keteknikan ini adalah menyiapkan sumber daya manusia tingkat
menengah yang
siap
terjun
ke masyarakat yang
membutuhkannya (dalam hal ini adalah masyarakat perindustrian, masyarakat keteknikan dan sejenisnya).
Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu
dilakukan rencana program pendidikan yang mendukung ketercapaian tujuan tersebut. Hal yang penting menjadi pertimbangan utama adalah inventarisasi kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut. Walaupun banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan hal tersebut, tetapi yang utama adalah bagaimana rincian materi yang disajikan sudah menggambarkan kebutuhan kompetensi tersebut. Hasil penjaringan kuesioner kepada staf pengajar di institusi penelitian menunjukkan hal sebagai berikut Poltek (50%), Poiman (80%) dan Akamigas (88,9%), respondennya merespon bahwa, Ya (100%), materi yang disajikan adalah sesuai dengan kebutuhan kompetensi di masyarakat. Poli UI (54,6%) respondenya menyatakan bahwa, sebagian besar (>50%), materi yang disajikan sesuai dengan kebutuhan kompetensi di masyarakat. Hal ini berarti bahwa masih ada staf pengajar yang tidak menyesuaikan diri dengan perencanaan program yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang ada di masyarakat. Dengan demikian maka perlu kiranya pengimplementasian pengajaran dilakukan evaluasi dalam upaya program pengembangan kurikulum dan pengembangan institusi secara menyeluruh agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran institusi dapat tercapai secara optimal.
151
(26) Materi yang tersusun dalam modul atau diktat merupakan sarana untuk mengendalikan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses perkuliahan atau pendidikan tersebut. Apa yang merupakan sasaran kompetensi bagi mahasiswa seharusnya dapat dikontrol melalui hasil evaluasi terhadap penguasaan modul - yang dalam model PBK menggunakan metode belajar tunatas - yang artinya adalah bahwa mahasiswa yang mempelajari melalui modul atau diktat sudah mengetahui sejauh mana penguasaan terhadap kompetensi yang seharusnya dikuasai dan dipahami. Oleh karena itu modul yang disusun secara rinci mencakup rincian-rincian kompetensi yang menjadi sasaran dan tujuan proses perkuliahan tersebut. Dipihak lain, bagaimana dengan kondisi faktual yang ada di tempat penelitian? Menunjukkan bahwa ketidak konsistensian penggunaan modul sebagai sumber materi yang digunakan mahasiswa tampak pada respon terhadap materi yang disajikan merupakan rincian dari kompetensi yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswa. Polman (60%) dan Akamigas (66,7%), respondennya terbanyak merespon bahwa, Ya (100%), materi yang disajikan merupakan rincian kompetensi, dan Poltek (50%) dan Poli UI (54,5%) terbanyak merespon bahwa, sebagian besar (>50%), materi yang disajikan merupakan rincian kompetensi yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini berarti bahwa tujuan institusi yang menyiapkan sumber daya manusia tingkat menengah yang siap untuk bekerja, dari hasil penjaringan kuesioner ini masih memperlihatkan adanya kesenjangan kompetensi yang diperlukan oleh masyarakat yang terkait, dan kesenjangan ini merupakan suatu kendala yang menyebabkan institusi tersebut tidak sepenuhnya berkemampuan perkembangan
untuk di
menyesuaikan
masyarakat
yang
dengan
keadaan
membutuhkan
dan
mungkin
lulusannya.
Konsepsi
152
pengembangan program dan kurikulum pada institusi tersebut tentunya perlu ditinjau kembali untuk mengupayakan dimana terdapat kesenjangan tersebut sehingga mampu untuk diatasi dan mengkonstruksikan kembali programprogramnya. (27) Staf pengajar yang telah menyiapkan program pengajaran atau perkuliahan dengan seoptimal mungkin dengan berbagai kemungkinan kendala yang mampu diatasi tentunya semuanya ini didukung oleh kemampuan individu staf pengajar yang cukup memadai, sehingga implementasi program yang telah direncanakan dapat berhasil Salah satu aspek yang mendukung itu semua adalah dimilikinya pengalaman lapangan yang sesuai dengan bidang studinya secara memadai. Perencanaan program yang matang tidak akan terlepas dari bekal itu, dimana hasil
dari
pengalaman lapangan itu menjadi aspek pertimbangan
dalam
penyusunan materi perkuliahan yang akan disajikan dalam rincian materi sesuai dengan komptensi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan pengalaman yang cukup memadai ini pulalah dapat dikembangkan program-program yang berkaitan dengan proses pembelajaran bagi mahasiswa. Dan kehadiran staf pengajar yang memiliki latar belakang yang kaya akan pengalaman di lapangan, menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan perlu oleh mahasiswa. Transfer pengalaman yang dilakukan oleh staf pengajar kepada mahasiswa inilah yang merupakan inspirasi bagi mahasiswa, sehingga merasakan betul manfaat yang dapat digali dari staf pengajarnya.
Ditinjau
dari
fakta
yang
dialami
oleh
staf
pengajaran
memperlihatkan bahwa sebagian besar responden merasakan bahwa pengalaman lapangan yang mereka miliki sangat dibutuhkan oleh mahasiswa, dengan respon yang dapat dijaring menunjukkan hal sebagai berikut: Poltek (66,7%), Polman
153 (60%), Poli UI (72,7%), dan Akamigas (77,8%) respondennya menyatakan bahwa, Ya (100%), pengalaman lapangan yang dimiliki staf pengajar sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam proses pembelajarannya. Hal ini memberi makna bahwa staf pengajar masih sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam upayanya untuk menggali ilmu, pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang oleh mahasiswa dirasakan tidak akan mungkin diperoleh selama masa proses pendidikannya tanpa kehadiran dan dampingan dari staf pengajar. Di samping itu, mahasiswa yang merasa memerlukan kehadiran
staf pengajar,
selayaknya
direspon pula oleh staf pengajar dengan memberikan pelayanan yang lebih dari apa yang hanya menjadi harapan mahasiswa. Di sinilah tampak pentingnya evaluasi
diri bagi
staf pengajar untuk terus
menerus
secara
konsisten
mengembangkan fungsi tugas-tugasnya dengan berbagai alternatif pola dan cara yang memungkinkan untuk pengembangan yang lebih luas yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang tepat bagi kebutuhan masyarakat luas, sesuai dengan tujuan institusi dimana staf pengajar tersebut berkarya.
4, Analisis Hasil Variabel Pengelolaan Institusi. Pejabat struktural adalah pejabat yang mempunyai kewenangan sesuai dengan posisinya yang diatur dalam struktur keorganisasian dan uraian tugas yang menyertainya. Keorganisasian Politeknik untuk di Indonesia sudah memiliki aturan yang digariskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 1990. Dalam PP tentang Pendidikan Tinggi, antara lain mencakup hal yang mengatur secara garis besar tugas dan kewenangan dari pejabat-pejabat pengelola pada tingkat institusi yang diakui oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
DIREKTUR SÉNAT PEMBANTU DIREKTUR 1
PEMBANTU DIREKTUR II
PEMBANTU DIREKTUR III
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
JURUSAN
L
BAGIAN ADMINISTRASI AKADEMIK BAGIAN ADMINISTRASI KEUANGAN
LEMBAGA PENELITIAN
J: KETUAJURUSAN
_
KELOMPOK DOSEN
UFT LABORATORI U M/STUDIO
BAGIAN ADMINISTRASI UMUM
BAGIAN ADMINISTRASI PERENCANAAN SEKRETARIS JURUSAN
UPT PERPUSTAKAAN
UPT BENGKEL
_
UFT PUSAT KOMPUTER
BAGIAN SISTEM INFORMASI
U
KETUA PROGRAM STUDI KEPALA LAB. & STUDIO
Gambar 4.8: Struktur Organisasi Politeknik Berdasar PP No. 30 Tahun 1990
' Sumber: Sistem Pendidikan di Indonesia, Buku Pegangan Dosen Penatar, Depdlkbud Ditjen Dikti, 1997.
-t*
155 Sesuai dengan keorganisasian yang merupakan gambaran dari isi PP No. 30 Tahun 1990, struktur keorganisasian pada Pendidikan Tinggi khususnya pada institusi Politeknik yang dipimpin oleh seorang Direktur dan dibantu oleh Pembantu Direktur, seperti yang di diperlihatkan pada Gambar 4.7. Masing-masing posisi jabatan tersebut memiliki kewenangan dan tugas yang dideskripsikan dalam uraian tugas seperti yang pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17: Uraian Tugas Berdasarkan P P N o . 30 Tahun 1990 • Unsur Pimpinan (1) Direktur, adalah penanggungjawab utama penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, tenaga administrasi dan administrasi politeknik, mahasiswa serta menjalin hubungan dengan lingkungannya. Bilamana Direktur berhalangan tidak tetap, Pembantu Direktur bidang Akademik bertindak sebagai Pelaksana Harian Direktur, apabila berhalangan tetap penyelenggaraan politeknik mengangkat Pejabat Direktur sebelum diangkat Direktur yang baru. (2) Pembantu Direktur, adalah unsur pimpinan yang bertanggungjawab kepada Direktur. Pembatu Direktur bidang Akademik membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pembantu Direktur bidang Administrasi Umum membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan dan administrasi umum. Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan pengembangan kemahasiswaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa. Direktur dan Pembantu Direktur politeknik diangkat dan diberhentikan oleh Mendikbud, Menteri lain atau pimpinan lembaga pemerintah lain setelah mendapat pertimbangan Senat politeknik yang bersangkutan. Direktur dan Pembantu Direktur politeknik perguruan tinggi swasta (PTS) diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara pendidikan (yayasan) setelah mendapat pertimbangan Senat politeknik yang bersangkutan dengan persetujuan Mendikbud, Menteri lain. Pimpinan atau anggota badan penyelenggara pendidikan (yayasan) tidak dibenarkan menjadi Direktur atau Pembantu Direktur politeknik. Masa jabatan Direktur dan Pembantu Direktur politeknik selama 4 (empat) tahun, dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut. Senar" Politeknik, adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi pada politeknik yang bersangkutan. Senat politeknik mempunyai tugas pokok, sebagai berikut: (a) Merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan politeknik; (b) Merumuskan kebijakan penilaian pretasi akademik dan pengembangan kecakapan serta kepribadian sivitas akademika; (c) Merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan politeknik; (d) Memberikan persetujuan atas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja akademi yang diajukan oleh pimpinan politeknik; (e) Menilai pertanggungjawaban pimpinan politeknik atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan;
156 (f) Merumuskan norma dan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan pada politeknik yang bersangkutan; (g) Memberikan pertimbangan kepada penyelenggara politeknik berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi Direktur politeknik yang bersangkutan, dan dosen yang dicalonkan memangku jabatan akademik di atas lektor; dan (h) Menegakkan norma-norma yang bedaku bagi sivitas akademika. Senat politeknik terdiri atas, pimpinan politeknik, ketua jurusan, dan wakil dosen. Senat politeknik diketuai oleh Direktur yang didampingi oleh seorang Sekretaris Senat yang dipilih diarit a ra anggota senat. Dalam pelaksanaan tugas Senat politeknik dapat membentuk komisi-komisi yang anggotanya terdiri dari anggota Senat dan kalau dianggap perlu ditambah anggota lain. Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat Senat politeknik diatur dalam statuta politeknik yang bersangkutan. (3) Ketua Jurusan, adalah unsur pelaksana akademik yang bertanggungjawab kepada Direktur, dalam melaksanakan program pendidikan profesional dalam sebagian atau satu cabang ilmu pengetahuan. adalah unsur pelaksana akademik yang bertanggungjawab kepada Ketua Jurusan dalam penyelenggaraan pendidikan.
(4) Sekretaris Jurusan,
adalah unsur pelaksana akademik yang bertanggungjawab kepada Ketua Jurusan, apabila dalam jurusan mempunyai laboratorium/studio.
(5) Kepala Laboratorium/Studio,
Ketua, Sekretaris Jurusan dan Kepala Laboratorium/Studio diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan politeknik setelah mendapat pertimbangan Senat politeknik. Masa jabatan Ketua, Sekretaris Jurusan dan Ketua Laboratorium/Studio selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. (6) Ketua Program Studi, adalah unsur pelaksana akademik yang bertanggungjawab kepada Ketua Jurusan dalam penyelenggaraan program studi. Ketua Program Studi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan politeknik atas usul pimpinan satuan pelaksana akademik yang membawahinya. Masa jabatan Ketua Program Studi selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. • Unsur Pelaksana Administrasi (7) Kepala Bagian, adalah unsur pelaksana administrasi yang diangkat dan bertanggung jawab kepada pimpinan politeknik dalam menyelenggarakan pelayanan teknis dan administrasi yang meliputi : administrasi akademik dan kemahasiswaan serta administrasi umum. • Unsur Penunjang (UPT), adalah unsur penunjang yang diangkat dan bertanggungjawab kepada pimpinan politeknik, dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
(8) Kepala Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis yang dimiliki oleh politeknik meliputi : perpustakaan, laboratorium/studio, bengkel dan unsur penunjang lainnya. Sumber: Sistem Pendidikan di Indonesia, Buku Pegangan Dosen Penatar, Depdikbud Ditjen Dikti, 1997.
Prinsip manajemen klasik yang menjadi dasar prinsip-prinsip keorganisasian yang masih banyak dipakai sampai saat ini, adalah Perencanaan, Pengorganisasian,
157 Menggerakkan, dan Pengawasan (Wtnardi, 1979, h.34-38). Dengan prinsip tersebut maka suatu organisasi dalam melakukan pengelolaannya mempunyai dasar yang utuh mulai
dari
merencanakan
hingga
mampu
melakukan
revisi
dalam
kapasitas
pengembangan organisasi tersebut. Tidak berbeda dengan prinsip manajemen yang seharusnya digunakan dalam institusi pendidikan. Kewenangan dan otonomi untuk mengelola organisasi diperlukan untuk dap3t menampilkan unjuk kerja yang optimal dari jajaran manajemennya. Upaya mencapai kearah unjuk kerja manajemen yang optimal diperlukan adanya kewenangan dan otonomi yang besar pada tingkat menajeman untuk mengelolanya. Prinsip otonomi keorganisasian yang tepat adalah desentralisasi. Desentralisasi tidak berarti bahwa keseluruhan prinsip manajemen sepenuhnya diserahkan pada tingkat manajemen tanpa ada kontrol, tetapi kewenangan untuk mengembangkan performasi keorganisasian berada pada tingkat manajemen tersebut dan kewenangan kontrol dilembagakan dengan tugas utama pengawasan dan evaluasi terhadap manajemen sebagai yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan. Dengan demikian maka manajemen tetap memiliki kewenangan untuk berkreasi dengan pengawasan agar selalu dalam konteks yang telah digariskan bersama. Konsep
PBK
mengarah
pada
pengorganisasian
yang
membutuhkan
kewenangan untuk berkreasi dalam mengembangkan program dan kurikulumnya. Kewenangan manajemen untuk mengambil kebijakan yang diperlukan perlu didukung oleh struktur keorganisasian yang memungkinkan pengambilan kebijakan tersebut. Prinsip otonomi desentralisasi memang merupakan dasar dari konsepsi yang tepat untuk manajemen PBK. Dipihak lain, hal ini tidak tampak adanya kesesuaian dengan keorganisasian yang telah dikembangkan pada PP No. 30 Tahun 1990. Direktur
158 sebagai pimpinan politeknik hanya mempunyai kewenangan menyelenggarakan program-program yang sudah ditentukan. Walaupun ada peluang otonomi untuk merencanakan program pengembangan, tetapi melalui jalur yang tidak mudah, yaitu melalui Senat. Pada kenyataannya Sehat Politeknik masih diragukan eksistensi dan kewenangan yang telah digariskan dalam PP tersebut. Banyak langkah-langkah yang masih rancu antara kewenangan yang dimiliki pada Senat dengan kebijakan yang berasal dari pusat, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hal inilah yang menyebabkan bagaimana kondisi pada institusi tersebut yang menjadi semakin lemah untuk berkreasi dan mengembangkan
kemampuan
yang
sebenarnya
institusi
politeknik
memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri lebih dari kondisi saat ini, tetapi sangat dikendalai oleh adanya kewenangan yang melingkupinya melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pusat dan pasal-pasal dari PP ini. Pada uraian tugas-tugas yang termaktub pada PP No. 30 Tahun 1990, juga memiliki kewenangan desentralisasi yang luas. Hanya saja tingkat kewenangan tidak menjadi jelas dengan posisi untuk politeknik negeri. Karena Direktur yang seharusnya diawasi oleh Senat, duduk sebagai Ketua Senat. Berbeda dengan Politeknik yang dikelola oleh swasta yang menentukan bahwa Direktur tidak dapat merangkap pada lembaga yang mengawasi (Yayasan). Kerancuan ini menyebabkan hilangnya lembaga pengawasan dan evaluasi yang seharusnya dimiliki oleh keorganisasian tersebut. Hal ini tampak sekali dari struktur organisasi dari Politeknik Negeri (ITB) Bandung dan Politeknik Negeri (UT) Jakarta. Meskipun Rektor ITB dan Rektor UI memiliki kewenangan mengawasi dan melakukan evaluasi, tetapi hal ini menyebabkan jalur
159 kebijakan yang lebih panjang, dan pengawasan serta evaluasi yang semakin sempit hanya pada batas Direksi. Diperlukan suatu keberanian pada pimpinan institusi melalui jalur yang ada untuk memiliki otonomi dan kewenangan yang lebih besar, seperti halnya yang dikembangkan dalam
struktur organisasi
Politeknik Negeri
Manufatur (ITB)
Bandung. Dimana pada struktur keorganisasiannya, Direktur memiliki kewenangan untuk mengelola - tidak hanya menyelenggarakan - dan mempertanggung jawabkannya kepada Rektor ITB, tetapi dengan adanya Lembaga Konsultasi, maka Lembaga Konsultasi ini juga merupakan lembaga yang melakukan pengawasan dan evaluasi dengan memberi masukan-masukan yang dapat digunakan oleh Direktur untuk mengembangkan
institusinya.
Tampak
sekali
dari
struktur
organisasi
yang
dikembangkan di Polman, tidak sama dengan yang diatur dalam PP No. 30 Tahun 1990. Dipihak lain, justru tampak sekali keunggulan performansi yang dapat ditunjukkan sebagai suatu institusi yang memiliki kekhasan dan spesialisasi yang menjadi kebanggaan karena kemampuan diri yang mampu ditonjolkan dan mempertahankan diri untuk terus menjadi lebih unggul dalam kekhasannya dan spesialisasinya. Berbeda
dengan
keorganisasian
yang
dikembangkan
pada
Akamigas.
Keterikatan dengan Departemen induknya, yaitu Departemen Pertambangan dan Energi, menyebabkan struktur organisasi yang dikembangkan berbeda dengan struktur organisasi yang dikembangkan berdasarkan PP No. 30 Tahun 1990. Manajemen Akamigas
tidak
memiliki
kewenangan
lain
selain
menjadi
koordinator
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Hal ini ditunjukkan dalam posisi pimpinan Akamigas pada tingkat Bidang dari Keorganisasian Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi (PPT Migas). Posisi Kepala Bidang yang dibantu oleh
160 Kepala Seksi yang masing-masing membidangi bidang yang tidak berbeda dengan Pembantu
Direktur
pada
Politeknik
di
bawah
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan, sangat terbatas kewenangannya, tetapi sebagai koordinator pendidikan dan pelatihan mempunyai kewenangan untuk menyiapkan dan mengusulkan kebijakankebijakan dan strategi-strategi pendidikan yang diajukan kepada Kepala Pusat - dalam hal ini Kepala PPT Migas. Pada posisi Kepala Pusat inilah sebenarnya dimilikinya kewenangan otonomi dalam berkreasi dan unjuk kerja yang dapat ditonjolkan melalui masukan-masukan yang diajukan oleh Kepala-kepala Bidang. Jalur ini pendek dan mampu mengambil kebijakan dengan cepat. Kepala Bidang Akamigas yang dibantu oleh Kepala-kepala Bidang yang lain, dengan pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Pusat dan di evaluasi oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang membawahi langsung Kepala PPT Migas.
Apa yang
menjadi
konsep
manajemen,
yaitu
Perencanaan, Pengorganisasian, Menggerakkan dan Pengawasan; tampak jelas pada jalur struktur organisasi di Akamigas PPT Migas.
D. Interpretasi Hasil Penelitian Hasil analisis yang telah dirinci pada bagian yang terdahulu, telah memberikan gambaran parsial untuk masing-masing variabelnya, dan belum mengarah secara komprehensif kepada konsepsi pengembangan model PBK. Bagian ini mengemukakan interpretasi secara komprehensif terhadap konsepsi model PBK, dan dibagi menjadi empat subbagian, yaitu (1) Interpretasi Variabel-variabel Kurikulum Pendidikan; (2) Interpretasi Variabel-variabel Program Pendidikan; (3) Interpretasi Variabel-variabel Manajemen Pendidikan; dan (4) Interpretasi Hubungan Antar Kurikulum, Program, dan Manajemen Pendidikan. Interpretasi ini merupakan penjabaran dari hasil penelitian seperti yang di pertunjukkan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18: Matriks Hasil Penelitian
Komponen PBK Kurikulum
Karakteristik PBK Variabel A. Belajar modul secara mandiri
B. Strategi personalisasi
Program
A. Pusat sumber belajar
B. Pengalaman Lapangan (fasilitas) C. Fasilitas komunikasi
Sub Variabel
I
M
U
1. Modul
22,8
29,0
16,8
33,8
2. Aktivitas
19,1
22,5
13,8
16.2
3. Proses
19,7
24.8
12,1
26,5
1. Bentuk personalisasi
25,4
20,9
20,9
9.5
2. Program
8,7
11,5
8,4
6,4
1. Sumber Pengajaran
18,1
6,3
21,3
20,9
2. Organisasi
30,2
14,6
15,7
34,1
1. Orientasi
29,0
29,4
20.7
52,9
2. Manfaat
29,8
28,6
23,5
13,1
1. Fungsi
15,5
10,2
14.1
B,6
2. Program
12,7
8.3
6,3
6,3
1,2
6,3
14,1
3,6
1. Pengelolaan Organisasi
33,3
100
83,3
50
2. Pengelolaan Program
37,5
100
37,5
75
3. Kewajiban Keuangan
100
100
100
100
4. Kewajiban Administrasi
50
100
50
50
1. Faktor Pribadi
55,6
54,4
50,5
65,4
2. Faktor Kemampuan
47,5
68,0
43,7
73,3
3. Bentuk Manajemen
A. Pengelolaan Institusi
B. Tim pengajar
Keterangan: I - Politeknik Negeri (ITB) Bandung M - Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung U - Politeknik Negeri (UI) Jakarta A - Akamigas PPT Migas Cepu
Analisis Deskriptif
Perolehan data dalam % Z frekuensi skor tertinggi (4) Analisis Statistika adalah Koefisien Korelasi Kanonik (F ) untuk Y P
p
162 1. Interpretasi Variabel-variabel Kurikulum Pendidikan Interpretasi Variabel-variabel kurikulum model PBK dapat dikaji mendasarkan pada dua variabel yaitu (a) Belajar modul secara mandiri yang dipilah menjadi tiga sub variabel, ialah pertama, Modul: kedua, Aktivitas, ketiga, Proses. Selanjutnya, (b) Strategi personalisasi, yang dipilah menjadi dua sub variabel, ialah pertama, Bentuk Personalisasi; dan kedua, Program. Interpretasi variabel-variabel manajemen model PBK seperti berikut ini.
(a) Belajar Modul secara Mandiri Pertama, Modul Modularisasi pengajaran telah dikemukakan oleh pendidik-pendidik tertentu sebagai alternatif yang layak untuk tujuan pengaturan pengajaran. Pendekatan ini berdasarkan
premis
melakukannya pada
bahwa
mahasiswa
kecepatanya
lebih
sendiri
mampu
belajar
dan mempelajari
apabila mereka
bidang-bidang
yang
langsung berfokus pada penguasaan tujuan tertentu. Premis ini juga didukung oleh konsep
teori
belajar
proses belajar itu
yang
dikemukakan
berlangsung dalam
oleh
Merril
diri seseorang.
(1978,
Bahwa
ada
p.4)) faktor
bahwa yang
mempengaruhi dalam proses belajar antara jumlah waktu yang digunakan untuk mempelajari
bahan
pelajaran dengan jumlah
bahan
pelajaran yang
benar-benar
berhasil dipelajari (Gagne, 1978.p.62) menunjukkan bahwa kemampuan individual dalam proses belajar tidaklah sama dilihat dari segi waktu untuk memproses materi yang dipelajari menjadi suatu kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa. Ada beberapa manfaat yang jelas yang dapat ditawarkan oleh pendekatan modul. Meskipun manfaat-manfaat ini terdapat dalam derajat yang berbeda-beda dalam lingkup pendidikan yang berbeda, masing-masing dapat dipandang sebagai
163 keunggulan dasar
saat
pendekatan
modul
diimplementasikan.
Manfaat-manfaat
tersebut adalah 1) Fokus kepada siswa secara perorangan. Ketika modul dipadukan ke dalam proses pengajaran, pengajar akan mulai memperhatikan suatu perubahan di dalam peranrtya. Sebagai pengganti ceramah kepada kelompok-kelompok, pengajar menjadi lebih terlibat
di
dalam memperlancar,
mengelola,
dan mengevaluasi
pengalaman belajar modul dan berperan sebagai nara sumber bagi mahasiswa. Waktu yang mungkin biasanya dihabiskan berbicara kepada kelompok mahasiswa, sekarang dipakai untuk membantu mahasiswa secara perorangan yang memerlukan bimbingan. Seseorang mahasiswa mungkin bekerja dari modul ke modul dengan kecepatan yang agak tinggi dan dengan sedikit bantuan, sementara yang lain mungkin perlu bantuan berkali-kali dan bekerja secara pelan-pelan. Kenyataannya adalah bahwa, karena mahasiswa mampu bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas kegiatanya, pengajar dapat lebih sering ketemu dengan masing-masing mahasiswa, menentukan bagaimana kemajuannya dan memutuskan bantuan apa yang diperlukan. 2) Kontrol kualitas. Meski kebutuhan akan kontrol kualitas ekstensial dalam pendidikan diakui baik, pemaduan konsep ini dalam kurikulum agak sulit. Sering pengajar merasa bahwa mahasiswa dapat menunjukkan kompetensi dalam bidang tertentu tetapi masih ada kekurangan dalam hal sistem yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa hal ini benar. Karena dalam proses pengajaran konvensional mungkin tidak memungkinkan masingmasing mahasiswa memperlihatkan tingkat kemampuanya, beberapa orang mahasiswa mungkin tidak pernah di tuntut untuk mempertunjukkan keterampilan mereka. Di dalam keadaan yang ekstrem, situasi ini dapat menyebabkan perkembangan lulusan yang berkisar dari yang paling efektif kepada yang benar-benar tidak mampu. Tentu saja modul tidak dapat memecahkan semua masalah yang berkaitan dengan pengajaran
164 pendidikan profesional tetapi mungkin dapat meningkatkan proses kontrol kualitas, terutama ketika mahasiswa bergerak ke arah penyelesaian bahan kurikulum. Meskipun beberapa orang mahasiswa mungkin bergerak lebih cepat daripada yang lain dan mampu menyelesaikan sejumlah pengalaman belajar, pasd selalu
ada tingkat
kompetensi minimal yang berkaitan dengan penyelesaian bahan pelajaran secara berhasil. Dengan menggunakan standar-standar yang ditetapkan di dalam setiap modul, pengajar diberi kesempatan untuk merinci standar-standar ini dan memberikannya kepada mahasiswa. Jadi masing-masing mahasiswa tahu secara pasti standar apa yang diharapkan dan dapat bekerja menuju pencapaiannya. 3) Relevansi di dalam kurikulum. Manfaat terakhir pemakaian modul adalah relevansi yang meningkat. Tetapi bagaimana relevansi ditingkatkan dalam sebuah kurikulum, terutama dari pandangan mahasiswa? Karena masing-masing modul dirancang untuk membantu mahasiswa untuk menguasai tujuan-tujuan yang telah ditentukan, pengaruh-pengaruh pendekatan ini kepada mahasiswa agak mudah dinilai. Mahasiswa harus dengan mudah melihat bahwa tujuan-tujuan benar-benar dideskripsikan dan panduan yang rinci mengenai pencapaian tujuan-tujuan itu diberikan. Jadi masing-masing mahasiswa harus mampu memperhatikan hubungan antara pengajaran dengan hasil. Dari uraian tersebut, dalam konteks PBK menggambarkan bahwa modul merupakan sistem penyampaian pengajaran yang berisi satuan pelajaran dengan tujuan-tujuan yang dideskripsikan, dan berisi aktivitas-aktivitas belajar yang dilengkapi dengan pretes dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan belajar. Perolehan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat institusi tampak konsepsi modul yang dikembangkan sangat kecil sekali. Seperti yang diperlihatkan dari perolehan sebagai berikut: Poltek = 22,8%, Polman = 29,0 %, Poli UI - 16,8%,
165 dan Akamigas = 33,8%. Hal ini berarti bahwa institusi pendidikan tersebut hanya sebagian kecil mengimplementasikan konsep modul dalam aktivitas proses belajar mahasiswa dalam bentuk uraian kompetensi yang menjadi kewajiban mahasiswa untuk menguasainya. Hal ini merupakan indikasi bahwa perlu pembenahan kurikulum secara menyeluruh untuk mengaplikasikan model pendidikan yang dikembangkan berdasar PBK, khususnya dalam penyusunan materi ke dalam bentuk modul yang telah disesuaikan dengan berbagai aspek dan kebutuhan kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusannya dalam konteks sesuai bidang keprofesionalannya.
Kedua, Aktivitas Meskipun pendekatan modul mungkin dapat berfungsi sebagai wahana untuk mengimplementasikan PBK, harus diakui bahwa hanya karena pengajaran dimodulkan tidak berarti pengajaran tersebut berdasar kompetensi. Misalnya, satu perangkat modul mungkin dikembangkan berfokus pada peningkatan pencapaian tujuan-tujuan sampingan mahasiswa. Sementara modul ini mungkin bernilai tinggi, modul-modul tersebut tidak
secara
otomatis
dan
langsung berfokus pada
pengembangan
kompetensi-kompetensi pendidikan profesional (yaitu, tugas-tugas, keterampilanketerampilan, sikap-sikap, nilai-nilai dan apresiasi-apresiasi) yang diidentifikasi sebagai hal yang sangat menentukan bagi pekerjaan yang berhasil. Kiranya sangatlah penting untuk membuat pembedaan ini, karena waktu dan tenaga yang dikerahkan untuk pengembangan modul mungkin akan sia-sia apabila pengembangannya tidak memberi perimbangan awal kepada kompetensi-kompetensi yang merupakan fokus modul itu. Modul dapat dikembangkan untuk membantu mahasiswa dalam mencapai sejumlah besar tujuan. Namun, harus diketahui bahwa tidak semua modul berdasar
166 kompetensi.
Hanya
modul
yang
berfokus
langsung kepada pengembangan
kompetensi aktual dapat dikelompokkan sebagai modul berdasar kompetensi. Pada dasarnya mengembangkan suatu modul yang berkualitas sama dengan mempersiapkan suatu pengajaran yang baik. Isinya harus berkaitan dengan tujuantujuan dalam cara yang bermakna dan ditata dalam cara sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar bisa dimaksimalkan. Namun karena modul digunakan untuk belajar secara mandiri, maka pengembangan modul harus melihat bahwa kesalahan-kesalahan yang dibuat bisa berbahaya untuk mahasiswa. Uraian bagaimana aktivitas modul dan penyusunan menjadi sebuah modul yang berdasar kompetensi seperti yang dideskripsikan di atas, maka hasil penelitian menunjukkan aktivitas yang hampir tidak relevan dengan yang digambarkan tersebut. Perolehan masing-masing institusi adalah sebagai berikut: Poltek = 19,2%, Polman = 22,5%, Poli UI 13,8% dan Akamigas = 16,2%. Hal ini memberi makna bahwa modul tidak sepenuhnya diimplementasikan, digambarkan pada perolehan poin (1) tentang modul, mengakibatkan aktivitas terhadap permodulan juga tidak tampak. Sehingga hal ini
menunjukkan
bahwa
proses
pembelajaran
yang
diimplementasikan
tidak
menggambarkan adanya pemanfaatan modul dalam aktivitas mahasiswanya. Implikasi dari perolehan ini adalah bahwa pengembangan modul yang sesuai dengan konsepsi modularisasi
model
PBK
menjadi
prioritas
dalam
pengembangan
kurikulum
pengembangan model PBK.
Ketiga, Proses Modul mempunyai keterbatasan-keterbatasan potensial, karena di dalam banyak hal, masalah-masalah dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan apabila upaya yang serempak dilakukan kearah ini. Keterbatasan utama penggunaan modul meliputi:
167 1) Pengembangan Modul. Suatu keharusan bahwa semua modul yang digunakan dalam kurikulum berkualitas tinggi dari segi pengajaran dan isi pelajarannya. Masalahmasalah di dalam bidang ini tentu saja akan menyebabkan siswa bereaksi secara negatif. Keterbatasan yang ada dalam hubungan ini adalah kemampuan seseorang menulis. Apabila pengajar dapat berkomunikasi dengan baik secara tertulis, kreatif dan tepat, pembuatan modul yang berkualitas tidak akan merupakan suatu masalah. Namun apabila ia tidak bisa mengembangkan dan menyusun materi pembelajaran sehingga materi pembelajaran itu mengalir dengan lancar, logis dan merangsang mahasiswa untuk menguasai tujuan-tujuan,
maka produk akhirnya tidak akan
diterima oleh mahasiswa. Keterbatasan lain ialah waktu. Sering sekali, pengajar pendidikan profesional memiliki sejumlah besar tanggung jawab di samping menulis paket pengajaran. Sehingga menulis sebuah modul menjadi prioritas yang lebih rendah. Ketiadaan waktu ini dapat dengan pasti mempengaruhi kualitas modul, karena banyak waktu yang
harus digunakan untuk pembuatan modul supaya produk
akhirnya dapat diterima dan dipakai.
2) Proses penjadwalan dan penilaian.
Beberapa proses yang berkaitan dengan pangajaran tradisional dapat membatasi penggunaan modul. Meski seorang pengajar ingin mengembangkan sebuah program individual dan berdasar kompetensi, persyaratan penjadwalan mungkin menentukan lain. Penyelesaian
program menyebabkan kesulitan bagi seorang pengajar untuk
melaksanakan pengajaran yang benar-benar memenuhi kebutuhan individu. Penilaian dapat pula menjadi masalah yang berarti. Karena masing-masing modul dirancang untuk membantu mahasiswa memperoleh penguasaan tujuan-tujuannya. Pengajar yang memutuskan untuk menggunakan modul harus yakin bahwa penguasaan modul sesuai dengan skema penilaian. Barangkali tingkat penguasaan yang berbeda dapat
168 dinyatakan, yang pada gilirannya berkaitan dengan nilai-nilai yang berbeda-beda; atau mungkin pengajar dapat mencatat
pencapaian menurut jumlah modul yang
diselesaikan oleh mahasiswa. Bagaimanapun juga, selama nilai digunakan di institusi pendidikan, harus dibuat suatu aturan mengenai kesesuaian dengan pelajaran modul. 3) Dukungan Pengajaran. Individualisasi pengajaran sering di tingkatkan oleh film, penyajian slide, dan tipe-tipe media lain; dan peningkatan inilah yang menjadi masalah bagi pengajar. Media sering agak mahal dan mungkin mengharuskan penggunaan peralatan yang mahal yang tidak mampu untuk disediakan oleh pengajar atau sekolah, meskipun barang itu sendiri dapat memberi kontribusi yang berarti terhadap proses belajar. Oleh sebab itu dukungan pengajaran dapat menjadi masalah utama ketika kita memutuskan untuk melaksanakan pengajaran individualisasi berdasarkan kompetensi. Ini berkaitan dengan dukungan keuangan dan logistik. Apakah sebuah sumber belajar diperlukan untuk membantu siswa di dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka sumber belajar itu harus diperoleh dan tersedia bagi mereka. Kalau tidak, beberapa mahasiswa mungkin tidak mampu mencapai tujuan dan akan menderita karena kurangnya prestasi mereka ini. Konsepsi proses belajar dengan kecepatannya sendiri menggunakan modul, dengan meninjau berbagai aspek seperti yang dideskripsikan di atas, tidak jauh berbeda dengan perolehan hasil penelitian di institusi obyek penelitian. Hasil penelitian sebagai berikut: Poltek = 19,7%, Polman = 24,6%, Poli UI = 12,1%, dan Akamigas = 26,5%, ternyata diperoleh angka yang konsisten dengan subvariabel-subvariabel sebelumnya. Hal ini berarti bahwa proses belajar menggunakan modul yang didasarkan pada konsep kemampuan mahasiswa sendiri untuk memahami materi modul, diimplementasikan dalam kapasistas yang sangat rendah. Implikasinya adalah
169 bahwa konsepsi individualisasi tidak tampak menonjol, dan pembelajaran klasikal yang lebih menekankan pada penyamaan kecepatan belajar menjadi lebih menonjol, walaupun indikasi kearah itu tidak tampak dari hasil perolehan data. Dari gambaran ketiga subvariabel di atas, dengan meninjau hasil analisis korelasi kanonik, ternyata bahwa konsepsi Belajar modul secara mandiri memberi harapan yang cukup menonjol bagi mahasiswa Poltek dan Akamigas dalam perolehan kemampuan Pengetahuannya. 63,5% kemampuan Pengetahuan mahasiswa Poltek digambarkan sebagai kontribusi yang diperoleh dari kemampuan mereka mempelajari materi pembelajaran berdasarkan kemampuan sendiri. Demikian halnya dengan Akamigas, 68,8% perolehan Pengetahuan merupakan kontribusi yang diberikan dari konsepsi Belajar modul secara mandiri
Kedua perolehan tersebut merupakan
gambaran harapan tertinggi di samping dari kontribusi variabel-variabel yang lain. Hasil temuan ini memberi makna bahwa konsepsi Belajar modul secara mandiri dalam proses pembelajaran ini, sebagai suatu konsep yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam Pengetahuan yang harus mereka miliki. Gambaran ini juga merupakan suatu harapan bahwa modul yang terintegrasi dengan rincian deskripsi kompetensi yang faktual masih menjadi faktor dominan yang diperlukan oleh mahasiswa. Di samping ku ternyata bahwa Belajar modul secara mandiri juga memberi harapan yang cukup besar (53,1%) bagi mahasiswa untuk penguasaan Keterampilan, ini seperti yang ditunjukkan mahasiswa Polman dengan kontribusi yang cukup besar. Harapan ini artinya bahwa penguasaan Keterampilan juga merupakan faktor yang dipengaruhi oleh kemampuan
individu
mendapatkan kemampuan tersebut.
dalam memacu
dirinya sendiri untuk
170 Hasil temuan ini memberi indikasi bahwa untuk meningkatkan kemampuan Pengetahuan dan Keterampilan, kontribusi Belajar modul secara mandiri tidak dapat diabaikan. Hal ini berarti bahwa konsepsi pengembangan kurikulum berdasarkan model PBK masih sangat relevan di masa kini
(b) Strategi personalisasi Pertama, Bentuk Personalisasi Unsur-unsur yang paling sering ditemukan didalam program PBK meliputi; pertama, individualisasi; kedua, teknologi pengajaran; dan ketiga, sistematika. Unsur pertama dalam
program
PBK adalah
pengajaran individual sekarang ini mempunyai
fokus
Individualisasi. yang
Konsepsi
lebih komprehensif
(ImpelUtteri dan Finch, 1971; Finch, 1974). Pengajaran individual seperti yang disiapkan di dalam kurikulum pendidikan kontemporer terdiri dari 5 komponen dasar, yaitu (a) mahasiswa, (b) lingkungan pengajaran, (c) isi pengajaran, (d) media pengajaran, dan (e) strategi pengajaran. Dari kelima komponen tersebut mahasiswa berperan sentral, dan komponen lainnya dirancang untuk memaksimumkan hasil belajar mahasiswa. Komponen-komponen tersebut
dalam
pengajaran individual
tidak
dapat
ditangani satu persatu, tetapi harus diteliti, diorganisasi, dan digunakan secara serempak. Pengajar harus menjamin agar semua faktor yang mungkin berkontribusi pada kegiatan belajar mahasiswa dipertimbangkan. Isi pengajaran, media, lingkungan, dan strategi yang di seleksi dan digunakan dalam pengajaran individual, mahasiswa harus selalu difungsikan sebagai titik fokus utama. Oleh karena PBK secara inheren dirancang untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, maka tidaklah mengherankan bahwa kebanyakan kurikulum berdasar
171
kompetensi adalah juga merupakan model pengajaran individual. Ini dapat dibuktikan dengan komitmen dasar pengajar untuk membantu
masing-masing mahasiswa
di dalam mencapai penguasaan kompetensi-kompetensi yang sudah dirinci. Namun harus diingat bahwa pendidikan individual dan pendidikan berdasar kompetensi tidaklah mempunyai makna yang sama. Seseorang dapat mengembangkan sebuah program individual yang hebat dan berfokus pada pengembangan apresiasi yang mungkin tidak selalu membantu seorang mahasiswa dalam membentuk kompetensi yang diperlukan untuk dapat dipekerjakan di dalam sebuah pekerjaan tertentu. Oleh sebab itu individualisasi di lihat sebagai cara untuk meningkatkan pengajaran berdasar kompetensi
sehingga terdapat jaminan
untuk
memenuhi kebutuhan
individual
mahasiswa dan memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan kecakapan pribadi mahasiswa. Dengan membuat sebuah komitmen kepada pengajaran individual, pengajar dapat mengatakan bahwa ia akan memberikan aturan apapun yang diperlukan untuk menjamin agar masing-masing mahasiswa memungkinkan secara konstan terlibat di dalam memperlajari hal-hal yang memiliki nilai paling tinggi bagi dirinya sendiri. Inilah yang membuat individualisasi menjadi suatu kontributor yang paling bermakna kepada tujuan-tujuan PBK. Unsur kedua dalam program PBK adalah teknologi pengajaran. PBK dapat dilaksanakan dengan menggunakan materi dan media pengajaran yang sama dengan yang digunakan seseorang pengajar untuk membantu mahasiswa di dalam memenuhi tujuan-tujuan khusus. Bisa berupa perangkat keras (seperti kaset, komputer, film), perangkat lunak (misalnya pengajaran berprogram, booklet, modul) atau kombinasi dari media-media ini. Harus diingat bahwa pemakaian teknologi
pengajaran tidak
172 otomatis menyebabkan terlaksananya individualisasi atau PBK. Teknologi harus digunakan untuk benar-benar membantu mahasiswa di dalam mengembangkan kompetensi. Karena apabila teknologi digunakan tanpa melihat perbedaan-perbedaan diantaranya, hasilnya akan jauh lebih buruk daripada tidak menggunakannya sama sekali. Unsur ketiga dalam program PBK adalah sistematika. Banyak perancang kurikulum berdasar kompetensi memberi cara tertentu untuk mensistematikakan penyampaian dan pengelolaan pengajaran. Orang-orang yang terlibat di dalam PBK menemukan bahwa program dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif apabila suatu jenis pengajaran tertentu digunakan sebagai suatu bagian integral kurikulum. Bentuk personalisasi yang dideskripsikan di atas, merupakan penjabaran konsepsi pengembangan model PBK, khususnya pengembangan kurikulum yang mendasarkan pada kompetensi. Dari perolehan hasil penjaringan data di empat institusi, gambaran terhadap personalisasi menunjukkan bahwa; Poltek = 25,4%, Polman = 20,9%, Poli UI = 20,9 %, dan Akamigas = 9,5%, mengimplementasikannya dalam proses pembelajarannya sebagai bagian dari kurikulumnya. Kecilnya angka perolehan ini memberi makna bahwa konsepsi individualisasi tidak berkembang dan bahkan
tidak
dikembangkan
sebagai
konsepsi
di
institusi
tersebut
untuk
mengoptimalkan kompetensi mahasiswanya. Kecilnya implementasi konsep ini tidak berarti tidak tersirat dikeseluruhan proses, tetapi konsepsi ini tidak dilaksanakan secara menyeluruh dalam prosesnya.
Kedua, Program. Apabila hendak menetapkan
suatu kurikulum yang berkualitas, seyogyanya
memeriksa lebih dahulu pendekatan-pendekatan pendidikan baik yang konvensional
173 maupun yang sedang bermunculan. Salah satu dari pendekatan itu adalah pendidikan individualisasi berdasarkan kompetensi dengan menggunakan modul. Modul telah digunakan secara efektif sekali sebagai sebuah alternatif dari pendidikan konvensional. Ini
terutama
berlaku
ketika
digunakan
dalam
kaitannya
dengan pendidikan
berdasarkan kompetensi. Di dalam pengertian yang luas, semua cara mengajar bertujuan atau harus bertujuan kepada kompetensi mahasiswa dan lulusanya. PBK tidak berbeda dengan cara-cara pendidikan lain dari segi tujuannya. Akan tetapi PBK memiliki keunikan yang mendasarinya dan pendekatan-pendekatan yang mencirikannya. Inti PBK melakukan
adalah
sesuatu
kompetensi.
yang
dibedakan
Kompetensi
mencerminkan
dengan kemampuan
kemampuan
tradisional untuk
memperlihatkan penguasaan pengetahuan. Khasnya, kompetensi untuk pendidikan profesional adalah tugas-tugas, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan apresiasi-apresiasi yang
dipandang sangat
menentukan bagi pekerjaan yang
berhasil. Hanya karena sesuatu dilaksanakan oleh seorang profesional, tidak berarti bahwa tugas itu otomatis dapat dikelompokkan sebagai sebuah kompetensi. Seorang profesional
harus
membuktikan bahwa
kompetensi
ini
adalah suatu segi yang
sangat menentukan di dalam kemungkinannya untuk dapat dikerjakan
di dalam
sesuatu pekerjaan. Oleh sebab itu, masing-masing kompetensi berkembang
dari
pernyataan-pernyataan eksplisit mengenai peranan-peranan profesional dan karena kompetensi-kompetensi
sangat erat
hubungannya dengan
pekerjaan profesional,
kompetensi mahasiswa pada akhirnya dinilai dengan cara yang sama dengan kompetensi seorang profesional. Untuk menjamin bahwa penilaian itu adil bagi mahasiswa, semua kompetensi dirinci dan disediakan untuk diperiksa semua pihak.
174 Di dalam penilaian kompetensi, tidak bisa hanya meminta mahasiswa memperlihatkan kinerjanya secara umum. Staf pengajar harus siap dengan kriteriakriteria
khusus yang
menjelaskan masing-masing
kompetensi.
Untuk
menilai
kompetensi secara tepat, seseorang harus mengetahui standar-standar apa yang harus dipenuhi. Kriteria yang berhubungan dengan masing-masing kompetensi
harus
mencerminkan kinerja yang akseptabel dan kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kinerja itu. Seperti halnya dengan kompetensi, kriteria juga disiapkan kepada masingmasing mahasiswa sehingga tidak ada pertanyaan mengenai apa yang merupakan unsur-unsur dari penguasaan terhadap sesuatu. Ketika kompetensi harus diberikan adalah
mahasiswa
sedang
dinilai,
pertimbangan
pada penerapannya. Meski tidaklah mungkin bagi
pertama semua
mahasiswa pendidikan profesional dinilai ketika mereka kerja di dalam pasangan kerja yang sebenarnya, ini merupakan lingkungan evaluasi terakhir yang harus diupayakan, oleh
karena ini paling
realistik.
Meski
mungkin
tidak
bisa menilai kompetensi
mengenai pekerjaan, masing-masing mahasiswa harus dievaluasi seobjektif mungkin dengan cara paling realistik. Berbeda dengan beberapa cara pangajaran tradisional, kompetensi mahasiswa bukan nilai yang memberi bukti utama suatu pencapaian. Akibatnya, staf pengajar dituntut untuk meninggalkan alat ukur tipe pengetahuan tradisional seperti tes pilihan ganda dan ujian esai yang berfokus pada penilaian dengan mengkaitkan kompetensi pekerjaan di dalam dunia nyata. Pendidikan berdasar kompetensi menggunakan kompetensi yang diperlihatkan sebagai penentu dari kemajuan mahasiswa ke arah penyelesaian program. Ini memungkinkan mahasiswa untuk maju dalam suatu program pada kecepatannya
175 sendiri berdasarkan kemampuan individu mereka, sehingga menguasai kompetensikompetensi yang telah dirinci dalam jangka waktu yang lebih pendek atau lebih lama. Maksud eksplisit pendidikan berdasar kompetensi ialah untuk memperlancar pencapaian kompetensi oleh mahasiswa yang dijelaskan secara rinci di dalam program. Masing-masing pengajar berkewajiban memberikan variasi pengalaman belajar yang memadai sehingga mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menguasai suatu kompetensi minimal dan akibatnya, pengajar dapat diminta bertanggung jawab terhadap pencapaian mahasiswa. Selain itu, pengajar bertanggung jawab menyediakan bagi
mahasiswa
pengalaman-pengalaman
yang
memperlancar
pengembangan
keterampilan. Ini mungkin meliputi penggunaan kegiatan-kegiatan simulasi lainya, di luar nara sumber, dan teknik-teknik lain yang meningkatkan dan membantu pencapaian kompetensi masing-masing mahasiswa. Gambaran program yang begitu rinci dan operasional seperti di deskripsikan di atas, tidak begitu diperoleh di institusi penelitian. Implementasi program Strategi personalisasi tidak tampak menjadi bagian dari proses pendidikan di keempat institusi tersebut. Poltek = 8,7%, Polman = 11,5%, Poli UI = 8,4%, dan Akamigas = 6,4%, artinya bahwa program-program konsepsi Strategi personalisasi tidak dirasakan kontribusinya oleh mahasiswa secara eksplisit dan menyeluruh yang diaplikasikan oleh staf pengajar, hanya sebagian kecil mereka merasakan adanya kontribusi Strategi personalisasi selama berproses dalam pembelajarannya. Kecilnya perolehan angka subvariabel-subvariabel dari variabel
Strategi
personalisasi yang sesuai dengan konsepsi model PBK, ternyata Strategi personalisasi memberi kontribusi harapan yang cukup besar kepada mahasiswa untuk kemampuan Keterampilannya, yaitu: 79,8% mahasiswa Poli UI dan 46% mahasiswa Poltek
176 menyatakan bahwa kemampuan Keterampilan diperoleh dari kontribusi variabel Strategi personalisasi. Kontribusi ini adalah yang paling tinggi dinyatakan oleh mahasiswa Poli UI. Hal ini berarti bahwa kemampuan Keterampilan lebih cenderung terkuasai dengan pola konsepsi Strategi personalisasi. Tentunya, akan lebih dapat diakselerasikan apabila ketersediaan fasilitas yang mencukupi, karena persyaratan Strategi personalisasi adalah individual. Berbeda dengan Polman, Strategi personalisasi merupakan bentuk konsepsi yang paling tinggi memberi kontribusi terhadap pembentukan Sikap. Ini ditunjukkan dengan
perolehan
mengartikan
bahwa
koefisien pola
korelasi strategi
kanonik pengajaran
sebesar personal
0,795. akan
Kontribusi
ini
mempengaruhi
terbentuknya sikap pada diri mahasiswa dengan harapan sebesar 79,5%. Secara tidak langsung sikap staf pengajar di institusi ini menjadi teladan bagi mahasiswa selama proses pembelajaran berlangsung, dan ini membentuk dirinya dengan sifat dan karakter yang diteladani dari para staf pengajarnya. Hasil temuan ini memberi indikasi bahwa untuk meningkatkan kemampuan Keterampilan dan Sikap, kontribusi Strategi personalisasi tidak dapat diabaikan. Hal ini berarti bahwa konsepsi Strategi personalisasi pada pengembangan kurikulum berdasarkan model PBK masih sangat relevan.
2.
Interpretasi Variabel-variabel Program Pendidikan Interpretasi variabel-variabel program pendidikan dikaji dengan melihat pada
tiga variabel yaitu (a) Pusat sumber belajar, yang dipilah menjadi dua sub variabel, ialah pertama, Sumber Pengajaran; kedua, Organisasi, (b) Pengalaman Lapangan, yang dipilah menjadi dua sub variabel, ialah pertama, Orientasi; kedua, Manfaat. Selanjutnya, (c) Fasilitas komunikasi yang dipilah menjadi tiga sub variabel, ialah
177 pertama, Fungsi; kedua, Program; dan ketiga, Bentuk. Interpretasi variabel-variabel program pendidikan seperti berikut ini.
(a) Pusat Sumber Belajar Pertama, Sumber Pengajaran Wallington (1970) menyatakan bahwa peran utama sumber belajar adalah membawa atau menyalurkan stimulus dan informasi kepada siswa. Torkleson (1965) menyatakan pendapatnya tentang sumber belajar yaitu bahwa segala sesuatu yang dipergunakan untuk kepentingan mahasiswa. Sumber belajar dapat dipandang sebagai suatu sistem karena merupakan satu kesatuan yang di dalamnya terdapat komponen-komponen dan faktor-faktor yang berhubungan dan saling berpengaruh satu sama lainnya. Baik sumber belajar yang dirancang maupun sumber belajar yang digunakan, selalu dapat dipandang sebagai satu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Yang dimaksudkan dengan komponen adalah bagian-bagian yang selalu ada di dalam sumber belajar itu, dan bagian-bagian itu merupakan satu kesatuan yang sulit berdiri sendiri-sendiri sekalipun mungkin dapat dipergunakan secara terpisah. Menanggapi konsepsi sumber pengajaran yang beragam jenis sumber seperti yang dikemukakan di atas, dari hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: Poltek = 18,1%, Polman = 6,3%, Poli UI » 21,3%, dan Akamigas = 20,9%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja mahasiswa menanggapi sumber pengajaran atau belajar yang dapat diperolehnya dari sumber lain - di luar sumber materi yang dipersiapkan dan diberikan oleh staf pengajar - yang memberi kontribusi terhadap hasil yang dapat dicapai oleh mahasiswa dalam menyiapkan diri untuk memiliki kompetensi-kompetensi yang relevan. Arti ini juga menggambarkan bahwa
178 sedikit sekali institusi (staf pengajar dan mahasiswa) menggunakan media sumber belajar untuk berproses selama mereka melakukan interaksi untuk mencapai ketujuan pembelajaran secara komprehensif
Kedua, Organisasi Sudjana (1997), menyatakan bahwa sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatikan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya. Lebih lanjut diuraikan bahwa sumber belajar memberi fungsi sebagai (a) sumber belajar yang dirancang untuk dipergunakan membantu proses belajar, dan (b) sumber belajar yang dimanfaatkan untuk memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar. Fungsi sumber belajar dalam upaya pemanfaatannya, harus dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (a) perkembangan teknologi, (b) nilai-nilai, (c) Keadaan ekonomi, dan (d) keadaan pemakai. Faktor-faktor tersebut juga tidak terlepas dari fungsi penggunaan sumber belajar tersebut berdasarkan fungsi sumber belajar, yaitu (a) sebagai sumber belajar guna memotivasi, (b) sebagai sumber belajar untuk tujuan pengajaran, (c) sebagai sumber belajar untuk penelitian, (d) sumber belajar untuk memecahkan masalah, dan (e) sebagai sumber belajar untuk presentasi. Dari apa yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa pusat sumber belajar memberi makna yang besar dalam membantu terlaksananya proses belajar bagi mahasiswa dengan manfaat yang bervariasi dan berasal dari sumber yang sangat luas, seperti yang dikemukakan oleh Torkleson (1965) bahwa sumber belajar demikian luasnya, bisa meliputi segala sesuatu yang dipergunakan untuk kepentingan proses belajar, yaitu segala apa yang ada di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Berkaitan dengan ini, maka beragamnya jenis, fungsi dan faktor dari sumber belajar
179 perlu diorganisasikan untuk manfaat yang lebih dapat dioptimalkan untuk kepentingan belajar pada suatu institusi pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan Pusat sumber belajar yang terorganisir sangatlah minim sekali. Tampaknya kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan staf pengajar untuk membagi pengalaman dan keluasan pengetahuan terhadap perkembangan bidang ilmu yang didalaminya tidak memanfaatkan organisasi Pusat sumber belajar, selain melalui jalur kelas, yaitu menyampaikan secara tertutup di dalam perkuliahannya. Hal ini dirasakan oleh mahasiswa dengan perolehan hasil penjaringan data sebagai berikut: Poltek = 30,2%, Polman = 14,6%, Poli UI = 15,7%, dan Akamigas = 34,1%. Mengkaji angka-angka perolehan ini, memberi makna bahwa Pusat sumber belajar belum mendapatkan perhatian yang besar dalam memberi materi tambahan kepada mahasiswa selain materi yang disajikan oleh staf pengajar Walaupun ada pula yang memanfaatkan untuk kepentingan perluasan pengetahuan yang dapat dimiliki mahasiswa, tetapi masih sangat terbatas dalam hubungan individual saja. Tinjauan terhadap konsep Pusat sumber belajar dan kajian terhadap perolehan data, ternyata tidak jauh berbeda dengan harapan hasil yang diperoleh oleh mahasiswa.
Dari hasil analisis korelasi kanonik menunjukkan bahwa 40,6%
Keterampilan mahasiswa Akamigas diperoleh dari hasil kontribusi konsepsi Pusat sumber belajar, angka harapan ini cukup besar. Tetapi berbeda dengan apa yang dialami oleh mahasiswa Poltek, bahwa 25,6% yang mereka alami dengan konsepsi Pusat sumber belajar memberi kontribusi terhadap Sikap mereka. Di samping itu juga berkontribusi sangat kecil, yaitu 8.8% pada pembentukan Pengetahuan bagi mahasiswa Polman. Angka harapan yang kecil ini dapat diartikan tidak memberi
180 pengaruh terhadap konsepsi Pusat sumber belajar terhadap terbentuknya Sikap maupun Pengetahuan. Hal ini dirasakan janggal, karena konsepsi Pusat sumber belajar adalah sebagai salah satu karakter PBK yang mampu memacu mahasiswa untuk mendapatkan kompetensi yang lebih dari hanya yang dipelajari melalui modul atau interaksi dengan staf pengajar. Apa yang diperoleh dari analisis di sini, dapat secara lugas dikatakan bahwa konsepsi Pusat sumber belajar masih dirasakan hal yang asing dan belum masuk ke dalam konsepsi program yang dikembangkan di institusi. Dengan kata lain bahwa konsepsi
Pusat
sumber
belajar menjadi
hal
yang
sangat
diperlukan
untuk
pengembangan program yang mendasarkan pada pengembangan model PBK.
(b) Pengalaman Lapangan Pertama, Orientasi Setelah tujuan-tujuan operasional tentang pendidikannya
pendidikan
ditetapkan,
kebijaksanaan
umum
dan
penyelenggaraan sistem pendidikan serta program-program
diformulasikan,
selanjutnya
adalah
menyusun
program-program
kurikululer. Yang menjadi masalah di sini ialah bagaimana menetapkan pengalamanpengalaman belajar yang harus tersedia, karena melalui pengalaman-pengalaman ini belajar akan terjadi dan tujuan pendidikan dapat dicapai. Pengalaman belajar tidak sama dengan isi materi perkuliahan atau kegiatan yang dijalankan oleh staf pengajar. Istilah pengalaman belajar mengacu kepada interaksi antara mahasiswa dengan kondisi eksternal dalam lingkungan yang sesuai dengan bidang studinya, dalam kaitannya dengan ini maka pengalaman belajar mahasiswa adalah implisit pengalaman lapangan yang harus dimiliki dan dijalankan dalam proses belajarnya. Belajar terjadi melalui perilaku aktif dari mahasiswa, apa yang dipelajari adalah apa yang mahasiswa perbuat,
181 bukan apa yang diperbuat staf pengajar. Masalahnya bagaimana memilih jenis pengalaman belajar yang bisa menghasilkan ketercapaian tujuan pendidikan dan juga bagaimana membangun situasi yang akan membangkitkan mahasiswa menginginkan jenis pengalaman belajar tersebut. Setiap pengalaman bisa menghasilkan lebih dari satu tujuan belajar. Suatu perangkat pengalaman belajar yang dirancang dengan baik akan terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pada waktu yang sama akan bermanfaat dalam mencapai beberapa tujuan. Walaupun begitu staf pengajar harus selalu waspada terhadap hasil-hasil yang tidak diinginkan yang mungkin berkembang dari suatu pengalaman belajar yang dirancang untuk maksud lain. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil dan efek sampingan yang berakibat negatif ini sering terjadi dalam proses mengajar belajar itu. Orientasi pada Pengalaman lapangan adalah bagian pengayaan wawasan yang tidak hanya diperoleh mahasiswa apa adanya dari modul atau materi yang disajikan oleh staf pengajar, tetapi dapat memperoleh wawasan yang berbeda dari apa yang dialami mahasiswa itu sendiri. Pengalaman yang direncanakan akan membantu mahasiswa untuk lebih mencapai pada sasaran tujuan proses pembelajaran itu sendiri. Keterkaitan perencanaan pengalaman lapangan ini juga tidak terlepas dari pengaruh keluasan staf pengajar terhadap pengalaman lapangan itu sendiri. Dengan kata lain peran staf pengajar terhadap pengalaman lapangan mahasiswa sangat relevan dan signifikan, hal ini seperti apa yang digambarkan dalam konsepsi Pengalaman lapangan pada mode! PBK. Di institusi pendidikan yang dijaring untuk mendapatkan masukan informasi ini menunjukkan perolehan sebagai berikut: Poltek = 29%, Polman = 29,4%, Poli UI =
182 20,7%, dan Akamigas = 52,9%, yaitu skor mahasiswa yang menangggapi bahwa mereka
mengalami
terjadinya
pengalaman
lapangan
tersebut
dalam
proses
pembelajarannya dan memberi manfaat terhadap proses pembelajarannya. Ada hal yang menarik dari perolehan ini yaitu apa yang diperoleh dari Akamigas.
Di sini
menunjukkan arti bahwa Pengalaman lapangan sangat menjadi perhatian dalam proses pembelajaran, dan sebagaian besar mahasiswa merasakan pengalaman lapangan inilah yang mereka alami dalam proses pendidikannya dan menuntut hal itu.
Kedua, Manfaat Walaupun pengalaman belajar yang spesifik dan sesuai dengan tujuan pendidikan sulit akan tercapai, ada prinsip-prinsip umum tertentu yang berlaku dalam memilih pengalaman belajar, apapun tujuannya. Prinsip-prinsip umum ini menurut Tyler (1949), adalah a) bagaimana tercapainya suatu tujuan tertentu; b) Pengalaman belajar itu harus begitu rupa sehingga mahasiswa memperoleh kepuasan dari melanjutkan jenis perilaku yang disarankan oleh tujuan itu; c) Reaksi-reaksi yang dikehendaki
dalam
pengalaman
itu
hendaknya
di
dalam
batas-batas
yang
memungkinkan mahasiswa terlibat; d) Ada banyak pengalaman khusus yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, selama pengalaman-pengalaman pendidikan memenuhi kriteria efektif disajikan bagi mahasiswa dan mencapai tujuantujuan yang dikehendaki itu; dan e) Pengalaman belajar yang sama biasanya akan membawa beberapa hasil. Hasil penelitian diperoleh angka-angka manfaat sebagai berikut: Poltek = 29,8%, Polman = 26,6%, Poli UI = 23,5%, dan Akamigas = 13,1%. Hal ini berarti bahwa manfaat dari Pengalaman lapangan yang dialami relatif kecil dengan demikian maka perlu ditinjau lebih jauh, apakah implementasi Pengalaman lapangan, seperti
183 yang diharapkan dari konsepsi model PBK telah diprogramkan sebagai bagian dari proses pembelajaran, seperti yang digambarkan oleh Tyler. Interpretasi terhadap hasil analisis korelasi kanonik menunjukkan bahwa Pengalaman lapangan memberi harapan terhadap kemampuan Pengetahuan bagi mahasiswa di Poli UI, yaitu dengan angka harapan sebesar 48%, walaupun hal ini bukan merupakan harapan yang terbesar dari tinjauan konsepsi PBK yang diperoleh. Tetapi angka ini cukup memberi kontribusi nyata, bahwa Pengetahuan yang diperolehnya merupakan kontribusi dari proses Pengalaman lapangannya. Temuan ini menunjukkan bahwa Pengalaman lapangan juga memberi kontribusi yang relatif cukup besar terhadap terbentuknya sasaran Pengetahuan pada pendidikan yang mendasarkan pada konsepsi pengembangan model PBK.
(c) Fasilitas komunikasi Pertama, Fungsi Komunikasi merupakan proses yang dinamis, menunjukkan unsur-unsur yang saling berhubungan, lebih bermakna daripada sekadar bahan dalam menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima pesan. Unsur sumber di sini adalah staf pengajar atau materi perkuliahan. Komunikasi edukatif bersifat interaktif yang tersusun dalam suatu cara penyajian terintegrasi sehingga menjadi rupa kegiatan dalam proses pengajaran yang mampu mengotimalkan pendayagunaan fasilitas dalam proses pengajaran tersebut. Dengan pengertian ini maka komunikasi merupakan suatu sistem dalam proses pengajaran. Sebagai suatu sistem proses pengajaran, komunikasi dapat dipilah menjadi beberapa unsur, yaitu adanya metodik, individualistik, interaktif, inisiatif dan kreatif (Sudjana, 1997, h.60). Unsur-unsur ini perlu dikembangkan oleh sumber yaitu staf
184 pengajar dalam upaya penyampaian pesan-pesan yang harus diterima oleh mahasiswa. Penerima pesan yaitu mahasiswa harus merasakan komunikasi dari sumber tersebut sebagai suatu fasilitas untuk mengembangkannya menjadi suatu masukan mencapai tujuan dari proses pengajaran. Inplikasi fasilitas komunikasi yang efektif antara sumber dan penerima secara konseptual
menciptakan lahirnya bentuk-bentuk
perubahan pada si penerima, yaitu dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan kepribadian sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh sumber tersebut. Hasil
penelitian terhadap
karakteristik Fasilitas komunikasi,
khususnya
terhadap fungsi dan manfaat dari fasilitas komunikasi yang dapat menjembatani terhadap optimalisasi hasil pembelajaran menunjukkan angka-angka sebagai berikut: Poltek = 15,5%, Polman = 10,2%, Poli UI = 14,1%, dan Akamigas = 6,6%, memberi makna bahwa proses pembelajaran dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi yang dapat diciptakan dan diperoleh tidak termanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa. Peran komunikasi yang ada dengan kecenderungan perolehan yang relatif kecil, menunjukkan bahwa komunikasi formal masih mendominasi dalam proses pendidikan. Hal ini mengakibatkan ketidak berfungsian fasilitas komunikasi ini, sehingga tidak tersiratkan adanya tanggapan positif mahasiswa terhadap penjaringan data ini, sebagai fasilitas yang dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi yang dapat diperoleh selama berproses dalam institusinya.
Kedua, Program Diantara semua variabel yang mempengaruhi komunikasi dapat dikatakan bahwa kelakuan manusia merupakan hal yang paling penting. Komunikasi berlangsung antara orang-orang dan ia dipengaruhi oleh semua pengaruh yang menentukan kelakuan manusia. Sewaktu berkomunikasi , orang-orang mempunyai aneka macam
185 motif - untuk melakukan persuasi, untuk menerangkan, untuk menghibur dan untuk memperkuat ide-ide. Enthusiasme dan minat yang ditunjukkan sangat mempengaruhi komunikasi. Penerapan program-program yang mengembangkan fasilitas komunikasi, tampaknya tidak dirasakan oleh mahasiswa. Hal ini tercermin dari perolehan hasil penelitian, sebagai berikut: Poltek = 12,7%, Polman = 8,3%, Poli UI dan Akamigas = 6,3%, artinya bahwa program komunikasi tidak terprogramkan sebagai salah satu sarana dalam interaksi proses pendidikan. Seperti yang dikemukakan dalam tinjauan fungsi di atas, menunjukkan bahwa proses pendidikan yang terjadi masih sangat kental dengan komunikasi format antara staf pengajar dan mahasiswa. Padahal menurut konsepsi individualisasi,
faktor komunikasi
harus berjalan tanpa pembatasan-
pembatasan formal yang menimbulkan kesenj angan-kesenjangan dengan akibat tersekatnya komunikasi antara
staf pengajar dan mahasiswa,
sehinga proses
individualisasi dalam pendidikan tidak berjalan. Ketiga, Bentuk Pada hakekatnya komunikasi adalah sebuah transaksi manusia dan pengaruh serta
pentingnya
kelakuan
manusia
dihadapi
oleh
setiap
orang yang
ingin
berkomunikasi dengan pihak lain. Dengan kata lain bahwa komunikasi hanyalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu tentang dirinya (perilaku, ide, perasaan)
kepada
orang
lain,
dan
hal
ini
merupakan
suatu
seni
untuk
mentransaksikannya. Implementasi dari bentuk komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam bentukbentuk media yang sangat bervariasi, mulai dari wawancara, pertemuan, media masa, buku, publikasi, laporan dan masih banyak lagi jenis media komunikasi. Dari hasil
186 studi dikatakan oleh Terry dalam buku Principies o/ management, bahwa media komunikasi yang paling kurang efektif adalah memo, surat dan papan pengumuman. Komunikasi muka lebih efektif dibandingkan dengan media cetak. Dari hasil studi ini dapat ditarik suatu gambaran bahwa efektifitas komunikasi antar individu adalah adanya kejadian interaksi langsung dan dalam bentuk yang cenderung tidak formal. Tentunya komunikasi dalam proses belajar tidak jauh berbeda dari hasil studi tersebut, dimana interaksi non formal dapat lebih meningkatkan makna dari komunikasi yang menjadi tujuannya. Terhadap hasil penelitian menunjukkan angka sebagai berikut: Poltek = 1,2%, Polman = 6,3%, Poli UI = 14,1%, dan Akamigas. = 3,6%. Perolehan ini memberi arti bahwa pemanfaatan terhadap sarana-sarana komunikasi yang bisa di lakukan oleh staf pengajar dan mahasiswa tidak berjalan, sehingga tergambar adanya kesenjangankesenjangan yang tersirat dari perolehan ini. Menanggapi gambaran hasil dari subvariabel-subvariabel yang diperoleh dan relatif kecil, dilain pihak mahasiswa merasakan adanya kontribusi dari peran Fasilitas komunikasi terhadap pembentukan Sikap mahasiswa. Hal ini disiratkan dalam angka harapan dari hasil analisis korelasi kanonik yang tergambar dari perolehan koefisien korelasi kanonik sebesar 0,596 pada Akamigas, berarti bahwa mereka merasakan fasilitas komunikasi yang dikembangkan oleh institusi pendidikan memberi kontribusi yang relatif tinggi pada pembentukan Sikap mereka. Walaupun tidak seperti angka harapan yang diperoleh Akamigas, mahasiswa Poli UI juga memberi angka harapan fasilitas komunikasi terhadap kontribusinya pada pembentukan sikap mereka sebesar 20%.
187 Kontribusi yang diilustrasikan dari hasil temuan ini menunjukkan bahwa perolehan data yang terjaring dari variabel Fasilitas komunikasi, walaupun relatif keciL tetapi harapan sumbangan yang dapat diperoleh untuk pembentukan Sikap memberi arti yang cukup berarti. Dari sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konsepsi pengembangan program model PBK, dengan salah satu karakteristiknya yaitu pemanfaatan fasilitas komunikasi, perlu mendapat perhatian, karena memiliki relevansi yang cukup tinggi untuk mengembangkan sisi Sikap mahasiswa, yaitu salah satu aspek keprofesionalan.
3. Interpretasi Variabel-variabel Manajemen Pendidikan Alur pelaksanaan studi pengembangan model pendidikan ini dikaji dari hasil penelitian dengan
konsepsi manajemen pendidikan yang ditinjau dari dua variabel,
yaitu (a) Pengelolaan institusi yang dipilah menjadi empat sub variabel, ialah pertama, Pengelolaan Organisasi; kedua, Pengelolaan Program Pendidikan; ketiga, Kewajiban Keuangan; keempat, Kewajiban Administrasi; dan (b) Tim Pengajar, yang dipilah menjadi dua sub variabel, ialah pertama, Faktor Pribadi; kedua, Faktor Kemampuan.
Interpretasi variabel-variabel manajemen pendidikan seperti yang
diuraikan berikut. (a) Variabel Pengelolaan institusi Pertama, Pengelolaan Organisasi Unsur yang merupakan bagian dari pengelolaan organisasi adalah unsur penentu struktur organisasi, unsur penentu tata tertib dan peraturan, unsur pengangkat/pemberhentian pegawai, serta unsur sangsi dan hadiah bagi pegawai. Struktur keorganisasian memiliki peran dalam dinamika dan kinerja dari suatu organisasi. Peran yang paling menonjol dari struktur organisasi ini adalah terjadinya
188 interaksi antar komponen-komponen yang terstruktur. Interaksi yang terjadi akan mempengaruhi dinamika kerja organisasi yang akan ditampilkan dalam kinerja produk-produk interaksi yang terjadi dari keorganisasian tersebut. Hal ini memiliki implikasi bahwa penentu struktur organisasi memegang peranan yang sangat menentukan. Kinerja dalam pengelolaan, dinamika dalam proses yang diharapkan akan sangat tergantung dari kebijakan-kebijakan yang mendasari dari penentuan struktur keorganisasian. Implementasinya penentu struktur organisasi tidak hanya bersifat individual, tetapi yang lebih memiliki kemampuan adalah tim. Tim ini terdiri dari individu-individu yang memiliki kapasitas yang mampu menerawang visi dan mampu mengaplikasikannya menjadi misi. Dewan Komisi Pendidikan adalah dewan yang terdiri dari para ahli dalam bidang ilmu-ilmu yang terkait. Kumpulan ahli-ahli dengan latar belakang kepakaran yang bervariasi dan relevan dengan bidang studi institusi tersebut, yang memiliki banyak pengalaman dalam bidangnya dan kaya akan pemikiran-pemikiran yang cemerlang merupakan komisi yang pantas menyandang sebagai Dewan Komisi Pendidikan. Dewan inilah yang sepantasnya memiliki kapasitas sebagai penentu kebijakan keorganisasian, hal ini sesuai dengan konsepsi model PBK bahwa dewan pendidikan adalah yang menentukan arah kebijakan pendidikan dan pelaksana direktur - bertanggung jawab kepadanya (HaIL 1976:p.247). Dengan
demikian maka
struktur
organisasi
merupakan
sarana
untuk
menjalankan arah kebijakan pendidikan. PBK mendasarkan pada kerja tim yang memiliki kewenangan khusus dan menuntut pertanggung jawaban yang jelas secara kontinyu
Hal ini melahirkan suatu skema organisasi yang pendek rentangan
vertikalnya tetapi bisa lebar rentangan horizontalnya. Dengan adanya deskripsi yang
189 jelas untuk masing-masing unsur keorganisasian, maka akan lebih kuat dalam hal pengawasan kerja melalui pertanggung jawaban yang disampaikan oleh masingmasing unsur tersebut. Matriks organisasi yang menurut Hall (1976) memiliki optimistik dan potensial untuk menjalankan program-program PBK, di gambarkan pada Gambar 4.9. Dinsktur
Pembantu Direktur
Ketua Program/Proyek
PrograrrVProyek 1 2
-Ma
3
-Ö-
Staf Pengajar dan mahasiswa
a 4 5
ie —T-
6
Gambar 4.9: Matriks Struktur Organisasi PBK
Dari keempat institusi penelitian terlukiskan adanya kesamaan pada Politeknik Negeri (UI) Jakarta (Poli-UI) dan Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung (Polman) yang sepola dengan konsepsi UU No. 30 Tahun 1990. Pola matriks organisasi seperti pada Gambar 4.10. Merupakan pola tersendiri struktur yang digunakan oleh Politeknik Negeri (ITB) Bandung (Poltek), yaitu dengan menempatkan posisi kelompok dosen (staf pengajar) berada langsung di bawah kendali Direktur. Kendali yang di artikan adalah
190 kendali fungsi sebagai staf pengajar dengan memilahkan berdasarkan kelompok kerja yang didasarkan pada penempatannya di Jurusan-jurusan. Pola matriks organisasi Poltek seperti yang digambarkan pada Gambar 4.11.
1 2
3
4
Staf Administrasi Bidang Akademik & Kemahasiswaan
Direktur dan Pembantu Direktur
Staf Administrasi Bidang Umum/ UPT
Ketua Jurusan
Ketua Program/ Kepala Lab/ Kepala Bengkel/ Kelompok Dosen
Gambar 4.10: Pola 1 Matriks Organisasi Polman dan Poli-UI (sesuai dengan PP No.30 Tahun 1990)
1 2
Staf Administrasi Bidang Akademik & Kemahasiswaan
3
4
Direktur dan Pembantu Direktur
Staf Administrasi Bidang Umum/ UPT
Ketua Jurusan Kelompok Dosen
Ketua Program Kepala Lab Kepala Bengkel
Gambar 4.11: Pola 2 Matriks Organisasi Poltek
191 Pola matriks organisasi ketiga adalah struktur organisasi yang dipakai di Akamigas Cepu. Institusi Akamigas adalah bagian dari organisasi yang dikendalikan oleh Lembaga Pusat (PPT Migas) yang dilaksanakan bersama-sama dengan bidang yang setingkat dengan Akamigas dalam fungsi koordinasi. Oleh karena itu dalam struktur organisasi yang ada, maka Akamigas berfungsi sebagai koordinator penyelenggara pendidikan dan menggunakan fasilitas pendidikan yang berada dt bawah bidang yang lain yang mempunyai kedudukan struktural setingkat dengan Bidang Akamigas. Demikian halnya dengan sumber daya pendidiknya (staf pengajar), berada di bawah kendali fungsi Lembaga Pusat dengan koordinasi tugas yang dilakukan oleh bidang Akamigas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa bidang Akamigas mendapatkan kewenangan tugas sebagai pelaksana dari Kepala Lembaga Pusat. Pola matriksnya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4. 12
Kepala
1 2
3
4
Bagian Administrasi Sub Bagian Administrasi
Bidang _t_
Kelompok Staf Pengajar
_2_
2_ Seksi
4
4
4
/y >v
Gambar 4.12 : Pola 3 Matriks Organisasi Akamigas
/'c» '
V
192 Dari ketiga pola tersebut, dengan melihat pada pola yang dikemukakan oleh Hall (1976), tampak bahwa pola matriks 1, memiliki kesamaan. Hat ini memberi makna bahwa pola pengendalian pada pola matrik 1 seperti yang dikemukakan Hall memiliki keoptimisan untuk mengembangkan program PBK dengan sukses.
Kedua, Pengelolaan Program Pendidikan Program pendidikan, khususnya program pendidikan yang komprehensif, merupakan suatu bidang baru bagi para pembuat keputusan dihidang pendidikan. Kegagalan lembaga-lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan telah menimbulkan kesangsian yaitu yang berkaitan tentang kebutuhan dalam masyarakat yang diharapkan dapat dipenuhi oleh pendidikan, tentang sifat proses pendidikan secara keseluruhan dan tentang kemampuan para pendidik. Kesangsian ini telah memaksa para pendidik untuk memeriksa kembali programprogram pendidikan yang ada sekarang serta pengaruhnya dalam memecahkan masalah-masalah masyarakat. Peristiwa ini telah menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya perencanaan pendidikan. Dalam masyarakat yang sedang membangun, kebutuhan akan pendidikan bermunculan terus. Suatu program pendidikan yang spesifik tidak bisa diharapkan akan memuaskan untuk waktu yang lama. Penilaian program pendidikan serta pelayanannya hendaknya dilakukan secara periodik dan terus menerus. Bila terdapat kelemahan atau kesukaran, maka kebutuhan akan perencanaan dapat
segera
dilakukan. Perencanaan, merupakan kebutuhan yang berlanjut pada semua organisasi pendidikan, hal ini disebabkan karena mereka berurusan dengan kebutuhan manusia dalam masyarakat yang sedang berubah dengan cepat.
193 Dari ke empat institusi, tampak adanya perkembangan yang terus menerus dilakukan terhadap penyesuaian kebutuhan masyarakat akan spesialisasi pendidikan yang diperlukan. Penambahan program studi yang berimplikasi terhadap ketersediaan fasilitas pendukung merupakan kendala yang menjadi pertimbangan para pemegang keputusan pendidikan untuk melakukan perluasan program studi yang hingga saat ini sulit diprediksi akselerasi kemajuannya secara linear. Walaupun hal ini dirasakan oleh masing-masing institusi bahwa mereka sudah mengembangkan secara optimal, tetapi tidak berarti bahhwa upaya tersebut optimal dalam hal produk atau lulusannya. Kesenjangan yang terjadi merupakan kelemahan yang harus diantisipasi secara kontinyu untuk penyesuaian-penyesuaian dari segala aspek yang fisible. Perolehan hasil mengutarakan bahwa upaya pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan pada pemegang jabatan struktural akan tugas yang harus dilaksanakan dalam rangkaian pengembangan institusi. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan angka yang relatif rendah pada Poltek dan Poli UL masing-masing 37,5%, yang artinya bahwa apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian, terutama yang berkaitan dengan kewajiban mereka melakukan evaluasi program
pendidikan
secara
komprehensif
dengan
mempertimbangkan
aspek
kebutuhan masyarakat. Disamping itu adalah institusi belum berupaya meminimalkan kesenjangan-kesenjangan yang harus diantisipasi untuk menebalkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan itu sendiri.
Ketiga, Kewajiban Keuangan Setiap keorganisasian membutuhkan dana untuk membiayai kegiatannya. Termasuk institusi pendidikan melakukan perencanaan anggaran secara berkala untuk mengalokasi dana yang tersedia agar dana itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
194 Umumnya perencanaan anggaran pada institusi pendidikan dimulai pada awal kegiatan akademik yaitu setiap awal tahun akademik. Anggaran pendidikan menurut Pidarta (1988) diklasifikasikan menjadi anggaran rutin dan anggaran proyek (pembangunan). Kegiatan rutin hampir sama dari waktu ke waktu, sehingga pengaturan anggaran rutin tidak banyak variasi dan bergantung kepada dana yang tersedia. Kegiatan proyek banyak ragamnya dari waktu ke waktu, oleh karena itu perencanaan anggaran proyek berubah sesuai dengan rencana proyek yang diperlukan. Dengan meninjau masalah pengelolaan keuangan tersebut, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada permasalahan dalam hal keuangan ini. Tugas dan kewajiban para pejabat yang terkait, memahami betul apa yang mereka harus lakukan. Dengan perolehan 100% mereka memahami, menunjukkan makna bahwa apapun yang dikelola berkaitan dengan keuangan, prinsipnya adalah dalam upaya pengembangan pendidikan. Tentunya hal ini sesuai dengan pernyataan McAshan yang kedua (bab II, hal
63),
bahwa
perencanaan
anggaran
hendaknya
untuk
memajukan
diri,
mengantisipasi perubahan dan menjalankan fungsinya sebagai pusat pembaharu bagi lingkungannya. Dan ini sejalan dengan konsepsi manajemen model PBK.
Keempat, Kewajiban administrasi Administrasi ialah keseluruhan proses sumber-sumber manusia dan materiil yang sesuai,
bertugas dan berproses secara efektif dan efisien bagi pencapaian
maksud-maksud organisasi (Sutisna, 1986, h.30). Proses menunjuk kepada kegiatankegiatan mengambil keputusan, merencanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi, mengkomunikastkan
yang
dilakukan
untuk
menyelesaikan tugas-tugas
pokok
administrasi secara efisien dengan dan melalui orang lain. Tugas menunjuk kepada bidang-bidang operasional dari administrasi.
195 Hasil
penelitian
terhadap
kewajiban
administrasi
dapat
ditarik
suatu
kesimpulan bahwa masih ada pejabat struktural yang tidak memahami akan keterkaitan tugas antar anggota yang terstruktur dalam lingkup kerjanya. Walaupun perolehan ini tidak terlalu kecil, yaitu Poltek, Poli UI dan Akamigas, masing-masing 50%, tetapi hal ini memberi suatu gambaran perlunya seseorang yang menduduki suatu jabatan struktural memahami kewajiban dan tugas yang diembannya serta hubungan kewajiban dan tugas dari komponen struktural yang lain, sehingga kendala dan ketidak sinkronan tindakan keorganisasian dapat dihindari. Hal ini diupayakan untuk pengembangan pendidikan secara komprehensif dan mengoptimalkan kinerja organisasi.
(b) Tim pengajar Staf pengajar adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar pada perguruan tinggi yang bersangkutan (PP No. 30 Tahun 1990).
Dari apa yang
dimaksud staf pengajar tersebut terkandung dua hal utama yaitu memiliki latar belakang pendidikan atau keahlian dan bertugas mengajar dengan arti yang lebih luas adalah sebagai pendidik. Hal ini tentunya merupakan pandangan yang sifatnya pribadi pada sosok seorang staf pengajar. Berikut merupakan tinjauan terhadap sosok staf pengajar dari (1) faktor pribadi, dan (2) Faktor kemampuan.
Pertama, Faktor Pribadi Kebanyakan program dalam lingkup pendidikan memerlukan pengembangan profesional
pengajar,
diimplementasikan.
sehingga
Staf
pengajar
mereka
memahami
menjadi
aktor
tugas-tugas utama
dalam
yang
akan
mentransfer
196 keterampilan, pengetahuan, dan nilai-nilai sosial pada subjek didik. Menurut Pullin (1994, h. 5 2 ) Peran dan kapasitas pengajar dalam kegiatan pengajaran adalah mengimplementasikan program secara utuh dan elemen-elemen penting yang tercakup di dalamnya. Pendidikan staf pengajar lembaga pendidikan profesional harus disesuaikan dengan bidang keahliannya. Penyesuaian kebutuhan dan tingkat atau jenjang yang sesuai dengan bidang keahlian seorang tenaga pengajar dalam pendidikan profesional, akan sangat berpengaruh pada kualitas mengajar dalam mengembangkan kemampuankemampuan yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Jenjang pendidikan dalam satu jenis keahlian merupakan cermin kualitas tenaga pengajar ditinjau dari sudut formal. Sertifikasi, gelar, atau ijazah dari suatu jenjang pendidikan dapat dijadikan bukti dan landasan
formal
bahwa
individu
mempunyai
keterampilan-keterampilan
atau
kemampuan khusus sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan kemampuan dasar seperti ini, diharapkan individu pengajar itu dapat menyelenggarakan proses pengajaran sesuai keahliannya. Pemahaman pengajar terhadap keterampilan minimum dalam suatu lapangan kerja diperlukan untuk dapat memberikan gambaran dan wawasan industri kepada subjek didiknya. Kemampuan dan kecerdasan pengajar dalam bidang keahliannya diperlukan untuk mempersiapkan keterampilan-keterampilan akademik dan kognitif subjek didik sesuai dengan bidang keahlian yang digelutinya. Begitu juga tentang pola mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan serta materi pembelajaran yag adaptabel terhadap tuntutan kerja merupakan kompetensi tersendiri dalam jabatan staf pengajar di lingkungan pendidikan keteknikan. Standar minimum penguasaan atas
197 pengetahuan dan wawasan itu dapat diidentifikasi melalui sertifikasi atau standar formal jenjang pendidikan individu pengajar. Evaluasi digunakan untuk membuat kebijakan keberhasilan suatu proses pengajaran. Evaluasi yang dikembangkan berupa evaluasi sumatif dan formatif. Evaluasi sumatif digunakan dengan acuan norma yang membandingkan mahasiswa yang satu dengan yang lain. Kelompok norma diberlakukan dan digunakan sebagai ukuran untuk mengidentifikasi apakah perolehan mahasiswa di atas atau di bawah rata-rata kelompok. Norma ini kadang dibangun setelah tes diberikan; pada waktu lain norma diidentifikasi dengan menggunakan data hasil tes. Respon untuk menghasilkan tingkat antar mahasiswa sangat bervariasi dan hal ini seperti tampak dalam kemampuan seorang mahasiswa yang cerdas membutuhkan waktu singkat untuk menuntaskan suatu materi. Di pihak lain, ada mahasiswa yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menuntaskan materi yang sama. Semua ini dapat dijadikan pertimbangan
dalam
menentukan
norma
perbandingan
evaluasi
sumatif.
Membandingkan kemampuan mahasiswa dengan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya, disebut evaluasi formatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi dari prospektif pembuat kebijakan. Sistem acuan kriteria, tidak lagi membandingkan prestasi mahasiswa yang satu dengan yang lain, tetapi mempertentangkan sasaransasaran yang telah dirumuskan. Evaluasi merupakan intervensi pada mahasiswa, bukan untuk melengkapi kegiatan mengajar. Hasil evaluasi formatif diperlukan untuk mengetahui dari mana proses pengajaran harus dilakukan, bisa dilakukan, saling berhubungan dan dapat dipercaya. Demikian kompleknya kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang staf pengajar pada suatu institusi pendidikan, hal ini menggambarkan bahwa pendidikan
198 memerlukan pribadi-pribadi yang unggul dan mapan untuk menjadi seorang pendidik. Dari hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan seberapa besar kemapanan staf pengajar masing-masing institusi ditinjau dari faktor pribadi yang sangat kompleks. Hasil yang ditunjukkan adalah sebagai berikut: Poltek = 55,6%, Polman = 54,4%, Poli UI = 50,5% dan Akamigas = 65,4%. Maknanya bahwa masih ada sebagian dari staf pengajar dari faktor pribadi yang perlu ditingkatkan. Peningkatan faktor pribadi tentunya merupakan bagian dari
pengembangan program
pendidikan.
Fungsi
pengembangan program ini adalah pada dampak dalam cakupan yang luas, tidak hanya
meningkatkan
pengembangan
kemampuan
institusi
secara
dan
kompetensi
menyeluruh
untuk
bagi
mahasiswa,
mengantisipasi
tetapi
akselerasi
perkembangan masyarakat yang harus diantisipasi oleh institusi pendidikan. Kedua, Faktor Kemampuan Pada dasarnya rencana pengajaran sudah ada dalam program kurikulum seperti: tujuan pengajaran, unit pokok, topik dan subtopik, alternatif strategi mengajar, alternatif sumber belajar, persyaratan kemampuan bagi siswa, desain penilaian dan
standar keberhasilan.
Leithwood
(1982)
menyebutkan
rencana
pengajaran itu dengan dimensi-dimensi kurikulum. Clark dan Peterson (1986) mengemukakan bahwa, yang termasuk dalam perencanaan staf pengajar adalah alokasi waktu pengajaran untuk bahan ajar, individu atau kelompok mahasiswa, mengkaji dan mengulas isi pengajaran, mengorganisasikan kegiatan harian, mingguan dan jadwal waktu; rapat pertanggungjawaban administratif dan mengakomodasikan pada sesama staf pengajar (Wittrock, 1986:267). Pada tinjauan lain, rencana pengajaran itu dapat diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu rencana pengajaran tingkat makro dan di tingkat mikro (Nasution, 1989:106). Pada tingkat makro, rencana pengajaran ada
199
dalam program kurikulum, sedangkan pada tingkat mikro rencana pengajaran adalah rencana staf pengajar untuk mengajar. Rencana pengajaran ditelaah dari orientasi perencanaan yang berpusat pada mata pelajaran (subject-centered) atau berpusat pada siswa (student-centered). Dengan mengetahui orientasi perencanaan maka akan febih mudah mengidentifikasi komponen-komponen lain yang tercakup dalam perencanaan, seperti: perumusan tujuan, pemilihan isi, pemilihan metode, sumber belajar dan desain evaluasi. Kemampuan staf pengajar dalam merencanakan dan mengimplementasikan program-program yang terpadu dalam proses belajar di institusi
pendidikan
keteknikan, dituntut sangat tinggi. Berbagai aspek yang mendasari konsep-konsep pedagogi harus dikuasai. Teori belajar yang harus diimplementasikan harus mampu diimplementasikan. Performansi yang tinggi ini, tampak merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh staf pengajar pada institusi ini. Ditinjau dari hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: Poltek = 47,5%, Polman = 68,0%, Poli UI = 43,7%, dan Akamigas ~ 73,3%. Maknanya adalah bahwa dari hasil di lapangan menunjukan tidak semua institusi, staf pengajarnya memiliki performansi yang cukup baik dalam pengembangan konsep model PBK yang menuntut performansi staf pengajar untuk merencanakan
dan
mengimplementasikan
program-programnya
berdasarkan
kompetensi yang dipersiapkan dengan baik berdasarkan atas analisis staf pengajar terhadap kecenderungan tuntutan yang berkembang di masyarakat yang membutuhkan sumber
tenaga
manusia
tersebut.
Gambaran
ini
mengimplikasikan
perlunya
pengembangan program intem staf pengajar yang mampu meningkatkan kemampuan staf pengajar terhadap perencanaan dan pengimplementasian program pengajarannya berdasarkan karakteristik model pendidikan kompetensi.
200
4. Interpretasi Hubungan Antara Kurikulum, Program, dan Manajemen Pendidikan Model PBK adalah model pendidikan yang memfokuskan pada kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh lulusan yang mengalami proses pendidikan ini. Proses pendidikan tersebut tidak terlepas dari tiga unsur utama yang menjadi penopang berjalannya pendidikan, yaitu kurikulum, program, dan manajemen pendidikan seperti yang telah dijabarkan pada Bab II. Ketiga unsur ini menjadi suatu sistem yang terintegrasi antara yang satu dengan lainnya untuk mencapai sasaran pendidikan kompetensi itu sendiri Interpretasi hubungan antar kurikulum, program dan manajemen pendidikan dikaji dengan melihat implementasi proses pendidikan faktual pada keempat institusi dan interpretasi secara komprehensif terhadap hubungan antar kurikulum, program dan manajemen pendidikan. Oleh karena itu, pada bagian
ini kajiannya meliputi
interpretasi terhadap: (a) Politeknik Negeri (ITB) Bandung; (b) Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung; (c) Politeknik Negeri (UI) Jakarta; (d) Akamigas PPT Migas-Cepu; dan (e) Hubungan Kurikulum, Program dan Manajemen Pendidikan. (a) Politeknik Negeri (ITB) Bandung Proses pendidikan yang dilaksanakan di institusi ini, seperti dikemukakan pada interpretasi bagian (1), (2) dan (3) di atas, lebih didominasi oleh
peranan staf
pengajar. Peranan staf pengajar tampak sudah menyusup ke seluruh bagian proses pendidikan, seperti yang diperlihatkan oleh hasil penelitian yang relatif kecil untuk semua unsur baik kurikulum, program maupun manajemen pendidikan. Walaupun dari perolehan hasil pada bagian-bagian unsur tertentu tampak adanya penonjolan yang menjadi kekhasan institusi ini.
penonjolan-
201 Kekhasan yang tampak pada institusi ini, yaitu Strategi personalisasi dalam hal pengaplikasian bentuk personalisasi yang relatif lebih tinggi dibanding dengan institusi yang lain. Di samping itu, Pengalaman lapangan memperlihatkan penonjolan pada faktor manfaat, dan Fasilitas komunikasi lebih menekankan pada fungsi dan program. Kekhasan ini ternyata membawa angka kontribusi harapan terhadap hasil prestasi yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: Pengetahuan (0,635), Keterampilan (0,460), dan Sikap (0,256). Gambaran di atas menegaskan bahwa peranan staf pengajar yang relatif besar, menghasilkan lulusan dengan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi. Di lain pihak, Sikap yang merupakan sasaran keprofesionalan menjadi rendah, walaupun dipihak lain keterampilan yang diperolehnya tidak terlalu rendah. Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan pendidikan, agar paling tidak dapat dihasilkan lulusan yang profesional dengan keseimbangan komponen yang seharusnya dimiliki oleh lulusannya. (b) Politeknik Negeri Manufaktur (ITB) Bandung Pada institusi ini proses pendidikan, khususnya dalam transfer ilmu, peranan staf pengajar relatif mendominasi. Walaupun proses pendidikan secara komprehensif tidak hanya didominasi oleh peranan staf pengajar saja, tetapi juga oleh manajemen yang di institusi ini tampak menonjol dan memberi pengaruh terhadap proses pendidikan secara keseluruhan, yang meliputi kurikulum, program maupun manajemen pendidikan. Kekhasan yang tampak pada institusi ini, yaitu Belajar modul secara mandiri, khususnya dalam hal aktivitas penyampaian materi, Strategi personalisasi, khususnya dalam aplikasi program-program proses pendidikan; Pengelolaan institusi. Kekhasan
202
ini ternyata memberi angka kontribusi harapan terhadap hasil prestasi sebagai berikut: Sikap (0,795), Keterampilan (0,531) dan Pengetahuan (0,088). Gambaran di atas menegaskan bahwa institusi
ini
belum
mampu
kekhasan yang dikembangkan pada
menunjukkan angka
kontribusi harapan terhadap
keprofesionalan yang cukup memadai. Walaupun tampak bahwa angka kontribusi harapan relatif tinggi pada terbentuknya Sikap dan Keterampilan mahasiswa, tetapi kontribusi harapan untuk pengetahuan relatif kecil. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian manajemen dalam pengembangan pendidikan, bagaimana mengantisipasi kelemahan yang tampak di sini agar dapat dihasilkan lulusan yang profesional dengan keseimbangan komponen yang seharusnya dimiliki oleh lulusannya. (c) Politeknik Negeri (UI) J a k a r t a Tidak berbeda dengan institusi sebelumnya, di institusi ini, peranan staf pengajar cenderung mendominasi proses pendidikan. Walaupun tampak dari perolehan hasil penelitian ada bagian-bagian unsur yang menonjol, yang menjadi kekhasan institusi ini. Kekhasan yang tampak pada institusi ini, yaitu Pusat sumber belajar, khususnya dalam hal ketersediaan sumber pengajarannya yang relatif lebih tinggi dibanding dengan institusi yang lain. Di samping itu, Fasilitas komunikasi yang lebih menekankan pada bentuk yang diaplikasikannya. Kekhasan ini ternyata membawa angka kontribusi harapan terhadap hasil prestasi yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: Keterampilan (0,798), Pengetahuan (0,480), dan Sikap (0,200). Gambaran di atas menegaskan bahwa walaupun peranan staf pengajar dalam proses pendidikan relatif besar, tetapi mampu menghasilkan lulusan dengan tingkat Keterampilan
yang
tinggi.
Di
lain
pihak,
Sikap
yang
merupakan
sasaran
203 keprofesionalan masih rendah. Hal ini harus dipertimbangkan dalam mengantisipasi pengembangan pendidikan, agar paling tidak dapat dihasilkan lulusan yang profesional dengan keseimbangan komponen yang seharusnya dimiliki oleh lulusannya. (d) Akamigas PPT Migas-Cepu Berbeda dengan institusi yang lain, pada institusi ini khususnya dalam transfer ilmu, staf pengajar relatif tidak mendominasi proses pendidikan. Di samping itu tampak adanya penonjolan pada kemandirian mahasiswa yang menjadi landasan dalam proses pendidikan secara komprehensif, sehingga pada institusi pendidikan ini staf pengajar lebih berperan sebagai fasilitator bagi mahasiswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Penonjolan-penonjolan dari hasil analisis milah yang tampak menjadi ciri khas dari institusi pendidikan ini. Kekhasan yang tampak pada institusi ini, yaitu pada Belajar modul secara mandiri, khususnya dalam hal materi pembelajaran yang telah disiapkan dalam modul dan proses yang diimplementasikan sesuai dengan yang telah direncanakan; Pusat sumber belajar, khususnya pengorganisasian untuk kepentingan proses pendidikan; Pengalaman
lapangan,
khususnya
dalam
hal
orientasi
yang
lebih
banyak
mengutamakan diperolehnya pengalaman lapangan dalam proses pendidikannya; dan Tim pengajar yang dipersiapkan dengan baik untuk proses pendidikan di institusi ini. Kekhasan ini ternyata membawa pengaruh pada angka kontribusi harapan terhadap hasil prestasi mahasiswa yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: Pengetahuan (0,688), Sikap (0,596) dan Keterampilan (0,406). Secara eksplisit dapat dikemukakan bahwa kekhasan yang menonjol pada institusi ini, mampu menunjukkan hasil prestasi mahasiswanya dengan angka kontribusi harapan yang relatif sama (seimbang). Walaupun angka kontribusi harapan
204 yang diperoleh belum menunjukkan hasil yang optimal, tetapi hal ini dapat memberikan gambaran bahwa kekhasan yang dikembangkan pada institusi ini masih dapat
dioptimalkan
apabila
variabel-variabel
lain
yang
belum
menunjukkan
keoptimalan dalam implementasinya menjadi perhatian dalam upaya mengembangkan institusi pendidikan ini, agar dapat dihasilkan lulusan yang profesional dengan keseimbangan komponen yang sesuai, yang dapat dimiliki oleh lulusannya. (e) H u b u n g a n Kurikulum, Program dan Manajemen Pendidikan Kurikulum dalam pendidikan merupakan suatu pedoman pelaksanaan proses pendidikan secara sistematis, antara staf pengajar dengan mahasiswa dalam suatu komunikasi dan interaksi dinamis antara kurun waktu tertentu yang difasilitasi oleh adanya sarana dan prasarana yang disiapkan untuk proses tersebut dalam upaya mencapai sasaran kompetensi yang digariskan. Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah aktivitas dan pengalaman yang diperoleh mahasiswa dengan bantuan dan petunjuk yang terencana di
institusi pendidikan untuk
mendapatkan kompetensi yang menjadi sasarannya. Program pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dikembangkan agar proses pendidikan dapat terselenggara dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat dikelola dalam aktivitas pendidikan agar upaya pelaksanaan proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan sasarannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program pendidikan adalah suatu perencanaan kegiatan yang mampu mengantisipasi kebutuhan yang bervariasi dan luas untuk jangka panjang dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dan paling baik untuk mencapai tujuantujuan pendidikan.
205 Manajemen pendidikan merupakan fasilitator yang menopang pelaksanaan dan penyelenggaraan proses pendidikan yang terpadu, sistematis dan kontinyu. Dalam hal ini, manajemen pendidikan lebih lanjut dijabarkan sebagai suatu proses yang terdiri dari
tindakan-tindakan
perencanaan,
pengorganisasian,
menggerakkan
dan
pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain. Ulasan di atas menggambarkan bahwa terselenggaranya pendidikan tidak terlepas dari terlaksananya kurikulum, berjalannya kegiatan program-program, dan berfungsinya manajemen dalam proses pendidikan. Ketiga komponen ini membentuk suatu sistem tertutup dengan intinya adalah kurikulum yang didukung dengan program-program dan dikelola oleh suatu manajemen yang terpadu. Dari hasil penelitian, tampak bahwa ketiga unsur (kurikulum, program dan manajemen pendidikan) dengan masing-masing variabelnya yang dikembangkan dari karakteristik PBK, memberi angka harapan kontribusi pada perolehan hasil prestasi mahasiswa
(pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap
-
sebagai
karakteristik
keprofesionalan) yang menjadi sasaran pengembangan model PBK ini, relatif bervariasi untuk masing-masing institusi. Perolehan angka kontribusi harapan untuk masing-masing institusi tidak terlepas dari ciri khas yang dikembangkan oleh institusi bersangkutan. Secara faktual implementasi model pendidikan yang sesuai dengan model PBK yang dapat digambarkan dari hasil penelitian untuk masing-masing institusi, adalah sebagai berikut: Poltek (30,84%), Polman (40,70%), Poli-UI (30,71%o) dan Akamigas (35,76%). Implikasi faktual ini menyebabkan berfluktuasinya perolehan angka kontribusi harapan yang dapat dimiliki oleh lulusan masing-masing institusi, implisit dengan penonjolan-penonjolan yang menjadi kekhasan masing-
206 masing. Angka kontribusi harapan pada variabel pengetahuan, keterampilan dan sikap pada unsur kurikulum dan program dari hasil analisis korelasi kanonik yang dilakukan menggambarkan unsur kurikulum dan program yang diimplementasinya, tetapi hal tersebut tidak terlepas dari fasilitas sarana dan prasarana yang dapat dikelola oleh manajemen institusi tersebut. Hasil penelitian ini menggambarkan hasil faktual yang relatif belum optimal dan perlu diantisipasi secara komprehensif dalam konteks pengembangan institusi dengan lebih mengupayakan terintegrasinya kurikulum, program, dan manajemen pendidikan
dengan
mengaplikasikan
model
pengembangan
pendidikan
yang
didasarkan atas model PBK dalam implementasi proses pendidikan di institusi pendidikan keteknikan.