BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Penafsiran Data Seismik Data seismik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik Supercube CS South yang merupakan gabungan beberapa survei seismik 3 dimensi termigrasi untuk daerah Aman Pinggir, Central Aman, Pungut Penasa, Asih, South Aman, Libo SE dan Kancil. Data seismik Supercube CS South ini meliputi daerah seluas 32 km X 27 km. Sebanyak kurang lebih 140 penampang seismik dalam data seismik Supercube CS South ini telah penulis interpretasi dengan menerapkan konsep-konsep seismik stratigrafi yang telah dikembangkan oleh Mitchum, et.al. (1977). Mengingat kualitas data yang tidak terlalu bagus maka dalam penelitian ini hanya dilakukan interpretasi penampang seismik saja tanpa melakukan analisis atribut seismik terutama dalam penentuan fasies dan lingkungan pengendapan. Dalam penampang seismik L-2008 yang melewati sumur Liman-1 dan proyeksi sumur Ami-1 dan Mandar-1 terlihat hasil interpretasi yang memperlihatkan pembagian sekuen di bawah Batas Sekuen 25.5 jtyl (horison pink). Dari bawah ke atas urutannya sebagai berikut: Batuan dasar (horison ungu), bagian atas Sekuen Pematang-1 (horison biru muda), bagian atas Sekuen Pematang-2 (horison biru), bagian atas Sekuen Pematang-3 (horison merah), bagian atas Sekuen Pematang-4 (horison coklat) dan bagian atas Sekuen Pematang-5 (Batas Sekuen 25 jtyl, horison pink) lihat Gambar IV.1. Horison ungu (Batuan dasar) ditarik berdasarkan data sumur yang menembus batuan dasar di hinge margin yaitu sumur Ami-1, sedangkan pada pusat cekungan belum ada satu pun sumur yang menembus batuan dasar. Karakter seismik batuan dasar ini mempunyai karakter internal seismik chaotic yang menunjukkan ketidakteraturan lapisan dan amplitudo yang sangat lemah karena faktor atenuasi energi gelombang seismik.
24
Gambar IV.1. Penampang seismik L-2008 yang menunjukkan interpretasi seismik stratigrafi di daerah penelitian. Horison biru muda merupakan batas atas Sekuen Pematang-1, ditarik berdasarkan adanya kemenerusan suatu reflektor yang cukup menerus dan mempunyai frekuensi tinggi, batas atas Sekuen Pematang-1 ini kemungkinan merupakan bidang batas sekuen yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang offlap dan karakter seismik internal hummocky. Paket sekuen ini dicirikan oleh suatu bentuk geometri wedge yang membaji ke arah hinge margin di sebelah timur, di tinggian hinge margin bagian atas dari sekuen ini terlihat lebih tererosi dan pada pusat
25
cekungan terlihat adanya pola-pola agradasi. Sekuen Pematang-1 ini belum tertembus oleh sumur-sumur yang berada di daerah Aman Selatan. Horison biru merupakan batas atas Sekuen Pematang-2 ditarik berdasarkan adanya kemenerusan suatu reflektor yang cukup menerus dan mempunyai frekuensi sedang, batas atas Sekuen Pematang-2 ini kemungkinan merupakan bidang batas sekuen yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang offlap. Paket sekuen ini dicirikan oleh suatu pola progradasi ke arah barat yang dicirikan dengan kontak downlap terhadap Sekuen Pematang-1 dan pada daerah yang lebih dekat dengan sesar batas berangsur berubah menjadi pola paralel yang menunjukkan adanya pola agradasi sedimen dengan kontak onlap pada kedua sisinya yaitu terhadap sesar batas di sebelah barat dan bagian atas Sekuen Pematang-1 di sebelah timur. Horison merah merupakan batas atas Sekuen Pematang-3 diinterpretasi berdasarkan adanya kemenerusan suatu reflektor yang cukup kontinu, mempunyai frekuensi cukup tinggi dan dicirikan oleh suatu pola offlap di bagian atas sekuen ini ditunjukan oleh adanya pola progradasi dari hinge margin ke arah barat dengan kontak downlap terhadap Sekuen Pematang-2 dan pada daerah pusat cekungan yang lebih dekat ke sesar batas dicirikan oleh suatu pola paralel yang menunjukkan adanya agradasi sedimen. Horison coklat merupakan batas atas Sekuen Pematang-4 diinterpretasi berdasarkan adanya kemenerusan suatu reflektor yang kontinu dan mempunyai frekuensi yang kuat, penciri bagian bawah sekuen ini merupakan suatu pola onlap terhadap Sekuen Pematang-3 dan bagian atas paket ini merupakan suatu kontak toplap terhadap sekuen diatasnya. Kontrol sumur untuk batas atas Sekuen ini yaitu sumur Liman-1 dan Fajar-1. Horison pink merupakan batas atas Sekuen Pematang-5 (Batas Sekuen 25.5 jtyl) yang ditarik dari beberapa sumur baik yang berada di hinge margin, pusat cekungan maupun platform, yaitu; Fajar-1, Liman-1, Talas-1, Asih-1, Ami-1,
26
Oki-1, Tegar-1 dan Mandar-1. Sebagian sumur telah memiliki data biostratigrafi tetapi hanya sumur Oki-1 saja yang mempunyai data biostratigrafi formasi batuan pada Kelompok Sihapas hingga batas sekuen 25.5 jtyl sehingga penentuan batasnya lebih meyakinkan dari satu sumur Oki-1 ini saja. Bagian atas paket ini merupakan bidang erosi terlihat pada polanya yang toplap dan karakter internal seismiknya menunjukkan pola agradasi dengan kontak onlap pada kedua batasnya terhadap sekuen di bawahnya.
IV.2 Tektonostratigrafi Sub-cekungan Aman Selatan merupakan bagian selatan dari Cekungan Sumatra Tengah mempunyai arah utara-selatan dengan ukuran kurang lebih panjang 50 km dan lebar 30 km. Bagian utara dari sub-cekungan ini berbatasan dengan Subcekungan Aman Sentral, di bagian selatan berbatasan dengan Sub-cekungan Tapung, di bagian timur berbatasan dengan tinggian Minas dan di bagian barat berbatasan dengan Libo Platform. Berdasarkan penelitian internal Caltex dengan menggunakan data sumur dan data seismik ditafsirkan Sub-Cekungan Aman Selatan terletak pada microplate Mutus dan Mergui (Heidrick et.al., 1996), dengan arah struktur dominan berarah utaraselatan mulai dari Eosen hingga Oligosen Akhir pada saat pembentukan cekungan syn-rift. Selanjutnya sub-cekungan ini terpengaruh oleh aktivitas tektonik Miosen Awal hingga Miosen Akhir yang menyebabkan terjadinya sesar geser berarah baratlaut-tenggara dan aktivitas tektonik Miosen Akhir hingga kini yang membentuk sesar inversi berarah utara-selatan. Stratigrafi sub-cekungan Aman Selatan diawali oleh batuan dasar berumur PraTersier yang terdiri atas Kelompok Mergui pada sebagian besar daerah baratdaya dan Kelompok Mutus terletak di sebagian kecil daerah timurlaut daerah penelitian (Gambar IV.2). Kelompok Mutus terdiri atas batuan kerak samudera (ophiolite) yang ditutupi oleh sedimen laut dalam, sedangkan Kelompok Mergui (Bohorok) tersusun atas greywacke, pebbly-mudstone, dan kuarsit (Heidrick et.al., 1996).
27
Gambar IV.2 Peta tektonostratigrafi batuan dasar (Heidrick et.al., 1996). Daerah penelitian adalah daerah yang diberi kotak merah. Di atas batuan dasar ini kemudian diendapkan Kelompok Pematang yang terbentuk pada periode syn-rift pada umur Eosen-Oligosen yang terdiri atas endapan-endapan kipas aluvial, fluvial, delta dan lakustrin dengan material berasal dari tinggian-tinggian di sekitarnya baik yang berasal dari tinggian Libo di sebelah baratnya, tinggian hinge margin di sebelah timurnya dan tinggian di selatan dan utara sub-cekungan ini. Akhir dari tahap pengendapan endapan synrift ini ditandai oleh adanya gejala erosional yang meliputi kawasan regional di seluruh Cekungan Sumatra Tengah.
28
Periode selanjutnya yang terjadi di sub-cekungan Aman Selatan yaitu periode pengendapan endapan post-rift yang diawali dengan terbentuknya Formasi Menggala yang terdiri dari endapan-endapan silisiklastik asal darat yang berbutir kasar bergradasi secara lateral menjadi batupasir sedang dan halus. Batupasir ini diendapkan secara lokal sebagai hasil endapan fluvial hingga transisi. Periode pengendapan Formasi Menggala ini menandai diawalinya periode transgresi di sub-cekungan Aman Selatan dan Cekungan Sumatra Tengah pada umumnya. Selanjutnya berkembang pengendapan batupasir berukuran sedang dan serpih gampingan lingkungan laut dangkal yang membentuk Formasi Bangko. Siklus transgresi berlangsung terus hingga diendapkannya endapan lingkungan laut dangkal Formasi Bekasap yang berupa perselingan batupasir dan serpih. Secara bertahap seluruh sub-cekungan Aman Selatan tenggelam berada di bawah permukaan laut hingga terjadi pengendapan serpih lingkungan laut terbuka Formasi Telisa yang menutupi seluruh daerah sub-cekungan ini dan pada saat ini merupakan puncak dari fase transgresi (Rahardjo, 2003). Periode transgresi kemudian berhenti seiring dengan aktifitas tektonik pada Miosen Tengah dengan terjadinya pengangkatan di sub-cekungan Aman Selatan. Siklus regresi selanjutnya berlangsung di daerah ini dengan diawali oleh pengendapan batupasir dan serpih lingkungan laut dekat pantai dari Kelompok Petani. Setelah terjadinya aktifitas tektonik pada Pliosen-Plistosen pengendapan di sub-cekungan Aman Selatan diakhiri dengan pengendapan Formasi Minas dan endapan Kuarter lainnya. Untuk selanjutnya pembahasan tektonostratigrafi akan dibatasi pada endapan syn-rift Kelompok Pematang yang berumur Paleogen dan pembahasan tektonostratigrafi ini dilakukan dengan menggunakan data seismik dan beberapa data sumur pemboran yang selanjutnya dilakukan pengelompokan endapanendapan sedimen yang ada di Kelompok Pematang menjadi satuan-satuan tektonostratigrafi. Kajian tektonostratigrafi ini meliputi identifkasi sekuen seismik dari endapan Paleogen, pemetaan paket-paket seismik dan restorasi dari
29
beberapa penampang seismik kunci untuk mengetahui perkembangan arsitektur sub-cekungan Aman Selatan. Adapun pengelompokan tektonostratigrafinya berdasarkan prinsip-prinsip seismik stratigrafi yaitu kenampakan pola-pola terminasi refleksi seismik seperti downlap, toplap, onlap, erosional truncation dan lain sebagainya. Hasil kajian penelitian ini diperoleh bahwa Kelompok Pematang di sub-cekungan Aman Selatan dapat dibagi menjadi 5 (lima) sekuen pengendapan yang merupakan bagian dari empat satuan utama dalam tektonostratigrafi cekungan syn-rift yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) yaitu rift initiation, early syn-rift, middle synrift dan late synrift. Gambar IV.1 memperlihatkan gambaran penampang seismik regional yang berarah barat-timur yang telah diinterpretasi menjadi satuan paket-paket sekuen pengendapan pada sub-cekungan syn-rift Aman Selatan.
IV.2.1 Sekuen Inisiasi Rift Sekuen pengendapan ini merupakan sekuen inisiasi terbentuknya sub-cekungan syn-rift Aman Selatan yang dikelompokkan kedalam Sekuen Pematang-1. Perkembangan sekuen ini
dikontrol oleh
suatu kondisi
geologi dimana
pergerakan sesar normal pertama kali terjadi yang selanjutnya membentuk cekungan graben setengah dan memberikan ruang akomodasi yang relatif masih sempit dan merupakan daerah pengendapan sedimen yang sangat terbatas. Sesar normal utama yang berperan dalam pembentukan awal cekungan ini yaitu sesar B-1, B-2 dan B-3 (Gambar IV.3). Pada Eosen Awal (43-50 jtyl) berkembang sesar-sesar mendatar dekstral yang berarah baratlaut - tenggara yang memanjang dari Cekungan Sumatra Tengah hingga Peninsula Malaysia (Heidrick & Aulia, 1993). Pada daerah dimana sesar mendatar dekstral ini menangga ke arah kanan maka terbentuk cekungan-cekungan pull apart dengan relief hingga 15000 kaki pada batuan dasar dengan bentuk cekungan graben setengah. Cekungan graben setengah yang terbentuk di daerah penelitian mempunyai arah utara-selatan dan secara umum terlihat adanya tiga segmen utama yang masingmasing dikontrol oleh perkembangan sesar batas B-1, B-2 dan B-3 dimana ketiga ujung utara dan selatan sub-cekungan ini menyempit dan mendangkal ke arah
30
Gambar IV.3. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-1. utara dan selatan, segmen bagian tengah terlihat lebih dangkal dibanding dua segmen di utara-selatannya hal ini terjadi karena pada periode inisiasi pembentukkan cekungan graben setengah ini gerakan sesar normal B-2 tidak seaktif kedua sesar lainnya.
31
Pada fase awal pembentukan graben setengah ini topografi sekelilingnya masih tinggi dan tingkat penurunan tinggi juga sehingga memungkinkan suplai sedimen relatif tinggi dari segala arah. Karakter seismik pada paket sekuen ini dicirikan oleh suatu bentuk geometri wedge yang membaji ke arah hinge margin di sebelah timur dengan bentuk internal seismik hummocky yang diskontinu.
Gambar IV.4. Penampang seismik L-2416 yang didatarkan pada Sekuen Pematang-1 memperlihatkan pola-pola internal seismik pada sekuen ini. Di beberapa tempat menunjukkan adanya pola-pola progradasi ke arah distal (sesar batas) tetapi sangat minor sehingga sulit dikenali dalam penampang seismik (Gambar IV.4). Batas atas sekuen ini merupakan bidang batas pemotongan erosional oleh paket sekuen di atasnya. Dari kenampakan respon struktur dan karakter pola-pola refleksi seismiknya menurut klasifikasi Lambiase (1990) sekuen ini merupakan paket endapan hasil pengendapan pada fase struktur rift initiation, sedangkan menurut klasifikasi Prosser (1993) dapat dikategorikan sebagai Sekuen S2 (rift initiation tectonic system tract). Paket sekuen ini diendapkan pada awal terjadinya sesar normal dan pada kondisi laju penurunan cekungan sebanding dengan laju sedimentasi sehingga dihasilkan endapan-endapan fluvial berbutir halus yang secara dominan banyak berasal dari material-material yang dibawa
32
oleh suatu sistem sungai yang longitudinal sejajar dengan sesar batas yang berarah utara-selatan. IV.2.2 Sekuen Syn-rift Sekuen pengendapan periode ini dapat dikelompokkan menjadi empat sekuen yaitu
Sekuen
Pematang-2,
Sekuen
Pematang-3,
Sekuen
Pematang-4
(Brownshale) dan Sekuen Pematang-5 (Batas Sekuen 25.5 jtyl). Dari pola struktur dan refleksi seismiknya, keempat sekuen ini menurut klasifikasi Lambiase (1990) dapat dikelompokkan ke dalam sekuen-sekuen hasil pengendapan pada periode early syn-rift, middle syn-rift dan late syn-rift atau menurut Prosser (1993) disebut sebagai rift climax (S3) yang terdiri dari early rift climax system tract, mid-rift climax system tract dan late-rift climax system tract.
IV.2.2.1 Sekuen Awal Syn-rift Sekuen yang merepresentasikan sekuen Early Syn-rift yaitu Sekuen Pematang-2 yang diendapkan setelah periode inisiasi rift (Sekuen Pematang-1) di subcekungan Aman Selatan. Pada periode ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas pensesaran normal hingga pada titik maksimumnya sehingga intensitas penurunan hampir sebanding dengan sedimentasi. Sedimentasi yang secara relatif cepat dan laju penurunan cekungan yang sedang hingga cepat mengakibatkan meningkatnya pembentukkan sesar tumbuh di pusat cekungan sub-cekungan Aman Selatan dan juga akibat pergeseran maksimum sesar-sesar normal mengakibatkan terbentuknya relief topografi dan gawir-gawir sesar yang cukup tinggi dan pola drainase yang belum matang (Prosser, 1993). Sekuen ini dibatasi di bagian barat oleh sesar-sesar normal aktif yang mempunyai kemiringan bidang sesar ke arah timur dan bagian timurnya merupakan daerah hinge margin (Gambar IV.5). Sesar B-1, B-2 dan B-3 sangat memegang peranan dalam perkembangan cekungan pada periode ini, dimana sesar B-1 relatif bergerak lebih aktif dibandingkan sesar lainnya yang ditunjukkan oleh adanya penebalan Sekuen Pematang-2 yang dibatasi oleh Sesar B-1 di bagian utara dibandingkan dengan Sekuen Pematang-2 yang dibatasi oleh sesar B-2 dan B-3 yang lebih tipis di bagian tengah dan selatan cekungan ini.
33
Gambar IV.5. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-2. Perbedaan dari aktivitas sesar-sesar normal ini mengakibatkan bentuk dari pusat cekungan di bagian utara lebih luas sedangkan di bagian tengah dan selatan bentuknya lebih menyempit. Batas atas dari sekuen ini merupakan bidang erosi yang
membentuk
ketidakselarasan
menyudut
sebagai
akibat
adanya
pengangkatan sedimen di bagian hinge margin sebagai akibat dari bergeraknya sesar batas.
34
Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-2 ini dicirikan oleh suatu bentuk progradasi ke arah barat dengan dicirikan oleh pola downlap terhadap Sekuen Pematang-1 dan pada daerah yang lebih dekat dengan sesar batas berangsur berubah menjadi pola paralel yang menunjukkan adanya agradasi sedimen yang berbeda dengan sedimen yang diendapkan di hinge margin. Berdasarkan kedua karakter seismik yang berkembang pada periode sekuen ini dapat dikenali dua sistim pengendapan yaitu pengendapan dari arah hinge margin yang menunjukkan pola strata progradasi dari arah timur dengan terminasi seismik onlap terhadap paket yang berasal dari sesar batas dan terminasi downlap terhadap Sekuen-1 Pematang yang terletak di bawahnya (Gambar IV.6) dan sistim pengendapan dari arah barat (sesar batas) dengan terminasi seismik paralel yang menunjukkan perkembangan agradasi di sepanjang topografi rendah pada rangkaian sesar-sesar batas. Dengan adanya karakteristik sistim pengendapan progradasi dari arah hinge margin dan agradasi pada pusat cekungan serta adanya pola perkembangan struktur yang relatif aktif dalam pembentukkan cekungan sehingga terjadi penurunan yang cepat maka Sekuen Pematang-2 ini dapat dikategorikan sebagai paket endapan periode early syn-rift menurut Lambiase (1990) atau periode early
Gambar IV.6. Penampang seismik L-2416 yang didatarkan pada Sekuen Pematang-2 memperlihatkan pola-pola internal seismik pada sekuen ini.
35
rift-climax system tract menurut Prosser (1993), pada periode ini lebih banyak berkembang endapan-endapan berupa endapan kipas aluvial dan delta.
IV.2.2.2 Sekuen Pertengahan Syn-rift Sekuen yang merepresentasikan sekuen pertengahan syn-rift yaitu Sekuen Pematang-3 dan Sekuen Pematang-4 (Brownshale) yang diendapkan setelah periode awal syn-rift (Sekuen Pematang-2) di sub-cekungan Aman Selatan (Gambar IV.7 & IV.8). Pada awal periode ini aktivitas pensesaran normal masih tinggi
dimana
intensitas penurunan lebih besar dibandingkan dengan
sedimentasi dengan diendapkannya Sekuen Pematang-3. Pada akhir pengendapan sekuen Sekuen Pematang-3 ini terjadi kondisi cekungan yang paling dalam sehingga cekungan mengalami kelaparan akan sedimen (starving) sehingga diendapkan material-material halus yang membentuk Sekuen Pematang-4 (Brownshale). Pada periode ini masih terlihat bahwa segmen utara cekungan yang dikontrol oleh sesar batas B-1 merupakan cekungan yang terdalam, makin ke selatan kondisi cekungan mendangkal dan kembali mendalam ke arah segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 yang relatif lebih aktif pergerakannya dibandingkan dengan sesar batas B-2 tetapi tetap secara relatif sesar batas B-1 merupakan sesar yang paling aktif. Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-3 (Gambar IV.9) ini masih menunjukkan pola progradasi dari hinge margin ke arah barat dengan dicirikan oleh pola downlap terhadap Sekuen Pematang-2 dan pada daerah pusat cekungan yang lebih dekat ke sesar batas dicirikan oleh suatu pola paralel yang menunjukkan adanya agradasi sedimen. Seiring dengan bertambahnya kedalaman cekungan dan makin berkurangnya suplai sedimen mengakibatkan terjadi kondisi yang paling dalam di cekungan ini (starving basin) sehingga terlihat adanya polapola retrogradasi dari arah pusat cekungan ke arah hinge margin di sebelah timurnya. Pada kondisi cekungan terdalam ini dimana sebagian besar dari cekungan tertutup oleh tubuh air yang membentuk lingkungan danau diendapkan paket
36
Sekuen Pematang-4 (Brownshale) (Gambar IV.10). Batas bawah dari sekuen ini terlihat dari pola terminasi seismik yang menunjukkan adanya terminasi onlap terhadap Sekuen-Pematang-3 dan bagian atas dari sekuen ini merupakan bidang erosi dan bidang terminasi top-lap.
Gambar IV.7. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-3.
37
Gambar IV.8. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-4.
38
Gambar IV.9. Penampang seismik L-2416 yang didatarkan pada Sekuen Pematang-3 memperlihatkan pola-pola internal seismik pada sekuen ini.
Gambar IV.10. Penampang seismik L-2416 yang didatarkan pada Sekuen Pematang-4 memperlihatkan pola-pola internal seismik pada sekuen ini.
39
IV.2.2.3 Sekuen Akhir Syn-rift Sekuen yang merepresentasikan sekuen akhir syn-rift yaitu Sekuen Pematang-5 (Batas Sekuen 25.5 jtyl) yang diendapkan setelah periode middle syn-rift (Sekuen Pematang-4) di sub-cekungan Aman Selatan. Pada periode ini
aktivitas
pensesaran normal sudah sangat rendah dimana intensitas sedimentasi lebih besar dibandingkan dengan laju penurunan dengan diendapkannya Sekuen Pematang-5 sehingga cekungan pada saat ini mengalami pendangkalan (Gambar IV.11). Pada periode ini terlihat bahwa ketiga segmen utama sesar batas mengalami penurunan intensitasnya dalam bergerak bahkan berangsur-angsur berhenti hingga akhirnya terjadi laju penurunan lebih lambat dari sedimentasi. Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-5 ini menunjukkan pola agradasi pada daerah-daerah depresi terutama terkonsentrasi pada daerah pusat cekungan, hal ini dapat dilihat dari karakter seismiknya yang menunjukkan pola paralel dan onlap pada kedua sisinya terutama sangat jelas terlihat pada daerah segmen utara dan tengah (Gambar IV.12). Bagian atas dari sekuen ini merupakan bidang erosi dan bidang terminasi off-lap yang membentuk ketidakselarasan menyudut dengan sedimen post-rift Kelompok Sihapas diatasnya. Pada akhir syn-rift berkembang sesar mendatar dekstral utara selatan yang menyebabkan terjadinya releasing bend di daerah pusat cekungan hingga hinge margin. Perkembangan sesar mendatar menganan pada Akhir Syn-rift ini sesuai dengan perkembangan N-S dextral shear couple yang dikemukakan oleh Heidrick et. al. (1996). Berdasarkan uraian rekonstruksi tektonostratigrafi yang telah dibahas pada subbab ini di atas maka penulis mengajukan usulan tektonostratigrafi sub-cekungan seperti ditunjukkan oleh Gambar IV.13.
40
Gambar IV.11. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-5.
41
Gambar IV.12. Penampang seismik L-2416 yang didatarkan pada Sekuen Pematang-5 (Batas Sekuen 25.5 jtyl) memperlihatkan pola-pola internal seismik pada sekuen ini.
42
43
44
IV.3 Rekonstruksi Arsitektur Suatu tipikal cekungan rift sangat khas dimana kebanyakan merupakan suatu bentuk yang dibatasi oleh sesar atau biasa disebut graben setengah. Pada suatu penampang yang berorientasi tegak lurus terhadap sesar batas, cekungan graben setengah ini mempunyai bentuk segitiga. Ketiga sisi dari segitiga tersebut yaitu sesar batas, bidang batas ketidakselarasan antara pre-rift dan syn-rift, dan ketidakselarasan post-rift yaitu antara batuan syn-rift dan post-rift. Demikian halnya dengan sub-cekungan Aman Selatan memenuhi kriteria tersebut dimana bentuk segitiga dari graben setengahnya berarah barat timur dengan sisi baratnya merupakan sesar normal sebagai sesar batas, sisi bagian bawah merupakan bidang batas ketidakselaran antara batuan dasar pre-rift dengan syn-rift dan bagian
atas
dari
cekungan
graben
setengah
ini
merupakan
kontak
ketidakselarasan menyudut antara batuan syn-rift Pematang dengan batuan postrift dari Kelompok Sihapas. Orientasi dari sesar batas pada sub-cekungan Aman Selatan ini berarah utara-selatan dengan kemiringan bidang sesar ke timur. Tatanan struktur pembentuk cekungan graben setengah ini berkaitan dengan perkembangan sistem sesar mendatar dekstral baratlaut - tenggara yang menyebabkan terbentuknya cekungan pull apart berarah utara – selatan berlangsung pada periode Eosen-Oligosen (Sapiie & Hadiana, 2007). Arah struktur utara-selatan mendominasi pembentukkan cekungan graben setengah, sedangkan cekungan berarah baratlaut – tenggara terjadi pada daerah transfer akomodasi antar cekungan setengah graben contohnya Rangau graben (Heidrick, et.al., 1996).
Pada akhir syn-rift berkembang sesar mendatar dekstral utara
baratlaut – selatan tenggara yang menyebabkan terjadinya releasing bend di daerah pusat cekungan hingga hinge margin. Dengan sesar mendatar utamanya yaitu sesar mendatar SM-1, SM-2, SM-4 dan SM-8 yang berarah utara baratlaut – selatan tenggara. Sesar-sesar normal pembentuk cekungan graben setengah di Cekungan Sumatra Tengah secara umum memiliki harga stretching factor (β) sebesar 1.2 (Heidrick, et.al, 1996). Sub-cekungan Aman Selatan berdasarkan sesar batasnya yang dominan bekerja di daerah ini terdiri dari tiga segmen utama yaitu segmen utara
45
Gambar IV.14. Interpretasi seismik pada penampang L-2416 yang mewakili segmen bagian utara sub-cekungan Aman Selatan.
46
Gambar IV.15. Restorasi struktur segmen utara pada penampang L-2416.
47
Gambar IV.16. Interpretasi seismik pada penampang L-1784 yang mewakili segmen bagian tengah sub-cekungan Aman Selatan.
48
Gambar IV.17. Restorasi struktur pada penampang L-1784.
49
Gambar IV.18. Interpretasi seismik pada penampang L-1568 yang mewakili segmen bagian selatan sub-cekungan Aman Selatan.
50
Gambar IV.19. Restorasi struktur penampang L-1568.
51
Gambar IV.20. Peta struktur waktu Sekuen Pematang-1. dengan nilai streching factor (β) sebesar 1.28 (penampang seismik L-2416), segmen tengah dengan nilai streching factor (β) sebesar 1.16 (penampang seismik L-1784) dan segmen selatan dengan nilai streching factor (β) sebesar 1.35 (penampang seismik L-1568). Pada penelitian ini penulis membagi sub-cekungan Aman Selatan kedalam 3 segmen utama berdasarkan 3 sesar batas yang berkembang pada masing-masing segmen dengan karakter yang berbeda, ketiga segmen utama ini dipisahkan oleh
52
2 zona transfer yang terbentuk pada zona pertemuan antara 2 sesar batas yang mempunyai kemiringan bidang sesar yang sama yaitu ke timur. Segmen utara dibatasi oleh Sesar batas B-1 yang berbentuk semi planar dengan kemiringan yang besar dengan geometri cekung ke arah pusat cekungan. Dari hasil restorasi (Gambar IV.15) terlihat bahwa segmen ini merupakan segmen cekungan yang paling tebal endapan syn-rift Pematang-nya sebagai hasil dari pengendapan sedimen yang dikontrol oleh pergerakan sesar batas B-1. Nilai streching factor (β) sebesar 1.16, ekstension rata-rata yang berkembang di segmen ini yaitu sebesar 5.7% dengan maksimum ekstension pada Sekuen Pematang-5 yang menghasilkan sekuen akhir syn-rift yang lebih tebal dibanding segmen lainnya. Segmen tengah dibatasi oleh Sesar batas B-2 yang berbentuk semi listric dengan kemiringan bidang sesar landai. Hasil restorasi (Gambar IV.17) memperlihatkan bahwa segmen cekungan ini tidak sedalam segmen utara, tetapi terlihat adanya perkembangan sesar sintetik di pusat cekungan. Nilai streching factor (β) sebesar 1.16, ekstension rata-rata yang berkembang di segmen ini yaitu sebesar 7.16% dengan maksimum ekstension pada Sekuen Pematang-5. Segmen selatan dibatasi oleh Sesar batas B-3 yang berbentuk listric. Hasil restorasi
(Gambar IV.19) memperlihatkan bahwa segmen ini merupakan
cekungan yang paling dangkal (kemungkinan karena terletak di ujung utara segmen selatan yang lebih besar yang tidak tercakup oleh data seismik Supercube CS South). Nilai streching factor (β) sebesar 1.35, ekstension rata-rata yang berkembang di segmen ini yaitu sebesar 7.14% dengan maksimum ekstension pada Sekuen Pematang-5. Ketiga sesar normal utama ini secara umum berarah utara-selatan mempunyai bidang kemiringan ke arah timur dengan pola en echelon seperti terlihat pada peta Gambar IV.20. Perbedaan karakter dari sesar-sesar normal batas ini tentunya akan berpengaruh terhadap geometri dan morfologi dari cekungan dan yang paling utama akan berpengaruh terhadap perkembangan sistim pengendapan.
53
Dengan memperhatikan bentuk geometri dan pola letak sesar normal batasnya, sub-cekungan Aman Selatan dapat dikategorikan sebagai suatu cekungan graben setengah yang mempunyai polaritas yang sama atau similar polarity half-graben (Rosendahl, 1987). Bentuk geometri, morfologi dan struktur yang berkembang dalam suatu cekungan rift jika dikombinasikan dengan pola-pola pengendapan sedimen dapat membantu rekonstruksi arsitektur rift. Sesar-sesar normal yang berkembang dengan geometrinya yang khas serta intensitas keaktifannya yang berbeda-beda akan memberikan ruang akomodasi bagi sedimen untuk terendapkan dengan pola-pola tertentu selama periode syn-rift. Oleh karena itu rekonstruksi arsitektur rift di sub-cekungan Aman Selatan ini dilakukan dengan mengamati tatanan struktur dan pola-pola sedimen yang berkembang mengisi cekungan. Tatanan dan sejarah perkembangan struktur di cekungan rift ini ditafsirkan berdasarkan hasil interpretasi data seismik, sedangkan untuk mengetahui pola-pola sistim pengendapan yang berlangsung pada periode syn-rift ini dilakukan dengan melihat karakter internal seismik dan pola-pola terminasi seperti on-lap, down-lap, top-lap, off-lap dan lain sebagainya. Selain itu juga pembuatan peta-peta ketebalan sedimen (isokron) sangat membantu dalam penafsiran lingkungan pengendapan, meskipun sesungguhnya ketebalan sedimen yang diperoleh adalah ketebalan sedimen akhir setelah mengalami proses-proses kompaksi, diagenesis dan erosi lokal. Penafsiran lingkungan pengendapan sangat bergantung kepada konsep-konsep seismik stratigrafi mengingat sangat jarangnya data-data sumur yang menembus bagian-bagian pusat cekungan yang sangat dalam.
IV.3.1 Periode Inisiasi Rift (Sekuen Pematang-1) Perkembangan struktur pada Sekuen Pematang-1 ini sangat dikontrol oleh konfigurasi kerangka struktur tua pada batuan dasar (Sapiie, et.al., 2006)) yang mempunyai arah umum utara-selatan di daerah Aman Selatan, sehingga aktifitas struktur yang pertama kali terjadi pada kala Eosen Awal ini secara umum mempunyai arah utara-selatan mengikuti zona-zona lemah yang terdapat pada batuan dasarnya. Pada Eosen Awal (43-50 jtyl) berkembang sesar-sesar mendatar dekstral yang berarah baratlaut – tenggara yang memanjang dari Cekungan
54
Sumatra Tengah hingga Peninsula Malaysia (Heidrick & Aulia, 1993). Pada daerah dimana sesar mendatar dekstral ini menangga ke arah kanan maka terbentuk cekungan-cekungan pull apart dengan relief hingga 15000 kaki pada batuan dasar dengan bentuk cekungan graben setengah. Sesar-sesar normal yang terbentuk pada periode ini mempunyai arah bidang kemiringan ke timur dengan perpindahan vertikal yang cukup dalam, dimana segmen utara yang dibatasi oleh sesar normal batas B-1 memiliki kedalaman yang paling dalam melebar ke arah timur dengan bentuk sesar semi planar dan melengkung ke arah pusat cekungan. Segmen utara yang dikontrol oleh sesar normal B-1 pada periode inisiasi rift merupakan bagian yang paling aktif terlihat dari jarak perpindahan vertikalnya yang tinggi sehingga terbentuk cekungan yang sangat dalam. Pada daerah yang merupakan relay ramp antara sesar batas B-1 dan B-2 berkembang sesar sintetik (SN-1, SN-2 dan SN-3) atau disebut synthetic transfer zone (Morley, 1999) yang berarah relatif sejajar dengan sesar batas B-1, sesar-sesar ini bersamaan dengan sesar batas B-1 merupakan sesar aktif yang bertanggung jawab dalam pembentukan segmen utara cekungan. Segmen tengah yang dikontrol oleh sesar batas B-2 mempunyai bentuk cekungan yang mendangkal ke arah selatan, bagian utara dalam karena masih terpengaruhi oleh sesar-sesar sintetik di batas segmen utara sedangkan bagian selatannya yang relatif tidak terlalu dalam merupakan suatu zona transfer sempit yang berarah relatif barat-timur. Zona transfer ini merupakan hasil dari pertemuan antara sesar batas B-2 dan B-3 yang menghasilkan busur tinggian Oki-Fajar. Segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 mempunyai bentuk cekungan yang mendalam ke arah selatan, sesar B3 ini aktif diikuti pula oleh dua sesar sintetik SN-5 dan SN-6 yang berada di depannya. Menurut klasifikasi arsitektur rift Rosendahl (1987) cekungan pada periode ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu cekungan graben setengah yang mempunyai polaritas yang sama atau similar polarity half-graben. Sekuen Pematang-1 ini merupakan paket endapan pada awal proses inisiasi rift yang membentuk sub-cekungan Aman Selatan. Pada periode ini cekungan ma -
55
Gambar IV.21. Peta isokron dan interpretasi lingkungan pengendapan Sekuen Pematang-1. sih sangat sempit dan merupakan suatu lembah berarah utara-selatan yang mengikuti gawir-gawir sesar yang baru terbentuk di bagian barat daerah ini. Dari peta isokron Sekuen Pematang-1 (Gambar IV.21) ini dapat dilihat adanya konsentrasi
ketebalan yang
berarah utara-selatan searah dengan sesar-sesar
56
normal yang ditafsirkan sebagai suatu sistim sungai axial yang mengalir paralel sepanjang pusat cekungan. Pada daerah relay ramp atau zona transfer terlihat adanya penebalan sedimen yang ditafsirkan sebagai endapan kipas aluvial yang berasal dari gawir sesar batas di sebelah barat sedangkan ke arah hinge margin di sebelah timur terjadi penipisan sedimen, daerah ini merupakan tinggian batuan dasar sehingga banyak terbentuk endapan-endapan talus yang memberikan suplai sedimen ke arah pusat cekungan. Karakter seismik pada paket sekuen ini dicirikan oleh suatu bentuk geometri wedge yang membaji ke arah hinge margin di sebelah timur dengan bentuk internal seismik berupa hummocky yang diskontinu. Di beberapa tempat menunjukkan adanya pola-pola progradasi ke arah distal (sesar batas) tetapi sangat minor sehingga sulit dikenali dalam penampang seismik. Sekuen ini belum tertembus oleh satu pun sumur yang ada di sub-cekungan Aman Selatan. Dengan melihat pola struktur, interpretasi lingkungan pengendapan dari peta isokron dan pola terminasi refleksi seismiknya maka dapat ditafsirkan bahwa Sekuen Pematang-1 ini merupakan hasil proses pengendapan fluvial yaitu endapan sungai dan kipas aluvial yang berkembang pada suatu sistim drainase axial, penafsiran ini sesuai dengan model-model yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) dan Prosser (1993).
IV.3.2 Periode Awal Syn-rift (Sekuen Pematang-2) Pada periode struktur awal syn-rift ini ketiga sesar batas B-1, B-2 dan B-3 bergerak sangat aktif. Segmen utara yang dikontrol oleh sesar normal B-1 pada periode awal rift merupakan bagian yang paling aktif terlihat dari jarak perpindahan vertikalnya yang tinggi sehingga terbentuk cekungan yang sangat dalam. Pada daerah STZ Sangsam yang dipengaruhi oleh tiga sesar sintetik SN-1, SN-2 dan SN-3 berarah relatif utara-selatan terlihat adanya perbedaan kedalaman cekungan yang terbentuk di depannya, sesar SN-1 dan sesar SN-2 terlihat aktif membentuk cekungan yang cukup dalam sedangkan sesar SN-3 tidak terlalu aktif sehingga pusat cekungan di depannya tidak sedalam pusat cekungan di utaranya.
57
Hal ini menunjukkan bahwa zona transfer ini berperan dalam menyediakan ruang akomodasi bagi terendapkannya sedimen (Morley, et. al., 1990 dan Morley, 1999). Segmen tengah yang dikontrol oleh sesar batas B-2 mempunyai bentuk cekungan yang mendangkal ke arah selatan (zona transfer Fajar-Oki). Zona transfer FajarOki semakin lebar membentuk semacam punggungan dengan arah relatif timur tenggara – baratlaut barat. Segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 masih mempunyai bentuk cekungan yang mendalam ke arah selatan, sesar B-3 bergerak lebih aktif bersama-sama dengan sesar sintetik SN-6 dibandingkan dengan bagian utaranya yang bergerak bersama sesar sintetik SN-5. Pada periode pensesaran ini cekungan secara umum dari utara ke selatan masih relatif sempit dan masih merupakan suatu lembah yang mengikuti gawir-gawir sesar yang aktif bergerak di bagian barat daerah ini. Dari peta isokron Sekuen Pematang-2 (Gambar IV.22) terlihat adanya konsentrasi ketebalan yang berarah utara-selatan searah dengan sesar-sesar batas yang ditafsirkan sebagai suatu sistim sungai axial yang mengalir paralel sepanjang pusat cekungan. Pada daerah STZ Sangsam terlihat adanya penebalan sedimen yang ditafsirkan sebagai endapan kipas aluvial yang datang dari arah sesar batas sedangkan ke arah hinge margin di sebelah timur terjadi penipisan sedimen dan terlihat adanya tinggiantinggian lokal dimana berkembang sedimentasi endapan-endapan kipas aluvial yang berpola radial berarah timur-barat mengisi pusat-pusat cekungan di sebelah baratnya. Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-2 ini dicirikan oleh suatu bentuk progradasi ke arah barat dengan dicirikan oleh pola downlap terhadap Sekuen Pematang-1 dan pada daerah yang lebih dekat dengan sesar batas berangsur berubah menjadi pola paralel yang menunjukkan adanya agradasi sedimen yang berbeda dengan sedimen yang diendapkan di hinge margin.
58
Gambar IV.22. Peta isokron dan interpretasi lingkungan pengendapan Sekuen Pematang-2. Berdasarkan karakter seismik yang berkembang dapat dikenali dua sistim pengendapan yaitu pengendapan dari arah hinge margin yang menunjukkan pola strata progradasi dari arah timur dan sistim pengendapan dari arah barat (sesar batas) dengan terminasi seismik paralel yang menunjukkan perkembangan
59
agradasi di sepanjang topografi rendah pada rangkaian sesar-sesar batas, hal ini sesuai dengan interpretasi peta isokron yang mana pola agradasi diwakili oleh perkembangan sistim sungai axial dan kipas aluvial mewakili sedimen yang diendapkan baik dari arah sesar batas di barat maupun tinggian-tinggian lokal di sebelah timur. Dengan melihat pola struktur, interpretasi lingkungan pengendapan dari peta isokron dan pola terminasi refleksi seismiknya maka dapat ditafsirkan bahwa Sekuen Pematang-2 ini merupakan hasil proses pengendapan fluvial yaitu endapan sungai dan kipas aluvial yang berkembang pada suatu sistim drainase axial, penafsiran ini sesuai dengan model-model yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) dan Prosser (1993).
IV.3.3 Periode Pertengahan Syn-rift IV.3.3.1 Sekuen Pematang-3 Pada periode struktur Pertengahan Syn-rift ini ketiga sesar batas B-1, B-2 dan B-3 masih bergerak sangat aktif. Segmen utara tetap yang paling aktif sehingga masih menghasilkan cekungan yang paling dalam pada periode ini. Pada daerah STZ Sangsam sesar sintetik SN-1 dan SN-2 masih berkontribusi aktif terhadap sesar batas B-1 dalam membentuk cekungan yang cukup dalam di daerah bagian utara sub-cekungan Aman Selatan ini, sedangkan sesar sintetik SN-3 yang berbentuk cekung pergerakannya tidak cukup aktif sehingga pusat cekungan pada daerah ini tidak terlalu dalam. Hal ini menunjukkan bahwa zona transfer ini berperan dalam menyediakan ruang akomodasi bagi terendapkannya sedimen (Morley, et.al., 1990 dan Morley, 1999), sesar sintetik SN-1 dan SN-2 relatif akan memberikan ruang akomodasi yang lebih besar daripada sesar sintetik SN-3. Bagian utara segmen tengah yang dikontrol oleh sesar batas B-2 makin dalam pada periode ini dimana pusat cekungannya mendangkal ke arah zona transfer Fajar-Oki di sebelah selatannya. Zona transfer Fajar-Oki semakin lebar membentuk semacam punggungan dengan arah semakin relatif ke timur tenggara – baratlaut barat.
60
Segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 masih mempunyai bentuk cekungan yang mendalam ke arah selatan, pada periode ini sesar sintetik SN-6 sangat aktif sehingga terbentuk pusat cekungan yang cukup dalam di bagian paling selatan dari sub-cekungan Aman Selatan ini. Pada periode ini terlihat adanya perkembangan daerah sedimentasi baru yaitu pada daerah paling utara sesar batas B-1 berkembang sedimentasi dari arah sesar batas masuk ke tubuh air membantuk semacam kipas delta dan di daerah ujung paling utara dari sub-cekungan Aman Selatan berkembang sedimentasi delta axial margin dari arah tinggian Tegar di utara sub-cekungan ini (Gambar IV.23). Daerah hinge margin di timur masih merupakan daerah tinggian yang terdiri atas tinggian-tinggian lokal yang membentuk endapan kipas aluvial dengan pola radial relatif ke arah barat. Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-3 ini menunjukkan pola progradasi dari hinge margin ke arah barat dengan dicirikan oleh pola downlap terhadap Sekuen Pematang-2 dan pada daerah pusat cekungan lebih berkembang suatu pola paralel yang menunjukkan adanya agradasi sedimen. Dengan melihat pola struktur, interpretasi lingkungan pengendapan dari peta isokron dan pola terminasi refleksi seismiknya maka dapat ditafsirkan bahwa Sekuen Pematang-3 ini merupakan hasil proses pengendapan lakustrin dan kipas aluvial, penafsiran ini sesuai dengan model-model yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) dan Prosser (1993).
61
Gambar IV.23. Peta isokron dan interpretasi lingkungan pengendapan Sekuen Pematang-3.
IV.3.3.2 Sekuen Pematang-4 Pada periode struktur Pertengahan Syn-rift ini merupakan kondisi sub-cekungan Aman Selatan yang paling dalam sebagai hasil dari pergerakan ketiga sesar batas B-1, B-2, B-3 dan sesar sintetik yang mengikutinya, pensesaran masih cukup aktif tetapi kecepatannya telah mengalami penurunan dari periode pensesaran sebelumnya. Segmen utara tetap
masih yang terdalam pusat cekungannya
62
menunjukkan bahwa pada segmen ini sesar batas B-1 bergerak sangat aktif. Pada daerah STZ Sangsam tebentuk sesar sintetik SN-3a yang berarah relatif utara selatan dan bersama-sama dengan sesar sintetik SN-1 dan SN-2 berkontribusi aktif terhadap sesar batas B-1 dalam membentuk cekungan yang cukup dalam di daerah bagian utara sub-cekungan Aman Selatan ini, sedangkan sesar sintetik SN-3 meskipun pergerakannya tidak seaktif sesar sintetik lainnya di daerah zona transfer ini masih berkontribusi dalam pembentukan pusat cekungan di segmen paling utara ini. Segmen tengah yang dikontrol oleh sesar batas B-2 memperlihatkan makin mendalamnya pusat cekungan di sebelah paling utara sesar batas B-2 dan pusat cekungan masih tetap mendangkal ke arah zona transfer Fajar-Oki di sebelah selatannya. Keberadaan zona transfer Fajar-Oki makin terlihat pada periode ini dengan bentuk bentuk semacam punggungan lebar berarah timur tenggara – baratlaut barat. Segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 menunjukkan perubahan yang cukup berarti dimana pusat cekungan di bagian paling selatannya menjadi sangat dalam, hal ini terjadi karena sesar sintetik SN-6 bergerak cukup aktif pada period. Pusat-pusat cekungan di bagian barat telah menjadi cekungan danau yang terdalam sehingga pada periode ini terjadi kondisi starving basin dimana ruang akomodasi yang terbentuk lebih besar dari suplai sedimen sehingga hanya memungkinkan terjadinya sedimentasi fraksi-fraksi halus yang kaya akan organisma (Prosser, 1993). Dari peta isokron Sekuen Pematang-4 (Gambar IV.24) terlihat adanya konsentrasi ketebalan pada segmen bagian utara, menipis ke arah segmen tengah dan ke arah zona transfer Fajar-Oki dan kembali menebal ke arah segmen bagian selatan. Pada periode ini berkembang sedimentasi dari arah tinggian Sangsam melalui zona transfer relay ramp yang terbentuk oleh aktifitas sesar sintetik SN-1, SN-2 dan SN-3a, endapan yang terbentuk berdasarkan latar belakang posisinya terhadap sesar batas dan bentuk geometri ketebalan sedimennya diperkirakan merupakan suatu kipas delta (lihat model pengendapan pada suatu cekungan graben setengah oleh Cohen (1989), Gambar
63
IV.25). Dan pada daerah di ujung utara masih berlanjut sedimentasi yang datang dari tinggian Tegar membentuk delta axial margin. Pada periode ini juga berkembang suatu sistem sedimentasi baru yang datang dari arah hinge margin membentuk delta lakustrin yang merupakan bentukan positif yang mencirikan adanya sedimen yang diendapkan pada suatu tubuh air (danau). Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-4 ini menunjukkan pola retrogradasi dari arah pusat cekungan ke arah hinge margin di sebelah timurnya. Batas bawah dari sekuen ini terlihat dari pola terminasi seismik yang menunjukkan adanya terminasi onlap terhadap Sekuen-Pematang-3 dan bagian atas dari sekuen ini merupakan bidang erosi dan bidang terminasi off-lap. Pada daerah zona transfer Sangsam terlihat adanya pola progradasi dari arah sesar batas B-1 ke arah pusat cekungan (Gambar IV.26). Dari data serbuk pemboran batuan sumur yang menembus sekuen ini yaitu Sumur Liman-1 dan Fajar-1 menunjukkan sekuen ini secara dominan tersusun atas batulempung yang tebal dengan sisipan batupasir tipis. Pola log gamma ray sumur ini juga menunjukkan sekuen ini didominasi oleh lapisan batulempung yang tebal dengan diselingi batupasir yang menunjukkan pola menghalus ke atas. Dengan melihat pola log gamma ray tersebut maka sekuen ini diinterpretasikan sebagai endapan lakustrin (Gambar IV.27). Dengan melihat pola struktur, interpretasi lingkungan pengendapan dari peta isokron dan log sumur serta pola terminasi refleksi seismiknya maka dapat ditaf-
64
Gambar IV.24. Peta isokron dan interpretasi lingkungan pengendapan Sekuen Pematang-4.
65
Gambar IV. 25. Model pengendapan pada cekungan graben setengah (Cohen, 1989).
Gambar IV.26. Interpretasi seismik stratigafi yang menunjukkan perkembangan kipas delta dari arah sesar batas dan pola retrogradasi ke arah hinge margin.
66
sirkan bahwa Sekuen Pematang-4 ini merupakan hasil proses pengendapan lakustrin dan delta, penafsiran ini sesuai dengan model-model yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) dan Prosser (1993).
Gambar IV.27. Interpretasi log gamma ray sumur Liman-1 yang menembus Sekuen Pematang-4.
67
IV.3.4. Periode Akhir Syn-rift (Sekuen Pematang-5) Pada periode ini aktivitas pensesaran normal sudah sangat rendah dimana intensitas sedimentasi lebih besar dibandingkan dengan laju penurunan dengan diendapkannya Sekuen Pematang-5 sehingga cekungan pada saat ini mengalami pendangkalan. Ketiga sesar batas utama yaitu sesar batas B-1, B-2 dan B-3 mengalami penurunan intensitasnya dalam bergerak hingga akhirnya berhenti. Segmen utara tetap merupakan suatu zona depresi yang paling dalam yang dikontrol oleh aktifitas sesar batas B-1 dan sesar-sesar sintetiknya. Pada daerah STZ Sangsam sesar sintetik SN-1 dan SN-2 masih berkontribusi aktif terhadap sesar batas B-1 dalam membentuk pusat cekungan yang relatif masih berarah utara-selatan. Zona transfer di depan sesar sintetik SN-3 makin terbentuk membentuk suatu tinggian berarah timur tenggara – barat baratlaut dan berfungsi sebagai pembatas antara dua zona depresi yang dibentuk oleh sesar batas B-1 dan sesar batas B-2 (Morley, 1999). Pada daerah segmen tengah yang dikontrol oleh sesar batas B-2 terlihat bahwa bagian paling utara merupakan pusat cekungan yang dalam dan berangsur-angsur mendangkal ke arah selatan hingga daerah zona transfer Fajar-Oki. Segmen selatan yang dikontrol oleh sesar batas B-3 berkembang kondisi dengan kedalaman yang hampir seragam, hal ini menunjukkan bahwa sesar sintetik SN-5 lebih aktif bergerak daripada sesar sintetik SN-6 sehingga membentuk pusat cekungan yang relatif sedalam pusat cekungan di selatannya yang dibentuk oleh sesar batas B-3 dan sesar sintetik SN-6. Pada periode ini juga ditandai juga dengan adanya peningkatan aktivitas pensesaran pada daerah pusat cekungan hingga hinge margin dengan terbentuknya sesar mendatar utama yaitu dengan berkembangnya sesar mendatar SM-1, SM-4, SM-7 dan SM-9 dengan arah pergerakan menganan yang mengakibatkan terbentuknya zona transtensional sepanjang segmen bagian tengah hingga bagian selatan dengan terbentuknya sesar-sesar SM-5, SM-6 dan SM-8. Sistim sesar mendatar ini terbentuk pada
68
pertengahan periode ini (Oligosen Akhir) atau yang disebut periode F1 Late oleh Heidrick dan Aulia (1993). Pada periode struktur Late Syn-rift ini cekungan secara umum telah mengalami pendangkalan dimana berkembang suatu sistem pengendapan sungai axial pada suatu daerah pedataran (peneplain). Dari peta isokron Sekuen Pematang-5 (Gambar IV.28) terlihat adanya konsentrasi ketebalan pada segmen bagian utara dan menipis ke arah selatan dengan bentuk geometri melebar ke arah hinge margin. Pada daerah hinge margin tidak terlihat adanya tinggian-tinggian lokal yang dapat berperan menjadi batuan sumber pengendapan, secara relatif dapat dikatakan tidak memiliki beda tinggi yang signifikan karena tinggian-tinggiannya telah habis tererosi dan berkembang menjadi suatu pedataran yang luas. Karakter seismik pada paket Sekuen Pematang-5 ini menunjukkan pola agradasi pada daerah-daerah depresi terutama terkonsentrasi pada daerah pusat cekungan, hal ini dapat dilihat dari karakter seismiknya yang menunjukkan pola paralel dan onlap pada kedua sisinya terutama sangat jelas terlihat pada daerah segmen utara dan tengah. Bagian atas dari sekuen ini merupakan bidang erosi dan bidang terminasi off- lap yang membentuk ketidakselarasan menyudut dengan sedimen post-rift Kelompok Sihapas diatasnya. Dari data serbuk pemboran batuan sumur yang menembus sekuen ini yaitu Sumur Liman-1 dan Fajar-1 menunjukkan sekuen ini secara dominan tersusun atas batupasir dengan sisipan batulempung. Pola log gamma ray sumur ini juga menunjukkan batupasir pada sumur ini menunjukkan pola menghalus ke atas dan bentuk balok dengan diselingi batulempung, pola ini dapat diinterpretasikan sebagai endapan sungai meander (Gambar IV.29 & 30). Dengan melihat pola struktur, interpretasi lingkungan pengendapan dari peta isokron dan log sumur serta pola terminasi refleksi seismiknya maka dapat ditafsirkan bahwa Sekuen Pematang-5 ini merupakan hasil proses pengendapan sungai axial yang berkembang pada suatu pedataran yang luas (peneplanation),
69
penafsiran ini sesuai dengan model-model yang dikemukakan oleh Lambiase (1990) dan Prosser (1993).
Gambar IV.28. Peta isokron dan interpretasi lingkungan pengendapan Sekuen Pematang-5.
70
Gambar IV.29. Interpretasi log gamma ray sumur Fajar-1 yang menembus Sekuen Pematang-5.
71
Gambar IV.30. Interpretasi log gamma ray sumur Liman-1 yang menembus Sekuen Pematang-5.
72