Dasar-Dasar Penerjemahan
BAB IV PENERJEMAHAN PENAFSIRAN 4.1 Penerjemahan Penerjemahan adalah perubahan bentuk bahasa, baik bentuk
kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana baik yang diucapkan atau dituliskan dan dirujuk sebagai struktur lahir suatu
bahasa. Dalam Penerjemahan, struktur lahir bahasa sumber diganti dengan struktur lahir bahasa sasaran. Penggantian struktur lahir ini
dilakukan agar makna yang terkandung dalam bentuk bahasa
sumber dapat dialihkan ke bentuk bahasa sasaran dan makna yang dialihkan ke bahasa sasaran ini ekuivalen. Oleh karena itu, penerjemahan menyangkut pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran (Larson, 1984: 3). 37
Dasar-Dasar Penerjemahan
Catford (1965:20) menyatakan bahwa penerjemahan adalah
penggantian materi teks satu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang berekuivalen dalam bahasa lain (bahasa sasaran).
Sesungguhnya bukan keseluruhan teks bahasa sumber yang diterjemahkan. Pada satu atau lebih tataran (levels) bisa saja terjadi
penggantian materi teks bahasa sasaran yang tidak ekuivalen. Yang dimaksud tataran di sini adalah (a) tataran ekstralinguistik, yang
terdiri atas substansi perantara (substansi phonis untuk bahasa lisan dan substansi grafis untuk bahasa tulisan)
dan situasi
(subtansi situasi), dan (b) tataran intralinguistik, yakni fonologi dan
grafologi yang diperoleh lewat proses abstraksi dari substansi phonis dan grafis, yakni tataran tata bahasa dan tataran leksis.
Istilah ekuivalensi (Partini, 1998), maksudnya adalah
kesamaan makna antara unsur-unsur bahasa sumber dan unsur-
unsur bahasa sasaran. Adapun makna (Catford, 1965:35)
merupakan sesuatu yang menjadi milik suatu bahasa, Contoh: Kitaabun memiliki makna bahasa Arab (termasuk fonologi/
grafologi, tata bahasa dan leksis) dan teks bahasa Indonesia yang
ekuivalen dengannya buku, memiliki makna bahasa Indonesia yang tersendiri (tata bahasa dan leksis).
Menurut Catford, makna adalah seluruh jaringan hubungan
antara setiap bentuk bahasa yakni teks, unsur-unsur teks, struktur, 38
Dasar-Dasar Penerjemahan
kelas, istilah dalam sistemnya, dan sebagainya. Hubungan-
hubungan yang terdapat antara satuan-satuan tata bahasa dan leksis ada dua macam, yakni (a) hubungan formal dan (b) hubungan
kontekstual. Hubungan formal menghasilkan makna formal; banyaknya unsur situasi yang relevan dengan bentuk bahasa tertentu menghasilkan makna kontekstual unsur tersebut.
Oleh karena itu, setiap bahasa secara formal unik, maka
formal atau makna gramatikal unsur-unsur bahasa sumber dan
unsur-unsur bahasa sasaran jarang yang sama. Walaupun kata kitabun berekuivalen dengan buku, tetapi makna gramatisnya tidak sama, karena dalam bahasa Arab, gramatis kitabun berbeda dengan kitaban, dan fi kitabin sedangkan dalam bahasa Indonesia buku
tetap sama dalam berbagai posisi gramatisnya karena tidak
mengandung unsur situasi. Agar teks bahasa sasaran berekuivalen dengan teks bahasa sumber, maka harus dicari teks sasaran yang segi situasinya lebih banyak
hubungannya dengan makna
kontekstual sehingga penerjemahannya semakin baik. Oleh karena
itu, tujuan penerjemahan adalah memiliki ekuivalensi dalam bahasa sasaran.
Pemilihan ekuivalensi dalam subtansi situasi merupakan
persoalan sulit karena berkaitan dengan masalah ekuivalensi atau
nonekuivalensi dalam bahasa sumber dan sasaran, sehingga istilah 39
Dasar-Dasar Penerjemahan
situasi
dalam
hubungannya
dengan
makna
kontekstual
memerlukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan tindak tutur
yang terjadi dalam lingkungan kehidupan sosial yang khusus, pada
waktu dan tempat yang khusus pula, dan di antara pelaku-pelaku tertentu. Perubahan–perubahan ini menimbulkan pergeseranpergeseran makna dan bentuk.
Pergeseran (Catford, 1965:73) adalah perubahan bentuk
gramatis yang terjadi dalam proses pengalihan dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran. Ada dua macam pergeseran, yakni pergeseran tataran dan pergeseran kategori. Salah satu pergeseran tataran
adalah tataran intralinguistik yaitu: pergeseran tataran gramatis
menjadi tataran leksis. Contoh: Penerjemahan Qara’tu dzalika alkitab dalam bahasa Indonesia menjadi saya telah membaca buku itu.
Bentuk gramatis verba Qara’tu bentuk madhi (lampau)
diganti
dengan leksikal telah membaca karena bahasa Indonesia tidak memiliki bentuk gramatis kala lampau. 4.2 Penafsiran Al-Qur’an Al-Quran adalah al-kalam al-mu’jiz yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad saw dengan metode Naqliyyah (wahyu)
dan sampai kepada kita (umat Islam) dengan periwayatan yang 40
Dasar-Dasar Penerjemahan
bersifat mutawatir (qathiy/ pasti sumbernya). Wahyu menurut
bahasa bermakna ilham Qs Al-Qashash, 28:7 (Kami mengilhamkan
kepada Ibu Nabi Musa) dan Qs. An-Nahl, 16:68 (Kami mengilhamkan kepada lebah). Adapun menurut Istilah (syar’i) artinya ikhbar
(pemberitahuan) Allah kepada para Rasul tentang risalah mereka.
Pemberitahuan Allah kepada para Rasul-Nya memiliki tiga bentuk Qs. As-Syura, 42:51 (Tiadalah lagi seorang manusia bahwa Allah berkata-kata kepadanya melainkan dengan wahyu atau dari belakang
dinding, atau Dia mengirim utusan, lalu Dia mewahyukan dengan izin-Nya apa Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana).
Bentuk-bentuk ikhbar Allah kepada Rasul-Nya adalah:
pertama, menghadirkan sebuah makna pada diri Rasul tanpa
seorang perantara (QS. Al-Kautsar). Kedua, percakapan Allah dan Rasul-Nya dari balik tabir (hijab) sebagaimana Allah berbicara dengan Musa as Qs.An-Nisa, 4:164 (Allah telah berbicara Kepada Musa dengan pembicaraan yang langsung). Ketiga, Allah mengutus
malaikat Jibril dalam bentuk asli atau menyerupai laki-laki kepada
Nabi saw, Qs. An-Najm, 53: 10 (Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang hendak Dia wahyukan)
Mukjizat adalah pembuktian akan kelemahan (itsbatu ajzi),
yaitu perbuatan menyimpang dari adat kebiasaan dan menyalahi sunnatullah (anzhimatul wajud) yang telah dipahami oleh manusia 41
Dasar-Dasar Penerjemahan
misalnya, menghidupkan orang mati, dicabutnya khasiat api
sehingga tidak dapat membakar Nabi Ibrahim as. Adapun tujuan mukjizat adalah agar manusia menyaksikan bahwa orang yang diberi mukjizat adalah Rasul Allah dan meyakinkan orang-orang bahwa apa yang dikatakan olehnya adalah wahyu Allah. Kemukjizatan
Al-Qur’an
adalah
bahwa
Allah
telah
menantang seluruh umat manusia untuk membuat yang semisal Al-
Qur’an. Sebagaimana firman Allah Qs. Yunus, 10: 38 (Katakanlah,
datangkanlah satu surat yang semisal dengannya dan panggillah siapa saja [jin dan manusia] yang sanggup membantumu selain Allah, jika memang kamu orang-orang yang benar). Demikian juga Qs. Al-Isra, 17: 88,
adapun kemukjizatan Al-Quran tecermin dalam: pertama, gaya bahasa yang mengandung makna yang agung, pada faktanya tidak ada
seorang Arab yang terfasih pun yang dapat membuat walaupun satu surat. Contoh Qs. Al-Baqarah, 2: 179 (Bagi kalian di dalam qishash itu terdapat kehidupan...). Kedua, Bayan (penjelasan) dan Nazhamnya (harmonisasi) seperti surat-surat pendek Juz Amma. 4.2. 1 Tafsir dan Metode Penafsiran
Adapun untuk memahami Al-Qur’an maka diperlukan Ilmu
Tafsir dan Ulum Al-Quran. Tafsir
secara etimologi (bahasa)
terbentuk dari wazan taf’iil lafadz al-fasara yang berarti: al-ibanah, 42
Dasar-Dasar Penerjemahan
wal-kasyfu
wal-idzhar
yaitu:
menjelaskan,
mengungkapkan,
menampakkan maksud dari suatu lafadz. Sebagaimana terdapat dalam Qs.Al-furqan, 25:33 (Dan setiap mereka (orang-orang kafir) datang kepadamu
(hai Muhammad) membawa suatu masalah,
pasti Kami datangkan kepadamu suatu kebenaran yang terbaik
penjelasannya). Adapun secara terminologi, di antaranya Abu Hayan mendefinisikan tafsir sebagai berikut:
!" آ ا ظ ان و وأ
ت+, و-* " اآ+, )اد واآ و(' ا%&ا Artinya:
Ilmu
yang
membahas
tentang
tata
/0
cara
mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur’an (ilmu qira’ah), penunjukkan
maknanya (ilmu bayan), hukum-hukumnya dalam kalimat atau kata
(nahwu dan sharf), dan segala sesuatu yang mengantarkan kesempurnaan maknanya (pengetahuan nasakh-mansukh, asbab an-
nuzul, dll), sedangkan Imam az-Zarkasyih mendefinisikan tafsir sebagai “Ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw untuk memahami maknanya dan mengeluarkan hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya”.
Dalam kitab-kitab terdahulu dikenal dua metode penafsiran,
yaitu Al-Ma’tsur dan Al-Ma’qul. Adapun pengertiannya secara 43
Dasar-Dasar Penerjemahan
singkat sebagai berikut:
Al-Ma’tsur adalah metode penafsiran
dengan uslub (langkah-langkah) menafsirkan ayat dengan ayat, ayat
dengan riwayat-riwayat hadits, ayat dengan atsar para sahabat, dan ayat dengan ra’yi (pendapat) para tabi’in; sedangkan Al-Ma’qul
adalah metode penafsiran dengan menggunakan logika bahasa
Arab, balaghah baik ilmu ma’aniy, bayan dan badi’ yang dilengkapi dengan pengetahuan tentang asbab an-nuzul, naskh mansukh ayat dan ijtihad ahli tafsir tentang ayat tersebut.
Dalam perkembangan metodologi penafsiran Al-Qur’an
metode tafsir terbagi menjadi empat bentuk, yaitu: Metode tahliliy
(Analitik), metode ijmaliy (global), metode muqarin (perbandingan), dan metode maudhu’i (tematik).
Secara singkat penjelasannya terdapat pada bagan ini.
Tahliliy (Analitik) Munasabah al-ayat Asbab an-nuzul Analisis kata, kalimat, makna (syair) Unsur balaghah Maksud umum Manthuq, mafhum Kesimpulan hukum
Metode Tafsir
Ijmaliy (Global) Bahasa gaya al-Qur’an Untuk semua orang Bahasa populer
44
Dasar-Dasar Penerjemahan
Muqarin (Perbandingan) Himpun ayat mirip Perbandingan ayat-ayat yang mirip Analisis ayat-ayat tersebut Kesimpulan
Maudhu’i (Tematik) Himpun ayat Analisis (asbab an-nuzul, bahasa Arab) Topik utuh dan tuntas dari berbagai aspek Menolak kontradiksi Hukum praktis
Adapun tafsir ilmiah, sebagaimana yang diketahui dari
pemikiran orang-orang yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan ilmu pengetahuan, tidaklah berhenti pada batas-batas yang
dimaksud oleh susunan ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan masalah manusia dan alam. Hal seperti ini bukanlah tafsir
melainkan ta’wil, yaitu merujukkan ayat pada teori atau kaidah ilmu
pengetahuan. Ini artinya menundukkan Al-Qur’an kepada Ilmu pengetahuan. Padahal, jika terjadi pertentangan antara teori serta
kaidah ilmu baru dengan nash-nash Al-Qur’an yang tegas, tetap, dan pasti, maka tidak mungkin diambil teori atau kaidah tersebut karena bersifat dugaan atau perkiraan. Contoh Teori Darwin mengenai asal usul manusia. Itu jelas bertentangan dengan nash-
nash Qs Ali Imran, 3: 59 (Perumpaan penciptaan Isa oleh Allah adalah seperti Adam as diciptakan-Nya dari tanah… )
45
Dasar-Dasar Penerjemahan
Al-Qur’an bukan buku ilmu pengetahuan,
tetapi tidak
berarti meremehkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat
membantu memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
alam fisik; seperti bagaimana memahami Allah menyusun kembali tubuh manusia seperti bentuknya semula sebelum mati (Qs.Al-
Qiyamah: 4) yang artinya: Tentu saja, bahkan Kami kuasa menyusun
kembali
jari-jemari
dengan
sempurna…
pengetahuan berhasil menemukan sidik jari yang berbeda.£££
46
ilmu