73
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG SUNNATULLAH A. Pola Penafsiran Muhammad Quraish Shihab Dari
penafsiran
Muhammad
Quraish
Shihab
terhadap ayat-ayat tentang sunnatullah seperti yang telah penulis
paparkan
di
bab
III
maka
dapat
dianalisis
bagaimana pengertian sunnatullah, perintah menjalankan sunnatullah dengan baik, apa akibat orang yang mentaati sunnatullah dan apa akibat bagi orang yang tidak mentaati sunnatullah. Jika dipahami dari penafsiran Muhammad Quraish Shihab sunnatullah mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan Allah
dalam
memperlakukan
masyarakat.
Dan
perlu
diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam juga merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia menyangkut fenomena alam. Kebiasaan-kebiasaan itu tidak bisa beralih dan tidak bisa berubah karena sifatnya seperti itu maka dapat dinamai juga dengan hukumhukum kemasyarakatan atau ketetapan-ketetapan bagi masyarakat. Di dalam Ensiklopedi Islam Indonesia sunnatullah mengandung arti : Cara, jalan, hukum, aturan, atau ketetapan (yang dikehendaki) Allah. Ungkapan sunnatullah dapat dijumpai dalam sejumlah ayat al-Qur’an (33:38, 62; 35:43; 48:23). Juga dapat dijumpai dalam al-Qur’an ungkapan
lain
dengan
maksud
yang
sama,
seperti
sunnatuna (sunnah yang Kami kehendaki) pada ayat 17:77, sunnat al-awwalin (sunnah yang berlaku pada orang-orang terdahulu) pada ayat-ayat 8:38, 15:13, 18:55,
74
dan 35:43, sunnah yang terjadi bagi para Rasul terdahulu (17:77), dan sunan (jamak sunnat) tanpa dihubungkan kepada siapa pun (3:137) atau dihubungkan kepada “orang-orang sebelum kamu” (4:26). Ungkapan sunnatullah atau ungkapan lain seperti tersebut di atas, jelas mengacu kepada hukum-hukum, pola-pola, atau undang-undang yang dikehendaki Allah berlaku bagi perkembangan masyarakat manusia pada khususnya,
atau
umumnya.
segenap
Sunnatullah
perkembangan
alam yang
masyarakat
semesta
ini
berlaku
manusia
itulah
pada dalam yang
sesungguhnya dicari dan ditemukan oleh falsafah sosial atau falsafah sejarah,atau lebih umum : Sunnatullah yang berlaku dalam alam semesta itulah yang sesungguhnya dicari atau ingin diketahui oleh para pencari atau para peneliti kebenaran, seperti ilmuwan, filosof, dan lain-lain.1 Perlu kita ketahui bahwa setiap bagian dari alam ini dibangun dengan benar diatur dengan hukum-hukum tertentu
dapat
menampakkan
kemuliaan
(keagungan)
Tuhan dalam diskripsi yang sempurna. Seseorang yang buta akan sunnah-sunnah Allah ia tidak akan mengetahui Allah dengan baik. Dan orang yang tidak mengetahui sunnah-sunnah Allah tersebut, bisa dipastikan ia tidak dapat mengemban risalah Allah2. Dalam ayat-ayat sunnatullah yang telah ditafsirkan oleh Muhammad Quraish Shihab semuanya mengenai hukum kemasyarakatan yang tidak bisa lepas dari hukum
1 Ensiklopedi Islam Indonesia, Disusun oleh Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Penerbit Jambatan, Jakarta, 1992, hlm. 880. 2 Syeh Muhammad Al-Ghozali, Lima Intisari ALqur’an, Pustaka AlKautsar, Jakarta, 2002, hlm. 69.
75
alam itu sendiri. Penyajian kisah-kisah para Nabi atau Rasul terdahulu (sebelum Nabi Muhammad) dan kaumkaum mereka, baik yang menentang dan terus menerus dalam perbuatan jahat, maupun yang beriman dan sabar menegakkan kebaikan, maksudnya antara lain adalah untuk mengingatkan umat Islam atau umat manusia umunya tentang tetapnya Tuhan memberlakukan sunnahNya. Dapat dilihat dalam al-Qur’an bahwa Tuhan antara lain setelah mengisahkan peranan kaum kafir masa lalu bahwa mereka berjanji akan beriman bila datang seorang juru ingat (Rasul). Menurut Thaba Thabai dalam memahami penggalan surat Faathir ayat 43 dalam arti jika pemberi peringatan itu datang kepada kami, maka kami pasti akan lebih mendapat petunjuk dibandingkan dengan umat lain yang pernah didatangi oleh pemberi peringatan, seperti umat Yahudi dan Nasrani. Ayat ini menurutnya tidak berkata “akan lebih karena
kaum
mendapat petunjuk dibanding mereka”, musyrikin
itu
terlebih
dahulu
ingin
menegaskan bahwa mereka adalah umat yang belum pernah didatangi seorang pemberi peringatan. Lalu apabila mereka
pada
suatu
ketika
didatangi
oleh
pemberi
peringatan, maka ketika itu baru mereka sama dengan umat-umat yang lain itu. Selanjutnya mereka
akan
menyambut dan mempercayai pemberi peringatan itu sehingga dengan demikian mereka menjadi lebih banyak mendapat petunjuk dibandingkan dengan umat-umat yang didatangi
oleh
pemberi
peringatan
dan
yang
telah
76
menerima peringatan itu sebelum mereka.3 Tetapi setelah yang mereka tunggu datang, mereka malah bertambah kufur dan sombong, bahkan menyusun rencana-rencana jahat menegaskah bahwa yang mereka tunggu tidak lain dari
berlakunya
sunnah
yang
berlaku
pada
umat
terdahulu, dan selanjutnya Ia menegaskan bahwa sunnahNya (sunnatullah) yang diberlakukan untuk masyarakat manusia tidak akan berubah (35:42-43). Nabi Muhammad sendiri, setelah diingatkan Tuhan tentang upaya kaum kafir untuk unggelincirkannya dan apa akibat-akibatnya kalau kehendak mereka dituruti, juga diingatkan tentang sunnatullah yang tetap, seperti yang berlaku pada rasulrasul yang datang terdahulu (17:73-77). Selain sebagai
menyajikan
contoh-contoh
kisah-kisah yang
harus
umat
terdahulu,
dijadikan
bahan
pengajaran al-Qur’an juga mendorong agar orang-orang melakukan perjalanan di permukaan bumi ini untuk meneliti sendiri dan merenungkan hubungan kausalitas atau sunnatullah dalam peristiwa-peristiwa kebangkitan dan kejayaan suatu masyarakat atau kemunduran dan kehancuran mereka. Berulang-ulang al-Qur’an mendorong : “Berjalanlah kamu di permukaan bumi dan lihat serta pikirkanlah bagaimana kesudahan nasib orang-orang yang mendustakan agama (3:137, 6:11, 16:36), bagaimana kesudahan nasib orang-orang yang berbuat dosa (27:69), bagaimana kesudahan nasib orang-orang dahulu yang kebanyakan musyrik (30:42), atau bagaimana ia memulai penciptaan dan kemudian menciptakan sekali lagi (29:20)”.
3 Al-Alamah al-Sayyidi Muhammad Khusain at-Thoba Thobai, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Juz. 17, Beirut, Libanon, 1991, hlm. 57.
77
Tujuan menyadari adanya sunnatullah yang tetap atau tidak mengalami perubahan itu agar masyarakat manusia yang hidup sekarang dan seterusnya tidak lagi mengulangi
kesalahan
atau
kejahatan,
yang
pasti
membawa kepada kehancuran atau pasti mengundang datangnya malapetaka (azab Tuhan) di dunia ini juga. Bila sebab-sebab bagi kehancuran sudah diperbuat, niscaya datang kehancuran (malapetaka atau azab) itu. Inilah makna yang terkandung di dalam banyak peringtan alQur’an, seperti “Tiap-tiap umat mempunyai ajal (batas waktu; saat kematian atau kehancuran), bila ajal mereka datang, niscaya mereka sesat pun tidak bisa menunda atau mendahuluinya (10:49, 7:34)”. Umat Islam sendiri berulang kali diingatkan oleh al-Qur’an bahwa mereka bukanlah kaum yang tidak mungkin dimusnahkan Allah, kecuali jika mereka teguh berjuang mencapai tujuantujuan yang diridhai-Nya : “Jika kamu berpaling, maka Allah akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (48:38, 9:39)”. Sunnatullah yang tetap (tidak pernah berubah) berlaku dalam kehidupan manusia dan dalam perjalanan alam semesta ini, dipahami oleh para ulama atau pemikir sebagai ungkapan yang mengandung arti : sifat-sifat atau tabiat dasar yang tetap, yang diberikan atau diciptakan Tuhan untuk setiap sesuatu yang diciptakaannya. Setelah mengkaji pendapat Muhammad Quraish Sihab
tentang
bertentangan
peristiwa-peristiwa dengan
yang
sunnatullah
terkesan seperti
terselamatkannya Nabi Ibrahim dari api padahal panas dan membakar, sebagai sifat api adalah sunnatullah yang
78
diberikan-Nya kepada api. Dengan demikian api dipahami selamanya bersifat panas dan membakar, bila ada benda yang dapat mengalahkan (memadamkan) api, atau tidak (hangus) oleh api, maka itu berarti sunnatullah yang diberikan
Tuhan
kepada
benda
itu
adalah
dapat
memadamkan api atau tahan api. Api tetap dengan sunnatullahnya panas, membakar, tetapi kalah oleh benda tertentu atau tidak mampu merusaknya. Paham ini erat kaitannya dengan paham mestinya berlaku hubungan sebab dan akibat atau hukum kausalitas ini tetap dipandang sebagai akibat kehendak Allah sejak azali. Sebagian ulama, seperti al-Gazali dan yang sepaham dengannya, menolak kemestian hubungan kausalitas itu, karena
mengira
bahwa
paham
kemestian
itu
tidak
memberi ruang bagi adanya mukjizat para Nabi atau Rasul Tuhan.4 Maryam
adalah
sosok
wanita
shalehah
yang
melahirkan Nabi Isa, tanpa melalui hubungan intim, maka bagi orang-orang yang menyaksikan kejadian itu tidak percaya, karena sesuai dengan keumuman bahwa manusia itu lahir pasti ada ibu dan bapak, tapi kelahiran Nabi Isa ini merupakan kelahiran yang luar biasa karena lahir tanpa adanya seorang ayah. Nabi Isa sudah dapat berbicara sewaktu masih bayi (QS. Ali Imran 3 : 46) untuk membantah tuduhan kaumnya terhadap ibunya bahwa ia adalah anak zina. Setelah dewasa, beliau diberi wahyu dan diangkat menjadi Nabi. Beliau termasuk orang-orang yang saleh seperti
4
Ensiklopedi Islam Indonesia, op.cit, hlm. 881.
79
Nabi-Nabi
yang
lain,
karena
seluruh
ucapan
dan
perbuatannya terpuji. Peristiwa-peristiwa di atas hanya terjadi sekali saja dan itu tidak terjadi pada sembarangan orang, dan ini merupakan mu’jizat. Kata mu’jizat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian ajaib yang sukar
dijangkau
oleh
kemampuan
akal
manusia.
Pengertian ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama Islam. Mu’jizat, di definisikan oleh pakar Islam antara lain sebagai “ suatu hal atau peristiwa luar bisa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan
atau
mendatangkan
hal
serupa
namun
mereka tidak mampu melayani tantangan itu”5. Tidak
ada
alasan
untuk
meragukan
adanya
mukjizat, karena tidak ada perbedaan antara peristiwa yang
terjadi
sekali
dengan
peristiwa
yang
terjadi
berulang-ulang kali, selama kita percaya bahwa yang mewujudkan adalah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa Lagi Maha
Bijaksana.
Yang
perlu
dipertanyakan
adalah
mengapa ini terjadi pada setiap saat dan pada setiap situasi yang sama, sedang mukjizat hanya terjadi pada suatu saat atau pada manusia tertentu. Itu yang wajar dipertanyakan bukan apakah dia dapat terjadi atau tidak. Menurut
Muhammad
Qurais
Shihab
mengenai
peristiwa yang terkesan bertentangan dengan sunnatullah seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api, Maryam 5
23.
Qurais Shihab, Mu’jizat Al-Qur’an, Mizan, Bandung, Cet IV. 1998, hlm.
80
melahirkan
anak
tanpa
suami,dan
Nabi
Isa
dapat
berbicara pada saat dalam ayunan ibunya. Itu semua merupakan mu’jizat dari Allah, dan semua itu terkesan bertentangan dengan sunnatullah tapi peristiwa itu hanya terjadi
satu
kali
atau
tidak
berulang-ulang,
maka
peristiwa-peristiwa tersebut tidaklah bertentangan dengan sunnatullah melainkan bukti-bukti dari sunnatullah itu sendiri kepada masyarakat bahwa Allah itu Maha Kuasa. B. Kelebihan dan kekurangan Penafsirannya Tidak ada satu kitab tafsir pun yang sempurna dalam semua aspek baik metode, sistematika, atau yang lainnya yang mampu menampilkan pesan Allah secara lengkap. Umumnya kelebihan dan kekurangan kitab tafsir dalam
suatu
aspek
akan
menyebabkan
kitab
tafsir
tersebut memiliki kekurangan pada aspek lainnya. Hal ini disebabkan penafsiran seorang mufasir sangat dipengaruhi oleh sudut pandang, keahlian dan kecenderungan masingmasing. Demikian halnya dengan kitab tafsir al-Misbah di samping memiliki kelebihan juga tidak bisa melepaskan diri dari kekurangan yang dikandungnya, seperti pada penafsiran ayat-ayat sunnatullah, diantara kelebihan dan kekurangannya adalah sebagai berikut : 1. Kelebihan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab a. Menggunakan bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi alQur’an
sehingga
manusia.
pedoman
atau
petunjuk
bagi
81
b. Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat al-Qur’an yang
telah
ditafsirkan
sebelumnya
dalam
menafsirkan suatu ayat, yang dimaksud Muhammad Quraish
Shihab
adalah
untuk
mengkorelasikan
antara ayat sebelumnya dengan ayat yang akan ditafsirkan.
Sehingga
pembaca
akan
mudah
memahami isi kandungan suatu ayat dan kaitannya dengan ayat yang lain. Dengan demikian akan tercipta
pemahaman
yang
utuh
terhadap
isi
kandungan al-Qur’an. c. Dalam
menafsirkan
ayat-ayat
sunnatullah
Muhammad Quraish Shihab mengungkapkan secara panjang lebar dan mengkaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat. 2. Kekurangan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab a. Di
dalam
Muhammad
menafsirkan Quraish
ayat-ayat
Shihab
tidak
sunnatullah memberikan
informasi tentang halaman dan nomor volume buku yang dinukil sehingga menyulitkan pembaca untuk mengetahui penjelasan tersebut secara lengkap dari sumber aslinya. b. Dalam memberikan periwayatan hadis Muhammad Quraish Shihab tidak menyebutkan kualitas hadis tersebut (sahih atau dhoifnya). c. Dalam
menafsirkan
ayat-ayat
sunnatullah
Muhammad Quraish Shihab selalu tumpang tindih dan
pengulangan
kejenuhan.
yang
dapat
menimbulkan
82
C. Relevansinya dengan Perkembangan Ilmu dan Teknologi Jelas bagi kita apa yang telah dikemukakan dalam bab terdahulu bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini telah
ditentukan
hukum-hukumnya
oleh
Allah
atau
disebut dengan sunnatullah. Dengan adanya sunnatullah agar
kehidupan
ini
bisa
berjalan
secara
seimbang.
Sunnatullah yang berlaku dalam alam semesta itulah yang sesungguhnya dicari atau ingin diketahui oleh para pencari atau para peneliti kebenaran, seperti ilmuan, Filosof, dan lain-lain. Mengenai sunnatullah yang menyangkut hukum alam ini melukiskan bagaimana alam bertingkah laku pada kondisi
tetentu.
pengukuran
Karena
terhadap
dalam
penelitian
besaran-besaran
fisik
dilakukan misalnya
jarak, kecepatan, suhu, arus listrik dan sebagainya. Maka ilmu yang dihasilkannya bersifat obyektif kuantitatif, dan hukum-hukumnya dapat dirumuskan secara matematis6. Dalam tatanan lingkungan hidup (ekosistem) yang diciptakan Allah itu mempunyai hukum keseimbangan, dalama al-Qur’an Allah berfirman dalam surat shaad ayat 27 :
ﻼ ً ﻃ ِ ض َوﻣَﺎ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬﻤَﺎ ﺑَﺎ َ ﺴﻤَﺎء وَا ْﻟ َﺄ ْر ﺧَﻠ ْﻘﻨَﺎ اﻟ ﱠ َ َوﻣَﺎ Artinya : “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia (tanpa hikmah)”.7
6 Prof. Dr. A. Balquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Pustaka, Jakarta, Cet. I, 1983, hlm. 3. 7 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Jaya Sakti, Surabaya, 1971, hlm. 736.
83
Menurut ekologi memang tidak ada mahluk yang percuma diciptakan oleh Tuhan. Kehidupan mahluk baik tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun manusia saling berkaitan
dalam
suatu
tatanan
lingkungan
hidup.
Misalnya, bila terjadi gangguan yang luar bisa terhadap salah satu unsur (jenis mahluk) dari lingkungan hidup tadi karena kegiatan manusia atau oleh proses alam, maka akan terjadi pula gangguan terhadap keseimbangan dalam lingkungan hidup (ekosistem) secara menyeluruh. Sebagai contoh hutan yang berada jauh di hulu sungai, jika di tebang habis secara sewenang-wenang atau terbakar habis akan menimbulkan akibat berupa banjir besar di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Selanjutnya hal itu mengganggu kehidupan padi di sawah-sawah, dan akhirnya menimbulkan paceklik (kekurangan makanan), bagi manusia dan binatang yang hidup dalam daerah aliran sungai itu. Semua mahluk di situ mempunyai hubungan dan keterikatan hidup. Oleh karena itu agar tetap terpelihara keseimbangan dan
kelestarian
kesejahteraan lainnya,
maka
lingkungan
hidup
manusia
jauh-jauh
hidup dan
sebelumnya
(alam)
demi
mahluk-mahluk Tuhan
telah
memperingatkan kepada manusia dalam al-Qur’an pada surat Al-A’raf ayat 85 :
ﺧ ْﻴ ٌﺮ ﱠﻟ ُﻜ ْﻢ إِن آُﻨﺘُﻢ َ ﺣﻬَﺎ َذِﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻼ َﺻ ْ ض َﺑ ْﻌ َﺪ ِإ ِ ﻷ ْر َ ﺴﺪُو ْا ﻓِﻲ ا ِ ﻻ ُﺗ ْﻔ َ َو ﻦ َ ﱡﻣ ْﺆ ِﻣﻨِﻴ Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah memperbaikinya)”.8
8
Ibid, hlm. 235.
84
Kata-kata ba’da islahiha pada ayat tersebut dengan jelas
menunjukkan
adanya
hukum
keseimbangan
(Equilibrium) dalam tatanan lingkungan hidup (alam) yang harus diusahakan agar tetap terpelihara kelestariannya9. Sekarang ini adalah zaman atom dan segalanya serba otomatis. Dengan perantaraan satelit komunikasi bisa bicara langsung antar benua, bahkan
orang yang
diajak bicara pun dapat dilihat di layar Televisi (audio visual micro wive) seakan-akan dunia ini bagaikan satu keluarga saja. Komputer dan serba mesin adalah salah satu pertanda dunia modern, kecepatan pesawat terbang super sonic satu koma enam kali kecepatan suara, seakanakan membuat dunia ini dekat antara Negara satu dengan yang lain atau antar benua bagi manusia. Ketahuilah
bagi
segala
undang-undang
dan
peraturan tekhnologi itu hanya merupakan olahan dari pada undang-undang ciptaan Tuhan. Hukum listrik, radio, televisi, tenaga atom dan lain-lain itu sudah menjadi peraturan alam, manusia tinggal mencari dan menemukan untuk diolah demi kesejahteraan manusia. Sifat api membakar, segala benda yang kena panas akan memuai, hukum uap listrik, hukum udara, gravitasi bumi, semua itu adalah merupakan undang-undang alam yang telah ada sebelum manusia ada dan sampai besok alam musnah adalah merupakan hukum sebab akibat (hukum kausalitas). Manusia tidak menciptakan hukum alam atau membuatnya, tetapi menemukan hukum yang sebelumnya telah ada. Itulah yang dinamakan undangundang
alam
atau
sunnatullah
yang
tidak
pernah
9 Prof. KH. Bustani Al-Ghani, Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Qur’an, Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 171.
85
berubah. Manusia mencari hukum dan rahasia alam untuk diacu dan diolah yang kesemuanya itu adalah untuk kesejahteraan hidupnya10. Hal itu semua merupakan peringatan Allah kepada seluruh mahluknya dan Allah telah menentukan undangundang
atau
kesejahteraan
hukum-hukumnya mahluknya
dan
semua
adanya
itu
demi
keseimbangan
dalam kehidupan ini, dan hukum-hukum Tuhan itu tidak bisa berubah dan tidak bisa pindah.
10
13.
Umar Hasyim, Mencari Takdir, Ramadlani, Solo, Cet. III, 1983, hlm.12-