BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Analisis Aset Tetap pada PT Patra Jasa Aset tetap berperan sangat penting dalam kehidupan sebuah perusahaan, karena
dengan aset tetaplah, hampir semua kegiatan operasional dapat dilakukan. Oleh karena itu pengelolaan dan pencatatan setiap transaksi terkait dengan aset tetap merupakan hal yang penting. Setiap pengelolaan dan pencatatan transaksi tersebut mengarah ke pengambilan keputusan manajemen yang akan mempengaruhi arah perkembangan dan kebijakan perusahaan. PT Patra Jasa merupakan salah satu perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar, karena bergerak di bidang properti dan perhotelan. Penting bagi perusahaan ini untuk mengelola dan melakukan prosedur akuntansi menurut standar PSAK. Aset tetap PT Patra Jasa merupakan bagian terbesar dari keseluruhan aset perusahaan (sekitar 83%). Oleh karena itu akan menjadi suatu masalah jika aset tetap tidak dikelola dan dilakukan prosedur akuntansi yang sesuai standar, apalagi mengingat seluruh kegiatan operasional yang menghasilkan pendapatan bagi PT Patra Jasa berasal dari penggunaan aset tetap. Tentunya PT Patra Jasa harus mempunyai kebijakan akuntansi yang mendukung pencatatan dan pengelolaan serta pengungkapan aset tetap yang sesuai dengan PSAK. Mengenai pencatatan mulai dari perolehan aset tetap, pengeluaran setelah perolehan awal, penyusutan aset tetap, hingga pada penghapusbukuan aset tetap akan dibahas oleh penulis satu per satu.
39
1.
Klasifikasi Aset Tetap Berdasarkan pengamatan dari penulis, aset tetap pada PT Patra Jasa telah
terklasifikasikan dengan baik. Adapun klasifikasi daripada aset tetap dan nilainya beserta dengan total transaksi penambahan, pengurangan, reklasifikasi, dan akumulasi penyusutannya adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Tabel Klasifikasi Aset Tetap
2008
Saldo awal
Biaya perolehan : Tanah Bangunan Kendaraan Inventaris Asset dalam penyelesaian
44,421,769,214 301,969,578,841 2,337,547,888 135,492,106,627 1,027,540,621
Jumlah
485,248,543,191
2.
Penambahan 0 4,472,295,191 148,350,588 8,465,319,910 860,857,859 13,946,823,548
Pengurangan Reklasifikasi 0 ‐1,049,857,700 0 ‐446,596,084 166,000,000 0 0 ‐10,450,000 0 733,878,882 ‐773,024,902 166,000,000
Saldo akhir 43,371,911,514 305,995,277,948 2,319,898,476 143,946,976,537 2,622,277,362 498,256,341,837
Akuntansi Perolehan Aset Tetap Penulis akan menjelaskan mengenai prosedur pencatatan akuntansi yang
dilakukan saat terjadi perolehan aset tetap. Dalam menentukan harga perolehan sebuah aset tetap, adalah semua biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah aset tetap siap digunakan dijumlahkan, kemudian hasilnya adalah harga perolehan aset tetap tersebut. A. Tanah Penentukan harga perolehan tanah, meliputi harga tanah itu sendiri ditambah dengan berbagai biaya terkait dalam perolehan tanah tersebut sampai tanah itu siap digunakan. Biaya-biaya tersebut meliputi semua biaya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap untuk digunakan, tetapi biaya legal atas pengurusan hak atas tanah tidak dimasukkan ke dalam nilai perolehan tanah tetapi diamortisasi secara terpisah. 40
Contoh : PT Patra Jasa pada tahun 1978 membeli tanah di jalan Dukuh Patra II no. 72 dengan harga tanah sebesar Rp. 18.753.760 dan sertifikat tanah sebesar Rp. 28.373.166 untuk dibangun menjadi perumahan. Pada saat pembelian tanah tersebut, kedua transaksi dipisahkan dengan jurnal sebagai berikut : Tanah Jalan Dukuh Patra II No.72 Kas Sertifikat Tanah Jalan Dukuh Patra II No.72 Kas
Rp. 18.753.760 Rp. 18.753.760 Rp. 28.373.166 Rp. 28.373.166
B. Bangunan Semua biaya terkait yang berhubungan dengan pembelian atau konstruksi bangunan didebitkan ke dalam harga perolehan bangunan. Semua biaya yang diperlukan untuk menyiapkan sebuah bangunan hingga dapat dipakai dimasukkan ke dalam harga perolehan bangunan, termasuk biaya untuk komisi, dan pajak. Sedangkan untuk bangunan yang dikonstruksi, maka biaya yang termasuk adalah biaya persiapan lahan, pembangunan kabel dan tiang listrik, pipa air, pembayaran jasa arsitek, serta pembayaran bunga pinjaman untuk pembiayaan dilakukannya pembangunan. Untuk beban bunga pinjaman dalam periode dikonstruksinya bangunan, dimasukkan ke dalam harga perolehan bangunan. Tetapi setelah pembangunan selesai dilakukan, maka beban bunga dicatat sebagai beban bunga biasa (Interest expense). Contoh : PT Patra Jasa pada tahun 1973 membangun sebuah gedung perkantoran dengan 22 lantai di Jalan Gatot Subroto Kav. 32-34. Keseluruhan 41
biaya konstruksi mulai dari biaya pembayaran jasa arsitek, pembelian lahan, pembersihan, hingga instalasi semuanya ditotal sebesar Rp. 295.9375. Maka dilakukan penjurnalan seperti berikut : Gedung Perkantoran Gatot Subroto Kav. 32-34 Kas
Rp. 295.9375 Rp. 295.9375
C. Kendaraan Untuk biaya perolehan kendaraan, sama seperti aset tetap lainnya, pencatatan atas harga perolehan adalah semua biaya yang dikeluarkan sampai kendaraan tersebut siap digunakan. Tetapi biaya STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan biaya asuransi kendaraan tidak boleh dimasukkan ke dalam harga perolehan kendaraan. Pada April 2002, PT Patra Jasa melakukan pembelian kendaraan Toyota Kijang LSX bekas dengan nomor kendaraan B 8419 HV untuk kegiatan operasional perusahaan. Nilai perolehan kendaraan tersebut adalah Rp. 120.400.000, sudah termasuk pajak, dan biaya-biaya lainnya. Jurnal yang dibuat adalah: Toyota Kijang LSX B 8419 HV Kas
Rp. 120.400.000 Rp. 120.400.000
D. Inventaris/ Peralatan Inventaris meliputi mesin, peralatan, dan furniture. Pada tanggal 15 April 2004 dilakukan pembelian terhadap Pompa Air Hydropur-Grundfos 1.5 kw dengan harga Rp. 12.006.500, di dalamnya sudah termasuk biaya pemasangan, maka pencatatannya adalah sebagai berikut: Pompa Air Hydropur-Grundfos 1.5 kw Kas
Rp. 12.006.500 Rp. 12.006.500 42
3.
Akuntansi Penyusutan pada Aset Tetap Nilai dari aktiva tetap dapat berkurang karena berkurangnya kemampuan dari
aset tetap tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan perusahaan. Dalam akuntansi, berkurangnya kemampuan tersebut dinilai dalam nominal dan disebut sebagai beban penyusutan/ depresiasi. Beban penyusutan biasanya dicatat/ dibukukan pada saat penutupan buku. Berdasarkan kebijakan perusahaan, maka penyusutan terhadap semua aset tetap pada PT Patra Jasa dilakukan dengan menggunakan metode SLN (Straight Line Method). Metode ini menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya. Rumus dari penyusutan dengan SLN adalah : D = A C – SV LT D = Depreciation (beban depresiasi)
SV = Salvage Value (nilai sisa)
AC = Acquisition Cost (harga beli)
LT = Life Time (masa manfaat aset)
Berikut kebijakan penentuan masa manfaat ekonomis aset tetap PT Patra Jasa: Tabel 4.2 Tabel Kebijakan Akuntansi Depresiasi Jenis Aset Tetap
Masa Manfaat
Persentase penyusutan /tahun
Rumah dan gedung Kendaraan Mesin dan peralatan berat
20 tahun 8 tahun 8 tahun
5.00% 12.50% 12.50%
Inventaris dan peralatan
8 tahun
12.50%
43
Berikut adalah perhitungan penyusutan pada salah satu sampel aset tetap PT Patra Jasa berupa rumah pompa Hotel Patra Jasa dengan harga Rp. 51.304.000 yang dibeli tahun 2001. Berikut perkiraan penyusutan untuk rumah pompa tersebut: Tabel 4.3 Tabel Depresiasi Rumah Pompa No. Tahun Beban Depresiasi /tahun 2,565,200 1 2001 2,565,200 2 2002 2,565,200 3 2003 2,565,200 4 2004 2,565,200 5 2005 2,565,200 6 2006 2,565,200 7 2007 2,565,200 8 2008 2,565,200 9 2009 2,565,200 10 2010 2,565,200 11 2011 2,565,200 12 2012 2,565,200 13 2013 2,565,200 14 2014 2,565,200 15 2015 2,565,200 16 2016 2,565,200 17 2017 2,565,200 18 2018 2,565,200 19 2019 2,565,200 20 2020
Nilai buku 51,304,000 48,738,800 46,173,600 43,608,400 41,043,200 38,478,000 35,912,800 33,347,600 30,782,400 28,217,200 25,652,000 23,086,800 20,521,600 17,956,400 15,391,200 12,826,000 10,260,800 7,695,600 5,130,400 2,565,200 0
Penyusutan juga dilakukan dengan cara yang sama terhadap semua jenis aset tetap PT Patra Jasa, yang membedakannya hanya masa manfaat daripada aset tetap tersebut yang mempengaruhi persentase penyusutan tiap tahun. Misalnya pada kendaraan yang masa manfaatnya 8 tahun; sebuah mobil Kijang LGX B 415 MB yang dibeli pada 1 Februari 2003 dengan harga Rp. 143.900.000, maka penyusutannya adalah sebagai berikut:
44
Tabel 4.4 Tabel Depresiasi Kijang LGX B 415 MB No.
Tahun
Beban Depresiasi /tahun
Nilai buku
Feb‐03
143,900,000
1
Des 2003
11/12 x 17,987,500 = 16,488,542
127,411,458
2
Des 2004
17,987,500
109,423,958
3
Des 2005
17,987,500
91,436,458
4
Des 2006
17,987,500
73,448,958
5
Des 2007
17,987,500
55,461,458
6
Des 2008
17,987,500
37,473,958
7
Des 2009
17,987,500
19,486,458
8
Des 2010
17,987,500
1,498,958
9
Feb‐11
1/12 x 17,987,500 = 1,498,958
0
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa apabila sebuah aset tetap diperoleh pada bulan X, maka sesuai dengan jadwal depresiasi, nilai dari aset itu juga akan berakhir pada bulan X juga, kecuali apabila terjadi biaya/ pengeluaran yang dapat meningkatkan nilai / masa manfaat dari aset tetap tersebut. Penulis juga ingin menunjukkan bahwa PT Patra Jasa yang sebagian besar asetnya berupa tanah dan bangunan, dalam depresiasinya bagian-bagian dari aset tetap tersebut ada yang disusutkan secara terpisah. Hal ini diperbolehkan oleh PSAK apabila biaya perolehan setiap bagian dari aset tetap mempunyai nilai yang cukup signifikan. Dalam hal ini, penulis mengambil sampel dari Buku penyusutan Hotel Patra Jasa pada tahun 2008 sebagai berikut:
45
Tabel 4.5 Tabel Depresiasi Kamar Hotel Patra Jasa NO.
NAMA ASET
JML TAHUN (UNIT) PEROLEHAN
1
Kamar 21 ; 22
1975
2
Kamar 23 ; 24
1975
3
Kamar 25 ; 26
1975
4
Kamar 27 ; 28
1975
5
Kamar 29 ; 30
1975
6
Kamar 31 ; 32
1975
7
Kamar 33 ; 34
1975
8
Kamar 35 ; 36
1975
9
Kamar 37 ; 38
1975
10
Kamar 39 ; 40
1975
11
Kamar 41 ; 42
1975
12
Kamar 43 ; 44
1975
13
Kamar 45 ; 46
1975
14
Kamar 47 ; 48
1975
15
Kamar 49 ; 50
1975
AKUMULASI
BEBAN
TOTAL AKUM.
NILAI BUKU
NILAI
DEPRESIASI
PENYUSUTAN
PENYUSUTAN
S/D
PEROLEHAN
S/D 31 DES 2007
TAHUN 2008
S/D DES 2008
31 DES 2008
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penyusutan bangunan hotel Patra Jasa dipisahkan atas kamar-kamar sehingga penyusutan kamar yang satu pada dasarnya dibedakan dari kamar yang lainnya. Sedangkan aset tetap berupa tanah tidak didepresiasi, sesuai dengan PSAK kecuali berkaitan dengan syarat-syarat tertentu yang ditentukan dalam PSAK.
46
4.
Akuntansi Pembiayaan Aset Tetap setelah Perolehan
Setelah pembelian/ konstruksi aset tetap selesai, pembiayaan terhadap aset tetap tidak berhenti di situ. Setelah perolehan, aset tetap harus tetap dipelihara dan dirawat. Akan ada beban dan pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk mengoperasikan/ mendayagunakan aset tetap tersebut. Pembiayaan setelah perolehan awal aset tetap dilakukan dapat digolongkan menjadi dua bagian: 1.
Revenue Expenditure, yaitu pengeluaran yang bersifat rutin dan dilakukan untuk menjaga efisiensi operasi dari aktiva tetap. Pembiayaan ini biasanya hanya menghabiskan sedikit dana. Pembiayaan seperti ini contohnya adalah Reparasi kendaraan minor, ganti oli pada kendaraan, pengecatan ruangan, service A/C rutin, dan lain-lain. Pembiayaan seperti ini biasanya dimasukkan ke dalam akun Beban Perbaikan, dan dibebankan ke dalam Laporan Laba/Rugi pada periode akuntansi berjalan.
2.
Capital
Expenditure,
yaitu
pengeluaran
yang
biasanya
berupa
penambahan kemampuan maupun kualitas terhadap aktiva tetap yang sudah ada, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi operasi, kapasitas produksi, ataupun umur ekonomis dari aset tetap. Biasanya pembiayaan jenis ini besar jumlah nominalnya dan bukan merupakan kejadian yang sering terjadi. Pembiayaan jenis ini akan mempengaruhi kegiatan operasi perusahaan di masa mendatang, sehingga pembiayaan ini akan menambah nilai dari aset tetap. Jurnalnya adalah dengan
47
mendebitkan
Akumulasi
penyusutan
aset
tetap
sehingga
nilai
akumulasinya berkurang. Untuk lebih detailnya, penulis mengemukakan 5 jenis pengeluaran yang dilakukan terhadap aset tetap setelah perolehan dan bagaimana 5 jenis pengeluaran ini dikelompokkan, apakah termasuk beban tahun berjalan atau perlu dikapitalisasi. 1. Pemeliharaan (Maintanance) Merupakan tindakan atau aktivitas yang ditujukan hanya semata-mata agar membuat suatu aktiva tetap berfungsi sebagaimana mestinya dan pengeluaran yang timbul hendaknya di bebankan pada periode berjalan yang ditandingkan dengan pendapatan. Misalnya PT Patra Jasa membayar sebesar Rp 500.000 untuk membersihkan 5 unit AC di ruangan kantor sekaligus menambah Freon sebanyak 5 psi. Aktivitas ini adalah dimaksudkan hanya untuk membuat AC tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka atas pengeluaran tersebut dicatat sebagai berikut : Beban pemeliharaan kantor Kas
Rp. 500.000 Rp. 500.000
2. Perbaikan (Repair) Perbaikan diperhitungkan sebagai aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan (maintenance). Suatu aktivitas dapat dikatakan sebagai perbaikan apabila untuk membuat aktiva tersebut berfungsi sebagaimana mestinya diperlukan tindakan pemulihan kondisi atas bagian/ komponen yang mengalami penurunan fungsi, akan tetapi belum diperlukan suatu
48
penggantian. Aktivitas perbaikan ini dapat dikapitalisasi tergantung daripada jumlah biaya yang dikeluarkan, apakah material atau tidak. Biaya perbaikan ini dapat dibagi menjadi biaya perbaikan minor dan biaya renovasi. Biaya perbaikan minor akan dibebankan pada laporan laba rugi pada periode berjalan, sedangkan biaya renovasi yang biasanya nilainya material akan dikapitalisasi. Misalnya renovasi gedung Poncowati di Hotel Patra Jasa pada tanggal 1 Januari 2001 dengan biaya Rp. 873.958.000 dijurnal sebagai berikut: Akumulasi penyusutan Gedung Poncowati Kas
Rp. 873.958.000 Rp. 873.958.000
3. Penggantian Komponen (Replacement) Aktivitas ini ditandai dengan adanya penggantian atas satu komponen atau lebih dari suatu aset tetap. Misalnya beberapa monitor CPU yang rusak diputuskan untuk digantikan dengan yang baru. Penggantian ini harus dikapitalisasi. Maka pencatatannya adalah sebagai berikut : Akumulasi penyusutan CPU Kas
Rp. 4.500.000 Rp. 4.500.000
4. Pengangkatan Kapasitas (Upgrading) Pada fase pertumbuhan perusahaan, biasanya disertai dengan peningkatan produksi, sebagai konsekuensinya, tidak jarang perusahaan harus melakukan peningkatan kapasitas terhadap aset tetap yang digunakan (entah itu mesin, peralatan atau bahkan gedungnya). Suatu upgrading, tentu akan memicu adanya pengeluaran-pengeluaran yang biasanya cukup material. Misalnya
49
karena keperluan listrik yang meningkat maka dilakukan penambahan daya, dan terjadi pengeluaran kas dengan rincian : 1 unit Generator 30 KWH
= Rp 18.000.000
1 unit panel MCB
= Rp 1.500.000
400 meter Kabel
= Rp 500.000
Biaya pemasangan
= Rp 1.000.000
Total Pengeluaran
= Rp 21.000.000
Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut : Peralatan listrik Kas
Rp 21.000.000 Rp 21.000.000
5. Turun Mesin (Overhaul) Istilah turun mesin terjadi pada aset tetap yang menggunakan mesin. Misalnya mobil, kendaraan, mesin produksi, dan peralatan produksi. Dikatakan mengalami turun mesin apabila untuk membuatnya berfungsi lebih baik, diperlukan tindakan pembongkaran terhadap hampir seluruh komponen atau komponen utama dari aktiva tersebut, untuk kemudian dilakukan pemasangan kembali. Pada proses turun mesin hampir pasti akan terjadi sekaligus tindakan pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian koponen. Aktivitas turun mesin biasanya terjadi pada saat aset tetap tersebut mengalami penurunan fungsi yang sangat signifikan akibat penggunaan yang sudah relatif lama. Aktifitas turun mesin (overhaul) sudah pasti akan membuat umur ekonomis aktiva tersebut menjadi bertambah. Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran yang timbul hendaknya dikapitalisasi.
50
Selain itu, apabila terjadi overhaul hamper bisa dipastikan aset tetap tersebut akan bertambah masa manfaatnya karena pergantian mesin yang dilakukan akan menambah keefektifan aset itu sendiri. Misalnya harus dilakukan turun mesin pada sebuah mobil operasional kantor. Biaya turun mesin adalah Rp. 15.000.000 dan diperkirakan akan menambah umur produktif sampai 5 tahun mendatang. Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut: Akumulasi penyusutan mobil
Rp. 15.000.000
Kas
Rp. 15.000.000
Berikut adalah faktor-faktor yang juga perlu dipertimbangkan untuk memilah apakah suatu pengeluaraan setelah perolehan aset tetap termasuk Revenue Expenditure atau Capital Expenditure : 1. Tingkat Keseringan Jika jenis pengeluaran tersebut sering terjadi dan sifatnya rutin (repetitive), sebaiknya pengeluaran tersebut dibiayakan saja. 2. Materialitas Jika pengeluaran tersebut sifatnya material, maka sebaiknya dikapitalisasi. Dan apabila tidak material, cukup dicatat sebagai beban pada periode berjalan. 3. Lama Manfaat Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan memberikan manfaat lebih dari satu tahun buku/ satu periode buku, maka sebaiknya di kapitalisasi, jika hanya satu tahun buku atau kurang, sebaiknya dibebankan di periode berjalan. 51
4. Pengaruhnya terhadap Umur Ekonomis atau kapasitas Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan menambah umur ekonomis atau meningkatkan kapasitas operasi daripada aset tetap tersebut, maka sebaiknya di kapitalisasi. Meskipun PT Patra Jasa telah memiliki kebijaksanaan, apabila pembiayaan/ pengeluarannya melebihi dari Rp. 4.000.000 maka akan dikapitalisasi, sedangkan apabila pembiayaannya kurang dari Rp. 4.000.000 maka dibukukan sebagai beban. 5.
Akuntansi Pembiayaan Aset Tetap setelah Perolehan Penghapusbukuan suatu aset tetap dapat terjadi dengan beberapa kondisi: a) Masa manfaat aset tetap tersebut telah habis, tetapi aset tetap tersebut masih dapat digunakan. b) Masa manfaat aset tetap tersebut masih ada tetapi harus digantikan dengan aset tetap sejenis yang lebih baru karena pertimbangan efisiensi dan efektivitas dikarenakan perkembangan teknologi. c) Aset tetap tersebut tidak dapat digunakan lagi, mungkin karena hilang, rusak, terkena bencana alam, ataupun kecelakaan. Metode penghapusbukuan ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1. Retirement, aset tetap yang ada dibuang. 2. Dijual, aset tetap yang ada dijual dengan harga tertentu ke pihak luar perusahaan. 3. Ditukar aset tetap ditukar dengan aset tetap, baik sejenis maupun tidak sejenis. Apapun metode yang digunakan dalam penghapusbukuan, harus diketahui nilai
buku dari aset tetap yang dihapusbukukan tersebut. Nilai buku adalah selisih dari harga pembelian aset tetap terhadap akumulasi depresiasi yang dikenakan terhadap aset tetap. Pada saat penghapusbukuan, beban depresiasi tahun berjalan perlu dihitung dan dicatat. 52
Dalam penelitian, penulis juga menemukan bahwa aset tetap pada PT Patra Jasa yang sebagian besar adalah bangunan mengalami depresiasi hingga mencapai nilai buku nihil, tetapi masih tetap digunakan dalam operasional perusahaan. Penulis kembali menampilkan buku penyusutan Hotel Patra Jasa 2008: Tabel 4.6 Tabel Depresiasi Kamar Hotel Patra Jasa 2 NO.
NAMA ASET
JML TAHUN (UNIT) PEROLEHAN
1
Kamar 21 ; 22
1975
2
Kamar 23 ; 24
1975
3
Kamar 25 ; 26
1975
4
Kamar 27 ; 28
1975
5
Kamar 29 ; 30
1975
6
Kamar 31 ; 32
1975
7
Kamar 33 ; 34
1975
8
Kamar 35 ; 36
1975
9
Kamar 37 ; 38
1975
10
Kamar 39 ; 40
1975
11
Kamar 41 ; 42
1975
12
Kamar 43 ; 44
1975
13
Kamar 45 ; 46
1975
14
Kamar 47 ; 48
1975
15
Kamar 49 ; 50
1975
AKUMULASI
BEBAN
TOTAL AKUM.
NILAI BUKU
NILAI
DEPRESIASI
PENYUSUTAN
PENYUSUTAN
S/D
PEROLEHAN
S/D 31 DES 2007
TAHUN 2008
S/D DES 2008
31 DES 2008
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396 11,631,396
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari penyusutan di atas, penulis ingin menunjukkan bahwa PT Patra Jasa tidak menghapusbukukan aset yang telah habis nilai bukunya dikarenakan aset tersebut masih
53
dapat digunakan untuk operasional perusahaan meskipun sudah habis nilai bukunya. Hal ini wajar terjadi dan tidak menyalahi PSAK. Adapun penulis mendapati tabel penyusutan lain untuk properti perumahan di Jakarta, sebagai berikut: Tabel 4.7 Tabel Depresiasi Perumahan Taman Patra NO.
AKUMULASI
BEBAN
NAMA ASET
TAHUN
NILAI
PENYUSUTAN
PEROLEHAN
PEROLEHAN
DEPRESIASI S/D 31 DES 2007
TOTAL AKUM. PENYUSUTAN
TAHUN 2008
S/D DES 2008
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
RUMAH JL.TAMAN PATRA V/02 377M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/03 347M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/04 377M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/05 358M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/10 342M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/14 377M RUMAH JL.TAMAN PATRA V/16 368M RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/01 342M RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/02 345M RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/03 357M
1982 1982 1982 1982 1984 1982 1982 1984 1984 1984
NILAI BUKU S/D 31 DES 2008
82.046.559
82.046.558
0
82.046.558
1
80.309.783
0
80.309.783
1
81.676.396
0
81.676.396
1
76.817.671
0
76.817.671
1
106.100.317
0
106.100.317
1
79.807.829
0
79.807.829
1
79.898.493
0
79.898.493
1
95.142.542
0
95.142.542
1
92.460.417
0
92.460.417
1
80.309.784 81.676.397 76.817.672 106.100.317 79.807.830 79.898.494 95.142.542 92.460.417 96.874.382
96.874.382
0
96.874.382
1
RUMAH JL.TAMAN PATRA VIII/01 347M
1984
978.553
978.553
0
978.553
1
RUMAH JL.TAMAN PATRA VIII/02 347M
1984
978.553
978.553
0
978.553
1
76.743.614
0
76.743.614
1
RUMAH JL.TAMAN PATRA X/01 367M
1982
76.743.615
Penulis mendapati bahwa adanya ketidakseragaman dalam mencatat aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai. Sebenarnya bukan masalah yang terlalu besar, tetapi sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan, seharusnya nilai buku tercantum disisakan sebesar Rp. 1.
54
Berikut penulis akan membahas tentang jenis-jenis kejadian yang menyebabkan terjadinya penghapusbukuan aset tetap pada PT Patra Jasa beserta dengan perlakuan akuntansinya. 1. Penghapusbukuan akibat kerusakan/ kehilangan/ kebakaran/ kecelakaan pada aset tetap. Kejadian seperti itu akan dijurnal dengan mendebet Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Kerugian penghapusan karena kerusakan/ kehilangan/ kebakaran/ kecelakaan, dan mengkredit Aset Tetap tersebut. Pada Juni 2008 lampu sorot tebal untuk dekorasi taman Hotel Patra Jasa Jasa pecah. Lampu tersebut dibeli pada tahun 2003 dengan harga Rp 10.560.911 dan telah mengalami penyusutan sebesar Rp. 6.600.569. Nilai buku lampu tersebut sekarang Rp. 3.960.342. Maka yang harus dilakukan pertama kali adalah menghitung beban depresiasi yang belum diakumulasikan untuk tahun berjalan. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Lampu sorot tersebut disusutkan selama 8 tahun, yang berarti penyusutan satu tahunnya: Rp. 10.560.911 / 8 tahun = Rp. 1.320.114. Sedangkan periode tahun ini sudah berjalan 6 bulan, berarti beban depresiasi yang dihitung adalah: Rp. 1.320.114 x 6/12 tahun = Rp. 660.057. Jurnal untuk beban depresiasi tahun berjalan hingga lampu tersebut pecah adalah: Beban depresiasi – Bollard Lamp Akumulasi depresiasi
Rp. 660.057 – Bollard Lamp
Rp. 660.057
Jurnal untuk melakukan penghapusbukuan adalah sebagai berikut : Akumulasi penyusutan – Bollard Lamp
Rp. 7.920.683
Kerugian penghapusan – Bollard Lamp
Rp. 2.640.228
Bollard Lamp
Rp 10.560.911 55
2. Penghapusbukuan akibat penjualan aset tetap. Pada tahun 2004 terjadi penjualan aset tetap berupa tanah Rp. 79.299.588 yang dijual dengan harga Rp. 6.347.757.659. Pencatatan adalah sebagai berikut: Kas
Rp. 6.347.757.659 Keuntungan penjualan atas tanah
Rp. 6.268.458.071
Tanah
Rp.
79.299.588
3. Penghapusbukuan dengan cara pertukaran dengan aset tetap lainnya. Berdasarkan wawancara, penghapusbukuan jenis ini tidak pernah terjadi di PT Patra Jasa.
Oleh
karena
itu
penulis
tidak
membahas
lebih
lanjut
mengenai
penghapusbukuan aset tetap dengan cara ditukarkan dengan aset tetap lainnya, baik aset tetap sejenis maupun tidak.
IV.2
Analisis Aset Tetap pada PT Patra Jasa
a. Kondisi Dalam penelitian penulis menemukan beberapa transaksi yang kurang tepat dalam pencatatannya. 1. Pada pembangunan sebuah kolam renang yang berlokasi di perumahan mandala tanggal 1 Juni 2003, dengan nama aset Kolam Renang JMR 41 senilai Rp. 124.000.000, dijurnal terpisah dari biaya disainnya sebesar Rp. 1.172.000 dan biaya pengawasan pembangunan sebesar Rp. 4.960.000. Kolam Renang JMR 41 pada awalnya didepresiasi dengan perhitungan sebagai berikut: Tahun 2003
= 5% x Rp. 124.000.000 x 7/12
= Rp. 3.616.667
Tahun 2004
= 5% x Rp. 124.000.000
= Rp. 6.200.000 56
Tahun 2005
= 5% x Rp. 124.000.000
= Rp. 6.200.000
Tahun 2006
= 5% x Rp. 124.000.000
= Rp. 6.200.000
Tahun 2007
= 5% x Rp. 124.000.000
= Rp. 6.200.000
Tahun 2008
= 5% x Rp. 124.000.000
= Rp. 6.200.000
Total
= Rp. 34.616.667
2. Pengecatan ruangan Yudistira di kantor pusat Gatot Subroto pada tahun 1996 dengan biaya sebesar Rp. 3.847.000. Perusahaan bahkan melakukan penyusutan terhadap aktivitas pengecatan ruang Yudistira ini, dengan menjurnal : Beban penyusutan pengecatan Yudistira room
Rp. 192.350
Ak. penyusutan pengecatan Yudistira room
Rp. 192.350
Dan akumulasi hingga tahun berjalan telah mencapai Rp 2.500.550, dan menyisakan Rp. 1.346.450. 3. Pencatatan pada kendaraan dengan masa manfaat 8 tahun; sebuah mobil Kijang LGX
B
415 MB yang dibeli pada 1 Februari 2003 dengan harga Rp.
143.900.000. Pada tahun 2005 dilakukan pelapisan kaca film warna hitam V Cool serta reparasi A/C dan radio yang rusak sehingga menambah nilai jual dari mobil tersebut sebesar biaya yang dikeluarkan untuk pelapisan kaca film warna hitam V Cool dan reparasi A/C yaitu Rp. 8.000.000. Transaksi di atas dicatat sebagai revenue expenditure dan dibebankan ke rugi laba tahun berjalan. 4. Penulis mendapati bahwa adanya ketidakseragaman dalam mencatat aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai. Sebenarnya bukan masalah yang terlalu besar, tetapi sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan, seharusnya nilai buku tercantum disisakan sebesar Rp. 1. Terlihat terjadinya inkonsistensi yang melanggar prinsip dasar akuntansi. 57
b. Kriteria 1. Seharusnya biaya disain dan pengawasan pembangunan dimasukkan ke dalam nilai perolehan dari Kolam Renang JMR 41 tersebut. Sehingga nilai dari bangunan Kolam Renang JMR 41 tersebut menjadi senilai: Rp. 1.172.000 + Rp. 4.960.000 + Rp. 124.000.000 = Rp. 130.132.000 2. Pembiayaan ini harusnya merupakan Revenue Expenditure dan tidak menambah nilai aset tetap bangunan kantor pusat Gatot Subroto karena bentuk pengeluaran ini hanya bersifat minor, tidak material dibandingkan dengan nilai bangunan kantor pusat Gatot Subroto. 3. Transaksi yang terjadi pada tahun 2005 adalah transaksi capital expenditure karena menambah nilai aset tetap tersebut dan cukup material. 4. Seharunya semua aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai dicatat dengan nilai 1. c. Sebab 1. Ketidaktelitian dalam menelaah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kolam renang, dan akuntan tidak menyadari harus digabungkannya biaya-biaya tersebut ke dalam nilai perolehan aset. 2. Kebijakan akuntansi perusahaan yang tidak diterapkan dengan baik akibat kesalahan akuntan. 3. Kebijakan akuntansi perusahaan yang tidak diterapkan dengan baik akibat kesalahan akuntan. 4. Sosialisasi kebijakan akuntansi untuk setiap daerah yang membuat laporan keuangan dan laporan aset sendiri kurang, sehingga tidak terjadi keseragaman dalam pencatatan. 58
d. Akibat 1. Terjadi kesalahan dalam pencatatan akuntansi aset tetap dalam mencatat nilai perolehan kolam renang JMR 41. 2. Terdapat pencatatan transaksi yang sebetulnya bukan merupakan aset tetap dalam buku aset tetap. 3. Nilai akumulasi penyusutan mobil kijang tidak sesuai dengan keadaan riilnya. Akibat secara keseluruhan adalah penyajian laporan keuangan yang berhubungan dengan aset tetap akan terpengaruh dan nilai yang tersaji kurang tepat dan akan mempengaruhi laporan keuangan tahun-tahun berikutnya. 4. Terjadinya inkonsistensi dalam pencatatan aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai, hal ini melanggar prinsip dasar akuntansi mengenai konsistensi. e. Rekomendasi 1. Perlu dilakukan jurnal koreksi dengan terlebih dahulu membenarkan tabel depresiasi kolam renang JMR 41 sebagai berikut : Tahun 2003
= 5% x Rp. 130.132.000 x 7/12
= Rp. 3.795.517
Tahun 2004
= 5% x Rp. 130.132.000
= Rp. 6.506.600
Tahun 2005
= 5% x Rp. 130.132.000
= Rp. 6.506.600
Tahun 2006
= 5% x Rp. 130.132.000
= Rp. 6.506.600
Tahun 2007
= 5% x Rp. 130.132.000
= Rp. 6.506.600
Tahun 2008
= 5% x Rp. 130.132.000
= Rp. 6.506.600
Total
= Rp. 36.328.517
Terdapat selisih antara Rp. 34.616.667 dan Rp. 36.328.517 yaitu sebesar Rp. 1.711.850. Maka jurnal koreksi yang harus dilakukan adalah 59
Laba ditahan
Rp. 1.711.850
Ak. depresiasi Kolam Renang JMR 41
Rp. 1.711.850
Untuk selanjutnya, setiap kali dilakukan pembangunan atas aset tetap maka segala biaya yang diperlukan harus dianggarkan dan dihitung pada akhir proyek dan setiap biaya yang berkaitan langsung dengan pembangunan aset tetap tersebut dimasukkan ke dalam nilai perolehan aset tetap tersebut. Berikut adalah tabel perhitungan nilai kolam renang JMR 41 pada buku aset : Tabel 4.8 Tabel Nilai Kolam Renang JMR 41 Pada Buku Aset Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai kolam renang JMR 41 Rp 124,000,000 Rp 120,383,333 Rp 114,183,333 Rp 107,983,333 Rp 101,783,333 Rp 95,583,333 Rp 89,383,333
Beban depresiasi Rp 3,616,667 Rp 6,200,000 Rp 6,200,000 Rp 6,200,000 Rp 6,200,000 Rp 6,200,000
Akumulasi depresiasi Rp 3,616,667 Rp 9,816,667 Rp 16,016,667 Rp 22,216,667 Rp 28,416,667 Rp 34,616,667
Berikut adalah perhitungan yang seharusnya : Tabel 4.9 Tabel Nilai Kolam Renang JMR 41 Seharusnya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai kolam renang JMR 41 Rp 130,132,000 Rp 126,336,483 Rp 119,829,883 Rp 113,323,283 Rp 106,816,683 Rp 100,310,083 Rp 93,803,483
Beban depresiasi
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3,795,517 6,506,600 6,506,600 6,506,600 6,506,600 6,506,600
Akumulasi depresiasi Rp 3,795,517 Rp 10,302,117 Rp 16,808,717 Rp 23,315,317 Rp 29,821,917 Rp 36,328,516
Berikut adalah selisih nilai buku dengan yang seharusnya :
60
Tabel 4.10 Tabel Selisih Nilai Kolam Renang JMR 41 Dengan Seharusnya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Selisih nilai kolam renang JMR 41 Rp 6,132,000 Rp 5,953,150 Rp 5,646,550 Rp 5,339,950 Rp 5,033,350 Rp 4,726,750 Rp 4,420,150
Selisih Beban depresiasi
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
178,850 306,600 306,600 306,600 306,600 306,600
Selisih Akumulasi depresiasi Rp 178,850 Rp 485,450 Rp 792,050 Rp 1,098,650 Rp 1,405,250 Rp 1,711,850
Dari tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa laporan keuangan pada tahun 2003 sampai pada tahun 2008 tidak mencerminkan nilai aset tetap kolam renang JMR 41 dengan tepat. 2. Menghapuskan aset Pengecatan Yudistira room dari buku aset tetap dengan menjurnal jurnal koreksi sebagai berikut : Ak. penyusutan pengecatan Yudistira room
Rp 2.500.550
Pengecatan Yudistira room
Rp. 1.346.150
Laba ditahan
Rp. 1.154.400
Untuk selanjutnya, setiap kali dilakukan aktivitas pengecatan ruangan, maka harus diklasifikasikan sebagai revenue expenditure. Apabila pengecatan terhadap ruangan bersifat rutin maka dianggarkan saja dalam beban tahun berjalan. 3. Harus dilakukan pembenahan terhadap pencatatan nilai Kijang LGX B 415 MB bersangkutan sebagai berikut :
61
Tabel 4.11 Tabel Depresiasi Kijang LGX B 415 MB Seharusnya No.
Tahun
Beban Depresiasi /tahun
Nilai buku
Feb‐03
143,900,000
1
Des 2003
11/12 x 17,987,500 = 16,488,542
127,411,458
2
Des 2004
17,987,500
109,423,958
3
Tahun 2005
Penambahan nilai Rp. 5,000,000
114,423,958
4
Des 2005
18,809,418
95,614,540
5
Des 2006
18,809,418
76,805,122
6
Des 2007
18,809,418
57,995,704
7
Des 2008
18,809,418
39,186,286
8
Des 2009
18,809,418
20,376,868
9
Des 2010
18,809,418
1,567,450
10
Feb‐11
1/12 x 18,809,418 = 1,567,450
0
Perhitungan untuk beban depresiasi satu tahun sejak tahun 2003 sampai 2004 adalah: Rp. 143.900.000/ 8 tahun = Rp. 17.987.500 Perhitungan beban depresiasi pada tahun 2003 adalah: 11/12 x Rp. 17.987.500 = Rp. 16.488.542 Hal ini dikarenakan pembelian dilakukan pada bulan Februari sehingga perhitungan depresiasi untuk tahun 2003 hanya terjadi selama 11 bulan yaitu dari bulan Februari ke bulan Desember 2003. Pada tahun 2005 terjadi pengeluaran Capital Expenditure yang mengakibatkan kenaikan nilai kendaraan sebesar Rp. 5.000.000 Sehingga pada tahun 2005, terjadi perubahan nilai depresiasi juga, dengan perhitungan: Rp. 5.000.000/ 73 bulan = Rp. 68.439 x 12 bulan = Rp. 821.918 Penyusutan sekarang: Rp. 821.918 + Rp. 17.987.500 = Rp. 18.809.418 Dan pada Februari 2011, nilai aset tetap tersebut akan terdepresiasi hingga mencapai 0. 62
Berikut adalah perbandingan nilai tercatat Kijang LGX B 415 MB dengan yang seharusnya yang juga menunjukkan salah saji pada laporan keuangan.
Tabel 4.11 Tabel Depresiasi Kijang LGX B 415 MB Seharusnya No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai Tercatat Beban Depresiasi /tahun Nilai buku 3‐Feb 143,900,000 Des 2003 11/12 x 17,987,500 = 16,488,542 127,411,458 Des 2004 17,987,500 109,423,958 Tahun 2005 Des 2005 17,987,500 91,436,458 Des 2006 17,987,500 73,448,958 Des 2007 17,987,500 55,461,458 Des 2008 17,987,500 37,473,958 Des 2009 17,987,500 19,486,458 Des 2010 17,987,500 1,498,958 11‐Feb 1/12 x 17,987,500 = 1,498,958 0 Tahun
Nilai Seharusnya Beban Depresiasi /tahun 11/12 x 17,987,500 = 16,488,542 17,987,500 Penambahan nilai Rp. 5,000,000 18,809,418 18,809,418 18,809,418 18,809,418 18,809,418 18,809,418 1/12 x 18,809,418 = 1,567,450
Nilai buku 143,900,000 127,411,458 109,423,958 114,423,958 95,614,540 76,805,122 57,995,704 39,186,286 20,376,868 1,567,450 0
Dari tabel sebelumnya dapat kita lihat bahwa sejak tahun 2005 perhitungan antara nilai tercatat dan nilai seharusnya mulai berbeda. Hal ini diakibatkan karena kesalahan pengakuan capital expenditure sebagai revenue expenditure sejumlah Rp. 5.000.000. Jurnal koreksi yang harus dilakukan pada tahun 2008 adalah untuk mengkoreksi akumulasi beban terdepresiasi dari tahun sejak reparasi mobil dilakukan yaitu tahun 2005. Perhitungannya adalah sebagai berikut : (Rp. 18,809,418 – Rp. 17,987,500) x 4 tahun = Rp. 1.712.328 Maka perlu dilakukan jurnal koreksi sebagai berikut : Laba ditahan Ak. depresiasi Kijang LGX B 415 MB
Rp. 1.712.328 Rp.
1.712.328 63
f. Pengaruh terhadap Laporan Keuangan Neraca PT Patra Jasa tahun 2008 adalah sebagai berikut : PT PATRA JASA NERACA 31 DESEMBER 2008 ASET ASET LANCAR Kas Piutang Piutang lain-lain Persediaan Uang muka pajak Pembayaran dimuka Aktiva lancar lainnya
29.770.113.502 16.936.894.131 1.641.992.387 1.911.962.190 1.666.718.259 1.248.924.945 1.136.648.086
JUMLAH ASET LANCAR
54.313.253.500
ASET TETAP Aset pajak tangguhan Penyertaan saham Aset tetap - bersih Aset lain-lain
11.878.468.867 122.292.252 261.510.214.059 20.823.094.106
JUMLAH ASET TETAP
294.334.069.284
JUMLAH ASET
348.647.322.783
KEWAJIBAN DAN EKUITAS KEWAJIBAN LANCAR Utang Usaha Jaminan Pelanggan Biaya yang masih harus dibayar Utang Pajak Utang uang muka Pendapatan diterima dimuka Utang kepada afilisai Pesangon Pensiun Utang bank JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR
5.169.179.266 9.220.707.943 11.354.070.003 5.076.179.907 2.852.096.830 9.414.808.849 7.567.820.609 3.000.000.000 1.160.774.794 55.858.636.670
64
KEWAJIBAN TIDAK LANCAR Uang Muka Penjualan tanah Pendapatan diterima dimuka Utang bank Utang afiliasi Pesangon Pensiun
3.276.423.800 9.414.808.849 12.415.052.900 7.567.820.609 29.850.427.325
JUMLAH KEWAJIBAN TIDAK LANCAR
62.524.533.483
EKUITAS Modal Saham Tambahan modal disetor Selisih penilaian kembali Aktiva teteap Laba ditahan
54.882.000.000 652.900.798 38.755.362 174.690.496.470
JUMLAH EKUITAS
230.264.152.630
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS
348.647.322.783
Setelah dijurnal koreksi, maka laporan keuangan dan pencatatan pada buku aset yang seharusnya pada tahun 2008 adalah sebagai berikut : PT PATRA JASA NERACA 31 DESEMBER 2008 ASET ASET LANCAR Kas Piutang Piutang lain-lain Persediaan Uang muka pajak Pembayaran dimuka Aktiva lancar lainnya
29.770.113.502 16.936.894.131 1.641.992.387 1.911.962.190 1.666.718.259 1.248.924.945 1.136.648.086
JUMLAH ASET LANCAR
54.313.253.500
ASET TETAP Aset pajak tangguhan Penyertaan saham
11.878.468.867 122.292.252
65
Aset tetap - bersih Aset lain-lain
261.507.944.281 20.823.094.106
JUMLAH ASET TETAP
294.331.799.506
JUMLAH ASET
348.645.053.005
KEWAJIBAN DAN EKUITAS KEWAJIBAN LANCAR Utang Usaha Jaminan Pelanggan Biaya yang masih harus dibayar Utang Pajak Utang uang muka Pendapatan diterima dimuka Utang kepada afilisai Pesangon Pensiun Utang bank
5.169.179.266 9.220.707.943 11.354.070.003 5.076.179.907 2.852.096.830 9.414.808.849 7.567.820.609 3.000.000.000 1.160.774.794
JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR
55.858.636.670
KEWAJIBAN TIDAK LANCAR Uang Muka Penjualan tanah Pendapatan diterima dimuka Utang bank Utang afiliasi Pesangon Pensiun
3.276.423.800 9.414.808.849 12.415.052.900 7.567.820.609 29.850.427.325
JUMLAH KEWAJIBAN TIDAK LANCAR
62.524.533.483
EKUITAS Modal Saham Tambahan modal disetor Selisih penilaian kembali Aktiva teteap Laba ditahan
54.882.000.000 652.900.798 38.755.362 174.688.226.692
JUMLAH EKUITAS
230.261.882.852
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS
348.645.053.005
Setelah melakukan penelitian, maka penulis menemukan beberapa hal yang sudah dilakukan dengan baik oleh PT Patra Jasa, yaitu:
66
a. Penggolongan/ Klasifikasi Aset Tetap telah dilakukan dengan baik. b. Daftar aset tetap telah dibuat dengan menggunakan keterangan lengkap. Adanya daftar perolehan aset dengan keterangan harga perolehan, waktu terjadinya pembelian, umur ekonomis, akumulasi depresiasi dan nilai buku dari aset tetap. c. Semua transaksi ekonomi yang terjadi terhadap aset tetap telah dicatat. d. Bukti dan dokumen-dokumen perolehan aset tetap sudah lengkap Sedangkan kekurangan yang didapati oleh penulis setelah melakukan penelitian dan pengambilan serta pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Tidak adanya pemeriksaan yang rutin terhadap kondisi aset tetap yang berdampak pada umur ekonomis aset tersebut. b. Tidak menjelaskan secara terperinci pengeluaran biaya yang digunakan untuk setiap aset tetap yang ada. Dalam pengamatan penulis, juga terdapat hal-hal yang kurang baik, seperti: a. Pencatatan nilai perolehan yang kurang tepat b. Dalam melakukan pembelian, perusahaan tidak melakukan analisa terhadap nilai perolehan aset tetap dan perbandingan terhadap harga pasar. c. Ada biaya-biaya yang seharusnya menjadi bagian dari nilai perolehan aset tetap, tetapi tidak dimasukkan ke dalam nilai perolehan aset tetap
67