BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Analisa Curah Hujan
4.1.1
Jumlah Kejadian Bulan Basah (BB)
Bulan basah yang dimaksud disini adalah bulan yang didalamnya terdapat curah hujan lebih dari 100 mm (menurut metode Mohr), pada grafik dibawah ini diperlihatkan jumlah/banyaknya kejadian bulan basah dalam setahun yang ada di daerah Dago, Bandung. Dari grafik diperlihatkan bahwa jumlah/banyaknya kejadian bulan basah dari tahun 1950 sampai 2005 mengalami fluktuasi. Rata-rata dari tahun 1950-2005 adalah 8 kejadian BB per tahun. Dari grafik tersebut dapat diklasifikasikan beberapa kejadian sebagai berikut : 1. Tahun dengan jumlah kejadian bulan basah kategori banyak, dengan jumlah kejadian ≥ 10 kejadian adalah tahun 1955 (11 kejadian), 1958 (10 kejadian), 1968 (11 kejadian), 1978 (10 kejadian), 1979 (10 kejadian), 1998 (11 kejadian), dan tahun 2001 (10 kejadian). 2. Tahun dengan jumlah kejadian bulan basah kategori
sedikit, dengan jumlah
kejadian ≤ 5 kejadian adalah tahun 1967 (4 kejadian), 1982 (5 kejadian), dan tahun 1991 (4 kejadian). Jumlah kejadian bulan basah periode tahun 1950-2005 15 10 5
1950 1952 1954 1956 1958 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
0
Bulan basah
Gambar 4.1 Grafik jumlah kejadian bulan basah pada periode tahun 1950-2005 untuk daerah Dago kota Bandung IV-1
4.1.2 Curah Hujan (CH) Rata-rata Curah hujan rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam setahun dibagi dengan 12 (banyaknya bulan dalam setahun). Grafik curah hujan rata-rata per tahun selama tahun 1950-2005 pada daerah Dago, Bandung dapat dilihat pada grafik dibawah ini. dari grafik diketahui curah hujan rata-rata dari periode tahun 1950-2005 sebesar 169 mm. Dari grafik tersebut curah hujan rata-rata yang ada dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Tahun dengan curah hujan rata-rata tinggi, dengan curah hujan rata-rata ≥ 200 mm/tahun adalah tahun 1958 (224.25 mm/tahun), 1960 (207.42 mm/tahun), 1968 (206.83 mm/tahun), 1973 (214.83 mm/tahun), 1983 (229.42 mm/tahun), 1986 (228.63 mm/tahun), 1992 (249.07 mm/tahun), dan 1998 (229.98 mm/tahun). 2. Tahun dengan curah hujan rata-rata rendah, dengan curah hujan rata-rata ≤ 150 mm/tahun adalah tahun 1950 (135.92 mm/tahun), 1951 (146.17 mm/tahun), 1953 (141.67 mm/tahun), 1957 (224.25 mm/tahun), 1959 (148 mm/tahun), 1963 (94.08 mm/tahun), 1965 (139.33 mm/tahun), 1967 (105.33 mm/tahun), 1976 (137.5 mm/tahun), 1977 (148.5 mm/tahun), 1982 (101.33 mm/tahun), 1997 (116.65 mm/tahun), dan 2000 (132.23 mm/tahun). Grafik jumlah curah hujan rata-rata bulanan (mm/tahun) periode tahun 1950-2005 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 1950 1952 1954 1956 1958 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
0.00
CH rata2
Gambar 4.2 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dalam milimeter/tahun (mm/tahun) pada periode tahun 1950-2005 untuk daerah Dago kota Bandung
IV-2
4.1.2 Curah Hujan Tahunan Curah hujan tahunan pada grafik dibawah ini adalah jumlah total dari curah hujan selama satu tahun (12 bulan). Dari gambar grafik tersebut tahun-tahun dengan curah hujan yang tinggi dan yang rendah hampir sama dengan gambar grafik curah hujan ratarata. Kategori tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Tahun dengan jumlah curah hujan tahunan tinggi, dengan jumlah curah hujan ≥ 2500 mm adalah tahun 1958 (2691 mm), 1973 (2578 mm), 1979 (2628 mm), 1983 (2753 mm), 1986 (2743.5 mm), 1992 (2989 mm), 1996 (2524 mm), dan 1998 (2760 mm). 2. Tahun dengan jumlah curah hujan tahunan rendah, dengan jumlah curah hujan tahunan ≤ 1500 mm adalah tahun 1963 (1129 mm), 1967 (1264 mm), 1982 (1216 mm), dan 1997 (1400 mm). Rata-rata jumlah curah hujan per tahun periode 1950-2005 adalah sebesar 2028 mm.
Jumlah curah hujan per tahun (mm) periode tahun 1950-2005 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
1950 1952 1954 1956 1958 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
0
CH BB+BK
Gambar 4.3 Grafik jumlah curah hujan per tahun dalam millimeter (mm) bulan basah pada periode tahun 1950-2005 untuk daerah Dago kota Bandung
IV-3
4.1.3 Curah Hujan Rata-rata dan Curah Hujan Maksimum Rata-rata Pada gambar dibawah ini ditunjukkan grafik curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata pada bulan basah., dari grafik didapatkan : 1. Periode tahun 1950-1977 a. Curah hujan rata-rata sebesar 14 mm b. Curah hujan maksimum rata-rata sebesar 49 mm 2. Periode tahun 1978-2005 a. Curah hujan rata-rata sebesar 14 mm b. Curah hujan maksimum rata-rata sebesar 52 mm, mengalami kenaikan sebesar 5,7 % bila dibandingkan dengan periode 1950-1977 Grafik curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata 80 70 Curah hujan rata‐rata
60 50 40 30
y = 0.141x + 47.20
Linear (Curah hujan rata‐ rata)
20 10 0
Curah hujan maksimum rata‐rata
y = 0.017x + 13.52
Linear (Curah hujan maksimum rata‐rata)
Gambar 4.4 Grafik curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata pada bulan basah periode tahun 1950-1977 untuk daerah Dago kota Bandung Grafik curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata 80 70
y = 0.194x + 49.31 Curah hujan rata‐rata
60 50
Curah hujan maksimum rata‐rata
40 30 20
y = ‐0.084x + 15.68
10
Linear (Curah hujan rata‐ rata) Linear (Curah hujan maksimum rata‐rata)
0
IV-4
Gambar 4.5 Grafik curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata pada bulan basah periode tahun 1978-2005 untuk daerah Dago kota Bandung
4.1.4 Durasi Hujan (t) Penentuan durasi hujan berdasarkan persamaan paulhus dibagi menjadi beberapa suatu nilai range : .
0 0
10
10
25
25
50 50
8 .
10 .
20 .
40 .
50
Dimana : R
: Curah Hujan (mm)
t
: Durasi hujan (jam)
Curah hujan yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah curah hujan maksimum rata-rata pada bulan basah. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran B Tabel 4.1. Curah hujan maksimum rata-rata yang terdapat pada data curah hujan harian tahun 1950-2005 berkisar antara 25-50 mm dan ≥ 50 mm, sehingga rumus yang digunakan adalah 2 rumus dibawah ini : 25
50
50
Pada tabel X adalah 40 (25-50 mm) dan 50 (≥ 50 mm). IV-5
.
40
.
50
Sedangkan untuk menghitung intensitas curah hujan maksimum digunakan rumus Mononobe sebagai berikut : 24 24 Dimana : I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
T
= lamanya curah hujan (jam)
R24
= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Dibawah ini adalah grafik durasi hujan untuk curah hujan maksimum rata-rata antara tahun 1950-1977 dan 1978-2005. Dari grafik didapatkan : 1. Periode tahun 1950-1977 a. Durasi hujan dari curah hujan rata-rata sebesar 0,47 S b. Durasi hujan dari curah hujan maksimum sebesar 1,20 S 2. Periode tahun 1978-2005 a. Durasi hujan dari curah hujan rata-rata sebesar 0,52 S, mengalami kenaikan sebesar 9.61 % dari periode sebelumnya b. Durasi hujan dari curah hujan maksimum sebesar 1,23 S, mengalami kenaikan sebesar 0.81 % dari periode sebelumnya Durasi curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum 2.5 2 y = 0.008x + 1.072
1.5
Durasi rata‐rata Durasi maksimum
1
Linear (Durasi rata‐rata) 0.5
Linear (Durasi maksimum) 1976
1974
1972
1968
1966
1964
1962
1960
1958
1956
1954
1952
1950
0
1970
y = 0.001x + 0.448
Gambar 4.6 Grafik durasi curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam jam periode tahun 1950-1977 untuk daerah Dago kota Bandung
IV-6
Durasi curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum 2.5 2 y = 0.004x + 1.169 1.5
Durasi rata‐rata Durasi maksimum
1
Linear (Durasi rata‐rata) y = ‐0.007x + 0.624
0.5
Linear (Durasi maksimum)
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
0
Gambar 4.7 Grafik durasi curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam jam periode tahun 1978-2005 untuk daerah Dago kota Bandung
4.1.5 Intensitas Curah Hujan Rata-rata dan Intensitas Curah Hujan Maksimum Rata-rata Dalam penelitian ini untuk menghitung intensitas curah hujan maksimum digunakan rumus Mononobe yang telah disesuaikan dengan data intensitas curah hujan yang ada di stasiun meteorologi ITB, Kemala Pergina (2007).sebagai berikut : 24 24 Dimana : I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
T
= lamanya curah hujan (jam)
R24
= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
IV-7
Pada gambar dibawah ini diperlihatkan grafik intensitas curah hujan rata-rata dan intensitas curah hujan maksimum dari periode tahun 1950-1977 dan periode tahun 1978-2005. Intensitas curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum (mm/jam) y = ‐0.028x + 15.66
20 15 10 5
y = ‐0.004x + 8.160 1950 1951 1952 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977
0
Intensitas rata‐rata
Intensitas maksimum
Linear (Intensitas rata‐rata)
Linear (Intensitas maksimum)
Gambar 4.8 Grafik intensitas curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam milimeter per jam (mm/jam) periode tahun 1950-1977 untuk daerah Dago kota Bandung Intensitas curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum (mm/jam) 20 15 y = 0.017x + 15.69
10 5
y = 0.017x + 7.719 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
0
Intensitas rata‐rata
Intensitas maksimum
Linear (Intensitas rata‐rata)
Linear (Intensitas maksimum)
Gambar 4.9 Grafik intensitas curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam milimeter per jam (mm/jam) periode tahun 1978-2005 untuk daerah Dago kota Bandung Dari grafik diatas didapatkan informasi sebagai berikut : 1. Periode tahun 1950-1977 a. Intensitas dari curah hujan rata-rata sebesar 8.1 mm/jam IV-8
b. Intensitas dari curah hujan maksimum sebesar 15.3 mm/jam 2. Periode tahun 1978-2005 a. Intensitas dari curah hujan rata-rata sebesar 8.0 mm/jam, mengalami penurunan sebesar 1.23 % dari periode sebelumnya b. Intensitas dari curah hujan maksimum sebesar 16.0 mm/jam, mengalami kenaikan sebesar 1.88 % dari periode sebelumnya
4.2 Debit (Q) Dari Dimensi Saluran Perhitungan debit dari dimensi saluran menurut rumus umum perhitungan debit dari dimensi saluran dihitung dengan rumus 2.6-2.8.
Dimana : F
= Luas penampang basah (m2)
Q
= Debit (m3/dt)
V
= Kecepatan aliran (m/dt)
Kecepatan aliran (V) dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning : . Dimana : V
= Kecepatan aliran (m/s)
n
= Koefisien kekasaran dinding menurut Manning (tabel 2.2)
Dimana : F
= Luas penampang basah (m2)
P
= Keliling penampang basah (m)
i
= Kemiringan saluran samping (%)
S1/2
= Kemiringan melintang normal perkerasan jalan (%)
Langkah-langkah perhitungan debit dari dimensi saluran dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung jari-jari hidraulis dan kecepatan aliran. 2. Menghitung debit maksimum yang dapat ditampung oleh saluran.
IV-9
Detail irisan saluran samping Jl.Ir.H. Juanda dari sub dinas perencanaan Bina Marga adalah sebagai berikut :
Gambar 4.1. Dimensi saluran samping dari Jl.Ir.H. Juanda, Dago kota Bandung (Sumber : Sub Dinas Perencanaan Bina Marga , 2007) Dari informasi saluran samping Jl.Ir.H. Juanda didapatkan nilai sebagai berikut : F
= 0.6 m2
P
= 3.2 m
n
= 0.011 (saluran beton halus dan rata dengan kondisi baik)
i
= 10 % (beton)
S1/2
= 3 % (beraspal/beton dan tidak datar) dengan nilai 0.17 (maksimum)
Selanjutnya melalui perhitungan didapatkan : 1. R
= 0.1875
2. V
= 0.50 m/s
3. Q
= 0.52 m3/s
Perhitungan debit (Q) dari dimensi saluran didapatkan nilai sebesar 0.52m3/s
IV-10
4.3 Debit (Q) Dari Intensitas Curah Hujan Maksimum Debit (Q) dari intensitas curah hujan maksimum dihitung dengan menggunakan rumus rasional sebagai berikut : . . . Dimana : Q
= Debit puncak (m3/s)
k
= Koefisien (0,278 bila luas daerah dalam km2 dan 0,00278 bila luas daerah dalam
ha) C
= Koefisien pengaliran
I
= Intensitas curah hujan maksimum (I Maks) rata-rata (mm/jam)
A
= Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Untuk luas daerah (A) yang digunakan untuk menghitung debit menggunakan rumus rasional dapat dilihat pada gambar 4.3.1 dibawah ini :
Gambar 4.1 Panjang daerah tangkapan hujan (Sumber : Dinas Bina Marga, 1990) L (M) = Batas daerah yang diperhitungkan, yang panjangnya sama dengan lebar perkerasan jalan (
). Dari data yang diperoleh melalui pengukuran manual di lapangan
didapatkan L = 15-16 m, pada penelitian tugas akhir ini yang digunakan adalah lebar maksimum (dengan asumsi karena menggunakan intensitas curah hujan maksimum). Luas daerah yang diperhitungkan (A) dapat dilihat pada gambar 4.3.2.
IV-11
Gambar sketsa daerah perhitungan penelitian tugas akhir pada jalan Ir.H. Juanda kota bandung :
Gambar 4.10 Daerah perhitungan (Sumber : Dinas Bina Marga, 1990) Keterangan : L (M) = Batas daerah pengaliran (km) i1
= Kemiringan perkerasan jalan (%)
i2
= Kemiringan saluran samping (%)
Langkah perhitungan debit (Q) dari intensitas curah hujan maksimum (I Maks) adalah sebagai berikut : 1. Menentukan koefisien pengaliran (C) Jl.Ir.H. Juanda kota bandung dari tabel koefisien pengaliran. 2. Menentukan luas daerah pengaliran (A), pengukuran langsung di lapangan. 3. Menghitung debit (Q) dari I Maks yang telah didapatkan. Penentuan koefisien pengaliran (C) ditentukan dari kondisi permukaan tanah, pada daerah sekitar Jl.Ir.H. Juanda yang dikategorikan sebagai daerah perkotaan/jalan beton dan aspal, yang mempunyai nilai koefisien pengaliran (C) sebesar 0.70 – 0.95, dengan nilai maksimum. Batas daerah pengaliran yang diperhitungkan adalah 16 m (16.10-3 km), sehingga didapat luas daerah pengaliran (A) sebesar 256.10-3 km2. Dari intensitas curah IV-12
hujan rata-rata dan intensitas curah hujan maksimum (2 periode yang berbeda) yang telah didapatkan Q (debit) dengan perhitungan dengan metode rasional. Dibawah ini adalah grafik debit maksimum untuk curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum rata-rata antara tahun 1950-1977 dan 1978-2005. Dari grafik didapatkan : 1. Periode tahun 1950-1977 a. Debit (Q) dari curah hujan rata-rata sebesar 0,55 m3/ S b. Debit (Q) dari curah hujan maksimum sebesar 1,03 m3/S 2. Periode tahun 1978-2005 a. Debit (Q) dari curah hujan rata-rata sebesar 0,54 m3/S, mengalami penurunan sebesar 1.8 % dari periode sebelumnya b. Debit (Q) dari curah hujan maksimum sebesar 1,08 m3/S, mengalami kenaikan sebesar 4.6 % dari periode sebelumnya Debit maksimum dari curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum
1950 1951 1952 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Debit (Q) rata‐rata
Debit (Q) maksimum
Debit (Q) saluran
Gambar 4.11 Grafik debit maksimum dari curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam meter kubik per detik (m3/s) periode tahun 19501977 untuk daerah Dago kota Bandung
IV-13
Gambar grafik debit (lanjutan)… Debit maksimum dari curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum 1.5 1 0.5
1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
0
Debit (Q) rata‐rata
Debit (Q) maksimum
Debit (Q) saluran
Gambar 4.12 Grafik debit maksimum dari curah hujan rata-rata dan curah hujan maksimum dalam meter kubik per detik (m3/s) periode tahun 19782005 untuk daerah Dago kota Bandung
IV-14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pada penelitian tugas akhir didapatkan kesimpulan antara lain : 1. Analisa curah hujan pada periode tahun 1950-2005 di daerah Dago, Bandung adalah sebagai berikut : a. Jumlah kejadian bulan basah rata-rata dari tahun 1950-2005 adalah 8 kejadian Bulan Basah (BB) per tahun b. Curah hujan rata-rata bulanan dari periode tahun 1950-2005 adalah sebesar 169 mm. c. Rata-rata untuk Curah Hujan Maksimum (CH Maks) periode 1950-2005 adalah sebesar 51 mm. 2. Curah hujan rata-rata untuk periode tahun 1950-1977 dan periode tahun 19782005 sebesar 14 mm atau tetap. 3. Curah hujan maksimum rata-rata ntuk periode tahun 1978-2005 sebesar 52 mm, mengalami kenaikan sebesar 5,7 % bila dibandingkan dengan periode 1950-1977 (49 mm). 4. Debit limpasan (Q) dari intensitas curah hujan maksimum (I Maks) pada periode 1978-2005 lebih tinggi daripada periode 1950-1977 yaitu 1.08 m3/s dibandingkan dengan 1.03 m3/s, ada kenaikan sebesar 0.5 m3/s atau 2.6 %. 5. Debit (Q) maksimum yang dapat ditampung oleh saluran samping di Jl.Ir.H. Juanda adalah sebesar 0.52 m3/s atau lebih kecil dibandingkan dengan debit limpasan dari intensitas curah hujan maksimum (I Maks) pada periode tahun 1950-2005.
V-1
5.2 Saran 1. Dari perbandingan debit (Q) dari intensitas curah hujan maksimum dengan debit (Q) saluran samping, perlu ditinjau ulang dimensi saluran yang ada sekarang ini. 2. Jika Intensitas maksimum dijadikan acuan maka dibutuhkan hampir 2x dimensi saluran yang ada sekarang ini agar tidak terjadi genangan.
V-2