BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Analisis Strategi Perusahaan
Dalam melakukan analisis laporan keuangan, analisis strategi perusahaan menjadi analisis awal yang digunakan untuk menilai kondisi ekonomis dari suatu perusahaan secara realitas. Dengan analisis strategi perusahaan, analis dapat melihat sejauh mana tingkat internal dan eksternal perusahaan mampu memberikan kontribusi pada keberlangsungan bisnis perusahaan. Untuk melihat tingkat kualitatif dari ekonomi PT XL Axiata Tbk yang didasarkan pada realitas bisnis, penulis melakukan analisis SWOT dan analisis Porter.
IV.1.1
Analisis SWOT
Adapun analisis SWOT ini berdasarkan dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan dengan tujuan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman apa yang dimiliki oleh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. 1. Analisis Lingkungan Internal a. Kekuatan Kekuatan perusahaan merupakan salah satu faktor internal yang membantu perusahaan untuk dapat bersaing dengan kompetitor lainnya.
44
Kekuatan PT XL Axiata Tbk: 1. Memiliki lebih dari 30.000 Base Transceiver Station (BTS) diseluruh Indonesia, tersebar melalui Sumatra termasuk Aceh, jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan cakupan populasi 90%. 2. Jaringan antara kombinasi fiber optic dan transmisi microwave untuk memenuhi kebutuhan pelanggan akan komunikasi. 3. XL mengadopsi kerangka ISO 31000 yang dijalankan melalui Manajemen Resiko Perusahaan untuk menghadapi potensi berbagai resiko. 4. Menetapkan tiga tujuan utama yang dicapai yaitu cakupan wilayah yang lebih luas, kapasitas data yang lebih besar, dan kualitas layanan yang lebih baik. 5. XL berhasil meraih 4 dari 7 penghargaan untuk kategori operator, yakni Best GSM Operator, Best Customer Growth, Best Value Added Service, serta Best BlackBerry Package dalam penghargaan Indonesia Cellular Award (ICA) yang diselenggarakan oleh Tabloid Sinyal pada bulan juni 2012. 6. Meraih Brand Choice Award 2012 untuk kategori “Operator BlackBerry pilihan wanita” yang diselenggarakan oleh Majalah Kartini bekerjasama dengan Lembaga Riset Pemasaran Woman Insight Center (WIC). 7. Pada 21 September 2006 PT XL Axiata meluncurkan layanan telekomunikasi selular berbasis 3G pertama yang tercepat dan terluas di Indonesia. 8. XL menghadirkan layanan XL 3G Rood, yakni merupakan kemuktahiran dari layanan 3G yang sudah ada, sehingga layanan 3G lebih maksimal dan optimal.
45
b. Kelemahan Kelemahan perusahaan yang terdapat pada PT XL Axiata Tbk: 1. PT XL Axiata Tbk. (tahun 1989) tidak setua dua kompetitor pendahulunya yakni PT Telkom Tbk (Persero) yang berdiri tahun 1856 dan PT Indosat Tbk yang berdiri tahun 1967 dalam hal kehadirannya tetapi XL memiliki kelebihan dibanding kedua kompetitornya tersebut yakni kecepatan akses internet dengan didukung area penyebaran menara pemancar sebesar 90% di seluruh Indonesia. 2. Gangguan sinyal pada saat cuaca buruk hampir merupakan menjadi masalah bagi semua operator seluler. Hal ini karena teknologi merupakan buatan manusia yang tentu tidak luput dari kelemahan seperti sinyal yang bermasalah saat cuaca buruk. Namun dengan kelemahan ini, perusahaan berupaya untuk dapat memperbaiki kinerja teknologi mereka secara berkelanjutan.
2. Analisis Lingkungan Eksternal a. Peluang Peluang perusahaan: 1. Menurut Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) yang penulis akses melalui www.teknojurnal.com menunjukkan bahwa jumlah pelanggan seluler di Indonesia per tahun 2011 telah mencapai lebih dari 240 juta pelanggan, naik 60 juta pelanggan dibanding tahun 2010. Hal ini berarti ada kenaikan sebesar 33% dari tahun 2010. Tingginya jumlah pelanggan seluler di Indonesia jelas menjadi peluang yang baik bagi perusahaan, sebab dengan melihat survei dari ATSI
46
tersebut bisa diperkirakaan bahwa pengguna jasa telekomunikasi seluler semakin meningkat. Peluang tersebut dimanfaatkan perusahaan dengan baik, terbukti dengan meningkatnya pendapatan usaha di tahun 2011 yakni sebesar Rp 18.921.070 juta atau naik sebesar Rp 1.284.175 juta dari tahun sebelumnya. 2. Pengiriman uang secara cepat menjadi salah satu kebutuhan sehari-hari masyarakat sekarang ini. PT XL Axiata Tbk (XL) meluncurkan XL Tunai – Pengiriman Uang Domestik, sebuah fitur baru aplikasi layanan virtual XL Tunai yang memudahkan pelanggan untuk dapat mengirimkan uang dengan mudah melalui ponsel. b. Ancaman Ancaman yang dihadapi perusahaan: 1. Perusahaan telekomunikasi merupakan perusahaan yang memerlukan modal besar baik berupa modal awal, aset lancar seperti kas dan setara kas, aset tetap seperti perlengkapan, maupun tenaga kerja. Oleh karena itu peluang akan ancaman dari kompetitor baru terbilang kecil, selain itu jangka waktu berdirinya perusahaan-perusahaan telekomunikasi di Indonesia terbilang panjang yakni di atas sepuluh tahun. 2. Promosi yang dilakukan oleh para kompetitor perusahaan merupakan ancaman yang perlu diperhatikan. Ketertarikan konsumen terhadap produk dari kompetitor lain memungkinkan beralihnya konsumen perusahaan ke produk lain. Hal ini perlu diantisipasi perusahaan untuk menjaga kesetiaan konsumen pada produk perusahaan. Sebagai contoh saat ini Indosat tengah melakukan 47
promosi untuk paket blackberry Rp 90.000 untuk tiga bulan. Promosi tersebut dapat menjadi ancaman bagi perusahaan, itu sebabnya perusahaan harus memanfaatkan ancaman dari promosi ini sebagai peluang dengan mengeluarkan promosi yang tidak kalah menarik dengan kompetitor lainnya.
Berdasarkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan, dapat dibuat Matriks SWOT untuk mengembangkan strategi bisnis perusahaan: Strategi SO (Strengths-Opportunity)
1. Melakukan promosi secara intens
Strategi WO (Weakness-Opportunity)
1. Mengurangi beban operasional
baik di pulau jawa maupun di luar
pemeliharaan infrastruktur jaringan
wilayah pulau jawa guna
dengan menjual menara BTS.
meningkatkan jumlah pelanggan perusahaan. 2. Meningkatkan kerjasama dengan
2. Memperkerjakan karyawan yang
media cetak maupun elektronik
kompeten dalam menyelesaikan
untuk lebih memperkenalkan
masalah pada menara sehingga
program XL-Tunai.
kualitas jaringan tetap stabil.
Strategi ST (Strengths-Threats)
Strategi WT (Weakness-Threats)
1. Dalam merespon promosi yang dilakukan pihak kompetitor melalui
1. Mengontrol biaya-biaya yang berhubungan dengan operasional
48
media elektronik, ada baiknya
sehingga laba yang dihasilkan dapat
perusahaan mengalihkan bentuk
maksimal.
promosi yang tadinya saling menjatuhkan dengan “perang tarif”, diganti dengan lebih menonjolkan sisi sosial dari perusahaan. 2. Mempertahankan pelanggan lama
2. Mengontrol harga jual terhadap
dengan memberikan feed back atas
distributor sehingga harga yang
loyalitas mereka misalnya dengan
sampai ke tangan konsumen dapat
memberikan gratis RBT selama 1
bersaing dengan kompetitor.
minggu.
IV.1.2
Analisis Porter
Selain analisis SWOT, penulis juga menganalisa strategi perusahaan dengan analisis Porter. Analisa ini bertujuan mengembangkan strategi berdasarkan lima hal yakni: 1. Kemungkinan masuknya pesaing baru PT Telkom Tbk
berdiri tahun 1884
PT Indosat Tbk
berdiri tahun 1967
PT XL Axiata Tbk
berdiri tahun 1989
PT Bakrie Telecom Tbk
berdiri tahun 1993
dan PT Smartfren Telecom Tbk
berdiri tahun 2002 49
Dilihat dari tahun berdirinya lima perusahaan telekomunikasi tersebut, masuknya pesaing baru cukup memungkinkan namun tampaknya tidak dalam jangka waktu satu hingga lima tahun ke depan, namun PT XL Axiata Tbk harus tetap mengantisipasi akan masuknya pesaing baru dengan memberikan pelayanan yang lebih mukhtakir dibidang jasa telekomunikasi karena pesaing masuk tidak hanya sebagai kompetitor baru namun bisa juga dengan cara penggabungan perusahaan. 2. Persaingan antar perusahaan sejenis Persaingan antar perusahaan sejenis sangat terasa dibidang telekomunikasi. Dapat dilihat bagaimana perusahaan telekomunikasi saling melakukan promosi melalui media televisi berupa iklan, bahkan tak jarang iklan-iklan perusahaan tersebut saling menyindir atau persuasif untuk pindah operator. PT XL Axiata Tbk juga gencar melakukan promosi melalui iklan, hal ini bertujuan melalui iklan para konsumen akan tertarik untuk menggunakan produk perusahaan. Persaingan iklan dan “perang tarif” antar perusahaan menunjukkan gambaran kerasnya persaingan jasa telekomunikasi dalam menarik minat konsumen. Persaingan lebih terlihat dengan penawaran produk-produk paket telepon, sms, internet, atau blackberry. Seperti Simpati ( produk Telkomsel ) yang menawarkan Talkmania yaitu layanan gratis telepon selama 6.000 detik dengan tarif Rp 2.500 per sekali registrasi untuk satu hari. Perusahaan menghadapi ancaman ini dengan mengeluarkan layanan “Bayar 1 menit Gratis 1 jam” dengan dengan membayar Rp 1.000 untuk menelepon selama 40 detik pertama.
50
3. Ancaman dari produk substitusi Ancaman produk substitusi tampaknya relatif kecil karena di jaman sekarang ini telekomunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Adapun produk substitusi seperti surat lebih sedikit yang menggunakan dibanding telekomunikasi berupa sms, email dan telepon. Surat di jaman sekarang mayoritas digunakan perusahaan untuk mengirim berkasberkas dokumen, lain hal dengan telekomunikasi yang digunakan pada setiap lapisan baik itu individu, perusahaan maupun instansi-instansi pemerintah. 4. Kekuatan tawar-menawar pemasok PT XL Axiata Tbk telah bekerja sama dengan pihak-pihak yang kompeten dibidangnya untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi bagi konsumenya. Perusahaan melakukan kontrak dengan beberapa perusahaan diantaranya Ericsson AB untuk pengadaan peralatan jaringan dan berbagai jenis jasa jaringan yang terkait dan PT Huawei Tech Investment untuk penyediaan dan instalasi jaringan 3G serta pembelian dan pemasangan berbagai macam produk dan jasa. Itu sebabnya PT XL Axiata Tbk dapat mempertahankan keberlangsungan bisnisnya hingga saat ini. 5. Kekuatan tawar-menawar pembeli Hadirnya blackberry di Indonesia membuat persaingan antar perusahaan telekomunikasi semakin gencar terkhusus untuk layanan paket blackberry. Konsumen menginginkan paket layanan blackberry yang dapat dijangkau. PT XL Axiata Tbk memberikan tarif Rp 90.000,00 untuk layanan Blackberry Full Service per bulan, untuk layanan sejenis Telkmosel (PT Telkom Tbk) memasang tarif Rp 51
99.000,00, PT Indosat Tbk memberi tarif Rp 90.000, PT Smartfren Telecom Tbk memasang tarif Rp 90.000,00 sementara PT Bakrie Telecom Tbk tidak mengeluarkan layanan sejenis. Dilihat dari tarif yang diberikan tidak terlalu jauh perbedaannya, hal ini membuat perusahaan telekomunikasi tersebut bersaing melalui promosi, seperti Telkomsel (PT Telkom Tbk) pernah melakukan promosi Rp 99.000 untuk tiga bulan, PT Indosat memberikan promosi Rp 90.000 untuk tiga bulan dan PT XL Axiata memberikan promosi Rp 49.000 untuk tiga bulan, hal ini dilakukan mengingat kecenderungan konsumen Indonesia yang lebih menyukai tarif murah.
IV.2
Analisis Akuntansi
1. Aset Lancar Terjadi peningkatan untuk piutang usaha, hal ini dapat mengkhawatirkan akan adanya piutang tak tertagih namun dengan penyisihan piutang ragu-ragu sebesar Rp 28.661.000.000 di tahun 2011, penyisihan ini lebih rendah karena sebelumnya di tahun 2010 penyisihan piutang ragu-ragu dibebankan sebesar Rp 39.156.000.000, hal ini menunjukkan tingkat optimisme yang cukup tinggi dari perusahaan bahwa penyisihan piutang ragu-ragu telah memadai untuk menutup kerugian atas tidak tertagihnya piutang usaha. Walau ada kenaikan aset lancar di tahun 2011 dibanding tahun 2010 namun kenaikan ini tidak memberi dampak yang baik bagi rasio likuiditas perusahaan sebab kenaikan aset lancar ini tidak disertai dengan penurunan liabilitas lancar.
52
2. Aset Tetap Perusahaan memiliki tanah yang tersebar di Indonesia berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang mempunyai masa manfaat antara 20-30 tahun yang akan berakhir antara tahun 2012 sampai dengan 2040. Pada tanggal 31 Desember 2011 terdapat 83 lokasi tanah (tidak diaudit) dengan nilai buku sebesar Rp 39.261.000.000 yang sertifikat HGB-nya masih dalam proses pengurusan, manajemen berkeyakinan bahwa hak atas tanah dapat diperbaharui. Pada tanggal 31 Desember 2011, aset tetap perusahaan diasuransikan terhadap resiko kerugian dengan nilai pertanggungan sejumlah USD 3.184.000.000 kepada pihak ketiga, yaitu PT MAA General Assurance, yang menurut pendapat manajemen cukup untuk menutup kemungkinan kerugian yang seandainya terjadi. Manajemen berkeyakinan bahwa tidak terdapat penurunan nilai aset tetap pada tanggal-tanggal pelaporan. Perusahaan memutuskan untuk mengganti beberapa peralatan jaringan di beberapa daerah. Pembelian aset tetap tersebut menggunakan pinjaman jangka panjang. 3. Liabilitas Lancar Pada tahun 2011 perusahaan melakukan kebijakan untuk membeli aset tetap sebesar Rp 1.898.380.000.000 dengan menambah pinjaman jangka panjang pada pihak ketiga. Adapun kenaikan hutang usaha dan hutang usaha lain-lain pada liabilitas lancar merupakan bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun yang berasal dari pinjaman jangka panjang. Pada bulan Agusutus 2011 perusahaan memutuskan untuk mengelola kegiatan operasi lapangan layanan jaringannya melalui pemasok pihak ketiga. Sehubungan 53
dengan itu, perusahaan bermaksud memberhentikan dan memindahkan karyawan terkait kegiatan operasional lapangan layanan jaringan kepada pemasok yang akan ditunjuk efektif kuartal pertama 2012. Pada tanggal 31 Desember 2011 perusahaan mengakui pesangon pemutusan kontrak kerja yang merupakan estimasi pembayaran pesangon. Kebijakan-kebijakan tersebut memberi dampak pada penurunan rasio likuiditas sebesar 10% sehingga posisi rasio likuiditas PT XL Axiata di tahun 2011 menjadi illikuid. Besarnya porsi likuiditas lancar dibanding aset lancar memberi gambaran bahwa manajemen belum optimal dalam mengelola liabilitas lancar mereka sehingga liabilitas lancar menjadi lebih besar dibanding aset lancar. 4. Liabilitas Tetap Terjadi penurunan untuk liabilitas tetap di tahun 2011 dibanding 2010. Pinjaman jangka panjang perusahaan mengalami penurunan menunjukan bahwa manajemen perusahaan memenuhi persyaratan pinjaman jangka panjang pada setiap tanggal pelaporan. Terjadi kenaikan liabilitas diestimasi pada tahun 2010 dan 2011, hal ini disebabkan oleh kebijakan perusahaan menaikkan imbalan pasca kerja di tahun 2010 dan mengestimasikan pesangon pemutusan kontrak kerja di tahun 2011. 5. Beban Operasional Mulai tahun 2010 perusahaan menggabungkan beban infrastruktur, beban penjualan dan pemsaran, serta beban perlengkapan dan overhead menjadi beban operasional lainnya. Hal itu menyebabkan beban operasional lainnya menjadi tinggi. Salah satu kontribusi penyebab naiknya beban operasional ialah pemeliharan dan 54
perbaikan infrastruktur jaringan. Untuk menekan biaya pemeliharan dan perbaikan infrastruktur jaringan tersebut, perusahaan berniat melepas 8.000 menara milik perusahaan senilai Rp 14-15 triliun yang nantinya akan disewa kembali oleh perusahaan. Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk menekan biaya operasional pemeliharaan menara BTS (Base Transceiver Station). Selain itu perusahaan ingin fokus dan mempercayakan perbaikan dan pemeliharan menara kepada pihak yang tepat dan ahli sehingga perusahaan dapat fokus terhadap bisnis inti.
IV.3
Analisis Keuangan
IV.3.1
Analisis Rasio Horizontal
Analisis rasio horizontal merupakan analisis yang membandingkan akun-akun pada periode bersangkutan dengan periode sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menilai kemampuan manajemen dalam mengelolan keuangan perusahan dari satu periode ke periode berikutnya.
Analisis rasio horizontal pada neraca: 1. Aset Lancar Walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2010 sebesar Rp 366.161 juta dari Rp 747.965 juta namun kas dan setara kas perusahaan dapat kembali naik di tahun 2011 menjadi Rp 998.113 juta. Piutang usaha mengalami kenaikan dari tahun 2010 ke 2011 sebesar 25,30% setelah pada periode sebelumnya yakni 2009 ke 2010 mengalami kenaikan sebesar 56,44%. 55
Tahun 2010 terjadi kenaikan yang sangat tinggi pada akun persediaan sebesar 206,97% sementara dari tahun 2010 ke 2011 hanya naik 9,09%. Secara keseluruhan aset lancar mengalami peningkatan yang baik dari tahun 2009 ke 2011 dimana di tahun 2011 perusahaan mampu menaikkan aset lancar mereka sebesar 52,03% dari tahun 2010 sementara untuk tahun 2009 ke 2010 kenaikan aset lancar sebesar 11%. 2. Aset Tidak Lancar Walau sempat mengalami penurunan dari tahun 2009 ke 2010 namun aset tidak lancar perusahaan dapat kembali naik sebesar 11,03%. Penurunan paling drastis terjadi pada akun piutang derivatif, dari tahun 2009 ke 2010 piutang derivatif mengalami penurunan sebesar 70,71% dan naik sebesar 258,18% dari tahun 2010 ke 2011. Untuk aset tetap, sama halnya dengan akun aset tidak lancar lainnya, terjadi penurunan di tahun 2010 yaitu dari Rp 23.616.394 juta menjadi Rp 23.197.199 juta dan kembali naik di tahun 2011 sebesar Rp 25.614.830 juta. 3. Liabilitas Jangka Pendek Pada tahun 2010 hutang usaha dan hutang lain-lainnya sempat menunjukkan penurunan, namun kenaikan hutang di tahun 2011 cukup besar lebih dari separuh hutang di tahun sebelumnya yaitu Rp 2.815.069 juta atau naik 69,58%. Hutang pajak perusahaan menunjukkan penurunan di tahun 2011 dari Rp 396.603 juta menjadi Rp 129.195 juta sementara sebelumnya hutang pajak mengalami kenaikan di tahun 2010 dari tahun 2009 sebesar 229,67%.
56
Selain itu terjadi pula penurunan beban yang masih harus dibayar sebesar 5,98% dari tahun 2010 ke 2011 dimana sebelumnya dari tahun 2009 ke 2010 terjadi kenaikan sebesar 71,58%. 4. Liabilitas Jangka Panjang Terjadi penurunan pinjaman jangka panjang dari tahun 2009 hingga 2011, hal ini berarti perusahaan menyelesaikan kewajiban jangka panjangnya sesuai dengan ketentuan. Kenaikan terjadi pada liabilitas pajak tangguhan, dimana di tahun 2009 liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp 1.183.677 juta naik menjadi Rp 1.283.347 juta dan di tahun 2011 terjadi naik sebesar 5,70%.
Analisis horizontal pada laba rugi: 1. Pendapatan usaha Tingkat pertumbuhan pendapatan usaha mengalami kenaikan dari tahun 2009 ke 2010 sebesar Rp 3.752.588 juta atau setara 27,38% dan naik menjadi Rp 18.712.778 juta. 2. Beban usaha Behan usaha terjadi kenaikan dari tahun 2009 hingga 2011. Untuk 2009 ke 2010 terjadi kenaikan sebesar 12,74% yaitu dari Rp 11.242.207 juta menjadi Rp 12.674.828 juta sementara periode berikutnya yakni 2010-2011 perusahaan mulai mengoptimalkan beban usahanya sehingga kenaikan beban usaha hanya hanya mencapai 12,12%.
57
3. Laba usaha Laba usaha mengalami kenaikan di tahun 2009-2010 namun menurun di tahun 2010-2011. Kenaikan beban usaha untuk periode 2010-2011 memberi kontribusi yang berarti terhadap penurunan laba usaha 2010-2011, hal ini dikarenakan pendapatan usaha yang naik tidak melebihi kenaikan pendapatan usaha pada periode 2009-2010. 4. Beban / penghasilan lain-lain Periode 2009-2010 beban lain-lain milik perusahaan menunjukkan kenaikan yang sangat drastis yaitu sebesas 808,55% dan di periode 2010-2011 perusahaan mampu menekan beban perusahaan menjadi Rp 637.624 juta atau turun 30,38%.
IV.3.2
Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis untuk menilai akun yang satu dengan akun yang lain dalam periode yang sama dalam laporan keuangan. Analisis vertikal pada neraca: 1. Aset Lancar Tahun 2009 aset lancar perusahaan sangat kecil dalam komposisi total aset secara keseluruhan yakni sebesar 7,33% yang mana kontribusi kas dan setara kas paling besar dalam akun aset lancar sebesar 2,73%. Walaupun setiap tahun dari tahun 2009 hingga 2011 terjadi kenaikan aset lancar namun komposisi aset lancar dalam total aset masih tergolong kecil.
58
Tampaknya perusahaan masih belum bisa mengoptimalkan akun-akun pada aset lancar sehingga di tahun 2011 aset lancar perusahaan hanya memberikan kontribusi sebesar 10,87% dari keseluruhan total aset. 2. Aset Tidak Lancar Aset tidak lancar memiliki komposisi paling besar dalam total aset keseluruhan, hal ini ditunjukkan dari besarnya porsi aset tidak lancar dari tahun 2009 hingga 2011. Tahun 2009 kontribusi aset tidak lancar sebesar 92,67% atau setara Rp 25.372.806 juta, untuk tahun 2010 terjadi penurunan aset tidak lancar sebesar Rp 25.023.264 juta dan terjadi kenaikan aset tidak lancar di tahun 2011 namun porsi aset tidak lancar mengalami penurunan yakni menjadi 89,13%. Penurunan porsi aset tidak lancar disebabkan meningkatnya porsi aset lancar namun kenaikan porsi aset lancar tidak terlalu memberi dampak berarti sebab aset tidak lancar tetap mendominasi di atas 80% dari total aset secara keseluruhan. 3. Liabilitas Jangka Pendek Liabilitas jangka pendek mengalami keadaan fluktuatif dari tahun ke tahun yang mengakibatkan porsi liabilitas jangka pendek dalam pasiva mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun, tahun 2009 porsi liabilitas adalah sebesar 21,95% dari keseluruhan pasiva dan mengalami penurunan porsi di tahun 2010 menjadi 16,74% dan naik pada tahun 2011 menjadi 28%. 4. Liabilitas Jangka Panjang Tahun 2009 hingga 2010 porsi liabilitas jangka panjang mencapai di atas 40% namun porsi ini menurun menjadi 28,07%, perubahan ini terjadi karena liabilitas jangka panjang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Walaupun liabilitas 59
jangka panjang mengalami penurunan dari tahun ke tahun namun porsi total liabilitas masih lebih besar dari porsi ekuitas dalam pasiva dimana total liabilitas mencapai lebih dari 50% dari total pasiva secara keseluruhan.
Analisis vertikal pada laba rugi: 1. Beban Usaha Walau terjadi peningkatan untuk beban usaha dari tahun ke tahun namun porsi beban usaha mengalami perubahan fluktuatif dibandingkan dengan porsi pendapatan. Beban usaha di tahun 2009 memiliki porsi 82,02%, porsi ini menurun di tahun 2010 sebesar menjadi 72,60% dan kembali porsi ini naik menjadi 75,94% di tahun 2011. 2. Laba Usaha Laba usaha merupakan selisih dari pendapata dengan beban usaha. Kontribusi yang diberikan laba usaha PT XL Axiata dari tahun 2009 hingga 2011 masih di bawah 30%, hal ini dipengaruhi faktor porsi beban usaha yang masih di atas 70% tiap tahunnya. Perubahan fluktuatif dari beban usaha menyebabkan perubahan fluktuatif pada laba usaha, seperti tahun 2009 laba usaha mencapai porsi 17,98% dan naik di tahun 2010 menjadi 27,40% dan turun menjadi 24,06% di tahun 2011. 3. Beban Lain-lain Perubahan fluktuatif juga terjadi pada beban lain-lain. Tahun 2009 kontribusi beban lain-lain adalah sebesar 0,74% sementara 2010 beban lain-lain memiliki porsi sebesar 5,25%, dan turun di 2011 menjadi 3,41%.
60
4. Laba Bersih Akibat perubahan fluktuatif yang terjaid pada akun beban usaha, laba usaha dan beban lain-lain, perubahana fluktuatif juga terjadi pada akun laba bersih. Laba bersih mengalami kenaikan porsi di tahun 2010 menjadi 16,56% dibanding tahun sebelumnya yaitu 12,47% dan turun menjadi 15,12% di tahun 2011.
IV.3.3
Analisis Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek. Perusahaan yang dikatakan likuid atau memiliki likuiditas sehat setidaknya memiliki rasio lancar sebesar 100%. 1. Rasio Lancar Rasio lancar menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya menggunakan aset lancar. Tabel IV.1 Rasio Lancar
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,39 0,67
2010 0,49 0,71
2009 0,33 0,56
Dari tahun 2009 sampai tahun 2010, rasio lancar mengalami peningkatan sementara di tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi penurunan rasio lancar baik pada PT XL Axiata Tbk maupun perusahaan pembanding. PT XL Axiata Tbk mengalami kenaikan rasio lancar sebesar 16% dari 33% menjadi 49% untuk tahun 2009 ke 2010. Walau angka ini masih lebih kecil dibanding rasio lancar rata-rata industri sejenis namun dibandingkan dengan pertumbuhan raiso lancar rata-rata industri sejenis untuk periode yang sama, perusahaan masih lebih baik karena 61
perusahaan mengalami kenaikan sebesar 16% sementara rata-rata industri hanya 15%. Walaupun PT XL Axiata mengalami kenaikan rasio lancar 1% lebih tinggi dari kenaikan rasio lancar rata-rata industri, namun baik PT XL Axiata maupun ratarata industri sejenis bisa dikatakan dalam posisi illikuid ditambah lagi dengan performa rasio lancar di tahun 2011 milik PT XL Axiata yang turun hingga 10% begitupun dengan rata-rata indutri sejenis turun sebesar 4%, hal ini disebabkan adanya kenaikan liabilitas lancar di tahun 2011 milik PT XL Axiata Tbk yang meningkat hampir dua kali lipat (sebesar 92%) dari tahun sebelumnya sementara aset lancar hanya naik sekitar 52%.
2. Rasio Cepat Rasio cepat adalah kemampuan perusahaan membayar kewajiban lancarnya menggunakan aset lancar namun mengurangi persediaan dari akun aset lancar. Tabel IV.2 Rasio Cepat
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,38 0,65
2010 0,47 0,69
2009 0,33 0,55
Sama halnya dilihat dari rasio lancar, untuk rasio cepat baik PT XL Axiata maupun rata-rata industri berada pada posisi illikuid sebab dari tahun 2009 sampai 2011 keduanya menunjukan nilai rasio cepat yang kurang dari 100%. Tahun 2009 ke 2010 terjadi kenaikan rasio cepat sebesar 14% untuk rata-rata industri sejenis dan kenaikan serupa juga dialami PT XL Axiata, hal ini berarti PT
62
XL Axiata mampu mengikuti tren kenaikan rasio cepat, kenaikan tersebut sebesar 14%. Di tahun 2011 terjadi penurunan rasio cepat dari rata-rata industri sebesar 4% yang tadinya 69% menjadi 65%. Penurunan rasio cepat pun juga terjadi pada PT XL Axiata di tahun 2011 9% yang tadinya 47% menjadi 38% atau lebih besar 5% dibanding penurunan rasio cepat rata-rata industri sejenis. Sejauh ini rasio likuiditas dari PT XL Axiata mampu mengikuti tren kenaikan maupun penurunan rasio likuiditas rata-rata industri sejenis. Kemampuan likuiditas ini menunjukkan bahwa PT XL Axiata walau memiliki angka-angka rasio likuiditas yang tidak besar namun tetap bisa mengikuti tren rasio likuiditas yang ada.
IV.3.4
Analisis Rasio Manajemen Aset
1. Perputaran Piutang Perputaran piutang dilakukan untuk mengetahui berapa kali piutang rata-rata ditagih dalam suatu periode. Tabel IV.3 Rasio Perputaran Piutang
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 29,36 16,10
2010 38,60 17,00
2009 41,77 18,57
Dari tahun 2009 hingga tahun 2011 terjadi penurunan perputaran piutang baik untuk PT XL Axiata maupun rata-rata indutri sejenis. Berdasarkan bagan lampiran dapat dilihat bahwa perputaran piutang PT XL Axiata Tbk masih lebih besar dari rata-rata industri sejenis, seperti tahun 2009 perputaran piutang rata-rata industri 63
sebesar 18,57 kali sementara PT XL jauh lebih besar yakni 41,77 kali. Begitupun dengan tahun 2010 perputaran piutang PT XL sebesar 38,60 kali sementara ratarata industri sejenis menunjukkan angka 17 kali dan untuk tahun 2011 perputaran piutang PT XL sebesar 29,36 kali sementara rata-rata industri sebesar 16,10 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perputaran piutang PT XL Axiata Tbk masih lebih baik dari rata-rata industri sejenis dimana piutang PT XL Axiata lebih kecil dari rata-rata industri. Namun jika melihat besaran tingkat penurunan dari tahun ke tahun, PT XL mengalami penurunan perputaran piutang sebesar 3,17 kali dari tahun 2009 ke 2010 sementara rata-rata indutri untuk periode yang sama mengalami penurunan sebesar 1,57 kali. Untuk penurunan perputaran piutang tahun 2011, PT XL menunjukkan penurunan sebesar 9,24 kali dari tahun 2010 sementara rata-rata industri hanya 0,9 kali. Jika ditinjau dari pergerakan penurunan perputaran piutang dari tahun 2009 ke 2011
2. Perputaran Total Aktiva Perputaran total aktiva mengukur perputaran dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Tabel IV.4 Rasio Perputaran Total Aktiva
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,61 0,54
2010 0,65 0,56
2009 0,51 0,53
Di tahun 2009 perputaran total aktiva PT XL di bawah perputaran total aktiva rata-rata industri yakni sebesar 0,51 kali sementara rata-rata industri sebesar 0,53 64
kali. Namun di tahun 2010 PT XL mampu melampaui rata-rata industri untuk menaikkan perputaran total aktiva sebesar 0,14 kali dari tahun 2009 sementara rata-rata industri hanya mampu menaikkan sebesar 0,03 kali sehingga perputaran total aktiva PT XL di tahun 2010 lebih besar dibandingkan rata-rata industri untuk tahun yang sama. Di tahun 2011 terjadi penurunan perputaran total aktiva dari tahun tahun 2010 baik untuk PT XL maupun rata-rata industri, PT XL mengalami penurunan sebesar 0,04 kali sedangkan rata-rata industri sebesar 0,02 kali, walaupun PT XL mengalami penurunan lebih besar dari rata-rata indutri namun perputaran total aktiva PT XL di tahun 2011 lebih besar dibanding rata-rata industri yakni 0,61 kali untuk PT XL dan 0,54 kali untuk rata-rata industri.
IV.3.5
Analisis Rasio Leverage
1. Rasio Hutang Rasio hutang mengindikasikan kemampuan perusahaan membayar hutang jangka panjangnya. Tabel IV.5 Rasio Hutang
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,56 0,52
2010 0,57 0,54
2009 0,68 0,58
Dari tahun 2009 hingga 2011 terlihat bahwa rasio hutang milik PT XL masih di atas rata-rata industri hal ini menunjukkan bahwa PT XL menggunakan hutang lebih besar dari rata-rata industri untuk melakukan pendanaan perusahaan. Di tahun 2009 68% hutang PT XL digunakan untuk pendanaan sementara ratarata industri hanya sebesar 58% artinya 10% lebih tinggi dari rata-rata industri. 65
Di tahun 2010 terjadi penurunan atas total hutang dan total aset PT XL sehingga terjadi penurunan rasio hutang sebesar 11% dari tahun sebelumnya. Namun di tahun 2011 penurunan rasio hutang PT XL masih lebih kecil dari ratarata industri, jika rata-rata industri bisa menurunkan rasio hutangnya menjadi 2% maka PT XL hanya mampu menurunkan rasio hutang sebesar 1% di tahun yang sama.
2. Rasio Hutang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas Rasio ini mengukur struktur modal dengan membandingkan dana dari kreditur dengan investor. Tabel IV.6 Rasio Hutang Atas Ekuitas
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 1,28 1,09
2010 1,33 1,16
2009 2,11 1,60
Tahun 2009 hingga 2011 terjadi penurunan rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas. Di tahun 2009 rasio hutang jangka panjang atas ekuitas menunjukkan angka 211% dan terjadi penurunan sebesar 78% di tahun 2010 sehingga menjadi 133% begitu pun di tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 5% sehingga menjadi 128%. Sementara untuk rata-rata industri tahun 2009 rasio hutang jangka panjang tehadap ekuitas sebesar 160% dan tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 44% sehingga menjadi 116% dan tahun 2011 turun 7% menjadi 109%.
66
IV.3.6
Analisis Rasio Profitabilitas
1. Margin Laba Bersih Rasio ini mengukur berapa besar bagian pendapat yang menjadi laba. Semakin tinggi rasio ini semakin menguntungkan karena laba bersih perusahaan semakin besar. Tabel IV.7 Margin Laba Bersih
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,15 0,14
2010 0,16 0,16
2009 0,12 0,13
Rasio margin laba bersih milik PT XL Axiata maupun rata-rata industri cukup berfluktuatif. Hal ini terlihat dari naik turunnya margin laba bersih dari tahun 2009 hingga 2011. Kenaikan margin laba bersih rata-rata industri sejenis dari tahun 2009 ke 2010 yakni sebesar 3% sementara PT XL Axiata mengalami kenaikan sebesar 4%. Pertumbuhan margin laba bersih milik PT XL Axiata ini dikarenakan naiknya laba bersih yakni dari Rp 1.709.468 juta menjadi Rp 2.891.261 juta selain itu kenaikan juga terjadi pada pendapatan untuk periode yang sama yaitu dari Rp 13.879.513 juta menjadi Rp 17.636.895. Penurunan rasio margin laba bersih dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi pada PT XL Axiata Tbk maupun rata-rata industri sejenis, penurunan rata-rata industri sejenis sebesar 2% sementara PT XL Axiata sebesar 1%. Penurunan pada PT XL Axiata ini diakibatkan menurunnya laba bersih sementara pendapat naik, hal ini karena beban operasional pada PT XL Axiata meningkat sebesar Rp 1.535.683 juta sementara kenaikan beban operasional untuk periode dari 2009 ke 2010 sebesar Rp 1.432.621 juta.
67
2. ROA Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut. Tabel IV.8 ROA
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,09 0,08
2010 0,11 0,09
2009 0,06 0,07
Untuk ROA tahun 2009 ke 2010 baik PT XL Axiata maupun rata-rata industri sejenis mengalami kenaikan sementara tahun 2010 ke 2011 terjadi penurunan. Kenaikan maupun penurunan ROA ini tidak terlalu signifikan, hal itu terlihtat periode 2009 ke 2010 terjadi kenaikan ROA dari 6% ke 11% untuk PT XL Axiata sementara rata-rata industri sejenis naik sebesar 2% dari 7% ke 9%. Sementara untuk 2010 ke 2011 terjadi penurunan ROA pada PT XL sebesar 2% dan rata-rata indutri sejenis turun 1%. Sampai tahun 2011 ROA PT XL Axiata hanya mampu menghasilkan 9% artinya laba bersih yang dihasilkan dari pengelolaan total aset tidak lebih hanya 9%.
68
3. ROE Rasio ini membandingkan laba bersih dengan jumlah modal. Tabel IV.9 ROE
PT XL Axiata Tbk Rata-rata Industri
2011 0,21 0,16
2010 0,25 0,20
2009 0,19 0,20
Rasio menunjukkan kemampuan efisiensi modal yang ditanam dengan laba yang dihasilkan, jika rasio ini menunjukkan semakin besar maka semakin tinggi keuntungan investor sebab modal yang ditanamkan efisien. Tahun 2009 tingkat ROE PT XL Axiata masih dibawah rata-rata industri sejenis namun di tahun 2010 dan 2011 tingkat ROE PT XL Axiata berada di atas rata-rata industri sejenis. Tahun 2009 rata-rata industri menghasilkan ROE sebesar 20% sementara PT XL Axiata 1% dibawa rata-rata industri sejenis. Tahun 2010 terjadi kenaikan ROE baik rata-rata industri sejenis maupun PT XL Axiata, bahkan PT XL Axiata mampu menghasilkan ROE 25% atau 5% lebih tinggi dari rata-rata industri dan kenaikan ROE ini dikontribusikan oleh naiknya laba bersih PT XL Axiata pada tahun yang sama. Penurunan ROE sebesar 4% baik pada PT XL Axiata maupun rata-rata industri sejenis terjadi dari tahun 2010 hingga 2011, namun tingkat ROE PT XL Axiata masih lebih diatas rata-rata industri sejenis yaitu 21% untuk PT XL Axiata dan 16% untuk rata-rata industri sejenis.
69
IV.4
Analisis Prospektif : Proyeksi Analisis proyeksi merupakan analisis perkiraan yang digunakan untuk memberi
gambaran bagaimana kondisi atau kinerja perusahaan ke depan dengan menggunakan analisis-analisis laporan keuangan sebelumnya. Sebagai dasar dalam pembuatan analisis proyeksi dilakukan dengan melihat kenaikan atau penurunan atas akun-akun dalam laporan keuangan sebelumnya sehingga dihasilkan perkiraan atas laporan keuangan ke depan yang dapat dijadikan acuan dalam membuat strategi-strategi operasional maupun kebijakan perusahaan. Dalam skripsi ini proyeksi laporan keuangan yang dilakukan adalah proyeksi atas laporan laba rugi dan neraca milik PT XL Axiata Tbk dengan mengesampingkan faktor makro ekonomi salah satunya ialah inflasi.
IV.4.1
Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi yang dibuat oleh penulis berdasarkan atas rata-rata rasio horizontal perusahaan periode 2009-2011, dimana terdapat kenaikan ataupun penurunan atas akun-akun laporan laba rugi tersebut.
70
Tabel IV.10 Dasar Perhitungan Proyeksi Laba Rugi
Pendapatan Usaha Beban Usaha (Beban) / Penghasilan lain-lain - bersih Beban pajak penghasilan
Pertumbuhan Analisis Horizontal 2011-2010 2010-2009 7,18% 27,38% 12,12% 12,74% -30,38% 5,92%
808,55% 49,44%
Rata-rata Pertumbuhan 17,28% 12,43% -30,38% 27,68%
Diproyeksikan bahwa untuk pendapatan perusahaan akan mengalami kenaikan sebesar rata-rata 17,28% per tahun sehingga terlihat pendapatan akan terus meningkat dan di tahun 2016 pendapatan akan mencapai Rp 41.522.322 juta. Kenaikan pendapatan juga diikuti dengan kenaikan beban usaha, dimana dalam proyeksi laba rugi, beban usaha akan naik dengan rata-rata tingkat kenaikan 12,43%. Untuk beban lain-lain, penulis membuat asumsi yaitu dengan tingkat penurunan sebesar 30,38%. Hal ini dilakukan mengingat besarnya lonjakan beban lain-lain yang terjadi dari tahun 2009 ke 2010 sebesar 808,55%. Besarnya beban ini akan mempengaruhi laba bersih perusahaan yang pastinya akan mengalami kerugiaan secara besar-besaran, itu sebabnya penulis mengasumsikan besarnya beban lain-lain adalah sebesar penurunan beban lain-lain di tahun 2011. Selain itu asumsi ini juga dilandasi dengan adanya rencana perusahaan untuk menjual menara BTS untuk menekan beban operasional perusahaan. Meningkatnya pendapatan dan beban usaha dan menurunnya beban lain-lain serta naiknya beban pajak penghasilan sebesar 27,68%, memberi pengaruh terhadap laba bersih perusahaan. Pengaruh yang diberikan cukup positif, dimana
71
setiap tahunnya terjadi kenaikan laba bersih perusahaan. Diperkirakan laba bersih perusahaan di tahun 2016 akan mencapai Rp 12.379.598 juta.
IV.4.2
Proyeksi Neraca
Proyeksi neraca yang dibuat oleh penulis berdasarkan atas analisis rasio perusahaan. Proyeksi dilakukan dengan terlebih dahulu memproyeksikan akun total aset dengan menggunakan rata-rata tingkat kenaikan atau penurunan Rasio Tingkat Pengembalian Total Aset (ROA) yaitu sebesar 32,58%. Dengan tingkat pertumbuhan 32,58% per tahun maka terlihat di tahun 2016 total aset akan mencapai Rp 127.663.428 juta. Proyeksi dilanjutkan ke akun total liabilitas dengan menggunakan rata-rata tingkat pertumbuhan atau penurunan rasio hutang atas aset sebesar -8,97%. Dengan tingkat penurunan sebesar -8,97% diharapkan perusahaan akan mampu mengurangi total kewajiban mereka hingga mencapai Rp 10.927.656 juta. Selanjutnya selisih total aset dengan total liabilitas akan menjadi total ekuitas. Untuk memproyeksikan liabilitas jangka pendek, terlebih dahulu dilakukan dengan memproyeksikan liabilitas jangka panjang. Proyeksi liabilitas jangka panjang dilakukan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan rasio hutang jangka panjang atas ekuitas sebesar -20,36%. Selanjutnya liabilitas jangka pendek bisa di ketahui dengan menghitung selisish total liabilitas dengan liabilitas jangka panjang. Selanjutnya perhitungan untuk akun-akun pada aset lancar dan aset tidak lancar. Untuk total aset tidak lancar dapat dihitung dengan menghitung selisih total aset dengan total aset lancar. Total aset lancar diproyeksikan berdasarkan rata-rata tingkat pertumbuhan rasio lancar yakni sebesar 14,04% sehingga diperkirakan 72
akan terjadi kenaikan aset lancar perusahaan sebesar 14,04% per tahunnya. Setelah itu dilakukan perhitungan total aset tidak lancar dengan menggunakan selisih total aset dengan total aset lancar. Untuk proyeksi kas dan setara kas dilakukan dengan menggunakan rata-rata tingkat pertumbuhan rasio cepat yaitu sebesar 11,64% per tahunnya. Dengan demikian di harapkan di tahun 2016, perusahaan dapat mecapai kas dan setara kas sebesar Rp 1.730.745 juta. Proyeksi piutang dihitung berdasarkan rata-rata tingkat perputaran piutang yaitu sebesar -15,76%. Semakin menurunnya piutang diharapkan pula dapat menurunkan resiko piutang tidak tertagih. Selanjutnya memproyeksikan persediaan, persediaan diproyeksi dengan menggunaka rata-rata tingkat pertumbuhan rasio perputaran persediaan yaitu sebesar 1,90%.
73