BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya diharapkan dapat diketahui bagaimana pengaruh beban – beban operasi yang ditinjau terhadap potensi terjadinya kegagalan dalam bentuk global buckling. Pada studi kasus ini ditemukan terjadinya kegagalan dalam bentuk upheaval buckling di sepanjang 20 m segmen pipa. Di tengah – tengah 20 m segmen pipa ini terjadi defleksi maksimum sebesar 50 cm. Melalui kasus ini, akan dipelajari dan dianalisis pengaruh termal dan tinggi timbunan tanah di atas pipa hingga dapat menyebabkan global buckling pada segmen pipa tersebut.
4.1.
Analisis Tekanan Isi Pipa
Selain melakukan perhitungan dan analisis pipa, juga akan dilakukan analisis hubungan tekanan internal pipa terhadap ketebalan pipa. Disain tekanan internal pipa tentunya dirancang jauh lebih kecil daripada tekanan maksimum yang diijinkan bekerja di dalam pipa. Dengan menggunakan persamaan disain tekanan pipa menurut standar ASME B 31.4 untuk pipa penyalur minyak berikut : P=
2 St ( FET ) Do
Maka dapat diketahui profil kekuatan tebal pipa terhadap tekanan internal pipa. Berdasarkan Gambar 4.1 ditunjukkan hubungan ketebalan pipa terhadap tekanan internal pipa. Dapat dilihat bahwa dengan tebal pipa 7.94 mm, pipa masih dapat menahan tekanan internal hingga 13.4 MPa. Maka dengan tekanan operasi 1.24 MPa sistem pipa tidak akan mengalami kelebihan tekanan akibat tekanan fluida.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-1
Tekanan Internal vs Ketebalan Pipa Tekanan Internal (MPa)
16 14 12
Tekanan Operasi (1.24 MPa)
10 8 6 4 2 0 2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
Ketebalan Pipa (mm)
Gambar 4.1 Hubungan Tekanan Internal Pipa Terhadap Ketebalan Pipa
4.2.
Analisis Buckling Kolom Fenomena global buckling yang terjadi pada studi kasus yang ditinjau merupakan
kasus struktur yang mengalami kegagalan akibat gaya aksial kompresif. Ditinjau dari segi mekanika, maka global buckling pada pipa dengan panjang tidak ter-support tertentu dapat dimodelkan atau dianggap sebagai kolom yang mengalami beban aksial kompresif. Sebuah kolom vertikal yang diberikan besar gaya aksial kompresif tertentu dapat mengalami tekukan ke arah samping. Besarnya gaya aksial kompresif yang dibutuhkan agar kolom dapat mengalami tekukan bergantung pada geometri penampang kolom dan panjang kolom itu sendiri. Selain itu juga, penekukan kolom sangat dipengaruhi oleh kondisi ujung – ujung kolom tersebut. Pada kolom ujung pasak (pinned) maka kolom dianggap dapat melawan gaya horizontal dan gaya vertikal yang bekerja pada ujung kolom tersebut. Sedangkan pada kondisi kolom ujung jepit, maka kolom dianggap dapat menahan 3 komponen gaya yaitu gaya horizontal, gaya vertikal, dan momen. Ujung jepit biasa digunakan pada kolom atau secara fisis pada struktur yang ingin dijaga agar tidak dapat berputar. Pada studi kasus yang ditinjau dimana pipa tidak lagi tertimbun tanah namun masih berada di dalam parit, maka pipa dianggap sebagai kolom dengan kondisi ujung – ujung dipasak (pinned-pinned). Pada kondisi ini dianggap pipa dapat menahan gaya vertikal dan gaya horizontal yang mungkin ada pada ujung – ujung pipa.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-2
Namun karena pipa tidak lagi berada di bawah timbunan tanah, maka pipa dianggap tidak dapat menahan momen jika ada. Oleh karena itu pipa dapat dianggap sebagai kolom dengan ujung – ujung dipasak. Setelah pipa dimodelkan sebagai kolom dengan ujung – ujung dipasak maka dapat dihitung beban kritis kolom yang dibutuhkan agar pipa sebagai kolom dapat mengalami buckling. Seperti yang telah diuraikan pada Bab II, persamaan beban kritis Buckling dapat dinyatakan sebagai Pcr = π 2 EI L2 . Melalui persamaan ini, dapat diketahui bahwa besarnya beban kritis buckling tergantung pada panjang kolom tersebut. Jika panjang kolom semakin panjang maka beban kritis buckling akan semakin kecil. Tentunya hal ini tidak diinginkan dalam desain ketahanan pipa terhadap buckling. Dalam peningkatan kekuatan pipa terhadap buckling, diharapkan desain instalasi dan operasi pipa sedemikian rupa sehingga beban minimum yang harus dicapai untuk terjadinya buckling cukup besar. Hal ini berhubungan dengan cukup besarnya gaya aksial yang mungkin dialami pipa akibat tekanan internal fluida dan pengaruh termal. Berdasarkan hasil perhitungan dari studi kasus pada Bab III diperoleh beban minimum Pcr = 118.66 kN . Sedangkan beban aksial efektif yang dialami pipa pada temperatur operasi normal T2 = 80°C, F = -716 kN (tanda minus menunjukkan gaya kompresif). Hal ini menunjukkan bahwa gaya aksial efektif yang bekerja pada pipa jauh lebih besar daripada beban kritis yang harus dicapai agar terjadi buckling. Maka dapat disimpulkan bahwa buckling akan terjadi pada saat gaya aksial mencapai beban kritis 118.66 kN. Dengan menggunakan teori kolom Euler ini juga dapat diketahui fungsi kurva elastis kolom. Dengan menggunakan fungsi kurva elastis ini dapat diketahui profil defleksi yang terjadi di sepanjang pipa. Dengan menggunakan asumsi defleksi maksimum berdasarkan hasil temuan di lapangan yaitu sebesar 50 cm, maka dengan menggunakan persamaan kurva elastis y = 50 sin
π L
x diperoleh kurva defleksi pipa di sepanjang 20 m
segmen pipa sebagai berikut :
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-3
Dispalcement, y (cm)
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Jarak dari x (m)
Gambar 4.2 Defleksi Vertikal di Sepanjang 20 m Segmen Pipa
Berdasarkan kriteria beban kritis kolom Euler maka dapat ditentukan panjang kolom atau panjang pipa efektif agar tidak terjadi buckling pada temperatur operasi normal 80°C. Dengan menggunakan batasan beban kritis Euler terhadap gaya aksial efektif pipa maka diperoleh panjang efektif sebesar Le = 8 m . Panjang ini menunjukkan bahwa sistem pipa diperbolehkan untuk memiliki segmen pipa yang tidak ter-support sepanjang 8 m. Dengan mengurangi panjang pipa tidak ter-support dari 20 m menjadi 8 m, maka gaya aksial kompresif sebesar 716 kN tidak akan menyebabkan buckling sekalipun pipa tidak dipengaruhi oleh gaya friksi tanah. Sedangkan dari tinjauan temperatur minimum buckling berdasarkan batasan kriteria beban kritis Euler, maka diperoleh bahwa beban kritis Euler 118.66 kN akan tercapai pada temperatur operasi 29°C. Temperatur operasi yang diijinkan ini tentunya sangat kecil dibandingkan dengan temperatur operasi yang diinginkan yaitu sebesar 80°C. Namun analisis di atas belum memperhitungkan pengaruh gaya tahanan tanah yang akan menahan gaya aksial kompresif pipa penyebab buckling. Dapat dikatakan bahwa gaya yang harus ditahan oleh tanah merupakan gaya aksial kompresif kritis. Gaya aksial kompresif kritis ini merupakan beban kritis Euler yang harus dicapai terlebih dahulu oleh gaya aksial kompresif pipa. Jika beban kritis Euler telah dicapai oleh gaya kompresif pipa, maka pipa akan mengalami buckling. Buckling akan terjadi jika pipa berada dalam kondisi bebas mengalami defleksi vertikal. Namun karena pipa masih memiliki friksi antara permukaan pipa dengan permukaan tanah maka defleksi yang harusnya terjadi pada saat beban kritis telah tercapai tidak dapat terjadi.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-4
Defleksi global pada arah vertikal atau upheaval buckling pada pipa yang dipendam di bawah tanah baru akan mulai terjadi jika gaya aksial kompresif pipa telah mencapai gaya tahanan tanah maksimum yang mungkin bekerja pada pipa. Sedangkan pada studi kasus yang ditinjau kegagalan upheaval buckling hanya ditahan oleh friksi permukaan pipa dengan permukaan tanah. Melalui uraian ini dapat diketahui urutan mekanisme gaya aksial yang harus dicapai agar pipa dapat mengalami upheaval buckling. Pada saat gaya aksial kompresif pipa mencapai beban kritis Euler, maka pada sepanjang segmen pipa yang tidak tersupport akan timbul potensi pipa untuk mengalami upheaval buckling atau defleksi vertikal. Namun pada kondisi ini pipa belum akan mengalami buckling. Hal ini disebabkan karena gaya aksial kompresif pipa belum cukup besar untuk melewati gaya tahanan tanah. Gaya tahanan tanah yang harus dilawan oleh gaya aksial kompresif pipa berasal dari gaya friksi tanah di sekeliling pipa. Jika gaya aksial kompresif pipa telah melebihi gaya tahanan tanah maka pada kondisi ini pipa akan melepaskan tegangan yang tertahan dalam bentuk defleksi ke arah atas. Pada kondisi ini pipa telah memiliki cukup dorongan untuk mendorong timbunan tanah di atas pipa hingga pipa dapat melepaskan tegangan dalam bentuk defleksi global.
4.3.
Analisis Tegangan Kritis Euler
Menurut perhitungan tegangan kritis Euler yang dilakukan pada bab III diperoleh tegangan minimum yang akan menyebabkan buckling jika pipa dianggap sebuah kolom adalah 24 MPa. Dibandingkan dengan tegangan luluh material pipa 241 MPa, maka tegangan buckling ini masih jauh lebih kecil. Hubungan tegangan kritis buckling terhadap slenderness ratio pipa sebagai kolom secara grafis dapat ditunjukkan pada Gambar 4.3. Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui hubungan tegangan terhadap panjang pipa. Jika pipa semakin panjang maka tegangan minimum yang dibutuhkan agar pipa mengalami buckling akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena pada pipa yang sangat panjang dengan beban aksial kompresif pipa akan semakin mudah mengalami penekukan secara global. Sedangkan pada pipa yang pendek pipa sulit mengalami penekukan secara global akan tetapi terjadi tekukan lokal pada dinding pipa atau pipa akan mengalami deformasi plastis dengan tegangan yang lebih besar lagi dari pada tegangan kritis buckling.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-5
Tegangan Kritis σ cr (MPa)
Buckling Kolom Sebagai Fungsi (L/r)
500
σyield = 241 MPa
400 300
σcr =24 MPa
200 100 0 0
100
200
300
400
500
Slenderness Ratio (L/r)
Gambar 4.3 Hubungan Tegangan Kritis Pipa Terhadap Slenderness Ratio
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini pipa tidak akan mengalami deformasi plastis karena terlebih dahulu telah mengalami gagal elastis dalam bentuk global buckling. Atau secara eksak dapat dikatakan bahwa pipa telah gagal dalam bentuk buckling pada tegangan 24 MPa sebelum terdeformasi plastis pada tegangan 241 MPa. 4.4.
Analisis Tegangan
Analisis tegangan yang bekerja pada sistem pipa meliputi tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Resultan tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa kemudian dinyatakan dalam bentuk tegangan ekivalen von Misses. Tegangan ekivalen von Mises merupakan kriteria tegangan dimana pipa akan mengalami kegagalan akibat mekanisme yielding. Pada temperatur operasi normal 80°C, diperoleh tegangan – tegangan yang bekerja pada sistem pipa sebagai berikut : 1.
Tegangan hoop, σ h = 16 MPa
2.
Tegangan longitudinal, σ L = −140 MPa
3.
Tegangan ekivalen, σ E = 149 MPa
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-6
Berdasarkan kriteria tegangan yang diijinkan oleh standar ASME B31.4 2002 diperoleh bahwa tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa masih berada di bawah tegangan ijinnya. Jika tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa melewati tegangan ijinnya maka pipa akan gagal dalam bentuk deformasi plastis. Hal ini khususnya ditunjukkan oleh kriteria tegangan ekivalen von Mises dimana tegangan ekivalen yang bekerja sebesar 149 MPa sedangkan tegangan luluh pipa sebesar 217 MPa. Hal ini membuktikan bahwa kasus pipa yang dianalisis ini tidak akan gagal dalam bentuk deformasi plastis. Namun perlu diingat bahwa pipa masih memiliki potensi untuk gagal dalam bentuk kolom buckling. Tentunya ini berkaitan erat dengan gaya aksial kompresif pipa yang harus ditahan oleh gaya tahanan tanah. Selain pada temperatur operasi normal 80°C, pada Bab III juga dilakukan perhitungan tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa pada temperatur 150°C. Perhitungan ini dilakukan karena pada kondisi sebenarnya pipa telah mengalami peningkatan temperatur akibat terekspos panas matahari. Oleh karena itu diasumsikan temperatur operasi juga mengalami peningkatan temperatur hingga 150°C. Menurut hasil perhitungan tegangan pada temperatur 150°C diperoleh tegangan – tegangan yang bekerja pada sistem pipa sebagai berikut : 1.
Tegangan hoop, σ h = 16 MPa
2.
Tegangan longitudinal, σ L = −309 MPa
3.
Tegangan ekivalen, σ E = 318 MPa Berdasarkan kriteria tegangan ijin diperoleh bahwa tegangan longitudinal dan
tegangan ekivalen yang bekerja pada pipa telah melebihi tegangan yang diijinkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur operasi 150°C pipa akan mengalami kegagalan dalam bentuk deformasi plastis. Hal ini khususnya ditunjukkan oleh kriteria luluh von Misses dimana tegangan ekivalen sebesar 318 MPa telah melebihi tegangan ekivalen ijin sebesar 217 MPa. Namun berdasarkan kondisi yang ditemukan di lapangan, pipa telah gagal melalui mekanisme global buckling. Hal ini berhubungan dengan geometri pipa yang dianggap sebagai kolom yang panjang sehingga memiliki batas beban minimum untuk mengalami buckling. Sebelum tegangan luluh ekivalen dicapai, pipa telah terlebih dahulu mengalami beban aksial kompresif hingga mencapai batas beban kritisnya (buckling).
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-7
4.5.
Analisis Pengaruh Variabel Temperatur
Pada analisis ini dilakukan perubahan temperatur. Analisis perubahan temperatur ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel temperatur terhadap gaya aksial pipa. Berdasarkan kasus yang sebenarnya terjadi, telah terjadi 2 kasus perubahan temperatur yaitu akibat pipa terekspos panas matahari (sun heat) dan akibat kebakaran hutan. Profil perubahan temperatur kedua kasus yang terjadi diasumsikan masing – masing hingga 150°C karena sun heat dan 700°C karena kebakaran hutan. Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial pipa pada kedua kasus peningkatan temperatur ini ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini :
Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial efektif pipa
Gaya aksial efektif (kN)
0 80
90
100
110
120
130
140
150
160
-400 -800 -1,200 -1,600 -2,000 Temperatur Operasi (°C)
Gambar 4.4 (a) Pengaruh Temperatur Terhadap Gaya Aksial Efektif Pipa Akibat Sun Heat
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-8
Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial efektif pipa
Gaya aksial efektif (kN)
0 50
150
250
350
450
550
650
750
-2,000 -4,000 -6,000 -8,000 -10,000 Temperatur Operasi (°C)
Gambar 4.4 (b) Pengaruh Temperatur Terhadap Gaya Aksial Efektif Pipa Akibat Kebakaran Hutan Dari kedua gambar ini dapat diketahui bahwa peningkatan temperatur memang sangat berpengaruh terhadap gaya aksial. Pada temperatur operasi normal terdapat gaya aksial kompresif sebesar -716 kN. Sedangkan pada kasus peningkatan temperatur terjadi peningkatan gaya aksial kompresif masing – masing sebesar -1,541 kN pada kasus sun heat dengan temperatur 150°C dan -8,024 kN pada kasus kebakaran hutan dengan temperatur 700°C. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan temperatur akan menyebabkan gaya aksial pipa semakin kompresif. Hal ini menunjukkan semakin tinggi temperatur operasi maka semakin besar pula gaya aksial yang bekerja pada pipa. Karena gaya aksial yang ditimbulkan oleh temperatur bersifat kompresif maka pipa juga akan semakin berada dalam keadaan kompresif pada saat terjadi peningkatan temperatur. Dalam hubungannya dengan buckling, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan temperatur juga akan semakin meningkatkan potensi pipa untuk mengalami buckling. Sebagaimana diketahui bahwa gaya aksial kompresif merupakan driving force terjadinya buckling pada sebuah struktur dalam hal ini pipa yang dianggap sebagai kolom. Namun perlu diingat bahwa walaupun gaya aksial kompresif yang bekerja pada pipa sangat besar tetapi terdapat defleksi maksimum yang dapat dialami oleh pipa. Hal ini berhubungan dengan adanya batasan sifat elastisitas material pipa.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-9
4.6.
Analisis Gaya
4.6.1. Analisis Gaya Aksial Kompresif
Beban yang dialami pipa berupa tekanan internal dan beban termal. Beban tekanan internal di dalam pipa akan menimbulkan tekanan di dinding pipa. Tekanan ini kemudian akan menyebabkan pipa berada dalam kondisi bertegangan. Tegangan pada dinding pipa ini ada yang bekerja pada arah tangensial dan ada yang bekerja pada arah longitudinal. Tegangan dinding pipa yang bekerja pada arah tangensial disebut dengan tegangan hoop sedangkan tegangan dinding pipa yang bekerja pada arah longitudinal disebut tegangan longitudinal. Kedua tegangan ini merupakan tegangan yang timbul akibat beban tekanan fluida. Fluida yang dialirkan di dalam pipa memiliki temperatur di atas temperatur kamar. Perbedaan temperatur fluida di dalam pipa dengan temperatur di luar pipa akan menimbulkan ekspansi atau kecendrungan pipa untuk memuai dalam arah panjang atau longitudinal pipa. Namun karena sebelumnya pipa dipendam di dalam tanah, maka ekspansi pipa tidak dapat terjadi karena pipa tidak bebas bergerak akibat ditahan oleh tanah yang berada di sekeliling pipa. Karena ekspansi termal pipa ditahan oleh tanah yang berada di sekeliling pipa, maka pipa akan berada dalam kondisi bertegangan. Hal ini disebabkan karena pipa menahan sejumlah tegangan akibat beban termal yang tidak dapat dilepaskan dalam bentuk regangan atau defleksi. Semakin tinggi besar perbedaan temperatur fluida dengan temperatur di luar pipa, maka semakin besar pula jumlah tegangan yang ditahan oleh pipa. Berdasarkan perhitungan gaya aksial efektif pipa yang telah dilakukan di Bab III diperoleh komponen – komponen gaya aksial pada temperatur operasi normal 80°C sebagai berikut : 1.
Gaya aksial tekanan akibat tekanan internal, FP = −34.2 kN
2.
Gaya aksial akibat pengaruh Poisson, FPo = 23.2 kN
3.
Gaya aksial termal, FT = −707.2 kN
Hingga pipa mengalami gaya aksial total sebesar -716 kN. Ini merupakan gaya aksial yang harus dapat ditahan oleh gaya friksi tanah agar pipa tidak mengalami buckling.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-10
4.6.2.
Analisis Gaya Friksi
Pada kondisi sebenarnya pipa tidak lagi berada di bawah tanah karena telah dibuka untuk keperluan ekspansi. Oleh karena itu gaya friksi tanah akan berkurang dari berat timbunan tanah di atas pipa sehingga friksi yang bekerja hanya berasal dari friksi permukaan pipa dengan permukaan tanah. Berdasarkan perhitungan gaya friksi yang telah dilakukan pada Bab III diperoleh gaya friksi tanah yang bekerja pada pipa tanpa timbunan tanah di atas pipa adalah sebesar 6 kN. Gaya friksi ini tentunya masih jauh dari yang diharapkan dimana diinginkan gaya friksi tanah mampu menahan pergerakan pipa ke atas akibat gaya aksial kompresif sebesar -716 kN. Untuk mengetahui pengaruh kedalaman tanah terhadap gaya friksi tanah maka pada bagian selanjutnya akan dicoba perhitungan gaya friksi tanah dengan kedalaman tanah hingga 2 m. Dari percobaan perhitungan ini dapat diketahui apakah gaya friksi tanah cukup besar untuk menahan pergerakan pipa ke atas karena gaya aksial kompresif. 4.7.
Analisis Pengaruh Variabel Kedalaman Tanah Sebagaimana diketahui bahwa salah satu alternatif mencegah terjadinya upheaval
buckling adalah dengan melakukan pemendaman pipa di bawah tanah dengan kedalaman tertentu. Hal ini disebabkan upheaval buckling dapat ditahan oleh timbunan tanah di atasnya. Untuk mengetahui keefektifan penimbunan tanah di atas pipa maka dilakukan variasi kedalaman timbunan tanah di atas pipa 0.5 m, 1 m, 1.5 m, dan 2 m. Dari variasi kedalaman ini akan dilakukan perhitungan gaya friksi tanah yang bekerja antara permukaan pipa dengan tanah. Perhitungan gaya friksi yang bekerja antara permukaan tanah dan pipa dilakukan dengan menggunakan ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII dengan perumusan sebagai berikut : f = μ ⋅ (Pc Ac + W p ).L
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-11
Pengaruh Kedalaman Pipa terhadap Gaya Friksi Tanah Gaya Friksi Tanah,f (kN)
160 120 80 40 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Kedalaman Tanah, H (m)
Gambar 4.5 Pengaruh Kedalaman Tanah Terhadap Gaya Friksi Tanah Berdasarkan ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII
Dengan menggunakan perumusan ini maka diperoleh hubungan gaya friksi tanah terhadap kedalaman tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Melalui gambar ini dapat dilihat bahwa peningkatan gaya friksi tanah jenis pasir dengan kedalaman hingga 2 m tidak cukup besar untuk mengimbangi gaya aksial yang bekerja pada pipa sebesar -716 kN karena gaya friksi tanah yang bekerja pada pipa hanya sebesar 156 kN. Karena disektor lain pipa masih bertahan tidak mengalami buckling ada kemungkinan didaerah tertentu kondisi tanah berubah dari pasir ke jenis tanah liat dimana gaya friksinya akan sangat besar. Salah satu solusi untuk mengantisipasi kemungkinan buckling dalam disain pipa ada yang disebut dengan penggunan flexibilitas pipa. Flexibilitas pipa merupakan kemampuan sistem pipa untuk mengabsorbsi tegangan atau gaya berlebih pada pipa. Tegangan berlebih ini dapat diabsorbsi oleh sistem pipa hingga pipa tidak mengalami kegagalan namun sistem flexibilitas pipa lah yang akan mengakomodasi bentuk kegagalan ini. Dalam hal ini flexibilitas pipa dipasang atau didisain agar dapat mengakomodasi kegagalan dalam bentuk buckling. Sebagaimana diketahui bahwa buckling disebabkan oleh ekspansi termal. Oleh karena itu flexibilitas pipa harus mampu mengakomodasi ekspansi termal pipa.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-12
4.8.
Analisis Ekspansi dan Flexibilitas Sistem Pipa
Sistem pipa biasanya didisain agar memiliki cukup flexibilitas terhadap berbagai kemungkinan kegagalan. Kegagalan yang ditinjau pada studi kasus ini adalah melalui mekanisme global buckling akibat ekpansi termal. Oleh karena itu disain pipa diinginkan agar memiliki cukup flexibilitas terhadap ekspansi termal yang disebabkan oleh tegangan atau gaya berlebih yang bekerja pada pipa. Jika ekspansi tidak dapat diakomodasi langsung oleh pipa maka flexibilitas pada sistem pipa harus dibuat atau didisain hingga pipa tidak menerima langsung dampak dari ekspansi ini. Kondisi ini dapat diciptakan dengan cara memberikan tambahan perangkat pada sistem pipa. Salah satunya adalah dengan memberikan perangkat tambahan berupa loop pada sistem pipa. Perangkat tambahan loop ini diharapkan dapat mengakomodasi sebesar ekspansi atau defleksi tertentu yang terbentuk karena sistem pipa tidak lagi mampu menahan gaya yang bekerja pada pipa. Dengan menggunakan perangkat tambahan loop ini stabilitas kerja sistem pipa tidak akan terganggu seperti dalam halnya jika terjadi defleksi global buckling. Dengan kata lain, dengan melakukan disain flexibilitas pipa maka tegangan yang harus ditahan oleh sistem pipa akan berkurang karena telah dilepaskan dalam bentuk ekspansi oleh loop. Kriteria panjang loop yang dapat dipasang pada sebuah segmen pipa tergantung pada panjang segmen pipa dan besar defleksi yang harus diakomodasai oleh sistem loop. Secara matematis kriteria ini dapat dituliskan sebagai berikut :
l=
3ED( y ) 2S
Dimana : ℓ
= Panjang loop (mm)
E
= Modulus elastisitas (2.07E+05 MPa)
D
= Diameter eksternal pipa (mm)
y
= Ekspansi termal yang harus diakomodasi oleh loop (mm)
S
= Specified Minimum Yield Stress (MPa)
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-13
Parameter – parameter kriteria pemasangan panjang loop in dapat diilustrasikan dengan Gambar 4.6 berikut :
B
A
Gambar 4.6 Ekspansi Loop
Berdasarkan perhitungan panjang loop yang dibutuhkan sistem pipa agar mampu mengakomodasi defleksi sebesar 50 cm, maka diperoleh panjang loop ℓ = 11.4 m. Secara ilustratif dapat dilihat pada gambar 4.6 dimana pada bagian kaki mendatar memiliki panjang A = 1/5 ℓ = 2.28 m dan masing – masing panjang kaki B = 2/5 ℓ = 4.56 m. Dengan melakukan pemasangan loop sepanjang 11.4 m pada sebuah segmen pipa sepanjang 20 m diharapkan buckling dengan defleksi 50 cm tidak akan terjadi. Namun keefektifan pencegahan buckling dengan cara memasang loop perlu dikaji kembali keberhasilannya mengingat banyak faktor – faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya buckling atau justru timbul masalah operasi lain dengan kriteria pemasangan loop seperti yang disebutkan di atas.
Analisis Kasus Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline
IV-14