Bab IV Metodologi
BAB IV METODOLOGI
4.1 UMUM
Pengumpulan Data:
Pengolahan Data
- Hidrologi - Hidroklimatologi - Topografi - Geoteknik (Mekanika Tanah) - dll Analisis Water Balance - Evapotranspirasi - Curah Hujan Effektif - Curah Hujan Rencana - Debit Andalan - Kebutuhan Air Irigasi - Debit Drainase - Debit Banjir Rencana
Perencanaan
Bangunan Utama
Jaringan Utama
1. Lebar Bendung 2. Elevasi Puncak Mercu Bendung 3. Tipe dan Dimensi Mercu 4. Kolam Olak / Peredam Energi 5. Rembesan dan Tekanan Air Tanah 6. Back Water Curve 7. Pintu Pengambilan
- Kriteria Perencanaan Saluran - Kriteria Perencanaan Bangunan Pelengkap di Jaringan utama
Gambar 4.1 Metodologi
4.2
PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data meliputi proses pengumpulan data yang terkait dengan data
penelitian yaitu data hidrologi, hidroklimatologi, topografi, serta geoteknik (mekanika tanah).
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 1
Bab IV Metodologi Data dikumpulkan dari instansi yang terkait (dalam hal ini adalah kantor konsultan yang meneliti) dengan jumlah data minimal 10 tahun terakhir.
Dalam analisis dan perhitungan hidroklimatologi Daerah Irigasi Sidey, di Kabupaten Manokwari dipakai stasiun hujan Rendani yang terletak pada koordinat 000 66’ Ls dan 1340 03’ BT pada elevasi +3,00 meter di atas permukaan air laut, karena datanya lebih akurat dan lengkap.
4.3 PENGOLAHAN DATA Dari data-data yang telah dikumpulkan maka dapat diperoleh besaran-besaran perencanaan yang meliputi : 1.
Curah hujan efektif untuk padi dan palawija
2.
Curah hujan rencana
3.
Debit andalan Sungai yang akan dimanfaatkan airnya
4.
Kebutuhan air irigasi
5.
Debit drainase
6.
Debit banjir rencana
4.3.1 Perhitungan Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif diperlukan untuk analisa neraca air bulanan, yang dihitung berdasarkan tetapan 70% dari curah hujan tengah bulanan yang terlampaui. Perhitungan curah hujan efektif dilakukan dengan 2 (dua) kondisi yang berbeda, yaitu : 1.
Untuk padi Re = 70% x R80
2.
Untuk palawija Re = Koefisien tanaman x R50 Adapun penetapan harga curah hujan R80 dan R50 dilakukan dengan menggunakan
metoda Harza dan rata-rata, sebagai berikut : 1.
Penetapan R80 Dengan metoda Harza yang menetapkan urah hujan efektif (R80) berdasarkan ranking pada urutan ke-n dari harga terkecil, dengan menggunakan rumus dasar :
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 2
Bab IV Metodologi n = (N/5) + 1 dimana : n = nomor urut yang terpilih (bilangan bulat) N = jumlah data 2.
Digunakan metoda rata-rata dari rangkaian data curah hujan yang ada, atau berdasarkan ranking data pada urutan ke-n = N/2 Selanjutnya hasil perhitungan curah hujan efektif akan digunkan dalam analisa
kebutuhan air irigasi. Data hasil perhitungan curah hujan efektif untuk padi akan digunkan langsung dalam analisa tersebut, sedangkan untuk palawija akan dikoreksi lebih lanjut dengan data rata-rata bulanan evapotranspirasi tanaman dan curah hujan bulanan.
4.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana Data curah hujan yang dipakai dalam analisis frekuensi curah hujan rencana diperoleh dari stasiun terdekat yang relevan digunakan, dan mewakili kondisi curah hujan di areal lokasi studi irigasi D.I Sidey Kabupaten Manokwari-Papua. Stasiun yang dipakai adalah stasiun Rendani karena selain terdekat, juga memiliki data yang akurat dan terlengkap yaitu data curah hujan selama 24 tahun. Stasiun Rendani terletak pada koordinat 00 0 66’ LS dan 1340 03 BT pada elevasi + 3.00 meter diatas permukaan laut.
Analisis frekuensi dilakukan terhadap data curah hujan harian maksimum dan bertujuan untuk memperoleh besaran curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu. Metode yang digunakan dalam analisis frekuensi ini adalah Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 3
Bab IV Metodologi 1.
Metode Gumbell Metode Gumbel merupakan metoda analisa distribusi data atau analisa frekuensi, yang sering digunakan karena tingkat akurasinya. Persamaan umum yang digunakan dalam analisa frekuensi dengan Metode Gumbel adalah : =
+
−
×
dimana : RT
= Curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun, mm = Curah hujan harian rata-rata, mm
S
= Standar deviasi
Sn
= Reduced standar deviation
Yt
= Reduced variate
Yn
= Reduced mean
Untuk standar deviasi (S) dipakai pesamaan : =
( − ) −1
R
= Data curah hujan harian maksimum, mm = Curah hujan harian rata-rata, mm
n 2.
= Jumlah data
Metode Log Pearson Type III Persamaan umum yang digunakan dalam analisa frekuensi dengan metode Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : =
+
(
)
dimana : Log Rt
= Harga logaritma curah hujan rencana dengan kala ulang T tahun (mm)
Log R
= Harga rata-rata curah hujan maksimum (mm) =
3.
(
−
) /( − 1)
Distribusi Log Normal Pada peramalan nilai dengan menggunakan distribusi log normal, setiap rangkaian data dikonversikan menjadi bentuk logaritma : y = log x, sehingga parameter satistik yang digunakan akan menjadi sebagai berikut: Besaran rata-rata
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 4
Bab IV Metodologi
= log =
1
log
Standar deviasi logaritma =
=
∑(log
− log ) −1
Koefisien asimetri (Skewness Coeficients) =
=
∑(log − log ) ( − 1)( − 2)( )
Dengan demikian untuk distribusi log normal persamaan peramalan harga ekstrim dapat dituliskan sebagai berikut: = log + 4.
Metode Haspers Metoda Haspers dikembangkan oleh ilmuan Belanda. Metode ini dikembangkan berdasarkan distribusi yang telah dinormalisir dan banyak dipakai di Indonesia. XT =
+
Dimana: S = Standar deviasi = XT = Curah hujan rencana yang terjadi 1 kali dalam periode T = Nilai rata-rata dari curah hujan
4.3.3 Kebutuhan Air Untuk Irigasi Kebutuhan air irigasi ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa aspek terkait dalam budidaya padi dan palawija. Sesuai dengan pola tanam yang akan diterapkan di wilayah pekerjaan maka kebutuhan air irigasi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : 1.
Untuk Padi (WRD) NFR
= Ect + P – Re + WLR
dimana : NFR
= Kebutuhan air irigasi di sawah, mm/hari
Etc
= Penggunaan konsumtif, mm/hari
P
= Kehilangan air akibat perkolasi, mm/hari
Re
= Curah hujan efektif, mm/hari
WLR
= Penggantian lapisan air, mm/hari
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 5
Bab IV Metodologi 2.
Untuk Palawija (WRP) Kebutuhan air irigasi untuk palawija (WRP) ditetapkan dengan persamaan : WRP (IR) palawija = (Etc – Re)/e dimana : e = efisiensi irigasi secara keseluruhan
4.3.4
Perhitungan Ketersediaan Air Untuk kebutuhan perhitungan debit andalan pada suatu daerah pengembangan daerah
irigasi, diperlukan analisa ketersediaan air (water availability) suatu aliran sungai. Dalam perhitungan ini digunakan beberapa metoda untuk mengetahui ketersediaan air, metodemetode tersebut yaitu: 1.
Metode Neraca Air (Water Balance) Perhitungan ketersediaan air (dependable flow) dengan metode neraca air dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock. Data yang dibutuhkan dalam perhitungan metode neraca air F. J. Mock antara lain : a.
Hujan bulanan rata-rata, mm
b.
Jumlah hari hujan bulanan rata-rata, hari
c.
Evapotranspirasi potensial bulanan, mm
d.
Limpasan permukaan (run off), m3/dt/km2
e.
Tampungan air tanah (ground water storage), mm
f.
Aliran dasar (base flow), m3/dt/km2
Neraca air metode F.J. Mock dirumuskan sebagai berikut : Q
= (Dro + Bf)F
Dro = Ws – 1 Bf = 1 – Vn Ws = R – Et dimana : Q
= debit andalan, m3/dt
Dro = direct run off, m3/dt/km2 Bf = base flow, m3/dt/km2 Ws = water surplus, mm I
= infiltrasi, mm
Vn = storage volume, mm R
= curah hujan, mm
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 6
Bab IV Metodologi Et = evapotranspirasi Penmann Modifikasi, mm E 2.
= catchment area, km2
Metode SMEC Perhitungan ketersediaan air metode SMEC dikembangkan berdasarkan hasil analisa. Hasil analisa dibagi menjadi dua tipe berdasarkan pada jenis tanah di daerah tangkapan hujan (catchment area). Tipe 1
= untuk jenis tanah yang tidak porous
Q2
= A (0,210 MMR – 8,5)x10-3, untuk MMR < 250 mm
Q2
= A (0,366 MMR – 47,5)x10-3, untuk MMR < 300 mm
Tipe 2
= untuk jenis tanah yang porous
Q2
= 0,20 x A x PI x 10-3, untuk PI < 300 mm
Q2
= A (0,32 x PI -36,50) x 10-3, untuk PI > 300 mm
Q5
= 0,75 Q2
dimana : Q2
= debit andalan rata-rata bulanan periode ulang 2 tahunan, m3/dt
Q5
= debit andalan rata-rata bulanan periode ulang 5 tahunan, m3/dt
A
= daerah aliran sungai, km2
MMR = hujan bulanan rata-rata, mm PI
= indeks presipitasi = 1/3 MMR + 1/3 previous MMR
Karena daerah aliran sungai (DAS) dari sungai tersebut mempunyai jenis tanah yang tidak porous, maka dalam perhitungan tersebut digunakan metode SMEC dengan tipe I. Namun metode ini tidak dipergunakan untuk melakukan perhitungan, hanya sebagai teori pembanding saja.
4.3.5
Analisa Debit Banjir Rencana
Dalam menentukan debit banjir rencana digunakan eberapa metode sbb : 1.
Metode Haspers Perhitungan design flood dengan cara Haspers ini menggunakan rumus : Q
= αxβxqxF
dimana : Q
= debit banjir rencana, m3/dt
α
= run off coeficient yang didapat dengan rumus =
β
= coefficient reduced yang dihitung dengan rumus :
,
×
,
,
×
,
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 7
Bab IV Metodologi =1+
,
, ×
×
,
,
t
= waktu perambatan air, jam = 0,1 x L0,8 x I-0,3
L
= panjang sungai
I
= kemiringan dasar sungai rata-rata dimana harga t mempunyai 3 kemugkinan 1) t < 2 jam, maka r =
× ,
2) 2 jam < t < 19 jam, maka r =
(
)(
)
×
3) 19 jam < t < 30 hari, maka r = 0,707 x Rt x ( + 1) q = hujan maximum, m3/dt/km2 = =
(t dalam jam)
, ×
(t dalam hari)
, ×
dimana : r = waktu perambatan banjir. 2.
Metode Melchior Perhitungan debit banjir dengan metode Melchior (catchment > 100 km2), ini menggunakan rumus sebagai berkut : Q0 = α x βq x A dimana : Qt = besarnya debit banjir rencana dengan periode ulang t tahun (m3/dt) = Q0 x Rt/200 A
= luas catchment area (km2) = 197 km2
α
= Koefisien Run Off = 0,7
Rt = besarnya curah hujan dalam return periode 1 tahun (mm) 3.
Metode Rational Perhitungan design flood dengan cara Rational ini menggunakan rumus : Q
=
× × ,
dimana : Q
= debit maximum (m3/det)
α
= run off coeficient
f
= luas daerah pengaliran (km2)
r
= itensitas hujan selama time of concentration (mm/jam)
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 8
Bab IV Metodologi =
×
/
dimana : R
= hujan sehari (mm)
t
= time of cocentration (jam) = L/V
dimana : L
= panjang sungai (km)
V
= kecepatan perambatan banjir (km/jam) = 72(I)0,6
dimana : I 4.
= kemiringan rata-rata dasar sungai
Metode Bankfull Capacity Untuk memperoleh kemiringan rata-rata Sungai Waramoi di sekitar site bendung dilakukan dengan melakukan kajian Regresi Linear
berdasarkan data pengukuran
memanjang dan melinta sungai. Perhitungan debit banjir rencana dihitung dengan rumus Chezy : V
= C√ ×
C
= √
Q
= FxV
dimana : V
= Kecepatan pengaliran (m/dt)
C
= Koefisien chezy
R
= Jari-jari hidrolis penampang
I
= Rata-rata kemiringan sungai
α
= Koefisien pengaliran = 1,75
F
= Luas penampang basah (m)
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 9
Bab IV Metodologi
4.4 PERENCANAAN 4.4.1 Bangunan Utama 4.4.1.1 Sumber air, lebar bendung (B) dan luas rencana areal irigasi Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1327 ha. Dan sumber air yaitu berasal dari Sungai Waramoi. lebar bendung (B) yaitu jarak antara pangkalpangkalnya (abutment) yang akan direncanakan adalah 40 meter yang disesuaikan dengan lebar rata-rata Sungai Waramoi pada bagian yang stabil. 4.4.1.2 Tipe bendung Tipe bendung yang akan direncanakan adalah struktur bendung tetap. Karena Sungai Waramoi terletak di sekitar daerah pegunungan yang umumnya mempunyai kemiringan dasar yang cukup terjal dan beraliran deras (torrential rivers) dengan mengangkut material dasar sungai berupa kerikil, batu-batuan berbagai ukuran (boulders) dan batang kayu. 4.4.1.3 Tipe mercu Bendung Sidey direncanakan dari pasangan batu kali, dengan type bulat dan kemiringan di udik dan di hilir sebesar 1:1. 4.4.1.4 Kolam olakan (peredam energi) Karena jika kemungkinan banjir Sungai Waramoi akan mengangkut batu-batu besar, maka peredam energy direncanakan dengan Type Bucket (bak tenggelam). 4.4.1.5 Rembesan dan tekanan air tanah Untuk mencegah bahaya piping pada ujung hilir bendung akibat rembesan air dari bawah bendung, maka dinuka dasar bendung dibuat lapisan pudle di bawah lapisan. Dimana panjang muka lantai ini tergantung dari jenis tanah di bawah bendung dan perbedaan tinggi muka air di udik dan hilir bendung. Panjang lantai muka dihitung dengan Metode Bligh. 4.4.1.6 Back water curve Dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh bendung. Perkiraan kurva pengempangan agar akurat dan aman: Untuk h/a≥1 maka L=2h/I Untuk h/a≤1 maka L=a+h/I 4.4.1.7 Pintu pengambilan Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 10
Bab IV Metodologi Tergantung pada kebutuhan debit air untuk mengairi areal irigasi yang telah direncanakan, Q rencana dan Q intake. 4.4.1.8 Kantong lumpur (sandtrap) Kantong lumpur direncanakan pada saluran induk Sidey, yang dilengkapi dengan bangunan ukur ambang lebar.
4.4.2 Jaringan Utama 4.4.2.1 Kriteria perencanaan saluran Kajian dilakukan terhadap dimensi saluran dan bangunan, yang pelaksanaan perhitungannya dilakukan dengan menggunakan Pedoman Kriteria Perencanaan, yang dikeluarkan oleh Direktorat Irigasi, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. Untuk keperluan pengaliran air irigasi dipergunakan saluran berpenampang trapesium, karena paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran irigasi ini perlu mempertimbangkan masalah erosi dan sedimentasi, dimana perubahan bentuk penampang saluran minimal harus berimbang sepanjang tahun. Selain itu perlu diperhatikan juga biaya pelaksanaan dan pemeliharaannya, diusahakan agar biaya-biaya tersebut cukup ekonomis, efektif dan efisien. Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap kondisi mekanika tanah di D.I Sidey, diperoleh masukan bahwa tingkat permeabilitas tanah relatif besar. Dalam perencanaan ini, digunakan beberapa ketetapan sesuai dengan standar dan kondisi daya dukung areal yang ada, yaitu: m =
Kemiringan talud saluran
k
Koefisien kekasaran
=
Perhitungan dilakukan menggunakan kriteria kecepatan aliran yang diijinkan. Harga dimensi saluran ditetapkan berdasarkan kemiringan saluran (I) yang direncanakan, serta hasil iterasi terhadap harga lebar saluran (b). Sehingga diperoleh hasil akhir perhitungan dimensi saluran untuk tiap-tiap ruas saluran. Perencanaan yang kami lakukan pada tugas akhir ini adalah perencanaan saluran pembawa yang dimulai dari Bendung Tyroller hingga sampai pada bangunan pelengkap berupa bangunan bagi sadap pada jaringan utama. Untuk perencanaan saluran pembawa digunakan persamaan Stickler : Q=AxV A = (b +m.h).h Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 11
Bab IV Metodologi = .
.
= =
+ 2. ℎ (1 +
)
=
ℎ dimana: Q = debit rencana, (m3/dt) V = kecepatan aliran, (m/dt) K = koefisien kekasaran Stickler R = jari-jari hidrolis (m) A = luas penampang basah, (m3) P = keliling basah, (m) b = lebar dasar saluran, (m) m = kemiringan talud n = nilai pembanding antara b dan h Langkah-langkah perhitungan saluran : 1.
Menentukan luas areal yang akan diairi
2.
Menghitung debit rencana
3.
Menentukan kemiringan energi saluran dengan mempertimbangkan : a.
Kemiringan maksimum yang diijinkan
b.
Kecepatan maksimum yang diijinkan
c.
Stabilitas saluran
4.4.2.2 Kriteria perencanaan bangunan pelengkap di jaringan utama Secara garis besar, bangunan pelengkap yang akan direncanakan adalah berupa: 1.
Bangunan Terjun
2.
Got Miring
3.
Bangunan Bagi Sadap
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey
IV - 12