BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat membuat model kesesuaian habitat orangutan
kalimantan (Pongo Pongo pygmaeus wurmbii) wurmbii dilakukan di Suaka Margasatwa argasatwa Sungai Lamandau. Area penelitian untuk analisis spasial model kesesuaian habitat dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau dan di area usulan zona pemanfaatan terbatas yang disebut dengan zona buffer. Kegiatan pengambilan data di lapang dilakukan pada bulan Agustus 2011. Pengolahan Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian disajikan sajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian.
20
4.2
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk pengamatan dan pengambilan data
orangutan di lapang antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Global Positioning System (GPS) Garmin seri 76 CSx Kamera digital Alat tulis Buku lapang Penunjuk waktu Untuk kegiatan pengolahan dan analisis data, alat dan bahan yang
digunakan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 4.3
Komputer atau laptop Perangkat lunak Arc GIS 9.3 Perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 Pengolah data statistika SPSS 1.5 Perangkat lunak Microsoft Excell 2007 Peta batas kawasan SM.Sungai Lamandau Peta jaringan jalan Peta jaringan sungai Peta administratif Kalimantan Tengah Citra Landsat TM Tahapan Penelitian Penyusunan pemodelan spasial habitat orangutan ini dimulai dengan
mengumpulkan data primer dan data sekunder, yang meliputi data observasi lapang, data peta digital, studi literatur dan wawancara terhadap pengelola, pengunjung dan masyarakat. Data input atau data masukan bersumber pada peta digital diperoleh dari analisis peta dan observasi lapang. Proses analisis peta ini menghasilkan 4 peta tematik (layer) yang digunakan dalam pemodelan spasial habitat, yaitu peta jarak dari sungai, peta jarak dari jalan, peta jarak dari desa dan peta nilai Normalization Difference Vegetation Index (NDVI). Kemudian data titik sebaran atau peta distribusi orangutan diidentifikasi (Summarize zone) komponennya terhadap tiap layer dan dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama Principle Component Analysis (PCA) untuk mendapatkan nilai bobot pada masing-masing layer. Selanjutnya semua layer ditumpang tindihkan
21
(overlay) sesuai dengan bobotnya masing-masing sehingga didapatkan model berupa peta kesesuaian habitat. Model yang telah didapatkan yang berupa peta kesesuaian habitat kemudian dilakukan validasi (pengujian) berdasarkan data dari observasi lapang. Observasi lapang dilakukan dengan metode jalur (transect). Validasi model dilakukan agar dapat ditentukan tingkat akurasinya dan sebagai dasar diterima atau tidaknya model. Secara umum bagan alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 4. 4.4
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian, yaitu merupakan data spasial yang berupa peta batas kawasan penelitian, peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta administratif, citra landsat TM untuk menentukan nilai NDVI dan data lapang untuk pembuatan serta validasi model yaitu lokasi sebaran orangutan di SM Sungai Lamandau. Lokasi sebaran orangutan ditentukan melalui identifikasi titik keberadaan orangutan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Idetifikasi keberadaan orangutan dilakukan dengan mendeteksi jejak. Dalam hal ini jejak yang dimaksud adalah sarang orangutan, karena menurut Meijard et al (2001) sarang adalah bukti keberadaan orangutan yang paling mudah diamati, karena sangat mencolok berada di atas pohon dengan bentuk berbeda dengan sekelilingnya. Terdapat 4 tipe sarang berdasarkan menurut (UNESCO-PanEco dalam YEL 2009) yaitu sarang kelas A dicirikan dengan daun masih segar, sarang baru, semua daun masih hijau. Sarang kelas B ditandai dengan daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang yang terlihat dari bawah. Sarang kelas C atau sarang tua yaitu semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang, sudah terlihat adanya lubang dari bawah. Serta, sarang kelas D yaitu semua daun sudah hilang, sebagian besar hanya tinggal ranting. Gambar setiap kelas sarang disajikan pada Gambar 5.
22
Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian.
23
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 5 Kelas sarang orangutan kalimantan (a) sarang kelas A, (b) sarang kelas B, (c) sarang kelas C, (d) sarang kelas D. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data titik sarang untuk identifikasi keberadaan orangutan adalah metode transect. Transect dilakukan di sekitar 4 camp yang ada di SM Lamandau yaitu di sekitar Camp Rasak, Camp JL, Camp Gemini dan Camp Buluh. Transect di sekitar camp tersebut dilakukan pada jarak minimal 2 km dari masing-masing camp untuk mengambil data titik sarang orangutan liar. Hal ini dikarenakan pada jarak 2 km dari camp merupakan wilayah jelajah orangutan rehabilitasi, sehingga sarang yang terdapat pada area tersebut merupakan sarang orangutan rehabilitasi yang dapat mempengaruhi keakuratan dalam pembuatan model. Titik hasil temuan lapang kemudian dikelompokkan menjadi dua dengan proporsi 2/3 atau 70% dari keseluruhan digunakan untuk
24
menyusun model, kemudian 1/3 atau 30% dari keseluruhan titik digunakan sebagai validasi. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data bio-ekologi orangutan kalimantan dan data kondisi umum lokasi penelitian. Data ini diperoleh dengan studi literatur dan wawancara dengan pengelola kawasan, pengunjung dan masyarakat. 4.5
Pengolahan Peta Tematik
4.5.1 Parameter yang digunakan Pemodelan kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus Wurmbii, 1760) merupakan proses peninjauan dan penilaian kebutuhan hidup (life requisites) orangutan kalimantan terhadap faktor-faktor habitat dan faktor-faktor gangguan. Faktor-faktor habitat yang digunakan adalah ketersediaan air yang diwakilkan oleh jarak dari sungai dan ketersediaan cover yang diwakilkan oleh nilai Normalization Difference Vegetation Index (NDVI). Faktor gangguan berasal dari aktivitas manusia yang diidentifikasi melalui jarak dari jalan dan jarak dari desa. 4.5.2 Pembuatan peta Buffer Peta buffer yang dibuat adalah peta jarak dari sungai, peta jarak dari jalan dan peta jarak dari desa. Peta jarak dari jalan dibuat dari peta jaringan jalan, peta jarak dari sungai dibuat dari peta jaringan sungai, sedangkan peta jarak dari desa dibuat dari peta administratif yang dianalisis dengan menggunakan Arc Gis 9.3. Proses pembuatan peta buffer disajikan pada Gambar 6(a). 4.5.3 Pembuatan peta Normalization Difference Vegetation Index (NDVI) Peta Normalization Difference Vegetation Index (NDVI) dibuat dari citra landsat yang telah dilakukan koreksi geometri. Citra landsat tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan software Erdas imagine 9.1. Perhitungan NDVI dilakukan pada model maker Erdas menurut rumus: Band 4 − Band 3 = Band 4 + Band 3
Proses pembuatan peta NDVI disajikan pada Gambar 6(b).
25
Gambar 6 (a) proses pembuatan peta buffer (b) pembuatan peta NDVI. 4.6
Analisis Komponen Utama / Principal Component Analysis (PCA) Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik analisis
multivariabel (menggunakan banyak variabel) yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang mentransormasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (ortogonal) (Rosita 2008). PCA digunakan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap distribusi orangutan kalimantan, berdasarkan titik distribusi orangutan kalimatan yang ditemukan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan masing-masing layer (jarak dari sungai, jarak dari jalan, jarak dari desa dan nilai NDVI). Adapun titik yang digunakan untuk pembangunan model yaitu 70% dari titik keseluruhan yang ditemukan di lapang, dan sisanya 30% digunakan sebagai validasi. Dari hasil tersebut selanjutnya dapat ditentukan bobot dari masing-masing faktor yang mempengaruhi habitat orangutan kalimantan. Analisis PCA tersebut dilakukan dengan menggunkan perangkat lunak SPSS 1.5. Hasil PCA yang digunakan untuk menentukan bobot masing faktor habitat dan untuk analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= aFK1+bFk2+cFk3+dFk4
26
Keterangan :
4.7
Y
= total nilai kesesuaian habitat
a-e
= nilai bobot setiap variabel
Fk1
= faktor jarak dari sungai
Fk2
= faktor NDVI
Fk3
= faktor jarak dari jalan
Fk4
= faktor jarak dari desa
Analisis Spasial Titik sebaran orangutan kalimantan dianalisis dengan faktor-faktor spasial
yang meliputi jarak dari sungai, jarak dari jalan dan jarak dari desa dan nilai NDVI. Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pembagian kelas (class), pembobotan (weighting) dan pengharkatan (skoring). Pemberian bobot didasarkan atas nilai kepentingan atau kesesuaian bagi habitat orangutan kalimantan. Pemberian bobot terdiri dari 3 nilai bobot, dimana nilai tertinggi menunjukkan faktor habitat yang paling berpengaruh, nilai di bawahnya menunjukkan faktor habitat yang berpengaruh sedang dan nilai terendah menunjukkan faktor habitat yang kurang berpengaruh. Klasifikasi kelas kesesuaian terdiri dari tiga kelas yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang) dan 3 (tinggi). Model Matematika yang digunakan adalah: 1.
Nilai skor klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan. SKOR = ΣWi * Fki Keterangan: SKOR = nilai dalam penetapan klasifikasi kesesuaian habitat Wi = bobot untuk setiap parameter Fki = faktor kelas dalam parameter
2. Nilai selang skor klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan ditentukan berdasarkan sebaran nilai piksel yang dihasilkan analisis spasial.
Keterangan :
Selang =
−
Selang = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian Smaks = nilai piksel tertinggi
habitat
27
Smin = nilai piksel terendah K = banyaknya klasifikasi kesesuaian habitat 3. Nilai kesesuaian habitat orangutan kalimantan KHn = Smin + SELANG dan/atau KH = KHn-1 + SELANG
Keterangan: KHn Smin KHn-1 SELANG
= nilai kesesuaian habitat ke-n = nilai skor terendah = nilai kesesuaian habitat sebelumnya = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian habitat
4. Nilai validasi klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan
Keterangan:
Validasi =
100 %
Validasi = persentase kepercayaan n = jumlah titik pertemuan orangutan kalimantan yang ada pada satu klasifikasi kesesuaian N = jumlah total titik pertemuan orangutan kalimantan hasil survey