BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2011. 4.2.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kompas
6. Kalkulator
2. Meteran
7. Kamera
3. Tambang Plastik
8. GPS (Global Positioning System)
4. Tali Rafia
9. ArcMap GIS 10
5. Alat tulis
10. Termometer Dry-wet
Sedangkan objek yang digunakan adalah tarsius yang hidup di Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung beserta semua komponen yang ada di habitatnya. 4.3.
Cara Pengumpulan Data
4.3.1. Studi literatur Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi literatur yang diambil dari berbagai sumber bacaan. Data sekunder juga diperoleh dari instansi yang terkait dengan Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Data sekunder ini digunakan sebagai data pendukung, landasan teori dan dasar penulisan hasil penelitian. 4.3.2. Karakteristik habitat Habitat memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai penyedia makanan, air, dan perlindungan bagi satwaliar. Habitat berfungsi pula sebagai tempat berkembang biak satwaliar. Pengumpulan data mengenai karakteristik habitat meliputi aspek fisik yaitu, ketinggian tempat, suhu dan kelembaban udara, jarak dari pemukiman. Sedangkan data mengenai tutupan vegetasi dilakukan dengan analisis vegetasi.
15
4.3.2.1. Komponen fisik Komponen fisik habitat tarsius dilakukan dengan mengamati dan mengukur data sebagai berikut: a. Ketinggian tempat. Pengukuran ketinggian tempat di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan GPS b. Suhu dan kelembaban udara. Pengukuran suhu udara dan kelembaban setiap hari pengamatan dengan menggunakan termometer dry-wet. Pengukuran suhu dan kelembaban ini dilakukan antara pukul 05.30 – 06.00 WITA. 4.3.2.2. Analisis Vegetasi Data komposisi dan struktur vegetasi dilakukan dengan melakukan analisis vegetasi yang menggunakan metode petak tunggal (Indriyanto, 2006). Dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh yang akan mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas tumbuhan lokasi ditemukan kelompok tarsius. Ukuran minimum petak contoh dapat ditentukan dengan menggunakan kurva spesies area. Luas minimum petak contoh itu, ditetapkan dengan dasar bahwa penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih dari 5%. Metode ini tidak memerlukan perhitungan frekuensi dan frekuensi relatif karena hanya ada satu petak contoh dalam analisis vegetasinya, sehingga INP (Indeks Nilai Penting) diperoleh dari penjumlahan kerapatan relatif dan penutupan relatif. Menurut Indriyanto (2006), petak contoh berbentuk persegi panjang lebih efektif daripada petak contoh berbentuk bujur sangkar. Tahapan kegiatan analisis vegetasi dilakukan dengan cara : a. Penentuan lokasi sarang tidur tarsius. Penentuan lokasi ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu mendengarkan suara tarsius pada pagi hari lalu mencium bau urin tarsius untuk memastikan lokasi tersebut adalah sarang tarsius. b. Pembuatan petak awal berukuran 20 × 50 m atau seluas 0,1 hektar. Petak ini kemudian diperbesar sehingga penambahan luasnya tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih dari 5%.
16
c. Data yang diambil dalam plot tersebut adalah semua tingkatan tumbuhan yang ada di dalamnya, yaitu
pancang, tiang dan pohon dengan uraian
sebagai berikut: 1. Pancang: permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. 2. Tiang : pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm. 3. Pohon: pohon dewasa berdiameter 20 cm atau lebih. Jenis data yang dicatat dalam pengamatan vegetasi adalah jenis tumbuhan, jumlah individu setiap jenis, diameter batang setinggi dada, tinggi bebas cabang dan tinggi total. Untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai dan pancang, pengamatan hanya dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis. Pengukuran dimensi diameter batang, tinggi bebas cabang, tinggi total, diameter tajuk dan jarak antar tajuk hanya dilakukan terhadap vegetasi pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon. 4.3.2.3. Serangga Serangga merupakan sumber pakan utama tarsius. Pengumpulan data serangga menggunakan metode perangkap cahaya (light trap) dilakukan dengan menggantung lampu petromaks di depan kain putih berukuran 2 × 1 m yang dipasang pada petak pengamatan. Pengumpulan serangga ini dilakukan selama 120 menit dimulai pada pukul 18.30 - 20.30 WITA. Pengulangan dilakukan selama 3 kali. Serangga kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol yang dipisahkan berdasarkan petak pengamatan. Setelah itu, serangga diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 4 Metode Light trap.
17
4.3.3. Populasi Pengambilan data populasi dilakukan secara sensus dengan metode Concentration Count atau metode titik konsentrasi. Titik konsentrasi ditempatkan pada lokasi yang diduga sebagai tempat dengan perjumpaan satwa yang tinggi. Pada penelitian ini, titik diambil di sarang tidur tarsius. Penentuan sarang tidur ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan survei dengan mendengarkan suara tarsius pada pagi hari lalu menentukan lokasi asal suara. 2. Mencari lokasi asal suara tarsius. Umumnya sarang tidur tarsius berupa pohon yang rimbun. 3. Mencium bau urin yang ditinggalkan tarsius. Menurut Rowe et al. (1996), salah satu ciri penandaan keberadaan tarsius berasal dari urine yang memiliki bau khas sehingga manusia pun bisa mendeteksinya. Pengamatan dilakukan pada saat tarsius meninggalkan lokasi tidurnya, yaitu sebelum matahari terbenam antara pukul 16.30 - 18.00 WITA dan pada saat tarsius kembali ke tempat tidurnya, yaitu sebelum matahari terbit antara pukul 05.00 - 07.00 WITA. Semua pengamatan tersebut dilakukan dengan tiga kali pengulangan untuk setiap kelompok agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. 4.3.4. Sebaran kelompok Data sebaran geografis tarsius menurut lokasi tempat tidur dilakukan dengan menandai daerah yang menjadi sarang tarsius dengan menggunakan GPS lalu dianalisis dengan menggunaka software ArcMap GIS 10. 4.4.
Analisis Data
4.4.1. Karakteristik Habitat 4.4.1.1. Komponen Fisik Komponen fisik habitat tarsius yang dianalisis terdiri dari ketinggian tempat, suhu dan kelembaban udara serta jarak dari pemukiman. Komponen tersebut dianalisis secara deskriptif dari hasil identifikasi, pengamatan dan pengukuran serta kondisi sesungguhnya di lapangan.
18
4.4.1.2. Analisis vegetasi Data hasil pengamatan tumbuhan yang dikumpulkan dari lapangan digunakan untuk menghitung frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nilai penting suatu jenis tumbuhan. Nilai-nilai tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk nilai mutlak maupun nilai relatif dengan persamaan sebagai berikut : Kerapatan (K) Kerapatan Relatif Dominansi (D) Dominansi Relatif (DR)
=
Jumlah individu suatu jenis Luas unit contoh
Kerapatan suatu jenis
= Kerapatan seluruh jenis × 100% =
Jumlah bidang dasar Luas petak contoh
× 100%
Dominansi suatu jenis
Indeks Nilai Penting (INP)
= Dominansi seluruh jenis × 100%
Indeks Nilai Penting (INP)
= KR (semai dan pancang)
Luas bidang dasar ke-i
= 4 . 𝜋.𝑑𝑖2
= KR + DR (pohon dan tiang) 1
Untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan digunakan indeks persamaan Shanon-Wiener yaitu: 𝑛
dengan pi =ni/N
𝐻′ = − � 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 𝑖=1
Keterangan : H’
= Indeks keragaman jenis Shannon-Wiener
ni
= jumlah individu atau nilai penting jenis ke-i
N
= total individu atau nilai penting seluruh jenis Kesamaan komposisi tiap vegetasi dihitung dengan Indeks of Similarity
(IS) dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
IS =
2𝑤 × 100% 𝑎+𝑏
IS
= Indeks kesamaan komunitas
W
= jumlah nilai yang sama dan nilai yang terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan.
a
= jumlah nilai kuantitatif dari semua yang terdapat pada tegakan pertama.
19
b
= jumlah nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan kedua.
4.4.1.3. Karakteristik sarang Setelah melakukan analisis vegetasi disekitar sarang tarsius dilakukan juga analisis deskriptif terhadap jenis tumbuhan yang diduga menjadi lokasi tidur tarsius. 4.4.1.4. Serangga Keanekaragaman jenis serangga dihitung dengan menggunakan indeks keragaman Shannon-Wiener (Ludwig dan Reynolds 1988) : 𝑛
𝐻′ = − � 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 𝑖=1
Keterangan :
H’= indeks keragaman Shannon-Wiener Pi = proporsi jumlah individu ke-i (ni/N) ni = banyaknya individu spesies ke-i N = total individu seluruh jenis
4.4.2. Populasi Perhitungan ukuran populasi tarsius dengan metode titik konsentrasi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
Pi =
∑x
i
n
P = ∑ Pi Keterangan: = ukuran populasi di lokasi konsentrasi ke-i (individu) = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke-i = total populasi di seluruh areal penelitian = jumlah ulangan pengamatan Sedangkan untuk kepadatan populasi diperlukan data mengenai luas areal pengamatan yang dilakukan dengan analisis program ArcMap GIS 10 dengan menghubungkan
garis terluar wilayah pengamatan. Kepadatan
populasi
didapatkan dengan membagi jumlah individu yang ditemukan dengan luas areal pengamatan.
20
4.4.3. Sebaran Data sebaran tarsius menurut lokasi tempat tidur yang telah ditandai di GPS, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software ArcMap GIS 10. 4.4.4. Analisis deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk data-data kualitatif yang tidak dilakukan pengukuran secra kuantitatif. Data mengenai karakter pohon sarang akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik yang akan dibahas secara deskriptif.