24
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Pengukuran dan Penghitungan Biomassa dan Karbon Pada Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika Metode pengukuran dan penghitungan biomassa dan massa karbon pada tanah dan tumbuhan hutan gambut tropika dilakukan dengan tahapan antara lain: (1) analisis vegetasi untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan serta dimensi; (2) pengukuran pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon pohon; (3) pengambilan contoh uji untuk mengukur kadar karbon di laboratorium; (4) penyusunan dan pengujian persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon; serta (5) pendugaan simpanan biomassa dan massa karbon pada tanah dan tumbuhan hutan gambut. Nilai karbon tersimpan digambarkan dalam bentuk perubahan simpanan massa karbon pada beberapa perubahan tutupan lahan menurut kondisi hutan gambut dan menurut waktu, dengan menggunakan pendekatan pengumpulan data nilai karbon tersimpan pada suatu waktu tertentu. Perubahan simpanan karbon menurut kondisi hutan gambut diperoleh dari hutan alam gambut (hutan primer, hutan bekas tebangan, hutan sekunder dan hutan terdegradasi).
Perubahan
simpanan karbon menurut kondisi waktu diperoleh dari keragaan sampel tegakan hutan dalam areal hutan tanaman gambut pada berbagai kelas umur yang memiliki kesamaan (homogenitas) karakteristik seperti jenis tanah, ketebalan gambut dan kondisi iklim. Prosedur perhitungan biomassa dan massa karbon pohon di hutan alam gambut menggunakan persamaan alometrik yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pengukuran biomassa pohon contoh diawali dengan proses penebangan, pemotongan dan penimbangan beberapa bagian pohon contoh. Biomassa akar akan diestimasi menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk dan akar (root to shoot ratio, R/S ratio). Nilai R/S rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari hasil penelitian Istomo (2002) yaitu 0.25, dimana nilai tersebut sejalan dengan nilai R/S ratio menurut Brown (1997) dan IPCC (2006).
25
Penjumlahan biomassa dan massa karbon semua pohon yang diukur pada suatu lahan, baik yang berukuran besar maupun kecil, dilakukan untuk memperoleh total biomassa dan massa karbon pohon per luasan lahan (kg/ha). Total biomassa dan massa karbon per luasan lahan merupakan estimasi akhir jumlah total biomassa dan karbon tersimpan per luasan lahan. Konsentrasi karbon dalam bahan organic akan diketahui melalui analisis di laboratorium yaitu berupa factor konversi. Estimasi jumlah total karbon tersimpan per komponen biomassa dapat dihitung dengan mengkalikan total berat massanya (berat kering) dengan factor konversi (konsentrasi karbon dalam bahan organik).
1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama dilakukan pengambilan data di lapangan (areal PT. DRT) selama tiga bulan mulai bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 dan tahap kedua dilakukan analisis kandungan karbon di laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB selama tiga bulan mulai bulan Agustus 2011 sampai bulan Oktober 2011. Penelitian lapangan akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Riau, yaitu di areal hutan gambut alam (IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber). Lokasi tersebut dipilih untuk mewakili kondisi pengelolaan hutan alam dan hutan tanaman pada lahan gambut di Indonesia dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki keberagaman kondisi hutan gambut beserta pengelolaannya, yaitu hutan alam primer, hutan alam bekas tebangan, hutan alam sekunder dan hutan alam terdegradasi, memiliki ketebalan gambut yang bervariasi, serta memiliki laju deforestasi dan degradasi hutan gambut yang cukup tinggi. Hutan alam gambut primer adalah hutan alam gambut yang belum banyak mengalami gangguan dan memiliki tajuk hutan yang masih rapat. Hutan gambut bekas tebangan didefinisikan sebagai hutan yang telah mengalami aktivitas pemanenan hutan, namun masih memiliki potensi vegetasi (growing stock) yang tinggi (tajuk masih rapat) dan masih menunjukkan ciri-ciri hutan alam primer tapi jarang ditemukan pohon komersial besar. Hutan gambut sekunder didefinisikan sebagai hutan bekas tebangan yang telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya menurun dan telah
26
menunjukkan adanya jenis-jenis pionir yang berbeda dengan jenis alami sebelumnya. Hutan gambut sekunder umumnya berupa hutan belukar yang merupakan bentuk suksesi hutan sekunder setelah penebangan atau kerusakan lainnya menjadi komunitas vegetasi yang dominasi oleh pohon-pohon pionir, jarang ditemukan pohon komersial berukuran besar serta penutupan tajuknya terbuka (terfragmentasi). Sedangkan hutan gambut terdegradasi didefinisikan sebagai hutan sekunder yang telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya sangat sedikit dan hanya berupa semak, tumbuhan bawah berupa rumput dan pakupakuan atau tanah terbuka/kosong. Semak merupakan bentuk hutan yang telah terdegradasi karena penebangan, bekas kebakaran atau bekas perladangan yang telah mengalami suksesi. Tumbuhan yang dominan adalah tumbuhan rendah, herba, pohon pionir dan tumbuhan berkayu tingkat rendah lainnya. Tajuk hutan terbuka atau tidak ditemukan pohon yang berdiameter besar. Tanah terbuka adalah areal yang sebagian besar berupa tanah kosong tanpa vegetasi atau berupa bekas kebakaran yang belum mengalami suksesi.
2. Alat dan Bahan Penelitian Alat penelitian yang akan digunakan meliputi alat untuk pengambilan data di lapangan dan alat untuk analisis kandungan karbon di laboratorium. Alat yang akan digunakan dalam penelitian di lapangan meliputi kompas, pita diameter, pita meter, timbangan, kamera, alat tulis dan blangko pengamatan (tally sheet). Alat yang akan digunakan dalam penelitian di laboratorium meliputi oven, timbangan, alat tulis dan blangko pengamatan (tally sheet). Bahan penelitian sebagai obyek penelitian yang akan digunakan adalah komunitas tumbuhan, contoh bagian tumbuhan dan contoh tanah gambut dari berbagai kedalaman dan ketebalan gambut pada ekosistem hutan alam gambut serta ekosistem hutan tanaman gambut. Komunitas tumbuhan dibedakan menurut bentuk tumbuhan (pohon dan permudaannya, semak, herba dan tumbuhan bawah), bagian tumbuhan (batang, cabang, ranting, daun, kulit dan akar), serta tingkat pertumbuhan (pohon, pancang dan semai). Objek penelitian lainnya adalah nekromassa atau pohon mati/roboh/rusak, serasah dan tanah gambut.
27
3. Data yang Dikumpulkan
Struktur tegakan dan komposisi jenis yang meliputi kerapatan, frekuensi, dominansi dan dimensi tumbuhan pada tingkat pohon dan permudaan. Peubah yang diukur untuk mengetahui struktur tegakan dan komposisi jenis adalah nama jenis, jumlah jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter dan tinggi pohon untuk tingkat pohon (diameter ≥ 5 cm).
Data pohon berdiamater ≥ 5 cm untuk pendugaan biomassa pohon berdiameter ≥ 5 cm. Data biomassa pohon berdiameter ≥ 5 cm diperoleh melalui persamaan alometrik untuk tingkat pohon (diameter ≥ 5 cm).
Persamaan alometrik pohon berdiameter ≥ 5 cm dibuat dengan melakukan pengukuran dan pencatatan data pohon contoh di lapangan berupa nama jenis, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total, bobot basah contoh (bbc) seluruh bagian pohon (batang, cabang, ranting, kulit, daun dan akar) dan akan dikonversi menjadi bobot kering contoh (bkc) di laboratorium. Untuk pohon besar (dbh > 40 cm) akan diukur volume dan panjang per segmen batang 2 meter.
Data biomassa tumbuhan untuk permudaan tingkat pancang dan semai, semak, herba, tumbuhan bawah dan akar diperoleh melalui pengukuran langsung dengan cara diambil/ditebang.
Contoh bagian tumbuhan yang mewakili bentuk tumbuhan, bagian tumbuhan dan jenis tumbuhan. Data tersebut diukur dan dicatat di lapangan berupa bobot basah contoh (bbc) dan akan dikonversi menjadi bobot kering contoh (bkc) di laboratorium.
Contoh tanah gambut pada setiap kedalaman gambut (setiap selang kedalaman 100 cm) menurut perbedaan ketebalan gambut diukur untuk mendapatkan data ketebalan gambut dan kandungan karbon tanah gambut pada setiap kedalaman gambut, serta untuk mendapatkan data bobot kering tanah gambut setiap selang kedalaman 100 cm.
Bagan alir pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium disajikan pada Gambar 2.
28
Opsi strategi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon
Pengukuran laju subsidensi gambut Analisis finansial pengelolaan HA dan HTI terkait aspek kayu, karbon dan emisi CO2 Pengukuran luas keterbukaan, kerusakan tegakan dan limbah pemanenan kayu Perubahan kandungan biomassa dan karbon akibat pemanenan kayu dan konversi HA menjadi HTI Analisis vegetasi di PF, LOF, SF, DF, dan HTI pada ketebalan < 3 m dan > 3 m Data komposisi jenis dan struktur tegakan
Persamaan alometrik penduga biomassa pohon dbh > 5 cm
Data biomassa pohon dbh>5 cm
Data biomassa semai, semak, herba, t.bawah, nekromassa, serasah
Data biomassa tanah gambut
Penentuan pohon contoh per dbh per kelompok jenis
Pengukuran 30 pohon contoh dbh>5 cm (akar, tunggak, batang, cabang, ranting, daun, kulit)
Pengukuran dimensi pohon dbh>5 cm di PF, LOF, SF, DF, dan HTI pada ketebalan < 3 m dan > 3 m
Pengukuran langsung biomassa semai, semak, herba, tb, nekromassa, serasah
Pengukuran langsung biomassa tanah gambut per ketebalan dan kematangan Data massa karbon
Pengukuran bbt dan bbc 30 pohon contoh per bagian pohon (akar, tunggak, batang, cabang, ranting, daun, kulit)
Pengukuran bbt dan bbc per bagian semai, semak, herba, t.bawah, nekromassa, serasah
Pengukuran ketebalan dan kematangan gambut setiap selang kedalaman 50 cm
Pengambilan contoh uji dari 30 pohon contoh per bagian pohon (akar, tunggak, batang, cabang, ranting, daun, kulit)
Pengambilan contoh uji per bagian semai, semak, herba, t.bawah, nekromassa, serasah
Pengambilan contoh gambut setiap selang kedalaman 50 cm dan setiap kematangan gambut
Pengukuran bkc dan bkt 30 pohon contoh per bagian pohon (akar, tunggak, batang, cabang, ranting, daun, kulit) di laboratorium
Pengukuran bkc dan bkt per bagian semai, semak, herba, t.bawah, nekromassa, serasah di laboratorium
Analisis kimia karbon di laboratorium (kadar air, bulk density, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon)
Pendugaan kandungan karbon
Data emisi CO2 Pengukuran bulk density dan kadar karbon gambut di laboratorium
Pendugaan emisi CO2
Gambar 2 Bagan alir pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium
4. Teknik Penarikan Contoh Teknik penarikan contoh di lapangan dilakukan dengan metode berlapis (stratified sampling) berdasarkan kondisi tutupan hutan. Pembagian strata (lapisan) dalam pembuatan petak contoh penelitian (PCP) dilakukan menurut perbedaan kondisi tutupan hutan.
29
Penempatan petak contoh penelitian (PCP) dilakukan dengan metode purposif (purposive sampling) berlokasi di petak pemanenan kayu pada blok RKT berjalan yaitu pada berbagai lokasi areal pemanenan kayu yang mewakili berbagai kondisi tutupan hutan yaitu hutan alam primer, hutan alam bekas tebangan, hutan alam sekunder dan hutan alam terdegradasi. Petak contoh penelitian (PCP) berbentuk bujur sangkar berukuran 100 m x 100 m (1 ha) ditempatkan berdasarkan kondisi tutupan hutan dan ketebalan gambut. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah PCP adalah 8 PCP yang berasal dari empat kondisi tutupan vegetasi hutan.
5. Teknik Pengumpulan Data 5.1. Analisis Vegetasi Struktur tegakan dan komposisi jenis pada setiap petak contoh penelitian (PCP) diketahui melalui analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak (Soerianegara & Indrawan 2005). Setiap PCP dibagi menjadi sub petak – sub petak dengan metode nested sampling yang terdiri dari sub petak berukuran 20 m x 20 m, 5 m x 5 m, 2 m x 2 m dan 1 m x 1 m. Dalam sub petak 20mx20m dilakukan pengamatan terhadap pohon hidup dan pohon mati (berdiri/rebah) berdiamater > 10 cm. Dalam sub petak 5mx5m dilakukan pengamatan terhadap pancang, semak dan herba. Dalam sub petak 2mx2m dilakukan pengamatan terhadap semai dan tumbuhan bawah. Dalam sub petak 1mx1m dilakukan pengamatan terhadap serasah, akar dan tanah gambut. Bentuk PCP disajikan pada Gambar 3 dan bentuk Sub PCP disajikan pada Gambar 4.
30
20 m
20 m Jalur 5
Jalur 4
Jalur 3
Jalur 2
Jalur 1
Keterangan:
adalah sub petak untuk pengukuran biomassa dengan metode langsung Gambar 3 Bentuk petak contoh penelitian (PCP) berukuran 100m x 100m (1 ha) yang terdiri dari 25 sub PCP berukuran 20m x 20m (400 m2) Kriteria tingkat tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter batang setinggi dada (130 cm) > 5 cm.
Pancang adalah anakan pohon mulai tinggi total > 1,5 m sampai diameter batang < 5 cm.
Semai adalah anakan pohon mulai minimal tumbuh dua daun sempurna sampai tinggi total < 1,5 m.
Tumbuhan bawah adalah tumbuhan penutup tanah yang meliputi rumput, paku, talas atau tumbuhan herba rendah lainnya dengan tinggi total < 1,5 m.
Herba adalah tumbuhan tidak berkayu yang meliputi pandan, palem dan liana herba dengan tinggi total < 1,5 m
Semak adalah tumbuhan berkayu yang tidak memiliki batang utama yang jelas dan pada saat dewasa memiliki diameter setinggi dada (130 cm) < 10 cm, termasuk liana berkayu.
31
Jalur Rintisan
20 m x 20 m • Pohon > 10 cm • Nekromassa > 10 cm
• Pancang • Semak • Herba • Semai • Tumb. Bawah
5mx5m 2mx2m 1mx1m
• Serasah • Akar • Tanah
Gambar 4 Bentuk sub petak contoh penelitian (Sub PCP) berukuran 1 m x 1 m, 2 m x 2 m, 5 m x 5 m dan 20 m x 20 m.
Luas areal pengamatan biomassa dan analisis vegetasi adalah: •
1mx1mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,005 ha (akar, serasah dan tanah gambut)
•
2mx2mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,02 ha (semai dan tumbuhan bawah)
•
5mx5mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,12 ha (pancang, semak dan herba)
•
20mx20mx 25 sub PCP x 8 PCP = 8 ha (pohon hidup dan pohon mati)
5.2. Pengukuran Biomassa di Atas Permukaan Tanah Pengukuran biomassa dilakukan untuk menentukan kandungan karbon yang terdapat dalam tegakan hutan di atas tanah. Biomassa di atas permukaan tanah yang diukur meliputi pohon (hidup/mati), pancang, semai, semak, herba dan tumbuhan bawah. Prosedur pengukuran dan perhitungan simpanan karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut serta protokol pengambilan sampel biomassa yang akan dilakukan dalam penelitian ini telah memperhatikan berbagai telaah pustaka dari Hairiyah et al. (2001a), Istomo (2002), Murdiyarso et al. (2004), IPCC (2006), Hairiyah dan Rahayu (2007), Istomo et al. (2007), Solichin (2009), Agus (2009), Hooijer et al. (2006) dan Wosten et al. (1997).
32
Metode tidak langsung untuk pendugaan biomassa pohon berdiameter ≥ 5 cm dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik local yang sudah disusun dalam penelitian ini. Pendugaan ini memerlukan data diameter setinggi dada (130 cm) semua pohon berdiameter ≥ 5 cm yang terdapat dalam sub petak 20 m x 20 m pada setiap PCP. Berdasarkan data diameter pohon dan persamaan alometrik local akan diperoleh data biomassa rata-rata per ha untuk setiap bagian pohon dan untuk seluruh bagian pohon. Metode langsung melalui pemanenan/perusakan (destructive) untuk pendugaan biomassa pancang, semak dan herba dilakukan pada sub petak 5 m x 5 m, dan untuk pendugaan biomassa semai dan tumbuhan bawah dilakukan pada sub petak 2 m x 2 m. Sub petak untuk pengukuran biomassa dengan menggunakan metode langsung ditempatkan di dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara sistematik pada jalur 1 dan 5. Bagian tumbuhan pohon contoh dipisahkan menjadi tunggak, batang, cabang, ranting, daun dan kulit. Bagian tumbuhan pancang dipisahkan menjadi batang, cabang, ranting dan daun. Bagian tumbuhan semai dipisahkan menjadi batang dan daun. Jumlah total contoh uji dari bagian pohon contoh adalah sebanyak 108 kg yang meliputi 1 sampel pohon seberat 0,2 kg pada 6 kelas bagian pohon sebanyak 3 ulangan pada 74 pohon contoh yang dominan. Jumlah total contoh uji pancang adalah sebanyak 38,4 kg yang meliputi 1 sampel pancang seberat 0,2 kg pada 4 kelas bagian pancang sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh semai adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel semai seberat 0,2 kg pada 2 kelas bagian semai sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh herba adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel herba seberat 0,2 kg pada 2 kelas bagian herba sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh semak adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel semak seberat 0,2 kg pada 2 kelas bagian semak sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh tumbuhan bawah adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel tumbuhan bawah seberat 0,2 kg pada 2 kelas bagian tumbuhan bawah sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Keseluruhan sampel biomassa di atas permukaan tanah adalah 223,2 kg. Peubah yang diukur di lapangan adalah berat basah dan peubah yang diukur di laboratorium adalah berat kering oven, kadar air, berat jenis, kadar zat
33
terbang, kadar abu dan kadar karbon. Semua bagian tumbuhan tersebut ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah total (Wb). Setiap bagian tumbuhan tersebut diambil contohnya sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc). Contoh biomassa tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc).
5.3. Pengukuran Biomassa Nekromassa Pengukuran biomassa nekromassa (bagian tanaman mati tegak/roboh berdiameter > 10 cm) dilakukan pada semua sub plot berukuran 20 m x 20 m dengan cara mengukur diameter dan panjang atau tinggi semua pohon mati berdiameter > 10 cm baik mati berdiri maupun rebah yang meliputi tunggak, batang, cabang dan ranting. Kemudian diambil contoh uji kayu berukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm dan ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc), lalu dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc) dan untuk menghitung berat jenis (bj). Jumlah total contoh nekromassa adalah sebanyak 38,4 kg yang meliputi 1 sampel nekromassa seberat 0,2 kg pada 2 kelompok nekromassa (mati tegak dan mati rebah) setiap 4 kelas bagian nekromassa setiap 3 kelas pelapukan pada 8 PCP.
5.4. Pengukuran Biomassa di Lantai Hutan Metode pemanenan langsung untuk pendugaan biomassa serasah di lantai hutan dilakukan pada sub petak 1 m x 1 m sesuai cara yang dilakukan oleh Brady (1996) yang dimodifikasi dalam Istomo (2002). Sub petak untuk pengukuran biomassa dengan menggunakan metode pemanenan langsung ditempatkan di dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara sistematik pada jalur 1 dan 5. Serasah terdiri dari serasah segar/kasar (2 cm < diameter < 10 cm) dan serasah hancur/halus (2 mm < diameter < 2 cm). Serasah yang ada dalam sub petak tersebut diambil dan dipisahkan menjadi serasah kasar/segar (masih dapat dibedakan secara jelas antara bagian daun, kulit, ranting dan kayu) dan serasah halus/hancur (sulit dibedakan antara bagian daun, kulit, ranting dan kayu).
34
Serasah kasar/segar ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah total (Wb). Setiap bentuk serasah tersebut diambil sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc). Contoh biomassa tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc). Jumlah total contoh serasah adalah sebanyak 57,6 kg yang meliputi 1 sampel serasah seberat 0,2 kg pada 2 kelas serasah dan 3 kelas pelapukan sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Pengukuran berat serasah halus dan akar halus dilakukan dengan cara mengambil dan memasukkan serasah halus ke dalam ayakan berukuran 2 mm. Serasah halus dan akar halus yang tertinggal di atas ayakan diambil sekitar 200 gram dan ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc), kemudian dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc). Serasah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah gambut dan diambil sebanyak 50 gram untuk analisa kandungan karbon tanah gambut.
5.5. Pengukuran Biomassa di Bawah Tanah Metode pemanenan langsung untuk pendugaan biomassa akar di bawah tanah dilakukan pada sub petak 1 m x 1 m dengan metode blok tanah sesuai cara yang dilakukan oleh Brady (1996) dan Kusmana (1997) yang dimodifikasi dalam Istomo (2002). Biomassa akar semua jenis tumbuhan ditentukan berdasarkan banyaknya akar pada blok areal berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Sub petak untuk pengukuran biomassa akar dengan menggunakan metode pemanenan langsung ditempatkan di dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara sistematik pada jalur 1 dan 5. Blok areal berukuran 1 m x 1 m x 1 m dibagi menjadi 8 sub blok areal yang masing-masing berukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m. Akar yang ada dalam sub blok tersebut dipotong, diambil, dicuci dan diayak untuk memisahkan akar hidup dan akar mati. Akar hidup dipisahkan menjadi 3 kelas diameter yaitu < 2 cm, 2-5 cm dan > 5 cm. Jumlah total contoh akar adalah sebanyak 18 kg yang meliputi 1 sampel akar seberat 0,2 kg pada 3 kelas diameter akar untuk jenis pohon dominan (pohon contoh).
35
Semua bagian akar tersebut ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah total (Wb). Contoh akar per kelas diameter per kelompok jenis diambil sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc). Contoh biomassa akar tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc).
5.6. Pendugaan Simpanan Karbon Tanah Gambut Metode pendugaan cadangan karbon tanah gambut mengacu pada Murdiyarso et al. (2004) dan Agus (2009). Karbon gambut dapat dihitung berdasarkan volume gambut pada luasan tertentu dan klasifikasi tingkat kematangan gambut. Volume gambut dihitung dengan mengalikan ketebalan gambut dan luasan lahan gambut. Ketebalan gambut diukur pada beberapa titik/lokasi berbeda yang mewakili seluruh areal dengan cara menusukkan tongkat kayu (bor tanah) ke dalam gambut hingga mencapai tanah mineral. Tingkat kematangan gambut (pelapukan/ dekomposisi) dapat diukur langsung di lapangan dengan metode perabaan. Penentuan bobot isi (bulk density_BD) dan persen C organic (%C-org) berdasarkan hasil analisis contoh uji gambut di Sumatera menurut Wahyunto et al. (2003). Tahapan prosedur pendugaan kandungan karbon tanah gambut adalah pengukuran luas lahan, ketebalan gambut, tingkat kematangan, bobot isi (bulk density) dan persen C-organik. Pengukuran kematangan gambut di lapangan adalah dengan cara mengambil segenggam tanah gambut pada titik pengeboran, lalu peras secara perlahan, lalu lihat sisa serat yang tertinggal di dalam telapak tangan. Pengukuran bobot isi gambut dilakukan di laboratorium dengan metode ring core. Dalam metode ini, untuk menghilangkan air dalam contoh gambut, maka tanah gambut dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 12 jam dan diberi tekanan 33-1500 kPa sehingga tanah gambut menjadi kompak dan stabil. Kandungan C-organik dalam tanah gambut tergantung tingkat dekomposisinya. Tingkat dekomposisi lanjut (hemik dan saprik) memiliki kadar C-organik lebih rendah daripada fibrik. Proses dekomposisi menyebabkan berkurangnya kadar C-organik dalam tanah
36
gambut. Nilai BD dan C-org dapat menggunakan data penelitian Wahyunto et al. (2003). Berdasarkan Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut (Murdiyarso et.al. 2004), penghitungan simpanan karbon bawah permukaan (below ground carbon store) didasarkan pada data bobot isi (bulk density) gambut, ketebalan gambut, luas areal gambut dan kadar karbon. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Simpanan Karbon (KC) = B x A x D x C Keterangan:
KC adalah simpanan karbon dalam ton B adalah bobot isi (BD, bulk density) tanah gambut dalam gr/cc atau ton/m3, untuk Jambi nilainya 100 – 230 kg/m3 untuk Kalimantan nilainya 130 – 150 kg/m3 (Wahyunto et al. 2003) A adalah luas tanah gambut dalam m2 D adalah ketebalan gambut dalam m C adalah kadar karbon (C-organik) dalam persen (%), untuk Sumatera digunakan nilai antara 48% - 53% dan untuk Kalimantan digunakan nilai rata-rata 50% (Wahyunto et al. 2003)
5.7. Pendugaan Simpanan Karbon Tumbuhan Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan perbedaan kondisi tutupan vegetasi hutan. Pengambilan contoh tumbuhan setiap bentuk tumbuhan dan setiap bagian tumbuhan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan bentuk tumbuhan (pohon dan permudaannya, semak, herba dan tumbuhan bawah), tingkat pertumbuhan (pohon, pancang dan semai) dan bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan tingkat pohon adalah tunggak, batang, cabang, ranting, kulit dan daun. Bagian tumbuhan tingkat pancang adalah batang, cabang, ranting dan daun. Bagian tumbuhan semai, semak, herba dan tumbuhan bawah adalah batang dan daun. Setiap bentuk tumbuhan, tingkat pertumbuhan dan bagian tumbuhan tersebut diambil contohnya sebanyak 200 gram, ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc) dan dikeringudarakan selama berada di lapangan. Semua contoh tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc). Selanjutnya dilakukan analisis kandungan karbon di laboratorium.
37
5.8. Pembuatan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa Karbon Pohon Lokasi yang dipilih untuk pembuatan persamaan alometrik local didasarkan pada pertimbangan aksesibilitas dan wilayah hutan yang memiliki komposisi jenis dan sebaran kelas diameter yang paling mewakili kondisi tegakan hutan secara keseluruhan. Pembuatan persamaan alometrik lokal merupakan kegiatan yang memerlukan waktu dan biaya, serta dilakukan dengan metode destruktif atau dengan cara ditebang. Namun penggunaan persamaan alometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian pendugaan biomassa. Pengukuran kandungan karbon dalam tegakan hutan gambut alam (HA) dilakukan dengan metode destruktif, yaitu menebang pohon contoh dan mengukur volume dan berat bagian-bagian pohon sampel yang mewakili tiap-tiap kelas diameter. Pengambilan contoh uji dari pohon sampel di lapangan berupa bagian batang, cabang, ranting, daun, tunggak dan akar. Sampel pohon dari HA gambut dibedakan atas kelompok pohon berdiameter 5-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan > 60 cm. Penyusunan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon dilakukan terhadap jenis pohon dominan sesuai dengan hasil analisis vegetasi dengan cara menebang pohon contoh terpilih. Tahapan kerja yang dilakukan sebagai berikut:
Menentukan jumlah pohon contoh ditebang yang dilakukan berdasarkan kondisi kesehatan pohon dan kelas diameter pohon yaitu 5-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan > 60 cm.
Jenis pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dalam kelas diameter tertentu ditentukan berdasarkan jenis yang dominan yang ditunjukkan oleh nilai indeks penting (INP) tertinggi.
Mengukur dimensi pohon contoh yang meliputi diameter setinggi dada, tinggi total dan bebas cabang, serta rata-rata diameter tajuk pohon.
Menebang pohon contoh serendah mungkin atau rata dengan tanah.
Memisahkan bagian-bagian pohon rebah ke dalam tunggak, batang, cabang, ranting, daun, kulit dan akar.
38
Membagi batang dan cabang menjadi beberapa segmen potongan yang berukuran 2 m dan diukur diameter pangkal dan ujungnya. Bila tidak memungkinkan
untuk
dipotong-potong
maka
dilakukan
pendekatan
pengukuran volume setiap segmentasi 2 m.
Menimbang semua bagian-bagian pohon untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc). Berat basah pohon total adalah penjumlahan berat basah semua bagian pohon.
Mengambil contoh uji bagian batang (pangkal, tengah dan ujung) dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, serta bagian cabang, ranting, daun, kulit dan akar. Mengemas contoh uji ke dalam plastik secara rapat untuk mencegah berkurangnya kandungan air contoh uji.
Menganalisa contoh uji di laboratorium untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc), kadar air, berat jenis (bj), kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon.
Menghitung berat biomassa dan massa karbon pada setiap bagian pohon.
Menganalisa hubungan antara biomassa dan massa karbon dengan dimensi pohon yang dilakukan dengan pendekatan analisis regresi.
Menaksir biomassa dan massa karbon tegakan dengan menggunakan model persamaan allometrik terpilih/terbaik.
5.9. Pengukuran Kadar Karbon di Laboratorium Pengujian contoh bagian tumbuhan dilakukan di laboratorium kimia kayu, Fakultas Kehutanan IPB. Penentuan berat jenis (bj) kayu menggunakan ASTM D 2395-97a (2008b), penentuan kadar air (KA) kayu menggunakan ASTM D 444207 (2008a), penentuan kadar zat terbang menggunakan ASTM D 5832-98 (1990b), penentuan kadar abu menggunakan ASTM D 2866-94 (1990a), dan penentuan kadar karbon menggunakan SNI 06-3730-1995 (BSN 1995). Tahapan kerja pengukuran kadar karbon di laboratorium dilakukan sebagai berikut:
Mengukur berat jenis (bj) dan kadar air (KA) contoh uji.
Mengukur kadar karbon contoh uji yang meliputi tahapan pengukuran kadar zat terbang, pengukuran kadar abu dan pengukuran kadar karbon.
39
Menduga simpanan karbon menggunakan persamaan allometrik massa karbon yang terpilih.
6. Analisis Data 6.1. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Gambut Data hasil analisis vegetasi dan inventarisasi sebelum dan setelah pemanenan kayu dianalisis untuk memperoleh gambaran tentang komposisi jenis dan struktur tegakan sebelum dan setelah pemanenan kayu. Analisis data dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting (INP) menurut Soerianegara dan Indrawan (2005). Jumlah jenis, kerapatan jenis dan penyebaran jenis memiliki peran penting dalam keterwakilan pengambilan contoh biomassa dan karbon. Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Misra 1980) dalam Soerianegara dan Indrawan (2005). Indeks kesamaan komunitas dihitung dengan menggunakan rumus Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam Soerianegara dan Indrawan (2005). Nilai indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui perbedaan atau persamaan komunitas tumbuhan antar PCP. Nilai indeks kesamaan komunitas berkisar antara 0% sampai 100%. Semakin mendekati nilai 100% berarti keadaan komunitas tumbuhan yang dibandingkan semakin sama.
6.2. Model Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa Karbon Pohon Model hubungan antara biomassa pohon atau massa karbon pohon dengan dimensi pohon (diameter dan tinggi pohon) dibuat dengan metode hubungan alometrik yang menggambarkan biomassa atau massa karbon per pohon sebagai fungsi dari diameter pohon dan atau tinggi pohon. Persamaan empiris untuk menduga biomassa sesungguhnya hampir sama dengan persamaan empiris untuk menduga volume yaitu berdasarkan hubungan antara bobot kering biomassa (W), diameter pohon (D) dan tinggi pohon (H). Fakta lapangan menunjukkan bahwa pengukuran tinggi pohon hidup di hutan tropika mendapatkan hambatan alam yang mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Oleh karena itu, hubungan W dan D tanpa H menjadi pilihan terbaik seperti yang dilakukan oleh Brown (1997).
40
Model hubungan tersebut ditambahkan oleh Kettering et al. (2001) dengan parameter berat jenis kayu (bj). Persamaan alometrik terbaik akan dipilih dengan menggunakan berbagai kriteria statistik menurut Draper dan Smith (1992) yaitu goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisaan dan pertimbangan kepraktisan pemakaian model di lapangan.
6.3. Penghitungan Biomassa dan Massa Karbon Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode tidak langsung untuk pohon > 5 cm menggunakan persamaan alometrik local penduga biomassa dan massa karbon pohon yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan hubungan antara diameter pohon setinggi dada dengan biomassa pohon dan hubungan antara diameter pohon setinggi dada dengan massa karbon pohon. Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode langsung untuk tumbuhan pancang, semai, semak, herba, tumbuhan bawah, akar dan serasah menggunakan rumus sebagai berikut: Wk = Fk x Wb;
dimana: Fk = (bkc/bbc) x 100%
Keterangan: Fk bbc bkc Wb Wk
= factor konversi bobot basah biomassa ke bobot kering biomassa = berat basah contoh (g) = berat kering contoh (g) = berat basah biomassa (kg) = berat kering biomassa (kg)
Massa karbon pohon ditentukan berdasarkan persamaan allometrik massa karbon pohon. Jumlah seluruh karbon pohon dalam petak ukur penelitian menyatakan potensi karbon per satuan luas petak ukur penelitian. Potensi karbon total di atas permukaan tanah terdiri dari karbon pohon, pancang, semai, semak, herba, tumbuhan bawah dan nekromassa. Potensi karbon di lantai hutan terdiri dari karbon serasah. Potensi karbon di bawah permukaan terdiri dari karbon tanah.
41
B. Pengukuran Dampak Pemanenan Kayu Di Hutan Gambut 1. Data Lapangan yang Dikumpulkan
Data komposisi dan struktur vegetasi di areal yang akan ditebang berupa hutan primer dan areal yang telah ditebang berupa hutan bekas tebangan. Parameter yang diukur meliputi nama jenis, jumlah jenis, diameter dan tinggi pohon.
Sistem, teknik dan tahapan kegiatan pemanenan kayu di hutan alam gambut tropika.
Volume dan jumlah pohon yang ditebang per ha, volume dan jumlah pohon yang rusak per ha akibat penebangan, bentuk dan macam kerusakan pohon akibat penebangan, volume limbah kayu per ha akibat penebangan, serta luas areal yang terbuka per ha akibat penebangan.
2. Teknik Pengumpulan Data Pengambilan data pohon (diameter > 5 cm) dilakukan dengan membuat petak ukur 20m x 20m pada jalur yang telah dibuat sebanyak 25 petak dalam setiap PCP seluas 1 ha. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi pohon, yaitu pengukuran diameter dan tinggi bebas cabangnya (Tbc) pohon pada setiap petak ukur yang dibuat. Pohon-pohon yang ditebang dalam 6 PCP diukur diameter setinggi dada dan volume total pohon tersebut, yang terdiri dari volume tunggak, volume batang bebas cabang, volume batang diatas cabang pertama (diameter batang yang diukur ≥ 10 cm), dan volume cabang pohon (diameter cabang yang diukur ≥ 5 cm). Setelah penebangan selesai dilakukan inventarisasi dimensi pohon berdiameter ≥ 5 cm pada tegakan tinggal di 6 PCP.
2.1. Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan adalah kerusakan pohon yang tidak ditebang dengan diameter > 5 cm akibat penebangan pohon. Pengambilan data dilakukan pada 6 PCP yang sudah selesai dilaksanakan kegiatan penebangan pohon. Pengambilan data dilakukan dengan cara membuat plot contoh pengamatan berbentuk lingkaran dengan jari-jari sepanjang pohon yang rebah.
42
Data pohon yang rusak dipisahkan menurut kelas diameter (5-10 cm, 1020 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan seterusnya). Pengamatan bentuk kerusakan pohon meliputi rusak tajuk, rusak kulit, rusak banir, rusak batang, condong dan roboh. Parameter yang diukur dan dicatat meliputi jenis dan diameter pohon rusak, serta tipe dan tingkat kerusakan pohon. Kriteria kerusakan berat, sedang dan ringan ditentukan berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon rusak dan berdasarkan jumlah populasi pohon yang rusak per ha. Persen kerusakan pohon dihitung berdasarkan jumlah pohon yang rusak dibagi dengan jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi jumlah pohon ditebang.
2.2. Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu Limbah pemanenan kayu di petak tebangan yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan pohon adalah bagian kayu dari pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu. Limbah pemanenan kayu yang berasal dari pohon yang ditebang meliputi limbah tunggak, batang bebas cabang, batang berdiameter > 10 cm diatas cabang pertama, serta cabang dan ranting berdiameter > 5 cm. Besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang dapat digunakan sebagai suatu pendekatan dalam menentukan tingkat efisiensi pemanenan kayu atau faktor eksploitasi (exploitation factor).
3. Analisis Data 3.1.
Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal Analisis data ditujukan untuk mengetahui tingkat kerusakan tegakan
tinggal setelah penebangan, mengetahui hubungan tingkat kerusakan pohon terhadap ketebalan gambut, intensitas tebang dan kerapatan tegakan. Tingkat kerusakan pohon dihitung dengan membandingkan jumlah kerusakan pohon setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum pemanenan. Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan pohon terhadap intensitas tebang dan kerapatan tegakan.
43
3.2.
Persen Limbah Penebangan Pohon Analisis data ditujukan untuk menghitung volume, persentase dan sebaran
limbah yang terjadi di petak tebang akibat kegiatan pemanenan kayu, menganalisis hubungan antara ketebalan gambut, intensitas tebang, dan bidang dasar terhadap volume limbah akibat kegiatan pemanenan kayu, serta menentukan nilai faktor eksploitasi.
3.3. Tingkat Efisiensi Pemanenan Kayu Tingkat efisiensi pemanenan kayu ditujukan untuk mengetahui berapa bagian volume pohon yang dimanfaatkan per satuan pohon atau per satuan luas areal. Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat dihitung dengan pendekatan persentase volume kayu yang termanfaatkan sampai di tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) atau dengan pendekatan persentase limbah kayu yang terjadi akibat kegiatan penebangan pohon.
C. Penghitungan Nilai Manfaat Ekonomi Karbon Kerangka analisis ekonomi dalam kerangka perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut terkait perdagangan karbon skema REDD+ akan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: (1) analisis kelayakan finansial kegiatan konservasi hutan alam, kegiatan pemanfaatan hutan alam (HA) dan kegiatan pemanfaatan hutan tanaman industri (HTI) pada lahan gambut; (2) analisis keuntungan yang hilang karena lahan bervegetasi hutan dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan simpanan karbon atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industri untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon; dan (3) analisis ekonomi wilayah untuk mengetahui kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu di suatu wilayah tertentu. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha pengelolaan hutan gambut (HA dan HTI).
Analisis kelayakan finansial
dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai bersih kini (Net Present Value, NPV) dan rasio antara keuntungan dan biaya (benefit cost ratio, BCR). Suatu
44
usaha dinyatakan layak secara financial apabila nilai NPV lebih besar dari 1 dan nilai BCR lebih besar dari 1. Analisis keuntungan yang hilang dari mempertahankan simpanan karbon bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial proyek karbon yang mampu mempertahankan simpanan karbon melalui konservasi hutan alam dan atau pengelolaan hutan alam dan bagi peningkatan serapan CO2 melalui pengelolaan hutan tanaman industri di lahan gambut. Keuntungan yang hilang dapat dianggap sebagai biaya dari hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari usaha pengelolaan hutan gambut, apabila hutan dipertahankan tetap sebagai hutan. Analisis keuntungan yang hilang untuk mempertahankan simpanan karbon pada setiap opsi pengelolaan hutan gambut dilakukan dengan membandingkan penerimaan bersih nilai kini (NPV) dari setiap opsi pengelolaan hutan gambut dalam satu satuan luas lahan dan satu satuan waktu dengan simpanan karbon rata-rata untuk satuan luas dan waktu yang sama apabila lahan bervegetasi hutan dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan serapan CO2 atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industry untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon. Analisis ekonomi wilayah bertujuan untuk mengetahui manfaat atau kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap perekonomian suatu wilayah tertentu (kabupaten dan provinsi) pada suatu periode waktu tertentu, terutama aspek penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Analisis mengenai ekonomi spasial (kewilayahan) ini dilakukan dengan pendekatan penggunaan data sekunder dari hasil penelitian yang sudah ada. Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut antara lain:
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan nilai manfaat ekonomi proyek REDD+ pada periode proyek (life time) tertentu.
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan ex ante full credit dengan indicator NPV (net present value). Pendekatan ini memberikan kredit karbon pada awal proyek, dimana pembayaran dilakukan diawal proyek sehingga memberikan insentif bagi pembangunan hutan gambut.
45
Harga karbon akan menggunakan harga hipotesis yaitu US$ 6/tC, US$ 9/tC, dan US$ 12/tC, atau menggunakan harga nyata (riil) yang berlaku di pasar.
Dalam kerangka perhitungan nilai manfaat ekonomi karbon, struktur biaya yang akan muncul meliputi biaya transaksi (transaction cost) dan biaya abatasi (abatement cost). Biaya abatasi merupakan biaya yang muncul untuk menghasilkan satu unit pengurangan emisi karbon atau untuk menghasilkan satu unit penyerapan karbon biomassa. Biaya abatasi dapat didekati dengan biaya oportunitas (opportunity cost) yaitu biaya kesempatan yang hilang dari penggunaan lain atau biaya yang muncul akibat pemilihan suatu alternative terbaik atas alternative penggunaan lahan lain (Ginoga & Lugina 2007).
Biaya transaksi merupakan biaya yang muncul untuk kepentingan pelaksanaan proyek REDD+ melipuri biaya persiapan/perencanaan proyek REDD, biaya registrasi, validasi, verifikasi dan sertifikasi, biaya implementasi serta biaya monitoring. Biaya transaksi dihitung dengan pendekatan persen share terhadap total biaya proyek karbon yaitu 39,2% (Ginoga & Lugina 2007).
Penerimaan proyek karbon dihitung berdasarkan pendekatan penerimaan dari kompensasi REDD+ sesuai dengan seberapa besar simpanan karbon yang mampu ditingkatkan atau seberapa besar emisi karbon yang mampu dihambat.
Besarnya persediaan karbon yang dapat dihasilkan dan dijual untuk menghasilkan CER (certified emission reduction) ditentukan dengan menggunakan besarnya laju persediaan karbon yang dihasilkan setiap tahun
Biaya oportunitas, biaya transaksi dan biaya total proyek karbon serta harga penerimaan kompensasi karbon dinyatakan dalam satuan Rp/ton CO2 dengan formula sebagai berikut: o Biaya oportunitas (Rp/ton CO2) = (NPV/ha) / Emisi CO2/ha o Biaya transaksi (Rp/ton CO2) = 39.2% x total biaya REDD o Total biaya REDD (Rp/ton CO2) = biaya oportunitas + biaya transaksi o Penerimaan REDD = harga satuan kompensasi x emisi CO2 Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai
manfaat ekonomi pengelolaan hutan gambut (HA dan HTI) antara lain:
46
Perhitungan nilai manfaat ekonomi pengelolaan/pengusahaan hutan gambut (HA dan HTI) akan mempertimbangkan nilai kayu, nilai jasa karbon, nilai kesempatan kerja dan nilai tambahan pendapatan bagi daerah dan masyarakat sekitar hutan.
Nilai manfaat ekonomi pengusahaan HTI dihitung dengan pendekatan analisis ekonomi pembangunan dan pengelolaan HTI mulai aktivitas persiapan lahan sampai penjualan kayu ke industri. Nilai ekonomi HTI digunakan untuk menentukan besarnya biaya oportunitas, biaya transaksi dan biaya total proyek karbon.
Bila pada kondisi tertentu terjadi deficit/penurunan karbon tersimpan, maka akan dilakukan prosedur berikut:
Menghitung NPV karbon tersimpan hutan alam gambut kondisi tertentu (baseline)
dengan
asumsi
tidak
ada
biaya
pembangunan
dan
pemeliharaan, kecuali biaya transaksi.
Membandingkan (komparasi) NPV hutan alam gambut dengan NPV HTI apakah NPV HA lebih besar daripada NPV HTI atau NPV HA lebih kecil daripada NPV HTI.
Dari sisi pengelola hutan, karbon diminati apabila manfaat karbon lebih besar daripada opsi lainnya, yang dinyatakan dalam hubungan antara NPV (nilai manfaat bersih saat ini) dengan karbon dan NPV tanpa karbon.
Kriteria kelayakan ekonomi karbon mensyaratkan kaidah bahwa kegiatan proyek karbon dinyatakan layak apabila NPV > 0 dan BCR > 1. BCR (benefit and cost ratio) merupakan rasio antara manfaat dan biaya terdiskonto.
Nilai NPV dan BCR dinyatakan dalam persamaan Gittinger (1986) dengan memperhatikan komponen pendapatan/benefit pada tahun ke-t, komponen biaya pada tahun ke-t, tingkat suku bunga (interest rate), dan umur kegiatan sampai tahun ke-n.
Komponen pendapatan/benefit kayu dan karbon diperoleh dari penerimaan pembayaran jasa penjualan unit karbon (tCER), hasil penjualan produk kayu, serta nilai kesempatan kerja dan nilai tambah pendapatan masyarakat.
47
Komponen biaya mencakup biaya operasional pengelolaan hutan (termasuk biaya pemanenan kayu), biaya kerusakan hutan dan subsidensi gambut, serta biaya penyelenggaraan skema perdagangan karbon. Healey et al. (2000) menyatakan bahwa analisis financial pemanenan kayu
dapat
dilakukan
dengan
menyusun
seluruh
penerimaan/pendapatan
dan
pengeluaran dalam aliran kas (cash flow) yang menggambarkan aliran masuk (in flow) dan aliran keluar (out flow). Pendapatan financial pemanenan kayu merupakan pengkalian harga kayu dengan volume kayu yang dipanen. Volume kayu yang dipanen diperoleh berdasarkan informasi dari tingkat efisiensi pemanfaatan kayu serta tingkat efisiensi biaya perbaikan kerusakan tegakan tinggal. Biaya pengeluaran disusun sesuai dengan tahapan pada pengelolaan HA gambut dan HTI gambut. Arus kas setiap tahun selama umur kegiatan disusun berdasarkan aliran kas masuk dan aliran kas keluar yang telah disusun sebelumnya. Informasi arus kas setiap tahun selama umur kegiatan digunakan untuk menghitung nilai sekarang (present value) dengan menggunakan discount factor (DF). Selanjutnya, dilakukan penentuan nilai kriteria investasi dengan menghitung net present value (NPV) dan banefit cost ratio (BCR). NPV merupakan selisih antara present value dari pendapatan dan present value dari pengeluaran.
BCR
merupakan
perbandingan
sedemikian
rupa
sehingga
pembilangnya terdiri dari present value total dari pendapatan bersih bersifat positif dan penyebutnya terdiri dari present value total dari biaya bersih bersifat negative, yaitu biaya kotor lebih besar daripada pendapatan kotor. Secara ringkas, alur kerangka analisis ekonomi karbon hutan gambut disajikan pada Gambar 5.
48
Pengukuran Simpanan Karbon pada tanah dan vegetasi hutan gambut
Pengukuran emisi dari kerusakan hutan dan subsidensi gambut
Pendugaan Simpanan Karbon PF, LOF, SF, DF, HTI
Komparasi Simpanan Karbon PF, LOF, SF, DF, HTI
Penghitungan NPV tanpa proyek karbon HA (PF, LOF, SF, DF) & HTI
Penghitungan NPV dengan proyek karbon HA (PF, LOF, SF, DF) & HTI
Komparasi nilai manfaat ekonomi langsung proyek karbon
Opsi-opsi strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia
Analisis ekonomi wilayah
Gambar 5 Bagan alir kerangka analisis ekonomi karbon hutan gambut
D. Perumusan Kemungkinan Pilihan-Pilihan Strategi Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Metode pengambilan keputusan dalam kerangka perumusan kemungkinan pilihan-pilihan
strategi
pengelolaan
hutan
gambut
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kriteria dan indikator secara terintegrasi yang mencakup aspek perubahan simpanan karbon hutan gambut, aspek kerusakan hutan, aspek analisis finansial manfaat ekonomi karbon, serta aspek analisis ekonomi wilayah. Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek perubahan simpanan karbon di tanah dan hutan gambut, misalnya dihasilkan kondisi simpanan karbon di hutan primer (HP) > hutan bekas tebangan (HBT) > hutan sekunder (HS) > hutan tanaman industri (HTI) > hutan terdegradasi (HT), maka penambahan stok karbon akan terjadi jika dilakukan pilihan strategi konservasi HP, pengelolaan HBT dan/atau HS secara lestari, pengelolaan HTI secara lestari, reforestasi/rehabilitasi HT, atau lainnya, atau penurunan stok karbon akan terjadi jika dilakukan pilihan strategi konversi HA menjadi HTI. Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek kerusakan hutan, subsidensi gambut dan simpanan karbon adalah sebagai berikut: (1) Apabila tingkat kerusakan hutan alam akibat pemanenan kayu relatif tinggi pada kegiatan pengelolaan hutan alam produksi yang kurang ramah lingkungan, maka kemungkinan pilihan strategi yang diterapkan antara lain konservasi hutan alam,
49
pengelolaan hutan alam secara lestari, atau lainnya; (2) Apabila subsidensi tanah gambut terjadi pada pengelolaan HTI dan konversi HA menjadi HTI, maka kemungkinan pilihan strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi, mengelola
secara
lestari
atau
merehabilitasi/merestorasi
hutan
alam,
menghentikan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman, atau lainnya; dan (3) Apabila simpanan karbon akibat kerusakan hutan dan subsidensi gambut terjadi peningkatan, maka kemungkinan pilihan-pilihan strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi atau merehabilitasi/merestorasi hutan alam, menghentikan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman, mengelola hutan alam dengan teknik ramah lingkungan, atau lainnya. Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek aspek analisis finansial manfaat ekonomi karbon adalah apabila NPV tanpa proyek > NPV dengan proyek, maka kemungkinan pilihan-pilihan strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi atau mengelola hutan gambut tropika secara lestari tanpa perlu terlibat dalam skema perdagangan karbon, atau kemungkinan lainnya. Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek aspek analisis ekonomi wilayah manfaat ekonomi karbon adalah apabila pengelolaan hutan tanpa proyek karbon memberikan kontribusi lebih besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat di suatu daerah daripada pengelolaan hutan dengan proyek karbon, maka kemungkinan pilihan-pilihan strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi atau mengelola hutan gambut tropika secara lestari tanpa perlu terlibat dalam skema perdagangan karbon, atau kemungkinan lainnya. Kemungkinan pilihan-pilihan tersebut dirumuskan secara luas dan terintegrasi dan disertai dengan konsekuensinya (kelebihan/kekurangan atau keuntungan/kerugian) berdasarkan informasi dasar yang dihasilkan dalam penelitian ini dan informasi relevan dari kajian pustaka.