BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel
penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yakni suatu metode penentuan lokasi penelitian yang ditentukan dengan secara sengaja didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : 1.
Kecamatan Kubu merupakan sentra produksi komoditas Jambu Mete di Kabupaten Karangasem, di mana Desa Dukuh merupakan salah satu desa dari 9 desa percontohan dalam pemetaan Kawasan Agropolitan Kabupaten Karangasem, yang potensial dalam pengembangan Jambu Mete.
2.
Di Desa Dukuh juga terdapat Unit Usaha Produktif (UUP) olahan basah Jambu Mete, yakni UUP Kelompok Tani Subak Abian Jambu Mete Buana Kusuma Kecamatan Kubu.
3.
Pada tahun 2009, Kecamatan Kubu mampu menghasilkan produksi Jambu Mete 2,992.77 ton dengan produktivitas 594.98 kg/ha/tahun. (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karangasem, 2009). Sementara itu, dalam menghimpun informasi dan data primer di lapangan,
serta tambahan informasi dan data sekunder dalam penelitian ini memakan waktu selama tiga bulan, Pebruari - April 2011.
59
60
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data,
yakni data primer dan sekunder. Data primer terfokus pada jenis informasi yang langsung bersumber dari semua stakeholder yang terlibat dalam komoditas unggulan jambu mete dan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan). Sementara itu, sumber data lainnya yang penting adalah data sekunder. Hal ini diperoleh dengan mengumpulkan informasi terkait pada penelitian ini yang telah tercetak, baik dalam bentuk laporan tahunan, hasil penelitian dan sumber statistik lainnya yang dapat dipercaya. Informasi ini umumnya bersumber dari instansi pemerintah dan jurnal ilmiah. 4.3
Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi (data primer dan sekunder) yang
objektif, maka dilakukan pendekatan atau teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Survei, dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi kuantitatif dan kualitatif yang berhubungan dengan potensi dan areal pengembangan komoditas unggulan, informasi di tingkat usaha tani, informasi pada tingkat kelembagaan pasar (unit usaha produktif), harga input dan komoditas unggulan di pasar dunia.
2.
Observasi langsung ke lapangan, dimaksudkan untuk mengetahui dan melihat secara langsung perilaku stakeholder, serta keberadaan pelaku usaha tani dan pelaku pasar atau kelembagaan yang terkait dengan pengembangan
61
komoditas jambu mete. Hasil observasi ini digunakan sebagai informasi dasar dan klarifikasi serta cek silang berbagai fenomena yang terungkap. 3.
Wawancara mendalam, dimaksudkan untuk mengetahui aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif secara mendalam serta komprehensif melalui kuesioner yang telah dibuat dan dirancang sebelumnya. Untuk itu, sasaran wawancara mendalam adalah informan kunci yang memiliki kompetensi dengan kajian yang sedang ditelaah.
4.4
Populasi dan Penentuan Sampel Menurut Soekartawi (1995), populasi merupakan jumlah dari anggota
secara keseluruhan. Populasi atau keseluruhan objek pengamatan dalam penelitian ini adalah petani jambu mete yang terhimpun ke dalam Subak Abian Bhuana Kubu, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Subak Abian Bhuana Kubu ini memiliki luas lahan perkebunan 192,57 ha, dengan jumlah anggota 89 orang. Penentuan Subak Abian dalam penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa hanya Subak Abian Bhuana Kubu saja yang melakukan usaha komoditas jambu mete organik. Sedangkan penentuan sampel/responden dalam penelitian ini dilakukan secara acak (random sampling), sebesar 29% atau sebanyak 25 orang dengan asumsi bahwa jumlah populasi yang ada relatif homogen dilihat dari aspek sosial ekonominya. Sehingga jumlah sampel/responden dari seluruh anggota subak tersebut sudah dapat mewakili populasi yang ada.
62
4.5
Variabel dan Cara Pengukuran Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Adapun
variabel dan cara pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 . Variabel dan Cara Pengukuran Variabel Penelitian Pebruari 2011 s/d April 2011 Konsep Analisis efisiensi dan daya saing komoditas Jambu Mete
Sumber data Data primer
Data sekunder
Variabel
Pengukuran
Struktur Input Input Tradable Faktor Domestik Output fisik Harga Privat Input Harga Faktor Domestik Harga Output Perkembangan luas areal, produksi, productivitas, konsumsi, ekspor dan impor komoditas jambu mete Perkembangan produksi, konsumsi dan harga jambu mete dunia Perkembangan ekspor dan impor komoditas jambu mete dunia Budidaya, pengolahan dan pemasaran jambu mete Perkembangan nilai tukar dolar US terhadap rupiah Nilai pemilahan kandungan komponen input Faktor konversi harga pasar aktual (privat) ke harga bayangan (sosial) Perkembangan harga dasar dan harga impor pupuk kimia Data iklim
Kuantitatif
Informasi siklus dan pola produksi tanaman perkebunan dan kebijakan pengembangan komoditas jambu mete
Kualitatif
Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif Kualitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Kuantitatif Kuantitatif
63
4.6
Metode Analisis Studi ini merupakan jenis penelitian deskriptif dan kuantitatif dengan
pendekatan melalui metodologi problem solving, di mana menghasilkan keputusan untuk memecahkan persoalan yang menjadi sasaran penelitian, yakni keputusan pengelompokan komoditas unggulan. Metodologi ini digunakan untuk menguji kebenaran keberadaan atau posisi komoditas unggulan yang ada, menggunakan pendekatan ekonomi yang bersifat mikro dan makro. Alat analisis yang dapat digunakan untuk kepentingan tersebut adalah policy analysis matrix (PAM). PAM merupakan alat analisis yang memiliki kemampuan dan kegunaan yang cukup luas, yakni dapat mengetahui dan mengkaji posisi komoditas unggulan, dari aspek pendapatan petani, prospek pengusahaannya pada posisi penilaian internasional dan posisi komoditas tersebut pada pasar internasional (ekspor atau impor), serta distorsi pasar sebagai akibat dari kegagalan pasar dan distorsi suatu kebijakan pada input dan outputnya. Sebelum menggunakan metode PAM terlebih dahulu dilakukan analisis usahatani, perantara dan kegiatan ekspor. Pada metode yang konvensional, perhitungan efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif dan dampak kebijakan pemerintah dikerjakan secara terpisah dan outputnya terbatas. Dengan pendekatan metode PAM ini, keunggulan-keunggulan komparatif dan kebijakan pemerintah dapat dihitung sekaligus secara menyeluruh dan sistematis. Melalui pendekatan perhitungan matrik PAM tersebut dapat dihasilkan besarnya keuntungan pada nilai finansial
64
dan ekonomi, koefisien keunggulan komparatif atau domestic resource cost ratio (DRC) dan keunggulan kompetitif dalam artian sempit (private cost ratio/PCR). Indikator intervensi pemerintah antara lain kebijakan transfer harga output (output transfer/OT) dan input-input produksi (input transfer/IT dan factor transfer/FT); proteksi pada output dan input (nominal protection coefficient on tradable output/NPCO dan nominal protection coefficient on tradable input/NPCI); proteksi efektif (effective protection coefficient/ EPC); profitabilitas (profitability coefficient/PC); dan subsidi pada produsen (subsidy ratio to producer/SRP). Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM adalah : (1)
Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen dan di dalamnya terdapat kebijakan pemerintah.
(2)
Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditas tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
(3)
Input tradable adalah input produksi yang dapat diperdagangkan secara internasional (seperti pupuk kimia, benih, alat produksi, obat-obatan).
(4)
Input non tradable atau faktor domestik adalah input produksi yang tidak diperdagangkan di pasar internasional (seperti tenaga kerja, lahan, modal).
(5)
Output bersifat tradable, dan input dapat dipisahkan ke dalam input tradable dan faktor domestik (input non tradable).
(6)
Output fisik adalah hasil produksi usahatani jambu mete, dalam hal ini adalah hasil biji kering gelondongan
65
(7)
Harga privat input adalah harga aktual dari input produksi yang dibayar petani jambu mete.
(8)
Harga faktor domestik adalah harga input non tradable atau faktor domestik yang dibayar oleh petani jambu mete berdasarkan harga yang berlaku di pasar domestik.
(9)
Eksternalitas diasumsikan sama dengan nol. Asumsi tersebut memberikan arti bahwa pada harga-harga input dan output komoditas yang dianalisis terdapat gangguan yang berupa peraturanperaturan atau pembatasan dari pemerintah maupun kegagalan pasar. Oleh karena itu, harga yang terjadi tidak mencerminkan yang sesungguhnya atau nilai kelangkaannya. Output yang dihasilkan merupakan barang-barang yang diperdagangkan (traded goods), yaitu suatu komoditas yang harganya ditentukan oleh impor atau ekspornya. Input yang digunakan dalam proses sistem komoditas tersebut terdiri atas faktor produksi domestik yang tidak diperdagangkan
(input
non
tradable)
dan
faktor
produksi
yang
diperdagangkan (input tradable). Faktor domestik atau input non tradable adalah input produksi yang harganya ditentukan oleh pasar domestik. Yang termasuk dalam input non tradable adalah lahan, tenaga kerja, dan modal. Di samping itu, tidak terdapat dampak negatif atau positif kepada pihak lain yang tidak terlibat langsung dalam sistem komoditas yang dianalisis. Supaya analisis PAM ini berjalan dengan baik, diasumsikan pula bahwa komoditas jambu mete domestik mempunyai kualitas yang sama dengan jamu mete yang diproduksi di luar negeri. Asumsi lainya adalah sebagai
66
berikut : (1) tingkat bunga nominal tahun 2010 adalah 21,60 %, (2) laju inflasi tahun 2010 adalah 5,30 % (BI, 2010), (3) tingkat suku bunga sosial 20,30 % per tahun dan (4) nilai tukar rupiah terhadap dolar asumsi APBN Perubahan 2010 adalah Rp 9.200,00 per US $ (BI, 2010). Adapun kerangka dasar analisis PAM seperti disajikan dalam ulasan berikut ini. Pada Tabel 4.2 menghasilkan antara lain indikator keunggulan komparatif dan kebijakan pemerintah. Secara rinci indikator yang dihasilkan adalah : Tabel 4.2 Prosedur Policy Analysis Matrix (PAM) Uraian
Penerimaan
Biaya - biaya Input tradable Faktor domestik
Harga finansial A B (private price) Harga ekonomi/Sosial E F (social price) Dampak kebijakan dan distorsi pasar I J (divergences effect) Sumber: Monke dan Pearson, 1995 Keterangan: Keuntungan finansial, D = A – (B + C) Keuntungan ekonomi, H = E – (F + G) Transfer output, I = A – E Transfer input, J = B – F Transfer faktor, K = C – G Transfer bersih, L = D – H atau L = I – (J +K) Rasio biaya finansial, PCR = C/(A –B) Domestic resource cost ratio, DRC = G/(E - F) Koefisien proteksi nominal ( NPC), - pada output tradable, NPCO = A/E - pada input tradable, NPCI = B/F Koefisien proteksi efektif, EPC = (A-B)/(E-F) Koefisien profitabilitas, PC = (A-B+C)/(E-F+G) atau D/H Rasio subsidi pada produsen, SRP = L/E atau (D-H)/E
A. Analisis keuntungan (profitabilitas) 1. Private provitability (PP) : D = A – (B + C)
Keuntungan
C
D
G
H
K
L
67
Keuntungan privat merupakan indikator keunggulan daya saing (competitiveness) dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input, dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D > 0, berarti sistem komoditas memproleh profit atas biaya normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditas itu mampu ekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditas alternatif yang lebih menguntungkan. 2. Social provitability ( SP) : H = E – ( F + G ) Keuntungan
sosial
merupakan
ukuran
keunggulan
komparatif
(Comparative advantag) dari komoditas pada kondisi tidak ada divergensi baik akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar. Apabila H > 0, berarti secara sosial komoditas memperoleh profit atas biaya normal dalam harga sosial dan mempunyai keunggulan komparatif. B. Keunggulan komparatif atau efisiensi ekonomi 1. Private cost ratio ( PCR ) = C / ( A – B ) PCR yaitu profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya sumberdaya domestik dan tetap kompetitif. Sistem bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil PCR berarti semakin kompetitif. 2. Domestic resource cost ratio ( DRCR ) = G / ( E – F ) DRCR yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRC < 1. Semakin kecil nilai
68
DRC berarti sistem semakin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif makin tinggi.
C. Kebijakan Pemerintah 1. Kebijakan output 1)
Output Transfer : OT = A – E. Output Transfer merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (finansial) dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial (bayangan). Jika nilai OT > 0 menunjukkan adanya transfer dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen, demikian juga sebaliknya.
2)
Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) = A /E. NPCO merupakan tingkat proteksi pemerintah terhadap output domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai NPCO > 1. Semakin besar nilai NPCO, berarti semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap output.
2. Kebijakan input 1)
Transfer Input : IT = B – F. Transfer input adalah selisih antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Jika nilai IT > 0 menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen input tradable.
2)
Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) = B/F. NPCI yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga
69
input pertanian domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable. 3)
Transfer Factor : FT = C – G. Transfer faktor merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosial yang diterima produsen
untuk
pembayaran
faktor-faktor
produksi
yang
tidak
diperdagangkan. Nilai FT > 0 mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradable. 3. Kebijakan input - output 1)
Effective Protection Coefficient (EPC) = ( A – B )/( E – F ). EPC yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input tradable. Kebijakan masih bersifat protektif jika nilai EPC > 1. Semakin besar nilai EPC berarti semakin tinggi proteksi pemerintah terhadap komoditas pertanian domestik.
2)
Net Transfer : NT = D – H. Transper bersih merupakan selisih antara keuntungan
bersih
yang
benar-benar
diterima
produsen
dengan
keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output, demikian juga sebaliknya. 3)
Profitability Coefficient (PC) = D/H. Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan
bersifat sosialnya. Jika PC > 0, berarti
secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen, demikian juga sebaliknya.
70
4)
Subsidy Ratio to Producer (SRP) = L/E = (D – H) / E : yaitu indikator yang menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan.