BAB IV METODE PENELITIAN
IV.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorik dengan
post test only control group design.
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Klinik LPPT Universitas Gadjah Mada dalam rentang waktu 1 – 22 Agustus 2015
IV.3 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Sprague Dawley berjenis kelamin jantan berumur 3 bulan, dengan berat badan sekitar 250 g. Pada penelitian ini, penentuan jumlah sampel memakai standar minimal untuk jumlah sampel menurut WHO, yaitu 5 tikus untuk setiap kelompok. Untuk penelitian ini secara keseluruhan diperlukan 10 ekor tikus.
IV.4 Variabel Penelitian a. Variabel Bebas -
Perlakuan coba : Cedera saraf pada penelitian ini dilakukan dengan cara dipotong secara tajam menggunakan pisau bedah nomor 11. Berikut pembagian kelompok hewan coba: Kel I: pemberian jejas pada nervus ischiadicus kanan tungkai belakang tikus dengan cara dipotong tajam menggunakan pisau bedah no 11,
1
kemudian dilakukan anastomosis end to end menggunakan benang monofilamen non-absorbable no 8/0. Kel II: pemberian jejas pada nervus ischiadicus kanan tungkai belakang tikus dengan cara dipotong tajam menggunakan pisau bedah no 11, kemudian dilakukan anastomosis end to end menggunakan benang monofilamen non-absorbable no 8/0 dan setelah itu bagian yang dianastomosis dibungkus dengan freeze dried human amniotic membrane. b. Variabel tergantung : -
Regenerasi nervus ischiadicus yang cedera melalui evaluasi fungsi yang dinilai dengan walking track analysis.
c. Variabel terkendali: -
Subjek dipelihara di tempat yang sama dan mendapatkan pakan standar.
-
Membran amnion yang dipakai hanya membran amnion yang siproduksi oleh Bank Jaringan RSUD. dr. Soetomo.
d. Variabel subjek : Subjek adalah tikus Sprague Dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 3 bulan. e. Variabel pemeliharaan : penelitian ini dilakukan di laboratorium yang telah terstandar ISO. Suhu kandang yang digunakan adalah 27-32o C, kelembabaan 70-80%, pencahayaan dipertahankan pada kekuatan130-325 lux dengan siklus 12 jam gelap dan 12 jam terang (jam 06.00-18.00), Pakan dengan menngunakan AD-2 Pellet dan minum dengan Air RO (reverse osmosis) yang disesuaikan dengan protokol yang diterapkan di UPHP UGM. Setiap 1 ekortikus akandi pelihara dalam satu kandang yang terpisah dengan ukuran 20x20x20 cm.
IV.5 Alat dan Bahan Pada penelitian ini akan digunakan alat dan bahan sebagai berikut: Alat: a. Pisau bedah nomor 11 b. Benang nylon 8/0
2
c. Benang nylon 4.0 d. Benang nonabsorbable 4/0 e. Gunting f. Forsep g. Walking track boc. Bahan: a. Ketamine b. Xylazine
IV.6 Cara Kerja Hewan coba dibagi menjadi 2 kelompok: •
Kel I: pemberian jejas pada nervus ischiadicus kanan tungkai belakang tikus dengan cara dipotong tajam menggunakan pisau bedah no 11, kemudian dilakukan anastomosis end to end menggunakan benang monofilamen nonabsorbable no 8/0.
•
Kel II: pemberian jejas pada nervus ischiadicus kanan tungkai belakang tikus dengan cara dipotong tajam menggunakan pisau bedah no 11, kemudian dilakukan anastomosis end to end menggunakan benang monofilamen nonabsorbable no 8/0 dan setelah itu bagian yang dianastomosis dibungkus dengan freeze dried human amniotic membrane. Membran amnion yang dipakai pada penelitian ini adalah membrane amnion
yang diproduksi oleh bank jaringan RSUD dr. Soetomo Surabaya. Pada masing masing kelompok akan dilakukan evaluasi fungsi dengan walking tract analysis pada hari ke-1, 7, 14, dan 21. IV.7 Prosedur Pembedahan Untuk kelompok perlakukan, pembedahan dilakukan setelah ASC berhasil dibiakan. Pada hari ke-0 hewan coba dibedah. Hewan coba dibius dengan pemberian ketamine-xylazine intramuscular (ketamin 5%, 90 mb/KgBB, xylazine 3
2%, 5mg/kgBB). Setelah dilakukan prosedur aseptik dan atiseptik, nervus ischiadicus kiri dipaparkan melalui insisi otot gluteus. Setelah terekspos, n. Ischiadicus kemudian diciderai dengan cara dipotong secara tajam menggunakan pisau bedah no 11 pada bagian proksimal dari percabangan
tibio-peroneal.
Jaringan saraf yang putus kemudian dijahitkan end to end dengan benang monofialmen non-absorbable no 8.0. Setelah dilakukan homeostasis, kemudian otot dijahit menggunakan benang absorbable 4/0, setelah itu kulit dijahit dengan benang nylon 4/0. Semua pembedahan dilakukan padaa tungkai kanan. (Mohammadi R, Yadegarazadi MJ, Amini K. 2013; Yuan et al. 2010; Bobinski et al. 2011).
IV.8 Walking Track Analysis dan Sciatic nerve Functional Index (SFI) Walking track analysis pertama kali dijelaskan oleh de Medinaceli et al. pada tahun 1982. Pendekatan yang mereka jelaskan semakin banyak digunakan oleh peneliti yang menangani neuroscience. Ini menggabungkan analisis berjalan dengan hubungan temporal dan spasial jejak yang satu dengan yang lain selama berjalan (Gbr. 17). Analisis data mereka menggunakan rumus matematika yang rumit, secara empiris diturunkan, membandingkan empat pengukuran antara eksperimen dan sisi normal. Nilai numerik dari rumus disebut sciatic function index (SFI). Hal Ini Indeks pengukuran pemulihan fungsional telah digunakan oleh banyak peneliti dengan hasil yang konsisten.
4
Gambar 1. Gambaran Walking Track Analysis. PL — jarak dari tumit ke jari ke-3,merupakan panjang cetakan (Print Length); TS — jarak dari jari pertama ke jari ke-5, lebar kaki (toe spread); ITS — jarak jari ke-2 ke jari ke-4, (the intermediate toe spread); TOF — jarak ke kaki sebelahnya. (Sarikcioglu et al. 2008)
Ketiga pengukuran diambil dari eksperimen (Cedera) dan normal (tidak terluka atau sebaliknya) (de Medinaceli et al. 1982). Dellon dan Dellon membahas validitas kaki belakang yang normal, karena secara teori mungkin bahwa strain tertentu dari tikus akan memiliki perubahan dalam pengukuran parameter kontralateral jejak kaki belakang meningkat akibat membawa berat badan setelah cedera saraf di kaki sebelahnya, mungkin menjadi tidak valid untuk menganggap bahwa kontralateral kaki memiliki jejak kaki yang normal. Namun, banyak penulis telah menggunakan kaki yang berlawanan seperti biasa. (Sarikcioglu et al. 2008)
5
Setelah memperoleh data dari track, data tersebut digunakan untuk menghitung indeks SFI. SFI 0 menunjukkan normal, dan -100 menunjukkan penurunan fungsi total. (Carltan JM, Goldberg NH. 1986; Sarkcioglu L et al. 2008). Pada penelitian ini, walking tract analysis dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 21. SFI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
IV. 9 Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rerata ± SD. Perbandingan antar grup dilakukan dengan menggunakan uji T-Test.
6