BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai permeabilitas buruk tidak berpotensi menjadi akifer sementara zona rekahan atau pelapukan batuan tersebut berpotensi sebagai akifer. IV.1 Potensi Akifer Daerah Penelitian Berdasarkan ciri litologi dan keterdapatan tubuh air di lapangan secara keseluruhan, daerah penelitian mempunyai sistem akifer bebas. Lapisan batuan yang diidentifikasi sebagai akifer
adalah pelapukan dan rekahan di Satuan Breksi I,
rekahan di Satuan Lava Andesit I, pelapukan di Satuan Breksi II, pelapukan di Lava Andesit II dan Satuan Tuf. Sedangkan satuan impermeabel yang diidentifikasi sebagai akifug adalah Satuan Intrusi. Dari informasi warga setempat tinggi muka airtanah di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh musim. Potensi akifer akan meningkat di musim hujan dan menurun di musim kemarau. IV.1.1 Satuan Breksi I Satuan ini terdiri dari breksi piroklastik yang mempunyai fragmen monomik dengan massa dasar piroklastik dan mineral-mineral mafik. Hasil pengamatan pada batuan segar dari batuan ini menunjukkan permeabilitas yang rendah. Penyebabnya adalah fragmen batuan yang kompak. Permeabilitas pada pelapukan dari Satuan Breksi I ini sangat baik dan tersebar hampir diseluruh lereng Gunung Padang. Pada pelapukan yang intensif, ditemukan mataair depresi dimana elevasi muka airtanah lebih tinggi dari pada topografi (Gambar 4.1 dan Foto 4.1). Debit mataair menunjukkan angka 0,01-0,09 l/detik (lampiran D). Debit mataair ini
IV - 1
termasuk debit magnitude ketujuh (Meinzer,1923 dalam Todd, 1980). Pada zona pelapukan ini juga terdapat sumur-sumur gali penduduk dengan kedalaman muka airtanah antara 3,4 m sampai 7,2 m (Lampiran D dan Lampiran E-4).
Gambar 4.1 Sketsa genesa mata air depresi pada pelapukan Breksi I
Foto 4.1 Mataair depresi di Stasiun Rw 3 Pada zona rekahan, mataair muncul pada kekar-kekar yang saling terhubung sehingga menyebabkan rembesan air pada batuan setempat. Mataair pada sistem ini mempunyai debit kecil antara 0,01-0,32 l/detik (Lampiran D). Mata air ini antara lain ditemukan di Desa Rawabogo (Foto 4.2)
IV - 2
Foto 4.2 Mataair rekahan di stasiun Ma 6 IV.1.2 Satuan Lava Andesit I Satuan ini terdiri dari lava andesit. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa satuan ini kompak dan impermeabel. Dengan demikian, batuan segar pada satuan ini tidak berpotensi menjadi akifer. Tetapi pada zona kekar terdapat permeabilitas sekunder (Gambar 4.2). Buktinya adalah mataair dengan debit 0,1 l/detik (Lampiran D) di stasiun Ma G (Lampiran E-4) atau di dekat batas satuan Breksi I dengan Lava I (Foto 4.3). Debit mataair tersebut termasuk dalam jenis mataair magnitude kelima (Meinzer,1923 dalam Todd, 1980). Selain itu, pelapukan pada satuan ini sebenarnya juga berpotensi sebagai akifer, tetapi tidak ditemukan data hidrogeologi pada zona pelapukan tersebut.
IV - 3
Gambar 4.2 Sketsa mataair rekahan di Satuan Lava I
Foto 4.3 Mata air rekahan yang berada di Stasiun Ma G
IV - 4
IV.1.3 Satuan Intrusi Andesit Satuan ini mempunyai batuan segar yang sangat kompak. Dengan demikian batuan pada satuan ini tidak berpotensi sebagai akifer karena bersifat impermeabel. IV.1.4 Satuan Breksi II Satuan ini terdiri dari breksi lahar dengan fragmen polimik yang mayoritas berupa andesit dan basalt. Berdasarkan pengamatan di lapangan, batuan segar pada satuan ini mempunyai permeabilitas sedang. Penyebabnya adalah batuan yang tidak terlalu kompak. Selain itu, satuan ini juga mengalami pelapukan yang intensif, sehingga membentuk mataair depresi (Todd, 1980) Pada zona pelapukan dari Breksi II dijumpai mataair-mataair depresi atau depression spring (Klasifikasi Todd, 1980). Mataair di satuan ini ditemukan di Desa Lebakmuncang (Foto 4.4). Debit mataair menunjukkan angka 1,1-1,9 l/detik (Lampiran E). Debit mataair ini termasuk debit sedang atau magnitude keempat (Meinzer, 1923 dalam Todd, 1980). Pada zona pelapukan ini juga terdapat sumursumur gali penduduk dengan kedalaman muka airtanah antara 0,5 m sampai 0,7 m (Lampiran E). IV.1.2.1 Satuan Lava II Satuan ini terdiri dari lava andesit yang tersebar di lembah Ci Tambakruyung. Permeabilitas pada batuan segar di daerah ini sangat rendah karena sangat kompak. Karena permeabilitasnya yang rendah, batuan segar tersebut tidak berpotensi sebagai akifer. Tetapi pelapukan pada satuan ini berpotensi sebagai akifer karena mempunyai permeabilitas yang baik.
IV - 5
Foto 4.4 Mataair depresi di stasiun Ma 8 IV.1.2.1 Satuan Tuf Satuan ini terdiri dari tuf yang berukuran pasir halus sampai dengan tuf berukuran pasir sangat kasar. Pada batuan segar tuf halus, permeabilitas batuan sedang, tetapi pada singkapan tuf kasar yang rapuh atau tidak terkonsolidasi dengan baik, permeabilitas batuannya baik. Batuan tuf yang berpotensi sebagai akifer ditemukan pada batuan segar dan juga pelapukannya. Di satuan ini, sumur-sumur warga mempunyai kedalaman muka airtanah 0,5 m sampai 2 m dan tidak kering di musim kemarau (Foto 4.5).
IV - 6
Foto 4.5 Foto sumur di stasiun Mg 21 IV.2 Peta Muka Airtanah Akifer Bebas Peta muka airtanah yang dibuat adalah peta muka airtanah bebas. Akifer di bentuk oleh pelapukan dan rekahan di Satuan Breksi I, pelapukan Satuan Breksi II, pelapukan dan rekahan Satuan Lava I, pelapukan Satuan Lava II dan Satuan Tuf. Data yang dipakai untuk pembuatan muka airtanah adalah data dari sumur gali warga dan mataair. Data tersebut menunjukkan arah aliran airtanah yang berbeda-beda. Berdasarkan nilai ketinggian MAT daerah penelitian (Lampiran E-4), diperoleh aliran air tanah di daerah penelitian sebagai berikut: Desa Mekarwangi (Satuan Breksi I): airtanah mengalir ke arah barat daya. Desa Rawabogo (Satuan Tuf dan Breksi I): airtanah mengalir arah timur, tenggara, dan seatan. Desa Lebakmuncang (Satuan Breksi II): airtanah mengalir ke timur laut.
IV - 7
Desa Wangunsari (Satuan Breksi I): airtanah mengalir ke arah baratlaut. IV.3 Karakteristik Fisik Airtanah Selain pengukuran pada debit air penulis juga melakukan pengukuran pada sifat fisik air tanah yang dilakukan pada bulan April sampai Juli 2009. Parameter yang diukur adalah keasaman (pH), temperatur airtanah, dan mineral terlarut (TDS) (Data terlampir di Lampiran C). Data ini diharapkan dapat menjadi petunjuk awal bagi eksplorasi airtanah selanjutnya di daerah penelitian. Adapun rekapitulasi data dapat dilihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1 Data kisaran hasil pengukuran karakter fisik airtanah di lapangan Kedalaman
T (0C)
pH
Pengukuran
Debit
TDS
Airtanah
(l/detik)
Mata air
O,01-1,96
-
20-26
7,02-8,1
25-73
Sumur
-
0,5-7,2
19-26
6,7-8,1
30-185
(mg/l)
M.A.T (m)
1. Derajat Keasaman (pH) Dari hasil pengukuran derajat keasaman terhadap mataair dan sumur gali di lapangan, diperoleh nilai pH
yang berkisar antara 6,7 sampai 8,1. Berdasarkan
Peraturan Mentri Kesehatan No. 416/Menkes/PER IX/1990 tentang syarat-syarat kualitas air, nilai derajat keasaman tersebut termasuk golongan A (air dapat diminum langsung).
IV - 8
2. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solution) Hasil pengukuran Total Dissolved Solution (TDS) di lapangan menunjukkan nilai 25 sampai 185 mg/l. Nilai tersebut masih di bawah ambang batas sesuai Peraturan Mentri Kesehatan No. 416/Menkes/PER IX/1990 tentang syarat-syarat kualitas air. Nilai tersebut juga termasuk golongan A (air dapat diminum langsung).
IV - 9