BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
4.1.
Latar Belakang Seruni Daerah Seruni merupakan area milik PT. Chevron Pasific Indonesia, terletak
di antara daerah Bangko dan daerah Duri, tepatnya berjarak 5 km arah Tenggara
BF. BalamNorth
IN VE R
0
HI
Serun i
Bal am S E
GH
Benar Rantaubais
North Aman North (NAN) Trough
1
0
Sinton g
F.
Mutiara
2
3
Bata ng
Sidingin
T unas
Man gg a
Candi Ub i
Menggala N. Telinga Menggala S.
Sintong SE
Pager
t an R
N KA RO
Pun cak Lincak
Gu l amo
a ng ba Se r is e v ba po au te S 1 Kulin
0
Kop ar
2
4
0
North Aman SouthCentral (NASC)
T anggul
. iF lad Sik
Mangga F.
1
Petan i
Rond a
0
1
Pa l e m
Pe mb u ru
Sikladi
0
Ak ar
Kelok
Cebakan
au g an R
1
3 Pemata ng
2
Rangau
2
Cuc ut
Ja mbo n
4 Bek asa p
Hi u Puk at
Ung gu n
Beks pSo .
Ja mb on S E Ceb ak an
Pe ma ta ng Bo w
Am a n Titian
Pi ng gi r
0 1
e on Z
Sakti
2 3
LIBO PLATFORMS
Pud u
F.
t ul Fa
Obor
F. GH HI a ng ba Se
Amp u h
Ro ki ri Pelita
Duri Field 150000
2
Joran g
Fault
?
3
175000
1
Kera ng
2
Ubi -
er F. Bord
PLA TFO RM
10
Batang
Gentin g
East
uth So
HIGH KIR I
0
Sing a
0
Rangau Trough
ON G
200000
Ki l ome te r s
F.
Bal am So.
South Balam Trough
SI NT
Nella
N T N O FR
?
lam Ba
KUBU
Bangko
Nella
Ant ar a
Ujungtanjung
SI ON
nan F. Perkebu
Bangko Field
750000
RO KA N
700000
Balam Trough
725000
daerah Bangko (Gambar 4.1).
TLH / 98
4
T egar
EXPLANATION STRATIGRAPHY
STRUCT URE Principal listric normal border fault, showing present - day basement cutoff. Hachures on hangingwall Subsidary listric or planar normal fault, block on hangingwall
Thrust or reverse fault undiff. Barbs on hangingwall block F3 inverted border fault. Barbs and hachures on hangingwall Right - lateral strike slip fault
GEOCHEMISTRY
0 1 2
0 - 100 100 - 400
Group 1
400 - 800
Group 3
3 4
> 800 ft
Group 4
Oil prone source rock isochore thickness
Group 2
Group 5 Migration route trajectory
Gambar 4.1. Lokasi, tipe struktur, dan jalur migrasi hidrokarbon Seruni (CPI Internal Report, 2007)
37
Terdapat 2 antiklin pada daerah Seruni yang terletak di bagian barat dan timur Seruni. Sesar mendatar menganan Bangko Timur Seruni diperkirakan yang membentuk antiklin tersebut dan memisahkan Seruni menjadi 2 kompartemen, Seruni Barat dan Seruni Timur. Batuan induknya diperkirakan berasal dari Formasi Brown Shale yang berasal dari daerah Aman Utara bagian tengah-selatan. Reservoar utama pada daerah Seruni diperkirakan berasal dari batupasir dari Kelompok Sihapas yang berumur Miosen Awal pada kedalaman 2000 kaki - 3200 kaki di bawah permukaan.
4.2.
Interpretasi dan Analisis Stratigrafi Seruni Analisis dan interpretasi stratigrafi yang dilakukan berdasarkan data log yang
berasal dari sumur-sumur pada daerah Seruni. Data sumur yang digunakan dalam penelitian kali ini sebanyak 33 sumur, data log dari sumur tersebut kemudian diinterpretasikan polanya untuk mengetahui pola persebaran horizon secara lateral. Data sumur tersebut juga digunakan untuk korelasi lapisan reservoir dan nonreservoar serta untuk mengetahui kemenerusan dari lapisan yang ada pada daerah penelitian.
Gambar 4.2. Lokasi sumur pada daerah penelitian
38
Terdapat 6 formasi pada daerah Seruni, yaitu Formasi Petani, Telisa, Duri, Bekasap, Bangko, dan Pematang. Namun yang akan dibahas pada penelitian kali ini hanya terbatas pada Formasi Duri, Bekasap, dan Bangko karena formasi-formasi tersebut yang menjadi reservoar utama pada daerah Seruni.
4.2.1. Interpretasi Data Log 1. Formasi Duri Dicirikan oleh pola log bentuk blocky dan funnel shaped. Berdasarkan pola karakteristik dari log, diperkirakan diendapkan pada lingkungan fluvio-tidal. Setiap unit batupasir dipisahkan serpih yang tebal, kemungkinan serpih laut. 2. Formasi Bekasap Umumnya Formasi Bekasap didominasi oleh kurva yang berbentuk blocky dengan indikasi formasi ini diendapkan pada lingkungan darat. Korelasi pada Formasi Bekasap tidak mudah untuk dilakukan karena batas antara satu batupasir terhadap yang lainnya tidak terpisah secara jelas oleh lapisan serpih seperti Formasi Duri. Pada beberapa lapisan terdapat juga bentukan log yang funnel shaped dan bell shaped. 3. Formasi Bangko Formasi Bangko pada daerah Seruni dapat dibedakan kedalan dua fase sedimentasi. Bagian bawah memiliki batupasir bertipe blocky dengan pengaruh darat dan dibedakan kedalam beberapa lobe batupasir. Kemudian secara berangsur, lingkungan berubah menjadi lebih ke laut atau pengaruh tidal dengan lobe batupasir diantara serpih yang tebal. Korelasi pada Formasi Bangko sangat sulit untuk dilakukan karena tidak terdapat batas yang jelas antara tiap batupasir.
39
Tipe Log Seruni Timur Seruni 2
Tipe Log Seruni Barat Seruni 5
Gambar 4.3. Karakteristik log pada daerah Seruni
40
4.2.2. Korelasi Sumur Langkah awal yang dilakukan dalam korelasi lapisan adalah mencari top dari setiap formasi berdasarkan data yang terbaca pada kurva GR dari data log sumur daerah penelitian. Sebenarnya interpretasi data sumur pada daerah ini sudah dilakukan sebelumnya sehingga penentuan top formasi mengacu pada korelasi yang tersedia. Namun dari hasil korelasi yang sudah ada tersebut, banyak diantara top formasi yang tidak bersesuaian dengan refleksi seismik atau bahkan tidak mencerminkan pola log yang konsisten untuk setiap formasi. Sehingga dilakukan pengecekan ulang dengan membandingkan top formasi pada data sumur dengan reflektor seismik yang ada, serta dengan melihat konsistensi pola log untuk setiap formasi pada setiap sumur. Setelah dilakukan pengecekan dan mendapatkan posisi dari top formasi yang baru untuk top formasi yang tidak bersesuaian tadi, maka tebal dari setiap formasi di daerah penelitian ini cukup beragam. Tebal formasi yang beragam ini bisa diakibatkan oleh struktur geologi yang berkembang, misalnya aktifitas sesar atau memang pada saat pengendapan formasi itu tidak pada suatu dasar yang horizontal melainkan miring, sehingga terdapat perbedaan ketebalan. Gambar 4.4 menunjukkan korelasi sumur-sumur yang berada pada lintasan yang berarah relatif Barat Laut-Tenggara pada daerah penelitian. Pada korelasi tersebut, terlihat adanya pengaruh struktur pada korelasi ini. Makin ke arah Barat Laut, kedalaman dari top-top formasi semakin menurun. Penurunan tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya pengaruh sesar besar yaitu Sesar Runi Norm_0601. Sesar ini yang akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya mengenai analisis sekatan sesarnya. Sedangkan pada Gambar 4.5, korelasi sumur-sumurnya berada pada lintasan yang berarah relatif Barat-Timur pada daerah penelitian. Korelasi di lintasan ini tidak menunjukkan adanya pengaruh sesar yang dominan. Hal ini diinterpretasikan dari tidak signifikannya perubahan kedalaman pada tiap-tiap top formasi.
41
NW
#27
#14
#8
#20
#28
#13
Sesar Runi Norm_0601
#11
Gambar 4.4. Korelasi sumur relatif Barat Laut - Tenggara
#25
#16
#21
#4
Top Bangko
Top Bekasap
Top Duri
SE
42
W
#31
#22
#19
#27
E
Top Duri
Top Bekasap
Top Bangko
Gambar 4.5. Korelasi sumur relatif Barat - Timur
4.2.3. Stratigrafi Seruni Stratigrafi yang terdapat di daerah penelitian sedikit berbeda dengan stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah. Pada stratigrafi Seruni ini Formasi Minas tidak muncul di daerah penelitian, kemungkinan karena Formasi Minas sudah tererosi karena daerah Seruni mengalami pengangkatan. Selain itu terdapat pula Formasi 43
Menggala yang tidak muncul pada daerah Seruni ini. Hal tersebut terjadi karena lingkungan pengendapan pada daerah Seruni berada pada daerah delta sampai laut dalam, sedangkan Formasi Menggala umumnya diendapkan di lingkungan darat fluvial channel (Mertosono dan Nayoan, 1974). Selebihnya, stratigrafi dari daerah penelitian ini sama dengan stratigrafi regional dari Cekungan Sumatra Tengah, yaitu (dari tua ke muda) : x
Formasi Pematang
Formasi Pematang pada daerah Seruni dipisahkan dari Formasi Bangko karena kandungan serpihnya yang tebal. Tidak semua sumur menembus lapisan Formasi Pematang karena kedalaman sumur tidak mencapai kedalaman Formasi Pematang. Formasi Pematang ini mempunyai kualitas porositas yang rendah dan sulit untuk membedakan pasir milik Formasi Pematang atau batuan dasar. Berumur Eo-Oligosen. x
Formasi Bangko
Formasi ini dapat dibedakan ke dalam 2 tahap sedimentasi. Bagian bawahnya adalah pasir blocky dengan pengaruh lingkungan darat dan dipisahkan menjadi beberapa pasir lobe, dan secara bertahap lingkungan pengendapannya berubah menuju kearah laut dan dipengaruhi oleh pasang surut dengan litologi pasir lobe diantara serpih tebal. Formasi ini diendapkan pada umur Miosen Awal. x
Formasi Bekasap
Formasi Bekasap didominasi oleh log yang berbentuk blocky, bentukan tersebut menandakan bahwa formasi ini terendapkan pada lingkungan darat. Umumnya litologinya adalah batupasir yang tebal dan pada kenampakan log unit satuan batupasir sulit dibedakan karena tidak dipisahkan secara jelas oleh serpih. Formasi ini diperkirakan diendapkan pada kala Miosen Awal. x
Formasi Duri
Formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvio-tidal. Setiap unit batupasirnya dipisahkan dengan jelas oleh serpih, yang kemungkinan berupa serpih dari laut. Formasi Duri diendapkan pada kala Miosen Awal. x
Formasi Telisa
Formasi Telisa pada daerah Seruni didominasi oleh serpih pasiran yang berasal dari lingkungan laut. Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Awal-Tengah.
44
x
Formasi Petani
Formasi Petani pada daerah Seruni ini tidak terkorelasikan dengan baik karena kurangnya data. Petani bagian atas dikorelasikan pada lapisan batupasir blocky dan berkembang diantara serpih dari laut. Pasirnya memiliki ketebalan sampai 30 kaki dan dijumpai pada Seruni bagian selatan. Formasi ini berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Semua Formasi di atas ini didasari oleh batuan dasar (basement rock) yang sama dengan batuan dasar pada Cekungan Sumatra Tengah, yaitu terdiri dari batuan metamorf yang berumur Pra-Tersier, serta greywacke, pebbly-mudstone dan kuarsit yang juga berumur Pra-Tersier.
Gambar 4.6. Perbandingan stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah dengan stratigrafi Seruni (CPI Internal Report, 2007)
4.3.
Interpretasi dan Analisis Struktur Geologi Seruni Dalam menganalisis struktur geologi daerah penelitian, penulis menggunakan
data seismik 3D. Dari data seismik tersebut dapat diinterpretasikan keberadaan sesar pada daerah penelitian. Pada dasarnya interpretasi menggunakan data seismik adalah menginterpretasi keberadaan horizon dan struktur patahan pada penampang seismik 45
dengan bantuan sifat fisik dari lapisan batuan tersebut terhadap gelombang bunyi. Struktur patahan pada penampang seismik dicirikan dengan adanya ketidakmenerusan yang tiba-tiba dari seismik yang merefleksikan bidang perlapisan bidang perlapisan secara lateral. Dari penampang seismik, penulis mencoba menginterpretasi horizon dari setiap formasi yang ada di daerah penelitian untuk melihat morfologi bawah permukaan dari daerah penelitian serta mencoba menginterpretasi sesar yang hadir.
4.3.1. Interpretasi Horizon Dalam penarikan interpretasi horizon, prinsipnya adalah pengkorelasian marker stratigrafi dari data well yang ditampilkan pada penampang seismik 3D untuk mengontrol interpretasi horizon secara lateral. Penampang seismik dan data dari log sumur yang digunakan harus sudah ‘diikat’ terlebih dahulu (well-seismic tie).
Gambar 4.7. Pengikatan sumur #22 dengan penampang seismik
46
Data sumur yang digunakan berisikan top dari setiap formasi yang berfungsi sebagai marker dan digunakan sebagai petunjuk pada saat interpretasi horizon pada penampang seismik secara lateral. Pada gambar 4.7 terlihat bahwa top formasi D2170 pada sumur cocok dengan top formasi tersebut pada penampang seismik. Pada penulisan kali ini penulis mengkorelasikan 3 horizon, yaitu horizon T_D2170, T_BK2540, dan T_BN3080. Horizon-horizon ini diinterpretasi berdasarkan kenampakan amplitudo seismik yang mencirikan marker-marker yang ada pada sumur referensi, atau sumur yang telah diikat dengan seismik yang ada. Interpretasi data seismik dilakukan pada setiap inline dan crossline. Penginterpretasian pada setiap inline dan crossline ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi bawah permukaan dari setiap horizon.
Bangko
Antiklin Seruni Barat
N Antiklin Seruni Timur
Gambar 4.8. Pelamparan lateral horizon Top Duri pada domain waktu
47
4.3.2. Interpretasi Sesar Tujuan dari menginterpretasikan sesar pada penampang seismik adalah untuk mengetahui kerangka struktur yang terdapat pada daerah penelitian, sehingga akan lebih baik jika melakukan picking sesar terlebih dahulu sebelum melakukan picking horizon. Sedangkan dalam penginterpretasian sesar pada penampang seismik, penarikan sesar dicirikan dengan adanya perubahan kemiringan yang tiba-tiba dari suatu horizon atau diskontinuitas dari horizon, yaitu ketidakmenerusan dari reflektor seismik yang merefleksikan suatu bidang perlapisan secara lateral. Faktor yang penting dalam penginterpretasian sesar adalah ketelitian dan konsistensi sehingga geometri sesar yang nantinya terbentuk akan mempermudah penulis dalam menganalisa kejadian dan pola tektonik pada daerah penelitian.
Sesar Runi Norm_0601
Top Duri Top Bekasap
Top Bangko
Basement
Gambar 4.9. Penarikan Sesar Runi Norm_0601 pada penampang seismik line 95
Gambar 4.9 menunjukkan penarikan Sesar Runi Norm_0601 pada penampang seismik line 95, sesar tersebut merupakan salah satu sesar besar pada daerah penelitian. 48
4.3.3. Analisis Struktur Analisis struktur sangat diperlukan untuk memahami masalah-masalah geologi struktur yang kompleks. Hal yang paling penting dalam memahami struktur geologi adalah geometri dan unsur struktur. Hal ini sangat penting karena menyangkut lokasi pembentukannya, karakteristik, orientasi, dan juga evolusi dari unsur-unsur struktur tersebut. Analisis struktur pada daerah penelitian dimulai dari pengenalan bentuk fisik (deskriptif) dari sesar-sesar hasil interpretasi, kemudian kenampakan bentuk fisik ini (geometri) dilihat hubungannya dengan proses kejadian (genetik). Hasil analisis deskriptif dan genetik sesar-sesar yang ada pada daerah penelitian ini kemudian diklasifikasikan berdasarkan proses kejadian dan perkembangannya sejak mulai terbentuk sampai pada kondisi sekarang. Klasifikasi ini tentunya berada dalam kerangka periode tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah, dimana kita mengenal periode ekstension
pada pembentukan graben, periode strike-slip dan
kompresional pada pembentukan struktur perangkap minyak. Analisis dinamik berkenaan dengan pola gaya dalam material (contohnya stress) dan hubungan dengan tegangan dan regangan selama perkembangan struktur. Dari hasil penarikan (picking) horizon dan sesar, semua horizon yang diinterpretasi pada daerah ini kondisinya telah terpatahkan (deformasi). Terdapat 18 bidang sesar besar dan kecil yang umumnya mempunyai orientasi atau jurus NNESSW, dimana arah tersebut didominasi oleh sesar-sesar kecil. Beberapa sesar utama memiliki arah orientasi yang relatif berbeda (NNW-SSE). Berikut adalah analisis geometri dan dinamika struktur geologi daerah penelitian: 1. Analisis Geometri Hasil analisis penampang melintang struktur dan pemodelan tiga dimensi memperlihatkan geometri bidang sesar, sehingga memungkinkan untuk dilakukan deskripsi terhadap sesar-sesar tersebut. Dalam pembahasan geometri, sesar-sesar pada daerah ini berkembang dengan arah relatif NE-SW. Kelompok sesar BaratdayaTimurlaut umumnya adalah sesar-sesar mayor penyebarannya relatif luas yaitu berada hampir di semua area daerah penelitian. Sesar ini dari segi kedalamannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama yaitu bidang sesar yang memotong seluruh interpretasi horizon seismik dan bahkan menerus sampai ke batuan dasar. Bidang sesar ini umumnya adalah sesar-sesar mayor yang mempunyai arah kemiringan relatif 49
berarah NNW-SSE. Bidang sesar yang kedua adalah bidang sesar yang berkembang pada bagian tengah sampai selatan dari daerah penelitian. Umumnya adalah sesarsesar minor yang mempunyai arah kemiringan relatif berarah NNE-SSW. Pada gambar berikut ini dapat dilihat geometri sesar-sesar pada daerah penelitian secara 3 dimensi.
SESAR RUNI REV_0618
SESAR RUNI NORM_0601
SUMUR RUNI REV_0601
0
meter
500
Gambar 4.10. Kenampakan sesar-sesar secara 3D di daerah penelitian
Terdapat 3 sesar yang menjadi fokus penelitian, yaitu Sesar Runi Norm_0601, Sesar Runi Rev_0601, dan Sesar Runi Rev_0618. Sesar-sesar tersebut memiliki tren berarah relatif NW-SE dan memiliki kemiringan dengan sudut yang hampir tegak karena merupakan produk dari Sesar Mendatar Menganan Bangko Tinur. Tabel 4.1 menunjukkan komponen-komponen geometri dari sesar-sesar yang menjadi terdapat di daerah penelitian.
50
Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601 Sesar Runi Rev_0618 Sesar Runi Rev_0602 Sesar Runi Norm_0603 Sesar Runi Norm_0606 Sesar Runi Norm_0607 Sesar Runi Norm_0608 Sesar Runi Norm_0610 Sesar Runi Norm_0611 Sesar Runi Norm_0612 Sesar Runi Norm_0613 Sesar Runi Norm_0615 Sesar Runi Norm_0617 Sesar Runi Norm_0620 Sesar Runi Norm_0621 Sesar Runi Norm_0622 Sesar Runi Norm_0623
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Naik
Naik
Naik
Normal
Tipe Sesar
N55°E
N192°E
N220°E
N221°E
N199°E
N26°E
N25°E
N181°E
N330°E
N49°E
N41°E
N62°E
N36°E
N336°E
N131°E
N307°E
N164°E
N175°E
Jurus
38° SE
71° NW
60° NW
50° NW
68° NW
76° SE
62° SE
80° NW
84° NE
75° SE
47° SE
68° SE
60° SE
79° NE
65° SW
75° NE
81° SW
83° SW
Kemiringan
Tabel 4.1. Tabulasi sesar yang menjadi fokus penelitian
Nama Sesar
No.
0,1 – 0,3 km
0,1 – 0,3 km
0,5 – 0,8 km
0,3 – 0,5 km
0,2 – 0,4 km
0,2 – 0,4 km
0,2 – 0,4 km
0,3 – 0,6 km
0,2 – 0,5 km
0,7 – 1 km
0,2 – 0,4 km
1 – 1,2 km
0,4 – 0,7 km
0,2 – 0,5 km
0,8 – 1,3 km
0,8 – 1,2 km
0,8 – 1,2 km
1,5 – 2 km
Panjang
51
2. Analisis Dinamika Tujuan dilakukannya analisis dinamika ini adalah untuk merekonstruksi arah dan besar stress yang pernah aktif, berdasarkan produk-produk struktur yang dihasilkan oleh stress tersebut. Dalam hal ini, penulis akan menganalisis sesar-sesar yang ada pada daerah penelitian (sebagai produk dari stress) baik itu jenis dan arahnya untuk merekonstruksi dinamika masa lampau di daerah penelitian. Untuk mengetahui pola tektonik dari daerah penelitian ini maka penulis melihat perkembangan orientasi sesar mulai dari Formasi Bangko sampai ke Formasi Duri.
Sesar Runi Rev_0618 Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601
N20 E
Gambar 4.11. Peta Struktur Kedalaman dan arah orientasi sesar Top Formasi Bangko
Gambar 4.11 menunjukkan peta struktur kedalaman dari Formasi Bangko. Dari peta tersebut, terlihat bahwa daerah yang diwakili oleh warna merah muda menandakan daerah yang lebih tinggi (dangkal), sebaliknya daerah yang berwarna biru muda menandakan daerah yang lebih rendah (dalam). Pada peta, morfologi tertinggi
berada
pada
bagian
tengah
dari
daerah
penelitian.
Penulis
menginterpretasikan daerah tersebut sebagai puncak dari struktur antiklin. Sedangkan morfologi terendah berada pada sebelah tenggara dari daerah penelitian. Berdasarkan
52
data statistik dari diagram bunga, orientasi umum dari sesar-sesar yang terdapat di Formasi Bangko berarah relatif NE-SW (sekitar N2oE).
Sesar Runi Rev_0618
Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601 N80 E
Gambar 4.12. Peta Struktur Kedalaman dan arah orientasi sesar Top Formasi Bekasap
Pada peta struktur kedalaman dari Formasi Bekasap (Gambar 4.12), terlihat bahwa morfologi tertinggi berada pada bagian tengah dari daerah penelitian, sedangkan morfologi terendah berada pada sebelah tenggara dari daerah penelitian. Berdasarkan data statistik dari diagram bunga, orientasi umum dari sesar-sesar yang terdapat di Formasi Bekasap berarah relatif NE-SW (sekitar N8oE). Dari peta struktur kedalaman dari Formasi Duri (Gambar 4.13), morfologi tertinggi pada daerah penelitian berada pada bagian tengah peta, sedangkan morfologi terendah berada pada sebelah tenggara dari daerah penelitian. Sedangkan orientasi umum dari sesar-sesar yang terdapat di Formasi Duri berarah relatif NE-SW (sekitar N12oE).
53
Sesar Runi Rev_0618
Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601 N120 E
Gambar 4.13. Peta Struktur Kedalaman dan arah orientasi sesar Top Formasi Duri
Pembahasan Dari peta struktur kedalaman tiap-tiap formasi, maka dapat dijelaskan tentang bahwa morfologi daerah penelitian terendah terdapat pada bagian Tenggara dan daerah tertinggi terdapat pada bagian tengah, dalam hal ini diwakili oleh puncak antiklin. Sedangkan untuk struktur sesar pada daerah ini secara keseluruhan orientasinya memiliki arah NE-SW. Berdasarkan orientasi arah sesar dari Top Formasi Bangko sampai dengan Top Formasi Duri yang memiliki keseluruhan arah orientasi NE-SW (sekitar N7oE). Sesar yang terdapat di daerah penelitian ini adalah sesar naik dengan arah jurus NW-SE (Baratlaut-Tenggara) serta arah kemiringan sesar naik ke arah timurlaut dan baratdaya. Sedangkan sesar normal mempunyai arah jurus NE-SW (Timurlaut-Baratdaya) serta arah kemiringan sesar normal ke arah Baratlaut dan Tenggara. Terdapat juga lipatan pada daerah penelitian berupa antiklin yang sumbu lipatannya berarah relatif NW-SE. Interpretasi pembentukan sesar-sesar dan lipatan pada daerah penelitian tidak dapat dipisahkan dari perkembangan struktur regionalnya. Pada Miosen Awal hingga Miosen Tengah (26-13 Ma) di Cekungan Sumatra Tengah, berkembang sesar 54
mendatar menganan pada sesar-sesar tua yang berarah Utara-Selatan. Sesar Mendatar Menganan Bangko Timur yang melalui daerah penelitian diinterpretasikan sebagai salah satu produk dari sesar tersebut. Periode ini dikenal dengan episode tektonik F2 (Heidrick dan Aulia, 1996). Episode F2 ini merupakan episode wrench tectonics yang produk tektonik hasil dari episode tersebut berasosiasi dengan sesar normal, sesar naik, dan lipatan. Sesar-sesar normal yang terbentuk pada daerah penelitian dan berarah relatif NE-SW diinterpretasikan berasosiasi dengan mekanisme releasing bend akibat pegerakan Sesar Mendatar Menganan Bangko Timur (Gambar 4.15). Pada salah satu penampang seismik daerah penelitian, terdapat bentukan struktur bunga negatif yang mencirikan adanya proses tensional (Gambar 4.14).
Gambar 4.14. Bentukan struktur bunga negatif pada penampang seismik trace 137
55
Gambar 4.15. Karakteristik umum dari sistem sesar mendatar (McClay dan Bonora, 2001)
Sesar-sesar naik pada daerah penelitian diinterpretasikan berasosiasi dengan periode tektonik kompresi pada Miosen Tengah yang menghasilkan struktur reverse dan thrust fault sepanjang jalur wrench fault yang terbentuk sebelumnya. Deformasi ini menghasilkan sesar naik dengan arah relatif NW-SE, sedangkan sesar naik di sepanjang sesar mendatar sebelumnya berarah relatif N-S. Selain itu, pembentukan sesar-sesar naik yang lainnya dapat dipengaruhi oleh interaksi antara Sesar Mendatar Menganan Bangko Timur dan Sesar Sintong. Adanya struktur lipatan yang sumbunya berarah NW-SE diinterpretasikan berasosiasi dengan episode tektonik inversi dan kompresi. Hal itu juga merupakan bukti bahwa di daerah penelitian mengalami pembalikan struktur. Gambar 4.16
56
menampilkan penampang seismik yang memperlihatkan adanya lapisan yang terlipat akibat pengaruh tektonik kompresi.
Top Duri Top Bekasap
Top Bangko Basement
Gambar 4.16. Penampang seismik line 162 yang menunjukkan daerah yang terlipat akibat tegasan kompresional
Dari hasil interpretasi genetiknya dapat dijelaskan bahwa daerah Seruni dipengaruhi oleh dua sesar mendatar yaitu Sesar Bangko Timur dan Sesar Sintong di bagian Tenggaranya (Gambar 4.17). Sesar-sesar tersebut mempengaruhi daerah Rokan sehingga terbentuknya sesar-sesar normal pada daerah Seruni dengan berarah relatif Timurlaut-Baratlaut dan sesar-sesar naik berarah relatif Baratdaya-Tenggara. Berdasarkan data seismik, Sesar Runi Norm_0601, Sesar Runi Rev_0601, dan Sesar Runi Rev_0618 terbentuk setelah Formasi Duri terendapkan.
57
Sesar Bangko Timur
Daerah penelitian
Sesar Sintong
Gambar 4.17. Peta struktur Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick et al., 1996)
4.4.
Sejarah Geologi Pada Gambar 4.18 memperlihatkan rekonstruksi periode tektonik lempeng
Asia Tenggara (Hall, 1995). Secara umum, periode tektonik di Sumatera terbagi dalam dua periode, yaitu ketika Paleogen, terjadi kolisi antara lempeng India dan Asia, dan pembentukan pull-apart basin di Sumatera, kemudian ketika Neogen berkembangnya dextral wrench fault yang menyebabkan reaktivasi sesar-sesar yang telah ada sebelumnya, kemudian subduksi dari lempeng Indo-Australia kebawah lempeng Eurasia membentuk Barisan volcanic arc. Periode tektonik lempeng Asia Tenggara inilah yang menyebabkan strukturstruktur dan deformasi yang berkembang di Sumatra. Untuk geologi daerah penelitian, struktur-struktur yang berkembang diinterpretasikan berasal dari periode tektonik yang terjadi pada Miosen Tengah dan Miosen Akhir, dalam hal ini rekonstruksi C dan D. 58
B
A
C
D
Gambar 4.18. Periode tektonik lempeng Asia Tenggara (Hall, 1995)
Adapun Sejarah Geologi daerah penelitian secara rinci dapat dijelaskan lebih rinci dengan mengacu pada Heidrick dan Aulia (1993), yaitu: 1. Kala Pra-Tersier terjadi deformasi pada basement yang menyebabkan adanya sesar-sesar berarah Utara-Selatan, Baratlaut-Tenggara, dan TimurlautBaratdaya. Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal, sehingga sedimen yang menutupinya sangat mudah dipengaruhi oleh tektonik batuan dasar dan banyak dijumpai struktur pada Cekungan Sumatera Tengah. 2. Kala Eosen-Oligosen merupakan fase rifting akibat terjadinya deformasi ekstensional dengan arah ekstensi Barat-Timur ± 20o, yang mengakibatkan reaktivasi struktur-struktur tua yang terbentuk sebelumnya. Periode ini terjadi pada waktu 50-26 Ma dan menghasilkan geometri horst dan graben. Pada saat yang sama terjadi pengendapan Kelompok Pematang ke dalam graben-graben yang terbentuk.
59
3. Kemudian pada kala Oligosen Akhir-Miosen Tengah aktifitas rifting sudah tidak aktif lagi. Fase transgresif pada kala ini menghasilkan endapan dari Kelompok Sihapas yang secara tidak selaras berada diatas Kelompok Pematang. Pada akhir fasa transgresif
Miosen Awal sampai Tengah,
diendapkan Formasi Telisa dengan lingkungan berkisar inner sampai outer litoral dengan pengaruh laut semakin besar ke atas. Kontak pada Formasi Telisa ditandai oleh litologi yang berbeda dan fauna yang berhenti hingga Miosen Tengah. Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sag phase) diikuti oleh pembentukan dextral wrench fault secara regional dan pembentukan transtensional fracture zone. Sesar-sesar yang terbentuk berarah relatif Baratlaut–Tenggara. Berkembang sesar mendatar menganan pada sesarsesar tua yang berarah Utara–Selatan. Akibat dextral wrench fault, maka pada sesar-sesar tua yang berarah Timurlaut–Baratdaya mengalami transtensional, sehingga terbentuk normal fault, graben, dan half graben, lalu pada sesarsesar yang berarah Baratlaut-Tenggara mengalami transpressional. Episode F2 terjadi bersamaan pengendapan Kelompok Sihapas, yaitu antara 26-13 Ma. 4. Miosen Akhir-Resen, pada kala ini terjadi gaya kompresional dengan arah gaya Timurlaut-Baratdaya. Gaya kompresional tersebut mengakibatkan terjadinya struktur reverse dan thrust fault sepanjang jalur wrench fault yang terbentuk sebelumnya pada daerah Seruni. Proses kompresi ini bersamaan dengan pembentukan dextral wrench fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah Baratlaut–Tenggara. Pengendapan yang berlangsung pada saat orogenesa atau pengangkatan (uplift), berupa lapisan batuan klastik Formasi Petani. Formasi Petani ini diendapkan secara tidak selaras diatas Kelompok Sihapas. Bagian atas Formasi Petani dicirikan oleh ketidakselarasan akibat erosi dan diatasnya ditutupi oleh lapisan tipis batupasir Formasi Minas.
60