BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian topografi di daerah penelitian berkisar antara 600-1200 m. Morfologi daerah penelitian umumnya berupa perbukitan yang bergelombang dengan lembah yang curam dan ditunjukkan oleh pola kontur yang kasar dan rapat dengan litologi berupa batuan volkanik yang terdiri dari lava andesit, breksi piroklastik dan tuf. 3.1.1. Pola Aliran Sungai Berdasarkan hasil pengamatan dari peta topografi Bakosurtanal dengan skala 1:25.000, didapatkan bahwa sungai-sungai di daerah penelitian mempunyai satu pola aliran yang khas yaitu pola aliran sungai subparalel, hanya terdapat dua arah relatif yaitu pola aliran subparalel 2 di bagian utara yang berarah relatif timur-barat dan pola aliran sungai subparalel 1 di bagian selatan yang berarah timur laut-barat daya, seperti yang terdapat pada Gambar 3.1. Pola aliran sungai subparalel perkembangan dari pola aliran radial yang mengelilingi suatu puncak gunungapi apabila dilihat dari keseluruhan daerah secara regional. Namun apabila diamati hanya seluas daerah penelitian, maka akan terlihat seperti pola aliran paralel. Pola aliran subparalel merupakan pola aliran yang dibentuk pada permukaan yang berbentuk lereng pada lapisan batuan yang homogen. Pola aliran ini terdapat pada pemotongan lereng atau pertambangan yang memiliki lereng yang terjal (Howard, 1967 dalam van Zuidam, 1985).
Sungai utama yang mengalir di daerah penelitian adalah Sungai Ci Sarua, Ci Pada, Ci Surupan, Ci Picung, Ci Epen, Ci Leunsing dan Ci Kabul yang bertemu menjadi satu aliran sungai di bagian selatan yaitu Sungai Ci Meta (di luar daerah penelitian).
Pada daerah penelitian terdapat dua arah relatif aliran sungai. Untuk sungai dengan pola subparalel 2 diwakili oleh Sungai Ci Sarua dan Ci Pada mengalir dengan arah relatif 20
timur-barat, sedangkan sungai dengan pola aliran subparalel 2 adalah selain Sungai Ci Sarua dan Ci Pada seperti Sungai Ci Surupan, Ci Picung, Ci Epen, Ci Leunsing dan Ci Kabul yang mengalir dengan arah relatif timur laut-barat daya. Perbedaan arah relatif ini diinterpretasikan sebagai adanya kehadiran sesar yang memotong sungai dengan pola aliran subparalel 1 yang seharusnya menerus hingga Gunung Burangrang. Sungai subparalel 2 hadir pada batas sesar tersebut dan mengalir mengikuti sepanjang adanya sesar tersebut yang diinterpretasikan berarah timur-barat.
Keterangan: : Pola aliran sungai subparalel 1 : Pola aliran sungai subparalel 2
Gambar 3.1. Sungai-sungai utama di daerah penelitian yang menunjukan pola aliran sungai subparalel.
21
3.1.2. Pola Kelurusan Punggungan, Lembah dan Sungai Berdasarkan pengamatan lapangan, daerah penelitian merupakan daerah kaki gunungapi yang berbukit-bukit dan bergelombang dengan sungai-sungai muda yang terdapat pada lembah sungai yang curam. Morfologi ini dibentuk oleh pengaruh litologi berupa batuan vulkanik hasil volkanisme pada Zaman Kuarter. Analisis kelurusan bentang alam yaitu kelurusan punggungan, lembah dan sungai dilakukan berdasarkan peta kontur daerah penelitian dan disajikan dalam diagram bunga seperti Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar 3.2. Pola kelurusan di daerah penelitian.
Pola kelurusan di daerah penelitian umumnya didominasi oleh dua arah yaitu timur laut-barat daya (NE-SW) dan timur-barat (E-W). Pola kelurusan ini bisa dinterpretasikan sebagai adanya pengaruh struktur geologi regional seperti Pola Meratus yang berarah timur laut-barat daya (NE-SW) dan Pola Jawa yang berarah timur-barat (E-W). Adanya kontrol litologi dicerminkan oleh adanya kelurusan punggungan yang menunjukkan bahwa adanya litologi yang lebih resisten dan adanya kelurusan lembah yang menunjukkan bahwa adanya litologi yang kurang resisten ataupun adanya bidang lemah pada litologi tersebut. Selain itu, daerah penelitian berada di antara dua buah sesar besar yaitu Sesar Lembang yang berarah timur-barat dan Sesar Cimandiri yang berarah timur laut-barat daya yang kemungkinan pula ikut mempengaruhi pola kelurusan di daerah penelitian. 3.1.3. Satuan Geomorfologi 22
Satuan geomorfologi di daerah penelitian dianalisis mengggunakan peta berskala 1:25.000 berdasarkan karakteristik relief topografi, kemiringan lereng dan morfogenesa yang teramati di lapangan. Berdasarkan analisis peta topografi baik secara manual maupun menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.2 dan pengamatan lapangan dengan mengacu pada klasifikasi Brahmantyo dan Bandono (2006) yang didasarkan pada bentuk morfologigenesa-nama geografis, maka daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu Satuan Punggungan Jatuhan Piroklastik Sadangmekar dan Satuan Perbukitan Aliran Piroklastik Cipada. 3.1.3.1. Satuan Punggungan Jatuhan Piroklastik Sadangmekar Satuan ini merupakan bagian dari kaki Gunungapi Burangrang, menempati sekitar 55 % luas daerah penelitian dan berada pada bagian selatan, barat daya dan timur daerah penelitian. Morfologinya berupa punggungan yang bergelombang, dicirikan oleh pola kontur yang kerapatannya teratur serta menyebar merata dan relief yang agak kasar, dengan kemiringan 15%-70% (8º-35º) dan termasuk dalam kelas lereng cukup terjal-terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985), dengan ketinggian topografi 650–1.075 m, dan dengan litologi yang tersusun oleh breksi piroklastik, lava andesit dan tuf lapili (Gambar 3.3). Pola aliran sungai pada satuan ini berupa aliran subparalel yang dikontrol oleh jenis litologi yang relatif resisten dan homogen. Sungai-sungai yang mengalir melewati satuan ini yaitu Sungai Ci Jeruk, Ci Surupan, Ci Epen, Ci Leunsing dan Ci Kabul. Proses-proses eksogen yang mempengaruhi daerah ini berupa pelapukan, erosi ke hulu, erosi lateral, erosi vertikal, pengikisan lereng dan longsoran (Gambar 3.4). Tahapan geomorfik satuan ini berada pada tahapan muda yang dicirikan dengan bentuk morfologi yang reliefnya halus dan belum tererosi secara intensif dengan waktu yang relatif belum lama. Bahaya longsor rentan terjadi di daerah ini seperti yang terlihat pada Gambar 3.5. Selain didukung oleh litologinya yang memang agak lunak berupa tuf lapili, hal lain yang juga mendukung yaitu kemiringan lereng yang terjal, tingkat pelapukan dan laju erosi yang tinggi serta tingginya curah hujan yang terjadi di daerah ini.
23
Gambar 3.3. Satuan Punggungan Jatuhan Piroklastik Sadangmekar yang memperlihatkan punggunganpunggungan yang bergelombang dengan pola yang teratur dan membentuk lembah seperti huruf ”V”. Dari gambar ini juga terlihat bahwa satuan ini berada pada tahapan geomorfik muda. Gambar diambil di daerah Cisurupan Wetan dari arah timur menuju barat daya.
Gambar 3.4. Profil alur sungai Ci Picung yang berbentuk ”V” dan mengalir lurus. Pada sungai ini terlihat erosi secara vertikal dan tidak atau sedikit sekali hasil sedimentasi. Gambar diambil di Sungai Ci Surupan menghadap ke arah hulu (gambar kiri). Erosi tepi pada Sungai Ci Picung pada Satuan Punggungan Jatuhan Piroklastik (gambar kanan).
Gambar 3.5. Gambar ini menunjukan pelapukan pada breksi piroklastik dengan fragmen yang mengalami pelapukan mengulit bawang (gambar kiri). Gambar pada bagian kanan menunjukan adanya peristiwa longsor di Sungai Ci Epen. Peristiwa longsor ini menunjukan proses eksogen yang bekerja di daerah ini. Gambar diambil di Sungai Ci Epen dengan menghadap ke arah timur laut.
24
3.1.4.2. Satuan Perbukitan Aliran Piroklastik Cipada Satuan ini menempati sekitar 45% luas daerah penelitian, dengan ketinggian topografi 900–1.115 m (Gambar 3.6). Satuan ini masih merupakan bagian dari kaki Gunungapi Burangrang, morfologinya berbukit-bukit dan relatif agak datar seperti yang terlihat pada Gambar 3.6, berada pada bagian utara dan timur daerah penelitian, dengan pola kontur yang renggang dan teratur, relief yang halus, memiliki kemiringan 0%-30% (0º-16º) termasuk ke dalam kelas lereng datar-cukup terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985), dan dengan litologi tersusun oleh breksi piroklastik dan tuf. Pola aliran sungai pada satuan ini berupa aliran dendritik yang dicirikan oleh kenampakan menjari seperti ranting pohon pada berbagai arah sungai dan melewati litologi yang hampir sama atau homogen. Pola ini umumnya terdapat pada batuan yang masif atau pada satuan lapisan yang datar. Proses-proses eksogen yang mempengaruhi daerah ini berupa pelapukan, erosi lateral, erosi vertikal, pengikisan lereng dan longsoran seperti yang terlihat pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8. Tahapan geomorfik satuan ini berada pada tahapan muda yang dicirikan dengan bentuk morfologi yang reliefnya halus, belum tererosi secara intensif dengan waktu yang relatif belum lama, terdapat sedikit jeram-jeram, bentuk saluran sungai berkelok dan tipe lembah sungai berbentuk "V".
Gambar 3.6. Satuan Perbukitan Aliran Piroklastik Cipada yang dilatarbelakangi oleh Gunung Burangrang memperlihatkan suatu bentuk perbukitan pada kaki Gunung Burangrang dengan relief yang halus dengan topografi relatif landai sehingga banyak didirikan perumahan dan perkebunan teh. Gambar diambil di daerah Selaawi dari arah utara menuju timur laut menghadap ke arah Gunung Burangrang.
25
Gambar 3.7. Profil lembah Sungai Ci Pada yang berbentuk ”U”, alirannya tidak terlalu deras dan agak berkelok-kelok. Pada sungai ini terlihat erosi secara vertikal dan lateral (gambar kiri). Erosi tepi di Sungai Cisarua pada satuan dataran tinggi aliran piroklastik ditandai dengan munculnya oksidasi yang berwarna merah (gambar kanan).
Gambar 3.8. Profil lembah Sungai Ci Sarua yang berbentuk ”V”, alirannya cukup deras dan bentuk salurannya lurus. Pada sungai ini terlihat erosi secara vertikal (dominan) dan lateral (gambar kiri). Erosi pada Sungai Cisarua menunjukan tahap muda ditunjukan dengan gawir lereng yang terjal dan lurus (gambar kanan).
3.2. STRATIGRAFI Secara regional pada Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973) dan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), daerah penelitian terdiri dari dua satuan batuan yaitu Satuan Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob) dan Satuan Tufa dari Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu (Qyd). Dalam pembahasan tentang stratigrafi daerah penelitian, penulis menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi resmi (SSI, 1996) yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragamannya (deskripsi), sumber dari adanya bahanbahan volkanik dan genesanya. Berdasarkan hasil analisis kedudukan batuan yang satu 26
dengan yang lainnya, maka stratigrafi daerah penelitian diurutkan dari tua ke muda dapat dirangkum dalam Gambar 3.9 berikut ini.
Gambar 3.9. Kolom korelasi satuan peta geologi gunungapi daerah penelitian.
1. Satuan Breksi Piroklastik Burangrang (coklat) 2. Satuan Lava Andesit Burangrang (merah) 3. Satuan Tuf Lapili Burangrang (ungu) 4. Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu (oranye) 5. Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu (merah muda)
3.2.1. Satuan Breksi Piroklastik Burangrang Satuan Breksi Piroklastik Burangrang merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Berdasarkan Sudjamiko (1972) dan Silitonga (1973), satuan ini disetarakan dengan Qob (Hasil Gunungapi Tua). Satuan ini merupakan batuan piroklastik dengan fragmen monomik berupa andesit dan massa dasar berupa tuf gelas. 27
3.2.1.1 Litologi dan Penyebaran Satuan Breksi Piroklastik Burangrang ini menempati 9% daerah penelitian dan tersebar di bagian selatan daerah penelitian dengan titik terendah yaitu 750 m dan tertinggi yaitu 900 m. Satuan ini sering ditemukan pada singkapan sebagai batuan yang cukup segar-agak lapuk dengan proses pelapukan yang cukup intensif di daerah penelitian. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Ci Surupan, Ci Bisoro dan Ci Epen. Satuan ini merupakan breksi piroklastik yang terlihat pada Gambar 3.15 dengan deskripsi megaskopis sebagai breksi piroklastik, coklat terang-coklat gelap, keras, kompak, kemas terbuka, terpilah buruk, bentuk fragmen menyudut tanggung–menyudut, berukuran lapili-blok (2->64mm), fragmen monomik berupa andesit, matriks debu volkanik berukuran halus-kasar (berdasarkan klasifikasi dari Schmid, 1981 dalam Yuwono, 2004; Lampiran C.3). Ketebalan satuan ini tidak dapat ditentukan karena tidak ditemukan batas bawah dari satuan ini. Tebal minimal perkiraan dari hasil rekonstruksi penampang geologi sekitar 55 m. Kondisi singkapan pada umumnya cukup segar-agak lapuk karena terdapat di sekitar sungai dan telah tererosi cukup kuat dan di beberapa tempat terdapat perlapisan yang cukup baik, walaupun secara umum jarang sekali ditemukan perlapisan karena susunan fragmen batuannya umumnya tersusun secara acak (Gambar 3.10). Struktur sedimen yang dijumpai berupa reverse graded bedding seperti yang teramati pada Gambar 3.10.
3.2.1.2. Umur dan Mekanisme Pengendapan Dengan mengacu kepada Sunardi (1996), Satuan Breksi Piroklastik Burangrang ini mempunyai umur (0,51 ± 0,03) x 106 tahun yang lalu (Plistosen). Berdasarkan dari matriks breksi yang berupa debu volkanik halus (tuf gelas), maka dapat diinterpretasikan bahwa Satuan Breksi Piroklastik Burangrang diendapkan dengan mekanisme aliran piroklastik karena fragmen berupa blok sangat menyudut dan tersusun acak (Gambar 3.11).
28
Adanya breksi piroklastik dengan mekanisme pengendapan aliran piroklastik (pyroclastics flow deposit) mengindikasikan bahwa satuan ini berada pada lingkungan proksimal sampai medial volkaniklastik (berdasarkan Model Fasies Stratovulkano Fuego, 1981; Lampiran C.1).
Gambar 3.10. Struktur sedimen yang ditemukan di satuan ini berupa struktur reverse graded bedding (gambar kanan). Bidang perlapisan pada Satuan Breksi Piroklastik Burangrang di Sungai Ci Epen (gambar kiri).
Gambar 3.11. Satuan Breksi Piroklastik Burangrang dengan fragmen andesit yang tersusun secara acak dan memiliki pemilahan yang buruk. Gambar diambil di Sungai Ci Surupan dengan menghadap ke arah hulu sungai atau utara daerah penelitian.
3.2.1.3. Hubungan Stratigrafi Hubungan Satuan Breksi Piroklastik Burangrang ini dengan satuan di bawahnya tidak tersingkap di daerah penelitian. Dengan demikian satuan ini merupakan satuan tertua yang ada di daerah penelitian. 29
3.2.2. Satuan Lava Andesit Burangrang Satuan Lava Andesit Burangrang terdiri dari satu jenis litologi yaitu andesit. Mengacu pada Sudjatmiko (1972) dan Silitonga (1973), satuan ini disetarakan dengan Satuan Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob) yang merupakan hasil aktivitas vulkanisme pada Kuarter. Satuan ini menunjukkan ciri berupa batuan beku andesit dengan struktur vesikuler. 3.2.2.1. Litologi dan Penyebaran Satuan Lava Andesit Burangrang ini menempati 4% daerah penelitian, tersebar pada ketinggian antara 850 m hingga 950 m, meliputi Sungai Ci Jeruk, Ci Surupan, Ci Bisoro, Ci Epen dan Ci Leunsing. Singkapan andesit ini tersingkap baik hanya di lembahlembah sungai yang tererosi sangat kuat terutama erosi vertikal. Karena andesit ini sangat keras, sehingga batuannya relatif resisten terhadap erosi. Andesit ini hanya terdapat di lembah-lembah sungai karena saat pembentukannya, aliran lava mengikuti bagian yang lebih rendah dan mengikuti alur sungai. Aliran lava sama prinsipnya dengan aliran air, namun lava memiliki viskositas yang lebih besar dibandingkan air. Satuan ini merupakan lava yang memiliki struktur aliran, masif
dan vesikuler dan mengalami proses
pengkekaran (Gambar 3.12 dan Gambar 3.13). Secara megaskopis, deskripsi andesit ini yaitu lava andesit, abu-abu gelap-hitam, keras, kompak, masif, struktur vesikuler, porfiritik, fenokris berupa plagioklas, piroksen dan gelas dengan masa dasar yang tidak terlihat. Kondisi singkapan umumnya cukup segar. Tebal satuan ini diperkirakan dari hasil rekonstruksi penampang yaitu sekitar 45 m.
3.2.2.2. Umur dan Mekanisme Pengendapan Satuan Lava Andesit Burangrang ini terbentuk setelah Satuan Breksi Piroklastik Burangrang berdasarkan posisi keterdapatan singkapan karena tidak ditemukannya kontak antara Satuan Lava Andesit Burangrang ini dengan Satuan Breksi Piroklastik Burangrang. Hal ini didasarkan pada hasil produk vulkanik yang terbentuk menutupi lapisan batuan yang telah terbentuk sebelumnya dan mengikuti topografi yang ada (Yuwono, 2004) atau mengikuti Hukum Superposisi Steno yaitu satuan batuan yang lebih muda menutupi atau terbentuk di atas satuan batuan yang lebih tua. Hal ini juga didasarkan bahwa singkapan 30
andesit ditemukan pada posisi topografi yang lebih tinggi dibandingkan dengan breksi piroklastik yang berada pada posisi topografi yang lebih rendah.
Gambar 3.12. Singkapan lava andesit di Sungai Ci Epen yang menunjukkan struktur aliran mengikuti alur Sungai Ci Epen (gambar kiri) dan singkapan lava andesit yang terkekarkan sehingga terlihat seperti lepas-lepas di Sungai Ci Jeruk (gambar kanan).
Gambar 3.13. Singkapan lava andesit di Sungai Ci Jeruk yang menunjukan tekstur vesikuler (Gambar kiri) . dan struktur masif (Gambar kanan). Struktur vesikuler dan masif menunjukkan bahwa andesit ini pembentukannya terjadi secara ekstrusif atau terbentuk di permukaan sebagai aliran lava.
Mengacu kepada Sunardi (1996), Satuan Lava Andesit Burangrang ini mempunyai umur (0,51 ± 0,03) x 106 tahun yang lalu (Plistosen). Dilihat dari kenampakan satuan yang menyebar mengikuti topografi dan terlihat singkapan yang memperlihatkan lava andesit mengalir (Gambar 3.16) serta hadirnya struktur vesikuler, maka dapat diinterpretasikan bahwa satuan ini terbentuk secara ekstrusif yaitu magma yang keluar menuju permukaan menjadi lava dan mengalir mengikuti morfologi permukaan masa lalu (paleomorfologi).
31
3.2.2.3 Hubungan Stratigrafi Hubungan Satuan Lava Andesit Burangrang dengan Satuan Breksi Piroklastik Burangrang diperkirakan selaras walaupun tidak ditemukan kontak antara keduanya. Dari hasil rekonstruksi penampang geologi, terlihat bahwa hubungan antara Satuan Lava Andesit Burangrang dengan Satuan Breksi Piroklastik Burangrang adalah selaras (lihat Lampiran F.1).
3.2.3. Satuan Tuf Lapili Burangrang Satuan ini terdiri dari satu litologi saja yaitu tuf lapili. Mengacu pada Sudjatmiko (1972) dan Silitonga (1973), satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob) yang merupakan hasil vulkanisme Kuarter. Satuan ini menunjukkan pemilahan yang baik dan teramati mempunyai perlapisan yang baik. 3.2.3.1. Litologi dan Penyebaran Satuan Tuf Lapili Burangrang meliputi 42% daerah penelitian, tersebar pada ketinggian 750 m-1.050 m. Satuan ini menutupi hampir seluruh bagian selatan daerah penelitian dan umumnya tersingkap baik di Sungai Ci Surupan, Ci Picung, Ci Epen, Ci Leunsing dan Ci Kabul. Kondisi singkapan umumnya agak lapuk-lapuk. Struktur batuan umumnya agak sulit dijumpai kecuali di beberapa tempat seperti di sungai yang memiliki air terjun ataupun jeram-jeram dikarenakan intensitas pelapukannya yang tinggi. Struktur yang teramati di lapangan umumnya berupa perlapisan dengan kemiringan hampir horizontal dengan nilai kurang dari 15º yang tebalnya berkisar 30-50 cm. Struktur yang teramati berupa normal graded bedding dan reverse graded bedding. Satuan ini merupakan tuf lapili dengan deskripsi megaskopis adalah tuf lapili, berwarna coklat gelap-coklat terang, berukuran butir debu-lapili (<2 mm-64 mm) dengan bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, pemilahan sedang-baik dengan kemas tertutup, porositas sedang-baik, butiran terdiri dari batuan beku andesit/basalt dengan ciri abu-abu gelap, afanitik dan batuapung dengan warna abu-abu-hitam, berstruktur vesikuler dengan massa dasar debu vulkanik berukuran pasir halus. Tebal perkiraan dari hasil rekonstruksi penampang geologi adalah sekitar 95 m. 32
Gambar 3.14. Singakapan tuf lapili di Sungai Ci Picung di bawah air terjun (Gambar kiri) yang tersingkap cukup baik walaupun agak lapuk. Singkapan ini memperlihatkan adanya perlapisan yang baik pada tuf lapili ini dengan kemiringan kurang dari 15⁰. Tebal dari perlapisan ini berkisar antara 30-50 cm dengan memperlihatkan struktur sedimen berupa normal graded bedding dan reverse graded bedding (Gambar kanan).
3.2.3.2. Umur dan Mekanisme Pengendapan Satuan Tuf Lapili Burangrang ini terendapkan setelah Satuan Lava Andesit Burangrang berdasarkan kontak yang ditemui di Sungai Ci Kabul. Satuan ini relatif berada di atas Satuan Lava Andesit Burangrang. Penentuan ini juga didasarkan Hukum Superposisi Steno yaitu satuan yang lebih muda berada di atas satuan yang lebih tua. Mengacu kepada Sunardi (1996), Satuan Tuf Lapili Burangrang ini mempunyai umur (0,51 ± 0,03) x 106 tahun yang lalu (Plistosen). Mekanisme pengendapan dari tuf lapili ini yaitu berupa endapan jatuhan piroklastik (pyroclastics fall deposits). Mengacu dari Yuwono (2004), satuan ini diendapkan melalui mekanisme jatuhan piroklastik berdasarkan ciri-ciri yang ada (Gambar 3.14) yaitu fragmen batuan monolitik berupa andesit dengan sedikit batuapung, pemilahan baik hingga sedang, bentuk fragmen umumnya menyudut tanggung-membulat tanggung, terdapat perlapisan yang baik berupa perlapisan berangsur (normal graded bedding), geometrinya menutupi seluruh permukaan topografi baik lembah maupun punggungan (lihat Lampiran C.2) dan diendapkan di daerah dekat sumber karena diendapkan di kaki Gunung Burangrang yang diperkirakan merupakan sumber dari satuan ini (fasies proksimal-medial volkaniklastik).
33
Hal ini dapat diperkirakan dari fasies stratovulkano Fuego (lihat Lampiran C.1) dan dari kenampakan topografi.
3.2.3.3. Hubungan Stratigrafi Hubungan Satuan Tuf Lapili Burangrang dengan Satuan Lava Andesit Burangrang adalah selaras berdasarkan kontak yang ditemui antara kedua satuan ini seperti yang terdapat di Sungai Ci Kabul (Gambar 3.15). Mengacu pada Sudjatmiko (1972) dan Silitonga (1973) yang didasarkan atas umur yang sama (Plistosen) dan adanya kesamaan ciri satuan batuan dengan Satuan Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob) maka diperkirakan bahwa Satuan Tuf Lapili Burangrang ini mempunyai kedudukan yang selaras dengan satuan yang ada di bawahnya yaitu Satuan Lava Andesit Burangrang.
Gambar 3.15. Kontak antara Satuan Tuf Lapili Burangrang dengan Satuan Lava Andesit Burangrang di Sungai Ci Kabul. Satuan Tuf Lapili Burangrang ini berada di atas Satuan Lava Andesit Burangrang yang mengindikasikan bahwa Satuan Tuf Lapili Burangrang ini lebih muda dibandingkan Satuan Lava Andesit Burangrang.
34
3.2.4. Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu Satuan ini terdiri dari satu litologi saja yaitu breksi piroklastik. Mengacu pada Sudjatmiko (1972) dan Silitonga (1973), satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan Tufa dari Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu (Qyd) yang merupakan hasil vulkanisme Kuarter yaitu erupsi “C” menurut van Bemmelen (1934 dalam Sudjatmiko, 1972 dan Silitonga, 1973). Satuan ini menunjukan pemilahan yang buruk dengan kemas terbuka dan tidak teramati adanya perlapisan. Satuan ini merupakan batuan piroklastik dengan fragmen monomik berupa andesit dan massa dasar berupa tuf gelas. 3.2.4.1 Litologi dan Penyebaran Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu ini meliputi 15% daerah penelitian, tersebar di bagian utara dan barat laut daerah penelitian, dengan titik terendah yaitu 850 m dan tertinggi yaitu 995 m. Satuan ini cukup sering ditemukan pada singkapan sebagai batuan yang agak lapuk dengan keterdapatan oksidasi hampir pada seluruh bagian singkapan. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Ci Sarua dan Ci Pada. Satuan ini merupakan breksi piroklastik, seperti yang terlihat pada Gambar 3.16 dengan deskripsi megaskopis sebagai breksi piroklastik, coklat terang-coklat gelap, agak rapuh dan getas, kurang kompak, kemas terbuka, terpilah buruk, bentuk fragmen menyudut tanggung – menyudut, fragmen monomik berupa andesit berukuran kerakal-bongkah (>64mm), matriks debu volkanik berukuran halus-kasar (berdasarkan klasifikasi dari Schmid, 1981 dalam Yuwono, 2004; lihat Lampiran C.3). Ketebalan satuan ini tidak dapat ditentukan karena tidak ditemukan batas bawah dari satuan ini. Tebal perkiraan dari hasil rekonstruksi penampang geologi adalah sekitar 60 m. Kondisi singkapan pada umumnya segar-agak lapuk karena terdapat di sekitar sungai, telah tererosi cukup kuat serta tidak ditemukan perlapisan karena susunan fragmen batuannya umumnya tersusun secara acak (gambar 3.16 dan gambar 3.17). Struktur sedimen yang dijumpai berupa reverse graded bedding seperti yang teramati pada Gambar 3.16.
35
Gambar 3.16. Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu dengan pemilahan yang buruk dan teramati adanya oksidasi yang dicirikan dengan warna merah-oranye. Gambar diambil di Sungai Cisarua dengan menghadap ke arah hulu. Struktur sedimen yang ditemukan di satuan ini berupa struktur reverse graded bedding.
Gambar 3.17. Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu dengan fragmen andesit yang tersusun secara acak dan memiliki pemilahan yang buruk. Keadaan singkapan terlihat agak lapuk dengan fragmen yang terlepas-lepas. Batuan ini agak rapuh dan getas karena mudah dihancurkan oleh tangan. Gambar diambil di Sungai Ci Sarua dengan menghadap ke arah hulu sungai atau timur daerah penelitian.
Gambar 3.18. Mekanisme aliran (gambar kanan) dan arus turbulensi (gambar kiri) di endapan piroklastik (pyroclastics surge and flow deposit). Pada gambar kiri, teramati pada massa dasar breksi piroklastik adanya bentuk perlapisan yang menunjukkan adanya suatu proses aliran yang membawa material atau fragmen-fragmen yang lebih besar sehingga nantinya akan menjadi breksi piroklastik seperti saat ini. Pada gambar kanan teramati adanya bentukan berupa gelombang-gelombang atau seperti material yang terpilin. Bentuk seperti ini juga terdapat pada massa dasar breksi piroklastik.
36
3.2.4.2. Umur dan Mekanisme Pengendapan Dengan mengacu kepada Sunardi (1996), Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu ini mempunyai umur (0,06 ± 0,004) x 106 tahun yang lalu (Plistosen). Berdasarkan deskripsi di lapangan, maka dapat diinterpretasikan bahwa Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu ini diendapkan dengan mekanisme arus turbulensi dan aliran piroklastik (pyroclastics surge and flow deposit) karena fragmen berupa blok sangat menyudut, tersusun acak, terdapat suatu bentuk aliran pada massa dasar dan sebagian massa dasarnya ada yang menunjukkan suatu bentuk bergelombang dan terpilin dengan matriks breksi yang berupa debu volkanik halus (Gambar 3.18). Adanya breksi piroklastik dengan mekanisme pengendapan aliran dan arus turbulensi piroklastik (pyroclastics flow and surge mechanism) mengindikasikan bahwa satuan ini berada pada lingkungan proksimal volkaniklastik sampai medial volkaniklastik (berdasarkan Model Fasies Stratovulkano Fuego, 1981; lihat Lampiran C.1).
3.2.4.3. Hubungan Stratigrafi Hubungan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu ini dengan satuan di bawahnya yaitu Satuan Tuf Lapili Burangrang adalah selaras walaupun tidak ditemukan singkapan yang menunjukkan kontak atau batas dari kedua satuan ini yang tersingkap di daerah penelitian. Dari rekonstruksi penampang geologi menunjukkan pula bahwa ada batas yang memisahkan kedua satuan ini yang diinterpretasikan sebagai sesar sehingga batas bawah satuan ini merupakan hasil interpretasi.
3.2.5. Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu Satuan ini terdiri dari satu litologi saja yaitu tuf. Mengacu pada Sudjatmiko (1972) dan Silitonga (1973), satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan Tufa dari Gunung Dano dan Tangkubanparahu (Qyd) yang merupakan hasil vulkanisme pada Zaman Kuarter berupa erupsi “C” menurut van Bemmelen (1934 dalam Sudjatmiko, 1972 dan Silitonga, 1973). Satuan ini menunjukkan pemilahan yang baik dan kemas tertutup dengan fragmen berukuran debu atau ash (<2mm) berdasarkan klasifikasi dari Schmid (1981 dalam 37
Yuwono, 2004; lihat Lampiran C) dan teramati tidak mempunyai perlapisan hanya berupa singkapan yang masif namun kurang kompak dan mudah hancur atau getas. 3.2.5.1. Litologi dan Penyebaran Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu ini meliputi 30% daerah penelitian, tersebar pada ketinggian 950 m-1.150 m dan menutupi hampir seluruh bagian utara dan timur daerah penelitian dan singkapan yang baik umumnya ditemukan di Sungai Ci Sarua dan Ci Pada. Kondisi singkapan umumnya agak lapuk-lapuk (Gambar 3.19). Struktur batuan berupa perlapisan tidak pernah dijumpai karena singkapan umumnya berupa singkapan batuan yang masif. Keadaan singkapan yang agak lapuklapuk, ditambah dengan banyaknya tumbuhan yang tumbuh subur di sekitar singkapan mengakibatkan singkapan dengan kondisi yang ideal agak sulit dijumpai. Singkapan tuf ini walaupun masif namun kurang kompak dan getas sehingga mudah sekali dihancurkan oleh tangan. Karena umurnya yang masih muda, maka proses kompaksinya juga kurang berkembang. Namun, walaupun kurang kompak dan getas, singkapan tuf ini sering dijumpai pada lereng bukit dengan kemiringan yang cukup terjal-terjal (Gambar 3.19). Satuan ini merupakan satuan dengan litologi berupa tuf dengan deskripsi megaskopis adalah tuf, berwarna coklat terang, berukuran butir debu (<2mm) dengan bentuk membulat tanggung-membulat, pemilahan sedang-baik dengan kemas yang tertutup, porositas sedang-baik, butiran terdiri dari debu volkanik dan sedikit batuapung (pumis) dengan warna abu-abu-hitam dan berstruktur vesikuler dengan massa dasar berupa debu vulkanik (Gambar 3.20). Ketebalan satuan ini tidak dapat ditentukan karena tidak ditemukan batas atau kontak dengan satuan di bawahnya yaitu Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu. Tebal perkiraan dari hasil rekonstruksi penampang geologi sekitar 40 m. 3.2.5.2. Umur dan Mekanisme Pengendapan Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu ini terendapkan setelah Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu. Walaupun tidak ditemukan kontak antara kedua satuan ini, tetapi posisi Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu berada di atas Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu. Penentuan ini juga didasarkan Hukum Superposisi Steno yaitu satuan yang lebih muda berada di atas satuan yang lebih tua. 38
Mengacu kepada Sunardi (1996), Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu mempunyai umur (0,06 ± 0,004) x 106 tahun yang lalu (Plistosen). Mekanisme pengendapan dari Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu yaitu berupa endapan jatuhan piroklastik (pyroclastics fall deposits). Mengacu dari Yuwono (2004), satuan ini diendapkan melalui mekanisme jatuhan piroklastik berdasarkan ciri-ciri yang ada (Gambar 3.20) yaitu struktur masif, fragmen batuan monolitik berupa debu volkanik, pemilahan baik hingga sedang, bentuk fragmen umumnya membulat tanggung-membulat, geometrinya menutupi seluruh permukaan topografi dan diendapkan di daerah dekat sumber (lingkungan proksimal-medial volkaniklastik) yaitu Gunung Dano dan Tangkubanparahu yang diperkirakan merupakan sumber dari satuan ini. Hal ini diperkirakan berdasarkan Model Fasies Stratovulkano Gunung Fuego (lihat Lampiran C.1) dan dari kenampakan topografi.
Gambar 3.19. Singakapan tuf di Sungai Ci Sarua di kaki lereng bukit dengan kemiringan yang cukup terjal-terjal yang tersingkap cukup baik walaupun agak lapuk-lapuk dengan banyak tanaman di sekelilingnya.
Gambar 3.20. Singkapan Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu yang menunjukkan struktur masif dan getas dengan pemilahan yang baik dengan material berupa debu vulkanik. Gambar diambil di Sungai Ci Pada dengan menghadap ke arah timur laut.
39
3.2.3.3. Hubungan Stratigrafi Hubungan antara Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu dengan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu adalah selaras walaupun tidak ditemukan kontak antara kedua satuan ini. Dari hasil rekonstruksi penampang geologi, terlihat bahwa hubungan antara Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu dengan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu adalah selaras.
3.3. STRUKTUR GEOLOGI Identifikasi unsur struktur di daerah penelitian didasari pada penafsiran citra radar (SRTM), peta topografi dan pengamatan lapangan. Untuk memudahkan identifikasi unsur struktur di lapangan, maka penafsiran awal dilakukan yaitu berupa analisis citra radar dan peta topografi.
3.3.1 Analisis Citra Satelit Berdasarkan dari hasil analisis citra radar (SRTM), pola kelurusan memperlihatkan arah timur laut – barat daya (Gambar 3.2). Pola ini jika dikorelasikan dengan data lapangan, maka dapat mencerminkan struktur geologi berupa kedudukan lapisan batuan dan kontrol struktur berupa sesar maupun kekar. Pada daerah vulkanik, tidak hanya merupakan kontrol struktur, namun juga dapat berupa sumber atau arah dari endapan material vulkanik seperti lava ataupun aliran piroklastik dan batas dari endapan material vulkanik tersebut.
3.3.2. Struktur Geologi Daerah Cisarua Analisis struktur yang dilakukan di daerah penelitian meliputi tiga hal yaitu : •
Analisis deskriptif meliputi observasi singkapan, pengukuran dan evaluasi geometri struktur pada singkapan.
•
Analisis kinematik meliputi kajian atau interpretasi berupa translasi dan rotasi terbentuknya struktur serta pergerakan dari struktur.
•
Analisis dinamik meliputi penafsiran gaya, pola dan arah tegasan.
40
Penentuan jenis sesar didasarkan pada sudut pitch atau rake dan netslip terhadap bidang sesar (Gambar 3.21), dengan sudut 45° dijadikan batas antara sesar mendatar (strike-slip fault) dan sesar naik atau sesar normal (dip-slip fault). Untuk sesar dengan pitch 0°-45° digolongkan sebagai sesar mendatar, sedangkan sesar dengan pitch 45°-90° digolongkan sebagai dip-slip fault (Ragan, 1973). Ragan (1973) telah mengklasifikasikan jenis pergeseran relatif (slip) dari pensesaran (Gambar 3.22.). Jenis sesar di daerah penelitian digolongkan berdasarkan jalur pergeseran relatifnya (slip), dengan menggunakan diagram klasifikasi untuk sesar-sesar translasi. Penamaan sesar disesuaikan dengan nama geografis tempat sesar tersebut berada. Sedangkan untuk penamaan pergerakan sesar digunakan analisis net slip yang diperoleh dari menggabungkan data breksiasi, kelurusan dan kutub maksimum dari kekar gerus. Analisis penentuan kinematika dan dinamika sesar menggunakan perangkat lunak Stereonet versi 1.2. Berdasarkan pendekatan dan metoda di atas, maka di daerah penelitian terdapat dua buah sesar yaitu Sesar Sadangmekar yang merupakan hasil interpretasi berupa sesar normal dan Sesar Epen yang merupakan sesar mendatar.
Gambar 3.21. Determinasi penentuan jenis sesar translasi berdasarkan pitch dan netslip terhadap bidang sesar (Rickard, 1972 dalam Ragan, 1973).
41
Gambar 3.22. Klasifikasi jenis pergeseran relatif (slip) dari pensesaran (Ragan, 1973).
3.3.2.1. Sesar Sadangmekar Sesar ini merupakan sesar interpretasi yang berarah timur-barat (E-W) dan memanjang sepanjang Sungai Ci Sarua pada bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan analisis kelurusan topografi, observasi lapangan dan rekonstruksi dari penampang geologi. Dari kelurusan topografi pada Peta Tematik Satelit Radar (SRTM), teramati adanya kelurusan yang memanjang timur-barat dengan arah N 95⁰ E yang diinterpretasikan sebagai jurus dari Sesar Sadangmekar (Gambar 3.23). Dari observasi lapangan pun ditemukan beberapa bukti seperti adanya rekahan geser (shear fracture) yang sudah agak lapuk, adanya zona hancuran dan adanya air terjun yang berlokasi di Sungai Ci Sarua pada singkapan CSR-1 (Gambar 3.24). Dari rekonstruksi penampang pun ada ketidakmenerusan dari lapisan yang terpotong. Dari rekonstruksi penampang ini pula dapat ditentukan bahwa jenis sesar ini adalah sesar normal. Karena tidak ditemukannya bukti primer untuk penentuan sesar seperti cermin sesar, gores-garis, dan kondisi kekar gerus yang sudah lapuk maka penarikan sesar inipun masih sebatas interpretasi.
42
Sesar ini memotong Satuan Breksi Piroklastik Burangrang, Satuan Lava Andesit Burangrang, Satuan Tuf Lapili Burangrang dan menjadi batas bagi pengendapan satuan selanjutnya yaitu Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu. Oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa sesar ini terbentuk setelah pengendapan Satuan Breksi Piroklastik Burangrang, Satuan Lava Andesit Burangrang dan Satuan Tuf Lapili Burangrang (umur sesar ini relatif lebih muda dari ketiga satuan ini) dan terbentuk sebelum pengendapan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu dan Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu (umurnya relatif lebih tua dibandingkan kedua satuan ini). Penentuan umur relatif ini ditentukan melalui prinsip potong memotong.
: Daerah penelitian : Kelurusan sesar Gambar 3.23. Kelurusan punggungan di daerah penelitian yang diiterpretasikan sebagai arah atau jurus dari Sesar Sadangmekar dari Peta Tematik Satelit Radar (SRTM, 2008).
43
Gambar 3.24. Bukti-bukti penyerta lainnya untuk interpretasi Sesar Sadangmekar di Sungai Ci Sarua (CSR-1) seperti adanya air terjun (gambar A), kekar gerus atau shear fracture pada batuan yang sudah lapuk (gambar B) dan adanya zona hancuran (gambar C).
3.3.2.2. Sesar Epen Sesar ini berarah timur laut-barat daya (NE-SW) dan memanjang sepanjang Sungai Ci Epen pada bagian tenggara daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan analisis kelurusan topografi, observasi lapangan dan rekonstruksi dari penampang geologi. Bukti dari adanya Sesar Epen ini berlokasi di Sungai Ci Epen yang berada pada singkapan CEP-3 dan CEP-4. Bukti sesar yang ditemukan adalah adanya rekahan geser (shear fracture) dan kelurusan dari Sungai Ci Epen yang berarah relatif timur laut-barat daya pada peta topografi. Dengan melakukan analisis kinematik (lihat Lampiran B), maka diketahui jenis sesarnya yaitu sesar mengiri turun. Kemenerusan Sesar Epen ditarik mengikuti kelurusan di Sungai Ci Epen yang berarah N 46⁰ E. Berdasarkan analisis kekar gerus, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N226⁰E/ 60⁰NW, serta netslip sebesar 17⁰, N 238⁰E dan pitch 12⁰ dengan arah tegasan utama 6,2⁰ , N 92,2⁰E. Sesar ini merupakan sesar mengiri turun. Sesar ini memotong Satuan Breksi Piroklastik Burangrang, Satuan Lava Andesit Burangrang dan Satuan Tuf Lapili Burangrang sehingga umur relatif dari Sesar Epen lebih 44
muda dari ketiga satuan batuan di atas. Diperkirakan bahwa sesar ini dengan sesar Sadangmekar terbentuk pada saat yang sama atau relatif berdekatan waktunya karena keduanya memotong ketiga satuan tertua yaitu Satuan Breksi Piroklastik Burangrang, Satuan Lava Andesit Burangrang dan Satuan Tuf Lapili Burangrang dan keduanya tidak saling memotong, sehingga diinterpretasikan bahwa kedua sesar ini berada pada relatif umur yang sama.
Gambar 3.25. Kekar gerus (shear fracture) di Sungai Ci Epen yang dijadikan sebagai data untuk analisis kinematik pada Sesar Epen.
3.4. SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada awal Plistosen Akhir (Kuarter). Dam mengkarakteristikan Zaman Kuarter sebagai zaman dengan adanya kegiatan vulkanisme yang baru (Dam, 1994). Pada Kala Plistosen, muncul gunungapi tua atau yang dikenal dengan Gunung Sunda Purba (Dam, 1994). Salah satu bagian Kompleks Gunung Sunda Purba yang ada di daerah penelitian adalah Gunung Burangrang, Gunung Dano, dan Gunung Tangkubanparahu. Kegiatan vulkanisme terus aktif dan erupsi dari Gunung Burangrang ini endapannya menempati kaki Gunung Burangrang itu sendiri berupa breksi piroklastik, lava andesit dan tuf lapili. Aktifitas vulkanisme yang terus berjalan pada zaman ini membentuk Sesar Epen dan Sesar Sadangmekar yang memotong Satuan Breksi Piroklastik Burangrang, Satuan Lava Andesit Burangrang dan Satuan Tuf Lapili Burangrang di daerah penelitian. Kegiatan vulkanisme terus berlanjut dengan meletusnya Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Dano (Gunung Dano merupakan gunung parasit pada Gunung Burangrang). Pada letusan ini diendapkan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu dan 45
Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu. Pengendapan Satuan Breksi Piroklastik Dano dan Tangkubanparahu dibatasi oleh adanya Sesar Sadangmekar karena diendapkan melalui mekanisme aliran piroklastik dan arus turbulensi (pyroclastics surge and flow mechanism) sehingga tidak menerus ke selatan daerah penelitian, sedangkan Satuan Tuf Dano dan Tangkubanparahu dapat melewati Sesar Sadangmekar ini dan menutupi sebagian sesar ini karena diendapkan melalui mekanisme jatuhan (pyroclastics fall mechanism). Di bawah ini adalah ilustrasi tanpa skala mengenai sejarah geologi di daerah penelitian yang digambar berupa penampang (Gambar 3.26) yang melintang timur lautbarat daya (NE-SW).
Gambar 3.26a. Kondisi awal daerah penelitian dengan adanya Kompleks Sunda Purba seperti Gunung Tangkubanparahu, Gunung Burangrang dan Gunung Dano dengan posisi yang sama pada saat kini.
46
Gambar 3.26b. Gunung Burangrang meletus dan merupakan erupsi pertama yang terjadi di daerah penelitian pada awal Kala Plistosen Akhir.
Gambar 3.26c. Hasil erupsi Gunung Burangrang dengan diendapkannya breksi piroklastik, lava andesit dan tuf lapili.
Gambar 3.26d. Setelah diendapkan ketiga satuan di atas, terbentuk Sesar Sadangmekar yang merupakan sesar normal dan Sesar Epen yang merupakan sesar mendatar.
47
Gambar 3.26e. Erupsi Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu setelah terbentuk kedua sesar sebelumnya.
Gambar 3.26f. Hasil volkanisme dari Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu dengan diendapkannya breksi piroklastik dan tuf yang sebagian dibatasi oleh Sesar Sadangmekar dengan bentuk morfologi yang sama dengan saat ini.
48
49