BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk relief muka bumi. Proses endogen bersifat konstruktif yang hadir dalam bentuk struktur geologi seperti perlipatan, pensesaran, dan pengangkatan; sedangkan proses eksogen bersifat destruktif yang hadir sebagai proses erosi dan pelapukan yang terjadi di permukaan.
3.1.1 Morfologi Umum Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Sani dkk. (1995) menjelaskan bahwa secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam zona Barisan Perbukitan Selatan (Southern Range) dimana zona ini merupakan perbukitan yang sangat dikontrol oleh struktur sesar naik. Daerah penelitian secara umum tersusun atas morfologi perbukitan disertai punggungan dan lembah dengan pola kontur yang bervariasi. Perbukitan dan punggungan ini secara umum memanjang dengan arah yang relatif sama yaitu timurlaut – tenggara. Perbukitan yang terdapat pada daerah penelitian antara lain Tubu Babuin (950 m), Tubu Putu (900 m), Tubu Besao (900 m), Tubu Fautsun (750 m), dan Tubu Nakpees (550 m). Penduduk lokal menyebut puncak bukit dengan istilah ”Tubu”. Pada Tubu Besao dan Tubu Putu dapat diobservasi adanya gawir yang cukup terjal. Adapun sungai utama yang mengalir pada daerah penelitian adalah Noil Tuke yang mengalir dari utara ke selatan. Penduduk lokal menyebut sungai dengan istilah ”Noil”. Secara umum Noil Tuke memiliki bentuk lembah sungai U yang mengindikasikan intensifnya proses erosi lateral. Cabang dari Noil Tuke antara lain Noil Tune, Noil Sao, dan Noil Nambaun. Elevasi tertinggi pada daerah penelitian terdapat pada Tubu Babuin dengan ketinggian sekitar 950 m dpl, sedangkan hilir Noil Tuke menjadi tempat dengan elevasi terendah dengan ketinggian 150 m dpl.
18
3.1.2 Pola Aliran dan Tipe Genetika Sungai Sungai-sungai pada daerah penelitian yaitu Noil Tuke, Noil Tune, Noil Sao, dan Noil Nambaun secara genetik termasuk dalam sungai subsekuen, sungai obsekuen, dan sungai konsekuen. Pola aliran sungai pada daerah penelitian dibagi menjadi dua tipe (Gambar 3.1) yaitu : •
Pola aliran sungai trelis yang berarti pola ini menandakan bahwa daerah ini tersusun atas batuan sedimen yang terlipat kuat (Lobeck, 1939).
•
Pola aliran sungai subdendritik yang berarti pola ini menandakan bahwa daerah ini mempunyai penyebaran batuan yang homogen (Lobeck, 1939).
Gambar 3.1 Peta Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian (tanpa skala)
19
3.1.3 Satuan Geomorfologi Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan analisis peta topografi serta dibantu dengan pengamatan di lapangan. Dengan menggunakan klasifikasi menurut Van Zuidam (1985), daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi yaitu Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang, Satuan Perbukitan Relief Tinggi, dan Satuan Dataran Aluvial (Foto 3.1).
Foto 3.1 Satuan geomorfologi pada daerah penelitian (dari lokasi OL-3 ke arah selatan)
3.1.3.1 Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang Satuan ini meliputi 50 % dari dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau pada Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini dicirikan oleh perbukitan memanjang relatif dari barat ke timur dengan pola kontur yang relatif sedang dengan elevasi berkisar dari 300-850 mdpl. Relief pada satuan ini relatif sedang dengan kemiringan lereng berkisar dari 14-20% dan dapat diklasifikasikan sebagai perbukitan agak curam (Foto 3.2). Litologi yang terdapat pada satuan ini umumnya adalah batulempung dan batugamping yang terlipatkan serta teranjakkan. Batugamping umumnya hadir sebagai blok yang terekahkan secara intensif. Secara umum satuan ini dihasilkan oleh perlapisan batuan dengan kemiringan relatif ke arah utara. 20
Sungai pada satuan ini umumnya bertipe obsekuen, subsekuen, dan konsekuen. Secara umum lembah sungai pada satuan ini berbentuk ”U”. Bentuk tersebut mengindikasikan intensifnya erosi lateral ketimbang erosi vertikal. Secara umum satuan ini berada pada tahapan geomorfik dewasa yang diindikasikan oleh bentuk lembah sungai ”U”. Pada saat ini proses eksogen yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi.
Foto 3.2 Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang (dari lokasi BL-6 ke arah baratlaut)
3.1.3.2 Satuan Perbukitan Relief Tinggi Satuan ini meliputi 45% daerah penelitian dan ditandai dengan warna kuning pada Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini dicirikan oleh kehadiran perbukitan dan punggungan dengan relief tinggi. Pola kontur relatif rapat dengan elevasi berkisar dari 150-950 m dpl. Kemiringan lereng berkisar dari 21-65% dan dapat diklasifikasikan sebagai perbukitan curam hingga sangat curam (Foto 3.3). Litologi yang terdapat pada satuan ini disusun dominan oleh batugamping dan sedikit batulempung. Batugamping umumnya hadir sebagai blok yang terekahkan secara intensif dan muncul dalam suatu lembah, punggungan dan puncak perbukitan, sedangkan batulempung umumnya hadir pada lembah perlipatan. Secara umum satuan ini dihasilkan oleh perlapisan batuan dengan kemiringan relatif ke arah utara. 21
Sungai pada satuan ini umumnya bertipe obsekuen, subsekuen, dan konsekuen dengan bentuk lembah sungai “V” (Foto 3.4). Bentuk tersebut mengindikasikan intensifnya erosi vertikal ketimbang erosi lateral. Secara umum satuan ini berada pada tahapan geomorfik muda yang dicirikan oleh bentuk lembah sungai ”V”.
Foto 3.3 Satuan Perbukitan Relief Tinggi (dari lokasi BL-6 ke arah baratdaya)
Foto 3.4 Lembah sungai V pada Satuan Perbukitan Relief Tinggi (dari lokasi NM-12 ke arah timur) 22
3.1.3.3 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini mencakup sekitar 5% dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini menempati sungai-sungai lebar seperti Noil Tuke (Foto 3.5). Ciri satuan ini memiliki relief berupa dataran rendah dengan kemiringan datar hingga hampir datar (0-2%). Litologi penyusun satuan ini adalah endapan-endapan hasil erosi dan transportasi dari hulu sungai berupa fragmen batulempung dan batugamping yang berukuran kerikil hingga bongkah. Lembah sungai yang berbentuk huruf “U” mengindikasikan terjadinya erosi lateral yang intensif. Di beberapa lokasi endapan aluvial tersebut membentuk point bar dan teras-teras sungai setinggi 2 meter. Secara umum satuan ini berada pada tahapan geomorfik muda hingga dewasa.
Foto 3.5 Satuan Dataran Aluvial (dari lokasi OT-46 ke arah utara)
23
3.2 STRATIGRAFI Berdasarkan ciri litologi, kandungan fosil, serta posisi stratigrafi yang diamati di lapangan, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 5 satuan batuan tak resmi (Gambar 3.2). Urutan satuan batuan tersebut dari tua ke muda adalah Satuan Batulempung, Satuan Batulempung-Batugamping, Satuan Batugamping A, Satuan Batugamping B, dan Satuan Endapan Aluvial.
Gambar 3.2 Kolom stratigrafi daerah penelitian (tanpa skala)
24
3.2.1 SATUAN BATULEMPUNG 3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batulempung merupakan satuan tertua di daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau tua pada Peta Geologi (Lampiran G-3). Satuan ini terletak di bagian utara dan menempati sekitar 15 % daerah penelitian. Singkapan terbaik diantaranya dapat ditemukan di lokasi OL-4 dan OL-3 (Lampiran G-1, Peta Lintasan). Hasil rekonstruksi pada penampang geologi memperlihatkan ketebalan satuan batuan ini > 720 meter.
3.2.1.2 Ciri Litologi Satuan ini disusun oleh litologi dominan batulempung dengan sisipan batupasir. Kehadiran nodul mangan, konkresi Fe, dan pecahan kalsit juga banyak ditemukan pada satuan ini. Struktur sedimen khusus tidak begitu teramati pada satuan ini. Batulempung sebagai komponen utama, berwarna hitam keabu-abuan, lapuk, menyerpih, agak bersisik, masif, tidak berlapis, dan non karbonatan (Foto 3.6). Sisipan batupasir berwarna abu-abu, ukuran butir halus, terpilah sedang, kemas terbuka, porositas baik, sedikit karbonatan, komposisi mineral dominan kuarsa, serta tebal lapisan 10-15 cm (Foto 3.7). Analisis petrografi pada batupasir ini (Lampiran A-1) menghasilkan nama batuan batupasir kuarsa wacke (Folk, 1974 op cit Williams dkk., 1982).
Foto 3.6 Singkapan batulempung masif disertai kehadiran nodul mangan (Lokasi OL-3)
25
Foto 3.7 Singkapan batupasir halus (Lokasi OL-4)
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur Satuan ini dicirikan oleh batulempung masif yang menunjukkan bahwa proses pengendapan satuan ini terjadi dalam kondisi arus dengan viskositas tinggi (Tucker, 1991). Ketidakhadiran fosil pada satuan ini mengindikasikan bahwa satuan ini bukan merupakan endapan marine melainkan endapan darat. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Charlton (1994) yang menyebutkan bahwa Formasi Wailuli (yang merupakan kesebandingan stratigrafi dari Satuan Batulempung) diendapkan pada lingkungan darat. Berdasarkan hasil analisis granulometri (Lampiran C-1) yang dilakukan pada conto batupasir pada lokasi OL-4, satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan darat yaitu fluvial delta. Umur satuan ini mengacu pada umur Formasi Wailuli menurut Sawyer dkk. (1993) yaitu umur Jura Awal - Jura Tengah.
3.2.1.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan kesamaan ciri litologi di atas, Satuan Batulempung dapat disetarakan dengan Formasi Wailuli (Sawyer dkk., 1993). Hubungan stratigrafi dengan satuan di bawahnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian, sedangkan hubungan stratigrafi dengan Satuan Batulempung-Batugamping yang berada di atasnya
26
adalah tidak selaras karena adanya selang waktu pengendapan. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya kontak sesar naik antara Satuan Batulempung dengan Satuan Batulempung-Batugamping.
3.2.2 SATUAN BATULEMPUNG-BATUGAMPING 3.2.2.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan Batulempung-Batugamping ditandai dengan warna hijau muda pada Peta Geologi (Lampiran G-3) dan umumnya terletak di bagian tengah daerah penelitian. Satuan ini meliputi sekitar 40% daerah penelitian. Singkapan banyak ditemukan di sepanjang Noil Tuke. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, didapat ketebalan satuan ini sekitar 925 meter.
3.2.2.2 Ciri litologi Satuan ini disusun oleh batulempung dan batugamping yang dicirikan oleh kehadiran fosil radiolaria yang melimpah. Satuan ini juga dicirikan oleh banyaknya struktur slump (Foto 3.8) yang sering ditemukan pada singkapan. Pada bagian bawah satuan ini secara umum disusun oleh perlapisan batulempung berwarna coklat, bagian luar umumnya berwarna hitam karena bersifat manganan, non karbonatan, keras, tebal lapisan berkisar 5-40 cm (Foto 3.9). Batugamping kalsilutit dan kalkarenit berwarna coklat terkadang hadir sebagai sisipan dengan tebal 5-10 cm. Struktur paralel laminasi dapat teramati pada kalkarenit tersebut (Foto 3.10). Sayatan tipis pada conto batuan (Lampiran A-2 dan A-3) menunjukkan bahwa batugamping pada bagian bawah satuan ini diklasifikasikan sebagai packstone (Dunham, 1962). Bagian tengah satuan ini disusun oleh perlapisan batugamping dengan batulempung serta sisipan napal (Foto 3.11). Batugamping kalsilutit berwarna putih kemerahan, tebal lapisan 10-30 cm, sedangkan batulempung berwarna coklat, tebal lapisan 5-10 cm. Sisipan napal berwarna abu-abu, masif, dan menyerpih. Sayatan tipis pada conto batuan (Lampiran A-4) menunjukkan bahwa batugamping pada bagian tengah satuan ini diklasifikasikan sebagai mudstone (Dunham, 1962). Bagian atas satuan ini disusun oleh perlapisan batugamping dengan rijang. Batugamping kalsilutit, warna putih kemerahan, tebal lapisan 10-20 cm, sedangkan rijang
27
berwarna coklat kebiruan dengan tebal lapisan 3-5cm. Sayatan tipis pada conto batuan (Lampiran A-5) menunjukkan bahwa batugamping pada bagian atas satuan ini diklasifikasikan sebagai packstone (Dunham, 1962).
Foto 3.8 Struktur slump pada perlapisan batulempung (Lokasi OT-22)
Foto 3.9 Singkapan perlapisan batulempung (Lokasi OT-69)
28
Foto 3.10 Struktur sedimen paralel laminasi pada kalkarenit(Lokasi OT-130)
Foto 3.11 Singkapan perlapisan batugamping kalsilutit dengan batulempung (Lokasi OT-11)
29
3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur Satuan ini dicirikan oleh kehadiran fosil radiolaria yang melimpah. Kehadiran radiolaria ini mengindikasikan lingkungan laut dengan nilai salinitas normal berkisar dari 30 - 40 ppt (Heckel, 1972 op cit Tucker, 1991). Kehadiran fosil foraminifera bentonik Bolivina menunjukkan lingkungan pengendapan satuan ini berada pada neritik luar. Analisis mikropaleontologi pada conto batuan pada lokasi OT-116 tidak memperlihatkan adanya kandungan fosil foraminifera pada conto batuan tersebut. Umur dari satuan ini mengacu pada umur Formasi Nakfunu menurut Sawyer dkk. (1993) yaitu Kapur Awal - Kapur Akhir.
3.2.2.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan kandungan fosil, Satuan BatulempungBatugamping yang ditemukan pada daerah penelitian ini dapat disetarakan dengan Formasi Nakfunu (Sawyer dkk., 1993). Hubungan stratigrafi dengan Satuan Batulempung di bawahnya menunjukkan hubungan yang tidak selaras, sedangkan hubungan dengan Satuan Batugamping A yang berada di atasnya menunjukkan hubungan yang selaras. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya kontak struktur sesar naik antara Satuan BatulempungBatugamping dengan Satuan Batugamping A. Hal ini diindikasikan oleh adanya urutan stratigrafi yang tidak normal pada beberapa tempat.
3.2.3 SATUAN BATUGAMPING A 3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batugamping A ditandai dengan warna biru muda pada Peta Geologi (Lampiran G-3) dan terletak pada bagian selatan daerah penelitian. Satuan ini menyusun sekitar 35% daerah penelitian dan secara umum membentuk rangkaian perbukitan dan punggungan yang relatif terjal. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, didapat ketebalan Satuan Batugamping A > 550 meter.
30
3.2.3.2 Ciri Litologi Satuan Batugamping A tersusun atas batugamping kalsilutit (Foto 3.12), warna bervariasi yaitu putih, putih kemerahan, coklat; keras, masif, di beberapa tempat berlapis dengan tebal 15-30 cm, rekahan dan stilolit sangat berkembang, muncul bioturbasi (Foto 3.13), serta banyak pecahan dan urat kalsit. Lensa rijang dengan tebal 5-10 cm terkadang muncul sebagai sisipan pada batugamping (Foto 3.14). Sayatan tipis pada batugamping satuan ini (Lampiran A-6 dan A-7) menghasilkan nama batuan Wackestone dan Packstone (Dunham, 1962).
Foto 3.12 Singkapan batugamping kalsilutit yang bersifat kapuran (Lokasi OT-165)
Foto 3.13 Bioturbasi pada batugamping kalsilutit (Lokasi NM-8)
31
Foto 3.14 Batugamping kalsilutit masif dengan lensa rijang (Lokasi OT-105)
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur Kehadiran batugamping kalsilutit yang dominan menunjukkan bahwa satuan ini terendapkan pada lingkungan laut dalam. Wilson (1975) menjelaskan bahwa batugamping kalsilutit disertai dengan rijang mengindikasikan lingkungan pengendapan basin / laut dalam. Pengendapan satuan ini terjadi dengan mekanisme arus turbidit (Sawyer dkk., 1993). Analisis mikropaleontologi tidak memperlihatkan adanya kandungan fosil pada conto batuan tersebut. Hal ini disebabkan oleh preparasi sampel batuan yang kurang optimal sehingga tidak ada fosil yang dapat diidentifikasi. Umur satuan ini mengacu pada umur Formasi Ofu yaitu Paleosen Awal - Miosen Akhir (Sawyer dkk., 1993).
3.2.3.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan kesamaan ciri litologi di atas, maka Satuan Batugamping A dapat disetarakan dengan Formasi Ofu (Sawyer dkk., 1993). Hubungan stratigrafi dengan Satuan Batulempung-Batugamping dibawahnya menunjukkan hubungan yang selaras, sedangkan hubungan stratigrafi dengan Satuan Batugamping B di atasnya menunjukkan ketidakselarasan karena adanya proses tektonik yang terjadi setelah pengendapan Satuan Batugamping A.
32
3.2.4 SATUAN BATUGAMPING B 3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batugamping B ditandai dengan warna biru tua pada Peta Geologi (Lampiran G-3) dan menempati sekitar 3 % daerah penelitian. Singkapan terbaik di antaranya dapat ditemukan di lokasi OT-158 dan OT-172 (Lampiran G-1, Peta Lintasan). Satuan ini umumnya terdapat pada lembah sungai. Hasil rekonstruksi penampang geologi memperlihatkan ketebalan satuan batuan ini sekitar 88 meter.
3.2.4.2 Ciri Litologi Satuan ini terdiri atas batugamping kalsilutit dan sisipan napal yang dicirikan oleh melimpahnya fosil foraminifera planktonik. Batugamping kalsilutit berwarna putih, keras, masif, terkadang menunjukkan kesan lapisan dengan tebal 10-25 cm, banyak stilolit dan rekahan dengan pola yang tidak jelas (Foto 3.15). Napal (Lampiran B-3) berwarna coklat, nilai menyerpih hadir sebagai sisipan dengan tebal 10-15 cm (Foto 3.16). Analisis petrografi pada batugamping satuan ini (Lampiran A-8) menghasilkan nama Grainstone (Dunham, 1962).
Foto 3.15 Singkapan batugamping kalsilutit yang terekahkan intensif (Lokasi OT-173)
33
Foto 3.16 Singkapan napal berwarna coklat (Lokasi OT-172)
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur Fosil foraminifera bentonik tidak teramati pada satuan ini. Dari studi literatur diketahui bahwa satuan ini terendapkan pada lingkungan pada lingkungan laut dalam dengan kondisi arus tenang (Sawyer dkk., 1993). Analisis mikropaleontologi (Lampiran D-1) pada conto batuan napal yang diambil di lokasi OT-172 memperlihatkan adanya asosiasi fosil foraminifera planktonik yang menunjukkan kisaran umur N19 – N20 atau setara dengan Pliosen Awal berdasarkan klasifikasi Blow (1979).
3.2.4.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan kesamaan ciri litologi, Satuan Batugamping B dapat disetarakan dengan Formasi Batuputih (Sawyer dkk., 1993). Satuan Batugamping B diendapkan secara tidak selaras diatas satuan Batugamping A, sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan di atasnya yaitu satuan Endapan Aluvial juga menunjukkan hubungan ketidakselarasan.
34
3.2.5 SATUAN ENDAPAN ALUVIAL 3.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini menempati sekitar 7% daerah penelitian, ditandai dengan warna abuabu pada Peta Geologi (Lampiran G-3). Satuan ini tersebar di sepanjang aliran Noil Tuke dengan ketebalan satuan ini sekitar 2 meter (Foto 3.17).
3.2.5.2 Ciri Litologi Satuan ini tersusun dari endapan material sungai yang belum terkonsolidasi yaitu fragmen batuan berukuran kerikil-bongkah. Secara umum material terdiri atas fragmen batugamping dan batulempung yang mengambang pada masadasar pasir dan lempung. Di beberapa tempat, endapan ini membentuk point bar di tengah sungai Noil Tuke.
3.2.5.3 Lingkungan Pengendapan, Umur, dan Hubungan Stratigrafi Satuan ini berumur resen yang diketahui dari proses pengendapan yang masih berlangsung sampai sekarang. Satuan ini diendapkan pada lingkungan darat dan merupakan hasil endapan sungai yang diendapkan secara tidak selaras diatas semua satuan batuan yang lebih tua.
Foto 3.17 Endapan aluvial di Noil Tuke (dari lokasi OT-1 ke arah utara)
35
III.3 STRUKTUR GEOLOGI Struktur yang berkembang pada daerah penelitian terdiri atas lipatan, sesar naik, sesar mendatar mengiri, dan sesar mendatar menganan. Satuan batuan termuda yang terlibat dalam struktur geologi tersebut adalah Satuan Batugamping A yang berumur Paleosen Akhir-Miosen Akhir, maka dapat diinterpretasikan struktur geologi tersebut mulai terbentuk pasca pengendapan Satuan Batugamping A (pasca Miosen Akhir). Struktur yang dominan berkembang pada daerah penelitian adalah sesar naik dimana kehadirannya berasosiasi dengan lipatan. Sesar-sesar pada daerah penelitian dapat dijumpai dengan jelas bidang sesarnya dan pada beberapa tempat diindikasikan oleh kehadiran slickensides dan kekar gerus (shear fracture). Lipatan yang muncul di daerah penelitian adalah Antiklin Nunuboko, Antiklin Boti, Antiklin Nambaun, dan Sinklin Boti. Lipatan yang dijumpai memiliki arah umum bidang sumbu timur timurlaut – barat baratdaya (ENE-WSW). Sesar naik yang muncul pada daerah penelitian adalah Sesar Naik Tune, Sesar Naik Nunuboko 1, Sesar Naik Nunuboko 2, Sesar Naik Boti, Sesar Naik Nambaun 1, Sesar Naik Nambaun 2, Sesar Naik Nambaun 3, dan Sesar Naik Bele. Arah umum jurus dari sesar-sesar naik tersebut adalah timur timurlaut – barat baratdaya (ENE-WSW). Umumnya sesar-sesar naik ini memiliki kemiringan bidang sesar relatif ke arah utara. Hanya ada 1 sesar naik yang memiliki kemiringan bidang sesar relatif ke arah selatan yaitu Sesar Naik Boti. Bidang sesar yang terdapat di daerah penelitian ini memiliki kemiringan berkisar antara 30o – 75o, namun yang umum dijumpai berkisar antara 30o 50o dengan kemiringan umumnya relatif ke arah utara. Sesar mendatar mengiri dan menganan berkembang di daerah penelitian dan berperan sebagai sesar sobekan (tear fault). Sesar mendatar mengiri berarah relatif utara timurlaut - selatan baratdaya (NNE-SSW) seperti yang diperlihatkan oleh Sesar Mendatar Boti, Sesar Mendatar Nambaun, dan Sesar Mendatar Bele. Sesar mendatar menganan berarah relatif utara baratlaut - selatan tenggara (NNW-SSE) seperti yang diperlihatkan oleh Sesar Mendatar Putu. Analisis struktur geologi pada daerah penelitian akan di bahas secara lebih lengkap pada bab berikutnya.
36