BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Pembahasan geologi daerah penelitian terdiri dari: geomorfologi daerah penelitian, stratigrafi daerah penelitian, dan struktur geologi daerah penelitian.
3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk menganalisis keadaan bentang alam dari bentuk, geometri, serta kaitannya dengan proses geologi yang terjadi didalamnya. Dalam geomorfologi, banyak peneliti mengacu pada mazhab Amerika yang mengikuti prinsipprinsip Davisian tentang siklus geomorfologi. Prinsip ini kemudian dijabarkan Lobeck (1939) dengan suatu klasifikasi bentang alam dan bentuk muka bumi yang dikontrol oleh tiga parameter utama, yaitu: struktur (struktur geologi; proses geologi endogen yang bersifat membangun), proses (proses-proses eksogen yang bersifat denudasional), dan tahapan (Brahmantyo dan Bandono, 2006). Bentang alam yang terlihat saat ini merupakan hasil dari proses geologi eksogen dan atau endogen, oleh karena itu dalam tugas akhir ini penafsiran geomorfologi dilakukan berdasarkan kepada deskriptif dan genetis. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah dengan analisis citra satelit dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) dan analisis Peta Topografi Bakosurtanal, (1997), skala 1:25.000. Dari analisa citra dan peta tersebut didapatkan data kelurusan lereng, kelurusan sungai, pola kontur topografi, pola sungai, dan perkiraan kemiringan lapisan (dipslope) yang dapat membantu dalam analisis selanjutnya.
Satuan geomorfologi merujuk kepada klasifikasi Lobeck (1939), namun dalam penamaannya penulis melakukan modifikasi sesuai dengan bentang alam daerah penelitian.
17
3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Dari citra SRTM dapat dilihat bahwa daerah penelitian terletak pada batas antara dataran dibagian utara dan tinggian di daerah selatan (Gambar 3.1.1). Batas tersebut membentuk suatu kelurusan yang berarah timur laut-barat daya yang dinamakan Zona Sesar Cimandiri dan berakhir pada kelurusan berarah barat-timur yang dinamakan Sesar Lembang. Dari observasi tersebut diperkirakan bahwa perbedaan topografi antara dataran utara dan tinggian selatan disebabkan oleh aktifitas deformasi tektonik yang buktinya dapat ditemukan di daerah penelitian.
N 5 km
G Burangrang
Tinggian di sebelah Selatan daerah penelitian
Waduk Saguling
Dataran di sebelah utara daerah penelitian
Daerah penelitian
Gambar 3.1.1 Citra SRTM, menunjukan posisi daerah penelitian yang terletak di batas antara dataran di bagian utara daerah penelitian dan tinggian di bagian selatan. Batas ditandai dengan garis putus-putus berwarna merah.
Bentang alam daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah-lembah dengan perbedaan relief yang relatif tajam. Keberadaan punggungan dan lembah menunjukkan perbedaan tingkat kekerasan dari batuan penyusunnya. Punggungan dan perbukitan
18
dibentuk oleh batugamping, perselingan batupasir-batulempung dan breksi yang relatif lebih keras. Dataran dan lembah yang ada seperti di daerah Cileat disusun oleh batulempung dan tuf yang lebih bersifat lunak.
Gambar 3.1.2 Rose diagram yang menggambarkan pola kelurusan pada daerah penelitian.
Hasil analisis kelurusan lembah, bukit, dan sungai dari peta topografi dibuat rose diagram dan didapatkan arah umum dominan pada daerah penelitian adalah timurlautbaratdaya (Gambar 3.1.2), yang ditafsirkan sebagai manifestasi dari arah jurus lapisan. Peta kelurusan dapat dilihat pada Gambar 3.1.3. Selain itu juga terdapat kelurusan berarah barat laut-tenggara yang ditafsirkan berhubungan dengan struktur sesar geser. Kelurusan ini juga dapat terlihat setelah peta topografi dimodifikasi untuk menunjukan kemiringan lereng. Lereng terjal/gawir ditandai dengan warna merah dan hitam (Gambar 3.1.4).
Gambar 3.1.3. Interpretasi kelurusan dari peta topografi.
19
N
1km Gambar 3.1.4. Peta topografi dimodifikasi untuk menunjukan kemiringan lereng. Warna merah menunjukan lereng curam/gawir (lebih dari 45 derajat). Warna Hijau menunjukan lereng landai (kurang dari 45 derajat).
3.1.2 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai
Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian adalah pola aliran rektangular, paralel, dan trelis (Gambar 3.1.5). Pola rektangular dicirikan oleh orientasi sungai yang menyambung membentuk kisi bersudut tegak. Pola aliran sungai paralel dicirikan oleh kesejajaran antara sungai yang satu dengan yang lain. Pola aliran rektangular dan paralel dapat diamati di peta topografi yaitu pola aliran yang dibentuk oleh Sungai Cisaladah, Sungai Cibarengkok, dan Sungai Cijuhung di utara daerah penelitian dan pola aliran yang
20
dibentuk Sungai Cilimus dan Sungai Cileat. Pola ini umumnya dipengaruhi oleh adanya struktur sesar dan kekar serta jurus lapisan (Thornbury, 1954). Pola aliran trelis dicirikan oleh orientasi sungai yang membentuk pola seperti tulang ikan. Pola aliran ini dapat diamati di peta topografi yaitu pada Sungai Cisaat. Pola ini umumnya dipengaruhi oleh adanya struktur perlipatan (Thornbury, 1954).
Tipe genetik sungai di daerah penelitian terdir dari tiga tipe yaitu: x
Tipe obsekuen yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan lapisan, yaitu; S. Cijuhung, S.Cibarengkok, dan S. Cilimus,
x
Tipe subsekuen yang mengalir searah dengan jurus perlapisan, yaitu; S.Cisaladah dan S. Cisaat.
x
Tipe konsekuen yang mengalir berlawanan dengan arah kemiringan lapisan yaitu S. Cilutung dan S. Cilangkap.
Gambar 3.1.5. Peta topografi yang memperlihatkan pola aliran sungai dan tipe genetiknya.
21
3.1.3 Satuan Geomorfologi Satuan geomorfologi, merujuk kepada klasifikasi Lobeck (1939), dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu: Satuan Perbukitan Vulkanik dan
Satuan Perbukitan
Kompleks. Penyebarannya dapat dilihat pada Peta Geomorfologi (Lampiran 1)
3.1.3.1 Satuan Perbukitan Vulkanik Bentang alam yang dihasilkan dari aktivitas vulkanisme dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: bentang alam akibat aktivitas eksplosif dan bentang alam akibat emisi lava secara perlahan. Endapan tuf merupakan salah satu penciri dari bentang alam yang terjadi akibat aktivitas eksplosif (Lobeck, 1939). Berdasarkan pemaparan Lobeck dan deskripsi bentang alam yang berupa perbukitan maka satuan geomorfologi dinamakan Satuan Perbukitan Vulkanik
Satuan Perbukitan Vulkanik terdapat di utara daerah penelitian (Foto 3.1.1) dengan luas area sekitar 24 % dari luas daerah penelitian yang ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geomorfologi (Lampiran 1). Pola konturnya berupa perbukitan dengan kerapatan kontur yang renggang. Elevasi topografinya berada diantara 338-523 mdpl. Topografi landai dan pola kontur yang renggang diakibatkan oleh kemiringan lapisan yang relatif horizontal (Foto 3.1.2). Satuan geomorfologi ini tersusun oleh batuan lunak dengan litologi yaitu; tuf, tuf lapili dan breksi piroklastik (Foto 3.1.2). Proses geologi yang mengontrol pembentukan morfologi satuan ini adalah aktifitas kompleks Gunungapi Sunda yang menyebabkan terbentuknya endapan piroklastik. Sungai pada satuan ini umumnya bertipe obsekuen dan subsekuen, dengan lembah berbentuk āVā dengan pola aliran paralel. Proses eksogen yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi.
Budidaya lahan pada satuan ini berupa tempat aktifitas dan pemukiman penduduk yang terbanyak, berada di tepian jalan raya Cianjur-Padalarang, yang juga merupakan pusat aktifitas ekonomi berupa pertokoan, pusat pemerintahan, pendidikan, tempat ladang sawah, dan perkebunan penduduk.
22
N
Foto 3.1.1. Bentang alam Satuan Perbukitan Vulkanik. (Foto diambil dari G. Guha ke arah utara).
W
Foto 3.1.2. Batuan piroklastik yang bersifat lunak pada Satuan Perbukitan Vulkanik. Lapisan horizontal tuf (lokasi Sungai Cisaladah, foto diambil dari utara ke selatan).
23
3.1.3.2 Satuan Perbukitan Kompleks
Satuan pegunungan kompleks dideskripsikan Lobeck sebagai area yang tersusun seluruhnya oleh batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen yang terdeformasi kuat. Area batuan sedimen yang terdeformasi kuat dijabarkan sebagai area dengan batuan sedimen yang terpengaruh oleh sesar dan perlipatan (Lobeck, 1939). Berdasarkan pemaparan Lobeck (1939 )dan bukti lapangan bahwa area daerah penelitian tersusun atas litologi batuan sedimen yang tersesarkan dan terlipatkan maka satuan ini dinamakan Satuan Perbukitan Kompleks.
Satuan ini terdapat di tengah daerah penelitian dengan luas area sekitar 76% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna merah muda pada Peta Geomorfologi (Lampiran 1) . Pola konturnya berupa perbukitan dengan gawir memanjang baratdayatimurlaut (Foto 3.1.3) dengan kerapatan kontur semakin rapat pada tepi bukit. Elevasi topografinya berkisar antara
542 ā 929 mdpl. Elevasi yang cukup tinggi diakibatkan
oleh litologi penyusun batuan yang keras, resisten, dan pengaruh dari deformasi struktur.
Kemiringan lapisan pada satuan ini berarah utara dan selatan dengan litologi penyusunnya
adalah
batuan
sedimen
kompak
yaitu;
batugamping,
batupasir,
batulempung, batulanau, dan breksi. Litologi batugamping memiliki ciri pola kontur yang khusus yaitu bukit yang memanjang timurlaut-baratdaya (Foto 3.1.4). Sungai pada satuan ini umumnya adalah sungai obsekuen, konsekuen, dan subsekuen dengan pola aliran sungai trelis, rektangular, dan paralel yang menjadi penciri daerah lipatan dan patahan. Proses eksogen yang berlangsung berupa
erosi dan pelapukan. Pelapukan menjadi
semakin intensif akibat adanya aktifitas pembuatan jalan untuk lalu-lintas kendaraan pertambangan pasir di bagian barat daerah penelitian. Daerah budidaya pada satuan ini berupa hutan produktif dan pertambangan. Pada satuan ini juga ditemui mata air panas berbau belerang pada titik CLM-16.
24
NE
Foto 3.1.3 Bentang alam Satuan Perbukitan Kompleks yang terdiri atas punggungan dan gawir memanjang baratdaya timur laut. (Foto diambil dari Gunung Guha).
NE
Foto 3.1.4 Bukit gamping di Satuan Perbukitan Kompleks yang memanjang timur laut - barat daya. (Foto diambil dari lapangan Militer).
25
3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Secara umum, litologi di daerah penelitian terdiri dari batuan sedimen dan batuan piroklastik. Berdasarkan kesamaan ciri litologi yang dapat dikenali di lapangan dan hasil analisis laboratorium, yaitu; petrografi, mikropaleontologi, granulometri, dan kalsimetri, maka satuan batuan di daerah penelitian dikelompokan menjadi tujuh satuan batuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda adalah : x
Satuan Batulempung-Batupasir
x
Satuan Batulempung
x
Satuan Batugamping
x
Satuan Napal
x
Satuan Batupasir-Batulempung
x
Satuan Breksi-Batupasir
x
Satuan Tuf Piroklastik.
Penyebaran dari masing - masing satuan ini ditunjukkan dalam Peta Geologi (Lampiran 2). Kolom stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.1.
26
FO
R
A M
SI
PROFIL LITOLOGI (tidak resmi)
KETERANGAN
RAJAMANDALA
CITARUM
SAGULING
Satuan Tuf-Tuf Lapili Satuan Breksi-Batupasir, Perselingan antara batupasir kasar dan breksi polimik,kaya akan material vulkanik dan batuan beku. Ketebalan perselingan lebih dari 20 cm
LINGKUNGAN PENGENDAPAN DARAT NERITIK LUAR BATIAL
Satuan Batupasir-Batulempung,
Bagian atas merupakan perselingan antara batupasir, batu lanau dan batulempung, perselingannya 1-30cm. Semakin ke atas, batupasir menipis dan Batulempung menebal. Struktur sedimen yang ditemukan berupa struktur sedimen penciri turbidit klasik bouma: Graded bedding, pararel laminasi, Cross lamination, , convolution, rip up clast, flute cast, flame structture.
NERITIK LUAR BATIAL
Bagian bawah didominasi oleh batupasir kasar dan breksi polimik, Breksi polimik menjadi batas bawah dari satuan ini dengan fragmen dominan batugamping dan batuan beku, bentuk butiran menyudut tanggung, 1-7cm ,kemas terbuka pemilahan buruk. Struktur sedimen yang teramati berupa gradded bedding, pararel laminasi, cross laminasi.
Satuan Napal, abu-abu, karbonatan kuat, perselingan dengan batugamping kalkarenit dengan ukuran butir menghalus dan ketebalan menipis ke atas
NERITIK TENGAHLUAR
Satuan Batugamping, terdiri dari tiga kelompok -Batugamping Terumbu:putih, keras, kompak, fasiesnya: framestone, bindstone, bafflestone -Batugamping Berlapis:kecoklatan, keras, fasiesnya: Grainstone dan Packstone
NERITIK LAUT DALAMDANGKAL NERITIK LUAR
BATUASIH
-Batugamping Fragmental: kemas terbuka, pemilahan buruk, fasiesnya: Rudstone, Floatstone
BAYAH
BATUGAMPING
NAPAL
BATUPASIR-BATULEMPUNG
BREKSI-BATUPASIR
TUF-TUF LAPILI
BATULEMPUNG
15 018 0
70-80m 150-400m
Te1-Te4(N3) N1-N3
200-250m >230m
AKHIR TENGAH
EOSEN
AWAL
TENGAH
AKHIR
N4-N5
OLIGOSEN
>700m
N9-N14 N6-N9
AWAL
MIOSEN
TENGAH
50
SATUAN
BATULEMPUNG-BATUPASIR
TEBAL (M)
UMUR IO PL N SE
Satuan Batulempung, batulempung hitam,karbonatan lemah, getas, terdapat fragmen mineral pirit, pelapukannya menyerpih Bagian atas dijumpai batulanau berwarna hijau,karbonatan.
Satuan Batulempung-Batupasir, batulempung hitam dengan sisipan batupasir arenit 1-2 cm, terdapat fragmen karbon, konkresi oksida besi. Terdapat sisipan Batupasir konglomeratan dan konglomerat polimik, fragmennya terdiri dari kuarsa, rijang, batupasir,dan batuan beku granitis.Struktur sedimen yang ditemui:Cross lamination, paparel lamination,mud drape, symmetric ripple dan Channel
NERITIK LUARBATIAL ATAS
TIDAL
Gambar 3.2.1 Kolom stratigrafi umum daerah penelitian.
27
3.2.1 Satuan Batulempung-Batupasir 3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini meliputi 8% dari daerah penelitian, meliputi wilayah Cileat dan Cisaat yang ditandai dengan warna merah muda pada Peta Geologi (Lampiran 2). Singkapan terdapat di sekitar Sungai Cisaat (Ef-6, Ef-8, Ef-10, Ee-3, Ee-4, Ee-5, Ee-7, G5, G-6, G-7, G-9, C-3, dan C-4) seperti yang dicantumkan di Peta Lintasan (Lampiran 3). Kondisi singkapan cukup baik, namun tidak menerus sehingga sangat sulit untuk menentukan ketebalan secara pasti, kontak pada bagian paling bawah yang dapat diobservasi adalah dengan Satuan Batugamping yang ditafsirkan sebagai kontak sesar naik sehingga menyulitkan untuk mendapatkan ketebalan secara pasti. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi (Lampiran 2) maka didapatkan ketebalan satuan ini berkisar 230 meter.
3.2.1.2 Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh batulempung berwarna hitam sampai abu-abu, getas, non karbonatan dibuktikan dengan hasil analisis kalsimetri pada conto EE-7 menghasilkan 0% CaCO3 murni (Lampiran 8), dan pelapukan konkoidal. Batulempung membentuk perselingan dengan batupasir, ketebalannya 1 - 10 cm, putih, kompak, struktur laminasi karbon (Foto 3.2.1 dan Foto 3.2.2). Terdapat sisipan konglomerat polimik, pemilahan buruk, fragmennya berukuran 1 - 10 cm, membundar tanggung, terdiri dari: kuarsa hitam, kuarsa putih, rijang, basalt, dan fragmen batulempung coklat, matriksnya berupa lempung berwarna abu-abu, non karbonatan (Foto 3.2.3). Jenis fragmennya dari analisis petrografi, yaitu; kuarsa monomik, kuarsa polimik, rijang, batupasir, dan beberapa fragmen batuan beku granitis (Lampiran 7). Di Lokasi EE-4 sampai EE-7, ditemukan batupasir konglomeratan dengan fragmennya berukuran 0.5 - 1 cm terdiri dari kuarsa, bercak karbon, batuan beku, dan fragmen lempung coklat (Foto 3.2.4). Struktur sedimen yang dapat teramati adalah laminasi silang siur, jejak gelombang simetris, bioturbasi, mud drape, flaser bedding, dan laminasi paralel (Foto 3.2.5). Berdasarkan hasil analisis petrografi pada conto EE-7, EE-5, dan EE-4 diketahui bahwa batupasirnya berjenis
28
Quartz Arenite (Folk, 1974). Kehadiran fragmen kuarsa polimik dan mineral mika pada pengamatan di sayatan tipis memberikan indikasi bahwa terdapat sumber sedimen yang bersifat kontinental. Peneliti sebelumnya, Susilo (2006) memisahkan antara batupasir konglomeratan dan batulempung sisipan batupasir sebagai satuan yang berbeda. Namun berdasarkan kemiripan komposisi mineral penyusun batuan (Lampiran 7) dari hasil analisis petrografi pada Lokasi EE4, EE-5, dan EE-7, dan hasil analisis granulometri pada Lokasi EE-4 dan EE-7 (Lampiran 10), maka penulis menafsirkan kedua satuan tersebut adalah sama.
S
Foto 3.2.1. Singkapan batulempung dengan perselingan batupasir pada satuan ini. (Lokasi Ef-6).
Foto.3.2.3. Konglomerat polimik. (Lokasi C-4).
Foto 3.2.2. Lentikuler batupasir dengan struktur laminasi karbon. ( Lokasi EE-5).
Foto.3.2.4. Bercak Karbon dan fragmen batulempung pada batupasir konglomeratan. (Lokasi EE-4).
29
S
Foto. 3.2.5. Struktur sedimen pada Satuan Batupasir-Batulempung. Kiri atas: laminasi pararel dan laminasi silang siur pada lentikuler batupasir (Lokasi Ef-6). Kanan Atas: Bioturbasi (Lokasi Ef-10) Kiri bawah: Flaser bedding (Lokasi Ef-8), Kanan bawah: Mud drape pada tubuh Channel (Lokasi EE-7). Bawah:
3.2.1.3 Hubungan Kesebandingan Berdasarkan ciri litologi, yaitu keterdapatan lentikuler batupasir, sisipan batupasir arenit, dan konglomerat polimik, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Bayah yang dideskripsikan oleh Martodjojo (1984). 3.2.1.4 Hubungan Stratigrafi Hubungan satuan ini dengan Satuan Batulempung adalah selaras yang diketahui dari kesamaan jurus dan kemiringan lapisan serta kemenerusan waktu pengendapan.
30
3.2.1.5 Umur Pada conto Lokasi EE-3 dan EE-6 tidak ditemukan foraminifera kecil maupun foraminifera besar, oleh karena itu umur satuan ini tidak dapat ditentukan. Dilihat dari banyaknya bercak dan sisipan karbon, maka kemungkinan analisis palinologi akan sangat baik untuk menentukan umur di satuan ini. Namun karena keterbatasan waktu maka analisis palinologi tidak dapat dilakukan. Formasi Bayah yang menurut Martodjojo (1984) berdasarkan hasil analisis foraminifera berumur Eosen Tengah - Eosen Akhir, sedangkan menurut Nurmaya (2005) berdasarkan hasil analisis palinologi berumur Eosen Tengah - Oligosen Tengah. Palinologi dianggap cukup baik untuk menentukan umur pada satuan ini karena lingkungannya cenderung dekat ke darat sehingga penulis merujuk kepada Nurmaya (2005) dan memilih umur satuan ini adalah Eosen Tengah ā Oligosen Tengah. 3.2.1.6 Lingkungan Pengendapan Hasil pengamatan lapangan pada satuan ini dapat dibuat menjadi dua sketsa, yaitu Gambar 3.2.2 dan 3.2.3. Di Lokasi EE-5 terdapat batulempung dengan lentikuler (1 - 2 cm) batupasir halus yang yang memiliki struktur sedimen laminasi bergelombang dan sifatnya non karbonatan serta adanya laminasi karbon maka ditafsirkan lingkungan pengendapannya adalah tidal flat. Di Lokasi EE-7 terdapat bentukan channel batupasir dengan mud drape. Channel ini di interpretasikan sebagai sebuah channel kecil pada tidal flat. Dari Gambar 3.2.3, digambarkan lentikuler-lentikuler batupasir dengan struktur, laminasi silang siur, dan bioturbasi pada Lokasi Ef-6 yang mencirikan lingkungan intertidal.
31
50 cm
Gambar 3.2.2. Sketsa profil Lokasi EE-4, EE-5, dan EE-7.
5 cm
Gambar 3.2.3. Sketsa profil Lokasi Ef-6.
Pada sketsa kolom stratigrafi dengan Lokasi EE-4, EE-5, dan EE-7 (Gambar 3.2.2), terdapat batupasir konglomeratan dengan struktur perlapisan bersusun, laminasi silang siur, terdapat fragmen karbon dan fragmen lempung, ditafsirkan lingkungan pengendapannya adalah channel. Di Lokasi Ef-6 struktur sedimen yang terdapat, yaitu:
32
flaser bedding, lentikuler, laminasi silang siur, bioturbasi, mud drape, dan laminasi bergelombang. Berdasarkan keterdapatan struktur sedimen tersebut maka ditafsirkan lingkungan pengendapannya berada pada daerah tidal. Dari struktur sedimen flaser bedding dan lentikuler juga mencirikan bahwa Satuan Batulempung-Batupasir diendapkan di lingkungan tidal, merujuk pada model yang diajukan Dalrymple (1992) op. cit. Walker dan James (1992) pada Gambar 3.2.4. Keberadaan konglomerat polimik ditafsirkan akibat adanya longsoran dari darat, dimana material bercampur dengan pemilahan buruk dan matriksnya berupa lempung yang kemungkinan terdapat pada daerah Supratidal.
Gambar 3.2.4. Model pengendapan tidal. (Dalrymple (1992) op. cit. Walker dan James (1992) )
33
3.2.2 Satuan Batulempung 3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini meliputi 4% dari daerah penelitian, meliputi wilayah Cileat, Cisaat dan bagian barat Gunung Guha yang ditandai dengan warna hijau tua pada Peta Geologi (Lampiran 2). Singkapan berada di sekitar Sungai Cisaat (F-1, F-3, dan F-5), Desa Cileat (EE-1, EE-2, EE-3, G-2, dan G-3) dan area perkebunan jati di sebelah barat Gunung Guha (CLM-1, CLM-2, dan EE-8). Kondisi singkapan cukup baik, namun sulit untuk mengamati kedudukan lapisan. Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi diperkirakan setebal 250 meter.
3.2.2.2 Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh batulempung berwarna hitam, karbonatan, getas, pelapukannya menyerpih, dan batulanau berwarna kehijauan, karbonatan, menyerpih (Foto3.2.6 dan 3.2.7). Mineral pirit ditemukan pada Lokasi EE-1 dan EE-8. Hasil analisis kalsimetri pada CLM-1 dan EE-8 (Lampiran 8) menghasilkan kadar CaCO3 murni 32,17% dan 13.84% yang menunjukan lempung-napal dan lempung (Pettijohn, 1957 op. cit. Koesoemadinata, 1985).
Foto 3.2.6. Singkapan Batulempung, pelapukan menyerpih. Mineral pirit ditemukan di lokasi ini, (Lokasi EE-1).
Foto 3.2.7. Singkapan Satuan Batulempung yang kontak dengan breksi Satuan BatupasirBatulempung.
34
3.2.2.3 Umur Dari hasil analisis mikropaleontologi pada conto CLM-1 dengan posisi stratigrafi di bagian bawah satuan ini, didapatkan umur Oligosen Tengah - Oligosen Akhir atau N1 N3 memakai Biozonasi Blow (1969). Pada conto Scbk-49 dengan posisi stratigrafi pada bagian atas satuan ini didapatkan umur N3 - N5 memakai Biozonasi Blow (1969) sedangkan pada conto Y-4 (posisi stratigrafi di bagian tengah satuan ini), EE-1 (posisi stratigrafi di bagian tengah satuan ini), dan EE-8 (posisi stratigrafi di bagian atas satuan ini) fosil sukar dideterminasi karena sudah terubah (Lampiran 9). Terdapatnya kontak satuan ini dengan satuan Batupasir-Batulempung yang berumur N6 - N14 (lihat sub bab 3.2.5.3) menunjukan bahwa kemungkinan satuan ini tetap diendapkan sampai waktu yang lebih tua dari N6. Berdasarkan data di atas diperkirakan umur satuan ini N1 - N5 atau Eosen Tengah-Miosen Awal .
3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologi yang telah dijabarkan di atas ditafsirkan bahwa mekanisme pengendapan yang terjadi secara suspensi. Lingkungan pengendapan berdasarkan hasil analisis foraminifera bentos dengan posisi stratigrafi di bagian tengah satuan ini pada Conto Y-4 dan EE-1 yaitu Neritik Luar - Batial Atas berdasarkan keterdapatan Cyclamina cancellata, Arenobullimina sp., dan Haplophragmoides sp.
Pada bagian
bawah satuan ini pada Conto CLM-1 yang dari analisis foraminifera bentosnya menunjukan lingkungan Neritik Dalam - Neritik Luar (Tipsword et al., 1966). Dari data tersebut diketahui bahwa terjadi siklus pendalaman dari lingkungan pengendapan satuan ini dari bagian bawah satuan ke bagian tengah. Saat satuan ini masih diendapkan yaitu pada kala Oligosen Akhir terjadi penurunan muka air laut global kurang berkisar 150 meter akibat adanya glasiasi (Haq et al. 1987). Pengendapan satuan ini pada bagian atas kemungkinan dipengaruhi oleh peristiwa ini sehingga terjadi siklus pendangkalan pada saat pengendapan bagian atas satuan ini. Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa satuan ini diendapkan di Neritik Dalam sampai Neritik Luar dengan siklus pendalaman dari bagian bawah sampai bagian tengah satuan ini dan pendangkalan dari bagian atas.
35
3.2.2.5 Hubungan Kesebandingan Berdasarkan ciri litologi maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Batuasih yang dideskripsikan Martodjojo (1984). Walaupun terdapat perbedaan dalam lingkungan pengendapan tetapi ciri litologi menunjukan kesamaan.
3.2.2.6 Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi dengan satuan yang lebih tua tidak teramati secara langsung di lapangan, namun dari kesamaan
jurus dan kemiringan lapisan dengan Satuan
Batulempung-Batupasir maka ditafsirkan hubungannya selaras. Hubungan dengan satuan Satuan Batugamping adalah menjemari dengan dan selaras dengan Satuan BatupasirBatulempung (Formasi Citarum) dengan ditemukannya kontak di Lokasi EE-8 (Gambar 3.2.5).
30 cm
Gambar 3.2.5 Sketsa Profil di Lokasi EE-8. Kontak selaras antara Satuan Batulempung dengan Satuan Batupasir-Batulempung.
36
3.2.3 Satuan Batugamping 3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini adalah 20% daerah penelitian, meliputi perbukitan memanjang berarah timur laut-barat daya, yaitu; Gunung Guha, Gunung Balukbuk, bukit gamping di Kampung Cileat, dan beberapa bukit kecil di utara Gunung Guha, ditandai dengan warna biru tua pada Peta Geologi (Lampiran 2). Ketebalan satuan ini dari penampang geologi berkisar 150 - 400 meter 3.2.3.2 Ciri Litologi Satuan ini dapat dipisahkan menjadi 3 kelompok, yaitu; 1.
Batugamping terumbu. Penyebarannya di bagian tengah Gunung Guha dan
Gunung Balukbuk, yang dapat dikenali dengan mudah karena dijadikan sumber bahan baku industri tegel. Ciri litologinya adalah batugamping terumbu, putih, keras, kompak, dengan fasiesnya dikenali dari tekstur pertumbuhan koral merujuk kepada Embry dan Klovan (1971) terdiri dari; Framestone, Bindstone dan Bafflestone (Foto 3.2.8). Fauna penyusunnya berupa platy coral, branchingcoral, massivecoral, domalcoral, algae, cangkang moluska, foraminifera besar, duri echinoid, dan foraminifera
bentos.
Matriksnya terdiri atas mikrit dan spar. Struktur stylolite dan cave dapat ditemukan pada satuan ini.
Foto 3.2.8. Fasies pada batugamping terumbu. Kiri :platycoral bindstone (Xb-3) dan Kanan: headcoral framestone (U-10). Lokasi Gunung Guha.
37
2.
Batugamping detrital berlapis, penyebarannya terdapat di bagian selatan dari
Gunung Guha dan Gunung Balukbuk. Singkapannya dapat ditemukan dengan baik pada Lokasi I-4 (lihat Lampiran 5). Pada lokasi ini, perlapisan disebabkan karena material penyusunnya berupa platycoral dengan dominasi matriks berupa butiran berukuran kurang dari 2 mm, terdiri dari; pecahan coral, foraminifera besar, dan algae. Ketebalan lapisan dari 30 - 70 cm dengan fasiesnya (Dunham, 1962) berupa packstone, dan grainstone. Fragmennya didominasi foraminifera besar, algae, dan pecahan koral berukuran 0.1 - 2 cm, selain itu juga ditemukan pecahan cangkang moluska, dan duri echinoid ( Foto 3.2.9). N
Foto 3.2.9. Satuan batugamping detrital berlapis. Kiri: perlapisan, dengan tebal lebih dari 30 cm (I-4). Kanan: Fasies Foraminiferal Grainstone, terlihat butiran penyusun berupa foraminifera besar dan algae (I-2), Lokasi Gunung Balukbuk
3.
Batugamping detrital masif penyebarannya terdapat di dua area, yaitu:
di utara Gunung Guha dan Gunung Balukbuk, kedudukan lapisan tidak bisa diamati karena pada umumnya fasies yang ditemukan berupa coral rudstone, coral floatstone, dan talus rudstone. Fragmen utama penyusunnya adalah pecahan koral, algae, dan foraminifera besar. Umumnya pecahan koral terdiri dari: platycoral dan branchingcoral (Foto 3.2.10). Di selatan Gunung Guha dan Gunung Balukbuk, kedudukan lapisan juga tidak dapat teramati. Fasies yang ditemukan adalah quartz conglomeratic limestone dan coral rudstone. Fragmennya berupa rijang, kuarsa, batupasir konglomeratan, dan batulempung dengan ukuran 0.2 - 3 cm yang butirannya membundar dan pecahan koral dengan ukuran 1 - 10 cm, dengan butiran yang menyudut, terdiri dari; branchingcoral, platycoral, dan head coral (Foto 3.2.11).
38
Foto 3.2.10. Coral Rudstone. Fragmennya terdiri dari branchingcoral dan platycoral. Lokasi Ef-1, Kampung Cileat.
Foto 3.2.11. Quartz conglomeratic limestone. fragmennya terdiri dari: rijang,kuarsa,koral. dan batupasir.Lokasi U-7, Gunung Guha
Analisis mengenai fasies batugamping akan dibahas pada Bab IV.
3.2.3.3 Umur Dari hasil analisis mikropaleontologi dengan menggunakan sayatan tipis pada lokasi pengambilannya conto di Lintasan Guha-2 (U7, U4, U8, U9, U10, BC1, BC2, BC3, BC6, BC7, dan BC9) dan tujuh belas conto yang pengambilannya yang secara acak, maka didapatkan umur berdasarkan klasifikasi huruf (Leopold dan Vlerk, 1931) berkisar dari Te1 sampai Upper Te, atau apabila disebandingkan dengan Biozonasi Blow (1969), maka didapatkan umur N3 - N4 (Lampiran 9 ). Posisi Stratigrafi dari conto dapat dilihat pada Gambar 3.2.7. . Dalam pengerjaan umur lintasan Guha-2 merujuk kepada hasil komunikasi personal J.T (Han) van Gorsel, Ph. D., (2008). Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan tujuh belas sampel yang lain dikerjakan secara mandiri oleh penulis.
39
5m Gambar 3.2.5a. Umur Satuan Batu Gamping, lintasan Guha -1.
Dari hasil analisa pada pengambilan sampel secara tidak sistematis didapatkan zonasi umur sebagai berikut: Sampel
Umur
Nama Fosil
Za-4
Te2-4
Spiroclypeus, Pararotalia mecatepenensis
Te2-4
Spiroclypeus, Pararotalia metacepenensis,Borelis
Za-8
pygmaeus,Austrotrilina striata. Batas antara Te2-
Nephrolepidina,Lepidocyclina,Spiroclypeus, Pararotalia
3 dengan Te-4
mecatepenensis, Myogipsinella
O-8
Te2-4
Lepidocyclina, Heterostegina
O-7
Te2-4
Cycloclypeus, Pararotalia mecatepenensis
Gbt-1
Te-1
Pararotalia mecatepenensis, Heterostegina,Lepidocyclina
Gbt-4
Te-1
Da-10
Te2-3
Planorbulinella,Heterostegina,Lepidocyclina,Spiroclypeus,Eulepidina
Ef-4
Upper Te
Austrotrilina striata,Spiroclypeus,Borelis pygmaeus
Za-11
Borelis pygmaeus, Heterostegina,Lepidocyclina,Pararotalia mecatepenensis
Tabel 3.2.1. Zonasi Umur dari data Foraminifera Besar.
40
3.2.3.4 Lingkungan Pengendapan Pada bagian tengah satuan ini diendapkan batugamping terumbu, maka syarat-syarat hidup terumbu harus dipenuhi, yaitu: keterdapatan cahaya, temperatur hangat 230C 250C, sedimentasi yang tidak berlebih, dan salinitas sekitar 30 - 40 ppm (Wilson, 1975). Berdasarkan syarat di atas maka kedalaman maksimum terumbu untuk hidup adalah 40 meter atau tidak lebih dalam dari zona photik atau berkisar dari Neritik Dalam sampai Neritik Tengah. Zona kedalaman lingkungan pengendapan yang didapat dari bukti fosil di Lokasi U-4 dengan posisi stratigrafi pada bagian atas satuan ini, didapatkan lingkungan pengendapan di fore reef yang berkisar dari Neritik Tengah sampai Neritik Luar, namun dengan tidak diketemukannya Myogipsinoides sp. dan melimpahnya Cycloclypeus sp. maka disimpulkan daerah pengendapannya lebih dekat ke Neritik Luar. Lingkungan pengendapan pada kelompok detrital masif yang posisi stratigrafinya pada bagian bawah satuan ini, berdasarkan ukuran butirnya yang lebih dari 2 mm dan bentuk fragmennya yang masih menyudut, maka diperkirakan satuan ini diendapkan di bagian fore reef. Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa satuan ini diendapkan di lingkungan yang berkisar dari Neritik Dalam sampai Neritik Luar. 3.2.2.5 Hubungan Kesebandingan Berdasarkan ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan, maka satuan ini dapat disebandingkan
dengan
Anggota
Batugamping
Formasi
Rajamandala
yang
dideskripsikan oleh Koesoemadinata dan Siregar (1984). 3.2.2.6 Hubungan Stratigrafi Kontak langsung dengan satuan di bawahnya dapat diamati langsung di lapangan, yaitu di Lokasi Y-4 (Foto 3.2.12). Fasies batugamping yang kontak langsung adalah Rudstone yang diperkirakan diendapkan pada bagian fore reef dengan Satuan Batulempung yang diendapkan pada neritik luar. Oleh karena adanya proses transportasi pada pembentukannya sehingga batugamping kontak langsung dengan Satuan Batulempung pada waktu yang sama. Penyebaran satuan ini terhadap Satuan Batulempung di Peta Geologi juga menunjukan kesan menjemari. Umur dari kedua satuan ini menunjukan 41
tumpang tindih waktu pengendapan yaitu Satuan Batulempung berumur N1 - N5 dan Satuan Batugamping berumur N3 - N5. Oleh karena itu ditafsirkan hubungan dengan Satuan Batulempung adalah menjemari. Hubungan dengan Satuan Napal adalah perubahan fasies. Hubungan dengan Satuan Batupasir-Batulempung adalah selaras.
W
Rudstone
Batulempung
Foto 3.2.12. Kontak langsung antara Satuan Batugamping dengan Satuan Batulempung di lokasi Y-4.
3.2.4 Satuan Napal 3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini meliputi 2% daerah penelitian. Penyebarannya di lembah bagian selatan Gunung Guha dan Gunung Balukbuk, ditandai dengan warna hijau muda di Peta Geologi (Lampiran 2). Singkapan yang bisa diamati perubahan litologinya secara vertikal terdapat di selatan lokasi pertambangan P.T. Multi Marmer Alam yaitu dengan kode Lokasi; X-1, X-2, X-3, X-4, dan X-5. Ketebalan satuan ini dari rekonstruksi penampang geologi berkisar 30 - 80 meter. 3.2.4.2 Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh batulempung yang berwarna abu-abu, getas, dan karbonatan (Foto 3.2.13), dibuktikan dengan hasil analisis kalsimetri pada X-4, Scst-10, S-2, dan J-1 (Lampiran 8) yang menunjukan kadar karbonat murni napal - lempung sampai dengan napal lempungan merujuk pada klasifikasi Pettijohn, (1957) op. cit. Koesoemadinata, (1985). Pada bagian bawah Satuan Napal terdapat perselingan dengan kalsirudit dan kalkarenit, ketebalan 1 - 30 cm (Lokasi X-1 sampai X-4 dan Lokasi S-2), fragmennya terdiri dari koral, foraminifera, glaukonit, dan kuarsa berukuran 1 - 2 mm, pemilahan
42
buruk, kemas terbuka, dan matriksnya berupa lumpur karbonat. Semakin ke atas sifat perselingan berubah menjadi sisipan. Secara umum, ukuran butir kalkarenit memperlihatkan profil menghalus ke atas. Struktur sedimen yang bisa ditemukan pada kalkarenit adalah perlapisan bersusun dan laminasi konvolut.
W
Foto 3.2.13. Napal dengan sisipan kalkarenit. Kiri:Singkapan napal dengan sisipan kalkarenit. Lokasi S-2. Foto diambil ke arah selatan: kanan: Conto kalkarenit yang dipoles, terlihat fragmen koral, foraminifera, dan mineral hijau yang diperkirakan adalah glaukonit.
3.2.4.3 Umur Umur dari satuan ini didapatkan dari hasil analisis mikropaleontologi dari conto: X-1, X2, X3 (posisi stratigrafi di bagian bawah), X4, Scst-10 (posisi stratigrafi di bagian tengah), BB-14, J-1, dan S-2 (posisi stratigrafi di bagian atas) adalah N4 - N5 memakai Biozonasi Blow (1969) atau Miosen Awal dengan fosil indeks Globigerinoides primordius (lihat Lampiran 9). 3.2.4.4 Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan satuan ini didapatkan dengan menganalisis kandungan foramininifera bentos dan struktur sedimen. Secara umum, dengan sifat karbonatan (lihat Lampiran 8), terdapatnya mineral glaukonit, dan perselingan dengan kalkarenit kalsirudit, maka disimpulkan lingkungan pengendapan adalah laut. Berdasarkan analisis foraminifera besar di bagian bawah satuan ini, yaitu; conto X-1, X2, X3, X4, Scst-10, BB-14, J-1, dan S-2 (Lampiran 9) didapatkan lingkungan Neritik Dalam sampai Neritik
43
Luar, memakai istilah zona kedalaman Tipsword et al. (1966). Di bagian atas satuan ini dari analisa Conto BB-13 didapatkan lingkungan batial. Hal ini menandakan terjadi pendalaman lingkungan pengendapan satuan ini pada akhir pengendapannya. Dari sketsa profil vertikal (Gambar 3.2.6) dapat kita amati bahwa semakin muda, napal semakin menebal dan kalsirudit-kalkarenit semakin menipis, pada bagian bawah juga teramati bahwa kalsirudit memperlihatkan struktur perlapisan bersusun dan laminasi konvolut (Foto 3.2.15). Dari pola penipisan, penghalusan butir pada kalkarenit-kalsirudit ke atas dan terdapatnya struktur sedimen perlapisan bersusun dan laminasi konvolut, maka ditafsirkan pengendapan satuan ini dengan mekanisme turbidit.
konvolut Foto 3.2.14. Perselingan napal dengan kalkarenit. Atas: Lokasi X-3.Bawah: Lokasi X-1
Gambar 3.2.6. Sketsa profil vertikal Satuan Napal. Lintasan dari X-1 sampai X-4. Pada bagian bawah teramati struktur perlapisan bersusun dan laminasi bergelombang. Dari X-1 ke X-4, napal semakin menebal dan Kalkarenit menipis. Lokasi G. Guha.
44
Foto 3.2.15. Struktur sedimen pada kalsirudit di Satuan Napal. Kiri: perlapisan bersusun. Kanan: laminasi konvolut. Lokasi X-1, Gunung Guha.
3.2.4.5 Hubungan Kesebandingan
Berdasarkan ciri litologi yaitu keterdapatan litologi napal, maka Satuan Napal ini disebandingkan dengan Anggota Napal Formasi Rajamandala yang dideskripsikan oleh Koesoemadinata dan Siregar (1984).
3.2.4.6 Hubungan Stratigrafi
Kontak langsung dengan Satuan Batugamping di bawahnya tidak teramati di lapangan. Dari hasil analisis foraminifera plangton menunjukan tumpang tindih waktu pengendapan namun kemiringan lapisan menunjukan arah dan besaran yang relatif sama. Keterdapatan perselingan kalkarenit dan mekanisme pengendapan turbidit mengindikasikan bahwa pada saat diendapakannya satuan ini, di bagian yang lebih dangkal masih terbentuk Satuan Batugamping. Oleh karena itu disimpulkan hubungan antara satuan ini dengan Satuan Batugamping adalah perubahan fasies. Hubungan dengan Satuan BatupasirBatulempung adalah selaras.
45
3.2.5 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini meliputi 40 % daerah penelitian. Penyebarannya di perbukitan bagian selatan, di bagian utara Gunung Guha, dan Gunung Balukbuk, ditandai dengan warna kuning pada Peta Geologi (Lampiran 2) Singkapan yang bisa diamati perubahannya secara vertikal terdapat Lokasi EE-8 (S. Cileat), Y-7 (S. Cisaat), Scd-9 (S. Cisaladah), dan Scbk-20 (S. Cibarengkok). 3.2.5.2 Ciri Litologi Secara umum satuan ini dicirikan oleh perselingan antara batupasir greywacke, batulempung, dan breksi. Batupasir berwarna abu-abu gelap dan abu- abu kehijauan, berbutir halus sampai kasar, non karbonatan, pemilahan baik, fragmen batulempung dan batuan beku basaltis, batuan beku andesitis, ketebalannya 5 - 60 cm. Batulempung berwarna hijau dan abu-abu gelap, non karbonatan, dengan ketebalan 2 - 30 cm. Breksi bersifat polimik dengan fragmen dominan batugamping dan batuan volkanik. Dari dari analisis petrografi diketahui matriksnya berupa lempung dengan terdapat fragmen rijang, batulempung, dan zeolit (Lampiran 7, conto AA-24 dan CLM-7). Penamaan Batupasir greywacke berdasarkan kepada analisis petrografi pada conto Scd-9 (Lampiran 7) Satuan ini dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu pada bagian bawah yang didominasi oleh perselingan batupasir kasar dengan breksi polimik, ketebalan perlapisan berkisar 50 - 70 cm (Foto 3.2.16), dan pada bagian atas yang didominasi oleh perselingan batupasir dan batulempung dengan ketebalan perlapisan berkisar 5 - 30 cm (Foto 3.2.17). Warna hijau pada batuan ditemukan di lapangan, dilihat pada sayatan AA-24 (Lampiran 7), warna tersebut diakibatkan oleh keterdapatan mineral zeolit yang menjadi penciri endapan tuf yang jatuh ke laut (Boggs, 1995). Struktur sedimen yang umum ditemukan adalah stuktur sedimen yang menjadi penciri endapan sedimen yang diakibatkan arus turbidit, yaitu; perulangan perlapisan bersusun (Ta), laminasi paralel (Tb), laminasi silang siur (Tc), paralel laminasi (Td), dan lempung (Te) seperti merujuk ke pada sikuen Bouma (1962), (Gambar 3.2.7). Struktur-struktur tersebut umum ditemukan, walaupun urutannya tidak lengkap seperti pada Lokasi J-13; yaitu terdapat perulangan Ta-Tc-Td-Te (Foto
46