BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah. Lapangan Flamingo difokuskan pada Formasi Bekasap bagian bawah. Formasi Bekasap pada lapangan ini terbagi atas tiga interval yaitu Bekasap interval A, Bekasap interval B, dan Bekasap interval C. Bekasap interval C akan menjadi fokus pada studi kali ini (Gambar 3.1.).
Fokus Studi
Gambar 3.1. Stratigrafi daerah penelitian.
15
a. Batuan Dasar Batuan dasar di lapangan ini merupakan Kelompok Mutus yang tersusun atas argillite. b. Kelompok Pematang Kelompok pematang terdiri atas 3 formasi yaitu Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale dan Formasi Upper Red Bed. c. Formasi Bangko Formasi ini terdiri dari batulempung karbonatan yang berlapis dengan batupasir halus. d. Formasi Bekasap Formasi ini tersusun atas batupasir berbutir halus dengan bioturbasi, Secara keseluruhan batupasir ini memiliki sisipan batulanau dan batulempung yang menjadi pembatas antar zona-zona reservoir yang terdapat pada formasi ini. Formasi ini diendapkan pada lingkungan intertidal. e. Formasi Telisa Formasi ini diendapakan pada lingkungan laut dangkal hingga laut terbuka. Formasi ini tersusuan atas batulanau glaukonitik dan batupasir sangat halus. Formasi ini merupakan batuan tudung dalam kerangka sistem petroleum di lapangan ini.
3.2. Korelasi Umum Korelasi umum dilakukan untuk menentukan batas interval pada daerah penelitian. Korelasi ini didasarkan pada data log gamma ray. Korelasi umum ini dilakukan dengan pendekatan stratigrafi sekuen. Flooding surface dan maximum flooding surface digunakan sebagai marker waktu. Flooding surface adalah suatu batas permukaan yang memisahkan interval lapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua dan terdapat tanda yang menunjukan penambahan kedalaman air laut (Van Wagoner dkk., 1990). Maximum flooding surface adalah suatu batas permukaan yang memisahkan interval lapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua dan terdapat tanda yang menunjukan penambahan kedalaman air laut maksimum. Marker FS dan MFS diinterpretasikan berdasarkan pada pola log gamma ray. Maximum flooding surface membatasi pola log gamma ray retrogradasi dan aggradasi. Penelitian dilakukan
pada
interval
Formasi
Bekasap.
Pada
interval
ini,
penulis
16
menginterpretasikan marker waktu berupa flooding surface yang membagi Formasi Bekasap menjadi 3 interval yaitu Bekasap interval A, Bekasap interval B, dan Bekasap interval C. Penelitian dilakukan pada Bekasap interval C yang dibatasi FS_BKC pada bagian atas dan Top Formasi Bangko pada bagian bawah. Korelasi marker flooding surface dilakukan pada seluruh sumur (Gambar 3.2.). NE
SW
Gambar 3.2. Korelasi umum sumur FY-35 – FY-40 (kiri) dan lintasan korelasi (kanan)
3.2. Analisis Data Seismik Analisis seismik dilakukan untuk menginterpretasikan struktur geologi dan lingkungan pengendapan. Analisis data seismik dilakukan dengan menggunakan data seismik 3D. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam analisis seismik yaitu tahap observasi data dan tahap interpretasi. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kualitas dari data seismik. Tahap interpretasi adalah tahap melakukan picking horizon yang didasarkan pada konsep stratigrafi seismik. Penulis melakukan picking horizon Top_BKC berdasarkan data log yang diikat pada penampang seismik (well-seismic tie), kemudian penulis melakukan picking horizon berdasarkan kemenerusan dari refleksi seismik. Penulis melakukan picking horizon pada line 1050-1480 dan trace
17
300-800 setiap interval 10 (Gambar 3.3.). Setelah melakukan picking horizon penulis melakukan interpolasi untuk semua line dan trace agar dapat menghasilkan peta struktur waktu (Gambar 3.4.).
Gambar 3.3. Horizon Top Bekasap Interval C (Top_BKC) pada penampang seismik.
18
Gambar 3.4. Peta struktur waktu Bekasap Interval C.
3.3. Analisis Struktur Geologi Daerah Penelitian Penulis melakukan analisis struktur berdasarkan penampang seismik dan peta struktur kedalaman Bekasap Interval C (Gambar 3.5.). Peta struktur kedalaman merupakan konversi dari peta struktur waktu dengan menggunakan velocity model yang sebelumnya telah dibuat oleh pihak PT Chevron Pacific Indonesia. Berdasarkan peta stuktur kedalaman dari top Bekasap Interval C, penulis menginterpretasikan adanya sebuah antiklin, sesar naik dan sesar geser. Sumbu antiklin dan sesar naik berarah relatif NW-SE sedangkan sesar geser berarah NNW-SSE. Struktur pada daerah penelitian terbentuk dari reaktivasi struktur yang sebelumnya telah terbentuk pada sag phase (tektonik F2). Penulis menginterpretasikan bahwa sesar geser pada interval penelitian terbentuk akibat gaya kompresi yang relatif berarah NE-SW. Antiklin yang berasosiasi dengan sesar naik terbentuk akibat gaya kompresi yang relatif berarah NE-SW. Jika dikaitkan dengan struktur geologi regional Cekungan Sumatra Tengah, struktur pada interval penelitian terbentuk pada fasa tektonik F3 dengan gaya tegasan utama berarah NE-SW.
19
Gambar 3.5. Peta struktur kedalaman Bekasap Interval C.
20
3.4. Analisis Stratigrafi Seismik Analisis seismik stratigrafi dilakukan berdasarkan data penampang seismik. Analisis seismik stratigrafi adalah salah satu konsep dengan pendekatan stratigrafi sekuen. Analisis seismik stratigrafi terdiri dari penentuan terminasi refleksi, kemenerusan amplitudo, dan fasies seismik. Terminasi ketidakmenerusan pola refleksi terdiri dari onlap, toplap, dan downlap. Penentuan terminasi refleksi ini merupakan tahap awal dari analisis stratigrafi seismik. Nilai amplitudo dan kemenerusannya dapat digunakan dalam penentuan kontras densitas. Semakin tinggi nilai amplitudo, maka semakin tinggi kontras densitas dari lapisan batuan. Fasies seismik ditentukan berdasarkan dari konfigurasi pola refleksi. Pada penampang seismik penulis melakukan picking horizon untuk menentukan top Basement, top Kelompok Pematang, top Formasi Bangko, top Formasi Bekasap, dan top Formasi Telisa. Top basement ditentukan berdasarkan kenampakan konfigurasi refleksi berupa chaotic. Kenampakan ini diakibatkan litologi pada basement berupa batuan non-sedimen. Hal ini menyebabkan tidak adanya kontras impedansi akustik yang menerus. Top Formasi Bangko ditentukan pada batas perubahan konfigurasi refleksi dari paralel menjadi refleksi yang berprogradasi. Top Formasi Bekasap dicirikan berdasarkan konfigurasi refleksi yang berprogradasi dan fasies seismik berupa ampitudo yang beragam dengan kontinuitas yang rendah (Gambar 3.6.). Penulis menentukan beberapa terminasi refleksi berupa downlap. Terminasi downlap ini membentuk sebuah downlap surface yang penulis interpretasikan sebagai batas antara Formasi Bekasap dengan Formasi Bangko. Penampang seismik pada interval penelitian melihatkan adanya fasies seismik yang berprogradasi dengan nilai amplitudo yang beragam dan kontinuitas yang rendah. Nilai amplitudo yang beragam dan kontinuitas yang rendah ini mengindikasikan bahwa lapisan pada interval penelitian diendapkan pada lingkungan transisi atau delta. Batuan yang diendapkan pada lingkungan delta cenderung terdiri dari ukuran butir dan bentuk yang beragam. Konfigurasi seismik yang berprogradasi mengindikasikan bahwa adanya proses pengendapan yang berprogradasi. Berdasarkan fasies seismik dan amplitudo, penulis
21
melakukan dugaan sementara bahwa lingkungan pengendapan pada interval penelitian merupakan lingkukan delta atau transisi. Berdasarkan terminasi downlap pada interval Bekasap, penulis menginterpretasikan arah pengendapan berasal dari NE menuju SW.
Gambar 3.6. Pola konfigurasi seismik pada daerah penelitian.
22