perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PRASIKLUS Penelitian dilaksanakan di kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Observasi yang dilakukan pada tanggal 17, 21, dan 24 November 2014 menunjukkan peserta didik kurang terlatih dalam bertanya, berpendapat, menjelaskan, dan mempertimbangkan sumber relevan. Data menunjukkan peserta didik bertanya 32,14%, peserta didik berpendapat 14,29%, peserta didik menjelaskan 17,86%, dan peserta didik mempertimbangkan sumber relevan 39,29%. Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) menjelaskan bahwa sedikitnya peserta didik yang bertanya, berpendapat, berkomentar, menjelaskan, dan mempertimbangkan sumber relevan menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang kurang terlatih. Rendahnya kemampuan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran Biologi diperkuat dengan hasil tes berpikir kritis prasiklus. Hasil tes berpikir kritis prasiklus disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Prasiklus No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri) Jumlah Rata- rata
Capaian (%) 43,97 29,31 32,76 43,10 53,45 52,59 255,17 42,53
Kategori Cukup Kurang Kurang Kurang Cukup Cukup Kurang
Tabel 4.1. menunjukkan persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta berkisar antara 29,31% sampai 53,45% dengan kategori kurang sampai cukup. Persentase terendah berada pada aspek menganalisis sebesar 29,31%. Persentase tertinggi berada pada aspek commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 menjelaskan sebesar 53,45%. Secara keseluruhan didapatkan persentase rata-rata capaian kelas sebesar 42,53% dengan kategori kurang. Capaian skor prasiklus menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta berada pada kategori kurang dan perlu ditingkatkan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dilaksanakan melalui penerapan model PBL yang diimplementasikan dalam bentuk siklus– siklus pembelajaran. Siklus dilakukan secara berlanjut sampai mencapai target yang telah ditentukan. B. DESKRIPSI HASIL TINDAKAN TIAP SIKLUS 1. Siklus I Siklus I terdiri dari empat kegiatan yaitu kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Rincian kegiatan pada siklus I diuraikan sebagai berikut. a. Perencanaan Siklus I Perencanaan dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan guru dan pembimbing. Kegiatan dalam perencanaan meliputi identifikasi masalah, perumusan masalah dan analisis penyebab masalah, menetapkan altenatif pemecahan masalah, penentuan topik bahasan, serta penyusunan perangkat pembelajaran dan penelitian. Rincian kegiatan perencanaan Siklus I disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Perencanaan Tindakan Siklus I Kegiatan Keterangan Identifikasi masalah Kolaborasi antara peneliti, guru, dan pembimbing untuk melakukan identifikasi masalah melalui observasi, kajian dokumen, dan tes. Perumusan masalah Kolaborasi antara peneliti, guru, dan pembimbing untuk dan analisis menentukan masalah yang mendesak untuk dipecahkan penyebab masalah yaitu rendahnya kemampuan berpikir kritis. Rendahnya kemampuan berpikir kritis di kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta disebabkan pembelajaran yang commit topeserta user didik untuk mengoptimalkan kurang melatihkan kemampuan berpikir kritis.
perpustakaan.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 4.2. Kegiatan Menetapkan alternatif pemecahan maslah Menentukan pokok bahasan
Menyusun perangkat pembelajaran dan penelitian
digilib.uns.ac.id
31 Keterangan Kolaborasi antara peneliti, guru, dan pembimbing untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang sesuai untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yaitu model PBL. Kolaborasi antara peneliti, guru, dan pembimbing untuk menentukan materi yang sesuai dengan karakteristik PBL yaitu KD 3.10 Menganalisis data perubahan lingkungan dan dampak dari perubahan- perubahan tersebut bagi kehidupan. Pokok bahasan pada Siklus I adalah pencemaran air dan tanah. Kolaborasi antara peneliti, guru, dan pembimbing untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bersama guru berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar tugas pengamatan fenomena, dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Penyusunan perangkat penelitian meliputi Lembar Observasi keterlaksanaan sintaks PBL dan soal tes kemampuan berpikir kritis.
b. Pelaksanaan Siklus I 1) Pertemuan pertama Pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 6 Mei 2015 jam ke 1-2 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Tahap PBL yang dilaksanakan pada pertemuan pertama adalah meeting the problem, problem analysis and learning issues, dan discovery and reporting. Awal pembelajaran guru meminta peserta didik mengamati toples berisi berbagai jenis ikan dan memasukkan deterjen ke dalam toples. Demonstrasi yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk mengarahkan peserta didik untuk mengetahui materi yang akan dipelajari. Guru mengarahkan peserta didik menentukan materi pembelajaran melalui pertanyaan – pertanyaan hingga peserta didik menyebutkan materi pembelajaran yang akan dibahas adalah pencemaran. Guru meminta peserta didik menyebutkan macam- macam pencemaran yang ada di lingkungan sekitar dan membatasi topik pembelajaran yang akan dibahas adalah pencemaran air dan tanah. Guru meminta peserta didik untuk mengamati fenomena pencemaran air dan tanah di sekitar lingkungan sekolah. Peserta didik dibagi dalam empat kelompok untuk memudahkan pengawasan. Kelompok 1 dan 2 mengamati commit to user fenomena pencemaran air di sungai sebelah selatan sekolah. Kelompok 3 dan 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 mengamati tempat pembuangan sampah di sebelah utara sekolah. Peserta didik mengidentifikasi fakta hasil pengamatan fenomena pencemaran air dan pencemaran tanah. Guru meminta peserta didik merumuskan masalah berdasarkan hasil pengamatan fenomena. Beberapa peserta didik mengalami kesulitan dalam membuat rumusan masalah karena belum paham mengenai cara pembuatan rumusan masalah. Rumusan masalah yang telah dibuat oleh masing – masing peserta didik kemudian dituliskan di papan tulis oleh perwakilan kelompoknya. Setiap perwakilan kelompok diberikan kesempatan untuk menuliskan di papan tulis rumusan masalah yang dipilih. Masing – masing kelompok diberikan LKS dan diberikan waktu sampai jam pelajaran selesai untuk membuat hipotesis, membuat rancangan penyelidikan dan melakukan penyelidikan untuk mendapatkan solusi dan informasi mengenai permasalahan yang telah dipilih. Solusi dan informasi diperoleh melalui internet. Tahap pemilihan rumusan masalah belum berjalan sesuai RPP. Seharusnya semua rumusan masalah yang dibuat peserta didik ditampung terlebih dahulu sebelum dipilih. Pemilihan rumusan masalah seharusnya juga dilakukan bersama antara guru dan peserta didik. Pertemuan kedua dilaksanakan 11 Mei 2015 jam ke 7-8 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Tahap PBL yang dilaksanakan pada pertemuan pertama adalah solution presentation and reflection dan overview, integration and evaluation. Kelompok 1 diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi mengenai subtopik pencemaran air. Presentasi dilanjutkan oleh kelompok 3 dengan subtopik pencemaran tanah. Guru meminta kelompok 2 dan 4 untuk menanggapi kelompok yang presentasi. Kelompok 2 menambahkan presentasi kelompok 1 sedangkan kelompok 4 menambahkan presentasi kelompok 3. Tahap presentasi belum sesuai RPP karena tidak semua kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan solusi permasalahan yang ditemukan. Guru memberikan soal tes yang telah dibuat berdasarkan aspek kemampuan berpikir kritis dengan materi pencemaran air dan tanah. Peserta didik diberikan waktu 30 menit untuk mengerjakan soal tes. Sebelum guru menutup pembelajaran, peserta didik diberikan tugas rumah untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 mengamati pasar, terminal, atau jalan raya di sekitar tempat tinggal masing – masing. Tugas yang diberikan sebagai bahan pertemuan selanjutnya. c. Observasi Tindakan Siklus I Observasi terhadap pelaksanaan tindakan Siklus I dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan di akhir Siklus I. Tes disusun berdasarkan aspek- aspek kemampuan berpikir kritis. Hasil capaian per aspek kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan model PBL pada siklus pertama disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri) Jumlah Rata- rata
Capaian (%) 73,28 75,86 75,86 62,07 63,79 74,14 425,00 70,83
Kategori Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik
Berdasarkan Tabel 4.3. didapatkan persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta pada Siklus I berkisar antara 62,07% sampai 75,86% dengan kategori cukup sampai baik. Persentase terendah berada pada aspek menyimpulkan sebesar 62,07%. Persentase tertinggi berada pada aspek menganalisis dan mengevaluasi sebesar 75,86%. Secara keseluruhan didapatkan persentase rata-rata capaian kelas sebesar 70,83% dengan kategori baik. Tindakan siklus I memberikan dampak positif terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik. Kemampuan berpikir kritis peserta didik pada siklus I meningkat secara signifikan dibanding pada kegiatan prasiklus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 d. Tahap Analisis dan Refleksi Tahap analisis dan refleksi Siklus I berisi kegiatan analisis hasil dan ulasan terhadap kendala yang ditemui pada pelaksanaan Siklus I. Pelaksanaan tindakan pada Siklus I mengalami beberapa kendala dan terdapat aspek yang belum memenuhi target pencapaian. Hasil pada tahap refleksi 1 menemukan beberapa hal yang disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Temuan dan Solusi Siklus I Temuan 1. Guru kurang jelas dalam memberikan instruksi untuk membuat hipotesis, merencanakan, dan melakukan penyelidikan 2. Rumusan masalah dipilih langsung oleh kelompok
1.
2.
3. Peserta didik yang presentasi hanya 2 kelompok 4. Waktu berdiskusi untuk merencanakan dan melakukan penyelidikan kurang dan terkesan terburu- buru 5. Peserta didik kurang terkontrol saat diskusi dan presentasi
3.
6. Guru kurang maksimal membimbing peserta didik dalam mencari sumber referensi yang diperlukan
6.
4.
5.
Solusi Guru lebih jelas dalam memberikan instruksi untuk membuat hipotesis, merencanakan, dan melakukan penyelidikan Guru mengakomodasi semua rumusan masalah yang dibuat peserta diidik dan bersama peserta didik memilih rumusan masalah yang relevan Guru memberikan kesempatan semua kelompok untuk presentasi Guru memberikan waktu lebih lama kepada peserta didik untuk menyelesaikan perencanaan dan penyelidikan Guru memantau dan memberikan arahan kepada peserta didik untuk berdiskusi dan memperhatikan teman yang presentasi Guru memberikan arahan kepada peserta didik untuk mencari sumber dari internet, jurnal penelitian, atau buku lain selain buku pegangan untuk menambah pengetahuan
Refleksi dan analisis siklus I menghasilkan kesimpulan bahwa tindakan berupa
penerapan
model
pembelajaran
PBL
yang
dilakukan
mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik meskipun belum mencapai target yang diharapkan, sehingga tindakan dilanjutkan pada siklus berikutnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Hasil refleksi siklus I berdasarkan Tabel 4.4 dijadikan panduan untuk membuat perencanaan tindakan pada siklus II. 2. Siklus II Hasil refleksi dari siklus I menunjukkan bahwa target penelitian belum tercapai sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II. Siklus II terdiri dari kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Rincian kegiatan pada siklus II diuraikan sebagai berikut. a. Perencanaan siklus II Perencanaan dilaksanakan berkolaborasi dengan guru dan pembimbing berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Hasil refleksi pada siklus I menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran masih ditemukan kelemahan- kelemahan sehingga perlu adanya perbaikan pada siklus II. Hasil refleksi dari siklus I sebagai dasar langkah perbaikan untuk siklus II. Rincian kegiatan perencanaan Siklus II disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Perencanaan Tindakan Siklus II Kegiatan Menentukan pokok bahasan Menyusun perangkat pembelajaran siklus II Menyususn perangkat penelitian
Keterangan Kolaborasi peneliti, guru, dan pembimbing untuk menentukan pokok bahasan. Pokok bahasan pada Siklus II adalah pencemaran udara dan suara. Kolaborasi peneliti, guru, dan pembimbing untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar tugas pengamatan fenomena, dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Kolaborasi peneliti, guru, dan pembimbing untuk menyusun perangkat penelitian meliputi Lembar Observasi keterlaksanaan sintaks PBL dan soal tes kemampuan berpikir kritis.
b. Pelaksanaan Siklus I 1) Pertemuan pertama Pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 13 Mei 2015 jam ke 1-2 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Tahap PBL yang dilaksanakan pada pertemuan commit to user pertama adalah meeting the problem, problem analysis and learning issues, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 discovery and reporting. Awal pembelajaran guru mengarahkan peserta didik menentukan materi pembelajaran melalui pertanyaan – pertanyaan hingga peserta didik menyebutkan materi pembelajaran yang akan dibahas adalah pencemaran udara dan suara. Guru meminta peserta didik mengidentifikasi fakta hasil pengamatan fenomena pencemaran udara dan suara yang telah ditugaskan. Guru meminta peserta didik membuat rumuskan masalah berdasarkan hasil pengamatan fenomena. Guru menunjuk peserta didik secara acak untuk menuliskan rumusan masalah di papan tulis. Tahap ini belum berjalan sesuai yang diharapkan karena ada beberapa anak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menuliskan rumusan masalah yang telah dibuat. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk memilih rumusan masalah yang ingin diselesaikan. Kelompok 1 dan 2 memilih subtopik pencemaran udara. Kelompok 3 dan 4 memilih subtopik pencemaran suara. Masing – masing kelompok diberikan LKS dan diberikan waktu sampai jam pelajaran berakhir untuk menyususn hipotesis sesuai rumusan masalah yang diterima, membuat rancangan penyelidikan dan melakukan penyelidikan untuk mendapatkan solusi dan informasi melalui berbagai sumber. 2) Pertemuan kedua Pertemuan kedua dilaksanakan 18 Mei 2015 jam ke 7-8 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Tahap PBL yang dilaksanakan pada pertemuan pertama adalah solution presentation and reflection dan overview, integration and evaluation. Kelompok 1 diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya mengenai subtopik pencemaran udara. Presentasi dilanjutkan oleh kelompok 2 dengan subtopik pencemaran udara. Presentator ketiga adalah kelompok 3 dengan subtopik pencemaran suara. Presentasi dilanjutkan oleh kelompok 4 dengan subtopik pencemaran suara. Guru meminta peserta didik membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari dan membimbing peserta didik untuk mereview materi pencemaran udara dan suara. Guru memberikan soal tes yang telah dibuat berdasarkan aspek kemampuan berpikir kritis dengan materi pencemaran udara dan suara. Peserta didik diberikan waktu 30 menit untuk commit to user menyelesaikan soal tes.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 c. Observasi Tindakan Siklus II Observasi terhadap pelaksanaan tindakan Siklus II dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan di akhir Siklus II. Tes disusun berdasarkan aspek- aspek kemampuan berpikir kritis. Hasil capaian per aspek kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan model PBL pada siklus II disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri) Jumlah Rata- rata
Capaian (%) 81,90 75,86 75,86 62,07 75,86 78,45 450,00 75,00
Kategori Sangat baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik
Tabel 4.6. menunjukkan persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta pada Siklus II berkisar antara 62,07% sampai 81,90% dengan kategori cukup sampai sangat baik. Persentase terendah berada pada aspek menyimpulkan sebesar 62,07%. Persentase tertinggi berada pada aspek menginterpretasi sebesar 81,90%. Secara keseluruhan didapatkan persentase rata-rata capaian kelas sebesar 75,00% dengan kategori baik. d. Tahap Analisis dan Refleksi Hasil observasi tindakan pada siklus II menunjukkan target penelitian sudah tercapai sehingga penelitian dihentikan pada siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Hasil observasi sudah menunjukkan peningkatan ≥ 18,34% pada setiap aspek kemampuan berpikir kritis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 C. PERBANDINGAN ANTAR SIKLUS Perbandingan pencapaian persentase kemampuan berpikir kritis masing – masing aspek pada prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.1.
CAPAIAN (%)
90,00 75,86 81,90 75,86 75,86 78,45 80,00 73,28 75,86 75,86 74,14 62,07 70,00 62,07 63,79 60,00 53,45 52,59 50,00 43,97 43,10 40,00 32,76 29,31 30,00 20,00 10,00 0,00
PRA SIKLUS SIKLUS 1 SIKLUS 2
ASPEK BERPIKIR KRITIS
Gambar 4.1. Diagram Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Tiap Siklus Berdasarkan gambar 4.1 terlihat persentase capaian yang berbeda untuk setiap aspek kemampuan berpikir kritis peserta didik dari prasiklus, siklus I, dan siklus II. Persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis pada prasiklus yaitu aspek interpretation (menginterpretasi) sebesar 43,97%, analysis (menganalisis) sebesar
29,31%,
evaluation
(mengevaluasi)
sebesar
32,76%,
inference
(menyimpulkan) sebesar 43,10%, explanation (menjelaskan) sebesar 53,45%, dan self-regulation (pengaturan diri) sebesar 52,59%. Persentase capaian aspek kemampuan
berpikir
kritis
pada
siklus
I
yaitu
aspek
interpretation
(menginterpretasi) sebesar 73,28%, analysis (menganalisis) sebesar 75,86%, evaluation (mengevaluasi) sebesar 75,86%, inference (menyimpulkan) sebesar 62,07%, explanation (menjelaskan) sebesar 63,79%, dan self-regulation (pengaturan diri) sebesar 74,14%. Persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis pada siklus II yaitu aspek interpretation (menginterpretasi) sebesar 81,90%, analysis (menganalisis) sebesar 75,86%, evaluation (mengevaluasi) sebesar commit to user 75,86%, inference (menyimpulkan) sebesar 62,07%, explanation (menjelaskan)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 sebesar 75,86%, dan self-regulation (pengaturan diri) sebesar 78,45%. Kenaikan persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis dari prasiklus ke siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Kenaikan Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis dari prasiklus ke siklus I No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri)
Prasiklus Siklus I Peningkatan Target (%) (%)
Ket.
43,97
73,28
29,31
18,34
Tercapai
29,31
75,86
46,55
18,34
Tercapai
32,76
75,86
43,10
18,34
Tercapai
43,10
62,07
18,97
18,34
Tercapai
53,45
63,79
10,34
18,34
Belum tercapai
52,59
74,14
21,55
18,34
Tercapai
Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat peningkatan persentase capaian yang berbeda untuk setiap aspek kemampuan berpikir kritis dari prasiklus ke siklus I. Aspek menginterpretasi sebesar 29,31%, aspek menganalisis sebesar 46,55%, aspek mengevaluasi sebesar 43,10%, aspek menyimpulkan sebesar 18,97%, aspek menjelaskan sebesar 10,34%, dan aspek pengaturan diri sebesar 21,55%. Aspek yang mengalami peningkatan tertinggi adalah aspek menganalisis. Aspek yang mengalami peningkatan terendah adalah aspek menjelaskan. Data persentase capaian dari prasiklus ke siklus I menunjukkan semua aspek kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan. Namun, terdapat aspek yang belum memenuhi target penelitian yaitu aspek menjelaskan. Sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II. Kenaikan persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 Tabel 4.8. Kenaikan Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis dari Siklus I ke siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri)
Siklus I (%)
Siklus II (%)
Peningkatan
73,28
81,90
8,62
75,86
75,86
0
75,86
75,86
0
62,07
62,07
0
63,79
75,86
12,07
74,14
78,45
4,31
Tabel 4.8. menunjukkan peningkatan aspek menginterpretasi dari siklus I sampai siklus II sebesar 8,62%, aspek menganalisis sebesar 0%, aspek mengevaluasi sebesar 0%, aspek menyimpulkan sebesar 0%, aspek menjelaskan sebesar 12,07%, dan aspek pengaturan diri sebesar 4,31%. Aspek yang mengalami peningkatan tertinggi adalah aspek menjelaskan. Aspek yang mengalami peningkatan terendah adalah aspek pengaturan diri. Aspek yang tidak mengalami peningkatan adalah aspek menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan. Total peningkatan dari prasiklus sampai siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Total Kenaikan Persentase Capaian Aspek Kemampuan Berpikir Kritis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Interpretation (menginterpretasi) Analysis (menganalisis) Evaluation (mengevaluasi) Inference (menyimpulkan) Explanation (menjelaskan) Self-regulation (pengaturan diri)
Siklus I (%)
Siklus II (%)
Total peningkatan
Target
Ket.
29,31
8,62
37,93
18,34
Tercapai
46,55
0
46,55
18,34
Tercapai
43,10
0
43,10
18,34
Tercapai
18,97
0
18,97
18,34
Tercapai
10,34
12,07
22,41
18,34
Tercapai
25,86
18,34
Tercapai
commit to user
21,55
4,31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 Tabel 4.9. menunjukkan total peningkatan aspek menginterpretasi sebesar 37,93%, aspek menganalisis sebesar 46,55%, aspek mengevaluasi sebesar 43,10%, aspek menyimpulkan sebesar 18,97%, aspek menjelaskan sebesar 22,41%, dan aspek pengaturan diri sebesar 25,86%. Aspek yang mengalami peningkatan tertinggi adalah aspek menganalisis. Aspek yang mengalami peningkatan terendah adalah aspek menyimpulkan. Data total peningkatan capaian aspek kemampuan berpikir kritis peserta didik dari prasiklus hingga siklus II menunjukkan semua aspek kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan sesuai target yang telah ditentukan yaitu ≥18,34%. Capaian rata- rata kelas juga
RATA- RATA CAPAIAN (%)
mengalami peningkatan dari prasiklus sampai siklus II seperti pada Gambar 4.2.
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
70,83
75,00
42,53
prasiklus
siklus 1
siklus 2
TAHAPAN
Gambar 4.2. Capaian Rata- Rata Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Tiap Siklus Berdasarkan gambar 4.2. terlihat peningkatan capaian rata- rata kelas aspek kemampuan berpikir kritis peserta didik dari prasiklus hingga siklus II. Capaian rata – rata kelas pada prasiklus sebesar 42,53%. Capaian rata – rata kelas pada siklus I sebesar 70,83% (meningkat 28,30%). Capaian rata – rata kelas pada siklus II sebesar 75,00% (meningkat 4,17%). Sehingga dari prasiklus hingga siklus II didapatkan peningkatan total capaian rata – rata kelas sebesar 32,47%. Data perbandingan capaian rata- rata kemampuan berpikir kritis kelas commit to user pembelajaran PBL, kemampuan menunjukkan bahwa dengan penerapan model
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta mengalami peningkatan. Kemampuan berpikir kritis peserta didik dianalisis lebih dalam berdasarkan persentase perolehan skor yang diperoleh masing – masing peserta didik. Perbadingan kemampuan berpikir kritis masing-masing peserta didik pada prasiklus, siklus I, dan siklus II seperti Gambar 4.3.
100,00 90,00
CAPAIAN (%)
80,00 70,00 60,00
PRA SIKLUS SIKLUS I SIKLUS II
50,00 40,00 30,00 20,00 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 NOMOR PRESENSI
Gambar 4.3. Perbadingan Kemampuan Berpikir Kritis Masing-Masing Peserta Didik pada Prasiklus, Siklus I, Dan Siklus II Berdasarkan Gambar 4.3. menunjukkan capaian kemampuan berpikir kritis peserta didik yang berbeda pada masing – masing siklus. Kemampuan berpikir kritis masing – masing peserta didik pada prasiklus berkisar antara 29,17 – 66,67%. Kemampuan berpikir kritis masing – masing peserta didik pada siklus I berkisar antara 37,50 – 91,67%. Kemampuan berpikir kritis masing – masing peserta didik pada siklus II berkisar antara 58,33 – 95,83%. Secara kesuluruhan terdapat 9 data yang menonjol yaitu ditunjukkan oleh nomor presensi 1, 9, 13, 19, 21, 22, 24, 27, dan 29. Data menunjukkan adanya penurunan pada siklus II. Data kemampuan berpikir kritis masing- masing peserta didik didukung dengan nilai commit to user kognitif masing- masing peserta didik seperti Tabel 4.10.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 Tabel 4.10 Perbadingan Nilai Kognitif Masing-Masing Peserta Didik pada Prasiklus, Siklus I, Dan Siklus II No.
Nama
Nilai Kognitif Prasiklus
Siklus I
Siklus II
41
65
42.5
1
Ainayya Firda Alhayya
2
Alfira Maulana
38.5
47.5
72.5
3
Ana Aniza K
23.5
23.5
70
4
Almira Munika
38.5
45
82.5
5
Anisa Nur Hidayah
27
67.5
72.5
6
Anisa Tri Mukti
35.5
38.5
60
7
Arina Fitri Hidayati
23.5
50
60
8
Bagas Huda Nur Wibawa
19.5
65
75
9
Cintiya Leadislamiwati
24.5
67.5
55
10
Cytra Meiliana S. D
57.5
70
77.5
11
Dewi Marbawani
33.5
67.5
67.5
12
Elvira Astrid Kusuma
23.5
65
72.5
13
Fikri Rasyadi Rahman
33.5
57.5
52.5
14
Fita Fathya Iriana
27
52.5
60
15
Mahmud Fauzi
38.5
75
82.5
16
Muhammad Ilham Alghazali
33.5
60
77.5
17
Muhammad Selfiro Rizky Margo
17
55
65
18
Namira Raihan Amir
33.5
42.5
70
19
Nuharrifa Prama As Syifa
35
80
62.5
20
Putri Lutffiah Islamiyati
42.5
52.5
62.5
21
Rani Wijayanti
26
57.5
52.5
22
Rosidha Kusumawardhani
22
62.5
50
23
Safira Dyah Ayu Pitaloka
28.5
62.5
65
24
Shania
26
70
60
25
Sheila Sekar Mahadani
29.5
67.5
77.5
26
Sutini
50
65
75
27
Tsitmara Givando
42.5
55
45
28
Ulva Kusuma Putri Pramayuning
47.5
87.5
95
29
Utsman Arifin
29.5
60
52.5
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan capaian nilai kognitif peserta didik yang berbeda pada masing – masing siklus. Secara kesuluruhan terdapat 9 data yang menonjol yaitu ditunjukkan oleh nomor presensi 1, 9, 13, 19, 21, 22, 24, 27, dan 29. Data menunjukkan adanya penurunan capaian nilai kognitif pada siklus II. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 D. PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan di kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil observasi menunjukkan peserta didik kurang terlatih dalam bertanya, berpendapat, menjelaskan, dan mempertimbangkan sumber relevan. Data menunjukkan peserta didik bertanya 32,14%, peserta didik berpendapat 14,29%, peserta didik menjelaskan 17,86%, dan peserta didik mempertimbangkan sumber relevan 39,29%. Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) menjelaskan bahwa sedikitnya peserta didik yang bertanya, berpendapat, berkomentar, menjelaskan, dan mempertimbangkan sumber relevan menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang kurang terlatih. Rendahnya kemampuan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran Biologi diperkuat dengan hasil tes berpikir kritis prasiklus. Persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis pada prasiklus yaitu aspek interpretation (menginterpretasi) sebesar 43,97%, analysis (menganalisis) sebesar
29,31%,
evaluation
(mengevaluasi)
sebesar
32,76%,
inference
(menyimpulkan) sebesar 43,10%, explanation (menjelaskan) sebesar 53,45%, dan self-regulation (pengaturan diri) sebesar 52,59%. Secara keseluruhan didapatkan skor capaian rata- rata kelas sebesar 42,53%. Kemampuan berpikir kritis dengan persentase 25 – 43,75% termasuk dalam kategori kurang (Indarti, Soekamo, Soelistijo, 2013). Sehingga berdasarkan hasil observasi terfokus didapatkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta perlu ditingkatkan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dilakukan melalui penerapan model pembelajaran PBL. Semua aspek kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan menggunakan model pembelajaran PBL. Tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran PBL meliputi meeting the problem, problem analysis and learning issues, discovery and reporting, solution presentation and reflection, dan overview, integration and evaluation. Meeting the problem merupakan tahap penghadiran fenomena yang mengarahkan pada tujuan pembelajaran. Fenomena yang dihadirkan harus commit to user fenomena nyata. Peserta didik diharuskan melakukan identifikasi dan membuat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 rumusan masalah berdasarkan fenomena yang telah diamati. Problem analysis and learning issues merupakan tahap pemilihan masalah yang relevan. Pemilihan masalah didasarkan pada kesesuaian dengan materi dan kemungkinan untuk diselesaikan. Discovery and reporting merupakan tahap penyelidikan dan pencarian solusi permasalahan. Sebelum dilakukan proses pencarian solusi permasalahan, peserta didik dikoordinasikan dalam kelompok – kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab dalam mencari solusi dari permasalahan yang didapat. Solution presentation and reflection merupakan tahap presentasi solusi permasalahan yang telah ditemukan. Setiap kelompok memiliki kesempatan untuk mempresentasikan solusi permasalahan yang didapat sedangkan kelompok lain memiliki kesempatan untuk bertanya atau menanggapi. Pada tahap overview, integration, and evaluation peserta didik mengevaluasi proses pencarian solusi permasalahan dan guru membantu membuat ringkasan terkait materi yang dipelajari (Tan, 2003). Tahap meeting the problem dapat melatihkan kemampuan analisis melalui proses identifikasi fenomena dan dapat meningkatkan kemampuan interpretasi melalui proses penyusunan rumusan masalah. Tahap problem analysis and learning issues memberdayakan kemampuan menyimpulkan melalui proses pemilihan rumusan masalah yang relevan. Tahap discovery and reporting memberdayakan kemampuan menyimpulkan melalui proses penyusunan rencana penyelidikan
dan
melatihkan
kemampuan
interpretasi
melalui
proses
penyelidikan. Tahap solution presentation and reflection melatihkan kemampuan menjelaskan melalui presentasi solusi permasalahan. Sedangkan tahap overview, integration, and evaluation melatihkan kemampuan evaluasi dan pengaturan diri melalui kegiatan evaluasi proses pencarian solusi (Zane, 2013). Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan berpikir kritis peserta didik meningkat pada siklus I dan siklus II dengan pencapaian yang berbeda – beda. Aspek pertama yaitu menginterpretasi. Interpretation (Interpretasi) merupakan kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan, commit2015). to userAspek interpretasi pada prasiklus aturan, prosedur atau kriteria (Facione,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 memiliki presentase sebesar 43,97% dengan kategori cukup. Pada siklus I menjadi 73,28% (meningkat 29,31%) dengan kategori baik. Peningkatan sudah mencapai target penelitian yang telah ditentukan pada siklus I. Peningkatan terjadi karena peserta didik dituntut untuk menggunakan kemampuan interpretasi dalam proses pembelajaran, khususnya dalam proses penyelidikan untuk mencari solusi permasalahan. Proses penyelidikan merupakan subskill dari interpretasi (Zane, 2013) sehingga dengan membiasakan peserta didik untuk melakukan penyelidikan dapat meningkatkan kemampuan interpretasi. Pada siklus II persentase capaian menjadi 81,90% (meningkat 8,62%) dengan kategori sangat baik. Peningkatan terjadi karena peserta didik mulai terlatih menggunakan kemampuan interpretasi dalam pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Snyder Snyder (2008) yang menjelaskan bahwa latihan merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan berpikir kritis. Total peningkatan dari prasiklus hingga siklus II sebesar 37,93%. Aspek kedua yaitu menganalisis. Analysis (Analisis) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk menyatakan kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat (Facione, 2015). Aspek analisis pada prasiklus memiliki presentase sebesar 29,31% dengan kategori kurang. Pada siklus I menjadi 75,86% (meningkat 46,55%) dengan kategori baik. Peningkatan sudah mencapai target penelitian yang telah ditentukan pada siklus I. Peningkatan terjadi karena peserta didik terlatih menggunakan kemampuan analisis dalam proses identifikasi fenomena pencemaran. Proses identifikasi merupakan subskill dari analisis (Zane, 2013) sehingga dengan membiasakan peserta didik untuk melakukan identifikasi fenomena dapat meningkatkan kemampuan analisis. Pada siklus II persentase capaian sebesar 75,86% dengan kategori baik. Persentase capaian dari prasiklus ke siklus II memang meningkat sesuai target tetapi dari siklus I ke siklus II tidak mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang kurang lama mengingat bahwa aspek analisis merupakan salah satu aspek yang dianggap kompleks. Seseorang perlu memahami isi suatu commit to user informasi terlebih dahulu sebelum mengaitkan dengan materi sehingga perlu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 waktu lebih lama untuk melihat peningkatan yang lebih signifikan. Masek Yamin (2011) menjelaskan bahwa PBL akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis apabila diterapkan dalam waktu yang lebih lama. Proses pengamatan fenomena siklus II dijadikan tugas rumah sehingga beberapa peserta didik mengerjakan di sekolah sebelum jam pelajaran tanpa melakukan pengamatan terlebih dahulu. Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis perlu dilatih sedini dan sesering mungkin sehingga tanpa adanya latihan kemampuan berpikir kritis tidak akan berkembang. Selain dikarenakan faktor – faktor yang telah dijelaskan, diduga capaian maksimal kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk aspek menganalisis di kelas X MIA 3 adalah sebesar 75,86% sehingga meskipun sudah ada perbaikan treatment hasil yang diperoleh tetap. Aspek ketiga yaitu mengevaluasi. Evaluation (Evaluasi) merupakan kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain (Facione, 2015). Aspek evaluasi pada prasiklus memiliki presentase sebesar 32,76% dengan kategori kurang. Pada siklus I menjadi 75,86% (meningkat 43,10%) dengan kategori baik. Peningkatan sudah mencapai target penelitian yang telah ditentukan pada siklus I. Peningkatan terjadi karena pembelajaran mulai memfasilitasi peserta didik untuk memberdayakan kemampuan evaluasi peserta didik melalui proses evaluasi proses pencarian solusi masalah. Sebagaimana dijelaskan oleh Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) bahwa kemampuan berpikir kritis dipengaruhi oleh faktor nurture atau lingkungan yang memfasilitasi pengembangan dan pengungkapan pikiran. Pada siklus II persentase capaian sebesar 75,86% dengan kategori baik. Persentase capaian dari prasiklus ke siklus II memang meningkat sesuai target tetapi dari siklus I ke siklus II tidak mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan aspek evaluasi merupakan salah satu aspek yang dianggap kompleks. Seseorang perlu commit to user mengerti teori terlebih dahulu sebelum melakukan penilaian sehingga perlu waktu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 lebih lama untuk melihat peningkatan yang lebih signifikan. Masek Yamin (2011) menjelaskan bahwa PBL akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis apabila diterapkan dalam waktu yang lebih lama. Lembar observasi keterlaksanaan sintaks menujukkan bahwa evaluasi proses pencarian solusi masalah tidak terlaksana sehingga peserta didik tidak terlatih untuk melakukan evaluasi pada siklus II. Kemampuan berpikir kritis tidak dapat meningkat tanpa adanya adanya latihan. Sejalan dengan pendapat Snyder Snyder (2008) yang menjelaskan bahwa latihan merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan berpikir kritis. Selain dikarenakan faktor – faktor yang telah dijelaskan, diduga capaian maksimal kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk aspek mengevaluasi di kelas X MIA 3 adalah sebesar 75,86% sehingga meskipun sudah ada perbaikan treatment hasil yang diperoleh tetap. Aspek keempat yaitu menyimpulkan. Inference (Kesimpulan) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan; dan mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, opini, konsep, deskripsi, pernyataan, atau bentuk-bentuk representasi lainnya (Facione, 2015). Aspek menyimpulkan pada prasiklus memiliki presentase sebesar 43,10% dengan kategori kurang. Pada siklus I menjadi 62,07% (meningkat 18,97%) dengan kategori cukup. Peningkatan sudah mencapai target penelitian yang telah ditentukan pada siklus I. Peningkatan terjadi karena peserta didik terlatih menggunakan kemampuan menyimpulkan dalam proses pembelajaran, khususnya dalam kegiatan perencanaan proses penyelidikan. Perencanaan merupakan subskill dari menyimpulkan (Zane, 2013) sehingga dengan membiasakan peserta didik
untuk
melakukan
perencanaan
dapat
meningkatkan
kemampuan
menyimpulkan. Pada siklus II persentase capaian sebesar 62,07% dengan kategori cukup. Persentase capaian dari prasiklus ke siklus II memang meningkat sesuai target tetapi dari siklus I ke siklus II tidak mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan aspek menyimpulkan merupakan salah satu aspek yang dianggap commit to user kompleks. Seseorang perlu merangkum suatu informasi terlebih dahulu sebelum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 menyimpulkan sehingga perlu waktu lebih lama untuk melihat peningkatan yang lebih signifikan. Masek Yamin (2011) menjelaskan bahwa PBL akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis apabila diterapkan dalam waktu yang lebih lama. Selain dikarenakan faktor waktu, diduga capaian maksimal kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk aspek menyimpulkan di kelas X MIA 3 adalah sebesar 62,07% sehingga meskipun sudah ada perbaikan treatment hasil yang diperoleh tetap. Aspek kelima yaitu menjelaskan. Explanation (Penjelasan) merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa argumentasi yang meyakinkan (Facione, 2015). Aspek menjelaskan pada prasiklus memiliki presentase sebesar 53,45% dengan kategori cukup. Pada siklus I sebesar 63,79% (meningkat 10,34%) dengan kategori baik. Peningkatan yang terjadi belum mencapai target yang telah ditentukan. Aspek menjelaskan belum mencapai target karena pembelajaran belum berjalan seperti yang diharapkan khususnya pada tahap discovery and reporting dan solution presentation and reflection. Tahap discovery and reporting belum sesuai yang diharapkan karena hanya peserta didik tertentu saja yang aktif berdiskusi sehingga peserta didik yang lain belum terlatih untuk memberdayakan kemampuan menjelaskan. Tahap solution presentation and reflection belum berjalan sesuai yang diharapkan karena hanya dua kelompok yang diberi kesempatan mempresentasikan hasil diskusinya sehingga hanya beberapa peserta didik yang terlatih untuk memberdayakan kemampuan menjelaskannya. Kemampuan berpikir kritis tidak dapat berkembang maksimal tanpa adanya latihan. Sejalan dengan pendapat Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) yang menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis perlu dilatih sedini dan sesering mungkin. Pada siklus II aspek menjelaskan menjadi 75,86% (meningkat 12,07%) dengan kategori baik. Peningkatan terjadi karena guru lebih mengontrol kegiatan discovery and reporting setiap kelompok sehingga setiap peserta didik dalam commit to user kelompok lebih aktif dalam kegiatan diskusi. Setiap peserta didik lebih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 menunjukkan interaksi saling menjelaskan dan saling bertukar ide. Setiap kelompok juga diberi kesempatan mempresentasikan hasil diskusinya sehingga lebih banyak perta didik yang lebih terlatih menjelaskan dibandingkan siklus I. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat terjadi apabila lingkungan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan pikiran. Sebagaimana dijelaskan oleh Afrizon, Ratnawulan, Fauzi (2012) bahwa kemampuan berpikir kritis dipengaruhi oleh faktor nurture atau lingkungan yang memfasilitasi pengembangan dan pengungkapan pikiran. Total peningkatan dari prasiklus hingga siklus II sebesar 22,41%. Aspek keenam yaitu pengaturan diri. Self-regulation (Pengaturan diri) merupakan kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen– elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi (Facione, 2015). Aspek pengaturan diri pada prasiklus memiliki presentase sebesar 52,59% dengan kategori cukup. Pada siklus I menjadi 74,14% (meningkat 21,55%) dengan kategori baik. Peningkatan sudah mencapai target pada siklus I. Pada siklus II persentase capaian menjadi 78,45% (meningkat 4,31%) dengan kategori baik. Total peningkatan dari prasiklus hingga siklus II sebesar 25,86%. Peningkatan terus terjadi dikarenakan proses pembelajaran dengan model PBL berjalan semakin optimal ditinjau dari segi persiapan maupun pelaksanaaan. Kemampuan berpikir kritis akan meningkat apabila lingkungan mendukung dan memfasilitasi pengembangan kemampuan berpikir kritis (Afrizon et al., 2012). Data kemampuan berpikir kritis 9 peserta didik yang mengalami penurunan pada siklus II ditunjukkan oleh peserta didik nomor presensi 1, 9, 13, 19, 21, 22, 24, 27, dan 29. Penurunan terjadi dikarenakan pada siklus II peserta didik yang bersangkutan kurang terlibat aktif dalam masing – masing tahap pembelajaran. Peserta didik yang bersangkutan mengerjakan aktivitas lain seperti mengerjakan tugas selain biologi dan membicarakan hal diluar pelajaran. Setiap commit to user tahap dari PBL memfasilitasi peserta didik untuk memberdayakan masing-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 masing aspek kemampuan berpikir ktitis. Kurangnya keterlibatan dalam setiap tahapan PBL membuat peserta didik kurang maksimal dalam melatihkan setiap aspek kemampuan berpikir kritis sehingga capaian kemampuan berpikir kritis yang diperoleh menurun. Sejalan dengan pendapat Philips, McNaught, Kennedy (2010) yang menjelaskan bahwa berpikir kritis merupakan learning outcome yang dipengaruhi oleh proses pembelajaran. Hasil kemampuan berpikir kritis diperkuat dengan nilai kognitif masing-masing peserta didik. Nilai kognitif peserta didik nomor presensi 1, 9, 13, 19, 21, 22, 24, 27, dan 29 mengalami penurunan pada siklus II. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis mempengaruhi nilai kognitif. Sejalan dengan pendapat Afandi, Sugiyarto, Sunarno (2012) yang menjelaskan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dapat menghasilkan prestasi belajar yang tinggi karena berpikir kritis berperan dalam membangun kognisi seseorang. Secara keseluruhan persentase capaian aspek kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan II sudah meningkat dibandingkan prasiklus karena masalah dalam PBL memberdayakan kemampuan berpikir peserta didik dalam mencari solusi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhson (2009) yang menjelaskan bahwa masalah
yang
dihadirkan
dalam
pembelajaran
dapat
memberdayakan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peseta didik dalam mengatasi masalah sehingga kemampuan berpikir peserta didik akan meningkat pada level yang lebih tinggi. Semua aspek kemampuan berpikir kritis meningkat sesuai target pada siklus II sehingga penelitian dihentikan pada siklus II. Target tercapai pada siklus II karena peserta didik sudah mulai terbiasa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya dalam pembelajaran yang dibuktikan dengan kelancaran dalam membuat rumusan masalah. Peserta didik juga tidak kesulitan dalam merencanakan dan melakukan proses penyelidikan. Tahap presentasi juga berjalan lancar, setiap kelompok mendapat kesempatan mempresentasikan solusi permasalahan yang commit to user ditemukan. Peserta didik tidak kesulitan dalam membuat kesimpulan. Guru juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 sudah mulai terbiasa menerapkan sintaks PBL yang ditandai dengan meningkatnya capaian keterlaksanaan sintaks. Secara keseluruhan terlihat bahwa proses pembelajaran berjalan semakin matang ditinjau dari kegiatan peserta didik dan guru. Hal ini didukung oleh pendapat Ahmad (2009) menjelaskan bahwa keberhasilan PTK selain tergantung pada peserta didik juga tergantung pada penguasaan guru dalam menerapkan PTK. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Biologi dengan menerapkan model PBL pada kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada materi Pencemaran Lingkungan. Hasil ini sesuai dengan pendapat Shahin Tork (2013) yang menyatakan bahwa model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
commit to user