BAB IV HASIL PENGUJIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai hasil pengujian 5 hipotesis yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu tingkat underpricing dan 4 variabel independen yaitu ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), EPS (Earning per Share) dan DER (Debt to Equity Ratio). Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 17.0 For Windows. Dalam bab ini juga akan memberikan hasil analisis dan pembahasan atas hasil penelitian yang diperoleh.
IV.1
Analisis Hasil Perhitungan pada Variabel Independen
IV.1.1 Analisis Return on Asset (ROA) Return on Asset (ROA) menunjukkan tingkat pengembalian laba atas seluruh total aset yang dimilki perusahaan. Return on asset merupakan rasio profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa mendatang yang merupakan indikator dari keberhasilan operasi sebuah perusahaan. Komponen nilai dari return on asset yang akan dihitung adalah berupa laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dan total aset yang ditampilkan menggunakan persentase (%). Berikut ini adalah hasil perhitungan dari return on asset dari PT. Sampoerna Agro Tbk mempunyai earning after tax sebesar Rp. 215.082.990.000,- dengan total assest sebesar Rp. 2.088.001.645.000,- maka diperoleh hasil return on asset adalah sebagai berikut: Rp. 215.082.990.000,Return on Asset =
× 100 % = 10,30% Rp. 2.088.001.645.000,45
Dari hasil nilai perolehan return on asset di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat pengembalian laba atas seluruh total aset pada PT. Sampoerna Agro Tbk di tahun 2007 adalah sebesar 10,30%. Untuk selanjutnya, nilai perolehan tingkat return on asset pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 1.
IV.1.2 Analisis Return on Equity (ROE) Seperti halnya return on asset, return on equity juga merupakan rasio profitabilitas. Return on equity (ROE) menunjukkan tingkat pengembalian laba atas seluruh ekuitas modal yang ada. Sehingga dapat diartikan bahwa return on equity ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. Adapun komponen nilai dari return on equity yang akan dihitung adalah laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dan total ekuitas yang ditampilkan menggunakan persentase (%). Berikut ini adalah hasil perhitungan return on equity dari PT. Sampoerna Agro Tbk mempunyai earning after tax sebesar Rp. 215.082.990.000, dengan total shareholder’s equity sebesar Rp. 1.471.239.649.000,- maka diperoleh hasil return on equity adalah sebagai berikut: Rp. 215.082.990.000,Return On Equity =
× 100 % = 14,62% Rp. 1.471.239.649.000,-
Dari hasil nilai perolehan return on equity di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat pengembalian laba atas seluruh total ekuitas PT. Sampoerna Agro Tbk pada tahun 2007 adalah sebesar 14,62%. Untuk selanjutnya, nilai perolehan tingkat return on equity pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 2.
46
IV.1.3 Analisis Earning per Share (EPS) Mengacu pada Darmadji dan Fakhruddin (2006) Earning per share menunjukkan bagian tingkat laba untuk setiap saham yang beredar dimana digambarkan profitabilitas perusahaan pada setiap lembar saham. Sehingga, semakin tinggi nilai earning per share perusahaan tersebut maka akan menyebabkan semakin besar laba dan dividen yang diperoleh pemegang saham. Adapun komponen nilai dari earning per share ini yaitu laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dan jumlah saham yang beredar. Komponen nilai earning per share ini akan ditampilkan menggunakan persentase (%). Berikut ini adalah hasil perhitungan dari earning per share dari PT. Sampoerna Agro Tbk mempunyai earning after tax sebesar Rp. 215.082.990.000,- dengan shares issued sebesar Rp. 188.669.289.474,- maka diperoleh hasil earning per share adalah sebagai berikut: Rp. 215.082.990.000,Earning per Share =
× 100 % = 114,00% Rp. 188.669.289.474,-
Dari hasil nilai perolehan earning per share di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat pengembalian laba yang dimiliki PT. Sampoerna Agro Tbk di tahun 2007 atas setiap lembar saham yang beredar adalah sebesar 114,00%. Untuk selanjutnya, nilai perolehan tingkat earning per share pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 3.
IV.1.4 Analisis Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio (DER) menunjukkan seberapa besar persentase seluruh kewajiban atau hutang atas seluruh ekuitas modal yang ada. Komponen nilai dari debt to 47
equity ratio ini yaitu total kewajiban dan total ekuitas akan dihitung menggunakan persentase (%). Artinya besar persentase yang diperoleh akan menunjukkan perbandingan sumber dana perusahaan antara kewajiban atau hutang dan ekuitas. Berikut ini adalah hasil perhitungan debt to equity ratio dari PT. Sampoerna Agro Tbk mempunyai total liabilities sebesar Rp. 5.884.958.596,- dengan total shareholder’s equity sebesar Rp. 1.471.239.649.000,- maka diperoleh hasil debt to equity ratio adalah sebagai berikut: Rp. 5.884.958.596,Debt to Equity Ratio =
× 100 % = 0,40% Rp. 1.471.239.649.000,-
Dari hasil nilai perolehan debt to equity ratio di atas, maka dapat diartikan bahwa total kewajiban atau hutang yang dimiliki PT. Sampoerna Agro Tbk pada tahun 2007 yang dapat ditutupi oleh modal sendiri adalah sebesar 0,40%. Untuk selanjutnya, nilai perolehan tingkat debt to equity ratio pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 4.
IV.2
Analisis Hasil Perhitungan pada Variabel Dependen
IV.2.1 Analisis Underpricing Underpricing dalam penelitian ini didefinisikan sebagai selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana dibandingkan dengan harga saham di pasar sekunder untuk saham yang sama. Underpricing akan diukur dengan initial return yang mengacu pada Amin (2007), dengan komponen yang terdiri dari return awal yang diterima oleh investor adalah selisih antara harga penutupan saham (closing price) pada hari pertama perdagangan di bursa dengan harga di pasar 48
perdana dibagi dengan harga perdana (offering price). Berikut ini adalah hasil perhitungan underpricing dari PT. Sampoerna Agro Tbk yang melakukan listing pada tanggal 18 Juni 2007. PT. Sampoerna Agro Tbk mempunyai offering price sebesar Rp. 2.340,- dengan closing price sebesar Rp. 2.750,- maka diperoleh hasil perhitungan besarnya underpricing adalah sebagai berikut: Rp. 2.750 – Rp. 2.340 Underpricing =
= 0,18 Rp. 2.340,-
Dari hasil perolehan di atas, menunjukkan underpricing sebesar 0,18 bernilai nilai positif. Berdasarkan nilai tersebut dapat diartikan bahwa harga saham pada hari pertama penutupan di pasar sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasar perdana. Dengan demikian PT. Sampoerna Agro Tbk mengalami underpricing pada saat melakukan initial public offering di tahun 2007. Untuk selanjutnya, nilai perolehan tingkat underpricing pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 5.
IV.3
Analisis Deskriptif Statistik deskriptif merupakan kegiatan mengumpulkan data, mengolah dan
menyajikan data dalam berbagai bentuk seperti tabel, diagram, ukuran dan gambar. Uji analisis deskriptif adalah suatu pengantar dalam uji tes statistik yang dilakukan dengan memasukkan semua variabel penelitian pada seluruh perusahaan sampel. Dapat dikatakan, bahwa statistik dekriptif hanya akan menampilkan gambaran secara umum dari data yang diperoleh menjadi informasi yang berguna. Tujuan dari statistik deskriptif adalah untuk mengetahui nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi 49
dari setiap variabel penelitian. Nilai minimum merupakan nilai terendah untuk setiap variabel, sedangkan nilai maksimum merupakan nilai tertinggi untuk setiap varibel penelitian. Nilai mean merupakan rata-rata dari setiap variabel yang diteliti. Standar deviasi merupakan sebaran data yang digunakan dalam penelitian dimana mencerminkan data tersebut bersifat heterogen atau homogen namun bersifat fluktuatif. Tabel IV.1 Uji Statistik Deskriptif Terhadap Masing-Masing Variabel Std. N
Minimum Maximum
Mean
Deviation
UNDP
77
.01
13.18
.6542
1.64012
ROA
77
-8.68
23.74
4.6561
5.14146
ROE
77
-19.85
35.85 9.81645
8.89418
EPS
77
-320.45
465.00
45.09
97.385
DER
77
.13
17.92
1.8496
2.96631
Valid N (listwise)
77
Berdasarkan tabel IV.1 dapat diketahui jumlah sampel yang diteliti sebanyak 77 obeservasi. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel, variabel tingkat underpricing (UNDP) memiliki nilai minimum sebesar 0,01 pada Sumber Alfaria Trijaya Tbk dan nilai maksimumnya sebesar 13,18 pada Truba Alam Manunggal Engineering Tbk, dengan nilai rata-rata sebesar 0,6542 dan standar deviasi sebesar 1,64012. Variabel return on asset (ROA) memiliki nilai minimum sebesar -8,68 yaitu pada Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dan nilai maksimum sebesar 23,74 pada Harum Energy Tbk, dengan nilai rata-rata sebesar 4,6561 dan standar deviasi sebesar 5,14146. 50
Variabel return on equity (ROE) memiliki nilai minimum sebesar -19,85 yaitu pada Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dan nilai maksimum sebesar 35,85 pada Harum Energy Tbk, dengan nilai rata-rata sebesar 9,81645 dan standar deviasi sebesar 8,89418. Variabel earning per share (EPS) memiliki nilai minimum sebesar -320,45 yaitu pada Benakat Petroleum Energy Tbk dan nilai maksimum sebesar 465 pada Indo Tambangraya Megah Tbk, dengan nilai rata-rata sebesar 45,09 dan standar deviasi sebesar 97,385. Variabel debt to equity ratio (DER) memiliki nilai minimum sebesar 0,13 yaitu pada Laguna Cipta Griya Tbk dan nilai maksimum sebesar 17,92 pada Bank Bukopin Tbk, dengan nilai rata-rata sebesar 1,8496 dan standar deviasi sebesar 2,96631.
IV.4
Pengujian Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian asumsi klasik terhadap model regresi yang meliputi pengujian terhadap normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
IV.4.1 Uji Normalitas Normalitas data merupakan asumsi yang sangat mendasar dalam analisis multivariasi. Pengujian normalitas bertujuan untuk menguji data dalam model regresi, yaitu variabel penganggu atau residual telah terdistribusi normal atau tidak. Mengacu pada Sarwono & Suhayati (2010), model regresi yang baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Terdapat dua cara dalam mendeteksi
51
apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. 1. Analisis Grafik Salah satu cara menguji normalitas adalah menggunakan analisis grafik yang dideskripsikan dengan normal probability plot. Normal probability plot membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Adapun dasar dari pengambilan keputusan pada grafik Normal P-P Plot, yaitu: • Jika pola data menyebar di sekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. • Jika pola data menyebar jauh di sekitar garis diagonal serta tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Gambar IV.1
52
Dari tampilan grafik di atas terlihat bahwa pola titik-titik berupa data menyebar di sekitar garis diagonal dan tidak terpencar jauh serta mengikuti arah garis diagonal. Sehingga grafik di atas menunjukkan bahwa model regresi layak digunakan karena memenuhi asumsi normalitas. 2. Analisis Statistik Normalitas akan diuji dengan menggunakan analisis statistik yang akan membantu dalam mendukung hasil dari analisis grafik. Karena dalam analisis grafik dapat memberikan visualisasi yang berbeda, dapat saja tampak normal namun pada analisis statistik dapat diperoleh hasil yang sebaliknya. Untuk itu, dalam analisis statistik ini akan dilakukan pengujian normalitas yang dideskripsikan dalam tabel uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mendapatkan hasil pengujian yang lebih baik dan valid maka data dari variabel independen akan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural metode untuk digunakan kedalam uji Kolmogorov-Smirnov. Adapun dasar dari pengambilan keputusan pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah dengan melihat nilai signifikansi sebagai berikut: • Jika memiliki signifikansi > 0,05 maka model regresi mempunyai data yang terdistribusi normal dan standar error yang normal. • Jika signifikansi < 0,05 karena model regresi mempunyai data yang tidak terdistribusi normal dan standar error yang tidak normal.
53
Tabel IV.2 Hasil Pengujian Normalitas UNDP N Normal Parameters
a,,b
Most Extreme Differences
ROA
ROE
EPS
DER
77
77
77
77
77
Mean
-1.2773
1.2760
11.0019
3.1316
-.0690
Std. Deviation
1.25641
.97967
7.45342
1.34064
1.08149
Absolute
.142
.099
.107
.078
.111
Positive
.142
.046
.107
.078
.111
Negative
-.114
-.099
-.078
-.072
-.051
1.244
.867
.937
.686
.977
.091
.440
.344
.734
.296
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Pada One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test di atas memperlihatkan nilai signifikansi > 0,05 yang berarti seluruh data dari variabel-variabel tersebut berdistribusi normal. Hal ini juga menunjukkan bahwa model regresi mempunyai standar error yang normal sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut dapat diuji lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
IV.4.2 Uji Multikolinearitas Uji Multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen saling berhubungan (korelasi) atau tidak berhubungan dalam model regresi. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Indikator untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat (1) nilai tolerance dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Ukuran ini akan menunjukkan setiap variabel independen yang diposisikan menjadi variabel dependen lalu diregresikan
54
terhadap variabel independen lainnya. Menurut Ghozali (2009:28) memberikan penjelasan sebagai berikut: “Tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =1/tolerance).” Adapun penentuan tingkat kolinearitas yang dapat ditolerir adalah data yang memiliki nilai tolerance 0,10 sama dengan tingkat kolinearitas 0,90, Ghozali (2009). Maka terjadi korelasi antara variabel independen sebesar 90%. Hipotesa yang akan pengujian dinyatakan sebagai berikut: H0 : tidak terjadi multikolinearitas Ha : terjadi multikolinearitas Adapun dasar dari pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: • Jika tingkat kolinearitas menunjukkan VIF > 10 maka H0 ditolak, karena terjadi multikolinearitas yang artinya variabel independen mempunyai korelasi yang kuat. • Jika tingkat kolinearitas menunjukkan VIF < 10 maka H0 diterima, karena tidak terjadi multikolinearitas yang artinya variabel independen tidak mempunyai korelasi yang kuat.
55
Tabel IV.3 Pengujian Multikolinearitas Cofficientsa Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) ROA
.256
3.906
ROE
.239
4.182
EPS
.576
1.735
DER
.517
1.936
Berdasarkan tabel IV.4 dapat kita lihat bahwa semua variabel independen memiliki VIF < 10, sehingga H0 diterima yang artinya tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini berarti bahwa antara variabel return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio tidak terjadi korelasi yang kuat dan model regresi ini dapat dinyatakan baik.
IV.4.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji suatu model regresi linear terdapat korelasi antara variasi pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu serta memiliki kaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena adanya variasi residual yang tidak bebas dari satu observasi ke observasi berikutnya. Hal ini sering terjadi pada data yang 56
memiliki runtut waktu karena cenderung saling mempengaruhi. Ketika Autokorelasi muncul di dalam variasi residual, maka validitas dari regresi akan sangat diragukan. Uji autokorelasi dalam penelitian ini meggunakan teknik deteksi Durbin-Watson (DW test). Menurut Agusyana (2011) nilai batas DW adalah berkisar antara -2 sampai dengan 2. Hipotesa yang akan pengujian dinyatakan sebagai berikut: H0 : Tidak terjadi autokorelasi Ha : Terjadi autokorelasi Dasar pengambilan keputusan yang diajukan dalam pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut: • Jika nilai DW > +2 artinya terjadi autokorelasi positif maka H0 ditolak. • Jika nilai DW berada diantara -2 sampai +2 (-2 < DW < +2) artinya tidak terjadi autokorelasi maka H0 diterima. • Jika nilai DW <-2 artinya terjadi autokorelasi negatif maka H0 ditolak. Tabel IV.4 Hasil Uji SPSS Durbin-Watson
Model R 1 .428a
R Square .183
Adjusted R Square .137
Std. Error of Durbinthe Estimate Watson 1.16690 1.384
57
Gambar IV.2 Penentuan autokorelasi dengan uji Durbin-Watson
Terjadi autokorelasi
Terjadi autokorelasi
Tidak terjadi autokorelasi
-2
DW 1,384
2
Dalam pengujian, gambar yang mengacu pada Winarno (2007) terlihat bahwa nilai DW pada gambar hasil uji SPSS Durbin-Watson adalah sebesar 1,384 yang terletak diantara -2 dan 2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan tidak terjadi autokorelasi, model regresi dapat dinyatakan baik.
IV.4.4 Uji Heteroskedastisitas Pengujian ini bertujuan untuk menguji ketidaksamaan atau kesamaan variasi residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain yang terjadi pada model regresi. Jika variasi residual tersebar secara konstan dan merata maka terjadi homoskedastisitas dan jika variasi residual tersebar secara acak dan tidak merata disebut heteroskedastisitas. Pengujian ini akan dilakukan dalam bentuk yaitu dengan menggunakan analisis grafik dan analisis statistik yaitu sebagai berikut: 1. Analisis Grafik Analisis ini digunakan untuk melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel independen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
58
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Hipotesis yang diajukan untuk pengujian ini adalah : H0 : Tidak terjadi heteroskedastisitas Ha : Terjadi heteroskedastisitas Dasar dari pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: • Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka H0 ditolak karena diindikasikan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. • Jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar secara acak pada angka 0 di sumbu Y, maka H0 diterima karena tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar IV.3
59
Pada gambar terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di bawah dan diatas angka 0 pada sumbu Y serta tidak memiliki pola yang jelas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 2. Analisis Statistik Uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari setiap error bersifat heterogen yang berarti hal ini melanggar asumsi klasik yang mensyaratkan bahwa varians dari error harus bersifat homogen. Artinya model regresi yang baik adalah model regresi yang homoskedastisitas. Pada uji heteroskedastisitas ini akan menggunakan analisis statistik yang dapat menjamin hasil interpretasi melalui nilai koefisien parameter. Nilai tersebut akan menjadi nilai batas untuk angka signifikansi yang dimiliki oleh setiap variabel independen. Adapun besarnya nilai koefisien parameter adalah sama dengan nilai signifikansi 0,05 yang akan diuji dengan menggunakan uji Park. Hipotesis yang diajukan untuk pengujian ini adalah : H0 : Tidak terjadi heteroskedastisitas Ha : Terjadi heteroskedastisitas Dasar dari pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: • Jika memiliki signifikansi > 0,05 maka H0 diterima karena tidak terjadi heteroskedastisitas maka varians error homogen. • Jika memiliki signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak karena terjadi heteroskedastisitas maka varians error heterogen. Hasil pengujian heteroskedastisitas ditunjukkan pada tabel berikut ini: 60
Tabel IV.5 Hasil uji Park
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
-1.494
1.392
ROA
-.098
1.459
ROE
.416
EPS DER
Beta
T
Sig.
-1.074
.287
-.049
-.067
.946
1.561
.206
.267
.790
-.094
.225
-.064
-.415
.679
.015
.850
.008
.017
.986
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi dari masing-masing variabel independen > 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa H0 diterima. Artinya pada setiap variabel independen tidak ada satupun yang terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi baik untuk digunakan.
IV.5
Analisis Regresi Linear Berganda Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka akan
digunakan regresi linear berganda. Dalam regresi linear berganda akan diuji pengaruh variabel independen (eksplanatory) terhadap satu variabel dependen. Pengujian ini mencakup koefisien determinasi, uji t dan uji F. Berikut adalah interpretasi hasil regresi yang telah dilakukan.
61
IV.5.1 Koefisien Determinasi (Pengujian R dan Adjusted R2) Pada dasarnya koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi yang diajukan dalam menerangkan variasi dari variabel independen. Nilai koefisien dereminasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai koefisien determinasi adjusted R2 menunjukan seberapa besar pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian mampu menjelaskan variasi total variabel dependen. Menurut Ghozali (2009), nilai adjusted R2 yang diharapkan adalah bernilai positif, namun dalam uji empiris nilai adjusted R2 negatif akan dianggap bernilai 0. Dasar pengambilan keputusan dalam penelitian ini merujuk pada Ghozali (2009) adalah sebagai berikut: • Jika nilai R2 semakin mendekati 0 artinya kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. • Jika nilai R2 semakin mendekati 1 artinya kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Tabel IV.6 Hasil Uji R dan Adjusted R2
Model
R
1
.428a
R Square
.183
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate .137
1.16690
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai koefisien determinasi adjusted R2 sebesar 0,137. Nilai adjusted R2 menunjukan pengaruh variabel independen yang terdiri
62
dari return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen yaitu underpricing adalah sebesar 13,7%. Sedangkan sisanya 86,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
IV.5.2 Uji t (Pengujian Parsial) Pengujian secara terpisah dengan uji t ini bertujuan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat underpricing. Uji t ini juga dimaksudkan untuk melihat besarnya konstribusi masing-masing variabel independen yaitu return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio terhadap variabel independen yaitu tingkat underpricing yang dapat dilihat dari nilai koefisien beta (β). Sedangkan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari P-value nilai t yaitu sebesar 5%. Pada uji t terdapat unstandardized coefficients dan standardized coefficients yang digunakan untuk menginterpretasikan koefisien parameter variabel independen. Pada penelitian ini akan diinterpretasikan menggunakan unstandardized beta coefficients karena variabel independen dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan unit ukuran, semuanya menggunakan persentase (%). Hasil dari pengujian parsial ini dapat dilihat pada tabel IV.8. Hipotesis yang diajukan untuk pengujian ini adalah: H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan. Ha : Terdapat pengaruh signifikan.
63
Adapun dasar pengambilan keputusan dalam pengujian parsial (uji t) ini adalah sebagai berikut: • Jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat pengaruh. • Jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh. Tabel IV.7 Hasil Uji t (Uji Parsial)
Model 1 (Constant) ROA ROE EPS DER
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -.118 .345 -.200 .004 -.305 -.129
.270 .037 .132 .172
-.156 .022 -.326 -.111
T -.342
Sig. .3655
-.740 .100 -2.320 -.750
.2305 .4605 .0115 .228
Persamaan regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang dirangkum dari tabel IV.8 adalah sebagai berikut: UNDP = -0,118 – 0,200 (ROA) + 0,004 (ROE) – 0,305 (EPS) - 0,129 (DER)
Analisis bagi masing-masing hipotesis adalah sebagai berikut: H01 : Return On Assets (ROA) tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Ha1 : Return On Assets (ROA) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana.
64
Pada tabel hasil uji t di atas yang dilakukan dengan pengujian satu arah, diketahui bahwa ROA memiliki koefisien regresi yang bernilai negatif sebesar -0,200. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan return on asset maka tingkat underpricing akan menurun sebesar 0,200 satuan. Adapun nilai t yang diperoleh adalah sebesar -0,740 dengan signifikansi sebesar 0,2305 dimana nilai ini lebih besar dari 0,05. Sehingga Ha1 tidak diterima yang berarti return on asset tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana.
H02 : Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Ha2 : Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Pada tabel hasil uji t di atas yang dilakukan dengan pengujian satu arah, diketahui bahwa ROE memiliki koefisien regresi yang bernilai positif sebesar 0,004. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan return on equity maka tingkat underpricing akan naik sebesar 0,004 satuan. Adapun nilai t yang diperoleh adalah sebesar 0,100 dengan signifikansi sebesar 0,4605 dimana nilai ini lebih besar dari 0,05. Sehingga Ha2 tidak diterima yang berarti return on equity tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana.
H03 : Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Ha3 : Earning Per Share (EPS) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana. 65
Pada tabel hasil uji t di atas yang dilakukan dengan pengujian satu arah, diketahui bahwa EPS memiliki koefisien regresi yang bernilai negatif sebesar -0,305. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan earning per share maka tingkat underpricing akan menurun sebesar 0,305 satuan. Adapun nilai t yang diperoleh adalah sebesar -2,320 dengan signifikansi sebesar 0,0115 dimana nilai ini lebih kecil dari 0,05. Sehingga Ha3 diterima yang berarti earning per share berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing saham perdana.
H04 : Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Ha4 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat underpricing saham perdana. Pada tabel hasil uji t di atas yang dilakukan dengan pengujian satu arah, diketahui bahwa DER memiliki koefisien regresi yang bernilai negatif sebesar -0,129. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan debt to equity ratio maka tingkat underpricing akan menurun sebesar 0,129 satuan. Adapun nilai t yang diperoleh adalah sebesar -0,750 dengan signifikansi sebesar 0,228 dimana nilai ini lebih besar dari 0,05. Sehingga Ha4 tidak diterima yang berarti debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat underpricing saham perdana.
IV.5.3 Uji F (Pengujian Simultan) Pengujian secara simultan atau bersama-sama yang dilakukan dengan uji t ini pada dasarnya bertujuan untuk menunjukkan pengaruh secara simultan semua variabel 66
independen yang dimasukkan ke dalam model regresi. Pengujian variabel independen yang terdiri dari return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio apakah berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen yaitu tingkat underpricing. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H05 : Tidak terdapat pengaruh Ha5 : Terdapat pengaruh Adapun dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: • Jika nilai signifikansi uji F > α (α = 0,05) maka H05 diterima maka tidak terdapat pengaruh. • Jika nilai signifikansi uji F < α (α = 0,05) maka H05 ditolak maka terdapat pengaruh. Tabel IV.8
1
Model Regression Residual Total
Sum of Squares 21.933 98.039 119.972
df 4 72 76
Mean Square 5.483 1.362
F 4.027
Sig. .005a
Ha5 : Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA), Earning Per Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Dari hasil pengujian uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 4,027 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 < α (α = 0,05). Maka dinyatakan Ha5 diterima yang artinya bahwa variabel independen yaitu return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu tingkat underpricing. 67
IV.6
Diskusi Hasil Penelitian Hasil pengujian koefisien determinasi menunjukkan bahwa variasi tingkat
underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio adalah sebesar 13,7%. Hal ini berarti pengaruh di luar variabel independen dalam penelitian ini yang tidak diteliti seperti kondisi pasar, umur perusahaan dan ukuran perusahaan adalah sebesar 86,3%. Kecilnya sumbangan dari koefisien determinasi menunjukkan bahwa pengaruh pasar dalam hal ini instrumen lainnya di luar variabel independen dalam penelitian ini sangatlah besar dalam menentukan tingkat underpricing suatu perusahaan. Sedangkan variabel dependen dijelaskan amat terbatas oleh variabel independen. Disisi lain, dalam pengujian parsial diketahui bahwa hanya earning per share saja yang mempengaruhi tingkat underpricing secara signifikan. Sedangkan variabel lainnya seperti return on asset, return on equity dan debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing. Hal ini mengindikasikan bahwa earning per share menjadi bahan dasar pertimbangan investor apabila melakukan pembelian saham perusahaan lagi untuk memperoleh return di pasar sekunder. Nilai koefisien regresi pada earning per share bernilai negatif sebesar 0,305 menunjukkan bahwa earning per share dapat menekan tingkat underpricing, semakin tinggi earning per share maka tingkat underpricing akan semakin rendah. •
Return on asset, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Daljono dikutip dalam Yolana & Martina (2005) yang menemukan bahwa profitabilitas yang diwakilkan oleh return on asset tidak terbukti signifikan mempengaruhi tingkat underpricing yang diwakilkan oleh initial return dimana hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu return on asset tidak 68
berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Ghozali & Al Mansur dikutip dalam Yolana dan Martani (2005) menyatakan bahwa return on asset berpengaruh terhadap tingkat underpricing, sehingga hal tersebut bertolak belakang dengan yang dilakukan oleh peneliti. Penjelasan yang dapat diberikan sejalan dengan hasil dari tidak signifikannya ROA terhadap tingkat underpricing adalah investor mungkin telah menduga bahwa laporan keuangan perusahaan yang melakukan IPO telah di mark up untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik. Dengan demikian para investor tidak memperhatikan ROA yang disajikan dalam prospektus, tetapi cenderung merujuk pada ROA untuk beberapa tahun sebelum perusahaan go public, Daljono dalam Rachmawati (2007). •
Penelitian pengaruh return on equity pada pengujian sebelumnya dilakukan oleh Syukriy Abdullah dikutip dalam Yolana & Martina (2005) menemukan bahwa variabel jenis industri dan profitabilitas (ROE) yang berpengaruh signifikan masing-masing pada level 5% dan 10 % terhadap underpricing. Arah profitabilitas (ROE) menunjukkan hubungan negatif dengan underpricing. Hal ini bertolak belakang pada pengujian yang dilakukan oleh peneliti bahwa return on equity tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat underpricing. Namun, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amelia & Saftriana (2007) yang juga menunjukkan bahwa return on equity tidak berpengaruh pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya nilai ROE yang tinggi sehingga dapat mengindikasikan kemungkinan mark up yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menunjukkan tampilan kinerja yang baik pada investor, Amelia (2007). Penjelasan lain adalah dikarenakan kondisi perekonomian 69
Indonesia yang kurang stabil sehingga memungkinkan hasil yang diperoleh berbeda. •
Untuk perbandingan sebelumnya pada pengujian earning per share dapat ditunjukkan dengan penelitian Misnen Ardiansyah dikutip dalam Yolana & Martani (2005), bahwa diperoleh hasil earning per share berpengaruh signifikan ke arah negatif terhadap underpricing yang diwakilkan dengan initial return sebesar 5%. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian yang diperoleh peneliti yaitu earning per share berpengaruh signifikan ke arah negatif. Namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistio (2005) bahwa earning per share tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Menurut Yolana dan Martani (2005), EPS berpengaruh karena investor berekspektasi untuk memperoleh pengembalian terhadap investasi yang diberikannya. Apabila EPS semakin tinggi maka harapan untuk memperoleh keuntungan akan semakin besar, sehingga harga perdana yang diberlakukan oleh emiten akan mengalami peningkatan.
•
Pada penelitian Amelia dan Saftriana (2007) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa debt to equity ratio ternyata tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap tingkat underpricing dimana hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. dikutip dalam Yolana & Martani (2005) bahwa financial leverage yang diwakilkan oleh debt to equity ratio berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing yang diwakilkan oleh initial return. Alasan yang dapat dikemukakan akibat tidak adanya pengaruh DER terhadap tingkat underpricing adalah karena rasio yang menunjukkan rasio hutang ini lebih 70
mencerminkan resiko perusahaan yang relatif tinggi sehingga mengakibatkan ketidakpastian harga saham dan berdampak pada return saham yang nantinya akan diterima investor, akibatnya investor cenderung menghindari saham-saham yang memiliki DER yang tinggi, Rachmawati (2007).
Pada paragraf diatas telah dijabarkan mengenai hasil pengujian secara parsial bagi masing-masing variabel beserta dengan pengujian sebelumnya baik yang mendukung maupun yang menentang. Adapun pada pengujian secara simultan diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi 0,005 lebih besar dari 0,05. Sehingga diperoleh hasil bahwa variabel independen yang terdiri dari return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio secara bersama-sama mempengaruhi tingkat underpricing. Hal ini mengindikasikan bahwa investor mempertimbangkan aspek return on asset, return on equity, earning per share dan debt to equity ratio secara bersamasama dengan melihat keterkaitannya dalam melakukan pembelian saham perusahaan.
71