B A B IV HASIL P E N E L I T I A N
Pada
bab ini
diuraikan secara keseluruhan
temuan penelitian
pengembangan model pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah. Secara rinci hasil penelitian tersebut akan diuraikan dalam tiga sub, yaitu hasil penelitian studi pendahuluan, hasil penelitian pengembangan model dan hasil penelitian pengujian model. A. Hasi! Penelitian Studi Pendahuluan Penelitian tahap ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi yang sedang berlangsung dalam proses perkuliahan mata kuliah sejarah nasional maupun sejarah dunia bagi mahasiswa program studi pendidikan sejarah, terutama dalam kaitannya dengan kondisi ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa.
Secara rinci dalam studi pendahuluan ini. didapat data tentang
performansi
dosen
dalam
menyiapkan
dan
melaksanakan
perkuliahan,
pengembangan materi, pemilihan/penggunaan metode, media dan sumber belajar, evaluasi pembelajaran, tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan dan aktivitas mahasiswa dalam perkuliahan,
serta kondisi sarana/prasarana yang disiapkan
LPTK. Untuk mendapatkan keseluruhan data/informasi tersebut maka dilakukan observasi, wawancara dan penyebaran angket kepada dosen dan mahasiswa serta studi dokumen. Seperti telah diuraikan dalam bab III, bahwa teknik analisis data dalam tahap pertama (studi pendahuluan) adalah dengan deskriptif-kualitatif. yang
165
166
dilakukan secara berulang-ulang di sepanjang kegiatan penelitian dalam menjawab pertauyaan-pertanyan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Model analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang mengacu pada Miles dan Huberman (1987:23). Seperti telah dituliskan pada bab sebelumnya bahwa yang menjadi responden dalam studi pendahuluan ini adalah dosen dan mahasiswa program studi pendidikan sejarah FKIP UNSRI dan Universitas PGRI yang mengikuti perkuliahan SNI II, IV, VI dan VIII, dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Pra Sejarah, Sejarah Indonesia Madya dan Sejarah Indonesia Mutakhir di FKIP universitas Muhamadiyah. Jumlah keseluruhan responden mahasiswa yang dilibatkan dalam kegiatan observasi 302 orang. Untuk pengisian angket, responden yang diambil hanya 10 orang dari setiap mata kuliah tersebut, sehingga jumlah responden mahasiswa yang mengisi angket hanya 110 orang. Adapun jumlah responden dosen untuk pelaksanaan observasi 13 orang, dengan rincian Unsri 5 orang, Universitas PGRI 4 orang dan Universitas Muhammadiah 4 orang, sedangkan jumlah responden dosen yang mengisi angket 21 orang. K Dosen dan Mahasiswa Melalui dokumentasi laporan Borang Akreditasi dari tiga LPTK tahun 2003, tempat lokasi penelitian berlangsung diketahui bahwa semua dosen yang mengajar mata kuliah inti (sejarah) memiliki latar belakang pendidikan sejarah atau ilmu sejarah di jenjang strata K Sebagian besar (68%) dosen pendidikan sejarah masih pada jenjang strata 1, dan sisanya (32 %) telah melanjutkan ke jenjang strata 2 dengan beragam disiplin ilmu. Jika dilihat dari masa tugas
mengajar di LPT K, maka hanya 4 orang dosen dari 37 dosen yang metil i S k r ^ t s a; tugas mengajar di pendidikan sejarah di bawah 5 tahun. Secara keseIuniK^n^fo dosen yang mengajar di tiga program studi Pendidikan Sejarah, FKIP di tiga lokasi penelitian, yang dilihat dari latarbelakang pendidikan, masa tugas dan jenis kelamin pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Profil Dosen Pendidikan Sejarah yang Mengasuh Mata Kuliah Keahlian No.
LPTK
Kualifikasi Pendidikan
Masa Tugas Mengajar
Alumni S 1
Jenis Kelamin
1
Universitas Sriwijaya Jumlah = 13 org
S 1 = 3 org S 2 = 10 org S3 =0
<5 thn = 1 org Unsri = 10 org Lk = 4 org > 5 thn = 12 NonUnsri dan non Pr = 9 org org lokal = 3 org
II
Universitas PGRI Jumlah = 15 org
S 1 = 11 org S 2 = 4 Org S 3 =0
<5 thn= 3 org Unsri ~ 4 org > 5 thn = 12 PGRI= 7 org org UnMuh = 2 org Non lokal = 2 org
Lk «= 10 Olg Pr = 5 org
111
Universitas Muhammadiah Jumlah = 9 org
S 1 = 9 org S 2 = 0 Org S3 =0
<5 thn = 1 org > 5 thn = 8 org
Lk - 4 org Pr = 5 org
Unsri = 6 org PGRI= 2 org Non Lokal = 1 org
Dari tabel tersebut terlihat gambaran sebaran dosen pendidikan sejarah yang mengajar di tiga LPTK di Kota Palembang. Sebagian besar dosen masih berada pada jenjang pendidikan S 1, tetapi berlatar belakang pendidikan dari pendidikan sejarah, dan hanya satu orang dosen dengan latar belakang S 1 dari program studi pendidikaan geografi. Untuk menutupi kekurangan dosen yang sebagian besar belum dan bahkan
tidak ada sama sekait
yang memiliki
kualifikasi strata 2, Universitas PGRI dan Muhammadiah menggunakan dosen yang ada di Universitas Sriwijaya. Dari semua dosen pendidikan sejarah yang ada
168
di tiga LPTK di Kota Palembang, belum ada yang berkualifikasi S3. Berdasarkan sebaran kualifikasi latar belakang pada dosen yang ada di tiga LPTK yang dikaji, dapat dikalisiflkasikan bahwa Universitas Sriwijaya termasuk pada kategori perguruan tinggi dengan kategori tinggi, sedangkan Universitas PGRI termasuk kategori sedang, dan Universitas Muhammad iah termasuk kategori rendah. Sebagian besar dari dosen ini adalah alumni-alumni LPTK yang ada di kota Palembang. Hal ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya LPTK tersebut,yang terkait dengan kebijakan pemerintah waktu dulu untuk meningkatkan kuantitas guru sekolah menengah, sebagai lanjutan dari kebijakan pemerintah (INPRES) pendidikan dasar. Di iain pihak sebagian besar guru-guru yang mengajar di SMP dan SMA di kota Palembang khususnya, dan propinsi Sumatra Selatan umumnya, adalah juga alumni dari tiga LPTK tersebut. Oleh sebab itu pembenahan guruguru sejarah yang ada di Kota Palembang dan Provinsi Sumatra Selatan harus bermula dari pembenahan pembelajaran sejarah yang ada di tiga LPTK tersebut Dilihat dari jumlah dan rata-rata IPK alumninya
lima tahun terakhir,
mahasiswa pendidikan sejarah di tiga LPTK di Kota Palembang
cukup
membanggakan. Di samping itu, sebagai raw input dari proses pendidikan sejarah di LPTK, mahasiswa menentukan
memiliki alasan yang berbeda saat memilih dan
pendidikan sejarah sebagai pilihan saat masuk ke UMPTN. Dari
hasil angket terhadap mahasiswa tentang alasan pemilihan jurusan/program studi pendidikan sejarah sangat beragam, di antaranya karena belajar sejarah lebih mudah dibanding ilmu lain, belajar sejarah menyenangkan, sejarah mirip dengan
169
ilmu sosial politik, karena nilai sejarah saat di S MA tinggi, dan beberapa alasan lainnya. Alasan yang paling banyak dinyatakan responden mahasiswa adalah karena pelajaran sejarah menarik yang menyebabkan mereka memilih program studi ini. Ha! ini tentu sangat menggembirakan karena minat yang tinggi dari peserta didik sangat menentukan keberhasilan pendidikan mereka. Apalagi untuk sekelompok responden yang menyatakan karena keinginan yang sejak lama, dan disebabkan oleh
sosok guru sejarah yang menyenangkan, atau nilai pelajaran
sejarah yang tinggi sejak sekolah menengah, maka motivasi yang dimiliki untuk belajar sejarah sangat tinggi. Hanya sebagian kecil saja dari responden mahasiswa yang memilih program studi pendidikan sejarah karena faktor-faktor yang kurang menunjukkan minat yang besar, yaitu karena tidak diterima di jurusan lain, dan ikutan teman saja, serta memilih pendidikan sejarah karena satu-satunya program studi yang ada untuk jurusan pendidikan IPS di LPTK tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran Sejarah Menjawab
pertanyaan,
apakah
yang
menjadi
tujuan
utama
dari
pembelajaran sejarah yang diberikan kepada mahasiswa, maka para responden dosen memberikan jawaban yang bervariasi. Berdasarkan jumlah responden yang memberikan jawaban yang sama dan dikelompokkan, maka disusun berurut pada tabel berikut, dimulai dari kelompok jawaban responden terbanyak hingga paling sedikit.
170
Tabel 4.2 Pendapat Dosen tentang Tujuan Utama Pembelajaran Sejarah bagi Mahasiswa Pendidikan Sejarah Rangking Jawaban
Uraian Jawaban dosen
1. 2. 3 4
Penguasaan materj/Ilmu pengetahuan Pemahaman materi kesejarahan dan keterkaitannya dengan kondisi saat ini Membuka pola pikir kritis dan memiliki wawasan ke depan Mahasiswa berpikir secara realistik, setiap kejadian ada kaitannya dengan masa lampau Mengembangkan berpikir kesejarahan Menjadi guru sejarah yang profesional dan dapat melakukan penelitian sejarah Mengerti makna sejarah
5 6 7
Jika dilihat dari jawaban dosen tentang tujuan utama melaksanakan pembelajaran ke mahasiswa pendidikan sejarah, diketahui bahwa sebagian besar dosen menempatkan penguasaan materi sejarah sebagai tujuan paling utama dibanding pengembangan ketrampilan berpikir.
Saat ditanya, apakah yang
menjadi dasar pemikiran jawaban para dosen tersebut Dari hasil angket terbuka dan wawancara, para responden dosen memberikan jawaban
sangat beragam,
yaitu; •
LPTK mencetak calon guru sejarah, karena itu perlu penguasaan materi
•
Mahasiswa tersebut adalah calon guru sejarah, karena itu harus mampu menceritakan kembali peristiwa sejarah.
Sedangkan dasar pemikiran responden dosen
yang menyatakan bahwa
ketrampilan berpikir lebih utama diberikan dibanding penguasaan materi, yaitu; •
LPTK adalah lembaga akademik, maka mahasiswa harus dikembangkan cara berpikirnya.
171
«
sejarah bukan untuk dihapal dan mustahil bisa dilakukan, karena itu penting mahasiswa memiliki kemampuan menganalisa peristiwa sejarah. Dasar pemikiran dosen yang kedua tersebut, memberikan kemungkinan
pembelajaran sejarah yang
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa mereka. Keragaman pendapat dosen tersebut
membawa pengaruh bagaimana
pembelajaran sejarah dilaksanakannya. Pemberian dikte materi menjadi "sesuai" dilakukan jika tujuan dosen hanya untuk menyampaikan materi dan mengajar untuk tes "teaching to
tes". Sebaliknya akan berbeda dengan dosen yang
memiliki tujuan pembelajarannya untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan. Secara lebih jeias dapat dirujukkan pada temuan studi pendahuluan tentang bagaimana pengembangan materi, metode pembelajaran, media/sumber belajar yang digunakan oleh dosen-dosen yang berbeda pandangan tersebut berikutnya. 3. Pengembangan Materi Sehubungan dengan pengembangan materi, semua responden dosen menyatakan menggunakan isu/peristiwa yang aktual terjadi
saat ini, sebagai
contoh, analogi dalam memberikan penjelasan materi kuliah. Hal ini agak berbeda dengan jawaban responden mahasiswa, yang menyatakan hanya sebagian dosen saja yang dalam menjelaskan materinya memberikan pemahaman kesejarahan dengan tiga dimensi waktu (lalu, sekarang dan akan datang), sedangkan sebagian besar dosen lainnya hanya menjelaskan tentang masa lampau saja dan cenderung tidak memberikan contoh ataupun analogi dengan peristiwa lain. Sebagian besar
172
(85%) responden mahasiswa menyatakan bahwa
dosen mereka sangat jarang
mengajak mereka untuk membahas, menganalisis isu peristiwa terkini dalam konteks kesejarahannya dan sebagian lagi (5%) menyatakan tidak pernah sama sekali ada pembahasan, mengenai isu peristiwa terkini dalam proses perkuliahan yang dialaminya. Sebagian mahasiswa (10%) di salah satu LPTK yang diteliti menyatakan pernah diarahkan dalam suatu diskusi untuk menganalisis peristiwa terkini (misal, reformasi, Pemilu, krisis ekonomi) dalam salah satu mata kuliah SNI VII yang menganalisis isu peristiwa terkini dalam konteks kesejarahannya Dari hasil wawancara ditemukan adanya kecenderungan mahasiswa untuk lebih mencari sendiri kejelasan materi pelajaran yang komprehensif melalui teman, dibandingkan kepada responden mahasiswa
dosen yang mengajar mahasiswa. Sekelompok
di salah satu LPTK menyatakan bahwa mereka tidak
mendapatkan penjelasan materi sejarah yang luas dari dosen SNI mereka, melainkan justru dari teman kuliah yang mereka anggap "lebih" memahami materi dibanding dosen mereka. Hal ini juga yang membuat mereka mengikuti perkuliahan secara pasif. Mereka cenderung memilih untuk malas bertanya dan pasif dalam diskusi. Sikap mahasiswa tersebut disebabkan oleh karena dosen sering memberikan respon atau jawaban yang tidak membuat mahasiswa menjadi lebih mengerti. Dari hasil observasi, sebagian kecil dosen sudah memberikan arahan kepada mahasiswa untuk membandingkan dengan peristiwa sejarah di tempat lain, atau memberikan
contoh-contoh yang ada di dalam kehidupan
sekitarnya atau peristiwa lain di dunia yang memiliki kesamaan konsep dengan materi
yang sedang dibahas, tetapi sebagian besar responden dosen (ainnya
173
belum. Sebagian kecil
dosen dari tiga LPTK tersebut, sudah ada yang
memberikan penjelasan materi yang lebih luas, melingkupi kejadian yang terkini terjadi dan mengajak untuk mengkaji dengan tiga dimensi waktu. Dari jawaban responden dosen dan mahasiswa tersebut, memunculkan satu pemikiran bahwa diperlukan mode! pembelajaran yang dapat menjembatani kedua pendapat yang terkesan bertolak belakang dalam hal aktivitas, motivasi, dan kemandirian belajar serta ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. 4. Penggunaan Literatur/Sumber Materi, Media dan Sarana/Prasarana Sebagian besar (60%) dosen menyatakan tidak mendapat kesulitan dalam menyiapkan literatur yang diperlukan dalam mata kuliah yang diasuhnya. Jika terdapat kesulitan mereka meenutupi kekurangan literatur melalui artikel koran, jurnal ilmiah. Sedangkan responden dosen lainnya (40%) menyatakan kesulitan dalam menyiapkan literatur, karena terlalu kuno, kelemahan dalam bahasa Inggris dan harga buku yang cukup mahal.
Dosen juga menyatakan bahwa kurangnya
inventaris buku sejarah di perpustakaan
sangat tidak membantu mereka dan juga
mahasiswa. Untuk mengatasi kekurangan literatur bagi mahasiswa,
beberapa
dosen meminjamkan buku untuk di fotocopy. Ada juga sebagian dosen yang mendiktekan isi buku miliknya kepada mahasiswa. Sepanjang proses perkuliahan mahasiswa mencatat kalimat yang didiktekan dosen, sambil sesekali dosen menjelaskan isi kalimat tersebut. Menurut hasil pengamatan peneliti pada satu perkuliahan di salah satu LPTK, penjelasan yang diberikan dosen cenderung hanya mengulang kembali isi kalimat yang didiktekan, tanpa uraian ataupun contoh-contoh.
174
Sehubungan dengan perlunya mahasiswa dengan literatur, sebagian besar responden menyatakan
tidak
mewajibkan
mahasiswa
memiliki
literatur,
mengingat biaya yang cukup mahal. Responden dosen lainnya menyatakan perlunya setiap mahasiswa memiliki minimal satu buku dalam setiap mata kuliah. Hal ini disebabkan adanya kesulitan yang didapat dalam mengajak mahasiswa untuk memahami materi jika mereka tidak pernah membaca buku. Peneliti menemukan satu
responden
dosen, yang selalu konsisten untuk menyuruh
mahasiswaanya menunjukan buku sejarah yang terkait dengan mata kuliah yang diasuhnya, setiap tatap muka. Menurutnya untuk mengatasi kemalasan membaca para mahasiswa, maka mereka harus terus dikontrol dan diarahkan. Keluhan tentang kemalasan mahasiswa daiam memiliki dan membaca buku hampir disampaikan oleh semua dosen. Seorang dosen LPTK swasta, YD, menyatakan,"...sulit rasanya untuk mengajak mahasiswa berpikir kritis terhadap materi yang disampaikan, karena mereka jarang, malas membaca..." (18-112004). Beberapa dosen lainpun mengomentari hal yang senada, yaitu mahasiswa cenderung tidak membeli/membaca buku, sedangkan buku di perpustakaan sangat kurang. Kondisi ini merupakan bentuk "apologize"
bagi dosen untuk tidak
mendominasi pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, bahkan sesekali harus didektekan dulu materinya. Ungkapan dosen tersebut, memperkuat hasil observasi. Ditemukan adanya dosen yang menggunakan satu buku cetakan lama, sebagai sumber utama mengajar. Akibatnya mahasiswa harus mencatat dan dosen mendiktekannya. Kelemahan proses perkuliahan yang disebabkan oleh ketersediaan literature terdapat pada dosen dan mahasiswa, serta ketersediaannya
175
di perpustakaan fakultas/universitas. Mengatasi kendala literatur, ada LPTK yang mengeluarkan kebijakan bagi mahasiswa akhir untuk menyumbangkan buku. Sebagian hanya berdasarkan buku yang dimiliki dosen sambil menunggu bantuan pemerintah atau pihak swasta. Beruntung bagi salah satu LPTK, mendapatkan proyek bantuan pengadaan buku-buku dan sarana belajar tahun 2004, sehingga memperkaya literatur di program pendidikan sejarah di LPTK tersebut. Informasi lain terkait dengan pengadaan literatur dalam perkuliahan, menurut sebagian besar responden mahasiswa bahwa mereka
meyiapkan
buku/literatur yang diperlukan dari satu mata kuliah tergantung pada bagaimana metode yang digunakan dosen. Jika dosen dari satu mata kuliah selalu ceramah, maka tidak perlu beli buku sebab dosen akan membacakan, menjelaskan dan mendiktekannya. Hasil observasi, mahasiswa cenderung tidak membawa dan membaca buku sumber,
kecuali
buku tulis dan alat tulis
menjelaskan/mendiktekan materi. Berbeda halnya
saat dosen
jika dosen menerapkan
metode diskusi/presentasi isi bab atau buku, maka mahasiswa akan berusaha mengadakan buku yang diperlukan. Alasan lain yang membuat mahasiswa tidak mempersiapkan literatur setiap matakuliah, yaitu harga buku mahal, bukunya sulit didapat karena terbitan lama. Menurut hampir semua mahasiswa bahwa tidak ada sangsi yang mereka terima dari dosen dengan ketidaktersediaan buku/ literatur dalam suatu mata kuliah, walaupun ada juga sebagian kecil
mahasiswa yang
mengatakan bahwa ada sangsi yang diterimanya, seperti membuat resume. Terkait dengan penggunaan sumber sejarah, hanya 15 % responden dosen yang pernah menggunakan primary sourcess dalam kajian peristiwa sejarah
176
(dokumen, gambar, otobiografi, surat), sedangkan sisanya belum pernah menggunakan sama sekali. Dosen yang menggunakan primary sourcess tersebut, yaitu memberikan kesempatan mahasiswa untuk melihat lebih dekat peristiwa sejarah tersebut terjadi. Mahasiswa belum merasakan diajak untuk ikut serta " melakukan interpretasi, analisis dari suatu sumber sejarah, karena dosen telah memberikan hasil interpretasinya. Sebelumnya melalui jawaban angket, sebagian besar dosen menjawab menggunakan primary sourcess. Setelah diwawancarai ternyata mereka beranggapan buku sejarah yang selama ini mereka pakai isecondary sources) merupakan primary sourcess sumber pertama/utama. Data ini diperkuat oleh hasil observasi dan jawaban hampir semua responden mahasiswa pada angket menyatakan bahwa buku teks adalah sumber belajar yang paling sering/utama digunakan. Di dalam jawaban angket sebagian besar dosen menjawab penggunaan media yang digunakan adalah peta, gambar dan globe. Melalui observasi, peneliti belum mendapatkan satupun perkuliahan yang menggunakan media tersebut Responden mahasiswapun menyatakan bahwa hampir tidak ada penggunaan media, sementara itu ada sebagian responden (30%) yang menyatakan bahwa adanya penggunaan media peta/globe tetapi jarang sekali. Dari hasil observasi, sebenarnya banyak dari uraian materi, yang akan menjadi jelas jika menggunakan media peta atau globe dan gambar. Apalagi jika lokasi-lokasi dalam uraian materi yang disebutkan sudah berganti nama, atau menggunakan istilah geografi dari buku terbitan lama. Ketersediaan media pembelajaran ini memang masih terbatas. Di dua LPTK telah tersedia laboratorium yang berisi beberapa peta, globe dan
177
miniatur candi. Disebabkan tempat laboratorium dengan ruang kelas cukup jauh dengan runga kuliah, atau adanya birokrasi administrasi sehingga hampir para dosen tidak memanfaatkan media yang ada disana untuk dimanfaatkan dalam membantu proses perkuliahannya. Keadaan lain terlihat di salah satu LPTK, beberapa ruang kuliah memiliki peta-peta yang digantung di dinding.
Selama
observasi tidak terlihat peta-peta tersebut dimanfaatkan. Di satu LPTK di lokasi penelitian, bahkan sama sekali tidak memiliki peta ataupun globe. Dapat disimpulkan bahwa pengadaan dan penggunaan media /sumber belajar rata-rata di tiga LPTK ini memprihatinkan dan memerlukan pengembangan. Semua responden mahasiswa menyatakan bahwa mereka belum pernah diajak untuk melakukan analisis, interpretasi sejarah melalui sumber-sumber primer. Hasil analisis tersebut telah mereka terima interpretasi dosen
sebagai "bahan jadi"
berdasarkan interpretasi penulis buku teks. Jadi mahasiswa
hanya menerima reproduksi analisis/interpretasi dari penulis buku teks sejarah. Dari hasil wawancara, sebagian besar mahasiswa menyatakan mereka hanya menerima apa yang disampaikan oleh dosen, untuk menjadi bahan ujian dan sangat jarang dilibatkan untuk suatu kegiatan yang mengenalkan mereka untuk memberikan interpretasi versi mahasiswa atas suatu peristiwa sejarah. Dengan kata lain mahasiswa belum memiliki pengalaman bagaimana kerja seorang sejarawan. Ironinya di dua perguruan tinggi sebagian responden mahasiswa saat ditanya, apakah mereka sudah pernah mengunjungi museum atau tempat bersejarah
lain di kota Palembang, sambil tersenyum malu mereka mengatakan
178
belum pernah, tetapi
sebagian lainnya mengatakan pernah. Di proram studi
pendidikan sejarah di tiga LPTK tersebut, telah memiliki program satu tahun sekali mengadakan studi lapangan ke tempat-tempat bersejarah. Biasanya kegiatan ini dilakukan di luar kota Palembang, atau kota-kota propinsi lain di Indonesia sehingga dengan alasan biaya, atau tidak bisa meninggalkan pekeijaan/keluarga sebagian mahasiswa tidak bisa mengikuti. Sarana belajar yang digunakan secara umum sudah cukup baik. Dua LPTK sudah dapat memberikan perkuliahan dengan menggunakan OHP, walau masih terbatas jumlahnya (2 buah), dan pemakaiannnya harus bergilir. Dua LPTK itu juga
menggunakan
white board , tetapi
salah satu LPTK swasta masih
menggunakan kapur dan papan tulis, dan tidak ada OHP serta pemakaian listrik yang terbatas. Penerangan bara bisa dilakukan di mang kuliah setelah jam 18.00. Adanya keterbatasan sarana/prasarana yang disediakan oleh LPTK turut juga mempengaruhi semangat dan sikap dosen dalam menjalankan proses perkuliahan. Bahkan salah satu responden dosen memberikan ungkapan terkait dengan hal di atas bahwa mereka bukan mengajar untuk mahasiswa tetapi untuk murid SMA kelas tinggi (Plus). S. Metode Perkuliahan Di dalam penggunaan metode yang sering digunakan, responden dosen memberikan jawaban lebih dari satu metode. Dari jawaban responden tersebut dapat diurut berdasarkan jawaban yang paling banyak hingga paling sedikit muncul, seperti tertuang dalam tabel di bawah ini.
179
Tabel 4.3 Pendapat Dosen tentang Metode yang sering digunakan Rangking jawaban
Jawaban
1.
Ceramah
2
Diskusi
ji
Pemberian tugas
4
Tanya jawab
5
Inquity
6
Problem solving
Dominannya metode ceramah yang digunakan juga dibenarkan oleh responden mahasiswa, jawaban mereka atas pertanyaan apakah metode yang digunakan dosen saudara dalam proses perkuliahan, yaitu metode ceramah, diskusi, tanya jawab, mencatat, mengerjakan tugas (karena dosen sering tidak hadir), dan membuat hasil interpretasi atas suatu bacaan buku. Secara rinci sebaran jawaban responden tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Pendapat Mahasiswa tentang Metode yang sering digunakan dosen Jawaban Metode ceramah Diskusi Tanya jawab mencatat jumlah
Jumlah responden Unsri 38 (34,7%) 35(31,9%) 26(23,6%) 11(9,7%) 110(100%)
Jumlah responden Univ. PGRI 42 (37,5%) 39 (36,1%) 21(19,4) 8 (6,9%) 110(100%)
Jumlah responden Univ. Muh. 43 (38,8%) 31(27,7%) 22(20,8%) 14(12,5%) 110 (100%)
Dari hasil pengamatan peneliti juga menemukan bahwa ketiga metode tersebut adalah yang paling sering dilihat dalam proses perkuliahan. Ada satu dosen yang menerapkan metode inkuiri untuk suatu
penelitian tindakan.
180
Latarbelakang masalah diujicobakan metode inkuiri tersebut menurut dosen yang bersangkutan (SY) karena kejenuhan mahasiswa belajar sejarah dengan metode ceramah dan diskusi yang dianggapnya juga sebagai pola lama pembelajaran di kampus tersebut. Terkait dengan penggunaan metode ceramah dan diskusi yang digunakan, sebagian besar responden dosen
(61,9%) menyatakan belum puas dengan
penggunaan metode selama ini. Menurut mereka
ada beberapa metode yang
dirasakan cocok dengan mata kuliah yang mereka asuh, tetapi agak sulit untuk dilakukan, yaitu metode pemberian tugas/penelitian, inquiry, problem solving dan metode jigsaw. Sedangkan sebagian dosen lainnya (28,S %) menyatakan bahwa metode ceramah dan diskusi kelompok/kelas sudah sesuai
untuk upaya
memberikan pemahaman materi dan ketrampilan berpikir kritis mahasiswa terhadap materi yang diberikan. Ditambahkan pula oleh sebagian kecil responden dosen (9,5 %) bahwa metode ceramah adalah metode yang paling cocok dengan kondisi mahasiswa yang tidak memiliki literatur, tidak bersemangat, pasif dalam perkuliahan. Alasan lainnya, hampir setiap kegiatan diskusi mahasiswa yang terlibat aktif dan mampu berpikir kritis hanya 2-3 orang saja, sehingga untuk mencapai tujuan materi perkuliahan, metode ceramah dianggap lebih sesuai. Lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini
Tabel 4.5 Pendapat dosen terhadap metode yang telah digunakan Jawaban Belum mampu untuk mengembangkan ketrampilan berpikir mahasiswa Cukup puas, karena mampu memberikan pemahaman materi dan mengembangkan ketrampilan berpikir mahasiswa Sudah sesuai dengan kondisi mahasiswa Jumlah
Jumlah responden 13 (61,9%)
~—~
6 (28,5%) 2(9,5%) 21 (100%)
Sementara itu, dari hasil jawaban mahasiswa pada angket, tentang metode yang dirasakan sesuai dan mengarahkan mereka untuk berpikir kesejarahan tahap tinggi selama perkuliahan adalah diskusi, tanya jawab, inkuiri, studi lapangan, melakukan interpretasi atas suatu bacaan, dan mempresentasikan hasil analisis suatu topik ke depan kelas. Dari hasil observasi dan wawancara dengan responden mahasiswa, maka diketahui
bahwa
sangat
jarang
menganalisis/menginterpretasi bacaan,
dosen
mengajak
mereka
untuk
studi lapangan dan inquiry. Walaupun
metode itu sangat mereka senangi, karena menantang mereka untuk berpikir dan mengenal keija sejarawan. Responden mengatakan mereka menjadi termotivasi belajar dan bangga dengan program studi yang dipilihnya, karena merasakan benar-benar suatu proses perkuliahan yang melibatkan
mereka dan mengajak
mereka berpikir tingkat tinggi. Mereka menyatakan bahwa mereka diajak mengkaji isi bacaan/dokumen/peta dan mempresentasikannya, dan diajak untuk memperhatikan benda-benda di museum yang terkait dengan materi yang diberikan, melalui metode tanya jawab, mengapa benda ini begini? dan kenapa ada yang seperti ini? mana yang lebih muda masanya? mengapa benda ini ada di
182
Indonesia? Seperti apa kehidupan manusia saat itu?. Apa ciri-ciri benda pada masa tersebut? Dengan bimbingan dan arahan dosen mahasiswa mencari pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian dipresentasikan dan dilakukan diskusi dan mengambil kesimpulan bersama. Mereka sangat menyayangkan
dosen
tersebut hanya mengajar mereka di semester awal, karena di semester-semester berikutnya mereka tidak pernah menemukan lagi situasi perkuliahan seperti itu. Dosen lebih sering memberikan materi dengan ceramah, diakhiri tanya jawab dan diskusi. Dari hasil observasi dan wawancara, kegiatan tanya jawab lebih sering mereka dapatkan jika menjelang akhir perkuliahan, dan biasanya sebagian besar mahasiswa lebih tidak bertanya, karena ingin cepat keluar. Namun sebaliknya, kegiatan tanya jawab ini ternyata dapat juga memotivasi mahasiswa mempelajari sejarah. Hal ini seperti diungkapkan oleh mahasiswa (M f) mengomentari tentang hal ini dalam satu mata kuliah SNI V yang dikutinya,yaitu," saya senang dan aktif di kelas saat dosen itu melakukan kegiatan tanya jawab kepada kami". Saat ditanya lebih jauh bagaimana kegiatan tanya jawab yang terjadi, mahasiswa tersebut menjelaskan bahwa dosen memberikan pertanyaan tentang suatu masalah yang terkait dengan topik bahasan, lalu diberikan pertanyaan, sesudah dijawab, diumya lagi tentang jawaban tersebut, terus menerus terjadi tanya jawab hingga akhirnya dosen menyuruh mereka membuat suatu narasi, kesimpulan dari peristiwa sejarah tersebut. Sebaliknya ada juga dosen yang tidak memberikan kesempatan bertanya sama sekait. Kegiatan diskusi biasanya dilakukan setelah ujian mid-semester,
183
mahasiswa secara kelompok mendapatkan tugas membuat makalah yang merupakan pokok bahasan perkuliahan berikutnya. Saat ditanya, apakah kegiatan diskusi yang dilakukan sesudah ujian mid semester itu lebih mempermudah, memotivasi, dalam memahami materi perkuliahan dan melatih ketrampilan berpikir tingkat tinggi dibanding metode yang digunakan sebelum ujian mid semester (ceramah dan tanya jawab)? Sebagian besar mahasiswa menjawab, mereka mendapatkan kesempatan belajar lebih banyak, melatih ketrampilan berpikir dan termotivasi belajar, karena harus membaca, menganalisis dan menyusunnya dalam suatu makalah, dan dipresentasikan. Sebagian mahasiswa lain
memberikan pendapat berbeda, karena pokok bahasan yang diberikan
menjadi kurang dipahami, karena mereka tidak mendapatkan salinan makalah yang dibuat oleh kelompok lain, meraka juga menjadi pendengar dari temuan materi yang disajikan teman sekelasnya. Kalau terjadi diskusi, mahasiswa menganggap sering dt dominasi oleh
beberapa mahasiswa tertentu, sebagian
besar lainnya pasif. Mahasiswa juga menyatakan keraguan atas materi yang didiskusikan, jika dosen tidak memberikan tambahan penjelasan setelah berakhir kegiatan diskusi atas satu makalah. Keraguan itu menjadi kecemasan, karena takut nanti pokok bahasan tersebut menjadi salah satu soal di ujian semester. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepasifan mahasiswa dalam kegiatan tanya jawab dan diskusi dipengaruhi oleh faktor bagaimana metode pembelajaran yang digunakan dosen, dan kesiapan pengetahuan mahasiswa.
184
6. Proses Perkuliahan, keaktifan dan ketrampilan berpikir Kesejarahan mahasiswa Menurut sebagian besar responden dosen (75 %) menyatakan bahwa sebenarnya model perkuliahan yang sudah dilakukan selama ini dalam mata kuliah yahg diasuhnya telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melatih, mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi, terutama dalam kegiatan diskusi, membuat laporan/makalah untuk dipresentasikan di depan kelas. Sebagian dosen lainnya (15%) menyatakan model yang dikembangkannya belum sepenuhnya membantu mahasiswa untuk mengembangkan ketrampilan berpikirnya, disebabkan terbatasnya media, sumber belajar sejarah yang tersedia. Sisa dari responden dosen (10%) menyatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan selama ini belum membantu mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi mahasiswa, dan masih sebatas mengembangkan kemampuan mengulang kembali isi cerita peristiwa sejarah yang diberikan. Hal ini dikarenakan para mahasiswa tidak menunjukan kemampuan penguasaan materi yang telah diajarkan sebelumnya. Semua responden dosen, baik melalui angket ataupun wawancara menyatakan bahwa tingkat kemampuan mahasiswa berpikir kesejarahan masih rendah, terutama pada tahap menganalisis, interpretasi dan membandingkan serta menyimpulkan. Hanya sebagian kecil mahasiswa 3 -10 orang (10% - 30%) dari tiap mata kuliah yang mereka asuh terdapat mahasiswa yang aktif, cukup mampu berpikir tahap tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya ketrampilan berpikir kesejarahan, menurut responden dosen adalah keadaan minat mahasiswa
185
yang rendah, malas membaca buku dan cenderung mau menerima bahan jadi, bahkan sebagian berpendapat bahwa mahasiswa kurang memiliki mental bersaing dalam meraih prestasi perkuliahan. Selain itu menurut responden, kemungkinan disebabkan juga
oleh pengaruh visi LPTK yaitu untuk mencetak guru sejarah
bukan sejarawan, sehingga cukup dengan isi bacaan serta
buku-buku paket siswa,
oleh minimnya sarana, media dan sumber belajar yang disediakan oleh
lembaga. Sementara itu menurut sebagian responden mahasiswa proses perkuliahan yang dipersiapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar dosen selama ini telah membantu
mereka
meningkatkan
pemahaman
dan
ketrampilan
berpikir
kesejarahan sehingga muncul percaya diri sebagai calon guru sejarah. Sebagian responden mahasiswa lainnya mengungkapkan, tidak semua dosen mampu melainkan hanya sebagian saja, yaitu saat menggunakan metode diskusi dan tanya jawab, presentasi di depan kelas, sedangkan
sebagian dosen lain tidak, karena
selalu ceramah saja dan mendiktekan. Sebagian responden mahasiswa lain justru menyatakan bahwa semua proses perkuliahan belum membuat mereka merasa percaya diri menjadi guru sejarah, sehingga ada yang berpendapat,"yang penting tamat dulu, belajarnya bisa dilanjutkan sendiri sambil bekerja". Hal ini menurut mahasiswa dikarenakan dosen kurang akrab dan kurang menjalin hubungan komunikasi dalam melakukan proses perkuliahan, sehingga motivasi belajar menjadi turun pada mata kuliah yang diasuh dosen tersebut Sebagian mahasiswa juga menyatakan bahwa mereka merasakan adanya kesan dosen tidak menguasai materi, hal ini terlihat dari jarang menjelaskan dan
186
tidak memberikan kesempatan tanya jawab.
Secara rinci bagaimana pendapat
mahasiswa terhadap proses perkuliahan yang mereka ikuti tertuang dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.6 Pendapat Mahasiswa terhadap proses Perkuliahan Jumlah Jumlah Jumlah Responden responden Responden Univ. Muh. Unsri Univ. PGRI 17 Z ' 14 Semua dosen merasa telah berhasil 29 membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman dan 15,3% 12,5% 26,3% / ketrampilan berpikir kesejarahan. 35 z' Z ' 33 Sebagian dosen ya, sebagian lainnya 31 belum membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman dan 27,7% 30,5% > / 3 1 . 9 % , ketrampilan berpikir kesejarahan. > '44 > V " 37 Proses perkuliahan yang '35 diselenggarakan belum membantu mahasiswa percaya diri untuk 40,2% menjadi guru sejarah 33,3% / ^ 31,9% / Dosen cenderung menurunkan minat 15 ^ '23 > 17 belajar mahasiswa (sikap dan penguasaan materi) 15,3% 13,8% 20,8% 110/100% Jumlah 110/100% 110/100% Jawaban
Terkait dengan pendapat di atas, para responden mahasiswa menginginkan agar dosen dalam proses perkuliahan, memperkaya sumber belajar, media dan menggunakan metode yang mengembangkan
ketrampilan berpikir. Selain itu
mereka juga berharap para dosen tidak membuat kesenjangan jarak antara dosen dan mahasiswa, dan menghargai mahasiswa sebagai manusia akademik. Setelah dilakukan wawancara atas hasil angket tersebut, responden mahasiswa memberikan beberapa tambahan penjelasan
mengenai
proses
perkuliahan yang mereka inginkan, sebagai berikut: a. Respoden mahasiswa di LPTK Universitas PGRI, mengungkapkan bahwa;
187
•
dosen sebaiknya jangan menggunakan metode ceramah saja, karena membuat mereka merasa jenuh, bosan dan mengantuk, karenanya gunakan metode
yang
dapat
memotivasi
mahasiswa
mengembangankan
pengetahuan dari berbagai sumber. •
Kegiatan diskusi interaktif, studi lapangan, melihat langsung, observasi, studi banding tempat, benda bersejarah menambah motivasi belajar dan mengembangkan pengetahuan.
b. Responden mahasiswa LPTK Muhammadiah mengungkapkan, bahwa: •
mahasiswa menginginkan dosen memberikan materi hendaknya tidak terpaku pada buku dan diberikan media agar mahasiswa tidak bosan, serta bukan hanya diberikan catatan yang panjang lebar.
•
kegiatan analisis dalam proses perkuliahan lebih diutamakan, dan diskusi serta tanya jawab sebenarnya menyenangkan, tetapi terkadang malah bikin tidak jelas memahaminya.
•
Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari sendiri isi, interpretasi peristiwa sejarah melalui studi lapangan, penelitian, pengamatan, audio visual dengan bimbingan dosen.
•
Banyak melatih mahasiswa berpikir kritis.
c. Responden mahasiswa Unsri, mengungkapkan bahwa: •
dalam kegiatan diskusi dan tanya jawab, pemikiran mereka lebih berkembang.
•
Metode inquiry, bukan merupakan teori saja tetapi dipraktekkan.
18
• "Diberi kesempatan untuk teijun langsung, observasi ke bendaa/lokasi $ejarah. • ' Memberikan sumber bacaan yang banyak •
Proses perkuliahan lebih interpretatif dan komprehensif
•
Dosen melihat mahasiswa sebagai bagian dari kaum pemikir dan bukan sebagai penerima materi
•
Dosen memeberikan permasalahan peristiwa terkini dan mengajak mahasiswa menarik benang merahnya dengan peristiwa masa lalu
•
Dosen sebaiknya sering datang dan tepat waktu. Dari hasil observasi, dapat dikelompokkan
beberapa model proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Model yang pertama, dosen yang samasekali tidak memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk aktif dalam pembelajaran, kecuali mendengar dan mencatat Model kedua, dosen yang memberikan sebagian kecil dari waktu proses pembelajaran tersebut, untuk mengajak mahasiswa aktif. Misal, memberi kesempatan menjelang dosen tersebut keluar atau memberi pertanyaan di sela-sela penjelasan materi tetapi dosen sendiri yang langsung segera menjawabnya. Sedangkan model ketiga, dosen yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk aktif berpikir, dengan melakukan tanya jawab, diskusi kelas yang dipandu langsung oleh dosen. Dari kajian empirik terhadap proses pembelajaran pada mata kuliah Sejarah nasional Indonesia, maka dapat dibagi dalam tiga model pembelajaran yang dilakukan dosen. Secara rinci dari tipe pertama dari proses pembelajaran yang digunakan oleh sebagian dosen pendidikan sejarah di tiga perguruan tinggi yang dikaji, adalah;
Tahapan Pembelajaran
Kegiatan
535®
Pendahuluan
Dosen menanyakan sampai dimanakah TS'55f sebelumnya pada tatap muka minggu lalu. Ke'riluafafltt US^ memulai perkuliahan dengan menyebutkan t3p materi saat ini. Ada juga yang melaksanakan absensi mahasiswa terlebih dulu, baru memulai perkuliahan.
Pelaksanaan
Pola I: Secara klasikal, dosen mendiktekan materi dari buku yang dipegangnya, sambil sesekali menjelaskan dengan cenderung hanya mengulang kalimat yang didiktekan. Mahasiswa hanya mencatat dan mendengar. Pola II: Secara klasikal dosen menjelaskan materi sambil sesekali membacakan isi buku yang dipegangnya. Dan mahasiswa hanya mendengar dan mencatat.
Penutup
Dosen pola I, tidak memberikan kesempatan bertanya dan dosen pola II memberikan kesempatan bertanya diujung perkuliahan, jika mahasiswa tidak ada yang bertanya (sering tidak ada), maka dosen memberitahukan topik materi minggu depan dan mengingatkan tugas makalah untuk dikumpulkan segera. Sambil melakukan absensi. Bagan 4.1 Pembelajaran Sejarah tipe I, Hasil Temuan Studi Pendahuluan
Pada tipe I, dominasi dosen dt dalam kegiatan pembelajaran sangat tinggi, mahasiswa hanya duduk, mendengarkan dan mencatat Interaksi belajar mengajar dari dosen ke mahasiswa saja, sangat kurang terjadi dari mahasiswa ke dosen dan juga dari mahasiswa ke mahasiswa. Suasana kelas cenderung sunyi, kecuali suara dosen saat membacakan isi buku, mendiktekan atau menjelaskan. Tipe pembelajaran yang kedua, secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut
s j
190
„ Tahap Pembelajaran Pendahuluan Pelaksanaan
Penutup
Kegiatan Dosen memberitahukan batas materi minggu sebelumnya, dan topik materi yang akan dipelajari pada tatap muka saat ini. Pola I. Dosen menjelaskan materi sambil sesekali menanyakan kepada mahasiswa, hal yang sedang dijelaskan, tetapi lebih sering langsung segera dijawab dan dijelaskan dosen yang bersangkutan. Mahasiswa mendengar, mencatat dan sesekali mencoba menjawab. Pola IL Dosen menjelaskan materi secara terus menerus kemudian menjelang waktu berakhir, sambil mengabsen, diberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya. Mahasiswa mendengar, mencatat dan ada sebagian kecil mahasiswa yang sempat bertanya, tetapi terkadang tidak ada yang bertanya. Sambil mengabsen dosen mengingatkan tugas-tugas, baik individu atau kelompok untuk dikumpulkan.
Bagan 4.2 Pembelajaran Sejarah tipe U, Hasil Temuan Studi Pendahuluan Pada pembelajaran tipe kedua ini, dosen sedikit lebih baik dalam melibatkan mahasiswa. Mahasiswa diajak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan selama proses pembelajaran atau di akhir pembelajaran, walaupun dominasi dosen masih tetap tinggi. Kegiatan mahasiswa masih banyak diisi dengan kegiatan duduk, mendengarkan, mencatat materi yang dianggap mereka penting untuk dicatat. Berkaitan dengan catatan yang dimiliki mahasiswa,
sebagian mahasiswa
mengemukakan mereka akan meng-copy catatan temannya, jika sudah menjelang ujian tengah atau akhir semester. Tipe pembelajaran ketiga yang ditemukan di tiga LPTK tersebut, secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut
191
Tahap Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Dosen menanyakan materi minggu lalu, atau menanyakan kelompok berapa yang tampil kedepan dalam kegiatan diskusi. Kemudian memulai memberikan kesempatan kelompok berikutnya untuk tampil
Pelaksanaan
Pola I: Dosen menjelaskan materi, dimulai dengan memberikan pertanyaan awal, kemudian diteruskan dengan pertanyaan lanjutan. Jika sudah tidak ada mahasiswa yang menjawab, maka dosen memberikan penjelasan sedikit dan menyuruh untuk menggali sumber-sumber bacaan atau melihat peta kembali. Lalu diawali dengan pertanyaan awal kembali dosen meneruskan materi, seterusnya sama seperti itu. Pola II: Mahasiswa mempresentasikan baik secara individu atau pun kelompok hasil kajiannya tentang suatu topik. Mahasiswa lain diberikan kesempatan untuk merespon hasil kajian tersebut. Dosen memeriksa hasil kajian secara tertulis dan memberikan komentar atas hasil diskusi.
Penutup
Dosen menganjurkan penampilan yang lebih baik dalam penguasaan materi dan cara mempresentasikan tugasnya. Bagan 4.3 Pembelajaran Sejarah tipe III, Hasit Temuan Studi Pendahuluan
Pada tipe III ini, mahasiswa lebih banyak dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Dominasi dosen lebih berkurang dibanding tipe I dan tipe II. Dosenpun menggunakan berbagai media, dan metode dalam memfasilitasikan mahasiswanya untuk belajar, lebih variatif dibanding pembelajaran pada tipe-tipe sebelumnya. Mahasiswa sudah mampu menceritakan kembali suatu peristiwa sejarah di hadapan sejawatnya, tetapi belum sampai pada memberikan interpretasi, atau menilai dan memposisikan dirinya pada tokoh-tokoh yang ada, atau juga membandingkan peristiwa tersebut dengan peristiwa sejarah yang lain. Dapat
192
disimpulkan bahwa pada tipe III, ini, mahasiswa belum diarahkan secara penuh kepada ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi. Dalam
menjawab
pertanyaan apakah
mereka aktif dalam
proses
perkuliahan yang diikutinya? Hampir semua mahasiswa (90%) menjawab kadangkadang, tergantung dengan bagaimana dosen yang mengajar, metode yang digunakan, dan apa topik yang dibahas. Sedangkan sisanya mengatakan mereka tidak aktif, karena malu dan tidak percaya diri dalam kegiatan diskusi, bertanya ataupun berkomentar. Dari hasil observasi, peneliti hanya menemukan sedikit mahasiswa yang aktif bertanya atau menjawab pertanyaan, bahkan ada yang tidak ada sama sekali. Untuk memvalidasi dan melengkapi temuan observasi tersebut, maka dilakukan wawancara kepada mahasiswa. Dari hasil wawancara dengan responden mahasiswa di tiga lokasi penelitian tentang kepasifan mereka saat proses perkuliahan berlangsung, yang peneliti observasi. Maka jawaban
mereka bervariatif. Ada mahasiswa yang
berpendapat kalau keaktifan dalam mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran akan menjadi bumerang baginya oleh dosen yang mengajar. Hal ini terungkap dari komentar mahasiswa,".. .wah takut, buk. Kalu kito nanyo-nanyo gek masuk "black list"...kaio kaka-kakak kami dulu hati-hati dengan dosen itu ... ".(...waah takut, bu. Kalau kita sering bertanya nanti masuk "black /u/"...kata kakak (mahasiswa senior) kami dulu hati-hati dengan dosen itu). Ungkapan mahasiswa tadi dibenarkan oleh mahasiswa lain yang berada di dekatnya, dengan anggukan.
Saat ditanya lebih jauh, arti kata black list yang disebutkan, para
mahasiswa itu mengatakan," masuk catatan dosen untuk mahasiswa yang tidak
193
lulus".
Temuan peneliti ke mahasiswa lain, guna menelusuri jawaban ini
ditemukan hal yang sama, yaitu sikap diam dalam perkuliahan adalah suatu bentuk aman untuk bisa lulus dari mata kuliah yang diasuh dosen itu."...embek sikap aman baelah, buA" (ambil sikap aman saja, bu), demikian ungkapan mereka. Keinginan untuk aktif dalam proses pembelajaran agar terasa sebagai subjek yang belajar dimiliki juga oleh mahasiswa. Sebaliknya, sikap pasif yang dilakukan adalah suatu ha! yang bertolak belakang dengan keinginan mahasiswa. Hal ini mengemuka saat mereka dipancing dengan pernyataan peneliti," bukankah lebih enak, kalian datang duduk kadang mencatat kadang tidak, tapi nanti lulus". Jika sebagian mahasiswa bergumam dengan menggeleng, maka satu mahasiswa mengatakan," dak lemak buk, sebenernyo pastilah ado yang nak ditanyoke ke dosen, ... kami nijadi cak budak kecik bae, kalu terus-terusan mak ini, takutnyo gek dak teraso jadi mahasiswa''' (tidak enak, bu. Sebenarnya pasti ada yang ingin ditanyakan (dari setiap tatap muka),...sepertinya kami ini menjadi anak kecil saja (dalam proses perkuliahan), jika keadaan ini terus menerus, maka kami takut nantinya tidak merasakan bagaimana menjadi mahasiswa). Di mata kuliah SNI lainnya, di LPTK yang sama. Jawaban yang peneliti peroleh atas pertanyaan yang sama, terkait dengan tidak aktifnya mereka dalam perkuliahan yang baru saja diikuti, yaitu,"mana pernah dosen itu memberi kesempatan bertanya". Saat ditanya, kenapa tidak mencoba untuk bertanya? Jawaban responden dan temannya singkat," takut, buk". Pada mata kuliah lain, peneliti secara implisit meminta kesediaan dosen mengadakan kegiatan tanya jawab dalam kelas yang akan peneliti observasi.
194
Hasilnya hanya ada satu mahasiswa yang bertanya di akhir perkuliahan, yaitu saat diberi kesempatan untuk bertanya oleh dosen yang bersangkutan. Hasil wawancara dengan mahasiswa tersebut dan temannya, saat ditanya mengapa yang lain tidak berani bertanya? Jawaban mereka," .. .kami maies buk, dosen itu nak marah bae, ngatoi kito pulok...mano pulok jawabannyo jugo dak tuntas, cak tadi n a ( ...kami malas, bu. Dosen itu hendak marah saja, mengejek kita juga...apalagi jawabannya tidak jelas, seperti yang tadi di kelas). Mahasiswa yang bertanya di kelas menambahkan," padahal pertanyaan aku tadi, sudah aku persiapkan waktu tatap muka yang kedua, makanya memang pertanyaan tadi jadi tidak cocok dengan materi yang sekarang dibahas. Karena waktu dulu hendak ditanyakan tidak ada kesempatan". Seorang mahasiswa lain berkata," heran yo, baru kali ini dosen tu ngenjuk kito kesempatan betanyo " rtieran ya, baru sekali ini dosen itu memberi kesempatan kita bertanya). Ungkapan ini disetujui oleh temannya dengan anggukan. Di LPTK yang lain, jawaban yang diterima dari mahasiswa atas masalah tersebut d ian taranya,"... kadang lebih lemak nanyo samo kawan yang agak pintar daripado samo dosen, buk...kami galak kumpul disitu
(sambil menunjuk suatu
tempat di belakang warung nasi di bawah pohon) diskusi...kalu samo dosen itu jawabannyo dak memuasken jugo ngabesi waktu bae". (kadang lebih enak bertanya sama kawan yang agak pintar, daripada sama dosen, bu. Kami sering berkumpul di situ berdiskusi. Jikaa sama dosen jawabannya tidak memuaskan, juga menghabisi waktu saja). Komentar lainnya," ...males buk nak nanyo-nanyo, galak dicampai bae...malah ujinyo kito dak baco buku, dak nenger waktu
195
diterangke, dicurigai dak masuk kuliah kemarennyo ". (malas bu, untuk bertanya, disepelekan saja oleh dosen, malah dikatakan kita tidak baca buku, tidak mendengar saat dijelaskan, dicurigai tidak masuk kuliah". Responden mahasiswa lainnya juga mengatakan, " kadang-kadang malas nak betanyo ke dosen buk, kamo la sudah capek nyatet. Dosen itu diktekan bae dari buku dio, jadi lebih baek diamken baelah, gek ujian kate k catatan ". Ungkapan -ungkapan yang disampaikan mahasiswa di atas, berisikan tentang alasan keengganan mereka untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan tanya jawab. Alasan mereka adalah, pertama, karena dosen tidak pernah memberikan kesempatan untuk bertanya selama perkuliahan. Kedua, karena mahasiswa trauma dengan sikap negatif guru terhadapnya (mencurigai tidak masuk kuliah, malas baca buku, atau juga dinilai pertanyaan yang diberikan tidak bermutu). Ketiga, mahasiswa trauma dengan uraian jawaban dosen yang selalu tidak memuaskan. Keempat, malas berpartisipasi karena sudah merasakan capek mencatat materi yang didektekan. Secara sederhana, dapat diuraikan bahwa alasan-alasan mahasiswa untuk cenderung tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran di kelas, khususnya dalam kegiatan tanya jawab disebabkan beberapa hal seperti yang dituangkan pada kalimat di atas. Umumnya, alasan ketidak aktifan tersebut disebabkan oleh pengaruh model pembelajaran yang diterapkan dosen, dan juga oleh bagaimana sikap berkomunikasi dan berinteraksi yang dilakukan dosen pada mahasiswanya. Saat ditanya apakah mereka
mencatat semua materi yang didektekan
dosen itu? Sambil tertawa sekelompok mahasiswa ini mengatakan, "...idak buk,
196
ecak-ecak bae. Si A itu buk, rajin nyatet, kami pinjam bae untuk di fotocopi". (tidak bu, pura-pura saja, si A yang rajin mencatat, kami tinggal pinjam dan fotocopi saja). Seperti yang diuraikan di atas bahwa peneliti menemukan dosen yang mendikte mahasiswa untuk catatan materi sejarah yang dipelajari. Dosen menjelaskan sebentar dan kemudian mendiktekan kembali. Sesekali menuliskan di papan tulis, kata yang tidak jelas. Sebagian mahasiswa mencatat sebagian lain sibuk dengan kegiatannya seperti buat sms dengan handphone nya, ngobrol ataupun ijin keluar tapi lama baru masuk kembali. Bahkan ada dosen hampir keseluruhan jam perkuliahannya diisi dengan kegiatan mencatat. Pasifnya mahasiswa dalam proses perkuliahan memang tidak semua disebabkan faktor dosen, strategi dan metode dalam perkuliahan, melainkan juga dari diri mahasiswa itu sendiri, karena ketidakmampuannya. Seorang mahasiswa terus terang mengatakan," ... takut buk, gek salah pertanyaanyo, gugup jugo gek diketawoi kawan.„pokoknya dak pe de lah, buk, kawan aku yang berani aktif diskusi masih galak dikatai samo yang lain", (takut bu, nanti salah pertanyaanya, juga gugup nanti ditertawai teman,...pokoknya tidak pe de (percaya diri) bu, kawan yang aktif, masih saja diejek sama yang lain). Jika itu atasan dari mereka yang pasif dalam kegiatan perkuliahan, berbeda dengan komentar responden
mahasiswa
yang
aktif
dalam
kegiatan
diskusi
seorang di
kelas
mengatakan,"... kadang-kadang buk, jadi malas nak betanyo atau ngrespon jawaban waktu diskusi. Serba salah...kadang karno dak katek kawan nak nartyo, aku nanyo ...kawan cak dak katek nak ngomentari, aku ngomentari, tapi kawan banyak ngomongi aku, ...aku terlalu sok pintar, kadang dosen jugo batasi aku,
197
padahal aku memang senang belajar tanya jawab, bedebat, diskusi...kadang buk, aku stress dengan sikap samo omongan kawan ". (.. .kadang-kadang bu, jadi malas untuk bertanya atau merespon jawaban waktu diskusi. Serba salah...kadang dikarenakan tidak ada yang bertanya atau memberi komentar saya bertanya, tetapi banyak teman yang mengatakan aku sok pintar, kadang dosen juga membatasi
Ungkapan
lain
yang didapat dari
mahasiswa untuk menjelaskan
ketidakaktifan mereka dalam pembelajaran, adalah juga datang dari diri mahasiswa tersebut. Diantara mereka merasa tidak percaya diri atas kemampuan komunikasinya, dan sebaliknya ada yang merasakan tidak mendapat respon positif dari teman sekelasnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kendala kemampuan mahasiswa untuk mengembangkan
ketrampilan
berpikir
kesejarahannya,
dipengaruhi
pada
bagaimana pengelolaan kelas yang dilakukan dosen. Tidak hanya pada pemilihan metode, dan tugas kepada mahasiswa, tetapi juga bagaimana kemampuan dosen membuat kondisi belajar yang mendorong mahasiswa berani menampilkan gagasan kritisnya.
7. Tugas/ Penilaian Tugas yang diberikan dosen untuk satu mata kuliahnya adalah beragam, misalnya membuat resume, makalah, mengerjakan soal-soal latihan, meriview isi buku,
198
mengumpulkan data dari media elektronik (TV), menganalisis peristiwa aktual, membuat peta dan melakukan studi lapangan. Walaupun biasanya setiap dosen memberikan tugas kuliah, tetapi responden mahasiswa di satu LPTK, menyatakan matakuliah SNI VII, sama sekali tidak
ada
tugas.
Dari
hasil
wawancara,
para
responden
mahasiswa
mengungkapkan bahwa tugas-tugas tersebut tidak pernah dikembalikan. Sebagian besar mereka sangat senang dengan tugas memberikan penjelasan hasil analisisnya atas suatu topik sejarah secara individu di depan kelas. Alasannya mereka akan termotivasi membaca buku, dan melatih kemampuan berbicara di depan orang lain. Kesempatan yang terkadang sulit didapat jika metode diskusi dilakukan. Para mahasiswa juga menyatakan kecewa, jika dosen yang memberikan tugas, saat dia
tidak masuk tetapi tidak memberikan penjelasan apapun
berikutnya atas tugas yang dikerjakan pada tatap muka berikutnya. Ditambahkan mereka bahwa tugas-tugas yang mereka kerjakan hanya sebagian yang mengarahkan mereka untuk melatih ketrampilan berpikir kritis, seperti dalam membuat tugas menganalisis isi bab/buku dan mempresentasikannya, memberikan interpretasi atas suatu peristiwa sejarah, dan membuat makalah. Mereka berpendapat lebih senang jika tugas yang mereka buat dipresentasikan atau dibicarakan hasilnya di kelas. 8. Hambatan serta Upaya perbaikan Proses Perkuliahan Sehubungan dengan kesulitan yang dihadapi responden dosen selama ini dalam mencapai tujuan mata kuliah yang diasuh adalah sebagian besar menjawab
199
hambatan datangnya dari para mahasiswa, sebagian lagi menyatakan dari kondisi lingkungan LPTK. Secara rinci dapat dijabarkan dalam tabel berikut. Tabel 4.7 Kesulitan Dosen dalam Mencapai Tujuan Mata Kuliah yang diasuh. Jawaban
Jumlah
Kurangnya keseriusan, minat mahasiswa dalam proses perkuliahan Mahasiswa malas membaca, dan kurang memiliki dana belajar Kurangnya tersedia sarana media, buku-buku sejarah yang aktual di perpustakaan dan dosen memiliki minim buku yang baru. Kurangnya dukungan dari pimpinan LPTK, mahasiswa "dimanja" dan posisi dosen sulit Lokasi kampus dan jadwal perkuliahan (malam) jumlah
7 (33.3%)
Dari jawaban responden dosen di angket,
bahwa
5 (23.8%) 4(19,1) 3(14,3%) 2 (9,5%) 21 (100%) untuk melatih
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa tahap tinggi, maka perlu ada upaya yang dilakukan dosen. Pada tabie 4,8 di
bawah ini akan
diurutkan jawaban responden dosen tentang upaya-upaya yang dimaksud dari yang paling paling banyak dituliskan hingga yang paling sedikit. Tabel 4.8 Pendapat Dosen agar Proses Perkuliahan dapat Mengembangkan Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Mahasiswa Rangking jawaban 1 2 3 4 5 6 7
Jawaban responden Menggunakan metode inquiry, diskusi dan pemberian tugas Studi lapangan Menumbuhkan minat mahasiswa untuk banyak membaca, mengevaluasi berbagai sumber Menugaskan mahasiswa meriview isi bab/buku dan mempresentas i kan Membahas masalah-masalah di luar ilmu sejarah dan kemudian dikaitkan dengan peristiwa sejarah Memberikan literatur dan menyiapkan sarana Mengajak mahasiswa mengikuti perkembangan dari kejadian penting dalam masyarakat.
200
Melihat
pendapat dosen
dimulainya suatu
perbaikan
tersebut merupakan
pembelajaran
sejarah
harapan yang
baik untuk
mengembangkan
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Setengah dari responden dosen menyatakan bahwa saat ini masih banyak kegagalan mahasiswa saat PPL atas pertanyaan kritis siswa, serta mahasiswa kurang mampu memilih, membuat dan menggunakan media. Hampir semua responden dosen (85%) sependapat bahwa kemampuan guru sejarah dan hasil belajar siswa di jenjang sekolah menengah secara tidak langsung, dan secara umum disebabkan
oleh pelaksanaan kurikulum dan proses perkuliahan yang
diterima calon guru saat di LPTK, sedangkan sebagian kecil responden lainnya (15%) menyatakan bahwa pengaruh tersebut tidak dominan melainkan disebabkan oleh faktor minat yang ada pada mahasiswa itu sendiri, dan kemauan untuk terus membaca buku. Selain faktor mahasiswa juga dipengaruhi oieh faktor yang ada di lingkungan orang tua mahasiswa dan sarana belajar yang tersedia. B. Tahap Pengembangan Model 1. Tahap Penyusonan JDraft Model Pembelajaran Model pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini didasari oleh temuan-temuan dari tahapan pertama dalam penelitian ini, yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Permasalahan pembelajaran dan komponenkomponen yang mempengaruhinya sebagai hasil temuan penelitian lapangan menjadi acuan untuk memetakan, menyeleksi model pembelajaran yang diperkirakan sesuai untuk dikembangkan. Dengan kata lain, model pembelajaran yang dikembangkan adalah solusi bagi masalah pembelajaran yang ditemukan.
201
Jika melihat profil dari raw input sistem pembelajaran sejarah di LPTK Kota Palembang, mahasiswa, yang sebagian besar memiliki sikap/pandangan positif terhadap pelajaran sejarah, terlihat dari alasan yang mereka nyatakan saat untuk memilih program studi pendidikan sejarah, dan tingkat kemandirian dengan kemampuan melakukan pendalaman materi secara individu/berkelompok, atas materi yang dianggap mereka kurang jeias diterimanya. Selain itu merekapun adalah mahasiswa pilihan, yang memiliki minat dan semangat belajar tinggi mengingat
sebagian
besar
mereka
datang
dari
berbagai
daerah
kabupaten/kecamatan di luar kota Palembang. Serta mereka telah berhasil lulus dari tes masuk perguruan tinggi, bahkan sebagian dari mereka juga adalah guru SD atau guru IPS di sekolah menengah. Sementara itu, dari sisi instrumental input, walaupun sebagian besar dosen pendidikan sejarah belum memiliki jenjang pendidikan S 2, tetapi pengalaman yang cukup lama mengajar merupakan suatu hal yang mendukung untuk melakukan pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini. Unsur lain yang menunjang dari para dosen adalah menyadari sepenuhnya akan perlunya perbaikan dalam perkuliahan yang dilakukan. Hal lain yang menunjang dari sisi environmental input, untuk dilakukan inovasi model pembelajaran di LPTK kota Palembang adalah adanya sekolah mitra (SMP/SMA) dan lingkungan masyarakat, serta pemerintah kota Palembang sangat mendukung kegiatan pembelajaran sejarah dan selalu memberikan kritik/saran bagi kemajuan pendidikan sejarah dalam berbagai pertemuan ilmiah.
202
Mengingat alumni di tiga LPTK inilah yang mengisi posisi guru sejarah di Kota Palembang dan Propinsi Sumatra Selatan. Sehubungan dengan metode pembelajaran, dalam pengembangan model pembelajaran, akan tetap dipertahankan metode diskusi, tanya jawab, dan mempresentasi hasil keija, dan akan menambahkan dengan metode inquiry dan keija kelompok. Ha! ini sesuai dengan hasil temuan lapangan pada dosen dan mahasiswa. Dari temuan pra survey ini ditemukan juga hal-hal yang kurang mendukung dan perlu untuk dipikirkan dalam upaya melakukan pengembangan pembelajaran berpikir kesejarahan, seperti; •
Adanya kesalahpahaman antara dosen dan mahasiswa terkait dengan tingkat partisipasi dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. Menurut sebagian besar mahasiswa, mereka
cenderung menjadi tidak
aktif di dalam perkuliahan, hal ini
disebabkan oleh bagaimana model
perkuliahan yang diterapkan dosen,
metode yang digunakan, juga dari
sikap dosen terhadap mahasiswa. Metode yang tidak "menantang" (ceramah dan dikte
isi
buku) mahasiswa untuk mengembangkan
ketrampilan berpikirnya, perkuliahan cenderung berpusat kepada dosen. Mahasiswa sebagai pendengar,dan pencatat dari materi yang telah "dipilih" dosen. Selain itu, sikap dosen yang dirasakan mahasiswa tidak menempatkan mereka sebagai insan akademik (ilmiah) atau juga manusia dewasa, baik melalui ucapan ataupun sikap dosen terhadap mereka, Hal ini turut dirasakan mereka mempengaruhi motivasi untuk aktif dalam proses
203
pembelajaran. Akibatnya tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan mereka tidak "terlihat" oleh para dosen Sebaliknya, menurut dosen, mahasiswa tidak memiliki semangat belajar, dan berkompetisi, dan kurang memiliki ketrampilan berpikir kesejarahan tingkat tinggi dikarenakan membaca
yang
disebabkan
oleh
tidak
tersedianya
malas
sarana/media
pembelajaran yang memadai untuk tingkat perguruan tinggi serta lokasi perkuliahan disatu LPTK yang cukup jauh sehingga dianggap telah menyedot sebagian energi mahasiswa untuk belajar. Selain itu adanya anggapan dosen, bahwa mahasiswa adalah calon guru sejarah, jadi tidak perlu kajian buku yang banyak atau dengan materi sejarah yang dalam. Kondisi ini menjadi dasar pemikiran pula untuk mengembangkan model pembelajaran
berpikir
kesejarahan,
yang
dapat
menjembati
kesalahpahaman tersebut. Melalui pemilihan pendekatan yang mengajak mahasiswa tidak hanya meningkat ketrampilan berpikir kesejarahan dan aktif, tetapi juga meningkatkan kinerja dosen. •
Hal yang paling mendasar menjadi masalah dalam pengembangan model ini, yaitu pengadaan sumber primer/sekunder dan media pembelajaran. Sehingga sangat diperlukan pengadaan sumber dan media tersebut melalui kerjasama dengan para dosen sejarah di tiga LPTK tersebut. Berdasarkan temuan lapangan, dan telaah pada kajian kepustakaan;
landasan teori belajar serta kajian-kajian terhadap sejarah
juga
strategi/model
pembelajaran
ketrampilan berpikir kesejarahan,
sejarah
konsep, tujuan pelajaran dalam
pengembangan
maka disusunlah satu draft awal model
204
pembelajaran berpikir kesejarahan yang didasarkan pada langkah-langkah pendekatan holistik (Holistic approach in teaching thinking) dalam pengajaran berpikir yang dikemukakan oleh Hans Vincent Ruggerio (1988). Pendekatan ini memiliki 5 langkah, yaitu exploration, expression, investigation, ideaproduction dan
evaluation/refinement.
Kemudian
dipadukan
dengan
kerangka
konstrukstivisme dan berbagai teori dan hasil penelitian tentang pembelajaran sejarah, khususnya dan umumnya dalam pembelajaran IPS. Setelah dilakukan diskusi/pembahasan dengan para pakar, pembimbing penelitian dan dosen pendidikan sejarah, akhirnya disusunlah draft desain model pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan. Pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir ini, juga telah diteliti dan dicobakan untuk pengembangan ketrampilan berpikir yang membuktikan hasil yang positif (Morrison, 2002 dan Purwadhi, 2002). Belum ditemukan tulisan, yang menerangkan pendekatan ini telah digunakan untuk pelajaran sejarah dalam mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan. Sebelum dilakukan kegiatan uji coba draft model oleh dosen,
maka
dilakukan sosialisasi terbatas, yaitu hanya pada dosen yang mengajar mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia dari setiap LPTK pada awal semester genab 2004/2005. Jumlah dosen yang mengikuti kegiatan tersebut 10 orang, terdiri dari 5 orang dosen Unsri, 3 orang dosen Universitas PGRI dan 2 orang dosen Universitas Muhammadiyah. Pada awalnya, sebagian dosen meragukan penggunaan model ini dalam perkuliahan bagi mahasiswa sejarah, karena target yang diinginkan terlalu tinggi.
205
Seperti diungkapkan salah satu dosen Unsri (ibu R)," Apa mungkin bisa tercapai target untuk ketrampilan berpikir kesejarahan seperti dalam butir-butimya, mahasiswa kita tidak pintar
cobalah lihat dari setiap keias hanya sedikit yang
punya kemampuan nalar yang tinggi". Hal senada juga dari beberapa dosen lain, tentang kemungkinan mahasiswa tidak mampu mengikuti model ini, dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu ada juga yang mengkuatirkan tidak terkejarnya target materi dalam silabus, karena draft model sepertinya memakan waktu banyak. Kemudian, kekuatiran akan tidak tersedianya sumber primer, dan juga sarana belajar yang kurang mendukung di lembaga, sehingga sulit model ini dilaksanakan. Setelah diberi penjelasan kembali mereka akhirnya dapat menerima, dan mau
mencoba
untuk mengembangkannya sesuat
dengan
lingkungan dan
kurikulum LPTK, khususnya di program pendidikan sejarah. Penjelasan yang diberikan kepada mereka bahwa dalam model ini, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan yang selama ini dilakukan dalam proses perkuliahan, terutama bagi dosen yang pernah mengajar dengan menggunakan metode inquiry, diskusi, Tanya jawab dan keija kelompok. Model ini juga, sudah digunakan di jenjang sekolah menengah dan mahasiswa di negara lain, dan mereka bisa. Apalagi terkait dengan penerapan kurikulum 2004, LPTK juga dituntut untuk memberikan bekal kompetensi berpikir kesejarahan kepada calon guru sejarah. Mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia, rata-rata diberikan dalam 3 sks, bahkan di universitas Muhammadiah dalam 4 sks. Sehingga kemungkinan target materi akan dapat dicapai. Di setiap tahapan implementasi model, mahasiswa
206
diberi kesempatan melakukan analisis kritis dengan menggunakan alat Lembar Kerja Analisis (LICA), dan bersama-sama dengan temannya mereka
akan
mendapatkan
kesempatan
mencari
dalam kelompok
data/informasi,
serta
mengemukakan ide, analisis terhadap sumber primer yang diberikan. Selain itu model
ini
juga
memberikan
kesempatan
mahasiswa
mengemukakan
ide/ana! isis/interpretasinya secara divergen, dalam langkah produk ide, dan secara bersama-sama melakukan evaluasi dan penyempurnaan hasil temuan kelompok. Sementara itu, para dosen yang mengikuti sosialisasi konsep model pembelajaran ini memberikan respon positif dan menaruh harapan besar terhadap model ini. Salah satu ungkapan dari pak S, dari universitas PGRI,"... wah lebih enak dong kalo begini mengajarnya,...kita tidak akan capek ngomong terus, mahasiswa yang aktif.. ..jadi tidak bosan juga mahasiswa belajar, apalagi ....terus terang aku sebenarnya malas mengajar Sejarah Nasional Indonesia, sebab materinyo sudah basi...". Hal yang senada juga dinyatakan oleh beberapa dosen lain, (Bpk A. Ibu Nly, ibu fs) bahwa model ini memberikan keaktifan mahasiswa lebih besar, tidak cuma 3 D (duduk-dengar-diam), dan membawa mahasiswa kesuasana lingkungan keija sejarawan. Namun
semula
sebagian
besar
dosen
sangat
meragukan
untuk
mendapatkan sumber primer dari setiap topik materi yang diajarkan. Setelah diinformasikan bahwa dengan menggunakan buku-buku sekunder, autobiografi, peta-peta sejarah yang sudah ada dapat digunakan, atau membuka internet atau juga menghubungi arsip nasional, dan perpustakaan nasional, maka akan dengan mudah mendapatkan sumber primer yang diinginkan dengan biaya yang murah.
i
v'-'
-;
• .*» -
.
Bahkan saat ini program Kantor Arsip Nasional untuk menspsifclts^l^y'" J arsip sejarah dalam pembelajaran sejarah di sekolah, dengan memberikarvC!&
r.
CD gratis yang berisi naskah, film dokumenter peristiwa sejarah pada sekolah^ ~~ sekolah.
Akhirnya mereka menjadi lebih merasa yakin untuk mencoba model
yang dirancang ini. Adapun draft model rancangan yang akan dikembangkan, seperti pada bagan di bawah ini. DRAFT DESAIN MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR KESEJARAHAN DISAIN I. Tujuan : Ketrampilan berpikir kesejarahan 2. Materi: dikembangkan konsep waktu, tempat, diakronik dan sinkronik serta multiperspektif. 3. Prosedur: kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Hoiistik dalam pengajaran berpikir, melalui lima tahapan yaitu: eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi/penyempurnaan 4. Media/sumber: menggunakan (primary/secandary sourccs) 5. Evaluasi: evaluasi proses dan hasil belajar IMPLEMENTASI 1.
2. 3.
4. 5.
Eksplorasi : mengkondisikan rasa ingin tahu mahasiswa, melalui buku teks sejarah dan lembar keija fakta dan pendapa! sejarah dan diarahkan melalui pertanyaan-pertanyaan. Ekspresi: mengarahkan mhs mendapatkan esensi dari masalah yang ada dalam peristiwa sejarah, Investigasi: memfasilitasi dan membimbing mahasiswa mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti sejarah yang terkait dengan masalah (peristiwa sejarah) dengan mencari berbagai sumber untuk memecahkan masalah, yang ada dalam dokumen sejarah Produk Ide: membimbing dan memandu mhs dalam menuangkan ideidenya melalui hasil analisis kritisnya terhadap dokumen sejarah yang ada. Sebagai kesimpulan sementara Evaluasi dan Penyempurnaan: kegiatan menguji, menilai dan menyempurnakan hasil kesimpulan sementara yang telah dibuat
EVALUASI Evaluasi Proses: Keaktifan mahasiswa dan ketrampilan berpikir kesejarahan (observasi) 2. Evaluasi Hasil: pasca tes (esay) dan angket evaluasi diri Bagan 4.4 Draft Desain Model Pembelajaran 1.
,4','! //
208
Draft model yang disusun, seperti halnya model pembelajaran lain, terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: perencanaan (desain), implementasi (proses pembelajaran) dan evaluasi. Secara umum bentuk rancangan awal dari perencanaan model pembelajaran berpikir kesejarahan, yaitu:
r Ketrampilan berpikir kesejarahan (secara
n TPK
?
r T opik M ateri
keseluruhan pada lima aspek berpikir kesejarahan, dengan konsep waktu dan tempat, sikronik dan diakronik)
^
J
Mengembangkan materi pembelajaran dengan konsep waktu/tempat, diakronik - sinkronik, serta multi perspektif Jf Skenario kegiatan pembelajaran melalui lima tahapan yaitu: eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi/penyempurnaan
J media dan sumber belajar (primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan, sebagai alat perangsang ketrampilan berpikir kesejarahan
Menetapkan alat, jenis dan prosedur evaluasi Proses: pengamatan keaktifan dan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa (observasi) Hasil : Tes tertulis-essay
J Bagan 4.5. Desain awal Perencanaan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
209
Rancangan awal implementasi model pembelajaran berpikir kesejarahan, disusun dengan menggunakan pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir yang terdiri dari lima langkah yaitu eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi/penyempurnaan. Desain awal tersebut, dapat dilihat pada bagan 4.6 di bawah ini. Dosen mendorong rasa ingin tahu mahasiswa. Mahasiswa mengidentifikasi, analisis, mengamati apa, mengapa muncul masalah seperti ini tidak seperti itu dan apa akibatnya
Dosen mengarahkan mhs mendapatkan esensi dari masalah yang ada dalam kajian sejarah, terkait dengan topik bahasan. Mahasiswa menyatakan pemikiran , bagaimana masalah ini terjadi dan apa esensinya
o
Dosen memfasilitasi dan membimbing mhs mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti sejarah yang terkait dengan masalah (peristiwa sejarah dengan mencari berbagai sumber untuk memecahkan masaiah/merekstruksi „
V f
_ Dosen membimbing dan memandu mhs dalam menuangkan ide-idenya melajui hasil analisis kritisnya terhdp dokumen sejarah. Sebagai kesimpulan sementara.
[ \
J
Secara bersama mhs dan dosen menguji, menilai dan
menyempurnakan hasil kesimpulan — Bagan 4.6 Desain awal Implementasi Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
210
Bentuk rancangan awal model evaluasi pembelajaran berpikir kesejarahan disusun dengan sasaran agar mampu melihat kondisi motivasi, keaktifan serta tingkat
ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa yang mencakupi
lima
bagian, yaitu: 1. Chrortological Thinking (berpikir kronologis) 2. Hislorical Comprehension (pemahaman kesejarahan) 3. Hislorical Analysis andInterpretation (kemampuan analsis dan interpretasi kesejarahan) 4. Hislorical Research Capabilities (kemampuan penelitian kesejarahan) 5. Hislorical Issues-Anaiysis and Decision Malang (kemampuan analisis isu kesejarahan dan pengambilan keputusan) Secara umum rancangan evaluasi tersebut dapat dilihat pada bagan 4.4 di bawah ini Evaluasi Prosedur
Dilakukan secara terus menerus dalam kegiatan pembelajaran, terhadap dosen dan mahasiswa
meliputi: • Keaktifan mahasiswa • Ketrampilan berpikir kesejarahan: 1 .Chronologicai Thinking l^Historical Comprehension 3 „ Hislorical Analysis and Interpretation 4. .Hislorical Research Capabilities 5. Hislorical IssuesAnaiysis and Decision Malang
Bagan 4.7 Desain awal Model evaluasi pembelajaran berpikir kesejarahan
Alat/teknik Pedoman observasi Evaluasi diri (graphic rating Scale) Tes-esay (post-test)
Observasi wawancara
211
2.Tahap Uji Coba Model Setelah terdapat keinginan yang sama antara peneliti dan para dosen sejarah di tiga LPTK di Kota Palembang untuk mengembangkan model ini, maka dilakukan ujicoba terbatas dan meluas. Para dosen sejarah yang mengikuti sosialisasi
memberikan
komitmen
berpartisipasi
pada
kegiatan
ujicoba
pengembangan model. Atas saran mereka dan kesanggupan untuk terlibat, maka disepakati ada tujuh topik bahasan yang dikembangkan untuk ujicoba model, yaitu; Penjajahan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan, Pengakuan Kedaulatan KMB, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, G 30 S PKI dan Peristiwa mempertahankan kemerdekaan - perang dan diplomasi. Topik ini diambil karena merupakan bagian dari materi di Sejarah Nasional Indonesia, Sejarah Indonesia Baru yang diajarkan di semester genab dan ganjil. Penelitian pada tahap kedua ini dengan menggunakan penelitian tindakan (aetion research) dalam upaya mendapatkan model pembelajaran berpikir kesejarahan yang sesuai dengan setting situasi kondisi di tiga LPTK kota Palembang. Seperti diuraikan dalam bab sebelumnya, dalam penelitian tindakan ini menggunakan langkah langkah perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang kemudian menjadi suatu rekomendasi bagi perencanaan berikut pada siklus uji coba berikutnya. Analisis data dilakukan dalam metode kualitatif (selama ujicoba berlangsung), dan kuantitatif (hasil post test dan angket evaluasi diri). Analisis kuantitatif dilakukan hanya untuk melihat kecendrungan, gambaran peningkatan mahasiswa.
ataupun
penurunan tingkat
ketrampilan
berpikir kesejarahan
212
Penetapan alokasi waktu kegiatan uji coba terbatas dilaksanakan di semester ganjil. Mahasiswa yang dapat dijadikan subjek penelitian adalah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah SNI
I hingga SNI VII. Mengingat
perkembangan diskusi dalam kegiatan sosialisasi terbatas dengan para dosen sejarah, tentang kelancaran ujicoba terbatas dari draft model pembelajaran ini, khususnya untuk tujuan peningkatan
ketrampilan berpikir kesejarahan kepada
mahasiswa, dianggap cukup tinggi dan sulit dicapai mahasiswa, serta masukan dari pakar/pembimbing, maka dipilihlah mahasiswa semester VII Universitas Sriwijaya untuk uji coba terbatas. Untuk tahap uji coba diperluas dilaksanakan pada mahasiswa semester VI. Tahap uji coba model dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap uji coba terbatas dan uji coba meluas. Tahap ujicoba terbatas dilakukan tiga kali pertemuan di satu lokasi penelitian, sedangkan uji coba meluas di tiga perguruan tinggi di Kota Palembang. Pada dasarnya tahap uji coba model (terbatas dan meluas) ini ditujukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan draft model pembelajaran yang telah disusun, sehingga
menghasilkan
model pembelajaran yang efektif
dalam
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan bagi mahasiswa. Pelaksanaan ujicoba mode! dilakukan secara berkesinambungan, dengan menerapkan penelitian tindakan kelas.
Setelah rancangan pembelajaran
disiapkan, maka dilaksanakan penerapan model di kelas, kemudian selama pelaksanaan dilakukan observasi, serta berikutnya secara bersama antara dosen dan peneliti melakukan refleksi dan diskusi untuk evaluasi dan penyusunan kembali rancangann ujicoba berikutnya. Dengan kata lain, setelah dilaksanakan
213
ujicoba pertama, maka dilakukan evaluasi dan penyempurnaan desain oleh dosen bersama peneliti untuk topik bahasan pada uji coba kedua, begitu seterusnya sehingga sampai pada uji coba ke lima. Penghentian kegiatan uji coba model bukan berdasarkan kepada banyaknya jumlah pelaksanaan uji coba, tetapi lebih disebabkan oleh hasil yang didapat dari uji coba. Setelah didapat bahwa hasil uji coba optimal dan konsisten, maka kegiatan uji coba bisa dihentikan. 2.1. Kegiatan Uji Coba Terbatas Pertama (UC I) a. Perencanaan Pembelajaran Topik bahasan yang dirancang untuk diajarkan pada uji coba terbatas pertama ini ialah Pendudukan Jepang. Rancangan perencanaan pembelajaran yang digunakan dalam ujicoba tahap 1 sesuai dengan model awal yang telah ditentukan, terdiri dari lima komponen perencanaan pembelajaran, yaitu tujuan, topik bahasan/materi,
kegiatan belajar mengajar, alat/media dan sumber, serta
komponen evaluasi. Pada kegiatan ujicoba pertama, mahasiswa
beijumlah 23
orang. Pada komponen tujuan, dirumuskan
tentang tingkah laku/tujuan yang
harus dicapai mahasiswa setelah proses pembelajaran. Perumusan tujuan disesuaikan dengan materi, dan ketrampilan berpikir kesejarahan.
Komponen
topik/materi, diambil dari kurikulum pendidikan sejarah. Komponen kegiatan belajar mengajar, berisi tentang kegiatan dosen dan mahasiswa dengan penggunaan pendekatan hofistik, yang terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi. Pada komponen alat/media dan sumber, yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti lembar
214
kerja fakta dan pendapat, lembar keija analisis fhoto, gambar/gambar sumber primer sejarah pada masa pendudukan Jepang. Di komponen evaluasi, berisi tentang alat untuk memperoleh data tentang kemampuan mahasiswa mengikuti pembelajaran, khususnya ketrampilan berpikir kesejarahannya, b. Pelaksanaan Pembelajaran Pada awal pertemuan, dosen menyatakan tujuan perkuliahan dan topik yang akan dipelajari hari ini, yaitu penjajahan Jepang. Kemudian sebagai kegiatan eksplorasi,
dosen
menyuruh
mahasiswa
membaca,
menganalisis
dan
menginterpretasi isi buku sumber dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh dosen secara tertulis di papan tulis. Adapun pertanyaan tersebut, antara lain sebagai berikut: Sudah berapa lama peristiwa sejarah tersebut teijadi? Bagaimana isi ringkasan peristiwa sejarah dalam
topik bahasan hari ini?
Berdasarkan kajiannya, termasuk pada jenis sejarah apakah peristiwa sejarah ini? Apakah penulis buku ini telah bersikap adil dalam menceritakan tokoh/kelompok dalam peristiwa tersebut? Mengapa? Masih adakah kemungkinan
bukti-bukti
sejarah yang belum disampaikan penulis buku tersebut? Jika ada seperti apa?. Saat mahasiswa bekerja, dosen mengerjakan melakukan absensi, dan kemudian secara bergilir melihat pelaksanaan kerja mahasiswa. Setelah dianggap dosen cukup, dosen melanjutkan memberikan tugas secara kembali menganalisis/
menginterpretasi,
isi
kelompok mahasiswa
buku sumber dipandu dengan
lembaran fact and opinion untuk membedakan antara fakta sejarah dan pendapat/interpretasi sejarah di dalam bacaan tersebut kemudian dituangkan dalam lembaran kerja (fakta dan pendapat) fact and opinion.
215
Berikutnya pada tahap ekspresi, dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan hasil jawaban dan kerja kelompok secara klasikal. Dosen hanya memberikan kesempatan dua kelompok dari lima kelompok yang dibentuk lalu dilanjutkan dengan penjelasan sejarah Jepang oleh dosen. Kemudian untuk kegiatan investigasi dosen kembali meminta mahasiswa membagi diri ke dalam 5 kelompok, dan membagikan fhoto-fhoto/ yang terkait dengan topik bahasan. Setiap kelompok mendapat satu dokumen dan satu lembar keija analisis fhoto. Kemudian kelompok diminta untuk mengamati apa yang ada di dalam dokumen tersebut. Dosen kemudian duduk dimejanya, sambil memeriksa
makalah-makalah yang dikumpulkan mahasiswa, lalu berkata,"
...cepat kerjanya ya, nanti setengah jam lagi, masing-masing kelompok tampil ke depan, kita diskusi...". Kesibukan mahasiswa dalam kelompok terlihat, tetapi tampak sebagian besar mereka belum mengerti apa yang dilakukan. Mahasiswa sibuk mempertanyakan apa yang diamati dalam gambar sesama mereka anggota kelompok, merekapun berdebat dalam menentukan
kesimpulan sementara
kelompok yang dipandu oleh lembar keija analisis. Namun kerja mereka diminta stop oleh dosen dengan alasan waktu yang diberikan sudah melebihi 30 menit, bahkan 45 menit. Para mahasiswa protes dengan mimik muka tidak puas, dan berkata,"...belum sudah bu...belum diisi LKAnya". Merekapun cenderung tidak berantusias untuk tampil ke depan menyampaikan temuan mereka. Hal ini terlihat dari sikap "lempar-lemparan" menunjuk wakil kelompok ke depan. Dosen mengatasi hal tersebut dengan mengatakan," ayo cepat, masing-masing kelompok
216
dua orang, secara panel saja biar lebih cepat.....ayo cepat ke depan, apa adanya saja yang ditemukan...". Pada tahapan produk ide, masing-masing kelompok secara bergilir dalam diskusi panel, menyampaikan hasil analisis mereka terhadap dokumen mereka. Walaupun kelima kelompok telah mendapat kesempatan mengungkapkan hasil kesimpulan sementara
mereka. Kegiatan evaluasi/penyempurnaan sebagai
langkah akhir model ini tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Hanya dua kelompok yang bisa dikritisi, di evaluasi oleh dua orang mahasiswa. Dosen tidak memperhatikan keinginan beberapa mahasiswa yang menunjukan jari tangannya untuk ikut memberikan evaluasinya atas karya kelompok yang tampil. Kegiatan penyempurnaan juga tidak bisa dilakukan dengan melibatkan mahasiswa, sebaliknya dosenlah yang kemudian merumuskan kesimpulannya karena waktu tidak mencukupi. Kemudian dosen memberikan tes akhir pembelajaran yang dikerjakan di rumah, bersama dengan angket lembaran evaluasi diri. c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Sebelum dilakukan putaran ujicoba kedua, dosen dan peneliti melakukan pertemuan, untuk mendiskusikan temuan selama ujicoba pertama. Peneliti menyampaikan hasil observasi, dan dosen menyampaikan kesulitan yang dirasakan dalam melaksanakan pembelajaran. Dari hasil observasi, peneliti menemukan bahwa secara umum, langkahlangkah dalam kegiatan pembelajaran ini, dijalankan dengan secara kaku dan tergesa-gesa, sehingga belum terlihat pembelajaran yang menyenangkan bagi mahasiswa. Mahasiswa terlihat sibuk, tetapi tidak menuntaskan pekeijaannya, dan
217
memberikan kepuasan terhadap hasil keijanya, dikarenakan tidak dinilai hasilnya. Sebagian besar mahasiswa terlihat kecewa karena tidak mendapat kesempatan untuk menyampaikan produk ide dan evaluasinya atas hasil investigasi temannya dari kelompok yang berbeda. Walaupun demikian, sebagian sudah terlihat langkah-langkah yang dijalankan dalam pembelajaran ini, yang mengarahkan mahasiswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran. Melalui hasil keija mahasiswa di lembar fakta dan pendapat sejarah, dan lembar ketja analisis fhoto, sudah terlihat
ketrampilan
berpikir
kesejarahan
mahasiswa.
Dalam
proses
pembelajaranpun, sudah tampak khususnya saat tahap investigasi dan produk ide. Mahasiswa mencoba memberikan pemahaman dan aalisisnya terhadap dokumen sejarah. Ungkapan-ungkapan seperti,"... mengapa seperti itu? ...kalau betul itu ...mengapa tidak terlihat., menurut saya itu bukan akibat penjajahan Jepang, karena orangnya bukan orang Indonesia,..siapa yang buat dokumen itu...apa buktinya?..." terdengar selama tahapan tersebut. Walaupun masih terlihat adanya beberapa mahasiswa yang kebingungan apa yang harus dikenakannya, sehingga hanya diam dan bercakap-cakap dengan teman di dekatnya sambil (pura-pura?) membolak-balik buku sejarah. Pada tahap eksplorasi, terlihat pekerjaan yang menumpuk pada mahasiswa dalam melakukan pencarian jawaban dan pengisian lembar fakta dan pendapat sejarah. Mahasiswa tampak bingung dalam melakukan tugas yang disuruh untuk dikeijakan pada tahap ini. Namun, diskusi antar mahasiswa dalam kelompok serta upaya lain, seperti membaca dari beberapa buku, sangat kental terlihat Pada tahap, ekspresi, masih terdapat mahasiswa yang belum mampu untuk tampil
218
percaya diri memberikan hasil pikirannya ataupun kelompoknya. Saat ditanya, hal ini disebabkan belum selesainya pekeijaan yang dilakukan, disebabkan waktunya terbatas sekali. Proses interaksi hanya terjadi dari dosen ke mahasiswa. Belum diberikan kesempatan mahasiswa untuk menilai ungkapan dari temannya. Saat di tahap investigasi, mahasiswa sangat antusias mencoba memberikan interpretasi mereka terhadap dokumen sejarah, sehingga terjadi diskusi, sayang dikarenakan waktu dan sumber bacaan yang terbatas dibawa ke dalam kelas, maka kegiatan investigasi data belum baik. Di dalam tahapan produk ide, tidak tampak jelas hasil ide, gagasan, elaborasi mahasiswa, dikarenakan hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa menyampaikan hasil kelompoknya, dan sebagian kecil juga mahasiswa yang memberikan kritik, evaluasi terhadap gagasan temannya. Selain dibatasi waktu, tahapan ini juga belum memberikan kesempatan mahasiswa untuk menyampaikan gagasan, kritik, penilaian atas suatu hasil gagasan, produk ide temannya. Kegiatan dosen, yang cenderung "melepaskan" kerja pembelajaran ke pihak mahasiswa, belum sepenuhnya berperan sebagai fasilitator. Tahapan penyempurnaan, belum dilakukan mahasiswa, tetapi hanya oleh dosen sendiri. Dosen yang menjadi pelaksana pada ujicoba terbatas ini, juga memberikan masukan, seperti; perlu adanya waktu yang memberikan informasi/petunjuk kepada mahasiswa untuk mengikuti langkah-langkah dalam pembelajaran ini. Selain itu buku-buku sumber sebagai bahan untuk melakukan investigasi diperbanyak, atau jika memungkinkan perpustakaan) saja. Waktu
dilakukan di ruang baca (ruang
150 menit untuk satu pokok bahasan, tidak
219
memberikan kenyamanan bagi dosen melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah dalam pembelajaran.
Masukan ini juga disampaikan
oleh mahasiswa, bahwa mereka mengeijakan tahap investigasi dan produk ide sangat terbatas dalam penyediaan buku-buku sumber dan waktupun yang terbatas sekali. Mahasiswa juga mengeluhkan, adanya teman-temannya yang mendominasi dalam kegiatan produk ide. Dari masukan dosen dan dipadukan dengan hasil observasi, maka penelitidan dosen
menyepakati
bahwa model yang diujicobakan pada tahap
pertama ini, belum bisa dijadikan model yang diinginkan sesuai dengan tujuan penelitian. Maka peneliti dan dosen menyepakati
rekomendasi-rekomendasi
untuk perbaikan model, yang akan di ujicobakan pada putaran kedua. Adapun rekomendasi tersebut adalah; "
Langkah eksplorasi: dosen lebih optimal dalam mendorong mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah, mengamati dan menanyakan soal yang terkait dengan topik. Lembaran fakta dan pendapat sejarah, diberikan secara individu, dan cukup hanya mengisi dua butir fakta sejarah dan dua pendapat sejarah dari buku yang dipilih mahasiswa.
•
Langkah Ekspresi: Dosen harus memunculkan langkah ini, dengan mendorong mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan hasil eksplorasi yang dilakukannya. Kemudian diberikan juga kesempatan kepada mahasiswa untuk menilai ungkapan, ekspresi temannya. Jadi di tahap ini kegiatan evaluasi juga dilakukan.
220
Langkah investigasi, harus dibarengi dengan kegiatan study pustaka atau mencari sumber lain. Oleh karena perlu ketersediaan buku yang lebih (perpustakaan) dan bila diperlukan mencari data melalui sumber lain, seperti dari internet agar informasi yang diperlukan untuk merekonstruksi, menganalisis, menyimpulkan isi yang terkait dengan dokumen tersebut lebih luas dan dalam. Langkah Produk Ide : langkah ini harus dimunculkan dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menunjukan hasil pemikirannya dan kelompoknya. Kegiatan evaluasi juga dilakukan pada tahap ini, agar mahasiswa secara langsung dapat menilai produk ide kelompok lain atas kerja investigasinya. Langkah evaluasi/penyempurnaan: Pada tahap ini, dilakukan hanya kegiatan penyempurnaan saja terhadap hasil kesimpulan sementara yang disampaikan di tahap sebelumnya. Kemudian perlu dilakukan sesuai dengan rancangan pembelajaran, dengan melibatkan mahasiswa dalam membuat penyempurnaan/kesimpulan. waktu yang tidak sesuai dengan langkah-langkah dalam draft model untuk dilakukan dalam
satu kali pertemuan
(3
sks), selanjutnya perlu
diperhatikan untuk dilakukan dua kali pertemuan untuk satu topik bahasan. Diperlukan eksplorasi.
adanya tahapan
orientasi
sebelum
masuk
pada tahap
221
•
Tahapan kegiatan pembelajaran mengalami penyesuaian, yaitu terdiri dari, orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, investigasi, produk ide, evaluasi, penyempurnaan.
2.2. Kegiatan Ujicoba Terbatas Kedua (UC 2) a. Perencanaan Pembelajaran Seperti telah digambarkan di atas, adanya rekomendasi perbaikan pada uji coba kedua dalam waktu tatap muka (2 x 150 menit), dan perubahan dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dijalankan. Walaupun demikian komponen perencanaan pembelajaran pada tahap ujicoba kedua ini, tidak berbeda dengan ujicoba pertama. Hanya di Komponen KB M, dilakukan dengan enam tahapan, yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, investigasi,
produk
ide/evaluasi dan terakhir penyempurnaan. Topik bahasan pada ujicoba terbatas kedua ini adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. b. Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap orientasi, guru tidak hanya memberikan penjelasan tentang topik bahasan hari ini, juga memberikan penjelasan agenda keija yang akan dilakukan oleh mahasiswa, serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang perlu dicapai oleh mahasiswa setelah selesai perkuliahan nantinya. Pada tahap eksplorasi,
dosen membawa mahasiswa kepada kegiatan
menggali pemahamannya terhadap topik bahasan dengan alat pertanyaan, buku teks sejarah, dan lembar keija fakta dan pendapat sejarah. Pada tahap ekspresi/evaluasi, sebagian besar mahasiswa sudah mampu menggunakan waktu untuk mengekspresikan temuan mereka. Di tahap ini
222
sekaligus dilakukan evaluasi, terhadap hasil ekspresi yang disampaikan. Walaupun masih terkesan interaksi, berlangsung antara dosen ke mahasiswa, dan belum optimal tejjadi interaksi mahasiswa ke dosen, mahasiswa ke mahasiswa. Pada tahap investigasi,
mahasiswa dibagi dalam enam kelompok
diberikan gambar dan dokumen primer sejarah yang berbeda beserta lembar keija analisis dokumen dan fhoto. Pelaksanaan tahap investigasi diarahkan dilakukan di ruang baca perpustakaan, ataupun melalui sumber lain. Pada tahap produk ide, tidak seperti saat ujicoba pertama, yang dilakukan secara panel. Maka di ujicoba kedua, dosen memfasilitasi setiap kelompok untuk menyampaikan hasil investigasinya secara bergiliran.Setiap
kelompok secara
bergiliran, menyampaikan hasil inversitigasi mereka terhadap suatu dokumen sejarah, dan menayangkan nya melalui OHP. Di saat itu juga, kelompok tersebut mendapatkan evaluasi dari mahasiswa lain dan dosen, serta membuat kesimpulan sementara. Di tahap penyempurnaan, dosen memberikan arahan dan kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan penyempurnaan dari kesimpulan sementara yang diberikan temannya, dalam bentuk penguatan/kesimpulan akhir dari topik bahasan hari ini.
Dosen menunjuk dua mahasiswa untuk tugas ini, kemudian
dilanjutkan oleh dosen. c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Kegiatan Pada ujicoba terbatas kedua ini, dilihat dari catatan observasi, secara umum aktivitas mahasiswa sudah tinggi, pelaksanaan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sudah dapat dijalankan dosen walau masih ada sedikit kekakuan
saat proses pengalihan langkah-langkah pembelajaran. Ketrampilan bei^il kesejarahan mahasiswa, yang terlihat dari hasil lembar keija fakta dan p e r t ^ a ^ ^ ^ ^ . ^ sejarah, lembar keija analsis dokumen dan fhoto serta dari ungkapan pendapat, saat pembelajaran berlangsung sudah lebih baik. Para mahasiswa sudah "tergelitik" untuk bergabung dan aktif dalam memberikan hasil interpretasi dan analisisnya. Sebagai contoh, pada saat kelompok pertama menunjukkan poster "DEKATI MERDEKA", diskusi berlangsung hangat dalam melihat posisi berdiri tentara Jepang di antara orang Indonesia. Mengapa tidak berdiri sebelah kanan sekali, mengapa harus berdiri disitu, apakah makna dia mengangkat tangan (bersorak?) tapi dengan mengangkat senjata? Jadi siapa yang bikin poster itu? Apa makna poster itu? Hal yang sama terjadi juga dalam tampilan produk ide kelompok lain, yang menganalisis dan menginterpretasi naskah teks proklamasi ditulis tangan dengan naskah teks yang diketik. Mereka mencoba membangun kembali secara imaginative, peristiwa penulisan naskah tersebut dan proses perubahan beberapa kata setelah diketik, sekaligus juga dibincangkan makna katakata "keramat" (istilah mereka, saat diskusi). Begitu juga dalam kelompok analisis fhoto, hampir semua menunjukan bagaimana tingkat kesejarahan yang mereka miliki.
ketrampilan berpikir
Kebingungan mahasiswa dengan tugas yang
dirasakan banyak pada tahap eksplorasi, membuat sebagian tugas yang diminta dosen tidak selesai dikerjakan. Dalam kegiatan diskusi (tahap produk ide), kendala yang masih dihadapi adalah sukarnya semua mahasiswa melihat gambar, poster, atau dokumen yang dianalisis temannya, jika tidak duduk di barisan depan, hal ini mengingat
224
penunjukan gambar/photo/dokumen tidak menggunakan OHP. Hal ini berakibat dengan lambatnya dimulai kegiatan produk ide dan evaluasi, disebabkan kegiatan mengedarkan media dokumen tersebut ke semua mahasiswa. Dosen yang melaksanakan kegiatan pembelajaran ini juga memberikan komentar kepuasannya, karena hambatan yang ditemukan pada ujicoba pertama, sebagian sudah berkurang. Dia merasa yakin, jika dicoba sekali lagi, maka akan semakin tampak sosok model pembelajaran ketrampilan berpikir kesejarahan ini. Hal ini juga dilihat dari antusias belajar mahasiswa tinggi, dan kemampuan mahasiswa menganalisis, memberikan kritik, pendapat terhadap rekonstruksi sejarah Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dari diskusi antara
peneliti dan dosen, maka rekomendasi untuk
pelaksanaan ujicoba ketiga, adalah; proses perkuliahan tetap mengacu pada desain yang dibuat. Kemudian ditambahkannya tahapan klasifikasi dan generalisasi. Serta
difungsikannya
media
OHP,
dan
setiap
kelompok
diberikan
gambar/dokumen/poster sejarah yang sama, walau kajian setiap kelompok berbeda. Interaksi belajar mengajar, hendaknya mengarah kepada transaksi, yaitu interaksi tidak hanya satu arah saja, dari dosen ke mahasiswa melainkan antara mahasiswa ke mahasiswa, dan Interaksi mahasiswa ke dosen (muIri arah). 2.3. Kegiatan Ujicoba Terbatas Ketiga (UC 3) a. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan
hasil
rekomendasi
ujicoba
kedua,
maka
komponen
perencanaan pembelajaran di putaran ketiga tidak mengalami perubahan untuk setiap komponennya. Pada kegiatan belajar mengajar, jika pada ujicoba
225
sebelumnya dengan enam tahapan, maka di ujicoba ke tiga ini dilakukan dengan delapan tahapan,
yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, eksplorasi,
ekspresi/evaluasi,
investigasi,
produk
ide/evaluasi,
penyempurnaan. Topik
bahasan pada ujicoba terbatas ketiga adalah Pemberontakan G 30 S PKL b. Pelaksanaan Pembelajaran Tahap orientasi, dosen memberitahukan topik bahasan diperkuliahan kati ini, serta memberikan tujuan yang harus dicapai dalam perkuliahan ini. Selain itu, dosen juga menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan mahasiswa selama proses pembelajaran pada topik bahasan kali ini. Pada tahap eksplorasi, dosen membawa mahasiswa kepada kegiatan menggali pemahamannya untuk berimajinasi, menganalisis dan menilai tafsirtantafsiran sejarah oleh penulis/sejarawan
pada buku teks sejarah. Pada tahap
ekspresi, dosen sudah mampu mengarahkan mahasiswa untuk memberikan ekspresi mereka, tidak lagi menunggu harus ditunjuk dosen. Interaksi berlangsung antara dosen ke mahasiswa, dan interaksi mahasiswa ke dosen, mahasiswa ke mahasiswa. Mahasiswa tampak lebih antusias dan konsentrasi dalam mengidentifikasi "fakta" dan "pendapat" sejarah melalui lembar kerja. Mahasiswa menjadi lebih cepat, dan tertib, karena masing-masing mahasiswa sudah membawa buku teks sejarah, bahkan ada yang lebih dari satu. Setelah melewati tahap klasifikasi, mahasiswa menilai, membandingkan dan menyimpulkan hasil klasifikasi yang dilakukan. Mahasiswa terlihat mampu memberikan argumentasi atas pembedaan
226
yang dilakukan, serta membuat satu simpulan atas suatu fakta sejarah dan pendapat yang menggambarkannya. Pada tahap investigasi, seperti ujicoba sebelumnya, mahasiswa dibagi dalam enam kelompok. Masing-masing kelompok diberikan gambar dan dokumen primer sejarah yang sama beserta lembar keija analisis dokumen dan fhoto. Setiap kelompok ditentukan kajian dokumen sejarah yang dianalisis. Pelaksanaan tahap investigasi diarahkan dilakukan di ruang baca perpustakaan, ataupun melalui sumber lain. Pada tahap produk ide, dosen memfasilitasi setiap kelompok untuk menyampaikan hasil investigasinya secara bergiliran setiap kelompok. Tidak seperti saat ujicoba pertama, secara panel. Secara bergiliran setiap kelompok menyampaikan hasil investigasinya dengan media OHP. Semua mahasiswa mengetahui dan turut memberikan interpretasinya, karena mereka juga memiliki copyan dokumen sejarah tersebut, secara bersamaan dilakukan evaluasi dari mahasiswa lain dan dosen terhadap hasil produk ide setiap kelompok. Di tahap penyempurnaan, seperti di ujicoba kedua dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan penyempurnaan dari evaluasi yang diberikan temannya, dalam bentuk kesimpulan dari topik bahasan hari ini. Dosen memberikan kesempatan kepada enam mahasiswa dari tiap kelompok, kemudian dilanjutkan oleh dosen, c. Hasil Observasi dan rekomendasi Dari
catatan
observasi
dapat
disimpulkan
bahwa,
pelaksanaan
ujicobaketiga ini sudah menggambarkan isi perencanaan pembelajaran. Sosok
227
model pembelajaran sejarah yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan sudah terlihat. Sehingga periu untuk diujicobakan pada sample yang lebih luas. Setelah dirancang bentuk model pembelajaran hipotetik yang disusun berdasarkan temuan dan rekomendasi dari uji coba terbatas, maka dilakukan kembali ujicoba dengan sampel yang lebih luas. Pelaksanaan ujicoba lebih luas ini dilakukan di tiga universitas yang memiliki program studi pendidikan sejarah di Kota Palembang, yaitu Universitas Sriwijaya, Universitas PGRI dan Universitas Muhammadiah. Sampel responden yang dipilih adalah mahasiswa semester VI, atau yang mengikuti mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VI, atau Sejarah Indonesia Mutakhir I. 2.4. Kegiatan Uji Coba Lebih Luas I (UC 4) a. Perencanaan Pembelajaran Topik bahasan yang dipelajari pada uji coba lebih luas pertama ini adalah Pengakuan Kedaulatan RI - Konfrensi Meja Bundar untuk semua responden mahasiswa semester VI yang mengikuti mata Kuliah SNI VI atau Sejarah Indonesia Mutakhir I di tiga universitas yang dijadikan lokasi penelitian. Rancangan perencanaan pembelajaran, tidak berbeda dengan ujicoba terbatas tiga, dan sesuai dengan rancangan model perencanaan yang disusun setelah ujicoba terbatas. b. Pelaksanaan pembelajaran Untuk menggambarkan jalannya pelaksanaan pembelajaran, maka akan diuraikan satu persatu di tiap lokasi penelitian. Di Universitas Sriwijaya, secara
228
< umum dos^n telah mampu menciptakan suasana belajar di kelasnya dengan menerapkan
langkah-langkah pembelajaran yang tertuang dalam rencana
pembelajarannya. Hanya pada tahap produk ide/evaluasi, dosen menggunakan pembatasan jumlah mahasiswa (3 orang) yang bertanya untuk setiap kelompok yang tampil. Pada tahap penyempurnaan, dosen tidak memberikan penguatan atas kesimpulan yang diberikan mahasiswa. Di Universitas PGRI, secara umum dosen telah melaksanakan langkahlangkah pembelajaran yang ada. Walau mengingat keterlambatan hadir maka, tahapan orientasi tidak dilakukan sepenuhnya, hanya sebatas memberikan tugas yang akan dilakukan mahasiswa. Pada tahapan eksplorasi pertama, dosen belum optimal mengarahkan mahasiswa untuk mengeksplorasi permasalahan dalam peristiwa sejarah, masih terlihat sebagian
mahasiswa
bingung dan hanya
membaca saja buku teks sejarah yang ada. Sehingga pada tahap ekspresi pun ada sebagian mahasiswa yang tidak aktif memberikan pemikirannya, tetapi pada tahap klasifikasi, sudah beijalan baik. Pada tahap produk ide, sedikit mendapat hambatan dan tidak betjalan sepenuhnya, karena tidak tersedianya sarana listrik untuk peresentasi.
Pada tahap penyempurnaan dosen belum memberikan
penguatan atas kesimpulan yang disusun mahasiswa. Selain itu penggunaan waktu, banyak habis terbuang oleh penyiapan sarana pembelajaran. Di Universitas Muhammadiah, secara umum dosen sudah melakukan tahapan pembelajaran yang ada dalam perencanaan pembelajaran. Hanya belum optimal pada tahap produk ide/evaluasi dan penyempurnaan, dosen belum
memberikan penguatan atas evaluasi mahasiswa dan kesimpulan semen dibuat mahasiswa, c. Observasi dan Rekomendasi; Dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran di tiga lokasi penelitian, secara umum terlihat bahwa langkah-langkah pembelajaran telah dilakukan dosen dengan baik walau belum sepenuhnya optimal. Dari refleksi atas hasil observasi tersebut, peneliti dan dosen model menyiapkan rekomendasi -rekomendasi untuk uji coba berikutnya, seperti kehadiran tepat waktu, penyiapan sarana/fasilitas dan tidak memberikan batasan mahasiswa untuk memberikan ide/evaluasi atas ide/karya temannya, serta memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang disusun mahasiswa, dengan cara membenarkan, menambahkan, memberikan contoh/analogi ataupun mengkoreksi. 2.5. Kegiatan Uji Coba Lebih Luas kedua (UC 5) a. Perencanaan Pembelajaran Topik bahasan yang dipelajari pada uji coba lebih luas kedua ini adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Rancangan perencanaan pembelajaran, tidak berbeda dengan ujicoba sebelumnya. b. Pelaksanaan pembelajaran Secara umum ketiga model dosen di tiga lokasi penelitian telah melaksanakan
pembelajaran
dengan
langkah-langkah
yang
sesuai
dalam
perencanaan pembelajaran. Rekomendasi yang diberikan sudah dilaksanakan.
230
c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Proses pembelajaran berlangsung lebih interaktif dari yang sebelumnya. Dosen telah menciptakan suasana belajar yang
memebrikan kesempatan
mahasiswa untuk menggali pemahaman yang telah dimilikinya, dan melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang aktif, kritis terhadap permasalahan sejarah yang dipelajari. Selain itu tidak ada yang merasa dominan aktif atau dominan pasif dalam proses pembelajaran. 3.Bentuk Akhir Model Setelah dilakukan ujicoba terbatas sebanyak tiga kali dan uji coba lebih luas dua kali (lima kali uji coba) maka ditemukan gambaran model pembelajaran sejarah yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Perbaikan yang dilakukan di setiap ujicoba, membawa suatu bentuk model yang sedikit berubah dari model yang dirancang saat sebelum ujicoba. Jika pada awalnya langkah kegiatan belajar terdiri dari lima langkah kegiatan, maka berikutnya mengalami perubahan. Pembahan terjadi setelah didapat berbagai hambatan dari penerapan draft model sebelumnya. Langkah-langkah kegiatan belajar, walau masih tetap apa yang diberikan oleh Ruggiero, pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir, namun mengalami perkembangan dalam hierarki penerapan serta dilakukannya penambahan satu kegiatan, yaitu tahap orientasi. Jika draft awal, kegiatan pembelajam dilakukan dengan Hma tahapan, maka akhir dari ujicoba terbatas, berkembang menjadi delapan langkah. Kegiatan pembelajaran tidak bisa dilakukan hanya satu kali tatap muka untuk semua tahapan, melainkan dua kali tatap muka. Secara rinci dapat dilihat rangkuman rekaman catatan proses perkuliahan pada tahap pengembangan model (Ujicoba 1-5) pada bagan 4.8.
231 Dtttil Pereacaaaaa:
1. 2.
Perumusan tujuan pembelajaran (KBK) Penentuan topik bahasan/materi pelajaran Penetapan prosedur perkuliahan dengan lima tahapan dari pendekatan holistik 4. Pemilihan/penetapan media/sumber belajar 5, Penetapan alat evaluasi baik proses maupun hasil Implementasi: Eksplorasi Ekspresi Investigasi Produk ide Evaluas i/penyempurrnaan
KasII Observasi/Umpan Balik: 1. 2,
desain perencanaan belum berfungsi Tahapan proses kaku/dipaksakan karena waktu, bahkan tahapan akhir tidak dilakukan. 3 media/sumber belajar belum menunjang pembelajaran 4. Mahasiswa belum terlibat semua dalam kegiatan kelas, terutama tahap eksplorasi dan ekspresi Kesimpalan: Model pembelajaran holistik belum terbentuk Rekomendasi: I. Proses perkuliahan dengan memperhatikan desain 2 Penyediaan waktu, dengan pelaksanaan 2 X TM 3 Penyediaan sumber belajar yang memadai 4. diperlukan tahapan orientasi, pemisahan evaluasi dengan penyempurnaan 5 Dosai memfasilitasi mahasiswa urttuk aktif
D m l a Perencanaan: Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda lopik bahasan ImpleoMatasi: Dilaksanakan dengan g tahapan sesuai dengan ujicoba sebelumnya Ha* 11 Obaetvasl/Vinpaa Balik: I Di LPTK yang kategori baik, tahapan penyempurnaan ndak berlangsung baik. Di dua LPTK yang sedang dan .rendah, tahapan berjalan, baik walau kurang sempurna 2. Mahasiswa terlibat aktif, dan terlihat ketrampilan betptkir kesejarahannya, sudah cukup tinggi. Keslmpalaa: Model pembelajaran holistik sudah terbentuk lebih mantap RdiMWBdaah Dosen dapat menjalankan tahapan dengan sempurna, dan mempersiapkan ketersediaan media/sarana sebelum pakulihan.
Desaia Perencanaan: 1. Perumusan tujuan pembelajaran (KBK) 2. Penemuan topik bahasan/materi pelajaran 3. Penetapan prosedur pettadulHii dengan enam tahapan dari modifikasi pendekatan holistik 4. Pemil ilaii/peoetapan media/sumber belajar 5. Penetapan alat evaluasi baik proses maupun hasil I inplemeatash Orientasi Eksplorasi Ekspresi Investigasi Produk ide/Evaluasi Penyempurnaan HasO ObservasWJmpan Bilik: 1. desain perencanaan sudah berfungsi 2. Tahapan proses sudah berjalan baik, 3. sumber belajar cukup menunjang proses pembelajaran, kecuali media/sarana belum 4. Mahasiswa sebagian besar sudah menunjukan ketrampilan berpikir dan aktif dalam tahapan Kafanpataa: Model pembelajaran holistik mulai terbentuk Rekomendasi: 1 Proses perkuliahan dengan memperhatikan desain 2 Pengoptimalan penggunaan media/sarana 3 Diadakan tahapan eksplorasi, dan ekspresi ke 2, 4 Mengoptimalkan interaksi belajar yang multi arah
Desain Perencanaan:
Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda jumlah KBM menjadi 8 langkah, dan topik bahasan Orientasi Eksplorasi
Ekspresi
Klasifikasi Generalisasi Investigasi Produk ide/ Evaluasi penyempurnaan Hm8 Otacrvasl/Umpaa Batik: 1. Keaktifan/ keantusiasan mahasiswa belajar besar 2. ketrampilan berpikir kesejarahan, dari setiap rtnn : Model pembelajaran holistik sudah terbentuk Re komentari: 1. Dosen dapat mempertahankan pola yang sudah ada 2. Menyepakati model pembelajaran holbtik tni ditindaklanjuti dalam uiicotn kbih luas di tiea LPTK.
Desain Powauia:
Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda topik bahasan lmptraentaai: Dilaksanakan dengan 8 tahapan sesuai dengan ujicoba sebelumnya Hwill Otacrvaal/Unpu BaUkj 1. Di LFTK yang kategori baik, sedang dan .rendah, tahapan pembebgaran berjalan sesuai desain 2. Mahasiswa terlibat aktif, dan terlihat ketrampilan berpikir kesejarahannya 3. penggunaan mcdiafcarana dan sumber belajar sangat baik. 4. Hasil pasca tes ke t i p LPTK : 92.04 ; 87,458 , 85,143 Kerimpnlaa: Model pembelajaran holistik sudah terbentuk baik Rekomendasi: Adanya signifikansi peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan baik dalam proses maupun hasil belajar, maka model pembelajaran holistik ini siap untuk diuji validasi
Bagan 4.8 Rangkuman Proses Pengembangan Model Hipotetik
V
232
Setelah mengalami beberapa kali perbaikan model pembelajaran selama uji coba, maka dimantapkan bentuk akhir model hipotetik yang siap untuk diujivalidasikan, lebih jelas terlihat pada pada bagan 4.9 di bawah ini.
233
MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR KESEJARAHAN DISAIN 1 Tujuan : ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa dan merekonstruksi pengetahuan bani 2. Materi : konsep-konsep sejarah dalam sejarah Indonesia 3. Prosedur: Skenario kegiatan pembelajaran dengan delapan tahapan yaitu: - orientasi, eksplorasi, ekspresi, klasifikasi, generalisasi, investigasi, produk idd evaluasi, dan penyempurnaan 4. Media/sumber: media dan sumber belajar (primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan 5. Evaluasi: evaluasi proses dan hasil belajar IMPLEMENTASI 1. Orientasi : Penyiapan kondisi belajar, pemfokusan perhatian pada topik yang akan diajarkan serta recalling pengetahuan lama. 2.Eksplorasi : kegiatan menganalisis, mengkritisi, berimajinasi dan membangun pemahaman sejarah atas tafsiran sejarah yang disusun penulis buku sejarah/sejarawan 3. Ekspresi : menyusun, menyampaikan, membandingkan, menilai hasil keija di tahap eksplorasi 4. Klasifikasi: Pengembangan kemampuan mencari, menganalisis, menentukan, membedakan antara "fakta" dan "pendapat" sejarah dari suatu tafsiran sejarah pada buku teks 5. Generalisasi: Pengembangan kemampuan memberikan argumentasi dan menilai kelengkapan atau tidaknya fakta dan pendapat sejarah yang ditemukan serta menyusun simpulan atas hasil di tahap klasifikasi. 6. Investigasi: Pengembangan kemampuan mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti searah dari berbagai sumber untuk merekonstruksi peristiwa sejarah melalui dokumen primer/sekunder 7. Produk Ide/evaluasi: Penuangan ide- ide, perekonstruksian sejarah melalui hasil analisis kritis, interpretasi, pengambilan keputusan atas suatu dokumen primer/sekunder sejarah. S. Penyempurnaan: Pengembangan kemampuan menilai dan memberikan pandangan yang komprehensif atas hasil rekonstruksi sejarah yang telah dilakukan dan menemukan nilai-nilai sejarah yang bisa diteruskan di masa kini dan masa depan.. EVALUASI 1. Evaluasi Proses: Keaktifan mahasiswa dan ketrampilan berpikir kesejarahan (observasi) 2. Evaluasi Hasil: pasca tes (esay) dan angket evaluasi diri . Bagan 4.9. Draft model hipotetik setelah ujicoba
234
Dari rancangan draft model yang telah dikembangkan melalui lima kali uji coba, maka desain perencanaan mengalami perubahan pada prosedur kegiatan pembelajaran, secara rinci dapat dituangkan dalam bagan 4.10 di bawah ini. r
s
Mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan (secara keseluruhan pada lima aspek berpikir kesejarahan, dengan konsep waktu dan tempat, sikronik ^ dan diakronik) ^
TPK s
Mengembangkan materi pembelajaran dengan konsep waktu/tempat, sinkronik, diakronik serta multiperfektif
*
— = ;
KBM —i
Media Sumber
I Evaluasi
Menetapkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Holistik dalam pengajaran berpikir, melalui delapan tahapan yaitu: orientasi, eksplorasi, ekspresi, klasifikasi, generalisasi, investigasi, produk ide/evaluasi dan penyempurnaan
Menetapkan media dan sumber bc\a]ar(primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan Menetapkan alat, jenis dan prosedur evaluasi Proses: pengamatan implementasi model, keaktifan dan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa Hasil : Tes tertulis-essay
Bagan 4.10 Desain Perencanaan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan setelah uji coba Secara umum rancangan draft implementasi model pembelajaran berpikir kesejarahan setelah dilakukan ujicoba terbatas, disusun dengan mengembangkan tahapan pendekatan Holistik dalam pengajaran berpikir, yaitu terdiri dari delapan langkah yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, eksplorasi, ekspresi/valuasi, investigasi, produk ide/ evaluasi dan penyempurnaan. Desain model tersebut, dapat dilihat pada bagan 4.11 di bawah ini.
235
f
V /T
r
Penyiapan kondisi belajar, pemfokusan perhatian pada topik yang akan diajarkan serta recallirtg pengetahuan lama
kegiatan menganalisis, mengkritisi, berimajinasi dan membangun pemahaman sejarah atas tafsiran sejarah yang disusun penulis buku sej arah/sej ara wan
menyusun, menyampaikan, membandingkan, menilai hasil keija di tahap eksplorasi
Ceramah Tanya jawab
Tanya Jawab kerja kelompok
Tanya Jawab Keija kelompok
V
/
Pmengembangan kemampuan mencari, menganalisis, menentukan, membedakan antara "fakta" dan "pendapat" sejarah dari suatu tafsiran sejarah pada buku teks Pengembangan kemampuan memberikan argumentasi dan menilai kelengkapan atau tidaknya fakta dan pendapat sejarah yang ditemukan, serta menyusun simpulan
r;
Pengembangan kemampuan mencari dan memperluas informasi, buktibukti sejarah dari berbagai sumber untuk merekonstruksi peristiwa sejarah melalui dokumen primer/sekunder
Keija kelompok
Tanya Jawab keija kelompok
Inquiry (document study) Ketja kelompok
236
Penuangan ide- ide, perekonstruksian sejarah melalui has i! analisis kritis, interpretasi, pengambilan keputusan atas suatu dokumen primer/sekunder sejarah.
Keija klmpk, presentasi dan diskusi kelas
Pengembangan kemampuan menilai dan memberikan pandangan yang komprehensif alas hasil rekonstruksi sejarah yang telah dilakukan dan menemukan nilai-nilai sejarah
Diskusi
J
V-
Bagan 4.11 Desain Implementasi Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan Setelah Ujicoba Adapun
bentuk
rancangan
model
evaluasi
pembelajaran
berpikir
kesejarahan yang disusun setelah ujicoba, pengembangan model, masih sama bentuk dan jenis evaluasinya, yaitu evaluasi proses dan hasil, dengan bentuk tes tertulis, esay dan angket evaluasi diri. 4.
Ketrampilan berpikir Kesejarahan Mahasiswa dari Hasil Uji Coba
Pengembangan Model Untuk mendapatkan data bagaimana hasil belajar mahasiswa khususnya ketrampilan
berpikir
kesejarahan
mahasiswa
di
setiap
ujicoba terbatas
dilaksanakan, maka dilakukan pasca tes. Selain itu juga diberikan angket evaluasi diri yang berbentuk graphic rating scale, untuk mendapatkan data yang sama Diharapkan dari dua bentuk instrument ini, maka data ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa menjadi lebih akurat
237
a. Hasil Tes Tes yang diberikan kepada mahasiswa di setiap akhir perkuliahan satu pokok bahasan berisi sepuluh butir soal, dan setiap soal menguji ketrampilan berpikir mahasiswa dan pemahaman materinya. Dalam penghitungan ketrampilan berpikir kesejarahan, dilihat dari perolehan nilai di setiap komponennya yaitu komponen
chronological
thinking
(CT),
historical
comprehension
(HQ),
historical analysis and interpretation (HAI), historical research capabilities (HRC), dan historical issues analysis and decision making (HIADM). Untuk mengetahui data keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 8 Untuk mengetahui secara visual, gambaran kecendrungan peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan secara keseluruhan dari setiap aspek di setiap ujicoba yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik pembelajaran, dapat dilihat pada tabel 4.9di bawah ini. Tabel 4.9 Data Hasil Belajar Ketrampilan Berpikir Kesejarahan (HT) pada Tahap Pengembangan Model uc
N
Mean
1
23 23 23 70 70
55.6696 75.3478 86.7391 82.6286 88.4000
2 3 4 5
Std. deviasi 9.14680 6.16890 4.76939 9.50966 7.04520
F
Sig.
79.665
<0,01
Dari tabel di atas, tampak bahwa skor rata-rata ujicoba kesatu hingga uji coba kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata kemampuan
berpikir kesejarahan mahasiswa yang diakibatkan oleh penerapan
model hipotetik pembelajaran holistik adalah signifikan pada a 0,05 (F=79.665,
238
memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih lanjut pada tabel 4.9, tampak bahwa rata-rata pada ujicoba 4 teijadi penurunan sebesar 3,91. Penurunan ini kecil dibandingkan dengan kenaikan yang teijadi pada uji coba berikutnya yaitu 5,57. Hal sebaliknya, teijadi pula
kenaikkan Standard deviasi pada uji coba
keempat sebesar 4,74 dan kemudian pada uji coba kelima menurun sebesar 2,46. Hal ini tidak terlepas dengan variasi yang cukup besar dari dua LPTK yang baru diikutkan
pada
ujicoba
(pengetahuan/kemampuan
keempat dosen,
dibandingkan
tingkat
LPTK
pengetahuan
pertama
mahasiswa
dan
sarana/prasarana di tiga perguruan tinggi yang ada berbeda). Setelah dilakukan adaptasi
dengan
kondisi
dua
LPTK
tersebut dan
dilakukan
penyiapan
sarana/prasarana yang diperlukan dalam model pembelajaran ini, maka akhirnya dapat mengurangi rentangan variasi antar responden pada akhir uji coba kelima. Walaupun demikian secara keseluruhan dari kegiatan di tahap ini berarti telah terjadi kenaikan rata-rata pada ketrampilan berpikir kesejarahan yang diakibatkan oleh model pembelajaran yang dikembangkan. Apabila disajikan dalam bentuk histogram, rata-rata kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.1.
239
Ertnuted feUrgJnd Mnm of PUmampuan bwplUr «Jarahan
g* Z 1 c e X ?
mtoobiK* Gambar 4.1 Perbandingan Rata-Rata Ketrampilan berpikir Kesejarahan Pada Tahap Pengembangan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan Dapat disimpulkan bahwa
penerapan
model
hipotetik
ini
telah
memberikan pengaruh yang besar terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Hal ini dilihat dari adanya
perbedaan yang signifikan antara
kelompok ujicoba, dalam kelima aspek ketrampilan berpikir kesejarahan. b.
Hasil Angket Evaluasi Diri {self Evaluation) Seperti juga pada tes esay tertulis, angket evaluasi diri ini juga disusun
untuk mendapatkan gambaran ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa yang merupakan hasil reflektif mahasiswa terhadap pengaruh pembelajaran yang diikutinya terhadap ketrampilan berpikir kesejarahanya. Oleh karena itu, instrument ini disusun berdasarkan komponen yang ada dalam ketrampilan berpikir kesejarahan tersebut (lihat lampiran 8). Di bawah ini digambarkan datadata yang diperoleh dari hasil penyebaran angket evaluasi diri pada tahap pengembangan model.
240
Diketahui dari hasil lima kali ujicoba, adanya perbedaan rata-rata skor evaluasi diri mahasiswa terhadap lima aspek ketrampilan berpikir kesejarahan yang semakin meningkat Diasumsikan karena adanya perbedaan responden, sarana, lingkungan kelas/universitas maka skor rata-rata pada uji coba ke empat lebih rendah dibanding uji coba sebelumnya, tetapi pada uji coba kelima meningkat atau memperlihatkan adanya pengaruh penerapan model pembelajaran terhadap aspek ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa seperti yang
dirasakan mahasiswa tersebut Secara visual, bagaimana gambaran refleksi diri mahasiswa terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka di setiap ujicoba yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik, dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.10 Data Hasil Angket Evaluasi Diri Mahasiswa terhadap Ketrampilan berpikir Kesejarahan pada Tahap Pengembangan Model
uc
N
1
23 23 23 70 70
2 3 4
5
Mean 22.3415 24.0107 25.6082 25.1110 26.7235
Std. deviasi .96961 1.01628 1.13053 1.04813 1.03831
F 88.786
Sig. <.001
Pada tabel di atas, tampak bahwa skor rata-rata evaluasi diri mahasiswa terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan dari ujicoba kesatu hingga uji coba kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata refleksi diri mahasiswa atas ketrampilan berpikir kesejarahannya yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik pembelajaran berpikir kesejarahan adalah signifikan
241
pada a 0,05 (F=88,786 memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih lanjut pada tabel 4.20, tampak bahwa rata-rata pada ujicoba 4 teijadi penurunan sebesar 0,50 Penurunan ini kecil dibandingkan dengan kenaikan yang tetjadi pada uji coba berikutnya sebesar 1,61. Hal ini disebabkan oleh faktor/kondisi yang sama seperti yang teijadi pada hasil tes. Secara keseluruhan berarti mahasiswa telah merasakan akibat pengaruh model pembelajaran yang dikembangkan, terlihat dengan terjadinya kenaikan rata-rata pada
kemampuan
berpikir kesejarahan yang
dirasakan mahasiswa. Apabila disajikan dalam bentuk histogram, rata-rata kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.2.
UJtoob» K* Gambar 4.2 Perbandingan Rata-Rata Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Pada Tahap Pengembangan Model Pembelajaran Holistik Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa Dari hasil observasi selama uji coba pengembangan model, mahasiswa terlihat semakin antusias dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan motivasi belajar mahasiswa sudah semakin besar dalam mengikuti pembelajaran sejarah dengan menggunakan
model pembelajaran berpikir
242
kesejarahan ini. Untuk mengukur bagaimana peningkatan motivasi mahasiswa belajar sejarah dengan menggunakan model yang dikembangkan ini, maka dalam evaluasi diri juga digali bagaimana kondisi motivasi belajar yang mereka miliki. Hasil temuan bagaimana kecenderungan
motivasi mahasiswa tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Data Hasil Angket Evaluasi Diri Mahasiswa terhadap Motivasi Belajar Sejarah pada Tahap Pengembangan Model
uc
N
i 2
3
23 23 23
4 5
70 70
Mean 3.5217 3,8652 4,1630 4,1460 4,4271
Std. deviasi .31109 .29674 .30608 .17383 .16099
F
Sig.
83,198
<001
Pada tabel 4.11 di atas, tampak bahwa skor rata-rata evaluasi diri mahasiswa terhadap motivasi belajar sejarah yang mereka miliki, dari ujicoba kesatu hingga uji coba kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk perbedaan
rata-rata
kesejarahannya
refleksi
diri
mahasiswa
atas
ketrampilan
berpikir
yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik adalah
signifikan pada a 0,05 (F=83,198 memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih lanjut pada tabel tersebut, tampak bahwa rata-rata pada
ujicoba 4 terjadi
penurunan sebesar 0,01. Penurunan ini kecil dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada uji coba berikutnya. Dari ujicoba ke 4 dan 5 juga teijadi kenaikan sebesar 0,28. Secara keseluruhan berarti teijadi kenaikan rata-rata pada motivasi belajar sejarah yang dirasakan mahasiswa akibat pengaruh model pembelajaran
243
yang dikembangkan. Apabila disajikan dalam bentuk histogram, rata-rata kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.3
Uftooba K* Gambar 4.3 Perbandingan Rata-Rata Motivasi Belajar Sejarah Pada Tahap Pengembangan Model pembelajaran holistik Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa Melalui gambaran visual kecenderungan tingkatan motivasi belajar sejarah mahasiswa, semakin jelas, bahwa model pembelajaran holistik ini, telah mampu mengembangkan motivasi belajar sejarah yang dimiliki mahasiswa . Dari semua temuan penelitian di atas terhadap implikasi
model
pembelajaran holistik terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa baik dilihat dari butir soal hasil belajar maupun dari hasil refleksi diri mereka yang dituangkan melalui angket evaluasi diri yang diberikan. Kedua instrumen tersebut memberikan gambaran peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Oleh sebab itu, dilakukan berikutnya tahapan pengujian model hipotetik, dibandingkan dengan model pembelajaran lain. Bagaimana hasil pengujian model ini, dapat dilihat pada sub bab berikut.
244
C. Hasil Pengujian Model Pada tahap pengujian model, peneliti masih melakukannya di tiga lokasi penelitian sebelumnya, tetapi dengan responden mahasiswa yang berbeda. Responden mahasiswa yang digunakan adalah mahasiswa pada semester V, atau yang sedang mengikuti perkuliahan Sejarah Nasional Indonesia (SNI) V atau Sejarah Indonesia Baru (SIB). Topik bahasan yang diajarkan pada tahap pengujian model ini adalah Mempertahankan Kemerdekaan yang terbagi dalam dua sub topik, yaitu kedatangan NICA kemudian Perang dan Diplomasi. Topik materi pelajaran tersebut diberikan di kedua kelas kelompok kontrol dan kelas kelompok eksperimen. Pembagian jumlah mahasiswa untuk kelas kontrol dan eksperimen adalah dengan membagi jumlah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan di SNI V atau di SIB. Temuan yang difokuskan untuk dilihat dari tahapan pengujian model yaitu bagaimana pengaruh model pengembangan ini terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa, a. Hasil Tes I) Keadaan Awal Kelompok Eksperimen dan Kontrol Sebagaimana sudah dijelaskan dalam bab tiga, rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah the Matching Only
pra test post test
control group design. Konsekuensi dari penggunaan rancangan ini adalah kedua kelompok yang mau dibandingkan secara statistik harus dalam kondisi yang sama sebelum perlakuan (treatment) diberikan. Untuk mengetahui keadaan awal sebelum perlakuan (treatment) diberikan (antara eksperimen dan kontrol), dilakukan pemberian pra tes kepada dua
245
kelompok subyek (eksperimen dan kontrol) yang mau diberi perlakuan (treatment) itu. Secara ringkas, hasil pengolahan komputer SPSS Versi 12.00 terhadap data pra test, disajikan pada lampiran 8. Rata-rata skor pre test ketrampilan berpikir kesejarahan pada kelompok eksperimen adalah 53,75, sedangkan pada kelompok kontrol 55,625. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan kedua rata-rata itu adalah 1,571 yang memiliki a = 0,120. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada beda rata-rata sebesar 1,875 ternyata secara statistik perbedaan itu tidak signifikan. Dengan demikian berarti secara umum kondisi awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama. 2)
Perbedaan Hasil Pra tes Pasca tes Kelompok Eksperimen Rata-rata skor pra tes dan pasca tes ketrampilan berpikir kesejarahan yang
diperoleh mahasiswa untuk kelompok eksperimen, adalah 53,75 sedangkan ratarata skor pasca tes adalah 85,77. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan pada mahasiswa kelompok eksperimen sebesar 32,02. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut adalah 24,865 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada efek perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan adalah signifikan pada a = 0,05. Untuk melihat lebih jelas tabel data perbedaan hasil pra tes dan pasca tes kelompok eksperimen dapat dilihat pada lampiran 8. Dengan demikian, berarti ada dampak positif yang signifikan dari model yang diujicobakan terhadap semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan.
246
3) Perbedaan Hasil Pra tes Pasca tes Kelompok Kontrol Rata-rata skor pra tes dan pasca tes ketrampilan berpikir kesejarahan yang diperoleh mahasiswa untuk kelompok kontrol, adalah 55,63 sedangkan rata-rata skor pasca tes adalah 62,46. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan pada mahasiswa kelompok kontrol sebesar 6,83Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut adalah 3,403 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol pun
ada efek perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa. Untuk mengetahui data lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 8. •) perbedaan Gained Score Kelompok Eksperimen dan Kontrol Untuk melihat perbedaan dampak yang ditimbulkan oleh perlakuan yang diberikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, digunakan gained score. Ringkasan hasil statistik uji-t yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS Versi 12.00 untuk perbedaan dampak perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol, disajikan pada tabel 4.12 di bawah ini. Tabel 4.12 Perbandingan Gained Score Tes Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Kontrol Variabel/ aspek CT HC HAI H RC HIADM HT
KHonpok Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Rji(i-r
t
Sign-
8,021
0,001
9,912
<0,001
2,736
0,007
9,532
<0,001
9,861
<0,00)
9,506
<0,001
247
Rata-rata gained score kelompok eksperimen
ketrampilan berpikir
kesejarahan adalah 28,44 sedangkan rata-rata gained score kelompok kontrol adalah 6.83. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata gained score yang diperoleh kelompok eksperimen lebih tinggi sebesar 21,61 dibanding dengan gained score kelompok kontrol. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut adalah 9,506 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada dampak signifikan perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa, di
mana kelompok eksperimen lebih baik dibanding kelompok
kontrol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pembelajaran holistik berdampak positif dalam meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan. 5.Perbandingan Rata-Rata Gained Score Hasil Tes Mahasiswa pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi Untuk melihat bagaimana pengaruh model, pada ketrampilan berpikir kesejarahan di setiap perguruan tinggi, dengan kategorisasi baik sedang dan rendah. Kategorisasi perguruan tinggi ini, diasumsikan dari sebaran dosen di perguruan tinggi tersebut yang memiliki latarbelakang pendidikan Strata 2. Di bawah ini, dipaparkan hasil temuan perbandingan penerapan model dengan model pembelajaran lain terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di tiga perguruan tinggi di Kota Palembang. Setelah melihat perbandingan rata - rata gained scored per aspek dari ketrampilan berpikir kesejarahan antara kelompok eksperimen dan kontrol maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh perbedaan penerapan model pembelajaran
248
holistik dengan model pembelajaran sejarah konvensional sangat signifikan. Meskipun tidak ada beda yang signifikan di tiga perguruan tinggi dengan kategori tinggi, sedang, rendah. Lebih jelas perbedaan tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.13 Perbandingan Rata-Rata Gained Scored pada Aspek Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Mahasiswa, Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi Variabel/Aspek
Kategori
Mean Gain Score
Variabel
PT
kontrol
eksperimen
Kemampuan Berpikir kesejarahan
tinggi Sedang Rendah Total
17.43 15.27 13.42 15.44
34.27 31.31 30.15 31.98
F
Sign
1.048
0.488
F 63! .446 Sign
<0,05
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen pada perguruan tinggi dengan kategori tinggi, lebih tinggi dibanding dengan dua perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model antar ketiga perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0,05 (F=l,048, memiliki signifikansi 0,488). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada beda siknifikan
yang ditimbulkan oleh
model
pembelajaran
holistik terhadap
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pada ketiga perguruan tinggi yang dikaji, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi dengan
. . . . . c kategori tinggi, lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasisv perguruan tinggi lainnya.
!\
^
^V ' " ^ ^ A'-'
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperfiH5fF; lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Harga F sebesar 631,446 yang memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang signifikan pada hasil belajar yang menunjukan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Mahasiswa di kelompok eksperimen
lebih
tinggi
ketrampilan
berpikir kesejarahannya
dibandingkan kelompok kontrol. Secara lebih jelas perbedaan itu.
dapat
ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.4 berikut. Estimated Marginal M e a n s of K e m a m p u a n berpikir kesejarahan
Kelompok
Poriftkuort KatonipoK Eksperimen
K *4om Kont raipofc
f_
Uniwenrt»* PGRI UnwvaMM Mutwwtdm
Perguruan Tinggi
Gambar 4.4 Perbandingan Rata-Rata Skor Ketrampilan berpikir Kesejarahan Pada Tahap Pengujian Model Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi
250
b. Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa Pemberian angket evaluasi diri {sel/ evaluatiori) pada tahap pengujian model pembelajaran holistik. dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa, menurut hasil refleksi diri mahasiswa itu sendiri. Angket ini disusun dengan butir item pernyataan yang sama dengan yang diberikan pada tahap pengembangan model. Di bawah ini diuraikan juga hasil temuan penelitian bagaimana gambaran rata-rata skor pra tes dan pasca tes pada kelompok eksperimen dan juga kontrol. Kemudian dipaparkan juga, perbandingan hasil pra tes di kelompok eksperimen dan kontrol, serta hasil pasca les di dua kelompok tersebut.
Ditambah pula dengan gambaran
perbandingan rata-rata gain score kelompok eksperimen dan kontrol. Pada bagian ini juga diuraikan bagaimana gambaran perbedaan hasil evaluasi diri mahasiswa terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka pada tiga perguruan tinggi yang ada di Kota Palembang. I. Perbandingan Rata-Rata Skor Pra Tes dan Pasca Tes Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa pada kelompok Eksperimen Temuan hasil penelitian yang menunjukan adanya pengaruh penerapan model pembelajaran holistik. dapat dilihat pada hasil pre tes dan pasca tes kelompok yang menerima perlakuan penerapan model tersebut, yaitu kelompok eksperimen. Hasil rata-rata pasca tes kelompok eksperimen lebih besar dari pra tesnya Hal ini menunjukan adanya pengaruh yang diberikan model pembelajaran holistik terhadap peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Data dapat dilihat pada lampiran 8.
251
Setelah dari setiap aspek ketrampilan berpikir kesejarahan pada angket evaluasi diri dinilai, maka dapat diartikan bahwa secara keseluruhan, responden mahasiswa mengakui ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa sesudah menerima pembelajaran lebih tinggi sebesar 3,76 dibanding dengan kemampuan mahasiswa sebelum menerima penerapan model tersebut. Hasil uji t untuk pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh
sebesar 19.122 yang
signifikan pada a = 0.05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan rata-rata post test dengan pre tes pada aspek ketrampilan berpikir kesejarahan, dimana rata-rata skor posttes lebih tinggi dibanding pre test. Hal ini berarti, mahasiswa merasakan dan mengakui bahwa terdapat pengaruh yang besar dari penerapan model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka. 2. Perbandingan Rata-Rata Skor Pra Tes dan Pasca Tes Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol Pada kelompok kontrol, responden mahasiswa juga merasakan adanya pengaruh penerapan model pembelajaran yang digunakan dosennya, namun lebih rendah dari kelompok eksperimen. Untuk melihat lebih jelas hasil perbandingan ini. dapat di lihat pada lampiran S. Ditemukan
bahwa
menurut
mahasiswa
pada
kelompok
kontrol,
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka dan di setiap aspeknya tidak berbeda signifikan setelah menerima pembelajaran dibandingkan dengan sebelumnya. Secara keseluruhan,
ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa sesudah
menerima pembelajaran holistik tidak lebih besar dari 0.25 dibanding dengan
252
kemampuan mahasiswa sebelum menerima penerapan model tersebut. Hasil uji t untuk pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh
0,884 yang tidak
signifikan pada a = 0,05 (stgn 0,379). Meskipun ada perbedaan rata-rata skor post test dan pra tes, namun secara statistik, perbedaan itu tidak signifikan. Hal ini berarti pula, walaupun mahasiswa merasakan dan mengakui bahwa terdapat pengaruh dari penerapan model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka, namun sangat kecil. Hasil statistik uji-t pada semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ternyata pada semua aspek vang dikaji harga statistik uji-t memiliki a > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan, juga tidak ada perbedaan yang signifikan. Dengan kata lain, secara statistik keadaan awal antara evaluasi diri mahasiswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan adalah sama. Hal ini diasumsikan karena responden berada pada semester dan kelas yang sama. Sehingga memiliki ratarata kemampuan yang relatif sama. Diketahui bahwa hasil pada pra tes. kelompok eksperimen lebih tinggi 0,08 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan kedua rata-rata itu adalah 0,331 yang memiliki a = 0,741. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada beda rata-rata namun secara statistik perbedaan itu tidak signifikan. Dengan demikian berarti secara umum kondisi awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama. Selain itu juga , diasumsikan karena mereka dari angkatan tahun, semester yang sama.
253
Paparan perbandingan hasil pasca tes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, menunjukkan hal yang berbeda. Perbedaan
rata-rata skor
pasca tes di kelompok eksperimen dibanding kelompok kontrol lebih tinggi 3,68 dibanding perbedaan rata-rata skor pra tes di kedua kelompok tersebut.
Hal ini
menunjukan adanya pengaruh perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen lebih besar dibanding pengaruh yang diakibatkan oleh perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol. Secara keseluruhan, ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di kelompok eksperimen lebih tinggi
sebesar 3,76 dibanding mahasiswa di
kelompok kontrol. Hasil statistik uji t untuk pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh
14,539 yang signifikan pada a = 0,05. Ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pasca tes di kelompok eksperimen dan di kelompok kontrol. Hal ini berarti, mahasiswa yang berada di kelompok eksperimen merasakan dan mengakui bahwa terdapat pengaruh dari penerapan model
pembelajaran
berpikir
kesejarahan
terhadap
ketrampilan
berpikir
kesejarahan mereka. 3. Perbandingan Rata-Rata Gained Score Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Setelah mengkaji perbandingan pra tes dan pasca tes antara kelompok eksperimen dan kontrol, maka berikut dipaparkan bagaimana perbedaan gained scored kedua kelompok tersebut. Seperti pada tabel sebelumnya, diketahui bahwa rata-rata skor post tes kelompok eksperimen lebih besar dibanding kelompok
254
kontrol. Maka gain score kelompok eksperimenpun
lebih besar dibanding
kelompok kontrol. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.14 Perbandingan Gain Score dari Hasil Angket Evaluasi Diri Kelompok Eksperimen dan Kontrol Variabel/ aspek Variabel CT HC HAI H RC HIADM HT
Kelompok Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Mean .6974 .0549 .7324 .0460 ,8572 .0406 .8810 .0542 .7625 ,0531 3.9305 2489
t
Sign.
20.868
<0.001
14.848
<0.001
26.884
<0.001
34.030
<0.001
17.756
<0.001
39.679
<0.001
Dari tabel tersebut diketahui bahwa menurut hasil refleksi mahastsiwa . ketrampilan berpikir kesejarahan mereka yang berada di kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara keseluruhan, ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di kelompok eksperimen lebih tinggi sebesar 3.68 dibanding mahasiswa di kelompok kontrol. Hasil statistik uji t untuk pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh 39.679 yang signifikan pada a = 0.05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata gained score di kelompok eksperimen dan di kelompok kontrol. Hal ini berarti, mahasiswa yang berada di kelompok eksperimen merasakan dan mengakui bahwa terdapat
255
pengaruh dari penerapan model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka. 6. Perbandingan Rata-Rata GainedScore Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi Hasil penelitian pada tahapan pengujian model di tiga perguruan tinggi (tinggi, sedang dan rendah) tentang ketrampilan berpikir kesejarahan, menurut refleksi diri mahasiswa sebelum dan sesudah perlakuan, penerapan pembelajaran sejarah di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipaparkan berikut ini. Dari temuan penelitian terhadap hasil evalusi diri mahasiswa per aspek dalam ketrampilan berpikir kesejarahan,
pada tahap pengujian model di tiga
perguruan tinggi dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Secara statistik, di tiga perguruan tinggi tersebut menunjukan bahwa, kelompok eksperimen lebih tinggi rata-rata skor evaluasi dirinya dibanding kelompok kontrol. Ini berarti ada beda yang signifikan. Namun perbandingan rata-rata skor ini. tidaklah beda signifikan pada perbandingan untuk ketiga perguruan tinggi tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.
256
Tabel 4.15 Perbandingan Rata-Rata Gained Scored Evaluasi Diri Mahasiswa Terhadap Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi Variabel/Aspek
Kategori
Mean Gain Score
Variabel
PT
kontrol
Kemampuan Berpikir Kesejarahan
Tinggi Sedang Rendah Total
0.2527 0.2413 0,2583 0,2489
F
Sign
1,048
0,488
eksperimen j 3,6858 ! 3,9184 4,2279 3.935
F 631.446 Sign 0.002
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen pada perguruan tinggi dengan kategori baik, lebih tinggi dibanding dengan dua perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran holistik antar ketiga perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0.05 (F= 1.048, memiliki signifikansi 0,488). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada beda sikniftkan yang ditimbulkan oleh model pembelajaran holistik terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa pada ketiga perguruan
tinggi yang ada, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi dengan kategori rendah lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasiswa di dua perguruan tinggi lainnya. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Harga F sebesar 631,446 yang memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang
257
signifikan pada hasil refleksi diri mahasiswa
yang menunjukan bahwa
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen lebih baik kemampuan penelitian kesejarahannya dibandingkan kelompok kontrol. Secara lebih jelas perbedaan itu. dapat ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.5 berikut.
Estimated Marginal M e a n s o f K e m a m p u a n berpikir kesejarahan Keftompok Pertakuao
EKsewwnen Kontrol
Gambar 4.5 Perbandingan Rata-Rata Skor Ketrampilan berpikir Kesejarahan dari Hasil Evaluasi Diri Pada Tahap Pengujian Model pembelajaran holistik Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi 7. Hasil Evaluasi Diri terhadap Motivasi Belajar Sejarah Mahasiswa Pada Tahap Pengujian Model Pada uraian di sub B, tahap pengembangan model telah disampaikan bahwa motivasi belajar sejarah mahasiswa di kelas yang menggunakan model pembelajaran holistik menunjukkan hasil yang menggembirakan. Begitu juga pada saat pengujian model. Di tahap ini observasi yang dilakukan hanya pada
258
kelompok eksperimen di tiga perguruan tinggi yang dikaji. Dari ketiga lokasi tersebut menunjukan aktivitas belajar / motivasi belajar yang relatif sama. Pada saat kegiatan pembelajaran terlihat jelas, keantusiasan mahasiswa untuk terlibat aktif baik dalam bentuk pengerjaan tugas, pelaporan, penyampaian ide.
gagasan
yang
ada
dalam
delapan
tahapan
kegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran menjadi terlihat menyenangkan bagi mahasiswa. Pada tahap eksplorasi, mahasiswa secara individu mencoba menemukan dan membedakan antara fakta dan pendapat sejarah, kemudian terlihat adanya diskusi kecil sesama mereka sebelum dosen meminta mereka mengeekpresikan dan mengevaluasi temuan temannya. Salah satu contoh evaluasi mahasiswa yang berupa komentar atas pernyataan temannya yang menyampaikan hasii temuannya tentang bukti sejarah yang harus disertai atau dilihat sebagai dasar menentukan suatu kalimat/paragraf adalah fakta atau pendapat. Keantusiasan/semangat belajar juga tampak teijadi saat dosen menggali pemahaman mereka atas materi sejarah dari beberapa buku sejarah yang berbeda. Pada saat dosen mengarahkan mereka untuk menginvestigasi dokumen primer sejarah yang diberikan, suasana tampak ramai dengan komentar yang lebih menunjukan
ketertarikan
dan
keingintahuan.
Bahkan
terkadang
mereka
mentertawakan dokumen sejarah tersebut, karena tidak mampu dan mencoba-coba menafsirkan tulisan dengan ejaan lama atau gambar-gambar karikatur dari beberapa koran masa kemerdekaan, interpretasi yang terkadang "lucu" terdengar saat mahasiswa
mencoba memaknai simbol-simbol yang ada dalam dokumen
259
sejarah. Suasana ramai dengan pertanyaan,
komentar atas hasil interpretasi
temannya tampak lebih terlihat saat tahap produk ide dan evaluasi. Pertanyaan, komentar yang menunjukkan keingintahuan mahasiswa atas temuan '"produk ide" temannya terhadap suatu dokumen,
misalnya diantanya
mereka mempertanyakan atau mengkoreksi jawaban mengenai dasar pemikiran temannya dalam menentukan jenis, tahun, pembuat dokumen tersebut, makna kata/kalimat ataupun posisi/sikap yang tampak dalam dokumen/fhoto sejarah yang di kaji. Selain adanya sikap keingintahuan dan memberikan argumentasi atas suatu hasil "investigasi dan rekonstruksi" sejarah yang disampaikan dengan dasar kajian-kajian pengetahuan awal yang dimiliki, ada juga
beberapa mahasiswa
yang memberikan argumentasi dengan berekspresi secara emosional Sebagai contoh, seperti kajian pada karikatur Van Mook memberikan umpan padi/beras di dalam suatu perangkap ayam. Mereka merasa rakyat Indonesia direndahkan bahkan sejajar dengan ayam, karenanya mereka berdebat tentang siapa pembuat karikatur tersebut. Akibatnya mahasiswa terpecah dalam dua kelompok yang berbeda pandangan. Sebagian beranggapan yang membuat karikatur tersebut orang Indonesia, tetapi sebagian lain orang Belanda. Terlihat bahwa tidak ada lagi mahasiswa yang sibuk ber "sms" atau duduk dengar diam (3 d) atau juga mengerjakan hal yang tidak terkait dengan topik bahasan. Secara statistik bagaimana perbedaan motivasi belajar sejarah mahasiswa di kelompok eksperimen dan kontrol dan bagaimana perbedaannya di tiga perguruan tinggi di Kota Palembang, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
260
Tabel 4.16 Perbandingan Rata-Rata Gain Score Evaluasi Diri Mahasiswa Terhadap Motivasi Belajar Sejarah Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi Mean Gain Score
i Variabel/Aspek Kategori i Variabel
PT
kontrol
eksperimen
i Motivasi i Belajar Sejarah
Tinggi Sedang Rendah Total
.1036 .0591 .0458 .0688
.8467 .9000 .8654 .8716
F
Sign
.106
.900
F 331,196
i
Sign <0,001
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen pada perguruan tinggi dengan kategori baik, lebih tinggi dibanding dengan dua perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran holistik antar ketiga perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0,05 (F= 0,106 , memiliki signifikansi 0,900). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada beda siknifikan yang ditimbulkan oleh model pembelajaran holistik terhadap motivasi belajar sejarah mahasiswa pada ketiga perguruan tinggi yang ada, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi dengan kategori sedang lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasiswa di dua perguruan tinggi lainnya. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa di kelompok eksperimen merasakan motivasi belajar sejarah meningkat lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Harga F sebesar 331,196 yang memiliki signifikansi lebih kecil
261
dari 0.05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang signifikan pada hasil reileksi
diri
mahasiswa
tersebut
terhadap
pengaruh
penerapan
model
pembelajaran holistik terhadap motivasi belajar sejarah mereka. Secara lebih jelas perbedaan itu. dapat ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.6 Efttmatod Maiylnal Mvans
Mott^Jtt t>*toi|«r rahan
i
Gambar 4.6 Perbandingan Rata-Rata Skor Motivasi Belajar Sejarah dari Hasil Evaluasi Diri Pada Tahap Pengujian Model pembelajaran Holistik Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi Dari temuan data di atas, dapat diartikan bahwa mahasiswa di kelompok eksperimen di tiga perguruan tinggi, merasakan motivasi belajar sejarah mereka meningkat lebih tinggi dari sebelumnya.